• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DENGAN DOSIS PAKAN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) DENGAN DOSIS PAKAN YANG BERBEDA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Probiotik telah lama diaplikasikan dalam budidaya tambak, namun masih diperlukan informasi mengenai efektivitas berbagai jenis probiotik pada dosis pakan yang berbeda. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas probiotik untuk memperbaiki kualitas air dan sintasan udang windu dalam bak terkontrol. Penelitian dilakukan di laboratorium basah, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, menggunakan 21 akuarium yang berukuran 40 cm x 30 cm x 27 cm yang diisi tanah dasar tambak setebal 10 cm, air laut salinitas 28 ppt sebanyak 15 L, dan ditebari benur windu PL 25 sebanyak 30 ekor/wadah. Penelitian diset dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu I) jenis probiotik dan II) dosis pakan. Kombinasi perlakuan yang dicobakan adalah (A1) BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100%; (A2) BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50%; (B1) BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 100%; (B2) BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50%; (C1) probiotik komersial dengan dosis pakan 100%; (C2) probiotik komersial dengan dosis pakan 50%; (D1) kontrol 1 (tanpa probiotik dengan dosis pakan 100%); (D2) kontrol 2. (tanpa probiotik dengan dosis pakan 50%) dengan ulangan masing-masing 3 kali dan lama pemeliharaan 10 minggu. Pengamatan parameter kualitas air dilakukan setaip 2 minggu yang meliputi: BOT, NH3, NO2, NO3, PO4, total bakteri, dan total Vibrio. Pengamatan sintasan udang windu dilakukan pada akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi BOT dan NH3 selama penelitian relatif lebih tinggi pada perlakuan yang tidak menggunakan probiotik dengan dosis pakan 100%. Sintasan udang windu tertinggi didapatkan pada perlakuan B (BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50%) yaitu 60,33% dan terendah pada perlakuan yang menggunakan probiotik komersil dengan dosis pakan 50% yaitu 11,11%. Penggunaan probiotik (BL542+BT951+MR55) dapat menurunkan konsentrasi NH3 lebih nyata dibanding dengan (BL542+BT 951+MY1112) dan probiotik komersial, sehingga berdampak kepada peningkatan sintasan udang windu yang lebih tinggi (P<0,05) pada akhir penelitian.

KATA KUNCI: probiotik, dosis pakan, sintasan, udang windu

PENDAHULUAN

Produksi udang baik secara nasional maupun internasional beberapa tahun terakhir ini sedikit demi sedikit mulai mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena kasus penyakit pada budidaya udang yang melanda Indonesia dan negara-negara lain seperti Thailand (Pasharawipas et al., 1998; Ruangpan et al., 1998; Sukhumsirichart et al., 1998), Taiwan (Peng et al., 2001), Filipina (Albaladejo et al., 1998; Loh et al., 1998), India (Vaseeharan et al., 2003), Australia (Spann et al., 1995), Jepang (Kono et al., 2004.), dan Amerika (Dhar et al., 2001), kini sedikit demi sedikit mulai dapat teratasi. Bukan karena penyakit virus sebagai penyabab utamanya dapat diatasi, akan tetapi terutama karena subtitusi dari udang windu ke vaname, meskipun pada kenyataannya bahwa udang vaname juga tidak terlepas dari serangan penyakit terutama WSSV (Rodriguez et al., 2003; Sanchez-Martinez et al., 2007). Menurut data yang ada bahwa lebih dari 65% produksi udang dunia adalah udang vannamei (Newman, 2010). Penggunaan bakteri probiotik sebagai bakteri pengurai bahan organik juga memberikan kontribusi terhadap perbaikan lingkungan budidaya yang berefek pada peningkatan kesehatan udang sehingga tidak mudah stres sehingga tahan terhadap serangan penyakit.

Perkembangan usaha budidaya di bidang perikanan memacu perkembangan penggunaan probiotik (Waston et al., 2008). Hal ini juga memacu kegiatan ekplorasi bakteri-bakteri alam dari berbagai sumber yang potensial digunakan sebagai probiotik dan biokontrol. Beberapa sumber bakteri probiotik yang telah dikaji antara lain air laut dan sedimen laut (Muliani et al., 2003; Tjahyadi et al., 1994), koral (Radjasa et al., 2005), hatcheri (Rosa et al., 1997; Hala 1999; Haryanti et al., 2000), daun man-grove (Muliani et al., 2004), dan tambak udang (Muliani et al., 2006; Muliani et al., 2009), dari

PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN UDANG WINDU (

Penaeus monodon

)

DENGAN DOSIS PAKAN YANG BERBEDA

Muliani, Nurbaya, dan Muharijadi Atmomarsono Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros, Sulawesi Selatan 90511 E-mail: litkanta@indosat.net.id

(2)

seabream (Sparus aurata, L.) (Chabrillon et al., 2006), dari usus ikan lele (Sugita et al., 2007), dari ikan Nila (Aly et al., 2008a), dari usus ikan (Balcazar et al., 2008).

Jenis bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik di antaranya Bacillus sp., Basillus subtilis, Lactobacillus spp., Brevibacillus sp., Pseudomonas sp., Pseudoalteromonas sp., Pseudomona aeruginosa, Vibrio alginolyticus, Vibrio carcarie, dan lain-lain. Penggunaan bakteri probiotik tersebut sudah sangat meluas di hampir semua kegiatan budidaya di antaranya, pemeliharaan larva kepiting (Nogami & Maeda, 1992), larva rajungan (Susanto et al., 2005), dan budidaya artemia (Villamil et al., 2003). Pada budidaya ikan, penggunaan probiotik dijumpai pada pemeliharaan rainbow trout (Brunt & Austin, 2005; Brunt et al., 2007), ikan karper (Labeo rohita) (Kumar et al., 2006; Banerjee et al., 2007), pematangan gonad ikan hias (Ghosh et al., 2007), pemeliharaan ikan nila (Tilapia nilotica) (Aly et al., 2008a, Wang et al., 2008), larva ikan sebelah (flatfish) Senegalese sole (Makridis et al., 2008), larva gilthead sea bream (Sparus aurata, L.) (Suzer et al., 2008), dan budidaya ikan kakap putih (seabass) (Rengpipat et al., 2008). Macey & Coyne (2005), melaporkan penggunaan bakteri probiotik pada budidaya abalon. Penggunaan probiotik pada budidaya udang juga telah banyak dalaporkan, seperti pada budidaya udang windu (Meunpol et al., 2003; Vaseeharan & Ramasamy, 2003; Vaseeharan et al., 2004; Lio-Po et al., 2005; Gunarto et al., 2006a, 2006b; Vijayan et al., 2006), budidaya udang Penaeus chinensis (Li et al., 2006), budidaya udang vaname (udang putih) (Nejad et al., 2006), budidaya udang galah (Keysami et al., 2007), pemeliharaan larva udang (Decamp et al., 2008; Widanarni et al., 2008a), dan budidaya udang stylorostris (udang putih) (Castex et al., 2008).

Penggunaan probiotik di tambak pembesaran umumnya ditujukan untuk memperbaiki kualitas air seperti menguraikan bahan organik dari sisa pakan yang tidak termakan oleh udang, dan juga oleh kotoran udang. Semakin tinggi dosis pakan yang digunakan tentunya akan semakin banyak sisa pakan yang tidak termanfaatkan sehingga akan mencemari lingkungan budidaya itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan probiotik untuk menguraikan sisa pakan tersebut. Penggunaan probiotik pada dosis pakan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui kemapuan probiotik tersebut untuk menguraikan bahan organik dari sisa pakan yang berlebih.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di laboratorium basah, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Maros mulai Maret sampai dengan Juni 2009 menggunakan akuarium yang berukuran 40 cm x 30 cm x 27 cm yang dilapisi dengan tanah tambak setebal 10 cm yang sebelumnya telah dipersiapkan sebagaimana persiapan tanah dasar tambak di lapangan, selanjutnya diisi air laut salinitas 28 ppt sebanyak 15 L. Hewan uji yang digunakan berupa benur windu PL-25 sebanyak 30 ekor/wadah yang sebelumnya telah dilakukan pengecekan bebas WSSV dengan test PCR.

Perlakuan dan Rancangan

Penelitian diset dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Faktor I adalah jenis probiotik dan faktor II adalah dosis pakan. Jenis probiotik yang digunakan adalah (A) BL542+BT 951+MY1112; (B) BL542+BT 951+ MR55; (C) Probiotik komersil; dan (D) kontrol (tanpa probiotik). Dosis pakan yang digunakan adalah (1) 100%-20%, dan (2) 50%-10% dari bobot biomassa, dengan ulangan masing-masing 3 kali, sehingga jumlah unit penelitian sebanyak 4 x 2 x 3= 24 unit. Penelitian dilakukan selama 10 minggu.

Persiapan dan Aplikasi Probiotik

Probiotik yang digunakan terlebih dahulu diperbanyak menggunakan bahan fermentasi yang terdiri atas (untuk setiap 1 L air laut) 50 g dedak halus, 20 g tepung ikan, 5 g ragi, 25 g molase. Semua bahan fermentasi dicampur dan dimasak sampai mendidih selama kurang lebih 10 menit. Selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu sekitar 50°C, kemudian ditambahkan 25 mL biakan murni probiotik. Campuran tersebut di aerasi (atau disheker jika volume kecil) selama 3-5 hari. Selanjutnya diaplikasikan ke dalam wadah pemeliharaan udang windu dengan konsentrasi 106 CFU/

(3)

Sampling dan Pengamatan

Pengamatan parameter kualitas air dilakukan satu kali setaip 2 minggu yang meliputi; total bakteri, total Vibrio, Total bakteri, BOT, NH3-N, NO2-N, NO3-N, PO4-P. Sedangkan pengamatan sintasan udang windu dilakukan pada akhir penelitian.

Analisis Data

Data sintasan udang windu yang diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Steel & Torrie, 1981). Sedangkan data kualitas air dan bakteri dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN BAHASAN Kualitas Air

BOT

Konsentrasi BOT selama penelitian disajikan apda Gambar 1A. Pada gambar tersebut terlihat bahwa konsentrasi BOT dari awal hingga memasuki minggu keempat cenderung mengalami peningkatan dan setelah itu mengalami penurunan hingga akhir penelitian, keculai pada perlakuan B1 dan B2 yang sedikit mengalami peningkatan. Secara keseluruhan, konsentrasi BOT pada perlakuan yang menggunakan dosisi pakan 100% dari bobot biomassa lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang menggunakan dosis pakan 50%. Namun demikian dengan dosis pakan yang sama, konsentrasi BOT cenderung lebih tinggi pada perlakuan yang tidak menggunakan probiotik dibanding dengan yang menggunakan probiotik, kecuali pada perlakuan B2 dengan dosis pakan 100% konsentrasi BOT jauh lebih tinggi dibanding pada perlakuan D2 (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 100%. Konsentrasi BOT pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dibanding pada penelitian sebelumnya, terutama pada penggunaan dosis pakan 100% dari bobot biomassa. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pakan dengan dosis yang tidak terkontrol akan semakin menambah beban limbah terutama BOT dalam perairan, meskipun menggunakan probiotik. Gunarto et al. (2006a) melaporkan, bahwa konsentrasi BOT pada tambak yang menggunakan probiotik komersil berkisar 7,05-14,8 mg/ L, sedangkan yang tidak menggunakan probiotik berkisar 8,4-17,0 mg/L. Konsentrasi BOT pada penelitian ini jauh lebih rendah dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan bakteri yang sama tetapi tidak dikombinasikan (Muliani et al., 2005), akan tetapi relatif sama dengan hasil penelitian yang menggunakan probiotik yang diisolasi dari laut, mangrove, dan tambak dengan kombinasi jenis dan kepadatan yang berbeda, di mana konsentrasi BOT berkisar antara 11,0-20,7 mg/L (Muliani et al., 2007).

NH3-N

Konsentrasi NH3-N selama penelitian disajikan pada Gambar 1B dan terlihat bahwa konsentrasi NH3-N pada semua perlakuan mengalami fluktuasi. Konsentrasi NH3-N mengalami penurunan yang sangat drastis dari awal hingga memasuki minggu keempat dan kembali mengalami peningkatan mulai minggu keenam dan tertinggi pada minggu kedelapan. Memasuki minggu kesepuluh, konsentrasi NH3-N kembali mengalami penurunan. Secara keseluruhan konsentrasi NH3-N lebih tinggi pada perlakuan yang tidak menggunakan probiotik dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa (D1) dibanding perlakuan lainnya. Pada perlakuan yang menggunakan menggunakan probiotik komersil, konsentrasi NH3-N relatif lebih tinggi dibanding perlakuan yang menggunakan probitoik BRPBAP baik pada penggunaan dosis pakan 100% maupun 50% dari bobot biomassa. Pada akhir penelitian, konsentrasi NH3-N terendah pada perlakuan yang menggunakan probiotik dengan kombinasi BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50% dari bobot biomassa dan tertinggi pada perlakuan tanpa probiotik dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan probiotik BRPBAP dapat menekan konsentrasi NH3-N dalam air pemeliharaan udang windu. Konsentrasi NH3-N pada penelitian ini relatif sam dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan rasio bakteri probiotik yang berbeda yaitu antara 0,1770 mg/L pada perlakuan S sampai dengan 0,3393 mg/L pada kontrol (Muliani et al., 2008).

(4)

NO2-N

Konsentrasi NO2-N selama penelitian disajikan pada Gambar 1C, di mana terlihat bahwa pada minggu kedua konsentrasi NO2-N pada semua perlakuan mengalami peningkatan yang cukup tajam. Memasuki minggu keempat, konsentrasi NO2-N kembali mengalami penurunan dan relatif stabil hingga akhir penelitian, kecuali pada perlakuan yang tidak menggunakan probiotik dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa probiotik yang digunakan mampu menurunkan konsentrasi NO2-N dalam air pemeliharaan udang windu. Konsentrasi NO2-N pada penelitian ini relatif lebih rendah dibanding penelitian sebelumnya yang menggunakan probiotik dengan komposisi jenis dan kepadatan yang berbeda yaitu berkisar antara 0,2933-1,6141 mg/L (Muliani et al., 2007), sedangkan pada penggunaan probiotik tunggal yaitu berkisar antara 0,2390 mg/L pada perlakuan yang menggunakan probiotik BL542 sampai dengan 0,2670 mg/L pada perlakuan yang menggunakan probiotik BR931 (Muliani et al., 2009a). Sedangkan pada penelitian yang menggunakan probiotik MY1112 lebih rendah (0,04016 mg/L) secara signifikan dibanding dengan perlakuan yang tidak menggunakan probiotik yaitu 0,1041 mg/L (Muliani et al., 2009b).

NO3-N

Konsentrasi NO3-N selama penelitian disajikan pada Gambar 1D, dan terlihat bahwa konsentrasi NO3-N mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, meskipun sangat kecil. Konsentrasi NO3-N pada perlakuan tanpa probiotik dengan pemberian pakan 50% dari bobot biomassa dari awal hingga minggu kedelapan cenderung selalu lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Namun pada akhir penelitian konsentrasi NO3-N terendah pada perlakuan yang menggunakan probiotik komersil dengan dosis pakan 50% dari bobot biomassa kemudian disusul oleh perlakuan yang menggunakan BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa. Konsentrasi nitrat pada penelitian ini jauh lebih rendah dibanding konsentrasi nitrat pada penelitian sebelumnya yang menggunakan probiotik secara tunggal yaitu berkisar antara 1,3006 mg/L pada perlakuan yang menggunakan isolat MY1112 sampai dengan 2,2037 mg/L pada perlakuan yang menggunakan isolat MR55 (Muliani et al., 2009).

PO4-P

Konsentrasi PO4-P selama peneitian disajikan pada Gambar 1E. Pada gambar tersebut terlihat bahwa konsentrasi PO4-P dari awal hingga minggu delapan relatif stabil dan sedikit mengalami peningkatan setelah memasuki minggu kesepuluh (akhir penelitian). Konsentrasi PO4-P pada akhir penelitian terendah pada perlakuan BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50% dari bobot biomassa (perlakuan A2) dan tertinggi pada perlakuan yang menggunakan probiotik komersil dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa (perlakuan C1). Konsentrasi PO4-P pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi PO4-P pada penelitian yang menggunakan rasio bakteri probiotik yaitu berkisar antara 0,29843 mg/L pada perlakuan O (bakteri laut 104cfu/mL + bakteri

mangrove 104 cfu/mL + bakteri tambak 104 cfu/mL) sampai dengan 0,3823 mg/L pada perlakuan M

(bakteri laut 102cfu/mL + bakteri mangrove 102 cfu/mL + bakteri tambak 104 cfu/mL) (Muliani et al.,

2008).

Populasi Bakteri

Total bakteri dalam air dan sedimen

Total bakteri dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian disajikan pada Gambar 2A, di mana terlihat bahwa total bakteri dalam air dari awal hingga akhir penelitian cenderung stabil. Pada akhir penelitian total bakteri tertinggi pada perlakuan A1 dan B1 yaitu masing-masing yaitu 1,74 x108 CFU/mL dan 1,86x108 CFU/mL dan terendah pada A2 dan C1 yaitu masing-masing 3,72 x

106 CFU/mL dan 1,55 x 106 CFU/mL.

Adapun total bakteri dalam sedimen selama penelitian disajikan pada Gambar 2B. Seperti halnya dengan total bakteri dalam air, total bakteri dalam sedimen juga relatif stabil dari awal hingga akhir

(5)

penelitian, meskipun terjadi fluktuasi pada beberapa perlakuan, namun fluktuasinya cukup kecil. Pada akhir penelitian total bakteri dalam sedimen tertinggi pada perlakuan C1 dan A1 yaitu masing-masing 5,62 x 109 CFU/g dan 7,59 x 109 CFU/g dan terendah pada perlakuan B2 dan D1 yaitu

masing-masing 1,91 x 108 CFU/g dan 4,57 x 108 CFU/g.

Total Vibrio sp. dalam air dan sedimen

Total Vibrio sp. dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian disajikan pada Gambar 3A. Pada Gambar 3A terlihat bahwa total Vibrio sp. dalam air pemeliharaan udang windu pada awal penelitian berkisar antara 103 CFU/mL dan mengalami penurunan hingga 102 CFU/mL pada minggu

kedua. Hal ini terjadi pada semua perlakuan. Namun pada minggu berikutnya yaitu minggu ketiga total Vibrio sp. meningkat kembali kecuali pada perlakuan A1, A2, dan B2 yang relatif stabil. Selnjutnya

Keterangan:

A1= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100% A2= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50% B1= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 100% B2= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50% C1= Probiotik komersil dengan dosis pakan 100% C2= Probiotik komersil dengan dosis pakan 50% D1= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 100% D2= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 50%

Gambar 1. Konsentrasi BOT (A), NH3-N (B), NO2-N (C), NO3-N (D), dan PO4-P (E) dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian

0 10 20 30 40 50 60 0 2 4 6 8 10 BO T ( m g/ L) 0 0.5 1 1.5 2 0 2 4 6 8 10 NO 3 -N (m g/ L) 0 0.5 1 1.5 2 0 2 4 6 8 10 NH 3 -N (m g/ L) 0 1 2 3 0 2 4 6 8 10 PO 4 -P (m g/ L) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.91 0 2 4 6 8 10 Minggu NO 2 -N (m g/ L) A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

A

D

B

E

C

(6)

pada minggu keempat total Vibrio sp. kembali mengalami peningkatan, namun tidak terlalu darastis, hingga memasuki minggu keenam (akhir penelitian).

Total Vibrio sp. dalam sedimen selama penelitian disajikan pada Gambar 3B, di mana terlihat bahwa total Vibrio sp. dalam sedimen relatif stabil dari awal hingga akhir penelitian kecuali pada perlakuan D2 yang sempat menurun pada minggu ketiga dan keempat setelah mengalami peningkatan pada minggu kedua. Namun demikian total Vibrio pada perlakuan ini kembali meningkat pada minggu kelima hingga akhir penelitian.

Sintasan Udang Windu

Sintasan udang windu pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat bahwa sintasan udang windu tertinggi pada perlakuan yang menggunakan probiotik dengan kombinasi BL542+BT 951+ MR55 dengan pemberian pakan 50% dari bobot biomassa (perlakuan B2) yaitu 60,33% dan terendah pada perlakuan yang menggunakan probiotik komersil dengan dosis pakan 50% dari bobot biomassa (perlakuan C) yaitu 11,11%. Dari hasil analisis kualitas air terutama NH3-N, konsentrasi terendah untuk HN3-N diperlihatkan oleh perlakuan B2, hal inilah yang memberikan dampak yang posistif terhadap peningkatan sintasan udang windu pada perlakuan ini.

Gambar 2. (A) Total Bakteri dalam air (CFU/mL) dan (B) total bakteri dalam sedimen (CFU/g) pada penggunaan probiotik yang disolasi dari laut, daun mangrove, dan tambak pada pemeliharaan udang windu dengan dosis pakan berbeda

Keterangan:

A1= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100% A2= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50% B1= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 100% B2= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50% C1= Probiotik komersil dengan dosis pakan 100% C2= Probiotik komersil dengan dosis pakan 50% D1= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 100% D2= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 50%

A 0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 10

Waktu sampling (minggu)

Po lu la si b ak ter i ( lo g CF U /L ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 B 0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10

Waktu sampling (minggu)

Po lu la si b ak ter i ( lo g CF U /L ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

(7)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa sintasan udang windu pada perlakuan B2 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya kecuali pada perlakuan A1 (BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100%) dan A2 (BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50%). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan probiotik BL542+BT 951+MY1112 pada dosis pakan 100% dan

Gambar 3. (A) Total Vibrio sp. dalam air (CFU/mL) dan (B) total Vibrio sp. pada sedimen (CFU/g) pada penggunaan probiotik yang disolasi dari laut, daun mangrove, dan tambak pada pemeliharaan udang windu dengan dosis pakan berbeda

Keterangan:

A1= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 100% A2= BL542+BT 951+MY1112 dengan dosis pakan 50% B1= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 100% B2= BL542+BT 951+ MR55 dengan dosis pakan 50% C1= Probiotik komersil dengan dosis pakan 100% C2= Probiotik komersil dengan dosis pakan 50% D1= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 100% D2= kontrol (tanpa probiotik) dengan dosis pakan 50%

A 0 1 2 3 4 5 6 0 2 4 6 8 10

Waktu sampling (minggu)

Po lu la si b ak te ri (lo g CF U /L ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 B 0 1 2 3 4 5 6 0 2 4 6 8 10

Waktu sampling (minggu)

Po lu la si b ak te ri (lo g CF U /L ) A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2

Tabel 1. Sintasan udang windu (%) pada akhir penelitian dengan pemberian probiotik pada dosis pakan yang berbeda

Nilai dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Dosisi pakan 100% Dosisi pakan 50%

A=BL542+BT 951+MY1112 37,78ab 36,67ab

B= BL542+BT 951+ MR55 32,22bc 60,33a

C= Probiotik komersil 27,78bc 11,11c

D= Kontrol (tanpa probiotik) 25,55bc 14,44bc

(8)

50% dari bobot biomassa udang windu memberikan efek yang sama (P>0,05) terhadap sintasan udang windu, sedangkan penggunaan probiotik BL542+BT 951+MR55 pada dosis pakan 50% memberikan efek yang lebih baik (P<0,05) dibanding pada dosis pakan 100% dari bobot biomassa. Sintasan udang windu pada penelitian ini sedikit lebih rendah dibanding penelitian sebelumnya yang menggunakan probiotik dengan rasio probiotik yang berbeda yaitu tertinggi pada perlakuan R (bakteri laut 102 cfu/mL+ bakteri mangrove104 cfu/mL + bakteri tambak 102 cfu/mL) yaitu 93,3% dan

terendah pada perlakuan N (bakteri laut 102 cfu/mL+bakteri mangrove 104 cfu/mL + bakteri tambak

104 cfu/mL) yaitu 81,3%. Demikian pula yang dilaporkan oleh Widanarni et al. (2008b), bahwa sintasan

udang larva udang windu yang dipelihara secara invivo dan diberi probiotik berkisar antara 83,33%-88,33% sedangkan yang tidak diberi probiotik adalah 51,67%.

KESIMPULAN

♦ Konsentrasi BOT dan NH3-N relatif lebih tinggi pada perlakuan yang tidak menggunakan probiotik dengan dosis pakan 100% dari bobot biomassa.

♦ Sintasan udang windu tertinggi pada perlakuan B2 (BL542+BT 951+MR55 dengan pemberian pakan 50% dari bobot biomassa) yaitu 60,337% dan terendah pada perlakuan yang menggunakan probiotik komersil dengan pemberian pakan 50% dari bobot biomassa (C2) yaitu 11,11%.

♦ Penggunaan probiotik (BL542+BT951+MR55) dapat menurunkan konsentrasi NH3-N lebih baik

dibanding dengan (BL542+BT 951+MY1112) dan probiotik komersil, sehingga berdampak kepada peningkatan SR udang windu pada akhir penelitian.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi baik yang terlibat langsung maupun tidak, diucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas terlaksananya penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh APBN T/A 2009 dengan judul kegiatan “Riset Kesehatan Ikan dan Lingkungan”, sub kegiatan “Pencegahan penyakit udang windu melalui penggunaan bakteri probiotik”.

DAFTAR ACUAN

Albaladejo, J.D., Tapay, L.M., Migo, V.P., Alfafara, C.G., Somga, J.R., Mayo, S.L., Miranda, R.C., Natividal, K., Magbanua, F.O., Itami, T., Matsumura, M., Nadala, E.C.B., & Loh, P.C. 1998. Screening for shrimp viruses in the Philippines. p:252-253. In Flegel TW. (Ed.). Advences in shrimp biotechnol-ogy. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Bangkok.

Aly, M.S., Rahman, A.M.E., John, G., & Mohamed, M.F. 2008a. Characterization of some bacteria isolated from Oreochromis niloticus and their potential use as probiotics. Aquaculture, 277: 1-6. Balcazar, J.L., Vendrell, D., Blas, ID., Zarzuela, I.R., Muzquiz, J.L., & Girones, O. 2008. Characterization

of probiotic properties of lactic acid bacteria isolated from intestinal microbiota of fish. Aquacul-ture, 278: 188-191.

Banerjee, S., Devaraja, T.N., Shariff, M., & Yusoff, F.M. 2007. Comparison of four antibiotics with indigenous marine Bacillus spp. In controlling pathogenic bacteria from shrimp and artemia. J. of Fish Diseases, 30: 383-389.

Brunt, J. & Austin, B. 2005. Use of a probiotic to control lactococcosis and streptococcosis in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). J. of Fish Diseases, 28: 693-701.

Brunt, J., Fyzul, A.N., & Austin, B. 2007. The development of probiotics for control of multiple bacte-ria diseases of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Journal of Fish Diseases, 30: 573-579. Castex, M., Chim, L., Pham, D., Lemaire, P., Wabete, N., Nicolas, J.L., Schmidely, P., & Mariojouls, C. 2008. Probiotic P. acidilactici application in shrimp Litopenaeus stylirostris culture subject to vibrio-sis in New Caledonia. Aquaculture, 275: 182-193.

Chabrillon, M., Arijo, S., Rosales, P.D., Balebona, M.C., & Morinigo, M.A. 2006. Interferente of Listonelle anguillarum with potential probiotic microorganisms isolated from farmed gilthead seabream (Sparus aurata, L.). Aquaculture Research, 37: 78-86.

Decamp, O., Moriaty, D.J.W., & Lavens, P. 2008. Probiotics for shrimp larviculture: review of field data from Asia and Latin America. Aquaculture Research, 39: 334-338.

(9)

Dhar, A.K., Roux, M.M., & Klimpel, K.R. 2001. Detection and quantification of infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus and White spot Syndrome Virus in shrimp using Real-Time quanti-tative PCR and SYBR gereen chemistry. Journal of Clinical Microbiology, 39: 2,835-2,845.

Ghosh, S., Sinha, A., & Sahu, C. 2007. Effect of probiotic on reproductive performance in female livebearing ornamental fish. Aquaculture Research, 38: 518-526.

Gunarto, Tangko, A.M., Tampangallo, B.R., & Muliani. 2006a. Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. J. Ris. Akuakultur, 1: 303-313.

Gunarto, Muslimin, Muliani, & Sahabuddin. 2006b. Analisis kejadian serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV) dengan beberapa parameter kualitas air pada budidaya udang windu menggunakan sistem tandon dan biofilter. J. Ris. Akuakultur, 1: 255-270.

Hala, Y. 1999. Penggunaan gen penanda molekular untuk deteksi pelekatan dan kolonisasi vibrio harveyi pada larva udang windu (Penaeus monodon) [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana, 91 hlm.

Haryanti, Sugama, K., Tsamura, S, & Nishijima, T. 2000. Vibriostatic bacterium isolated from seawa-ter: Potentiality as probiotic agent in the rearing of Penaeus monodon larvae. Ind. Fish. Res. J., 6: 26-32.

Keysami, M.A., Saad, C.R., Sijam, K., Daud, H.M., & Alimon, A.R. 2007. Effect of Bacillus subtilis on growth development and survival of larvae Macrobrachium rosenbergii (de Maan). Aquaculture Nu-trition, 13: 131-136.

Kono, T., Savan, R., & Itami, T. 2004. Detection of white spot syndrome virus in shrimp by loop-mediated isothermal amplification. J. Virol. Methods, 115: 59-65.

Kumar, R., Mukherjee, S.C., Prasad, K.P., & Pai, A.K. 2006. Evaluation of Bacillus subtilis as a probiotic to Indian major carp Labeo rohita (Ham.). Aquaculture Research, 37: 1,215-1,221.

Li, J., Tan, B., Mai, K., Ai, Q., Zhang, W., Xu, W., Liufu, Z., & Ma, H. 2006. Comparative study between probiotic bacterium Arthrobacter XE-7 and chloramphenicol on protection of Penaeus chinensis post-larvae from pathogenic vibrios. Aquaculture, 253: 140-147.

Lio-Po, G.D., Leoano, E.M., Penaranda, M.M.D., Villa-Franco, A.U., Sombito, C.D., & Guanson, N.G. 2005. Anti-luminous Vibrio factors associated with the ‘green water’ grow-out culture of the tiger shrimp Penaeus monodon. Aquaculture, 250: 1-7.

Loh, P.C., Cesar, E., Nadala, J.R.B., Tapay, L.M., & Lu, Y. 1998. Recent developments in Immunologi-cally-Based and cell culture protocols for the specific detection of shrimp viral pathogen. In Flegel TW. (Ed.). Advances in shrimp biotechnology. BIOTEC. The National Center for Genetic Engineer-ing and Biotechnology, Bangkok, Thailand, p. 255-259.

Macey, B.M. & Coyne, V.E. 2005. Improve growth rate and resistance in farmed Haliotis midae through Probiotic treatment. Aquaculture, 245: 249-261.

Makridis, P., Martins, S., Reis, J., & Dinid, M.T. 2008. Use of probiotic bacteria in the rearing of Senegalese sole (Solea senegalensis) larvae. Aquaculture Research, 39: 627-634.

Meunpol, O., Lopinyosiri, K., & Menasveta, P. 2003. The effects of ozone and probiotics on the sur-vival of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture, 220: 437-448.

Muliani, Suwanto, A., & Hala, Y. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asala laut Sulawesi untuk biokontrol penyakit vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Hayati, 10: 6-11. Muliani, Nurbaya, Tompo, A., & Atmomarsono, M. 2004. Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanaman

mangrove sebagai Bakteri Probiotik Pada Budidaya Udang Windu Penaeus monodon, J. Pen. Perik. Indonesia, 2: 47-57.

Muliani, Nurbaya, & Tompo, A. 2005. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bakteri Probiotik Terhadap Kualitas Air dan Sintasan Pascalarva Udang Windu yang Dipapar dengan White Spot Syndrome virus (WSSV). dalam Subagja, J., Samiarti, E., Kasiamdari, R. S., Pratiwi, R., Nuringtyas, T. R. (Eds). Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Bilogi XIII Dalam Rangka Luxtrum X Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. 2006. Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat probiotik pada budi daya udang windu, Penaeus monodon. J. Ris. Akualultur, 1: 73-85.

(10)

Muliani, Susianingsih, E., & Nurbaya. 2007. Perubahan kualitas air dan sintasan udang windu (Penaeus monodon) dalam laboratorium yang ditritmen dengan bakteri probiotik dengan komposisi jenis dan kepadatan yang berbeda. Dalam Achmad, T., Haryanti, Giri, N. A., Sumiarsa, G., Rachmansyah, Insan, I. (Eds). Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 286-294.

Muliani, Nurbaya, & Tampangallo, B.R. 2008. Pengaruh rasio bakteri probiotik terhadap perubahan kualitas air dan sintasan udang windu, Penaeus monodon dalam akuarium. J. Ris. Akuakultur, 3: 33-42.

Muliani, Nurbaya, & Atmomarsono, M. 2009a. Uji performansi bakteri probiotik pada pemeliharaan pascalarva udang windu (Penaeus monodon) dalam bak terkontrol. Makalah telah diseminarkan pada “Gelar teknologi Budidaya” Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Periaknan. Departemen Kelautan dan Perikanan di Manado pada tanggal 2-3 Mei 2008.

Muliani, Nurbaya, & Kadriah, I.A.K. 2009b. Peubah kulitas air dan kelulushidupan udang windu (Penaeus monodon) pada penggunaan probiotik yang diisolasi dari sedimen laut, sedimen tambak dan daun mangrove. J. Aquacultura Indonesiana, 8(3): 25-34.

Nejad, S.Z., Resaei, M.H., Takami, G,A., Lovett, D.L., Mirvaghefi, A.R., & Shakouri, M. 2006. The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive enzyme activity, survival and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture, 252: 516-524.

Newman, S.G. 2010. Paradigm Shifts In Shrimp Farming, Black Tigers to Whites, Low to High Density. Global Aquaculture Advocate. January/Fecruary 2010, p. 14-15.

Nogami, K. & Maeda, M. 1992. Bacteria as biocontrol agents for rearing larvae of the crab Portunus triberculatus. J. Fish. Aquat. Sci., 49: 2,373-2,376.

Pasharawipas, T., Sriurairatana, S., Direkbusarakom, S., Donayadol, Y., Thaikua, S., Ruangpan, L., & Flegel, T.W. 1998. Luminous Vibrio harveyi associated with tea brown gill syndrome in black tiger shrimp. In Flegel TW. (Ed). Advances in shrimp biotechnology. BIOTEC. The National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Bangkok, Thailand, p. 213-216.

Peng, S.E., Lo, C.F., Lin, S.C., Chen, L.L., Chang, Y.S., Liu, K.F., Su, M.S., & Kou, G.H. 2001. Performance of WSSV-infected and WSSV-negative Penaeus monodon postlarvae in culture ponds. Dis. Aquat. Org., 46: 165-172.

Radjasa, O.K., Martens, T., Grassart, H.P., Sabdono, A., Simon, M., & Bachtiar, T. 2005.Antibacterial property of a coral-associated bacterium Pseudoalteromonas luteoviolcea against shrimp pathogenic Vibrio harveyi (In vitro study).Hayati, 12: 71-81.

Rengpipat, S., Rueangruklikhit, T., & Piyatiratitivorakul, S. 2008. Evaluations of lactic acid bacteria as probiotics for juvenile seabass Lates calcarifer. Aquaculture Research. 39: 134-143.

Rodriguez, J., Bayot, B., Amano, Y., Panchana, F., de Blas, I., Alday, V., & Calderon, J. 2003. White spot syndrome virus infection in culture Penaeus vannamei (Boone) in Ecuador with emphasis on histo-pathology and ultrastructure. J. Fish Dis., 26: 439-450.

Rosa, D., Zafran, Tufik, I., & Girsang, M.A. 1997. Pengendalian Vibrio harveyi secara biologis pada larva udang windu (Penaeus monodon): I. Isolassi Bakteri Penghambat. J. Pen. Perik. Indonesia, 3: 1-10.

Ruangpan, L. 1998. Luminous bacteria associated with shrimp mortality. In Flegel TW. (Ed). Advences in shrimp biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Bangkok, Thailand, p. 205-211.

Spann, K.M., Vickers, J.E., & Lester, R.J.G. 1995. Lymphoid organ virus of Penaeus monodon from Aus-tralia. Dis. Aquat. Org., 23: 127-134.

Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1981. Principles and Procedures of statistics. A biometrical Approach (2nd

edition). International Student Edition. McGraw-Hill International Book Company, 633 pp. Sugita, H., Ohta, K., Kuruma, A., & Sagesaka, T. 2007. An antibacterial effect of Lactococcus lactis

isolated from the intestinal tract of the amur catfish, Silurus asotus Linnaeus. Aquaculture Research, 38: 1,002-1,004.

Sukhumsirichart, W., Wongteerasupaya, C., Boonsaeng, V., Panyim, S., Sriurairatana, S., Withyachumnarnkul, B., & Flegel, T.W. 1998. Genome organization and detection of

(11)

Hepatopancreatic Parvovirus (HPV) from Penaeus monodon in Thailand. In Flegel TW. (Ed.). Ad-vances in shrimp biotechnology. BIOTEC. The National Center for Genetic Engineering and Bio-technology, Bangkok, Thailand, p. 261-262.

Sanchez-Martinez, J.G., Aguirre-Guzman, G., & Mejia-Ruiz, H. 2007. White Spot Syndrome Virus in cultured shrimp: A review. Aquaculture, 38: 1.339-1,354.

Susanto, B., Setyadi, I., Syahidah, D., Marzuqi, M., & Rusdi, I. 2005. Penggunaan bakteri probiotik sebagai kontrol biologi dalam produksi massal benih rajungan (Portunus pelagicus). J. Pen. Perik. Indonesia, 11: 15-23.

Suzer, C., Coban, D., Kamaci, H.O., Saka, S., & Firat, K. 2008. Lactobacillus spp. bacteria as probiotics in gilthead sea bream (Sparus aurata, L.) larvae: Effect on growth performance and digestive enzyme activities. Aquaculture, 280: 140-145.

Tjahjadi, M.R., Angka, S.L., & Suwanto, A. 1994. Isolation and evaluation of marine bacteria for biocontrol of luminous bacterial diseases in tiger shrimp larvae (Penaeus monodon Fab.). Aspac. J. Mol. Biol. Biotechnol., 2: 347–352.

Vaseeharan, B. & Ramasamy, P. 2003. Control of pathogenic Vibrio spp. by Bacillus subtilis BT23, a possible probiotic treatment for black tiger shrimp Penaeus monodon. Lett. Appl. Microbiol., 36: 83-87.

Vaseeharan, B., Jayakumar, R., & Ramasamy, P. 2003. PCR-base detection of White Spot Syndrome Virus in cultured and captured crustaceans in India. Lett. Appl Microbiol., 37: 443-447.

Vaseeharan, B., Lin, J., & Ramasamy, P. 2004. Effect of probiotics, antibiotic sensitivity, pathogenicity, and plasmid profiles of Listonella anguillarum-like bacteria isolated from Penaeus monodon culture system. Aquaculture, 241: 77-91.

Vijayan, K.K., Singh, I.S.B., Jayaprakash, N.S., Alavandi, S.V., Pai, S.S., Preeta, R., Rajan, J.J.S., & Santiago, T.C. 2006. A brackishwater isolate of Pseudomonas PS-102, a potential antagonistic bacterium against pathogenic vibrios in penaeid and non-penaeid rearing systems. Aquaculture, 251: 192-200. Villamil, I., Firgueras, A., Planas, M., & Novon, B. 2003. Control of Vibrio alginolyticus in artemia

culture by treatment with bacterial probiotics. Aquaculture, 219: 43-56.

Wang, Y.B., Tian, Z.Q., Yao, J.T., & Li, W.F. 2008. Effect of probiotics, Enteroccus faecium, on tilapia (Oreochromis niloticus) growth performance and immune response. Aquaculture, 277: 203-207. Waston, A.K., Kaspar, H., Lategan, M.J., & Gibson, L. 2008. Probiotics in aquaculture: The need,

prin-ciples and mechanisms of action and screening processes. Aquaculture, 274: 1-14.

Widarnarni, Elly, D.T., Soelistyowati, & Suwanto, A. 2008a. Pemberian probiotik Vibrio SKT-b pada larva udang windu melalui pengkayaan Artemia. J. Akuakultur Indonesia, 7(2): 129-137.

Widanarni, Ayzar, E., & Sukenda. 2008b. Mekanisme penghambatan bakteri probiotik terhadap pertumbuhan Vibrio harveyi pada larva udang windu (Penaeus monodon). J. Akuakultur Indonesia, 7(2): 181-190.

Gambar

Gambar 1. Konsentrasi BOT (A), NH 3 -N (B), NO 2 -N (C), NO 3 -N (D), dan PO 4 -P (E) dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian
Gambar 2. (A) Total Bakteri dalam air (CFU/mL) dan (B) total bakteri dalam sedimen (CFU/g) pada penggunaan probiotik  yang disolasi dari laut, daun mangrove, dan tambak pada pemeliharaan udang windu dengan dosis pakan berbeda
Gambar 3. (A) Total Vibrio  sp. dalam air (CFU/mL) dan (B) total Vibrio sp. pada sedimen (CFU/g) pada penggunaan probiotik yang disolasi dari laut, daun mangrove, dan tambak pada pemeliharaan udang windu dengan dosis pakan berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan dan analisa yang telah dilakukan pada matriks hermitian dengan contoh yang telah diberikan maka diperoleh matriks diagonal , yang berarti bahwa

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Norma Subjektif,

Usaha tersebut diantaranya dengan melakukan branding dan pemasaran offline dan online guna meningkatkan produktivitas pada industri kecil dan menengah ini agar

pedagang pengepul yaitu Rp222,25/butir yang didapat dari harga jual telur itik dikurangi dengan harga beli telur dan biaya pemasaran telur, sedangkan keuntungan yang

Ketika diminta menulis dalam bahasa Indonesia juga tidak bisa dipungkiri bahwa mungkin ada sebagian dari penulis Indonesia yang hanya melakukan translasi tulisan orang

The aim of Science Standard Curriculum for primary is to instil interest and develop creativity amongst pupils through experience and investigation so as to master knowledge

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (Studi Potong Lintang). Bayi yang telah dilahirkan dilacak berat badannya untuk memenuhi kriteria berat bayi

Suatu pengendalian pr%yek yang eekti memerlukan teknik dan met%de. Suatu pengendalian pr%yek yang eekti memerlukan teknik dan met%de. 'isalnya! pada suatu