• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual a. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan pola yang di gunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial, Dalam kegiatan pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang inovatif agar anak tidak merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran ketika berada didalam kelas. Menurut Suprijono (2012:46) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Sedangkan menurut Rusman (2012:144) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran yang menentukan tercapainya tujuan pembelajaran menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalam belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Berdasarkan kesimpulan dari beberapa pendapat ahli di atas bahwa, model pembelajaran merupakan suatu pedoman yang dibuat untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.

(2)

commit to user b. Macam - Macam Model Pembelajaran

Model pembelajaran menurut para ahli, mempunyai tujuan tertentu dan sebagai pedoman untuk memperbaiki kegiatan mengajar di kelas maupun diluar kelas menurut. Rusman (2010:134). Ada macam-macam model pembelajaran yang sering digunakan para pendidik yaitu : Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Tematik, Model Pembelajaran PAKEM.

Sedangkan Sugiyanto (2009:3) menjelaskan bahwa dalam model pembelajaran ada beberapa macam model pembelajaran di antaranya adalah Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, Problem Based Learning (PBL).

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat di simpulkan bahwa macam-macam model pembelajaran yaitu Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model pembelajaran Quantum, Model Pembelajaran Terpadu, Problem Based Learning (PBL). Akan tetapi peneliti mengambil model pembelajaran kontekstual, karena dengan model pembelajaran kontekstual anak bisa langsung dengan benda yang nyata dan bisa langsung di lihat oleh anak di dalam proses pembelajran.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Model Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan melalui hubungan dari dalam maupun luar kelas. Model pembelajaran kontekstual menurut Sugiyanto (2009:5) Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang di ajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan

(3)

commit to user

juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri.

Menurut Departemen Dinas Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Orang Dewasa Amerika Serikat, 2001 (dalam jurnal yang berjudul Contextual Teaching And Learning Practices In The Family And Consumer Sciences Curriculum oleh Bettye P. Smith) Contextual teaching and learning is defined as a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations. Pembelajaran kontekstual dan pembelajaran didefinisikan sebagai konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata.

Johnson (2012:187) menyatakan pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna .lebih lanjut Johnson mengatakan suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Zainal Aqib (2013:4) menyatakan pembelajaran kontekstual (Constextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata. Hal ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang di miliki dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.

Trianto (2008:20) pembelajaran kontektual (Constextual Teaching and Learning) adalah merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Berdasarkan dari berbagai pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran inovatif, yang menekankan adanya keterkaitan materi ajar dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik dapat menemukan, berinteraksi dan

(4)

commit to user

menerapkan secara langsung apa yang telah dipelajari pada kehidupan sehari-hari sehingga memberikan arti dan manfaat penuh terhadap belajar anak di sekolah.

d. Komponen-Komponen Model Pembelajaran Kontekstual

Ada beberapa komponen-komponen dalam model pembelajaran kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) di antaranya menurut Trianto (2008:26) menyebutkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual yaitu : Constextual Teaching and Learning (CTL), ada tuju komponen yaitu

konstruktivisme (Construkvisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry),

reflektion, masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Selanjutnya Trianto (2008:26) menjelaskan ada komponen-komponen model pembelajaran kontekstual:

1) Konstruktivisme

Kontruksivisme adalah salah satu landasan teoritik pendidikan moderen termasuk Constextual Teaching and Learning (CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini menekankan bahwa pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan langsung dalam proses belajar mengajar di luar kelas.

2) Inkuiri

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Karena hasilnya di temukan sendiri oleh anak.

3) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari “bertanya” bertanya merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong anak agar mampu mamahami apa yang di lihat oleh anak di luar kelas.

(5)

commit to user 4) Masyarakat belajar (learning community)

Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Pembelajaran dengan teknik belajar kelompok ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas dan setiap pembelajaran terikat dengan lingkungan yang ada diluar kelas.

5) Pemodelan (modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pegetahuan tertentu, ada model yang bisa di tiru oleh siswa misalnya guru memodelkan langkah-langkah cara menggunakan neraca dengan demonstrasi sebelum siswa melakukan suatu tugas tertentu.

6) Refleksi

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengedepankan apa yang baru di pelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru di terima oleh anak.

7) Penilaian nyata (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Berdasarkan 7 (tujuh) dari komponen-komponen model pembelajaran tersebut merupakan strategi utama dalam model pembelajaran kontekstual, dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak melalui kegiatan mencetak gambar yang langsung ke bendanya

e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kontekstual

Dalam setiap model pembelajaran terdapat langkah-langkah pembelajaran sebagai acuan atau pedoman untuk meningkatkan proses pembelajaran. Secara sederhana langkah-langkah dalam model pembelajaran

(6)

commit to user

kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) dalam kelas secara garis besar menurut Sugiyanto, (2009:22) sebagai berikut:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan meng-konstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran

6) Lakukan refleksi di akhir penemuan

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Secara garis besar langkah-langkah penerapan kontekstual Constextual Teaching and Learning (CTL) menurut Trianto (2008 :25) sebagai berikut :

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan masyarakat belajar(belajar dalam kelompok-kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi diakhir pertemuan.

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Depdiknas, 2006:6)

Anak pada mulanya tidak tahu mencetak gambar atau mencapa gambar awal oleh sebab itu, maka orang tua dan guru dapat mengenalkan kemampuan mencetak gambar dalam motorik halus anak dengan menggunkan bahan alam untuk mencetak gambar atau mencap gambar. Berbagai macam bahan alam yang bisa digunakan untuk melatih motorik halus anak seperti pelepah pisang, batang pepaya, batang sawi, dan belimbing.

Berdasarkan langkah-langkah tersebut diatas bahwa langkah-langkah penerapan model pembelajaran kontekstual motorik halus mencetak gambar pada anak di TK yaitu:

1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan meng-konstruksikan sendiri

(7)

commit to user

pengetahuan dan keterampilan barunya di luar kelas dan menemukan benda yang dilihat oleh anak.

2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri anak menemukan pengetahuan baru melalui kegiatan pengamatan langsung terhadap tanaman bunga yang ada di halaman sekolah untuk mencetak gambar misalnya bunga mawar, melati dll

3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya atau guru bertanya kepada anak didik tentang bunga yang di amati oleh anak di luar kelas tadi

4) Ciptakan masyarakat belajar guru bertanya ke pada anak-anak tentang bunga yang di amati anak-anak sebagai sarana komunikasi untuk bertukar penglaman. Hal ini menciptakan masyarakat belajar antara anak didik dengan guru dan antara anak didik dengan anak didik.

5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran anak mencap gambar meniru bentuk bunga yang telah diamati setelah itu anak mencap gambar dengan berbagai media seperti plepah pisang, belimbing dan sawi.

6) Lakukan refleksi di akhir penemuan refleksi dilakukan dengan cara membandingkan hasil lukisan anak dengan bentuk tanaman aslinya

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Peneliti melakukan penilaian ketika proses kegiatan mencetak gambar sedang berlangsung. Penilaian dibantu oleh guru pendamping, kemudian hasil penilaian dipadukan

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam model pembelajaran kontekstual anak dapat mengembangkan pemikiran belajar yang lebih bermakna dengan cara kerja sendiri dan mengkontruksikan sendiri, serta mengahadirkan benda yang nyata atau kebendanya langsung.

(8)

commit to user

f. Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual

Dalam proses kegiatan belajar dan mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual mestinya mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam proses belajar mengjar di dalam kelas. Menurut Norhalima (2013), berpendapat kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kontekstual, adapun kelebihan dari model pembelajaran kontekstual yaitu:

(1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa, (3) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan , (4) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru , (5) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Sedangkan kekurangan dalam model pembelajaran kontekstual yaitu: (1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung , (2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif , (3) Guru lebih intensif dalam membimbing.

Aprudin (2011), kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kontekstual sebagai berikut, adapun kelebihan dari model pembelajaran kontekstual yaitu:

(1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. (2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa (3) Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental, (4) Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan, (5) Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru, (6) Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kontektual yaitu: (1) Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung, (2) Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif, (3) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam model kontekstual (CTL), guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.

(9)

commit to user

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan kelebihan model pembelajaran kontekstual adalah Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan, Sedangkan kekurangan model pembelajaran kontekstual yaitu, diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung, jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka situasi kelas menjadi kurang kondusif.

2. Hakikat Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Mencetak gambar Pada Anak Usia Dini

a. Karakteristik Anak Usia Dini

Berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini perlu dipahami oleh pendidikan untuk memudahkan dalam pendampingan perkembangan anak usia dini sebagai anak didik. Karakteristik tersebut menurut Bredekamp dan copple 1997. Ramli (2005:68-73) sebagai berikut:

1) Ranah perkembangan anak –fisik, sosial, emosional, bahasa, dan kognitif-saling berkaitan. Perkembangan satu ranah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan pada ranah yang lain.

2) Perkembangan terjadi berdasarkan urutan yang relatif teratur dengan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan berikutnya di bangun berdasarkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang telah dicapai sebelumnya.

3) Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berbeda dari satu anak kepada anak yang lain demikian juga pada setiap bidang perkembangan bagai setiap anak.

4) Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan pengaruh tunda terhadap perkembangan anak secara individual. Periode optimal terjadi pada jenis perkembangan dan belajar tertentu.

(10)

commit to user

5) Perkembangan berlangsung berdasarkan arah yang dapat di prdediksi ke arah kompleksitas, organisasi, dan internalisasi yang semakin besar.

6) Perkembangan dan belajar terjadi di dalam dan di pengaruhi oleh berbagai konteks sosial dan budaya.

7) Anak-anak adalah belajar yang aktif, mereka mengambil pengalaman fisik dan sosial anak langsung dan pengetahuan yang tersebar melalui budaya untuk membentuk pemahamannya tentang dinia di sekitar mereka.

8) Perkembangan dan belajar berasal dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan yang meliputi dunia fisik dan sosial tempat anak didik.

9) Bermain merupakan suatu alat yang penting bagi perkembangan sosial, emosi, kognitif, dan bahasa anak demikian pula refleksi perkembangannya.

10) Perkembangan maju saat anak-anak memiliki kesempatan memperaktikkan keterampilan yang baru diproleh demikian pula saat mereka mengalami tantangan di atas tingkat penguasaannya sekarang

11) Anak-anak menunjukkan cara-cara mengetahui dan belajar yang berbeda-beda demikian pula cara-cara yang berbeda dalam mewujudkan pengetahuan mereka.

12) Anak-anak berkembangan dan belajar dengan sangat baik dalam konteks suatu komunitas di mana mereka merasa aman dan berharga, kebutuhan fisiknya terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis.

Ernawulan (2005:7) Karakteristik Anak Usia Dini adalah anak yang berkisar antara o-8 tahun merupakan priode sensitif atau masa peka pada anak.

Berdasarkan uraian di atas bahwa karekteristik anak usia dini merupakan ranah perkembangan fisik, sosial, emosional, bahasa dan kognitif yang saling berkaitan. Sedangkan perkembangan juga terjadi berdasarkan urutan yang relatif teratur, dengan kemampuan, keterampilan. Selain itu perkembangan juga berlangsung dengan kecepatan dari satu anak kepada anak yang lain.

(11)

commit to user

b. Pengertian Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Dini

Kemampuan merupakan potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan, Kemapuan juga bisa di katakan benar-benar orang yang memiliki kemapuan atau keahlian di bidangnya atau di kenal dengan istilah frofesional. Menurut Sutikno (2013:45) Kemampuan merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang di persyaratkan sesuai kondisi yang di harapkan. Gadner dalam Iskandarwassid (2008:134) berpendapat bahwa kemampuan merupakan kesanggupan dan pengetahuan awal yang dimiliki anak untuk memperoleh kemampuan dan pengetahuan yang lebih tinggi tingkatnya.

Didik Tuminto (2007:423) berpendapat kemampuan adalah kesanggupan kecakapan atau kekuatan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat di simpulkan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan yang dimiliki seorang anak usia dini untuk mencapai suatu yang di harapkan dalam kemampuan motorik halus anak.

Adapun kemampuan yang dimiliki anak sejak lahir dan memiliki kemapuan sesuai dengan umur dan tahap perkembangan anak. Menurut pendapat Susanto (2011:34) bahwa kemampuan motorik halus anak usia 3-6 tahun yaitu:

1) Menggunakan krayon 2) Menggunakan benda/alat

3) Meniru bentuk (meniru gerakan orang lain) 4) Menggunakan pensil

5) Menggambar

6) Memotong dengan gunting 7) Menulis huruf cetak

Menurut Fikriyati (2013:44-47) bahwa kemampuan motorik halus anak usia 3-6 tahun adalah:

(12)

commit to user

1) menarik garis vertikal, mengopi bentuk lingkaran,memegang alat tulis 2) menggunting mengikuti garis lurus, menempel stiker di tempat yang di

minta

3) mewarnai dengan lebih rapi, menulis namanya sendiri, menggunting mengikuti pola

Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa, untuk melatih kemampuan tahapan motorik halus anak dengan menekankan pada gerakan tangan di antaranya ( menggunting, meniru bentuk, melipat, mencetak atau mencap, menganyam dan lain sebagainya).sehingga dengan melalui pembiasaan-pembiasaan tersebut akar melancarkan aktivitas-aktivitas anak dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pengertian Motorik Halus Anak Usia Dini

Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik halus anak. Motorik merupakan perkembangan gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.

Menurut Fikriyati (2013:22) motorik meliputi dua kalimat yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau selur anggota yang di pengaruhi oleh kematangan anak iti sendiri contohnya: kemampuan duduk, menedang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya. Sedangkan motorik halus gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagai anggota tubuh tertentu contohnya kemampuan memindah benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. maka dari itu pengaruh pada motorik halus dengan gerakan mencetak gambar.

Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:7) motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang di lakukan oleh otot-otot kecil. Oleh karena itu gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian. Menurut pendapat Hurlock pada Departemen Pendidikan Nasional

(13)

commit to user

(2007:10) mencatat beberapa alasan tentang fungsi perkembangan motorik halus bagi anak usia dini, yaitu:

1) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat main lainnya.

2) Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi helpessness (tidak berdaya) pada bulan-bulan pertama kehidupannya ke kondisi yang independence (bebas,tidak bergantung). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat yang lainnya, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini 1akan menunjang perkembangan self confidece (rasa percaya diri)

3) Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah (school adjustment). Pada usia prasekolah (taman kanak-kanak) atau usia kelas awal sekolah dasar, anak sudah dapat di latih menggambar, melukis, baris berbaris, dan persiapan menulis.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus dan tak hanya lengan yang bergerak akan tetapi bagian badan yang terkait dan kemampuan memindahkan benda dari tangan. Dengan demikian keterampilan motorik halus anak akan selalu berkembang dengan baik, sesuai dengan usianya.

d. Karakteristik Motorik Halus Anak Usia Dini

Karakteristik yang paling utama pada masa bayi adalah anak menggenggam pensil dan di gunakan hanya untuk mencoret-coret. Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:11) karakteristik keterampilan motorik halus yang paling utama adalah:

1) Pada anak usia 3 tahun, kemampuan gerakan halus anak belum terlalu berbeda dari kemampuan gerak halus pada masa bayi. Meskipun anak pada saat ini sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jempol dan jari telunjuknya, tetapi gerakan itu sendiri masih sangat kikuk 2) Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah

mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat, bahkan cenderung ingin sempurna.

(14)

commit to user

3) Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna lagi. Tangan, lengan, dan tubuh bergerak di bawah koordinasi mata.

4) Pada akhir masa kanak-kanak (usia 6 tahun), ia telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemari dan pergelangan tangannya untuk menggerak-kan ujung pensil.

Sedangkan Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2007:6) Karakteristik perkembangan yang berhubungan dengan motorik halus, antara lain:

1) Dapat mengoles mentega pada roti yang di pegang oleh anak 2) Dapat mengikat tali sepatu sendiri dengan sedikit bantuan. 3) Dapat membentuk dengan menggunakan tanah liat atau plastisin. 4) Membangun menara yang terdiri dari 5-9 balok.

5) Memegang kertas dengan satu tangan dan mengguntingnya. 6) Menggambar kepala dan wajah tanpa badan.

7) Meniru melipat kertas satu-dua kali lipatan. 8) Mewarnai gambar sesukanya.

9) Memegang krayon atau pensil yang berdiameter lebar.

Berdasarkan kesimpulan di atas bahwa pertumbuhan dan perkembangan akan bertambah secara optimal apabila setiap pendidik memahami karakteristik anak usia dini dengan rentang usia secara tepat, aman nyaman, dan menyenangkan bagi anak.

e. Aspek-aspek Perkembangan Motorik Halus AUD usia 5-6 tahun

Bredekamp dan Copple (1997) dalam M. Ramli (2005 : 191-195) mengemukakan bahwa pada usia 5-6 tahun, anak usia dini melakukan berbagai kemampuan dalam bidang pengembangan motorik halusnya yaitu sebagai berikut: (1) Memukul paku dengan kepala palu, menggunakan gunting dan obeng tanpa bantuan; (2) Suka melepas benda-benda dan merangkainya kembali serta melepas dan memasangkan baju boneka; (3) Menyalin berbagai bentuk; mengkombinasikan dua bentuk geometri atau lebih dalam gambar konstruksi; (4) Ketangkasan terbentuk dengan baik; (5) Mampu membedakan tangan kanan dan tangan kirinya sendiri tetapi tidak dapat membedakan tangan kanan dan kiri orang lain; (6) Memegang pensil, sikat atau krayon seperti pegangan orang dewasa

(15)

commit to user

antara ibu jari dan telunjuk, dan (7) Menggambar rumah yang memiliki pintu, jendela, dan atap mengatakan apa yang akan digambar sebelum memulainya.

Menurut Yus (2011 : 31-49) aspek-aspek perkembangan motorik halus anak usia dini sebagai berikut: (1) anak dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dalam rangka keterampilan menulis; (2) dapat menggambar sederhana; (3) dapat mewarnai; (4) dapat menciptakan sesuatu dengan berbagai media, dan (5) meniru membuat garis tegak, miring, lengkung, dan lingkaran.

Sedangkan didalam PERMENDIKNAS RI NO. 58 Tahun 2009 Tentang Standar pendidikan Anak usia dini terdapat beberapa tingkat pencapaian perkembangan dalam bidang pengembangan motorik halus anak usia 5-6 tahun yaitu sebagai berikut: (1) Menggambar sesuai gagasannya; (2) Meniru bentuk; (3) Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan; (4) Menggunting sesuai dengan pola; (5) Menempel gambar dengan tepat; (6) Menggunakan alat tulis dengan benar, dan (7) Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara sederhana

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perkembangan motrik halus anak usia 5-6 tahun yaitu (1) anak dapat menggambar dengan lebih baik; (2) ketangkasan terbentuk dengan baik; (3) menempel dengan tepat; (4) menggunakan alat tulis dengan benar; (5) melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan; (6) Memegang pensil, sikat atau krayon seperti pegangan orang dewasa antara ibu jari dan telunjuk, dan (7) anak dapat menggerakkan jari tangan untuk kelenturan otot dalam rangka keterampilan menulis

Berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti akan mengambil 3 aspek perkembangan motorik halus anak yang akan dijadikan sebagai indikator kinerja yaitu, Meniru bentuk, melakukan eksplorasi dengan berbagai media, Mengekspresikan diri.

(16)

commit to user f. Pengertian Mencetak Gambar

Mencetak biasanya di sebut dengan kegitan yang memunyai pola atau cetakan yang bagus dan kretaif bagi anak. Menurut Shaifuddin (2009:103) mencetak adalah salah satu dari kegiatan seni rupa yang berbentuk dua dimensi. Kata mencetak secara harafiah bisa di artikan bisa di artikan sebagai cara untuk membuat barang atau benda dengan memakai alat cetakan atau pencetak. Mencetak juga bisa di sebut dengan seni grafis karena seni grafis ini mempunyai keistimewaan tersendiri bila di bandingkan dengan karya seni rupa dua dimensi lainnya.

Menurut Pekerti (2005:9.31) mencetak adalah alternatif kegiatan dua dimensi yang dapat di lakukan di TK selain menggambar atau menulis. Proses pemcetakan adalah proses memindahkan bentuk atau tekstur suatu obyek pada permukaan kertas atau bahan lainnya. Obyek yang akan di cetak dapat di lapisi cat dengan menggunakan kuas, di celupkan ke dalam cat atau di tekan pada bantalan cetak.

Menurut Sumanto dalam skripsi Adi Supriyenti (2013: 22) mencetak adalah kegiatan seni rupa yang dilakukan dengan cara mencapkan (mencetakkan) alat atau acuan yang telah diberikan tinta (cat) pada kertas gambar.

Menurut pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, mencetak merupakan salah satu kegiatan dalam seni rupa untuk memperbanyak gambar dengan alat cetak dan bisa di sebut dengan seni grafis atau dua dimensi.

g. Macam-Macam Mencetak Gambar Pada Anak Usia Dini

Dalam karya seni mencetak juga terdapat bermacam-macam seni untuk mencetak. Menurut Shaifuddin (2009:104) dan Widianti (2012) yaitu sebagai berikut:

(17)

commit to user 1) Cetak tinggi

Pembuatan cetak tinggi menggunakan bahan cetak yang memiliki bentuk gambar yang menonjol atau relife. Jadi bentuk atau pola gambar yang akan di cetak atau di terakan pada kertas gambar dan sejenisnya lebih tinggi (timbul) dari pada bagian yang membentuk gambar, contoh yang paling sederhana dari cetakan tinggi adalah stempel.

Bahan –bahan yang di butuhkan untuk stempel atau cetak tinggi yang bisa di jangkau oleh anak TK yaitu. Menurut Widianti (2012) :

Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu: (a) Pelepah pisang.

(b) Buku gambar/kertas.

(c) Pisau / Cutter (Gunakan dengan bantuan orang dewasa) (d) Celemek, alas meja, lap tangan

(e) Pewarna

Langkah –langkah kegiatan mencap gambar menurut Widianti (2012) yaitu sebagai berikut:

(a) Guru mempersiapkan alat-alat untuk mencap/mencetak

(b) Guru mendemonstrasikan cara mencap dengan menggunkan plepah pisang atau buah dan sayuran

(c) Pelepah pisang atau bahan yang di sediakan guru, di celupkan ke dalam pewarna stelah itu sedikit di tekan ke dalam kertas agar hasilnya lebih jelas

Gambar. Widianti (2012) Contoh bahan dari pelepah pisang dan wartel.

(18)

commit to user

(d) Biarkan anak mencap sesuai imajinasinya dan mendapatkan pola sendiri guru mendapingi anak

2) Cetak Dalam

Pembuatan cetak dalam menggunakan acuan cetak yang gambarnya mengarah ke dalam, karena bagian ini yang di buang. Jadi kebalikan dari cetak tinggi. Di katakan dengan cetak dalam karena pola atau gambar yang kita inginkan di buat dengan menora media cetaknya yang terbuat dari lembar plastik atau mika untuk anak TK kita bisa menggunkan kertas tebal yang sejenis karton

Alat bahan dan yang di gunkan cetak dalam untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut :

(a) Kertas kuarto yang berwarna putih (b) Pensil warna

(c) Daun

Langkah-langkah pembuatan cetakan dalam menutut Widianti (2012)

(a) Sedikan alat dan bahan

(b) Guru memperlihatkan daun yang di perlihtkan kepada anak (c) Bentuk daun yang di bawa oleh guru berukuran panjang dan kecil (d) Guru menugaskan kepada anak untuk mencetak gambar daun ke

dalam kertas dan di gosok menggunkan pensil warna

(e) Stelah itu anak mengangkat kertas dan terbentuk pola gambar daun 3) Cetak Datar

Cetak yang di gunakan ini pada umumnya memiliki bentuk datar. Media grafis yang termasuk ke dalam teknik cetak datar ini antara lain yaitu: cetak saring, cetak sablon atau serigrafis, cetak stensil dan lithografi. Plaksanaan cetak saring dan sablon biasanya alat cetaknya menggunakan kain (Screen/monyl).

(19)

commit to user

Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut :

(a) Kertas gambar

(b) Pewarna (Cat warna atau pewarna makanan)

(c) Siapkan yang akan dicetak (disini menggunakan daun papaya dan daun lemtoro)

(d) Sisir (e) Sikat gigi

Langkah –langkah kegiatan cetak datar menutut Widianti (2012) (a) Siapkan kertas gambar

(b) Siapkan Pewarna cat warna (agak cair) (c) Letakkan Daun pepaya diatas kertas gambar (d) Celupkan sikat gigi pada cat warna

(e) Cara mencetak dengan sisir yang disikat sikat gigi dengan pewarna. (f) Setelah cat kering, daun dapat diangkat

4) Cetak Lipatan

Teknik cetak ini merupakan cara sederhana, yakni cetak lipatan kertas. Dengan teknik ini Anda akan memperoleh gambar-gammbar yang menarik dan bagus.

Alat dan bahan yang di gunakan untuk anak TK yaitu Widianti (2012) sebagai berikut :

(a) Kertas gambar (b) cat warna/ cat air (c) kuas

Langkah –langkah kegiatan cetak lipatan menutut Widianti (2012) (a) Siapkan kertas gambar, langsung dilipat

(b) Buka lipatan, lalu teteskan cat warna beberapa warna (c) Tutuplah lipatan tadi, biarkan sebentar

(20)

commit to user

(d) Bukalah lipatan tersebut. Anda dapat melihat hasil cetakannya. Dari beberapa macam cetak yang di jelaskan di atas maka peneliti menggunakan cetak tinggi karena penggunaan dan kegiatan buat anak TK sangat lah mudah dan bahan yang di gunakan juga bisa terjangkau serta menarik bagi anak untuk menemukan pola yang bagus bila di cetak atau di cap.

h. Kelebihan Dan Kekurangan dalam kegitan Mencetak Gambar

Dalam setiap kegiatan mempunyai kelebihan dan kekurangan adapun kelebihan. Menurut Shopie (2012) kelebihan dari kegiatan mencetak gambar adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan mencetak membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan hasil cetakan sendiri daripada hanya menerima penjelasan yang disampaikan pendidik atau dari dalam buku. b) Anak didik dapat lebih mengembangkan sikap eksplorasi.

c) Melalui kegiatan mencetak akan terbina manusia yang dapat mengembangkan inovasi baru dengan penemuan hasil percobaan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

Sedangkan kekurangan dalam mencetak yaitu:

a) Jika mencetak memerlukan proses hasil dengan jangka waktu yang lama.

b) Kebanyakan kegiatan ini hanya cocok untuk konsep seni/ ilmu alam. Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan mencetak terdapat kekurangan dan kelebihan yaitu, Kegiatan mencetak membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan hasil cetakan sendiri daripada hanya menerima penjelasan yang disampaikan pendidik atau dari dalam buku, sedangkan kekurangan dari mencetak yaitu, Jika mencetak memerlukan proses hasil dengan jangka waktu yang lama, cara mengetasi yaitu untuk anak usia dini kita hanya menggunkan bahan yang mudah agar bisa menyesuaikan dengan waktu

(21)

commit to user

yang ada.Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merasa perlu untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan mencetak gambar anak dapat meningkat dan dapat menjadikan pembelajaran yang menarik bagi anak usia dini.

B. Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang relevan di lakukan oleh peneliti terdahulu, sebagai rujukan dalam mengadakan penelitian ini. Adapun hasil penelitian yang relevan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ana Widyastuti 2013 ”Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Keterampilan Motorik Halus (pencampuran warna) anak kelompok A di TK Adinda Mojolaban Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian ini menunjukan. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual pencampuran warna dapat meningkatkan bidang pengembangan keterampilan motorik halus anak kelompok A.

Kalih Dian Sukowati 2012 ”Peningkatan perkembangan motorik halus melalui finger painting anak kelompok A di TK Bangsri 01 karang pandan tahun ajaran 2011/2012. Hasil peneliti ini menunjukan data awal anak yang mencapai ketuntasan 20, pada siklus I hasil belajar anak mencapai ketuntasan meningkat menjadi 60, pada siklus II hasil belajar anak yang mencapai ketuntasan meningkat menjadi 90 yang mana pada siklus II telah mencapai indikator keberhasilan yaitu 90.

Andi Arliana dengan judul meningkatkan perkembangan motorik halus melalui kegiatan meronce pada anak usia 5-6 tahun di TK nurul jannah ampenan tahun ajaran 2012/2013. Dalam perkembangan motorik halus anak juga mengalami peningkatan tahap demi tahap, tahap I sebesar 44,5%, pada tahap II sebesar 57,5%, dan pada tahap III sebesar 79,5%.

Berdasarkan tiga peneliti yang relevan tersebut di atas terdapat persamaan dan perbedaan persamaanya yaitu terletak penerapan model

(22)

commit to user

pembelajaran kontekstual dan motorik halus melalui finger painting dan perkembangan motorik halus melalui kegiatan meronce, dari persmaan dan perbedaan tersebut akan memperkuat peneliti untuk malakukan penelitian dengan judul “Penarapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Melalui Kegiatan Mencetak Gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014”.

C. Kerangka Berfikir

Anak –anak TK Merpati Pos Surakarta dalam motorik halus masih sangat kurang, di karenakan guru dalam menggunakan pembelajaran mencetak masih sangat jarang karena guru selalu menggunakan kegiatan menggambar dan mewarnai di samping itu guru juga belum, dalam menggunakan model pembelajaran yang inovatif.

Pada kondisi awal kegiatan mencetak gambar guru dalam melakukan kegiatan kurang menggunkan benda nyata dan mengajar belum menerapkan model pembelajaran kontekstual sehingga pembelajaran sangat monoton dan mebosan kan bagi anak . Guru lebih dominan menggunakan media yang sederhana yang membuat anak bosan dalam pemebelajaran mencetak hal tersebut mengakibatkan kemampuan motorik halus anak berkurang dan tidak berkembang.

Untuk memperbaiki kemampuan motorik halus anak, guru dalam mengajar menggunakan model pembelajaran kontekstual bagi anak atau membawa benda langsung untuk di jadikan kegiatan dalam pembelajaran mencetak gambar . Kegiatan tersebut di laksanakan secara bertahap. Kegiatan tahap I atau siklus I dengan kegiatan ini anak di minta untuk melihat bendera yang ada di luar kelas dan di dampingi oleh guru, stelah itu guru memberikan tugas anak untuk mencap gambar dengan plepah pisang dan batang pepaya yang di sediakan guru untuk mencap atau mencetak gambar bendera yang telah di lihat anak di luar kelas, anak di bebaskan utuk memilih pewarna yang di sediakan guru, dengan di dampingi oleh guru. Kegiatan siklus I agar kemampuan motorik

(23)

commit to user

halus anak meningkat 50% apabila belum mencapai taget yang di inginkan oleh peneliti sehingga peneliti melakukan tindakan siklus II.

Kegiatan siklus II kegiatan ini sama dengan siklus I akan tetapi Cuma bahan dan tema yang berbeda anak di minta untuk mencetak gambar bunga yang telah anak lihat di luar kelas, anak di minta untuk mencap dengan wortel, plepah pisang, dan batang sawi kegitan siklus II kemampuan motorik halus anak meningkat 80%. Guru membiarkan anak mencetak gambar atau mencap gambar dan menemukan kreasi sendiri dan pola yang bagus bila di cetak atau mencap, anak di beri kebebasan memilih warna yang di sediakan guru. Melalui penerapan model pembelajaran kontekstual kualitas perkembangan kemampuan motorik halus anak dalam kegiatan mencetak gambar pada anak kelompok B TK Merpati Pos dapat meningkat.

(24)

commit to user

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka berfikir dapat di buat bagan seperti di bawah ini:

Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah di uraikan di atas, penulis dapat mengemukakan hipotesis tindakan yaitu penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan motorik halus melalui kegitan mencetak gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Tahun Ajaran 2013/2014. Kondisi Awal G uru belum menggunakan pembelajaran yang inovatif dan masih monoton

Guru dalam meningkatkan kemampuan motorik halus melalui kegiatan mencetak gambar masih kurang efektif

Siklus l

Siklus II

Kemampuan Motorik Halus Melalaui Kegiatan Mencetak Gambar Pada Anak Kelompok B TK Merpati Pos Dapat Meningkat

Penerapan Model Pembelajaran Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus mencetak gambar Tindakan

Gambar

Gambar  2.1  Bagan kerangka berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Hukum yang digunakan dalam pembentukan Konsep Nilai Etika Bisnis yang sesuai dengan.. Kepribadian seorang akuntan (Yusuf Qardhawi,

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Efek hutang dan ekuitas yang dibeli dan dimiliki untuk diperdagangkan dalam waktu dekat diklasifikasi sebagai efek untuk diperdagangkan dan diakui sebesar nilai wajarnya, dengan

Jika dikaitkan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam UUD 1945, terdapat tidak kurang dari 28 (dua puluh delapan) subyek hukum kelembagaan atau subyek

Kategori motif seseorang dalam menggunakan media internet seperti yang dikemukakan oleh Papacharissi dan Rubin adalah motif utility (motif kegunaan), motif passing

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Penelitian ini menekankan pada pengaruh penggunaan belimbing wuluh terhadap kualitas ekternal telur ayam (berat telur, berat kerabang telur, tebal kerabang telur