• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN

DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA

DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

(Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur,

Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)

M. Arnas Firdiansyah R. I34051548

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

ii ABSTRACT

This study investigates the relation between work motivation of women in infor-mal sector with the division of labor and decision making process within family. The respondents of this research are 30 woman vegetable sellers and their family living in temporary migrants boarding houses in Bekasi. This study revealed that the majority of woman vegetable sellers are working for economic purposes. The women work motivation does not influence the division of labor in the family par-ticularly in domestic works. Women, whether working for money or not, main task in the family is taking care of all domestic works. The division of labor in the family is not influence the decision making process in the family. Women are still entitled to make decision on domestic activities, while men are responsible to de-cide on non domestic activities.

Keyword : work motivation, women in informal sector, division of labor and de-cision making process

(3)

iii RINGKASAN

M. ARNAS FIRDIANSYAH R. Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sek-tor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Ke-luarga (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jati-makmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi). Di bawah bimbingan EKAWATI S. WAHYUNI.

Laki-laki dalam kapasitasnya sebagai suami dalam sebuah rumahtangga selalu diidentikkan dengan kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga. Berawal dari pemikiran tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja, karena istri lebih diwajibkan untuk mengurus keluarga. Hal seperti ini akan dapat dilihat dari sudut pandang lain ketika nafkah sang suami kurang cukup dalam menghidupi keluarganya. Kesempatan ini dapat digunakan istri untuk berperan dalam hal mencari nafkah.

Berangkat dari keinginan istri untuk mencari nafkah tersebut, maka dilakukanlah penelitian ini. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi pe-rempuan untuk bekerja, lalu dilihat pengaruh motivasi tersebut terhadap pemba-gian kerja yang diketahui lewat curahan waktu bekerjanya. Setelah itu, curahan waktu bekerja tadi akan dilihat kembali pengaruhnya terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarganya. Responden yang digunakan sebanyak 30 rumah-tangga migran yang bekerja di sektor informal yang terdiri dari suami dan istri. Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dilan-dasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal para pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama sekali terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut.

Pekerjaan suami adalah sebagai pedagang sayur keliling, kecuali satu responden suami yang bekerja sebagai tukang ojek. Pekerjaan istri adalah sebagai pedagang sayur keliling juga. Tujuan penelitian ini menggunakan responden pekerja di sek-tor informal adalah untuk melihat bahwa pola pembagian kerja pada rumahtangga responden cenderung fleksibel atau dapat dipertukarkan tugasnya antara tiap ang-gota keluarga.

Informasi yang diperoleh dari lapangan adalah para responden istri sebanyak 20 orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Mereka bekerja hanya pada saat anak-anak mereka libur sekolah atau libur panjang lainnya. Hal ini berpenga-ruh pada pola pembagian kerja dan pengambilan keputusan mereka. Bila pada hari biasa suami mengerjakan semua kegiatan sendiri, ketika istri tinggal bersama su-ami untuk bekerja perubahan peran terjadi. Susu-ami melakukan pekerjaan mencari nafkah (peran produktif), bermasyarakat (peran kemasyarakatan), bahkan mengu-rusi urusan rumahtangga (peran reproduktif) saat istri di kampung. Saat istri da-tang ke kota untuk bekerja, peran produktif dilakukan bersama antara suami istri, peran kemasyarakatan juga dilakukan bersama antara suami dan istri, serta peran reproduktif yang cenderung menjadi tanggung jawab istri secara penuh.

(4)

iv Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang da-gangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari seki-tar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekiseki-tar 9,93 jam perhari. Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibanding-kan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keter-libatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami.

Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses pengambilan ke-putusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat pengambilan kepu-tusan sebelum istri bekerja cenderung rendah dalam kegiatan produktif, reproduk-tif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri mendapatkan kesempatan da-lam pengambilan keputusan pada semua kegiatan. Namun hal ini belum mengin-dikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh responden istri yang memiliki ting-kat pengambilan keputusan tinggi dari tigapuluh responden istri yang bekerja. Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara motivasi perempuan bekerja den-gan curahan waktu bekerjanya. Motivasi ekonomi ternyata mempengaruhi curahan waktu bekerja mereka. Hal ini terjadi karena kebutuhan finansial yang secara umum belum mencukupi kebutuhan para responden. Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin. Hal lain yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ditemukan hubungan antara curahan waktu dengan tingkat pengambilan keputusan. Penjelasan mengenai hal ini adalah bu-daya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun tanggungjawab terhadap rumahtangganya harus menjadi yang utama. Pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga dan istri memiliki tugas utama mengurus rumahtangga.

(5)

v

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI

SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA

DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

(Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur,

Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)

Oleh :

M. ARNAS FIRDIANSYAH R. I34051548

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(6)

vi

Nama : M. Arnas Firdiansyah R.

Judul : Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi) NRP : I34051548 Menyetujui , Dosen Pembimbing Dr. Ekawati S. Wahyuni, MS. NIP. 19600827 198603 2 002 Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(7)

vii PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (KASUS PEDAGANG SAYUR DI KAMPUNG BOJONG RAWA LELE, KELURAHAN JATIMAKMUR, KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI)” BELUM DI-AJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANA-PUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR ME-RUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATA-KAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT

SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA

MEMPERTANGGUNG-JAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2009

M. Arnas Firdiansyah R. I34051548

(8)

viii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi 10 Mei 1988. Penulis adalah anak pertama dari pasangan suami isteri R. Joppy Firdija dan Retno Isti Palupi. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SD Angkasa IX, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 81 Lubang Buaya dan SMAN 48 Pinang Ranti. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2005 melalui jalur SPMB. Sekarang menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.

Penulis aktif berorganisasi sejak SD mengikuti ekstrakulikuler Drum Band dan Pramuka. Ketika SLTP mengikuti ekstrakurikuler basket dan di SMA menjadi anggota di tim inti Paduan Suara SMAN 48. Ketika diterima menjadi mahasiswa di IPB, penulis ikut bergabung menjadi anggota Divisi Fotografi dan Cinematografi HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) tahun 2007-2008 dan anggota Divisi Informasi dan Komunikasi FORSIA (Forum Syiar Islam FEMA) tahun 2007-2008. Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai tahun 2009.

(9)

ix KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluar-ga”. Melalui skripsi ini penulis mencoba mengidentifikasi motivasi perempuan yang bekerja di sektor informal untuk bekerja, menganalisis hubungan antara mo-tivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya, serta menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam keluarga dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun materi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan ketabahan dan kekuatan kepada penu-lis selama proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Kepada Ibunda R. I. Palupi dan Ayahanda R. Joppy Firdija, Della, serta keluarga besar yang selalu memberi dukungan terbaiknya.

3. Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS selaku pembimbing skripsi dan studi pustaka atas kesabaran, dukungan, bimbingan dan waktu yang diluangkan di tengah-tengah kesibukan yang telah diberikan.

4. Teman-teman seperjuangan di Mata Kuliah Gender dan Pembangunan, terima kasih atas saling tukar informasinya.

(10)

x 5. Rekan-Rekan di KPM 42 dan semua pihak yang tidak terucap tetapi telah secara langsung atau tidak langsung membantu penulisan Studi Pustaka ini. Terimakasih atas dukungan kalian semua.

6. Ibu Dra. Winati Wigna, MDs. sebagai dosen penguji utama yang telah ber-sedia meluangkan waktu dan kritikan untuk memperbaiki skripsi ini. Penu-lis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam perilaku dan ucapan yang kurang berkenan.

7. Ibu Heru Purwandari, Sp, Msi. Sebagai dosen dari Komisi Pendidikan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kritik tentang penulisan skripsi ini.

8. Para responden pada penelitian ini, saya ucapkan terima kasih atas waktu yang diluangkan selama saya melakukan pengambilan data.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi dengan judul Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat memban-gun. Penulis berharap semoga apa yang telah penulis paparkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009 Penulis

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Perumusan Masalah...3 1.3 Tujuan Penelitian...4 1.4 Kegunaan Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender... 5

2.2. Konsep WID, WAD dan GAD... 7

2.3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal... 9

2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal... 9

2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal... 12

2.4. Motivasi Perempuan Bekerja... 14

2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga... 16

2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga... 19

2.7. Kerangka Pemikiran... 22

2.8. Hipotesa... 24

2.9. Definisi Operasional... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

3.3. Metode Pemilihan Sampel... 29

3.4. Metode Pengumpulan Data... 30

3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 30

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kelurahan Jatimakmur...32

4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan...32

4.1.2. Data Kependudukan... 33

4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi... 34

4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat... 34

(12)

ii

4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden... 35

4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden... 35

4.2.2. Kondisi Demografi Responden... 36

4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang... 38

BAB V. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING 5.1. Umur Responden... 42

5.2. Pendidikan Responden... 43

5.3. Pengalaman Bekerja... 43

5.4. Jumlah Tanggungan... 45

5.5. Pendapatan Suami dan Istri... 47

5.6. Ikhtisar... 49

BAB VI. MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR KELILING 6.1. Motivasi Ekonomi... 51

6.2. Motivasi Non-Ekonomi... 52

6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional... 52

6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri... 53

6.3. Ikhtisar... 54

BAB VII. PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING 7.1. Kegiatan Produktif... 55

7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling... 56

7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Produktif... 59

7.2. Kegiatan Reproduktif... 63

7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling... 64

7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Reproduktif... 65

7.3. Kegiatan Kemasyarakatan... 66

7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan... 67

7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Kemasyarakatan... 68

7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja... 69

(13)

iii BAB VIII. POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif...73

8.2. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif...76

8.3. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan...78

8.4. Hubungan Curahan Waktu Bekerja Perempuan dengan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga...79

8.5. Ikhtisar...80

BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan... 82

9.2. Saran... 84

DAFTAR PUSTAKA……… 86

(14)

iv DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008... 32 Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun 2008... 33 Tabel 3. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008... 34 Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008... 35 Tabel 5. Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 42 Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 43 Tabel 7. Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 44 Tabel 8. Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009...45 Tabel 9. Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung Bojong Rawa Lele 2009 ... 48 Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 50 Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009...53 Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009...54 Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri

dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 59 Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 60 Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 61 Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 64 Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 66 Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 68

(15)

v Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 69 Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009...71 Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 73 Tabel 22. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 77 Tabel 23. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Perempuan Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009...79 Tabel 24. Hubungan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Setelah Istri Bekerja dengan Curahan Waktu Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009... 80

(16)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis...23

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2008). Gender merupakan hal yang berbeda sama sekali dari jenis kelamin, karena pada dasarnya gender tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang terbentuk oleh lingkungan. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang panjang pada suatu masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dan gender juga dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan gender adalah bukan suatu masalah apabila tidak melahirkan ketidakadilan gender (Fakih, 2008). Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut.

Penyeimbangan hak gender merupakan suatu upaya penyadaran gender atas ketidakadilan gender yang terjadi dan meliputi pemahaman perbedaan peran biologis serta peran gender sekaligus memahami bahwa peran gender yang ditentukan melalui konstruksi sosial dan budaya yang menyertainya dapat berubah dan diubah (Suradisastra dan Vitalaya dalam Hastuti, 2008). Kesadaran gender sendiri memiliki arti bahwa laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang saling memperkuat dan melengkapi.

(18)

2 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terdapat keterangan dari Hastuti (2008) bahwa laki-laki maupun perempuan dapat berperan sebagai pencari nafkah baik di bidang pertanian maupun non pertanian, pelaku kegiatan rumah tangga, maupun pelaku kegiatan masyarakat. Peran-peran tersebut dipengaruhi oleh berbagai nilai-nilai dan norma masyarakat, lingkungan fisik dan sosial, program-program pembangunan, dan kondisi sosial ekonomi keluarga atau rumah tangga.

Proses pembangunan di Indonesia ternyata berimplikasi pada masuknya perempuan pada sektor produktif atau publik. Hal ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik yaitu pada tahun 2008 di Indonesia terdapat 35,4 juta perempuan yang bekerja, dengan komposisi 9,1 juta bekerja pada sektor formal dan 26,3 juta pada sektor informal dari jenis pekerjaan yang dipilih para perempuan di sektor informal (Agnes, 2008). Sektor formal banyak dipilih oleh sebagian besar perempuan di perkotaan. Jenis pekerjaan yang dipilih di sektor formal antara lain buruh, petugas administrasi, mandor, dan petugas Tata Usaha. Sektor lain yaitu sektor informal lebih banyak dipilih oleh perempuan di daerah pedesaan dan disusul perempuan di daerah perkotaan. Pekerjaan di sektor informal yang digeluti antara lain bertani, berdagang dan berladang.

Motivasi para perempuan untuk bekerja ternyata bervariasi, bagi perempuan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas aktualisasi diri merupakan alasan kuat mereka bekerja. Pada sisi sebaliknya, bagi perempuan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah alasan pemenuhan kebutuhan hidup merupakan alasan mendasar kenapa mereka sampai ikut bekerja di sektor publik.

Bekerjanya perempuan di sektor publik ternyata tidak terlalu berpengaruh kepada proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Beberapa keluarga di

(19)

3 Indonesia memiliki pola pengambilan keputusan yang hampir sama yaitu suami memegang keputusan di sektor publik sedangkan istri memegang keputusan di sektor domestik. Hal ini merupakan manifestasi ketidakadilan gender berupa subordinasi, dimana posisi perempuan ditentukan dan dipimpin kaum laki-laki. Pola pengambilan keputusan seperti ini ternyata memiliki faktor yang dapat mempengaruhi, seperti keberadaan suami di rumah, perbedaan tingkat pendapatan antara suami dan istri serta tingkat pendidikan.

Berdasarkan paparan di atas, sudah selayaknya antara suami dan istri membagi tanggung jawab dalam rumah tangganya dan tidak hanya melimpahkan tanggung jawab kepada salah satu pihak. Oleh karena itu, dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga sudah selayaknya wanita diberikan hak yang sama dalam pengambilan keputusan rumah tangga.

1. 2. Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba mengidentifikasi apa motivasi yang menyebabkan perempuan bekerja di sektor informal. Sektor informal dipilih untuk melihat pola pembagian kerja dan pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga yang cenderung tidak kaku dibandingkan dengan rumahtangga yang bekerja di sektor formal. Lebih lanjut, perumusan masalah akan disusun sebagai berikut :

1. Apa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor informal?

2. Bagaimana hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya?

3. Bagaimana hubungan antara curahan waktu bekerja dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya?

(20)

4 1. 3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi motivasi perempuan yang bekerja di sektor informal untuk bekerja.

2. Menganalisis hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya.

3. Menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam keluarga dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.

1. 4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur tentang motivasi perempuan bekerja di sektor informal yang berguna bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan mengenai studi tentang peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

(21)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender

Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep ini sering tumpang tindih satu sama lain karena dianggap sebagai suatu hal yang sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas membedakan pengertian kata sex dan gender. Fakih (2008) menerangkan kedua konsep satu-persatu, pertama pengertian jenis kelamin adalah pembagian atau pemberian sifat dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis telah melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya, sehingga tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau merupakan kodrat dari Tuhan.

Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta

(22)

6 berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008).

Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan gender dapat diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami cenderung lebih besar.

(23)

7 Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan. Konsep WID dan GAD yang akan menjawab permasalahan ini.

2.2. Konsep WID, WAD dan GAD

Ideologi kapitalisme yang berasal dari negara-negara Eropa diperkenalkan kepada Negara Dunia Ketiga melalui program pembangunan. Pembangunan menjadi kata yang begitu populer dalam empat dasawarsa terakhir di negara-negara Dunia Ketiga. Kata „pembangunan‟ tersebut dapat diterjemahkan lebih mendalam lagi sehingga memberi makna positif, yaitu perubahan sosial. Kata perubahan sosial lebih dapat melihat perubahan peran perempuan yang cukup mendasar dalam pembangunan.

Pembangunan telah membawa efek positif sekaligus negatif terhadap perempuan. Perempuan yang tidak tersentuh oleh keuntungan program pembangunan juga dirugikan oleh program-program tersebut. Kenyataan ini juga memberi asumsi lain yaitu perempuan hanyalah penerima pasif dari pembangunan. Berawal dari hal tersebut dikembangkanlah berbagai program untuk pemberdayaan perempuan yang diperkenalkan dengan tema perempuan dalam pembangunan Women in Development yang disingkat WID. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan ikut

(24)

8 dalam pembangunan. Setelah program ini berjalan kurang lebih sepuluh tahun, banyak bermunculan kritik terhadap konsep WID. WID dianggap telah memberikan beban ganda (di sektor publik dan domestik) yang lebih berat di banding sebelumnya (Darahim, 2003).

Pendekatan WID dinilai oleh Dr. Mansour Fakih sebagai pengekang perempuan di Negara Dunia Ketiga akhirnya digeser arah dan tujuan kebijakannya menjadi Women and Development yang disingkat dengan WAD dengan lebih memberdayakan kaum perempuan agar bisa berperan aktif seperti laki-laki. Pemikiran WAD memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam hal diperhatikannya isu-isu perempuan menjadi isu global dan mengembangkan organisasi-organisasi perempuan yang lebih mampu berjejaring baik secara nasional maupun internasional. Melalui konsep ini diharapkan dapat mengurangi dominasi laki-laki dalam ruang publik. Seiring berjalannya konsep WAD, kritikan kembali muncul. WAD dianggap semakin mempertajam batas antara peran laki dan perempuan karena tidak didasari kerelaan dan kerjasama dari kaum laki-laki (Utari Dewi, 2008). Akhirnya, pada pertengahan tahun 1980-an teori ini diperbaiki dengan pemikiran Gender dan Pembangunan yang disebut dengan Gender and Development yang disingkat dengan GAD.

Pendekatan GAD berusaha untuk mendobrak batasan antara perempuan dan laki-laki, meniadakan perbedaan peranan dalam berbagai struktur dalam masyarakat. Para pemikir pendekatan ini berusaha agar tidak ada lagi pembatasan dimana ranah laki-laki, dan dimana ranah perempuan. Masing-masing individu entah dia perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk peningkatan kapasitas sesuai dengan kemampuannya.

(25)

9 2. 3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal

Hampir pada sebagian besar masyarakat terdapat kenyataan bahwa dengan adanya pembedaan dan penentuan peranan individu dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung menentukan perbedaan peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Di lain pihak, perempuan yang menopang penghasilan keluarga memiliki beban kerja yang sangat berat, karena di samping bekerja di sektor formal atau informal, perempuan masih harus menyelesaikan pekerjaan reproduktif atau yang biasa disebut dengan pekerjaan domestik yang biasanya dilakukan tanpa campur tangan laki-laki.

Keterlibatan perempuan berperan pada sektor produktif sepertinya bukan hal baru untuk diperbincangkan. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan (Sudarta, 2008). Peran yang sering pula disebut dengan peran di sektor publik yang dilakukan perempuan bagi keluarganya dalam beberapa penelitian dapat dikatakan sangat membantu ekonomi rumahtangganya. Contoh peranan produktif perempuan adalah bekerja di sektor formal dan informal.

2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal

Sektor formal adalah sektor dimana pekerjaan didasarkan atas kontrak kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih permanen. Pekerja sektor formal dapat digolongkan terampil dan berpendidikan

(26)

10 sedangkan sektor informal tidak terampil dan tidak berpendidikan. Berdasarkan ciri-cirinya, sektor formal memiliki ciri unit produksi yang digolongkan biasanya bermodal besar (sering kali asing), pemilikan usaha sering kali berupa korporasi (bukan hanya satu individu saja) bahkan juga konglomerat, berskala besar, berteknologi tinggi dan beroperasi di pasar internasional (Saptari dan Holzner, 1997).

Pada masyarakat perkotaan, peran perempuan mengalami perubahan sebagai reaksi atas perubahan struktur perekonomian di perkotaan yang mengarah pada proses industrialisasi. Perempuan yang bekerja di sektor formal cenderung memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan, akses ke lembaga keuangan, produktivitas tenaga kerja serta tingkat upah yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor informal. Hal ini membuktikan bahwa tingkat intelektualitas perempuan di sektor formal dituntut lebih karena pada dasarnya pekerjaan di sektor formal menuntut para pekerjanya untuk taat pada peraturan yang biasanya tertulis, pemberian sanksi apabila terjadi pelanggaran aturan, ada cuti yang dapat diambil, jam kerja yang jelas serta upah yang cenderung stabil atau diperoleh secara berkala (perbulan). Beberapa perempuan yang bekerja di sektor formal dapat disebut juga dengan istilah perempuan karier karena istilah perempuan karier adalah perempuan yang berpendidikan tinggi dan mempunyai status tinggi dalam pekerjaannya yang berhasil dalam berkarya yang dikenal sebagai perempuan bekerja atau perempuan berkarya (Mudzhar dkk, 2001).

Masalah gender yang timbul pada sektor formal adalah bahwa kebanyakan jabatan perempuan berada di lapisan bawah atau lebih rendah dibanding jabatan

(27)

11 laki-laki. Hal ini terkait dengan stereotipe yang terjadi di tempat kerja yang menganggap bahwa perempuan lebih memiliki tingkat emosional yang tinggi sehingga tidak cocok bila dipekerjakan sebagai pimpinan. Masalah rendahnya jabatan tadi berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan. Akar dari tingkat pendapatan sebenarnya adalah tingkat pendidikan (Kebayantini, 2008). Pada sisi lain terdapat kenyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang langka bagi kebanyakan perempuan di negara-negara berkembang (Boserup, 1984).

Semua lapisan permasalahan tersebut menunjukkan adanya implikasi bahwa konsep pendekatan pembangunan yang dianut adalah sebatas WID. Terbukti bahwa terjadi subordinasi pada organisasi tempat perempuan bekerja yang masih berpendapat bahwa perempuan masih bertanggungjawab penuh pada rumahtangganya, sehingga dalam mendapatkan jabatan perempuan tidak perlu terlalu tinggi. Kenyataan ini membuat beban kerja pada tenaga kerja perempuan, di satu sisi mereka bisa bekerja di sektor produktif di sisi lain tanggung jawab pada rumahtangga tidak boleh begitu saja ditinggalkan.

Kelebihan dan kekurangan sektor formal yang telah dipaparkan tadi tentu saja menuntut para pelakunya dengan etos kerja yang tinggi karena pada kenyataannya sektor formal merupakan sektor yang menjanjikan kenyamanan yang lebih dalam melakukan kegiatan ekonomi yang lebih baik daripada sektor informal. Hal yang harus diperhatikan bahwa kapasitas sektor formal dalam menampung tenaga kerja ternyata sangat terbatas, tidak banyak tenaga kerja yang dapat menembus pasar kerja sektor formal apalagi perempuan yang bersaing dengan para laki-laki yang merasa sangat bertanggungjawab terhadap nafkah keluarga. Ketidakmampuan sektor formal dalam menampung semua tenaga kerja

(28)

12 ini menimbulkan dampak yang nyata bahwa mereka yang tidak tertampung pada sektor formal akan terbuang pada sektor informal.

2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal

Sektor informal adalah sektor dimana pekerjaan tidak didasarkan pada kontrak kerja yang jelas bahkan sering sekali si pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap dan tidak permanen. Sektor ini memiliki ciri unit produksi yang bermodal lokal atau dalam negeri yang relatif kecil, pemilikan oleh satu individu atau keluarga, padat karya dengan teknologi madya dan umumunya beroperasi di pasar lokal (Saptari, 1997).

Para tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal tadi harus menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup. Para kaum miskin dan para pengangguran menyesalkan ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan peluang kerja dan untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja di sektor informal. Ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan sektor formal skala usaha besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, tatkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan tanpa membebani ekonomi yang sedang labil. Namun, kenyataan yang terjadi pada sektor informal adalah tingkat pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan ketrampilan rendah pula, sangat eksploitatif dengan gaji sangat rendah, jam kerja yang tak menentu dan panjang, serta tidak ada cuti dengan bayaran penuh.

(29)

13 Kenyataan terhadap sektor informal ini tidak menutup keinginan para perempuan untuk berkecimpung di sektor ini demi menghidupi perekonomian rumahtangga. Sektor informal begitu identik pada sektor perekonomian yang dijalankan oleh orang dengan tingkat ekonomi rendah sehingga pekerjaan perempuan yang banyak ditemukan di sektor ini banyak yang bertumpu pada sektor pertanian yang kemudian dikembangkan pada sektor lain seperti berdagang, bertani, berladang dan pekerjaan lain yang tetap berakar dari sektor pertanian. Pernyataan-pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Pujiwati1 dalam Widiarti dan Hiyama (2007) menjelaskan di daerah pedesaan Jawa semakin miskin rumahtangga maka akan semakin tergantung pada pendapatan perempuan.

Kenyataan ini melahirkan kesimpulan terhadap peran perempuan pada peranan reproduktif yaitu para perempuan yang bergerak di sektor formal cenderung masih dapat mengandalkan pendapatan suami dan kontrol terhadap pekerjaan di luar rumah masih dipegang suami. Kenyataan lain didapat bahwa para perempuan yang bekerja pada sektor informal yang biasanya berasal dari keluarga miskin cenderung memperhitungkan pendapatan perempuan sebagai penopang pendapatan laki-laki. Hal ini terjadi karena biasanya usaha di sektor informal yang dilakukan antara suami dan istri bergerak pada jenis usaha yang sama atau dapat dibilang usaha keluarga.

Kebutuhan mendasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dilakukan melalui kegiatan ekonomi. Lewat sektor informal inilah yang biasanya dapat mengenyampingkan aturan-aturan yang biasanya dianut tentang isu gender

1

Pudjiwati,1990 dalam Peranan Perempuan dalam Perhutanan Sosial: Suatu Studi Integrasi Perempuan dalam Pembangunan Kehutanan Menuju Era Tinggal Landas. IPB, Bogor.

(30)

14 dalam keluarga demi memenuhi kebutuhan dasar hidup. Pada kenyataannya sering ditemui pekerjaan perempuan di sektor publik lebih berat dari laki-laki. Kendati peran perempuan yang cukup mencolok pada sektor informal, namun pandangan kesetaraan gender pada ranah yang lebih besar dari keluarga yaitu masyarakat masih memandang laki-laki merupakan tumpuan ekonomi keluarga. Sehingga pekerjaan berat yang dilakukan perempuan masih belum diakui atau terkalahkan oleh pandangan masyarakat tentang kesetaraan gender.

Tekad yang kuat dari kaum perempuan untuk bekerja di sektor produktif ternyata berangkat dari motivasi yang berbeda. Banyak hal yang mempengaruhi motivasi perempuan untuk bekerja di sektor produktif. Uraian selanjutnya akan berusaha menjawab beberapa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor publik berdasarkan tingkat ekonomi.

2. 4. Motivasi Perempuan Bekerja

Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari sumber-sumber yang sama. Berakar dari hambatan dan kesulitan tersebut, banyak dari perempuan yang tetap bertekad untuk bekerja di ranah publik. Tekad perempuan tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan untuk bekerja di ranah produktif atau untuk mengembangkan kariernya dapat bersifat internal dan eksternal (Mudzhar, 2001). Pengertian faktor internal adalah dorongan yang timbul dalam diri pribadi perempuan sendiri. Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi perempuan bekerja di ranah publik.

(31)

15 Terdapat hal yang menegaskan bahwa motivasi pribadi yang mendorong seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja sehingga harus meninggalkan rumahtangga, yaitu meliputi (Mudzhar, 2001) :

a. Untuk menambah penghasilan keluarga

b. Untuk ekonomi yang tidak tergantung dari suami

c. Menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu kosong d. Karena ketidakpuasan dalam pernikahan

e. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan f. Untuk memperoleh status

Pendapat lain tentang motivasi adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut (Sarwono, 2002).

Dixon (1978) mengemukakan tiga faktor yang mendorong perempuan mencari pekerjaan di luar rumah, yaitu :

1. Kebutuhan Finansial/Uang

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dalam perekonomian rumahtangga. Kurangnya pemenuhan kebutuhan finansial keluarga seringkali membuat suami dan istri bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan mendasar sehari-hari dalam keluarga yang wajib dipenuhi merupakan dorongan utama untuk bekerja. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari

(32)

16 pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dengan cara bekerja di sektor publik.

2. Kebutuhan Sosial Relasional

Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dengan bergaul dengan rekan-rekan di tempat kerja diharapkan adanya suatu identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

3. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau pekerjaan, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para perempuan di jaman sekarang ini, terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karir yang tinggi.

2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga

Sering dijumpai kasus mengenai pembagian kerja dalam rumahtangga apabila istri hanya sebagai ibu rumahtangga adalah istri hanya dapat berperan di sektor reproduktif dan suami berperan penuh dalam sektor produktif. Pembagian

(33)

17 kerja tersebut merupakan suatu hal yang lazim terjadi pada mayoritas keluarga di Indonesia. Peran tersebut dapat berubah apabila suami bukan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Hal ini berimplikasi kepada berubahnya peran istri yang sebelumnya hanya berperan di sektor domestik berganti atau mungkin menambah ke peran produktif atau sektor publik.

Berubahnya peranan perempuan tersebut mengakibatkan bertambahnya tanggung jawab yaitu sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumahtangga. Berdasarkan hal tersebut, akhirnya dikenal istilah peran ganda perempuan. Peran ganda perempuan tidak semata-mata mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan menjadi lebih baik, kenyataan yang ada adalah perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Pada sisi lain, perempuan yang bekerja di sektor publik ternyata masih menyisakan tanggung jawab lain yaitu keluarganya. Perempuan ternyata masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan campur tangan laki-laki.

Gambaran mengenai tanggung jawab seorang istri atau perempuan dalam keluarga dapat dilihat melalui perannya sebagai istri dalam rumahtangga. Peran menggambarkan orang yang dapat mengatur perilakunya sesuai dengan perilaku orang-orang disekitarnya (Meliala, 2006). Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, norma tersebut berasal dari kesepakatan berdasarkan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat.

Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007) mengungkapkan peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender mencakup :

(34)

18 1. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan

laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. 2. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung

jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga.

3. Peranan pengelolaan masyarakat atau politik, dibagi menjadi :

a. Peranan pengelolaan masyarakat atau kegiatan sosial adalah semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif (bersifat sukarela dan tanpa upah).

b. Pengelolaan masyarakat politik atau kegiatan politik adalah peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik (biasanya dibayar dan dapat meningkatkan status).

Mugiesyah dalam Meliala (2006) menjelaskan peranan gender dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, ekonomi, dan politik. Perubahan gender sering terjadi sebagai respon atas perubahan ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Soekanto dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa peranan merupakan hasil atau bentuk dari status yang dapat diukur dengan menghitung curahan waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan yang dilakukan

(35)

19 oleh individu rumahtangga pada sektor produktif, reproduktif dan kemasyarakatan.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan orang lain dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Berada dalam masyarakat, membuat individu memiliki peran dan status. Peran perempuan yang bekerja sangat berhubungan dengan bagaimana menjaga keseimbangan antara tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pentingnya melihat peranan adalah karena peran mengatur perilaku seseorang (Meliala, 2006). Peranan membuat seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas tertentu. Individu yang memiliki suatu peran akan dapat menyesuaikan diri dengan individu lain dengan peran yang sama. Berdasarkan peranan-peranan individu dalam masyarakat inilah terjalin hubungan sosial.

2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga

Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam rumahtangga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam rumahtangga atau atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu. Hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak (Meliala, 2006).

Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya bisa memperkaya dan bisa menambah pengalaman perempuan yang diperkirakan dapat

(36)

20 mengembangkan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal berupa pengalamannya bergaul dengan masyarakat luas menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam rumahtangga.

Menurut Sajogyo (1983) terdapat dua tipe peranan yang dilakukan oleh perempuan, yaitu :

a. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam pekerjaan memelihara kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya. b. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam

pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah.

Dari dua tipe peranan tersebut yang akan dibahas lebih lanjut menyangkut masalah pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah pola peranan perempuan yang kedua karena pada pola peranan tersebut akan diketahui bagaimana pola pengambilan keputusan dalam keluarga jika istri berperan sebagai ibu rumahtangga sekaligus pencari nafkah bagi keluarga.

Cromwell dan Olson dalam Syakti (1997) mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga, yaitu : dasar kekuasaan, proses kekuasaan dalam keluarga, dan hasil kekuasaan dalam keluarga. Berdasarkan ketiga bidang tersebut, pengambilan keputusan ada pada bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi

(37)

21 antara anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya (Syakti, 1997).

Perempuan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari perannya dalam keluarga. Norma yang diakui menyatakan bahwa yang paling sering menentukan dalam pengambilan keputusan adalah suami (Syakti, 1997). Pada kenyataannya, terdapat banyak variasi tentang pengambilan keputusan dalam keluarga. Terkadang memang perempuan tidak diikutsertakan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut mengambil keputusan baik sendiri maupun bersama suami.

Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (Syakti, 1997). Kekuasaan tersebut bisa sama nilainya atau mungkin berbeda antara suami dan istri. Menurut Sajogyo (1983) terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri, yaitu :

1. Pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri

2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri 4. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 5. Pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri

Sajogyo (1983) mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peran perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu :

a. Proses Sosialisasi b. Pendidikan

(38)

22 c. Latar Belakang Perkawinan

d. Kedudukan dalam masyarakat e. Pengaruh luar lainnya

Sajogyo (1983) menyimpulkan bahwa besarnya peranan perempuan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di sektor publik tidak selalu sejalan dengan besarnya pengaruh perempuan di dalam dan di luar rumahtangga.

2.7. Kerangka Pemikiran

Motivasi perempuan pedagang sayur untuk bekerja diidentifikasi berdasarkan teori yang dikemukakan Dixon (1978), yaitu : kebutuhan finansial/uang, kebutuhan sosial relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri. Berawal dari pendapat tersebut, peneliti membagi motivasi mejadi dua bagian yaitu motivasi ekonomi berupa kebutuhan finansial dan non-ekonomi berupa kebutuhan sosial relasional serta kebutuhan aktualisasi diri untuk kepentingan peneliti sendiri.

Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur di sektor publik selanjutnya akan dihubungkan dengan pembagian kerja dalam keluarga yang dihitung dengan curahan waktu. Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat pengaruh motivasi terhadap pembagian kerja, apakah perempuan masih bertanggung jawab terhadap rumahtangganya secara utuh atau sudah dapat dibagi bersama suami. Pembagian kerja akan dibagi menjadi tiga, yaitu : kerja produktif, reproduktif, dan sosial masyarakat.

Berdasarkan pembagian kerja tersebut, selanjutnya akan dihubungkan kepada pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Menurut Sajogyo (1983)

(39)

23 terdapat lima pola pengambilan keputusan yaitu keputusan yang dilakukan istri sendiri, keputusan bersama yang dominan dilakukan istri, keputusan bersama antara suami dan istri, keputusan bersama yang dominan dilakukan suami, serta keputusan yang dilakukan suami sendiri. Kelima pola tersebut akan dilihat berdasarkan pola pengambilan keputusan di sektor publik, domestik serta sosial kemasyarakatan.

Bagan kerangkan pemikiran akan merangkum pemikiran yang terdapat pada tinjauan pustaka dan teori yang digunakan seperti pada Gambar 1.

keterangan: mempengaruhi

Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis Karakteristik perempuan pedagang sayur

a. Umur

b. Tingkat pendidikan c. Pengalaman bekerja

d. Jumlah tanggungan dalam keluarga

e. Pendapatan suami dan istri

Pembagian Kerja dalam Keluarga a. Kerja produktif

b. Kerja reproduktif

c. Kerja sosial kemasyarakatan

Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga a. Istri sendiri

b. Bersama dominan Istri c. Bersama

d. Bersama dominan Suami e. Suami sendiri

Motivasi Ekonomi

(40)

24 2.8. Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Motivasi bekerja mempengaruhi curahan waktu bekerja.

2. Tingginya curahan waktu bekerja perempuan mempengaruhi pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.

2.9. Definisi Operasional

1. Karakteristik perempuan pedagang sayur adalah ciri-ciri yang membedakan satu individu dengan individu lain seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pendapatan suami dan istri, serta jumlah tanggungan dalam keluarga.

 Umur adalah usia responden (dalam jumlah tahun) pada saat diwawancarai. Umur digolongkan ke dalam :

 Kelompok umur muda adalah ≤ nilai tengah umur semua responden.  Kelompok umur tua adalah > nilai tengah umur semua responden.

 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti dan diukur dalam tahun. Tingkat pendidikan akan dikategorikan sebagai berikut :

 Tingkat pendidikan rendah adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan ≤ SD/Sederajat.

 Tingkat pendidikan tinggi adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan > SD/Sederajat.

(41)

25  Pengalaman kerja adalah pengalaman yang dimiliki perempuan pedagang sayur dalam menjalankan usahanya yang ditunjukkan oleh lamanya waktu (tahun).

 Tingkat pengalaman kerja rendah adalah < nilai tengah pengalaman kerja semua responden.

 Tingkat pengalaman kerja tinggi adalah ≥ nilai tengah pengalaman kerja semua responden.

 Pendapatan suami dan istri adalah keuntungan yang didapat dari hasil berdagang yang diusahakan masing-masing oleh suami dan istri.

 Tingkat pendapatan rendah adalah < nilai tengah jumlah pendapatan semua responden.

 Tingkat pendapatan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah pendapatan semua responden.

 Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anak yang hidupnya menjadi tanggungan keluarga.

 Jumlah tanggungan rendah adalah < nilai tengah jumlah tanggungan semua responden.

 Jumlah tanggungan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah tanggungan semua responden.

2. Motivasi perempuan bekerja adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkannya tergerak melakukan sesuatu pekerjaan karena ingin mencapai suatu tujuan. Peneliti mengkategorikan motivasi kerja menjadi dua yaitu :

(42)

26  Motif ekonomi (kebutuhan finansial) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan finansial bagi kehidupan keluarganya dan yang tergolong dalam motif ekonomi adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami mereka belum mencukupi untuk kehidupan mereka.

 Motif non ekonomi (kebutuhan sosial relasional dan kebutuhan aktualisasi diri) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan mencari teman dan kebutuhan mengembangkan diri lewat pekerjaannya.

Para responden yang tergolong dalam kebutuhan sosial relasional adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan mereka, mereka yang mementingkan untuk mendapatkan teman, dan jumlah teman seprofesi mereka ≥ nilai tengah jumlah teman seprofesi seluruh responden perempuan. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi sepenuhnya maka mereka tergolong memiliki kebutuhan ekonomi.

Para responden yang tergolong dalam kebutuhan pengembangan diri adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa mereka bekerja untuk mendapat pengakuan bahwa mereka telah berhasil hidup dan bekerja di kota dari orang-orang di kampung.

3. Pembagian kerja dalam keluarga adalah pengelolaan tugas-tugas antara suami dan istri pada peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang diukur

(43)

27 melalui curahan waktu yang dilakukan antara suami dan istri pada tiap peran yang dilakukan.

 Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Peran produktif dapat diukur melalui curahan waktu bekerja.

Tinggi rendahnya curahan waktu bekerja dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja produktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden serta curahan waktu kerja produktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden.

 Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan kegiatan rumahtangga berupa tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peran reproduktif dapat diukur melalui curahan waktu reproduktif.

Tinggi rendahnya curahan waktu reproduktif dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden serta curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden.

(44)

28  Peranan kemasyarakatan adalah semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas atau masyarakat. Peran kemasyarakatan dapat diukur melalui curahan waktu kemasyarakatan.

Tinggi rendahnya curahan waktu kemasyarakatan dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kemasyarakatan suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam untuk bermasyarakat seluruh responden serta curahan waktu kerja kemasyarakatan suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah bermasyarakat seluruh responden.

4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah siapa yang lebih dominan (antara suami dan istri) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan suatu kegiatan (Adriyani, 2000; Rahmawaty, 2000). Berdasarkan Sajogyo (1983) tingkat pengambilan keputusan diukur dari skor yang didapat dari lima variasi dalam pengambilan keputusan demi kepentingan peneliti, yaitu :

5 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri

4 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri 3 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan

istri

2 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 1 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri

Berdasarkan rata-rata nilai ditentukan nilai pengambilan keputusan yaitu : rendah bila jumlah nilai 11 sampai 33 dan tinggi bila jumlah nilai 34 sampai 55.

(45)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data-data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dilandasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal para pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama sekali terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2009.

3.3. Metode Pemilihan Sampel

Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan menggunakan sampel rumahtangga yang istrinya berkerja sebagai pedagang sayur. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster sampling yaitu mengambil seluruh responden sebanyak 30 responden keluarga dengan ketentuan bahwa rumahtangga tersebut terdiri dari suami dan istri yang bekerja, dalam penelitian ini istri yang dijadikan sampel bekerja sebagai tukang sayur dan mereka tinggal di RT 02/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan

(46)

30 Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Unit analisa yang digunakan adalah rumahtangga dengan pasangan suami istri. Fokus analisan pada penelitian ini adalah para perempuan pedagang sayur keliling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan informasi pendukung. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau kelompok seperti hasil pengisian kuisioner dan atau hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti (Hariwijaya dan Triton, 2008). Data primer diperoleh dari hasil kuisioner dan wawancara mendalam dengan responden. Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang berisi pertanyaan seputar motivasi bekerja pedagang sayur keliling, pembagian kerja dan pola pengambilan keputusan dalam keluarga yang ditujukan kepada beberapa responden terpilih.

Informasi tambahan yang digunakan berupa berbagai literatur yang digunakan untuk mempertajam analisis data yang diperoleh. Informasi ini berasal dari berbagai sumber seperti buku, artikel di internet, jurnal dan sebagainya.

3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantiatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Data kualitatif digunakan untuk menjelaskan keadaan yang tidak dapat dijelaskan oleh data kuantitatif, atau dengan kata lain data kualitatif digunakan untuk mendukung atau memperkuat penjelasan data kuantitatif.

(47)

31 Data hasil penelitian yang diolah antara lain data mengenai motivasi perempuan bekerja di ranah produktif, pembagian kerja dalam rumahtangga, dan pola pengambilan keputusan dalam rumahtangganya. Data mengenai motivasi tersebut disilangkan dengan data mengenai curahan waktu istri dalam kapasitasnya sebagai ibu rumahtangga dan pedagang sayur. Data mengenai curahan waktu tersebut dilihat kembali pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan dalam keluarganya. Penyajian data tersebut dijelaskan oleh beberapa keterangan yang diberikan responden melalui wawancara mendalam.

Data kualitatif disajikan secara naratif yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap beberapa responden informan yang mengetahui kondisi lapangan tempat responden berada.

(48)

32 BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kelurahan Jatimakmur

4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan

Kelurahan Jatimakmur merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Luas wilayah Kelurahan Jatimakmur adalah 412 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kelurahan Jatiwaringin b. Sebelah Timur : Kelurahan Jatikramat

c. Sebelah Barat : Kelurahan Jatiwaringin dan Kelurahan Jatirahayu d. Sebelah Selatan : Kelurahan Jatirahayu

Kelurahan Jatimakmur memungkinkan masyarakatnya melakukan mobilitas secara mudah karena di kelurahan ini banyak terdapat alat transportasi umum angkutan kota diantaranya K02 yang beroperasi 24 jam nonstop. Hal ini membuat masyarakat kelurahan ini tidak mengalami hambatan transportasi dalam melakukan aktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008

No. Orbitrasi Jarak

1. Jarak dengan pusat pemerintahan Kecamatan 2 Km 2. Jarak dengan pusat pemerintahan Kota Bekasi 15 Km 3. Jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi Jabar 139 Km

4. jarak dengan Ibukota negara 25 Km

(49)

33 Luas wilayah kelurahan sebesar 412 ha, sebagian besar luas wilayah ini digunakan untuk pemukiman penduduk sebesar 353,1 ha (85,7 persen). Selengkapnya pembagian fungsi lahan di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat di Tabel 2 :

Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun 2008

No. Peruntukan Luas Presentase

1. Pemukiman 353,1 Ha 85,70 2. Pemakaman Umum 0,8 Ha 0,19 3. Taman 1,2 Ha 0,29 4. Perkantoran 1,1 Ha 0,26 5. Lain-lain 55,8 Ha 13,54 TOTAL 412 Ha 100

Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008

4.1.2. Data Kependudukan

Jumlah penduduk Kelurahan Jatimakmur sampai dengan bulan Desember 2008 adalah sebesar 59.925 jiwa terdiri dari 30.619 jiwa dan perempuan 29.306 jiwa. Kelurahan ini terdiri dari 15.107 KK, 22 Rukun Warga (RW) dan 135 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan Jatimakmur diperoleh informasi bahwa masyarakat Kelurahan Jatimakmur paling banyak bermukim di RW 9 sebanyak 6.818 jiwa, diikuti RW 8 sebanyak 6.735 jiwa. Pemukiman di Kelurahan Jatimakmur kebanyakan bukan merupakan komplek perumahan tapi merupakan pemukiman padat penduduk, RW 9 dan RW 8 termasuk ke dalam daerah pemukiman padat penduduk. RW 7 sendiri yang merupakan RW tempat para responden tinggal terdapat penduduk sebanyak 3.744 jiwa.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis  Karakteristik perempuan pedagang sayur
Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
Tabel  2.  Luas  Wilayah  Kelurahan  Jatimakmur  Menurut  Penggunaannya  tahun  2008
Tabel 3.  Penggolongan  Penduduk  Berdasarkan  Tingkat  Kesejahteraan  Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang diamati adalah Persepsi keluarga peternak (suami istri) terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan pada usaha ternak sapi perah dan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kesetaraan perempuan pada pengambilan keputusan di dalam keluarga baik bidang produksi, bidang kebutuhan pokok, bidang pembentukan keluarga

Masa pensiun dimana seseorang tidak lagi bekerja diduga akan memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga pada pembagian peran gender dalam pengambilan

Pola relasi suami-istri dalam proses pengambilan keputusan di dalam keluarga didasarkan kepada hubungan yang saling memberi kesempatan satu sama lain (seimbang) untuk

Selain itu, temuan mengenai pengaruh interaksi keluarga dan pengambilan keputusan terhadap kesejahteraan subjektif pada suami-istri bekerja belum banyak diteliti di

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Keberhasilan Usaha dalam Sektor Informal di Kabupaten Brebes (Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Brebes)’’

Tenaga kerja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tenaga kerja perempuan berstatus kawin yang bekerja menurut sektor ekonomi yaitu jumlah tenaga kerja perempuan

Masa pensiun dimana seseorang tidak lagi bekerja diduga akan memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga pada pembagian peran gender dalam pengambilan