• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN AJAR MATA KULIAH PENOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAHAN AJAR MATA KULIAH PENOLOGI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Khusus Intern

BAHAN AJAR MATA KULIAH

PENOLOGI

OLEH

I GUSTI NGURAH PARWATA, SH.MH FAKULTAS HUKUM

UNUD

2016

(2)

PENOLOGI PELAJARAN 1

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan tentang Pengertian Penologi, Ruang Lingkup Penologi, Perbedaan, Persamaan, dan Keterkaitan Penologi dengan bidang Hukum lainnya.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

A. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : PENGANTAR KE PINTU GERBANG PENOLOGI

B. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN : 1. definiisi Penologi

2. Ruang Lingkup Penologi

3. Eksistensi dan Tujuan Penologi

4. Perbedaan, Persamaan, dan Keterkaitan Penologi dengan bidang Hukum lainnya.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan mempelajari Penologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai definisi Penologi, Ruang Lingkup Penologi, eksistensi dan Tujuan Penologi, Perbedaan, Pesamaan, dan Keterkaitan Penologi dengan bidang Hukum lainnya.

D. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Definisi Penologi dari beberapa akhli Penologi.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup Penologi.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan Penologi.

4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan Penologi dengan bidang hukum lainnya.

(3)

E. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN

- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah

“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).

- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %

(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).

- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan tulis, computer, LCD.

- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.

- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam Buku Ajar

F. Materi perkuliahan

1. Definisi Penologi

Secara etimologis, penologi (penology) barasal dari kata penos dan logos artinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Penologi sebagai bidang pengetahuan ilmiah telah mencapai usia lebih dari 1 (satu) abad, dan selama ini pula mengalami perkembangan perspektif, paradigma, aliran atau madzab bagi pembentukan konsep, teori serta metode dalam penologi.

E.H. Sutherland dan Donald R. Cressey, memberikan pengertian kriminologi adalah “a body of knowledge regarding crime as a social phenomenon” ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (tindakan jahat) sebagai fenomena sosial. Kriminologi dibagi menjadi 3 (tiga) cabang ilmu utama, yaitu :

1. Sosiologi hukum, mempelajari kejahatan sebagai tindakan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu tindakan itu kejahatan adalah aturan hukum.

2. Etiologi criminal yang merupakan cabang kriminologi yang berusaha melakukan analisis ilmiah mengenai sebab-musabab kejahatan. Dalam

(4)

kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang “paling” utama.

3. Penologi pada dasarnya merupakan ilmu tentang hukuman, namun Sutherlan memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan, baik represif maupun prepentif.

Bagaimana peranan Penologi dalam hukum pidana dapat diketahui dari pengertian penologi dan tujuan penologi. Sama dengan ilmu hukum, mendefinisikan penologi merupakan pekerjaan yang sangat tidak gampang, karena tidak mungkin membuat suatu defenisi yang berlaku secara universal. Untuk memahami Penologi dengan baik, ada baiknya dikemukakan berbagai pendapat akhli tentang apa yang dimaksud dengan penologi, sbg :

1. “penologi is the study of the reformation and rehabilitation of criminals and of the management of prison also spelied poenology”

(penolgi adalah suatu studi mengenai reformasi dan rehabiitasi mengenai penjahat dan pengelolaan penjara).

2. “penology is the science of prison management and rehabilitation of criminals”

(penologi adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan penjara dan rehabilitasi atau pembinaan penjahat).

3. “penologi is the body of knowledge concerned with the treatment of those who break the law”

(penologi adalah ilmu pengetahuan yang penting yang berkenaan dengan pembinaan pelanggar hukum).

4. “by penologi is meant the study of punishment for crime.

(penology adalah merupakan studi mengenai pidana bagi kejahatan).

5. Penology can be defined roughly as that portion of criminology which is devoted to the study of punishment and its consequences.penology includes; to choose but a few of the more abviousand important illustration. A serious. Concern with the evolution of punishment (i.e.

history) how wego about the difficult but very important task of defining circumstances under which the state has the right to create law and than impose punish,ment on those citezens founs guilty of unlawful conduct (i.e.

philosophy) the body of law that the defines what the state may do and must refrain from doing in reactions to offenders (i.e. constitutional law) the design and operation of programs intended to modify one more

(5)

characteristic offenders and here penologist draw on and contribute to the developments of suchfields as education, psychology, psychiatry, medicine, and sociology and scientific assessment of how our various reactions to offenders influence their future attitude, values behavior and life chances”.

(penologi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai bagian dari kriminologi yang dekat dengan studi mengenai pidana dan konsekuensinya. Penologi mencakup pilihan mengenai ilustrasi yang penting dan nyata. Terkait dengan perkembangan pidana yaitu mengenai sejarahnya bagaimana kita berjalan dengan kesulitan tetapi merupakan tugas yang penting untuk membatasi keadaan-keadaan yang Negara miliki untuk membuat hukumdan kemudian menjatuhkan pidana terhadap warga Negara yang bersalah atas pelanggaran hhukum terhadap yang ditentukan Negara sebagai apa yang boleh dilakukan dan harus menghindari tindakan-tindakan yang bersifat pelanggaran atas hukum konstitusi berdasarkan rencana atau program-program yang bermaksud merubah perilaku penjahat dan disini para penologi menguraikan mengenai dukungan kea rah perkembangan seperti pendidikan psikology, psikiater, pengobatan dan sosiologi dan penilaian secara ilmiah mengenai bagaimana reaksi kita terhadap pengaruh sikap, nilai, perilaku dan kesempatan hidup dari penjahat).

Pengertian Penologi

Istilah penologi dapat ditelusuri dari kata dasar “Penal” dan “Logos/Logi”. Penal berasal dari bahasa Perancis yang artinya pidana, atau Poena (bahasa latin) berarti hukuman/denda atau Poenal/Poenalis (menjatuhkan hukuman). Sedangkan

“Logos”/Logi berarti ilmu pengetahuan, Penologi merupakan ilmu terapan atau pengembangan serta pelaksanaan pemidanaan.

Secara harfiah penologi berarti suatu ilmu (logos) yang mempelajari tentang penal (pidana). Sebagai logi/logos (ilmu pengetahuan) maka yang menjadi pertanyaan apa yang berlaku dahulu, kini dan yang akan datang ?. dengan demikian terlihat bahwa ruang lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu Negara pada kurun waktu tertentu, terlihat bahwa lingkup penologi tidak hanya meliputi suatu negara pada kurun waktu tertentu.

(6)

Oleh karena itu penologi disebut juga sebagai politik criminal (Criminele Politiek, Control of Crime) yang tidak hanya mempelajari ketentuan yang ada dalam perundang-undangan saja dan suatu tempat/Negara tertentu, melainkan juga mempelajari masalah penal tampa batas wilayah dan tampa batas waktu. Penologi tidak hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan pidana, tetapi juga yang di luar pidana. Selain itu penologi merupakan anak kandung dari “Kriminologi” yang mempelajari kejahatan (kausa, akibat dan penanggulangannya.) secara ilmiah.

Walaupun pengertian Penal dalam Penologi lebih luas dibandingkan pengertian penal yang tercakup dalam hukum Pinitensier, yang hanya meliputi pidana/hukuman terhadap suatu tindakan tercela sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan pidana dan berlaku di suatu Negara pada kurun waktu tertentu saja. Namun ada kecendrungan di kalangan para akhli hukum untuk membatasi/focus pada jenis pidana penjara sehingga penologi identik dengan pemasyarakatan.

Kedudukan Penologi dalam Ilmu Hukum

1) Penologi posisinya dalam ilmu hukum disebut sebagai ilmu normatif sebagai dogmatik hukum (law in the book) yaitu hukum dipelajari sebagai norma kaedah dalam peraturan Perundang-undangan, Kitab Undang-Undang, Yurisprudensi, Konvensi International.

2) Ilmu hukum empiris yaitu hukum dalam kenyataannya di masyarakat (law in action) ilmu kenyataan hukum (sosiologi hukum, antripologi hukum, psikologi hukum, kriminologi, penologi, viktimologi).

Hubungan Penologi dengan Ilmu lainnya.

Bahwa yang termasuk ke dalam pengertian Kriminologi adalah proses pembuatan Hukum (procceses of making laws), pembentukan hukum (procceses of breaking laws), dan reaksi terhadap pelanggar hukum (reacting toward the breaking laws). Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan.

(7)

Obyek kriminologi :

- Kejahatan sebagai gejala masyarakat.

- Kejahatan secara konkret terjadi dalam masyarakat - Orang yang melakukan kejahatan.

Penologi merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik represif maun preventif.

Obyek Penologi :

- Pelanggar hukum - Terpidana/narapidana - Residevis.

Tujuan Kriminologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mencakup semua materi pengetahuan yang diperlukan untuk mendapatkan konsep kejahatan serta bagiamana pencegahan kejahatan dilakukan, termasuk di dalamnya pemahaman tentang pidana atau hukuman.

Tujuan Penologi lebih mempokuskan perhatiannya pada obyek studi kriminologi, yakni reaksi sosial, dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan perkembangan hukuman arti dan manfaat yang berhubungan dengan “control of crime”

Pada akhir abad ke XVI mulai didirikan penjara oleh John Howard (1726-1790) dalam bukunya “The State of Prisons”, beliau melukiskan keadaan penjara yang menyedihkan di Negara Inggris dan berjasa dalam memperbaiki berbagai bidang kepenjaraan yaitu dengan mengadakan pembaharuan sistem kepenjaraan dan pembinaan narapidana. Di Amerika Serikat golongan Quaker sangat berpengaruh pada tahun 1880 didirikan perkumpulan yang mempersoalkan keadaan penjara, kelompok tersebut bertujuan agar menggati menjadi penutupan secara individual agar penjahat tersebut dapat intropeksi dan penyesalan tindakannya.

(8)

Penologi merupakan bidang studi dari kriminologi yang mempelajari prinsif- prinsif dari penghukumanan manajemen penjara, reformasi dan unit-unit pengekang lainnya.

Pada masa lalu, penologi masih banyak pada kebijakan penyiksaan terhadap para pelaku kejahatan sebagai konsekuensi dari kesalahan yang telah dilakukan, tetapi dalam perkembangannya kajian penologi diperluas sehingga mencakup kebijakan-kebijakan yang tidak hanya menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga mengkaji tentang masa percobaan, pengobatan (medical treatment) dan pendidikan yang ditujukan untuk penyembuhan atau rehabilitasi.

Thomas sunaryo mengatakan bahwa dengan semakin banyaknya kajian teoritik dan penelitian dalam bidang penologi, terutama tentang penjara, muncul suatu pemikiran dan kritik terhadap praktek-praktek yang terjadi dalam hal yang berkaitan dengan pemenjaraan khususnya yang terkait dengan mismanajemen penjara dan dampak buruk pemenjaraan itu sendiri. Hal ini kemudian memunculkan rekomendasi yang berkisar dari usulan perbaikan lingkungan dan manajemen penjara serta perlakuan terhadap terpidana penjara sehingga usulan yang menuntut segera diterapkan upaya “de institutionalisasi dan pidana alternatif” sebagai penggati penjara.

Dua gagasan yang terakhir ini ditujukan terutama bagi “first offenders” dan tindakan kejahatan ringan lainnya dengan tujuan agar para pelaku dapat terhindar dari pengaruh buruk kehidupan penjara (prisonization). Thomas sunaryo menyimpulkan bahwa kajian penologi meliputi bentuk-bentuk pemidanaan, dasar- dasar-dasar pembenaran (justifikasi) pemidanaan, sejarah perkembangan pemidanaan, penjara dan permasalahannya, serta gagasan dengan institusionalisasi dan pidana alternatif sebagai pengganti pidana penjara.

Dalam hubungannya dengan kriminologi, W.A. Bonger menjelaskan bahwa kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki segala kejahatan

(9)

seluas-luasnya (teoritis atau murni) sehingga disusunlah suatu studi tentang kriminologi praktis dan tercakup dalam 7 (tujuh) pembagian, yaitu :

1) Antropologi kriminil 2) Sosiologi kriminil 3) Psikologi kriminil

4) Psiko dan neuro-patologi kriminil 5) Penologi

6) Kriminologi terapan, dan 7) Kriminalistik.

Posisi Penologi dalam hukum pidana sangat strategis, karena penologi sangat menentukan berhasilnya pemberian sanksi kepada pelaku. Sanksi apa yang tepat untuk pelaku ? serta bagaimana pelaksanaanya dalam hukum pidana menjadi sasaran ilmu penologi.

Teori Pemidanaan George B Volt

Menurut beliau teori adalah bagian dari suatu penjelasan yang muncul manakala seseorang dihadapkan pada suatu gejala yang tidak dimengerti. Artinya tori bukan saja sesuatu yang penting tetapi lebih dari itu karena sangat dibutuhkan dalam rangka mencari jawaban akademis. Teori tujuan pemidanaan dalam litaratur disebutkan berbeda-beda namun secara subtansi sama.

Teori – teori tujuan pemidanaan tersebut pada umumnya ada 3 (tiga) teori yang sering digunakan dalam mengkaji tentang tujuan pemidanaan yaitu :

Prof .Muladi

Dalam bukunya “Lembaga Pidana Bersyarat” memberikan nama yang berbeda, yaitu : 1) Teori Retributif

2) Teori Teleologis 3) Retributive-teleologis

(10)

Ad.1. Teori Retributif

- Teori ini dianggap teori tertua didalam teori tujan pemidanaan

- Memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan. Jadi teori ini berorientasi pad perbuatan dan terjadinya perbuatan itu sendiri;

- Mencari dasar pemidanaan dengan memandang masa lampau (melihat apa yang telah dilakukan oleh pelaku)

- Menurut teori pemidanaan diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya demi kesalahannya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari keugian yang telah diakibatkan.

- Oleh karena itu teori ini dibenarkan secara moral.

Karl O Cristiansen mengidentifikasi lema (5) ciri pokok dari teori retributif, yaitu diambil dari buku “Some consideration on the possibility of a rational criminal policy”

1) Tujuan pemidanaan hanyalah sebagai pembalasan (the purpose of punishment is just retribution).

2) Pembalasan adalah tujuan utama dan didalamnya tidak mengandung sarana-sara untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat (just retribution is the ultimate aim, and not in itself to any other aim, as for instance social welfare which from this point of view is without any significance what soever).

3) Kesalahaan moral sebagai satu-satunya syarat untuk memidanaan (moral guilt is the only qualification for punishment).

4) Pidana harus sesuai dengan kesalahan dengan pelaku (the penalty proportional to the moral quilt of the offenders).

5) Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi pelaku (punishment point into the past, it is pure reproace, and it purpose is not into improve, correct, educate or resocializethe offender).

(11)

Nigel Walker

Menjelaskan bahwa ada dua golongan menganut teori retributif yaitu :

-

teori Retributif Murni yaitu yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan kesalahan.

-

Teori Retributif tidak Murni yaitu teori ini masih dibagi menjadi dua :

Penganut teori Retributif terbatas

(

The limiting Retribution)

yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepada dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk menetapkan kesalahan pelanggaran.

Penganut teori retributive distribusi (retribution in distribution).

Penganut teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan.

Namun juga gagasan bahwa harus ada batas yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi.

Terhadap pertanyaan tentang sejauh manakah pidana perlu diberikan kepada pelaku kejahatan ?. teori ini akan menjelakan sebagai berikut :

- Bahwa dengan penjatuhan pidana akan memberikan rasa kepuasan balas dendam dari korban, baik perasaan adil bagi dirinya sendiri, temannya dan keluarganya.

- Bahwa penjatuhan pidana dimaksud untuk memberikan peringatan kepada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat, bahwa setiap ancaman yang merugikan akan diberi imbalan yang setimpal.

- Pidana menunjukan adanya kesebandingan antara kejahatan dengan ancaman pidananya

(12)

Tujuan Preventif

Pemidanaan adalah untuk melindungi mayarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari suatu masyarakat.

Tujuan Deterrence (menakuti) adalah untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan. Tujuan ini dibagi menjadi tiga (3) yaitu :

1. Tujuan yang bersifat individual yaitu dimaksudkan agar pelaku menjadi jera untuk melakukan kejahatan kembali.

2. Tujuan yang bersifat public yaitu agar masyarakat lain takut melakukan kejahatan.

3. Tujuan jangka panjang yaitu agar dapat memelihara keajegan sikap masyarakat terhadap pidana.

Tujuan Reformatif (perubahan) adalah untuk merubah pola pikir masyarakat yang awalnya tidak takut menjadi takut untuk melakukan kejahatan.

Teori Relatif Konsepnya adalah :

- Teori ini memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku, tetapi sebagai serana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan.

- Dalam teori ini munculah tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan pada masyarakat.

- Menurut teori ini pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan, tetapi lebih dari itu memliki tujuan yang lebih bermanfaat.

- Pidana ditetapkan bukan karena orang yang melakukan kejahatan.

(13)

Menurut Karl O Cristiansen ada beberapa ciri pokok dari teori relative yaitu :

1. Tujuan pemidanaan adalah pencegahan (The purpose ofpunishment is prevention)

2. Pencegahan bukan sebagai tujuan akhir tapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Prevention is not a final aim, but a means to a more suprems aim, e, g. scial welfare).

3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada pelaku saja, misalnya kesengajaan atau kelalaian yang memenuhi syarat untuk adanya pidana (Only Breaches of the law which are imputable to the perpetrator as intent or negligence qualify for punishment).

4. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuan sebagai alat pencegahan kejahatan (the penalty shall be determined by its utility as an instrument for the prevention of crime).

5. Pidana melihat kedepan atau bersifat prospektif (The Punishment is Prospenctive).

Sehingga

dengan konsep gabungan ini maka teori Integrative

menganggap pemidanaan sebagai unsur penjeraan dibenarkan tetapi tidak

mutlak dan harus memiliki tujuan untuk membuat si pelaku dapat berbuat baik

dikemudian hari.

(14)

PELAJARAN 1

Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara .

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan tentang Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

G. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara H. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :

1. Sistem Pensylvania

2. Sistem Auburn/silent system 3. Sistem Irlandia

4. Sistem Elmira 5. sistem Osborne

I. TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan mempelajari Penologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai definisi sistem kepenjaraan di dunia.

J. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Definisi Penologi dari beberapa Sistem Pensylvana, Sistem Auburn, sistem Irlandia, sistem Elmira, sistem Osborne.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup Kepenjaraan.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan Kepenjaraan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan

Penologi dengan Pelaksanaan Hukuman Penjara.

J. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN

- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah

“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).

(15)

- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %

(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).

- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan tulis, computer, LCD.

- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.

- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam Buku Ajar

K. Materi perkuliahan

Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara .

Ada lima sistem pelaksanaan hukuman penjara yang dikenal dalam hukum pidana yaitu:

1. Sistem Pensylvania

2. Sistem Auburn/silent system 3. Sistem Irlandia

4. Sistem Elmira 5. sistem Osborne

1. Sistem Pensylvania. Yaitu dalam sistem ini orang yang dijatuhi hukuman penjara, menjalani hukuman secara terasing dalam sel. Terhukum tidak boleh berkontak dengan orang lain kecuali dengan penjaga sel.

2. Sistem Auburn yaitu dalam sistem ini terhukum hanya waktu malam saja ditutup sendirian dalam sel, sedangkan pada siang hari boleh bekerja dengan bersama-sama tetapi dilarang bicara, oleh karena itu dikenal juga dengan silent system .

3. Sistem Irlandia yaitu sistem ini termasuk sistem yang progresif, mula-mula dijalankan secara keras setelah terhukum berlaku baik hukumannya berangsur-angsur dikurangi.

Tingkatan pelaksanaan hukuman tersebut yaitu:

(16)

Tingkat Probation

.

dalam Ditingkat ini terhukum diasingkan sel siang dan malam hari selama waktu tergantung pada kelakuan terhukum.

Tingkat Publik work preson. Ditingkat ini terhukum dipindahkan ketempat lain dan diwajibkan bekerja bersama-sama dengan yang lain. Dibagi dalam 4 kelas mulai kelas terendah berangsur-angsur naik setelah mendapatkan sertifikat.

• Tingkat Ticket of live (tiket meninggalkan penjara) Terhukum dibebaskan dengan perjanjian, dan diberi tiket. Yaitu suatu tiket yang menerangkan bahw ia boleh meninggalkan penjara dengan perjanjian.

4. Sistem Elmira. Didirikan bagi terhukum yang berumur dibawah 30 tahun diberi nama Reformatuwri, maksudnya sebagai tempat memperbaiki terhukum menjadi anggota masyarakat yang berguna.Dalam sistem ini hukuman dilalui beberapa tingkatan. Titik beratnya pada usaha perbaikan terhukum. Kepada terhukum diberikan pendidikan dan pekerjaan yang bermanfaat sedangkan lamanya hukuman tidak ditetapkan hakim, jadi ditentukan tergantung kelakuan terhukum dalam penjara.

5. Sistem Orborne Disebut Osborne karena ditemukan oleh Thomas Moot asborne. Sistem ini memakai dasar self government artinya atas, bagi dan dari para terhukum dalam penjara.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang pidana Perampasan Kemerdekaan perlu dilakukan penelusuran tentang perjalanan sejarah sanksi pidana perampasan kemerdekaan khususnya pidana penjara. pidana penjara pertama kali dikenal dilaksanakan dalam sel-sel tahanan ysng diperlaskukan di Pensylvania (AS), terhukum menjalankan hukuman di kamar yang sempit seorang diri, tujuannya agar antara sesame terhukum tidak terkontaminasi, sistem ini dikenal dengan sistem Pensylvania.

(17)

Sistem Auburn (di Kota New York) yang kemudian dikenal dengan sistem Auburm. Terpidana dalam sistem ini lebih manusiawi, karena telah diperkenankannya untuk melakukan pekerjaan kerajinan, namun pekerjaan ini hanya dapat dilakukan pada siang hari, akan tetapi ketika malam dipisahkan satu sama lain. Sistem ini dapat disebut sistem campuran, tarena tetap mengangsingkan terpidana akan tetapi hanya di waktu malam hari, sementara pada waktu siang hari mereka diberi pekerjaan dengan catatan tidak boleh bercakap-cakap selain daripadaa aamembicarakan pekerjaan. sisten ini disebut silent system.

Meskipun demikian, kedua sistem ini masih memperlihatkan wataak sebagai berikut :

1. Tujuan pidana adalah pembalasan yang dilakukan oleh petugas kepada narapidana agar menjadi jera.

2. Narapidana dianggap sebagai objek perlakuan oleh petugas penjara.

3. Kepada narapidana yang melanggar tata tertib penjara wajib dikenakan pada badan.

4. Cara-cara pelaksanaannya tidak layak dan tidak berprikemanusian.

Kedua sistem memiliki watak yang jelek menurut Barnes dan Teeters, disebabkan minimnya bantuan pemerintah lemahnya kepemimpinan kepala penjara, penghuni penjara yang melebihi daya tamping, tingkat pendidikan pegawai yang rata- rata rendah, juga karena pengaruh stabilitas pemerintah

Sistem Progresif yang tumbuh pertengahan abad ke-19 di Inggris dan Irlandia sebagai bentuk pembaharuan dari sistem Auburn. dalam sistem ini ditetapkan periodisasi yakni masa persiapan kepada narapidana menjalankan tahapan pengurungan dalam sel untuk beberapa waktu sebagaimnana dianut oleh sistem Pensylvania, kemudian narapidana diberikan kesempatan pekerjaan menurut sistem Auburn. Sistem Progresif kemudian mengikuti pola sel-sel bersama-sama lepas bersyarat, meskipun telah tampak lebih manusiawi banyak suara-suara yang tidak setuju sehingga sistem ini diganti dengan sistem yang lama.

Muncullah kemudian Marksystem yang masih mengenal sistem klas yang dikelompokkan menjadi lima kelas. MenurutRoeslan Saleh, kesemuanya terikat pada

(18)

Marksystem tersebut. Sistem ini kemudian direformasi oleh Maconohie seorang perwira angkatan laut Inggris yang kemudian dikenal dengan sistem Irlandia. Sistem ini lebih progresif, meskipun pada awalnya terpidana menjalani hukuman secara keras akan tetapi jika pada fase ini telah dilalui dan terpidana memperlihatkan tanda- tanda perbaikan, maka ia telah menjalani pidana penjara yang lebih ringan. Gabun gan Marksystem dengan System Irlandia melahirkan apa yang disebut The Rise of the Reeformatory.

Berdasarkan gagasan Marconohie, ditetapkan lima pedoman pokok mengenai perlakuan terhadap narapidana, yakni :

1. Pidana hanya tidak bersifat sementara, tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku yang salah.

2. kualitas pekerjaan disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan.

3. Narapidana harus menghitung sendiri prestasinya yang telah diperoleh bedasarkan aturan yang telah ditentukan oleh petugas.

4. diadakaan pemisahan terhadap narapidana yang disiplin dengan yang tidak.

5. selam di dalam penjara, narapidana harus memperoleh segala sesuatu yang seharusnya diterimanya.

Sistem progresif lain muncul pula di Elmira yang kemudian disebut dengan sistem Elmira pada tahun 1876 Rumah penjara disebut dengan Reformatory. Disebut demikian, karena penjara digunakan untuk memperbaiki orang, tetapi dengan titik berat yang lebih besar kepada upaya untuk memperbaiki terhukum. Dalam sistem Elmira, terhukum telah diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Thomas Mott Osbome kemudian memperkenalkan sistem pidana perampasan kemerdekaan melalui apa yang disebut dengan Self govermment,, dimanan terhadap para terpidana di dalam penjara diawasai oleh mandor atau

(19)

pengawas yang diangkat dari kalangan narapidana itu sendiri guna melakukan pekerjaan di dalam maupun di luar penjara.

Berbeda dengan sistem Pennsylvania maupun sistem Auburn yang dinilai tidak memuaskan, akan tetapi sistem yang dipraktikan di Irlandia, menurut Utrecht dinilai cukup memuaskan. Sementara sistem Borstal pernah diterima dan dipraktikan di Indonesia yang diterapkan terhadap terpidana yang berusia di bawah 19 tahun di Penjara Tangerang.

Begitu juga dengan sistem Osborne dipraktikkan di Indonesia dengan mengankat mandor-mandor atau pengawas untuk narapidana dan kalangan narapidana sendiri, meskipun demikian menurut Utrecht sistem yang dianut di Indonesia masih jauh dari apa yang dipraktikkan menurut sistem Osborne. di Indonesia, perampasan kemerdekaan yang berkembang pesat, terutama sejak kedatangan pemerintah Kolonial. Akibatnya teori-teori yang dikembangkan, mengikuti perkembangan pemikiran di negeri penjajah tersebut.

(20)

LEMBAGAPEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA Sistem Peradilan Pidana Indonesia yang sering disebut dengan (Criminal justice system), untuk memahami serta menjawab pertanyaan apa tugas hukum pidana didalam masyarakat ? dan bukan sekedar bagaimana hukum pidana didalam undang-undang dan bagaimana hakim menerapkannya.

Di Indonesia sistem peradilan pidana dimana setelah berlakunya undang- undang nomor 8 tahun1981 yaitu tentang hukum acara pidana mempunyai empat komponen atau sub sistem yaitu :

1. Sub sistem kepolisian 2. Sub sistem kejaksaan 3. Sub sistem pengadilan

4. Dan sub sistem pemasyarakatan.

Tujuan sistem peradilan pidana menurut Prof Muladi dapat dikategorikansebagai:

1. Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana;

2. dikategorikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak dituju lebih luas yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam konteks politik criminal (Criminal policy)

3. Tujuan jangka panjang , apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan (Social Welfare) masyarakat .

Mekanisme Sistem PeradilanPidana Sistem ini mulai bekerja sejak adanya laporan/atau aduan dari masyarakat tentang terjadinya tindak pidana dari masyarakat. Setelah itu polisi melakukan proses selanjutnya (penagkapan dan penyelidikan dan penydsidikan) selanjutnya pelaku diteruskan ke lembaga kejaksaan, pengadilan lalu dijatuhi putusan dan terakhir pada pemasyarakatan.

CCM dan DPM Dalam bukunya yang berjudul The limits of the Criminal Sanction, Herbert L. Packer. Menyebutkan ada dua model dalam proses peradilan

(21)

pidana (Two models of the criminalprocess) yaitu : Crime Control Model (CCM) dan Due Process Model. (DPM).

Proses peradilan pidana menandaskan dirinya pada hukum pidana. Kedua proses ini berlainan cara kerjanya, akan tetapi mengakui pentingnya seperangkat hukum tertulis, tetapi fokusnya pada peraturan yang berbeda. Kedua model tersebut diatas memiliki perbedaan dalam melakukan proses penyelesaian kasus/perkara pidana mulaidari proses penangkapan sampai orang itu dinyatakan bersalah.

Karateristik CCM dan DPM Karateristik dari CCM adalah efisiensi yang mana proses criminal itu bekerja yaitu cepat tangkap dan cepat adili (Asas Presumtion of Quilt) sedangkan DPM memiliki karateristik adalah perlindungan hak-hak tersangka, untuk menentukan kesalahan harus melalui suatu persidangan (Asas Presumtion of Inocene).

Dalam kenyataannya dua model inisangat mempengaruhi hukum acara pidana Indonesia, yaitu karateristik DPM menonjol pada KUHAP Indonesia dengan dilindunginya hak-hak tersangka dan terdakwa, namun dalam bekerjanya KUHAP, maka menggunakan CCM yang ditonjolkan dalam praktek.

Posisi Lembaga Pemasayarakatan dalam SPP Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan, posisinya sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari SPP, yaitu Rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai pada penanggulangan kejahatan (Supresion of crime). Keberhasilan dan kegagalan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan akan memberikan kemungkinan-kemungkinan penilaian yang dapat bersifat positif maupun negative.

Penilaian itu positif manakala pembinaan nara pidana mencapai hasil maksimal, yaitu bekas nara pidana menjadi warga masyarakat yang taat pada hukum. Sedangkan penilaian itu negative manakala, bekas nara pidana yang pernah dibina itu menjadi penjahat kembali (Residivis).

(22)

PELAJARAN 2

GAGASAN SISTEM PEMASYARAKATAN

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan tentang Sistem gagasan sistem pemasyarakan.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

L. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : Sistem Pelaksanaan Hukuman Penjara M. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN :

1. Sistem kepenjaraan

2. Sistem (gagasan) Pemasyarakatan.

N. TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan mempelajari Penologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai sistem kepenjaraan dan sistem (gagasan) Pemasyarakatan di Indonesia.

J. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Sistem Kepenjaraan dan Sistem (gagasan) Pemasyarakaatani di Indonesia

2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup Pemasyarakatan 3. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan Pemasyarakatan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan

Penologi dengan Pelaksanaan Pemasyarakatan.

O. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN

- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah

“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).

- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %

(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).

(23)

- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan tulis, computer, LCD.

- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.

- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam Buku Ajar

P. Materi perkuliahan

GAGASAN SISTEM PEMASYARAKATAN

Dasar Hukum sistem Kepenjaraan:

1. Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie (KUHP) Stbl 1915 No. 732 Jo 1917 No.497 Jo UU No. 1 Th. 1946 Jo UU No. 73 Th. 1958 dan berdasarkan pasal II Aturan peralihan UUD 1945 (sekarang Pasal I Aturan Peralihan) serta Pasal I Peraturan Presiden No.2 Th 1945 tanggal 10 Oktober 1945

2. Gstichten Reglemen (Reglemen Penjara )Stbl . 1917 No 708;

3. Dwangopvoeding Regeling (DOR) Stbl. 1917 No. 741;

4. Voorwaardelijke Invrerijheidstelling (V.I) Stbl. 1917 No. 749;

5. Regeling Voorwaardelijke Veroordeling Stbl. 1926 No. 487.

Dari sekian peraturan, khususnya dalam KUHP terdapat sistem kepenjaraan yang kita kenal itu adalah merupakan pelaksanaan dari pasal 29 KUHP.

SISTEM KEPENJARAAN

Tujuan Lebih luas sistem Kepenjaraan: tujuannya adalah untuk “Melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan”

Sebagaimana telah diuraikan diawal bahwa seseorang yang telah dijatuhi pidana penjara, kemudian dengan sistem perlakuan yang diharapkan terhukum dapat tobat dan jera dan jika ia kembali ke masyarakat maka tidak akan kembali melakukan kejahatan lagi. Inilah yang dimaksud dengan melindungi masyarakat dari segala

(24)

bentuk kejahatan yang merupakan politik criminal pemerintah terhadap usaha pengurangan kejahatan.

Oleh sebab itu didalam system kepenjaraan perlakuan terhadap anak didik dilaksanakan dengan sangat tidak manusiawi dan tidak kenal perikemanusiaan, namun hal ini dapat dimaklumi, karena di dalam sistem kepenjaraan mengandung prinsip bahwa para nara pidana merupakan obyek semata-mata.

Kembali kepada tujuan semula dari pidana penjara yang maksudnya adalah untuk melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan.Tetapi pertanyaannya”

Apakah memang demikian kenyataannya ? Apakah masyarakat sudah terlindungi dari kejahatan? dan apakah mantan nara pidana yang sudah kembali kemasyarakat tidak akan melakukan kejahatan lagi ? Singkatnya apakah mereka dapat dijamin untuk tidak menjadi residivist ?

Dari pertanyaan-pertanyaan yang ada itu dan apabila kita hubungkan dengan gambaran perlakuan terhadap paranara pidana tadi, kemungkinan besar pertanyaan tadi tidak terjawab dengan kata “Ya”bahkan keadaanya justru sebaliknya. Kegagalan Sistem Kepenjaraan Penyebabnya ? Sistem Itu sendiri Mengapa ? Tujuan dari sistem kepenjaraan. Karena secara (sistem perlakuan) terhadap konseptual sistem narapidana atau anak didiknya adalah menghendaki agar para kepenjaraan justru narapidana menyadari bahwa bertentangan dengan perbuatan yang pernah tujuan yang dianutnya.dilakukan itu adalah salah dan bertentangan dengan hukum yang berlaku serta dilarang dengan sistem agama yang dianutnya. perlakuan yang tidak apabila mereka sudah mau menyadari maka mereka akan manusiawai justru akan merasa tobat menimbulkan dampak .

Petugas Penjara Masyarakat karena stigma Balas dendam kepada Nara Pidana yang merupakan lingkaran setan terhadap kembali Residivis melakukan kejahatan.

Apa dampak buruknya ? melakukan Tindak pidana Stigma baru Diproses dalam SPP menjadi Nara pidana Kembali. Itulah sebabnya mengapa dikatakan secara konsepsional sistem kepenjaraan bertentangan dengan tujuan yang dianutnya, disatu pihak sistem kepenjaraan bertujuan untuk membuat jera para nara pidana, namun

(25)

dilain pihak tujuan pidana penjara tidak akan tercapai dengan cara memperlakukan mereka dengan cara tidak manusiawi. Dengan istilah lain dapat dikatakan bahwa“jera”

buka merupakan jalan untuk membuat para narapidana menjadi tobat.

Disamping hal tersebut diatas, kegagalan dari sistem kepenjaraan yang menganut prinsip-prinsip “kepenjaraan” masih ada lagi factor lain yang ikut terlibat di dalamnya yaitu:

1. sistem kepenjaraan diterapkan tanpa disertai dengan proses-proses kepenjaraan (tidak adanya pentahapan perlakuan terhadap nara pidana yang sudah benar-benar menunjukkan rasa tobatnya) walaupun pada saat itu sudah dikenal adanya lembaga (Pelepasan Bersarat) namun cara pemberiannya dilakukan dengan cara tidak konsisten.

2. sistem perlakuan yang diterapkan sifatnya kurang mendidik para nara pidana, tapi hanya untuk mengisi sikap apriori dan prejudice masyarakat terhadap nara pidana lebih menambah kegagalan dari sistem kepenjaraan dengan memberikan cap bahwa penjara itu adalah “sekolah tinggi kejahatan”

3. dalam penerapan sistem kepenjaraan tidak memperhitungkan atau tidak mengikut sertakan partisipasi masyarakat dalam sistem perlakuannya (terlalu bersifat individual);

4. Re educatie dan resosialisasi saebagai jiwa dari sistem kepenjaraan di dalam penerapannya justru sama sekali tidak mencerminkan jiwa dari sistem kepenjaraan itu sendiri.

Walaupun demikian, untuk mengatasi kegagalan sebagaimana telah disebutkan diatas, jauh sebelum dikemukakannya konsepsi pemasyarakatan sebagai pengganti dari sistem kepenjaraan, pada tahun 1955 masih diusahakan perbaikan- perbaikan terhadap pelaksanaan sistem kepenjaraan tersebut. Hal ini terbukti dengan diselenggarakannya konferensi para direktur dan pemimpin kepenjaraan di Sarangan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Bahroedin Soerjobroto, sebagai seorang praktisi kepenjaraan pada konferensi tersebut ditunjuk untuk memberi

(26)

preadviesnya. Dalam preadvisnya yang berjudul “ masalah-masalah disekitar pelaksanaan hukuman hilang kemerdekaan dan penutupan-penutupan lainnnya dipenjara” mengatakan:

“ bahwa orang-orang yang oleh hakim dijatuhi hukuman hilang kemerdekaan yang harus segera dijalankan, maka yang selalu menjadi perhatian bagi siterhukum adalah kepentingan keluarganya dan kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena itu dalam memperlakukan siterhukum ke 2 hal tersebut harus selalu diperhatikan. Selain daripada yang telah dikemukakan diatas yang harus mendapatkan perhatian adalah penghidupan keluarga dari seseorang yang terhukum”.

Gagasan (Konsepsi) Pemasyarakatan

Sejak tahun 1945 atau tepatnya setelah perang dunia kedua, perlakuan terhadap nara pidana mendapat perhatian khusus dari kalangan dunia internasioanal, karenadalam perlakuan tersebut berdasarkan pada perikemanusiaan, sehingga tercipta “standart minimum Rules for thetreatment of prisoner,” dan berkembanglah teori-teori daru dalam sistem pembinaan narapidana.

Teori-teori lama seperti retributive punishment memang lebih mudah untuk direseptir bahkan secara langsung dapat meresap pada rasa dan rasio masyarakat, karena pada umumnya jika ada pelanggaran hukum secara spontan hanya ditanggapi dari seginegatifnya saja, sedangkan teori rehabilitasi dan resosialisasi dinegara manapun tentu lebih sukar untuk langsung bisa diterima.

Karena biasa orang baru berpikir mencari jalan untuk merehabilitasi sesudah merasa puas bahwa sipelanggar hukum itu sudah betul-betul menunjukkan tobat dan memang oleh yang berwenang telah dianggap cukup hukumannya yang sifatnya retributif.

Di Indonesia hal yang telah diuraikan diatas tadi, oleh warga masyarakatnya memang sangat dirasakan, karena sebagai Negara yang sudah merdeka, dan juga sebagai Negara hukum, maka dalam hal pelanggaran hukum khususnya sipelanggar hukum (nara pidana) harus juga mendapat perlindungan hukum dari Negara dalam

(27)

rangka mengembalikan mereka ke dalam masyarakat sebagai warga masyarakat yang baik.

Dengan dasar membela dan mempertahankan “hak asasi manusia” pada suatu Negara hukum (sipelanggar hukum harus juga mendapat perlindungan hukum), maka oleh SAHARDJOS.H. (Menteri kehakiman pada saat itu) padatanggal 5 juli 1963 telah dikemukakan suatu gagasan “SISTEM PEMASYARAKATAN”sebagai tujuan dari pidana penjara, yang diucapkan pada pidatonya yang berjudul “PohonBeringan Pengayoman”

pada penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang ilmu Hukum Universitas Indonesia .

Untuk mengetahui lebih lanjut ide yang disampaikan oleh beliau yaitu ada prinsip-prinsip pokok system pemasyarakatan yang disampaikan yaitu:

a. Orang-orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat. Jelas bahwa yang dimaksud disini adalah masyarakat Indonesia yang menuju ketata masyarakat yang adil dan makmur, Bekal hidup bukan hanya berupa financial dan material tetapi yang lebih penting adalah mental fisik (kesehatan) keahlian, keterampilan, hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi dan berguna dalam pembangunan bangsa.

b. Menjatuhkan pidana bukan tindakan balas dendam dari Negara. Maka tidak boleh ada penyiksaan terhadap nara pidana baik yang berupa tindakan (treatment), ucapan, cara perawatan ataupun penempatan.

Satu-satunya derita yang dialami nara pidana hendaknya hanya dihilangkan kemerdekaanya.

c. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Maka kepada nara pidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Nara pidana dapat

(28)

diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan social untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

d. Negara tidak berhak membuatseseorang lebih buruk/lebih jahatdaripada sebelum ia masuk lembaga Untuk itu perlu ada pemisahan antara:

- Yang recidivist dan yang bukan - Yang tindak pidana berat dan ringan - Macam tindak pidana yang dilakukan

- Dewasa, dewasa muda dan anak-anak (LPK dewasa muda di suka miskin) .

- Laki-laki dan wanita

- Orang terpidana dan orang tahanan/titipan.

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari padanya. Adapun yang dimaksud sebenarnya adalah tidak diasingkan secara “culture” bahwa mereka secara bertahap akan dibimbing diluar lembaga (ditengah-tengah masyarakat) itu merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan. Dan memang sistem pemasyarakatan didasarkan pada pembinaan yang “community centered” serta berdasarkan interaktivitas dan inter-disiplinair approarch antara unsur- unsur pegawai, masyarakat dan nara pidana.

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan Negara sewaktu saja. Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan untuk ditujukan kepada pembangunan nasional. Maka harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangungan nasional.

g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila. Maka pendidikan dan bimbingan itu harus berisikan asas-asas yang tercantum

(29)

didalamnya. Kepada nara pidana harus diberikan pendidikan agama serta diberi kesempatan untuk melaksanakan ibadahnya. Harus ditanamkan jiwa kegotong royongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan juga kekeluargaan antar bangsa-bangsa. Kepada nara pidana juga harus ditanamkan rasa persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan Indonesia, musyawarah untuk mencapai mufakat yang positif.

Q. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat Tidak boleh di tunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. Maka petugas pemasyarakatan tidak boleh memakai kata-kata yang dapat menyinggung narapdana khususnya yang berkaitan dengan perbuatannya yang telah lampau yang telah menyebabkan ia masuk lembaga. Segala bentuk “label” yang negative hendaknya sedapat mungkin dihapuskan.

Nara pidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan maka perlu diusahakan supaya narapidana mendapat mata pencaharian untuk kelangsungan hidup keluarganya menjadi tanggung jawabnya, dengan disediakan pekerjaan ataupun dimungkinkan bekerja dan diberi upah untuk pekerjaanya. Sedangkan untuk pemuda dan anak-anak hendaknya disediakan lembaga pendidikan (sekolah) yang diperlukan ataupun yang diberi kesempatan kemungkinan untuk mendapat pendidikan diluar lembaga.

Apabila disimpulkan apa yang disampaikan oleh Sahardjo bahwa pemasyarakatan itu sebagai tujuan dari pidana penjara, dalam tahun 1964 dalam konferensi dinas direktorat Pemasyarakatan hal tersebut telah dirubah menjadi suatu sistem pemasyarakatan.Untuk lebih jelasnya, dimana semenjak tahun1955 arah dari perlakuan terhadap orang-orang hukuman hilang kemerdekaan dan penutupan adalah “Re –educatie” dan “Re-Socialicatie”, dan dalam tahun 1963 telah dirubah sehingga menjadi pemasyarakatan sebagai tujuan dari pidana penjara, maka dalam tahun 1964 hal tersebut dinyatakan pula sebagai “Sistem Pembinaan” .

(30)

Dari perubahan-perubahan pemikiran tentang nara pidana diatas, ada hal yang sangat disayangkan, yakni perubahan-perubahan tadi yang bermaksud mulia tidak sekaligus disertai dengan perubahan landasan hukumnya. Dengan kata lain walaupun sistem kepenjaraan telah diganti dengan sistem pemasyarakatan akan tetapi landasan hukumnya masih tetap jaman hindia Belanda, yaitu berlandaskan Gestichten Reglement Stbl. 1971 No 708 yang seharusnya menjadi dasar hukum bagi sistem kepenjaraan. Sehingga sistem pemasyarakatan pada saat itu tidak bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan

.

SISTEM PEMASYARAKATAN

Ide Pemasyarakatan sebagaimana dicita-citakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia pada akhirnya pada tahun 1995 disahkan satu instrument yang penting dalam rangka pemasyarakatan yaitu disahkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatandalam Lambaran Negara Nomor 77Tahun 1995.

Pokok-pokok isi dari undang- undang tersebut adalah Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tersebut lahir atas pertimbangan bahwa:

1. perlakuan terhadap warga binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang merupakan bagian akhir dai sistem pemidanaan;

sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana lagi sehingga dapat diterima kembali di masyarakat, aktif dalam pembangunan dan sebagainya.

2. dasar-hukum yang dipakai dalam rangka proses pemasyarakatan pada sistem kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatn berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Pemasyarakatan: Adalahkegiatan untuk malakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana;

3. Fungsi Sistem Pemasyarakatan adalah untuk menyiapkan wargabinaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,

(31)

sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab (pasal 3 ).

4. Lembaga:Lapas:Lembaga Pemasyaratan BAPAS: Balai Pemasyarakatan Lapas dan Bapas didirikan disetiap Ibukota Kabupaten atau kotamadya. Dan jika dipandang perlu dapat didirikan pula cabang ditingkat kecamatan dan kota administrative.

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN yaitu yang dimaksud adalah Narapidana, anak didik pemasyarakatan dan KlienPemasyarakatan.

Narapidana Yang dimaksud adalah orang yang menjalani pidana hilang kemerdekaan. Ada kewajiban untuk mendafatar terpidana yang diterima di LAPAS dalam rangka mengubah status terpidana menjadi nara pidana. Pendaftaran yang dimaksud meliputi:

1. Pencatatan: Jati diri, Putusan pengadilan dan barang-barang serta uang yang dibawa.

2. Pemeriksaan kesehatan;

3. Pembuatan pas foto

4. Pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima terpidana.

Hak-hak Narapidana didalam LAPAS. Nara pidana dalam menjalani pidananya di LAPAS berhak:

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya;

2. Mendapat perawatan,baik perawatan rohani maupun jasmani;

3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

5. Menyampaikan keluhan;

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

7. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilaksanakan;

8. Menerima kunjungan keluarga,penasehat hukum, orang-orang tertentu;

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

(32)

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

11. Mendapatkan pembebesan bersyarat;

12. Mendapatkan cuti menjelang bebas;

13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku (hak pilih dalam pemilu dan sebagainya).

(33)

PELAJARAN 3

Hukuman/Pidana MenurutHukum PositifKitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)/(Wvs)

PENDAHULUAN

Pada level kompetensi ini mahasiswa mempunyai kemampuan menjelaskan tentang Hukuman/Pidana menurut hukum Positif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KUALITAS MATERI PERKULIHAN

A. JUDUL MATERI PERKULIAHAN : tentang Hukuman/Pidana menurut hukum Positif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

B. SUB-SUB MATERI PERKULIHAN : 3. Sistem kepenjaraan

4. Sistem (gagasan) Pemasyarakatan.

R. TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan mempelajari Penologi diharapkan mahasiswa dapat memperoleh impromasi yang seluas-luasnya mengenai sistem kepenjaraan dan sistem (gagasan) Pemasyarakatan di Indonesia.

J. INDIKATOR HASIL EVALUASI PEMBELAJARAN

5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Sistem Kepenjaraan dan Sistem (gagasan) Pemasyarakaatani di Indonesia

6. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ruang lingkup Pemasyarakatan 7. Mahasiswa dapat menjelaskan eksistensi dan tujuan Pemasyarakatan 8. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan, pesamaan, dan keterkaitan

Penologi dengan Pelaksanaan Pemasyarakatan.

S. METODE DAN STRATEGI PROSES PEMBELAJARAN

- Metode Perkuliahan yaitu Problem Based Learning (PBL) pusat pembelajaran ada pada mahasiswa. Metode yang diterapkan adalah

“belajar” (Learning) bukan “mengajar” (Teaching).

(34)

- Strategi pembelajaran : kombinasi pertemuan tatap muka 50 %

(menjelaskan materi kuliah) dan tutorial 50 % ( kemampuan mahasiswa berdiskusi dalam menulis tugas-tugas).

- Media instruksional dengan media yang ada dimanfaatkan seperti media papan tulis, computer, LCD.

- Cara mengajar dosen dengan power point slide dan secara manual.

- Cara belajar mahasiswa dalam mata kuliah kriminologi sesuai dengan dalam Buku Ajar

Hukuman/Pidana MenurutHukum PositifKitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)/(Wvs)

Menetapkan jenis-jenis pidana sebagaimana yang disebutkan dalampasal 10 KUHP yang mana didalam pasal tersebut diatur dua jenis pidana yaitu: Pidana Pokok dan Pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari empat jenispidana sedangkan pidana tambahanterdiri dari tiga jenis pidana.

Pidana Pokok meliputi:

1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara 3. Pidana Kurungan;

4. Pidana Denda.

Pidana Tambahan meliputi:

1. Pencabutan beberapa hak- hak tertentu

2. perampasan barang- barang tertentu

3. putusan hakim

(35)

Namun KUHP yang sekarang masihberlaku sebenarnya sudah sering sekaliakan dilakukan revisi, namun sampaisekarang ternyata hasil revisi tersebutmasih terjadi kontroversi sehinggabelum dapat di sahkan menjadi KUHPbaru yang berjiwa asli Indonesia. Sebagai perbandingan jenishukuman antara KUHP sekarangdengan beberapa RUU KUHP makaakan disampaikan jenis-jenis pidanamenurut RUU KUHP.Jenis-jenis Pidana menurut pasal304 Rancangan KUHP timpengkajian tahun 1982/1983 yaitusebagai berikut:

Jenis-jenis Pidana menurut pasal 304 Rancangan KUHP tim pengkajian tahun 1982/1983 yaitu sebagai berikut:Ayat (1). Pidana Pokok adalah: Ke-1. Pidana Pemasyarakatan; Ke-2. Pidana Tutupan; Ke-3. Pidana Pengawasan; Ke-4.

Pidana Denda.Ayat (2) Urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringannya pidana.Ayat (3) Pidana tambahan adalah: Ke-1.Pencabutan hak-hak tertentu; Ke-2. Perampasan barang-barang tertentu dan tagihan; Ke-3.

Pengumuman Putusan hakim; Ke-4. Pembayaran Ganti kerugian; K-5.

Pemenuhan kewajiban Adat.Ayat (4). Pidana Mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus.

Dalam RUU KUHP baru hasil penyempurnaan tim intern departemen Kehakiman disebutkan sebagai berikut: Pasal 68Pidana pokok terdiri dari:

Pidana Penjara; Pidana tertutup; Pidana Pengawasan; Pidana Denda; Pidana kerja social.Urutan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menentukan berat ringannya pidana.Pasal 69Pidana mati merupakan pidana pokok yang bersifat khusus.Pasal 70Pidana tambahan Pemenuhan kewajiban adaptterdiri atas: Pencabutan hak tertentu; Perampasan barang-barang tertentu dan atau tagihan; Pengumuman putusan hakim Pembayaran ganti kerugian;

Ad. Pidana MatiYang menarik untuk dipahamiadalah pidana mati

bahwa yangdalam RUU disebut sebagai pidanapokok yang bersifat

(36)

khusus.Penerapan pidana mati dalampraktek sering menimbulkankontroversi diantara yang setujudengan yang tidak.

Bagaimanapun pendapat yang tidak setuju adanyapidana mati, namun kenyataan yuridis formalpidana mati memang ada dan dibenarkan.Setidaknya kurang lebih 15 orang telah dijatuhipidana mati kerena melakukan tindak pidana.Untuk lebih lanjut membahas mengenai hukumanmati ini, maka akan lebih baik kalau melihat RUUKUHP sebagai Ius Constituendum. Hal-hal yangperlu di ketahui antara lain sebagai berikut:Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembakdengan menembak terpidana sampai mati;

Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan menembak terpidana sampai mati; Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan di muka umum;• Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak dibawah umur delapan belas tahun;• Pelaksanaan pidana mati pada wanita hamil atau orang sakit jiwa, ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut.• Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan dari presiden; Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama sepuluh tahun, jika: Reaksi masyarakat www.sesukakita.wordpress tidak terlalu terhadap terpidana.

Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk memperbaiki, Kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting; Ada alasan yang meringankan.• Jika terpidana selama percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dengan keputusan menteri kehakiman.

Jika terpidana selama percobaan tidakmenunjukkan sikap dan perbuatan

yang terpujiserta tidak ada harapan untuk memperbaikimaka, pidana mati

(37)

dapat dilakukan atasperintah jaksa agung;Jika setelah permohonan grasi ditolak,pelaksanaan pidana mati tidak dilaksanakanselama sepuluh tahun bukan karena terpidanamelarikan diri maka pidana mati tersebut dapatdiubah menjadi pidana seumur hidup dengankeputusan menteri kehakiman.

Dari ketentuan tersebut dapatdilihat bahwa dalam RUU KUHPterjadi pengenduran, memanghal ini seharusnya terjadi karenaIus Constituendum harus lebihbaik dari Ius Konstitutum. Pidana PenjaraPidana penjara merupakan jenispidana yang dalam undang-undangditentukan maksimal umum danminimal umum, maksimal umumseperti yang diatur dalam KUHPadalah 15 tahun dan minimal umumadalah 1 hari.

Pidana penjara sebagaimana diaturdalam RUU KUHP yaitu sebagaiberikut:

1. Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu. Waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 tahun dan paling singkat 1 hari , kecuali ditentukan minimum khusus;

2. Jika dapat dipilih antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup;

atau jika ada pemberatan pidana yang dijatuhi pidana penjara lima belas tahun berturut-turut,maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun berturut-turu;

3. Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana kurang sepuluh tahun pertama dengan berkelakuan baik, menteri kehakiman dapat mengubah sisa pidana tersebut menjadi pidana penjara lpaling lama lima belas tahun.

4. Pelepasan bersyarat;

(38)

1. Pidana Kurungan Ini merupakan hukuman yang lebih ringan dari hukuman penjara, hal ini diatur dalam pasal 18 sampai 29 KUHP.

Minimal umum untuk hukuman kurungan adalah 1 hari (pasal 18 ayat(1)) dan maksimal umum adalah 1 tahun tetapi kurungan dapat ditambah menjadi 1 tahun 4 bulan jika:• terjadi perbarengan perbuatan pidana;• pengulangan perbuatan pidana;• sebagaimana diatur dalam pasal 52 (pekerjaan istimewa bagi pegawai negeri) dan 52a.

2. Apa bedanya PidanaKurungan denganPidana Penjara ? Hukuman kurungan memiliki perbedaandengan hukuman penjara yaitu:

1. Hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara dimana saja, sedangkan hukuman kurungan hanya boleh dilaksanakan di dalam penjara dimana dia diputuskan oleh hakim;

2. orang yang dihukum penjara bekerja lebih berat disbanding dengan orang yang menjalani hukuman kurungan;

3. orang yang dihukum kurungan memiliki hak pestol yaitu hak untuk memperbaiki keadaanya dengan biaya sendiri sedangkan kalau penjara tidak.

Pidana TutupanPidana tutupan ada beberapa bentukdalam undang- undang diluar KUHP,misalnya penutupan seluruh atausebagian perusahaan milik terpidana,pidana tata tertib yang bisa meliputipenempatan perusahaan siterhukum,kewajiban pembayaran uang jaminan.Dan lain –lain hal ini seperti diaturdalam UUTPE (undang-undang tindakpidana Ekonomi) .

Pidana Pengawasan.Pidana pengawasanmerupakan jenis pidanabaru yang

belum diaturdalam KUHP sekarang,namun dalam RUU KUHPsudah mulai

(39)

dimasukkan.Pidana pengawasan tidakdapat begitu saja dilakukan, namun harus memenuhibeberapa persyaratan.

Adapaun hal-hal yang perlumendapat perhatian adalah sebagaiberikut:

- Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana yang dinacam dengan pidana penjara tujuh tahun;

- dapat dijatuhkan kepada terdakwa mengingat keadaan pribadi dan perbuatannya, dengan syarat- syarat:

- terpidana tidak akan melakukan tindak pidana; dan

- terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan, harus mengganti seluruh atau sebagaian kerugian yang timbul oleh tindak pidana yang dilakukan, serta

- terpidana harus melakukan perbuatanatau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.

Pengawasan dapat dilakukan oleh pejabat Pembina dari departemen kehakiman yang dapat dimintakan bantuan kepada pemerintah daerah, lembaga social atau orang lain;• pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang pengawasanapabila terpidana melanggar hukum. Namun jika terpidana berkelakuan baik maka dapat diperpendek masa pengawasannya.

Pidana Tambahan Pidana tambahan yang diaturdalam KUHP sekarang

masihsangat sempit sehingga dalamRUU pidana tambahan inimenjadi luas

sekali. Namun yang menarik untuk disimakdiantaranya adalah:Pidana

Perampasan barang-barang tertentudan atau tagihanPidana tambahan ini

dapatdijatuhkan tanpa dijatuhkannyapidana pokok , artinya dapat berdiri

(40)

sendiri, dalam hal ancaman pidana penjara tidak lebih dari tujuh tahun atau karena terpidana hanya dikenakan hukuman tindakan.

Pidana Pengumuman putusan hakimJenis pidana tambahan ini jugatermasuk jenis pidana baru yangmana diperintahkan supaya putusanhakim dapat diumumkan maka ditetapkan cara-cara melaksanakan perintah tersebut dalam jumlah biaya pengumuan yang ditanggung oleh terpidana.

Pemenuhan KewajibanadatBeberapa hal dapat dikemukakanberkaitan

dengan pidana tambahan ini,dalam putusan dapat ditetapkan pemenuhan adapt

setempat, utamanyajika tindak pidana yang dilakukanmenurut adapt setempat

seseorangpatut dipidana walaupun perbuatantersebut tidak diatur dalam

undang-undang.

(41)

 134.

139. Dalam Hukum PidanaIndonesia Dalam hukum pidana Indonesia ada beberapa teori yang dianut berkaitan dengan gabungan hukuman ini.

Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

 140. Teori Penyerapan BiasaMenurut teori ini, yang terdapat dalam pasal 63 KUHP hanya satu aturan pidana yang diterapkan yaitu hukuman yang peling berat hukuman pokoknya, apabila suatu perbuatan diancam dengan beberapa aturan pidana.Contohnya: orang membunuh dengan menembak dibelakang kaca, jadi tindakkanya adalah membunuh (pasal 339)dan merusak barang (pasal 406) maka yang diterapkan adalah pasal 339.

www.sesukakita.wordpress 141 .com

 141. Teori Penyerapan Keras Menurut teori ini, dalam hal gabungan perbuatan nyata yang diancam dengan hukuman pokok yang sejenis, hanya satu hukuman saja yang dijatuhkan, dan hukuman bisa diberatkan dengan tambahan sepertiga dari maksimum hukuman terberat.

www.sesukakita.wordpress 142 .com

 142. Teori Berganda yangdikurangiTeori ini hampir sama dengan teori penyerapan keras yang bersumber dari pasal 65 dan 66 KUHP. Menurut teori ini yang tercantum dalam pasal 65 ayat(2), semua hukuman dapat dijatuhkan, tetapi jumlah keseluruhannya tidak boleh melebihi batas maksimum umum ditambah sepertiganya. Bedanya dengan teori penyerapan keras adalah dalam teori ini tidak perlu adanya hukuman pokok yang sejenis.

www.sesukakita.wordpress 143 .com

(42)

 143. Teori Berganda BiasaMenurut teori ini, semua hukuman dijatuhkan

tanpa dikurangi. Ini dianut dalam pasal 70 ayat (1) yang berbunyi: Jika ada

gabungan secara yang termaksud dalam pasal 65 dan 66 antara pelanggaran

dengan kejahatan, atau antara pelanggaran dengan pelanggaran maka

dijatuhkan hukuman bagi tiap-tiap pelanggaran itu dengan tidak

dikurangi.Untuk pelanggaran maka hukuman kurungan tidak boleh lebih dari

satu tahun empat bulan dan kurungan pengganti tidak boleh dari delapan

bulan. www.sesukakita.wordpress 144 .com

(43)

Anak didik Pemasyarakatan yang dimaksud dengan anak didik pemasyarakatan adalah sebagaimana di sebutkan dalam pasal 1 butir ke 8 terdiri dari

:

1. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

2. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun;

3. Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Anak didik pemasyarakatan sebagaimana dimaksud diatas juga wajib didaftar seperti narapidana dengan maksud yang sama mengubah status dan tata caranyapun sama dengan nara pidana. Hak-hak anak didik pemasyarakatan mengenai hak-hak dari anak didik pemaysrakatan didalam LAPAS anak adalah sama kecuali huruf g yaitu menyangkut hak untuk mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, karena kalau anak diberi upah maka akan terjadi persepsi mempekerjakan anak dibawah umur yang akan melanggar konvensi internasional tentang perlindungan anak. Anak-anak tersebut hanya diberikan latihan kerja bukan bekerja.

Klien Pemasyarakatan Kliem pemasyarakatan adalah seseorangyang berada dalam bimbingan BAPAS Setiap klien yang masuk didalam BAPAS wajib didaftar tetapi bukan dalam rangka merubah status tetapi guna tertib administrasi.

Klien sebagai mana dimaksud adalah terdiri dari:

a. Terpidana bersyarat;

b. Narapidana, anak pidana, dan anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat (bebasnya narapidana setelah menjalani pidananya sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya dengan ketentuan 2/3 tersebut tidk kurang dari 9 bulan) atau cuti menjelang bebas (cuti yang diberikan kepada narapidana yang telah menjalani hukuman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengembangan menunjukkan Buku ajar Pengantar Pendidikan terdiri dari: (1) bagian pendahuluan; halaman sampul, prakata, dan daftar isi; (2) bagian isi dengan

Laporan tulisan 10% 11 secara sederhana mampu menjelaskan dan mengaplikasikan dasar-dasar ulumul hadis dalam studi sanad Prosedur/metode studi sanad hadis Info search,

Data mengenai kualitas modul mata kuliah mekanika berdasarkan analisis kompetensi dilihat dari isi, penyajian dan kebahasaan diperoleh dari validator (dosen

 Demensia didefinisikan oleh penurunan kognitif dari tingkat sebelumnya lebih tinggi dari fungsi dan dimanifestasikan dengan gangguan memori dan dari dua atau lebih

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) mata kuliah TIK di Program Studi PGPAUD belum memiliki bahan ajar utama dalam perkuliahan (2) secara mandiri,

Melalui kerja kelompok kecil (satu kelompok paling banyak 5 mahasiswa, anggota kelompok harus BERBEDA dengan kelompok pada tugas I dan II) menggali informasi mengenai tipe

Analisis Real merupakan salah satu matakuliah inti pada program studi pendidikan matematika Unmuh jember, mata kuliah Analisis Real merupakan salah satu matakuliah yang diajarkan pada

Pertumbuhan adalah proses bertambahnya jumlah protoplasma sel pada suatu organisme yang disertai dengan pertambahan ukuran, berat dan jumlah sel yang bersifat tidak dapat kembali pada