• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jumlah penduduk usia lanjut dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia ± 1000 orang per hari. Pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan Penduduk Lanjut Usia” yang biasa disebut lansia (Nugroho, 2000).

Generasi kita saat ini tidak akan pernah ada, jika tidak didahului oleh orang tua kita, yang kini sudah berstatus “Lanjut Usia” (Lansia). Beberapa diantara lansia itu adalah pejuang bagi kemerdekaan bangsa dan negara, minimal pejuang bagi keluarga mereka agar menjadi manusia yang berguna. Dalam rangka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN), perhatian, rasa sayang, perlu kita curahkan kembali pada mereka para lansia. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia. Abad 21 ini merupakan abad lansia (era of population ageing), karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia diperkirakan mengalami aged population boom pada dua dekade permulaan abad 21 ini (Hamson, 2006).

(2)

Berdasarkan data yang ada menunjukkan jumlah penduduk lansia (usia 50 tahun keatas) tahun 2003 sebanyak 16,1 juta jiwa dan pada tahun 2004 sebanyak 17,7 juta dan diestimasikan pada 2020 jumlah lansia Indonesia sekitar 35 juta jiwa. Dari 17,7 juta jiwa penduduk lansia saat ini, sekitar 3 juta orang diantaranya telantar ditandai mereka tergolong miskin dan tidak memiliki anggota keluarga dan 4,6 juta jiwa lansia diantaranya rawan telantar yakni tergolong miskin, tetapi masih memiliki keluarga. Harapan hidup penduduk Indonesia mengalami peningkatan jumlah dan proporsi pada 1980 (Darmojo, 2006).

Harapan hidup perempuan adalah 54 tahun pada 1980, kemudian 64,7 pada 1990, dan 70 tahun pada 2000. Bagi laki-laki angka tersebut adalah 50,9 tahun pada 1980, 61 tahun pada 1990 dan 65 tahun pada 2000. Berdasarkan data kependudukan, lanjut usia jika dilihat persentase dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Proyeksi lanjut usia dapat dikemukakan sebagai berikut : Data Sensus tahun 2000 (BPS) menunjukkan penduduk lanjut usia yang berjumlah 15.054.877 jiwa. Adapun jumlah lanjut usia perempuan lebih banyak (52,42%) dibandingkan dengan lanjut usia laki-laki (47,58%). Dari jumlah lanjut usia tersebut, 3.274.100 jiwa (21,75%) merupakan lanjut usia telantar. Konsekuensi logis meningkatnya jumlah lanjut usia adalah tuntutan semakin besarnya sumber-sumber yang harus disediakan bersama oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga (Homson, 2006).

Di masa datang, jumlah lansia di Indonesia semakin bertambah. Tahun 1990 jumlah lansia 6,3 persen (11,3 juta orang), pada tahun 2015 jumlah

(3)

lansia diperkirakan mencapai 24,5 juta orang dan akan melewati jumlah balita yang pada saat itu diperkirakan mencapai 18,8 juta orang. Laporan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDK) tahun 1995 jumlah lansia 60 tahun keatas sebesar 7,5% atau 15 juta jiwa disbanding tahun 1986 sebesar 5,3% atau 9,5 juta jiwa (Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 1986) (Pujiastuti, 2003).

Secara Demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50 tahun keatas, dan ± 6,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun keatas. Dari 6,3 juta orang terdapat 822.831 (13,06%) orang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan dalam kehidupan sehari-hari sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh negara (Nugroho, 2000).

Berdasarkan data diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah lansia akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lansia, seperti sosial ekonomi, budaya, kesehatan fisik dan mentalnya. Lansia harus mampu memenuhi kebutuhan dasarnya agar dapat mempertahankan kondisi kesehatannya (Stevens, 2000).

Lansia yang mempunyai tingkat kemandirian tertinggi adalah pasangan lansia yang secara fisik kesehatannya cukup prima. Dari aspek sosial ekonomi dapat dikatakan jika cukup memadai dalam memenuhi segala macam kebutuhan hidup, baik lansia yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak. Tingginya tingkat kemandirian mereka diantaranya karena lansia telah

(4)

terbiasa menyelesaikan pekerjaan dirumah tangga yang berkaitan dengan pemenuhan hayat hidupnya (Ratna, 2008). Hal ini juga telah disampaikan Pudjiastuti (2003), bahwa tahap perkembangan kemandirian bisa digambarkan antara lain dapat mengatur kehidupan dan diri mereka sendiri atau mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain dan keluarga.

Bagi kehidupan lansia, keluarga merupakan sumber kepuasan karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI, 1998). Menurut Reisoner (1980), keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masih mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari Bapak, Ibu, Adik, Kakak, Kakek dan Nenek (Sudiharto, 2007).

Lansia yang ada dalam keluarga masih terlibat langsung dalam menentukan keputusan keluarga, terutama dalam hal-hal penting (misal : pindah rumah, hari perkawinan cucu, dan sebagainya). Lansia merupakan sumber nasehat dan restu, dan sangat dihormati dalam upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari. Dalam penelitian Darmojo (2006), menunjukkan bahwa tugas-tugas lain yang biasanya mereka masih lakukan antara lain momong cucu (54,4%), membantu memasak (58,6%), bersih-bersih rumah (59,3%), mencuci piring (53,15%), jahit menjahit (18,3%), cuci pakaian (42,6%), Bantu di kebun (11,3%) dan sebagainya (Darmojo, 2006).

(5)

Panti wredha mempunyai pengertian tempat tinggal atau perawatan orang-orang Lansia yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial (Darmojo, 2006). Apabila kesehatan, status ekonomi atau kondisi lain yang tidak memungkinkan mereka untuk melanjutkan hidup dirumah masing-masing, dan jika mereka tidak mempunyai sanak keluarga yang dapat atau sanggup merawat mereka, maka para orang Lansia sebaiknya tinggal di lembaga tempat tinggal yang dirancang khusus untuk Lansia (Hurlock, 1999).

Departemen Sosial sudah membangun 46 model Panti Wredha tersebar di seluruh Negara pada 20 dari 27 Provinsi yang ada. Di kota metropolitan Jakarta, 22 pusat perawatan sudah dikembangkan oleh pemerintah. Pemerintah juga berkewajiban memberikan subsidi, bimbingan, pelayanan untuk mengurus tempat tinggal, membersihkan, memasak, mencuci dan sebagainya dapat dilakukan oleh petugas (Darmojo, 2006).

Berdasarkan wawancara dengan Atun Suwantirah (2009) kepala seksi penyantunan di Panti Wredha Pucang Gading Semarang diperoleh informasi bahwa di Panti Wredha Pucang Gading Semarang menampung lansia kurang lebih 115 jiwa, terdiri dari 73 (63,5%) lansia perempuan dan 42 (36,5%) lansia laki-laki. Di Panti Wredha Pucang Gading Semarang kebanyakan penghuninya adalah lansia yang terlantar dalam kehidupan sehari-harinya sehingga mereka dimasukkan di Panti oleh keluarga atau masyarakat supaya para lansia dalam kehidupannya terarah dan terawat, seperti personal hygiene, kebutuhan makanan seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, dan melakukan rutinitas kehidupan sehari-hari seperti kegiatan pagi, meliputi

(6)

senam pagi, pengajian, bersih-bersih lingkungan dengan bantuan perawat, masak sudah ada yang memasakkan, makan sudah disiapkan di meja Lansia tinggal ngambil dan mencuci juga sudah ada petugasnya.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang Perbedaan antara tingkat kemandirian Lansia yang ada di keluarga di Desa Temuroso dengan Lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah ”Apakah ada perbedaan antara tingkat kemandirian pada lansia yang ada di keluarga di desa Temuroso dengan lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan antara tingkat kemandirian lansia yang ada di keluarga di desa Temuroso dengan lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan tingkat kemandirian lansia yang ada di keluarga di desa Temuroso

(7)

b. Mendiskripsikan tingkat kemandirian lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang

c. Menganalisis perbedaan antara tingkat kemandirian lansia yang ada di keluarga di desa Temuroso dengan lansia yang ada Panti Wredha Pucang Gading Semarang

D. Manfaat Penelitian 1. Ilmu Pengetahuan

Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang tingkat kemandirian lansia serta sbagai referensi di perpustakaan yang dapat digunakan pada penelitian lain dibidang kesehatan.

2. Peneliti

Peneliti dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah.

3. Panti Wredha a. Institusi

Diharapkan penelitian ini pihak institusi Panti wredha memberikan fasilitas yang memadahi guna mendukung kemandirian lansia Di Panti wredha

b. Lansia

Diharapkan penelitian ini lansia dapat meningkatkan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari – hari tanpa bantuan orang lain.

(8)

4. Keluarga

Diharapkan penelitian ini keluarga dapat meningkatkan kemandirian lansia dilingkungan keluarga sehinga lansia dapat melakukan aktivitas sehari – harinya tanpa bantuan keluarga.

5. Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga perawat professional sebagai salah satu wacana dalam memberikan konseling perawatan Gerontik. Khususnya tentang tingkat kemandirian lansia yang ada di keluarga dengan lansia yang ada di Panti.

E. Bidang Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan Gerontik, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan keluarga yang mengkaji perbedaan antara tingkat kemandirian lansia yang ada di keluarga di Desa Temuroso dengan lansia yang ada di Panti Wredha Pucang Gading Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Unit penangkapan jaring cumi yang terdapat di PPP Bajomulyo bersifat multi gear , yaitu menggunakan alat tangkap jaring cumi untuk menangkap cumi dan alat tangkap pancing

Headline Iklan Layanan ditulis ”jagalah kebersihan!” dengan warna putih. Subheadline 1 yang digunakan adalah “hentikan membuang sampah sembarangan sekarang

Olahraga memiliki banyak jenis seperti olahraga lari ( jogging ) yang merupakan salah satu jenis olahraga yang dapat dilakukan dengan mudah, setiap saat dan dimana saja. Game

Implementasi Penerapan Multimedia Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Tata Boga Siklus I ... Pembahasan Hasil

Michelson (2002) yang bertujuan untuk mempertimbangkan kekuasaan sebagai kekuatan positif yang terus-menerus digunakan untuk mencapai organisasi, kelompok, dan tujuan

Nilai aktivitas kitin deasetilase dalam menghasilkan glukosamin merupakan suatu fungsi dari reaksi substrat glikol kitin (yang berasal dari glikol kitosan) terhadap enzim

Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan rendah, dan siswa dengan

diklat Alih ajar se provinsi jawa tengah, hal 2 dalam Hendry soelistyo, 2011, PLAGIARISME : pelanggaran hak cipta dan etika, yogyakarta : KANISIUS Lamintang, P.A.F., 1984,