• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN TESIS. oleh RAMZIL HADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN TESIS. oleh RAMZIL HADI"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN

UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI

KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

oleh

RAMZIL HADI 137003053

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

DI KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

oleh

RAMZIL HADI 137003053

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI

KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

Nama Mahasiswa : Ramzil Hadi Nomor Pokok : 137003053

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si) Ketua

(Ir. Supriadi, MS) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam,SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Drs. Erman Munir, M.Sc)

Tanggal Lulus: 08 Mei 2015

(4)

Telah diuji pada Tanggal: 08 Mei 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Anggota : 1 . Ir. Supriadi, MS

2 . Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3 . Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak,CA 4 . Dr. Drs. Rujiman, MA

(5)

Materai 6000

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN

TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Mei 2015 Penulis,

Ramzil Hadi

(6)

` ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN UNTUK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

ABSTRAK

Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam penggunaannya untuk mendukung kehidupan manusia.

Salah satu bentuk penggunaan lahan adalah penggunaan untuk permukiman.

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk maka aktivitas pembangunan pun meningkat termasuk di bidang pengembangan permukiman. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk pengembangan permukiman. Keterbatasan kemampuan lahan menunjukan perbedaan penggunaan setiap lahan. Kecamatan Tapaktuan dengan ketersediaan lahan budidaya yang terbatas hanya 34 % dari luas keseluruhan wilayah merupakan ibukota Kabupaten Aceh Selatan dan menampung jumlah penduduk terbesar kedua di Kabupaten Aceh Selatan yaitu 23.100 jiwa. Pertimbangan kemampuan dan kesesuaian lahan sangat dibutuhkan agar pengembangan permukiman di Kecamatan Tapaktuan menjadi terarah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkatan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk permukiman dari faktor pembatas fisik lahan. Adapun faktor pembatas fisik lahan yang dikaji dalam analisis adalah kemiringan lereng, morfologi, topografi, curah hujan, jenis tanah, hidrologi, geologi, dan litologi.

Semua faktor tersebut membentuk satuan kemampuan lahan morfologi-kestabilan lereng, kestabilan pondasi, drainase, kerentanan terhadap gerakan tanah dan ketersediaan air. Hasil analisis menunjukan 5 (lima) kelas kemampuan lahan di Kecamatan Tapaktuan yang dibagi 3 (tiga) zonasi yaitu kawasan kemungkinan (pengembangan) dengan luas 404,68 Ha, kawasan kendala seluas 2.087,45 Ha dan kawasan limitasi (lindung dan penyangga) seluas 7.578,23 Ha. Kondisi eksisting penggunaan lahan di Kecamatan Tapaktuan menunjukan terdapat penggunaan lahan untuk permukiman di kawasan yang tidak diperkenankan untuk permukiman seluas 17,15 Ha. Hasil analisis korelasi Pearson Product Moment antara faktor yang melandasi pemilihan lokasi bermukim oleh masyarakat di Kecamatan Tapaktuan dengan pengembangan permukiman menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor fisik lahan, ketersediaan fasilitas dan harga tanah/lahan dengan pengembangan permukiman. Tingkat hubungannya yang rendah berarti terdapat faktor lain yang lebih dominan. Bertolak dari hasil analisis dalam penelitian ini maka prioritas utama pengembangan permukiman di Kecamatan Tapaktuan diarahkan ke kawasan kemungkinan(pengembangan). Dan selanjutnya diarahkan secara selektif berdasarkan faktor pembatas fisik lahan ke kawasan kendala. Agar arah pengembangan permukiman sesuai dengan kemampuan lahan maka diperlukan kebijakan antara lain pembangunan infrastruktur pendukung permukiman di kawasan kemungkinan, pembangunan infrastruktur yang dapat mengatasi hambatan fisik di kawasan kendala, pemberian kemudahan perizinan dan pengurangan biaya yang berkaitan dengan lahan seperti biaya pembuatan akta jual beli dan BPHTB di kawasan kemungkinan, mencabut izin penggunaan lahan untuk permukiman di kawasan penyangga dan lindung dan relokasi untuk permukiman di lahan yang tidak sesuai.

Kata kunci: Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan, Pemilihan Lokasi Lahan Bermukim

(7)

THE ANALYSIS OF LAND CAPABILITY

FOR RESIDENTIAL DEVELOPMENT IN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN

ABSTRACT

Land is one of natural resources which plays a very important role in human lives.

One of its use is for residence. As population grows, the construction is also increased including residential development. As the result, the needs of land for residence is increased. Limited land capability shows different use for each land.

Tapaktuan district which has limited land for cultivation (34% of total area) is the capital city of South Aceh regency and it accommodates the second biggest population in South Aceh regency with a population of 23,100 people.

Consideration for both land capability and suitability are required in order to achieve directional development of residence in Tapaktuan. This research is conducted to know the level of land capability and suitability for residence using land physical limitation factors. Land physical limitation factors discussed in this research are slope, morphology, topography, precipitation, soil types, hydrology, geology, and lithology. Those factors form land capability units of stable slope- morphology, foundation stability, drainage, vulnerability against ground movement and water availability. The analysis result shows 5 (five) classes of land capability in Tapaktuan which are divided into 3 (three) zoning areas namely probability zone for development in the area of 404.68 Ha, constraint zone in the area of 2,087.45 Ha and limited development zone (conservation and buffer zones) in the area of 7,578.23 Ha. Existing condition of land-use in Tapaktuan shows the amount of land which is not allowed to be used as residence for 17.15 Ha in wide. Pearson Product Moment correlation analysis result between factors underlying site selection for residential buildings by society in Tapaktuan and residential development indicates the significant correlation between physical factors of land, availability of facilities, soil/land prices and residential development. This low level of correlation indicates another factor which is more dominant. From the result of this research, the main priority of Tapaktuan residential development is directed to probability zone for development. Then, it is directed selectively to constraint zone based on land physical limitation factors.

In order to obtain residential development direction which is based on land capability, policy is required such as developing the infrastructure that supports and overcomes physical obstacles in residence of constraint zone, providing ease of licensing and reducing cost regarding with land such as deed of sale and purchase, Acqusition Levy of Right of Land and Building (BPHTB) in probability zone for development area, license revocation for residential in conservation and buffer zones, also residential relocation of unsuitable land.

Key words: Land Capability, Land Suitability, Site Selection for Residence and Residential Development.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadhirat Rabb alam semesta yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini untuk memenuhi syarat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini berkat adanya bantuan moril dan materil serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Subhihar, MA, Ph.D selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Drs. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing.

5. Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.

6. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak,CA, selaku Komisi Pembanding/

Penguji.

7. Bapak Dr. Drs. Rujiman, MA, selaku Komisi Pembanding/Penguji.

8. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan membagi pengalamannya.

9. Seluruh karyawan/karyawati Sekretariat Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10. Semua rekan satu angkatan, yang telah melalui masa kebersamaan selama perkuliahan dan senantiasa memberi sumbangsih, saran dan masukan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Mei 2015 Penulis,

Ramzil Hadi

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……… iv

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah………. 1

1.2. Rumusan Masalah……….………. 5

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian………..……. 5

1.4. Manfaat Penelitian………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..……….. 7

2.1. Landasan Teoritis………..……….. 7

2.1.1. Sumber Daya Lahan………... 7

2.1.2. Aspek Fisik Dasar Lahan……… 7

2.1.3. Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya……… 8

2.1.4. Kemampuan Lahan………. 11

2.1.5. Klasifikasi Kemampuan Lahan………... 11

2.1.6. Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan……… 13

2.1.7. Permukiman………..…...………... 15

2.1.8. Lahan Permukiman... 16

2.1.9. Pemilihan Lokasi Lahan Permukiman……… 20

2.1.10. Pengembangan Permukiman……….. 22

2.1.11. Sistem Informasi Geografis……… 25

2.1.12. Tumpang Susun(Overlay)……... 26

2.2. Penelitian Terdahulu………..………. 26

2.3. Hipotesis Penelitian.……… 29

2.4. Variabel Penelitian……….. 30

2.5. Kerangka berpikir……… 30

BAB III METODE PENELITIAN……….………... 33

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 33

3.2. Jenis Penelitian.………..……….. 33

3.3. Definisi Operasional Variabel ………. 34

3.4. Model Analisis ……… 35

3.4.1. Analisis Kemampuan Lahan………... 35

3.4.2. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan... 38

3.4.3. Analisis Pemilihan Lokasi Lahan Bermukim... 41

3.5. Pembobotan dan Skoring ……… 47

3.5.1. Pembobotan dan Skoring Penentuan Fungsi Lahan…….. 47

3.5.2. Pembobotan dan Skoring Satuan Kemampuan Lahan……… 48

(10)

v

3.5.3. Penilaian Kesesuaian Lahan Permukiman………. 49

3.5.4. Pembobotan dan Skoring Kuesioner……….. 50

3.6. Data dan Peralatan………... 51

3.6.1. Teknik Pengumpulan Data………... 52

3.6.2. Pengolahan dan Penyajian Data……….. 52

3.6.3. Peralatan……….. 53

3.7. Teknik Pengambilan Sampel………... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 56

4.1. Hasil Penelitian……… 56

4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Tapaktuan……… 56

4.1.1.1. Kependudukan ……….. 59

4.1.1.2. Perekonomian………. 61

4.1.1.3. Infrastruktur………... 63

4.1.1.3.1. Fasilitas Pendidikan………. 63

4.1.1.3.2. Fasilitas Kesehatan..………. 64

4.1.1.3.3. Fasilitas Transportasi ……..……… 65

4.1.1.3.4. Jaringan Listrik dan Telepon …….. 67

4.1.1.3.5. Jaringan Air Bersih……….. 69

4.1.1.4. Karakteristik Aspek Fisik Dasar Lahan……… 70

4.1.1.4.1. Morfologi……….. 70

4.1.1.4.2. Topografi……….. 73

4.1.1.4.3. Kemiringan Lereng……….. 75

4.1.1.4.4. Jenis Tanah……… 77

4.1.1.4.5. Hidrologi………... 79

4.1.1.4.6. Klimatologi/Curah Hujan…………. 81

4.1.1.4.7. Kerentanan Bencana………. 84

4.1.1.4.8. Geologi dan Litologi ………...……. 86

4.1.1.4.9. Penggunaan Lahan Eksisting……… 90

4.1.2. Perkembangan Permukiman di Kecamatan Tapaktuan... 94

4.1.3. Analisis Kemampuan Lahan untuk Permukiman………. 97

4.1.3.1. Penentuan Fungsi Lahan……….. 97

4.1.3.2. Kemampuan Lahan untuk Permukiman………… 101

4.1.3.2.1. Satuan Kemampuan Lahan Morfologi-Kestabilan Lereng………... 101

4.1.3.2.2. Satuan Kemampuan Lahan Drainase… 107 4.1.3.2.3. Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air………... 110

4.1.3.2.4. Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi……… 113

4.1.3.2.5. Satuan Kemampuan Lahan Kerentanan Terhadap Bencana………. 116

4.1.4. Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan untuk Permukiman………... 126

4.1.5. Pemilihan Lokasi Lahan Bermukim..……… 129

4.1.5.1. Uji Validitas……….. 129

4.1.5.2. Uji Reliabilitas……….. 132

(11)

vi

4.1.5.3. Identitas Responden……….. 133

4.1.5.3.1. Responden Menurut Jenis Kelamin….. 133

4.1.5.3.2. Responden Menurut Umur……… 134

4.1.5.3.3. Responden Menurut Pendapatan Rata-rata Perbulan………. 135

4.1.5.3.4. Responden Menurut Pekerjaan………. 135

4.1.5.3.5. Responden Menurut Pendidikan……... 136

4.1.5.3.6. Responden Menurut Lama Tinggal….. 137

4.1.5.3.7. Responden Menurut Status Kepemilikan Lahan……….. 137

4.1.5.4. Frekuensi Jawaban Responden………. 138

4.1.5.4.1. Variabel Faktor Fisik Lahan…………. 138

4.1.5.4.2. Variabel Faktor Ketersediaan Fasilitas.. 143

4.1.5.4.3. Variabel Faktor Harga Tanah/Lahan… 147 4.1.5.4.4. Variabel Pengembangan Permukiman.. 149

4.1.5.5. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment ….. 151

4.1.5.6. Pengujian Signifikansi Korelasi dan Hipotesis Penelitian……….. 153

4.2. Pembahasan……….. 155

4.2.1. Klasifikasi Kemampuan Lahan untuk Permukiman…….. 155

4.2.2. Kesesuaian Penggunaan Lahan untuk Permukiman…….. 157

4.2.3. Daya Dukung Kelas Kemampuan Lahan untuk Permukiman………... 159

4.2.4. Pemilihan Lokasi Lahan Bermukim.………. 161

4.2.5. Arah Pengembangan Permukiman di Kecamatan Tapaktuan………... 163

BAB V PENUTUP………. 168

5.1. Kesimpulan……….. 168

5.2. Saran……… 170

DAFTAR PUSTAKA……….……… 173

LAMPIRAN 1..……….. 177

LAMPIRAN 2..……….. 182

LAMPIRAN 3..……….. 186

LAMPIRAN 4..……….. 190

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Kriteria Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya ………... 10

2.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan……….. 12

2.3. Kriteria Lokasi Peruntukan Permukiman……… 14

2.4. Klasifikasi dan Kriteria Kemiringan Lereng untuk Permukiman…….. 17

2.5. Kelas dan Kriteria Lama Penggenangan atau Banjir untuk Permukiman……….. 18

2.6. Kelas dan Kriteria Drainase untuk Permukiman………... 18

2.7. Kelas dan Kriteria Tingkat Pelapukan Batuan untuk Permukiman... 19

3.1. Definisi Operasional Variabel………. 34

3.2. Instrumen Ukur Kuesioner Penelitian…….………... 41

3.3. Nilai Koefisien Korelasi ………... 46

3.4. Penilaian Kriteria dan Nilai Penentuan Fungsi Lahan……… 47

3.5. Klasifikasi Lokasi Peruntukan Permukiman………... 50

3.6. Penilaian Skala Likert……….. 51

3.7. Jumlah sampel dengan alokasi proporsional ...………... 55

4.1. Jarak Gampong dari Ibukota Kecamatan dan dari Ibukota Kabupaten Tahun 2013……… 58

4.2. Perkembangan Penduduk Kecamatan Tapaktuan Menurut Gampong Tahun 2010 – 2013……… 59

4.3. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……… 60

4.4. Jumlah Rumah Tangga Menurut Lapangan Usaha Utama Kepala Keluarga Tahun 2013……….. 61

4.5. Jumlah Sekolah Umum Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……… 63

4.6. Jumlah Sekolah Agama Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……… 64

4.7. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……. 65

(13)

viii

4.8. Jenis Jalan Utama Tiap Gampong di Kecamatan Tapaktuan

Tahun 2013………. 66 4.9. Jenis Sarana dan Prasarana Perhubungan di Kecamatan

Tapaktuan Tahun 2013………….………... 67 4.10. Jumlah Rumah Tangga dan Bangunan Menurut Pemakaian

Alat Penerangan yang Digunakan di Kecamatan Tapaktuan

Tahun 2013………. 68 4.11. Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum

di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……… 70 4.12. Luas Lahan Wilayah Kecamatan Tapaktuan berdasarkan

Kondisi Morfologi……….………. 71 4.13. Luas Lahan Wilayah Kecamatan Tapaktuan berdasarkan

Kondisi topografi………. 73 4.14. Luas Lahan Wilayah Kecamatan Tapaktuan berdasarkan

Kondisi Kemiringan Lahan………..….. 75 4.15. Luas Lahan Menurut Jenis Tanah di Kecamatan Tapaktuan………….. 77 4.16. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kecamatan Tapaktuan………… 79 4.17. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan dan Rata-rata Curah Hujan

di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2013……… 82 4.18. Lokasi Rawan Bencana Gerakan Tanah Kecamatan Tapaktuan……… 84 4.19. Kejadian Bencana Gerakan Tanah/Longsor di Kecamatan

Tapaktuan Tahun 2014……… 86 4.20. Jenis Batuan yang terdapat di Kecamatan Tapaktuan………. 87 4.21. Pola Penggunaan Lahan di Kecamatan Tapaktuan………. 90 4.22. Rincian penggunaan lahan permukiman di Kecamatan Tapaktuan

Tahun 2013………... 91 4.23. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Eksisting di Kecamatan

Tapaktuan……… 92 4.24. Luas Lahan untuk Bangunan/Perumahan dan Jumlah

Unit Rumah di Kecamatan Tapaktuan Tahun 2012-2013………..…… 96 4.25. Nilai Faktor Pembatas Penentuan Fungsi Lahan……….………… 99

(14)

ix

4.26. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Morfologi

Kecamatan Tapaktuan………. 102

4.27. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng Kecamatan Tapaktuan………. 104

4.28. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Drainase Kecamatan Tapaktuan……… 108

4.29. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air Kecamatan Tapaktuan………. 112

4.30. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi……… 114

4.31. Tingkatan Satuan Kemampuan Lahan Kerentanan Terhadap Gerakan Tanah Kecamatan Tapaktuan …….……….. 118

4.32. Perkalian Nilai dan Bobot Seluruh Satuan Kemampuan Lahan……… 121

4.33. Zonasi Kemampuan Lahan Kecamatan Tapaktuan…………..……….. 124

4.34. Penggunaan Lahan untuk Permukiman di Setiap Zonasi/Kawasan….. 127

4.35. Penggunaan Lahan Eksisting Pada Setiap Zona/Kawasan……… 129

4.36. Hasil Uji Validitas Item Pernyataan Setiap Variabel………. 131

4.37. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner……….. 133

4.38. Responden Menurut Jenis Kelamin………. 134

4.39. Responden Menurut Umur……….. 134

4.40. Responden Menurut Pendapatan Rata-Rata Perbulan………. 135

4.41. Responden Menurut Pekerjaan……… 136

4.42. Responden Menurut Pendidikan……….. 136

4.43. Responden Menurut Lama Tinggal……… 137

4.44. Responden Menurut Status Kepemilikan Lahan……… 137

4.45. Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan yang Terdapat Dalam Variabel Faktor Fisik Lahan (Pernyataan 1-Pernyataan 7)……… 139

4.46. Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan yang Terdapat Dalam Variabel Ketersediaan Fasilitas (Pernyataan 1-Pernyataan 7)……… 144

4.47. Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan yang Terdapat dalam Variabel Harga Tanah/Lahan (Pernyataan 1-Pernyataan 3)……… 147

(15)

x

4.48. Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap Pernyataan yang Terdapat dalam Variabel Pengembangan Permukiman

(Pernyataan 1-Pernyataan 3)……… 150 4.49. Korelasi Antara Variabel Faktor Fisik Lahan dengan Variabel

Pengembangan Permukiman………..………. 152 4.50. Korelasi Antara Variabel Faktor Ketersediaan Fasilitas dengan

Variabel Pengembangan Permukiman ….……….. 152 4.51. Korelasi Antara Variabel Faktor Harga Tanah/Lahan dengan

Variabel Pengembangan Permukiman ….……….………. 153 4.52. Luas Kelas Kemampuan Lahan di Kecamatan Tapaktuan………. 155 4.53. Zonasi Kemampuan Lahan Kecamatan Tapaktuan……… 155 4.54. Kesesuaian Penggunaan Lahan Eksisting untuk permukiman………… 159 4.55. Kapasitas Daya Dukung Lahan Setiap Kelas Kemampuan

Lahan di Kecamatan Tapaktuan………..……….. 160

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Kelas Kemampuan Lahan dan Intensitas Penggunaan Lahan……….. 12

2.2. Variabel Penelitian……… 30

2.3. Kerangka Berpikir……… 32

3.1. Hubungan Antar Variabel……… 44

4.1. Peta Administrasi Kecamatan Tapaktuan……… 57

4.2. Peta Morfologi Kecamatan Tapaktuan……… 72

4.3. Peta Topografi Kecamatan Tapaktuan………. 74

4.4. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tapaktuan………..…………... 76

4.5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Tapaktuan……….. 78

4.6. Peta DAS Kecamatan Tapaktuan………. 80

4.7. Peta Sebaran Curah Hujan Kecamatan Tapaktuan………... 83

4.8. Peta Kerentanan Bencana Gerakan Tanah Kecamatan Tapaktuan….. 85

4.9. Peta Geologi Kecamatan Tapaktuan……… 88

4.10. Peta Litologi Kecamatan Tapaktuan……… 89

4.11. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Tapaktuan……….. 93

4.12. Peta Fungsi Lahan Kecamatan Tapaktuan………….……….. 100

4.13. Peta Satuan Kemampuan Lahan Morfologi Kecamatan Tapaktuan……….. 105

4.14. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng Kecamatan Tapaktuan……….. 106

4.15. Peta Satuan Kemampuan Lahan Drainase Kecamatan Tapaktuan……….. 109

4.16. Peta Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air Kecamatan Tapaktuan……….. 111

4.17. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi Kecamatan Tapaktuan……….. 115

(17)

xii

4.18. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kerentanan

Bencana Alam Gerakan Tanah Kecamatan Tapaktuan…….……….. 117 4.19. Peta Klasifikasi Kemampuan Lahan untuk Permukiman

Kecamatan Tapaktuan……….. 123 4.20. Peta Zonasi Kemampuan Lahan untuk Permukiman

Kecamatan Tapaktuan……….. 125 4.21. Peta Kesesuaian Lahan untuk Permukiman

Kecamatan Tapaktuan……….. 128

4.22. Peta Arah Pengembangan Permukiman di Kecamatan Tapaktuan…. 166

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pernyataan Kuesioner………. 177

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner…..……… 182

3. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment.……… 186

4. Dokumentasi Lapangan……….. 190

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Lahan termasuk salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resource) dan merupakan sumber daya yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang perikehidupan dan aktivitas manusia untuk beragam dimensi kebutuhan. Dalam penggunaannya, lahan antara lain digunakan untuk permukiman, pertanian, peternakan, pertambangan, jalan, tempat bangunan fasilitas sosial, ekonomi dan lain sebagainya.

Salah satu bentuk penggunaan lahan adalah untuk kebutuhan permukiman.

Permukiman merupakan suatu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dari deretan kebutuhan hidup manusia antara lain pangan, sandang, permukiman, pendidikan dan kesehatan, nampak bahwa permukiman menempati posisi yang sangat penting. Hal ini berarti bahwa kualitas permukiman suatu wilayah menunjukkan pula kualitas hidup masyarakat di wilayah tersebut. Permukiman dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Permukiman dan Perumahan adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagai suatu kesatuan wilayah dimana suatu perumahan berada, maka lokasi dan lingkungan perumahan tersebut tidak terlepas dari permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman.

(20)

2

Dari sudut pandang yang lain, pertumbuhan jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya aktivitas pembangunan di berbagai bidang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik berupa pembangunan jaringan infrastruktur, fasilitas ekonomi, fasilitas sosial termasuk pengembangan permukiman penduduk.

Pengembangan wilayah berhubungan erat dengan pengembangan permukiman di wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena pengembangan permukiman mempunyai keterkaitan yang sangat luas dengan sektor yang lain dalam pengembangan wilayah. Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari pertumbuhan penduduk dan segala aktivitasnya yang menyebabkan terjadinya peningkatan pengembangan permukiman. Peningkatan aktivitas pengembangan permukiman tersebut diikuti dengan bertambahnya kebutuhan lahan guna mewadahi aktivitas pengembangan permukiman. Sementara pengembangan permukiman yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan yang semestinya, akan berpengaruh terhadap arah dan laju pengembangan suatu wilayah. Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan permukiman di suatu wilayah baik dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta maupun oleh masyarakat harus memperhatikan aspek kemampuan dan kesesuaian lahan.

Keterbatasan kemampuan lahan menunjukkan tidak semua upaya penggunaan lahan dapat didukung oleh suatu lahan. Kemampuan lahan untuk dapat mendukung upaya penggunaannya, akan sangat tergantung dari faktor- faktor fisik dasar yang terdapat pada lahan tersebut, baik berupa lingkungan hidrologi, geomorfologi, geologi, atmosfir dan sebagainya (Catanese ed, 1992;339).

(21)

3

Prinsip penentuan kemampuan dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan, dilakukan berdasarkan faktor fisik dasar lahan yang berfungsi sebagai parameter atau faktor pembatas kemampuan dan kesesuaian lahan.

Tujuannya adalah guna menghindari munculnya dampak negatif dari penggunaan lahan yang tidak optimal. Dampak negatif tersebut berupa penurunan kualitas lingkungan seperti terjadi bencana banjir, tanah longsor dan penurunan muka air tanah dan lain sebagainya.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, penggunaan lahan ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesesuaian lahan. Salah satu aspek yang dapat mendukung agar arahan guna lahan tersebut sesuai dengan peruntukannya adalah kondisi faktor fisik dasar yang menggambarkan karakteristik lahan itu sendiri. Hal ini termuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Faktor fisik dasar Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang.

Kecamatan Tapaktuan merupakan kecamatan sebagai ibukota Kabupaten Aceh Selatan. Dalam struktur rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Selatan, Kecamatan Tapaktuan merupakan kawasan rencana pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Aceh Selatan dan kawasan andalan yang diarahkan dalam rangka menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah melalui penyediaan sarana dan prasarana wilayah di Kabupaten Aceh Selatan.

Dengan status yang telah disebutkan diatas, pemenuhan kebutuhan akan lahan terutama penggunaan lahan untuk permukiman di Kecamatan Tapaktuan

(22)

4

dihadapkan pada dilema keterbatasan kondisi bentang alam dan relief wilayah yang dibatasi oleh kawasan lindung pesisir pantai selatan Aceh dan penetapan kawasan lindung dalam konteks Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Adapun luas wilayah Kecamatan Tapaktuan sebesar 10.070,36 Ha yang terdiri dari 6.642,24 Ha telah ditetapkan penggunaannya sebagai kawasan lindung dan hanya 3.427,89 Ha yang merupakan kawasan budidaya. Jika dipresentasekan, sekitar 66 % merupakan lahan dalam cakupan kawasan lindung dan hanya 34 % merupakan lahan kawasan peruntukan budidaya termasuk untuk lahan permukiman, prasarana wilayah, perkebunan dan bentuk penggunaan kawasan budidaya lainnya.

Sesuai dengan penetapan tersebut, dengan luas lahan budidaya hanya 34 % dari keseluruhan luas lahan, Kecamatan Tapaktuan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan yang harus menyediakan lahan untuk fasilitas perkantoran Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. Di sisi lain, hal ini menjadi salah satu daya tarik Kecamatan Tapaktuan sehingga Kecamatan Tapaktuan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar kedua dalam Kabupaten Aceh Selatan, harus menampung jumlah penduduk sebanyak 23.100 Jiwa (BPS 2013) dengan berbagai kebutuhan akan penggunaan lahan terutama kebutuhan akan lahan untuk permukiman penduduk. Melihat kondisi keterbatasan lahan budidaya, pertimbangan kemampuan dan kesesuaian lahan sangat dibutuhkan dalam penggunaan lahan untuk permukiman di Kecamatan Tapaktuan sehingga aktivitas pengembangan permukiman menjadi terarah.

Selain pertimbangan kemampuan dan kesesuaian lahan, aktivitas pengembangan permukiman juga tidak terlepas dari persepsi masyarakat

(23)

5

Kecamatan Tapaktuan dalam memilih lokasi lahan bermukim. Adanya perbedaan persepsi yang dilandasi oleh berbagai faktor akan menyebabkan sikap dan pola perilaku masyarakat yang berbeda dalam menentukan lokasi lahan bermukim.

Berdasarkan latar belakang di atas dan dengan pertimbangan belum adanya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai pedoman rencana penggunaan lahan terutama untuk permukiman yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, maka penulis melakukan penelitian tentang Analisis Kemampuan Lahan untuk Pengembangan Permukiman di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana klasifikasi kemampuan lahan di Kecamatan Tapaktuan untuk memenuhi kebutuhan lahan permukiman?

2. Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan kondisi eksisting dan daya dukung lahan untuk pengembangan permukiman di Kecamatan Tapaktuan?

3. Bagaimana hubungan faktor yang melandasi pemilihan lokasi lahan bermukim di Kecamatan Tapaktuan dengan pengembangan permukiman?

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian kemampuan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan permukiman di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan, sehingga dapat menentukan arah penggunaan lahan

(24)

6

untuk permukiman yang tepat. Sementara sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Membuktikan secara empiris klasifikasi kemampuan lahan di Kecamatan Tapaktuan untuk penggunaan lahan permukiman.

2. Mengetahui kesesuaian penggunaan kondisi eksisting dan daya dukung lahan untuk pengembangan permukiman di Kecamatan Tapaktuan.

3. Menjelaskan secara empiris bentuk dan kekuatan hubungan faktor yang melandasi pemilihan lokasi lahan bermukim di Kecamatan Tapaktuan dengan pengembangan permukiman.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat baik dari segi terapan maupun dari segi keilmuan bagi :

1. Masyarakat pemanfaat lahan agar dapat mengetahui lahan yang tepat untuk permukiman.

2. Selain itu penelitian ini kiranya juga bermanfaat bagi Pemerintah Daerah sebagai bahan masukan dalam mengambil langkah dan kebijakan untuk melanjutkan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Aceh Selatan.

3. Untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian yang sama di wilayah dengan bentang alam dan relief yang sama atau memasukan variabel lain yang belum diteliti oleh penulis dalam penelitian ini.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Sumber daya lahan

Peran Sumber daya lahan sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, baik untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, maupun untuk daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. (FAO 1976, dalam Arsyad 1989) mengartikan sumber daya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan.

Lahan dapat didefinisikan juga sebagai permukaan daratan dengan benda- benda padat, cair bahkan gas (Rafi’I, 1985). Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).

2.1.2. Faktor fisik dasar lahan

Setiap lahan mempunyai kondisi fisik dasar yang. Perbedaan ini diakibatkan perbedaan kondisi geologi yang dialaminya dan secara tidak langsung menyebabkan setiap lahan mempunyai karakteristik tersendiri.

(26)

8

Karakteristik lahan tersebut, dipengaruhi oleh proses geologi melalui faktor internal dan faktor eksternal ( Golany, 1976 dalam Suganda, 1988).

Terjadinya interaksi antara kedua faktor tersebut, kemudian membentuk kondisi alam seperti sekarang ini, yang dicerminkan oleh karakteristik lahan berupa adanya potensi, kendala dan limitasi yang terdapat pada lahan tersebut dan berperan sebagai dua kutub yang berlawanan yaitu faktor penunjang dan faktor penghambat dalam perencanaan pengembangan kota (Suganda, 1988).

Adapun elemen dari faktor fisik dasar lahan adalah topografi, ketinggian, kemiringan, batuan, jenis tanah, hidrologi, klimatologi/curah hujan, kebencanaan, gempa bumi, letusan gunung berapi dan gerakan tanah.

Adanya faktor fisik dasar lahan yang mendukung dan tidak mendukung perkembangan suatu wilayah menjadi salah tugas dari seorang perencana untuk menilai dan mernpertimbangkan kondisi alamiah lahan di suatu wilayah. Bukan hanya sekedar untuk dimanfaatkan sebagai lokasi pembangunan saja, namun juga harus memperhitungkan kelestarian pemanfaatannya. Untuk itulah diperlukannya pemahaman dan pengenalan kondisi alamiah, sehingga kondisi fisik alam khususnya yang berbahaya dapat dihindari pemanfaatannya (Kaiser, 1995).

2.1.3. Kawasan lindung dan kawasan budidaya

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang membagi fungsi utama kawasan kedalam 2 (dua) kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Definisi kawasan lindung dalam undang-undang tersebut adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi

(27)

9

kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, sedangkan kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

Sementara dalam Keppres Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung mengartikan kawasan lindung sebagai kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan ini terbagi atas 4 (empat) bagian yaitu :

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya terdiri dari hutan lindung, bergambut dan resapan air.

2. Kawasan perlindungan setempat terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar danau/waduk dan sekitar mata air.

3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya terdiri dari suaka alam / cagar alam, suaka margasatwa, suaka alam laut dan perairan lainnya, pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan kawasan cagar budaya/ilmu pengetahuan.

4. Kawasan rawan bencana terdiri dari rawan bencana gunung berapi, rawan gempa bumi, rawan gerakan tanah dan rawan gelombang pasang/banjir.

Dan kawasan budidaya dibedakan atas kawasan pertanian, kawasan perdagangan/jasa, kawasan pertambangan, kawasan perindustrian, kawasan pariwisata dan kawasan permukiman. Berikut kriteria penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam tabel 2.1. di bawah ini.

(28)

Tabel 2.1. Kriteria kawasan lindung dan kawasan budidaya Jenis

Kawasan

Kriteria

Lindung - telah ditetapkan sebagai kawasan lindung atau

- memiliki faktor kelerengan tanah, jenis tanah, curah hujan

> nilai 175

- kelerengan lahan > 40%

- ketinggian > 2000 m dpl Hutan

Produksi :

- ketinggian > 1000 meter - kelerengan > 40%

- diluar kawasan hutan lindung

- kedalaman efektif lapisan tanah > 60 cm 1. Budidaya Pertanian

1.1.Lahan basah

- ketinggian < 1000 meter - kelerengan < 40%

- kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm 1.2.Sawah

irigasi

- kemiringan < 15%

- curah hujan < 2000 mm/tahun - tekstur tanah sedang halus - kedalaman efektif tanah > 60 cm - kesuburan tanah baik

- ketinggian < 1000 meter dpl - mendapat pengairan teknis 2.3.Lahan

kering

Tidak memiliki sistem dan atau potensi pengembangan pengairan dengan faktor :

- ketinggian < 1000 meter - kelerengan < 40%

- kedalaman efektif tanah > 30cm,

2.4.Peternakan Sesuai untuk peternakan hewan besar dengan faktor-faktor : - ketinggian > 1000 meter

- kelerengan > 15%

- jenis tanah/iklim sesuai untuk padang rumput

2.5. Perikanan Sesuai untuk perikanan dengan faktor-faktor :kelerengan

<8% dan tersedia cukup air 2. Budidaya Non-Pertanian :

2.1.Permukiman - Kemiringan lahan < 15%

- Ketersediaan air terjamin - Aksesibilitas yang baik

- Tidak berada pada daerah rawan bencana

- Berada dekat dengan pusat kegiatan/terkait dengan kawasan hunian yang sudah ada

2.2. Kawasan Perdagang an dan Jasa

- Kemiringan lereng < 15%

- Ketersediaan air terjamin - Aksesibilitas baik

- Terletak di pusat kota/kegiatan 2.3. Kawasan

Industri

- Ketinggian < 1000 m dpl - Kemiringan lereng < 8 %

(29)

Tabel 2.1. Lanjutan

Jenis Kawasan

Kriteria - Ketersediaan air baku yang cukup - Adanya sistem pembuangan limbah

- Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah 2.4.Pertambangan - Kriteria ditetapkan departemen pertambangan, yang

khususnya mempunyai potensi bahan tambang 2.5. Pariwisata - Memiliki keindahan dan panorama alam

- Memiliki kebudayaan yang bernilai tinggi - Memiliki bangunan sejarah

Sumber: a.Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya b.SK Mentan No. 683/Kpts/Um/8/1981 dan No. 837/Kpts/Um/11/1980 berkaitan

dengan penetapan kriteria kawasan hutan produksi

2.1.4. Kemampuan lahan

Kemampuan lahan (land capability) merupakan penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya untuk tujuan tertentu secara lestari. Kemampuan lahan didasarkan pada pertimbangan faktor fisik dasar lahan dalam pengelolaannya sehingga tidak terjadi degradasi lahan selama lahan digunakan.

Arsyad (2010) mendefinisikan kemampuan lahan sebagai penilaian atas kemampuan lahan untuk penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak dikuti dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi sehingga produktivitas lahan akan menurun. Kemampuan suatu lahan dapat diketahui dengan melakukan klasifikasi kemampuan lahan.

2.1.5. Klasifikasi kemampuan lahan

Arsyad (2010) menyatakan bahwa dalam menentukan klasifikasi kemampuan

(30)

12

yaitu kemiringan lereng, hidrologi, jenis tanah menurut tingkat erosi, topografi, curah hujan, drainase, batuan dan kerentanan bencana.

Struktur klasifikasi kemampuan lahan sebagaimana disajikan dalam tabel 2.2. berikut yang menjelaskan bahwa pendekatan klasifikasi lahan ini dapat diterapkan untuk berbagai tingkatan skala perencanaan(Sitorus, 1985).

Tabel 2.2. Klasifikasi kemampuan lahan Devisi Kelas

Kemampuan Lahan

Sub Kelas Kemampuan

Lahan

Satuan Pengelolaan

Satuan Peta Tanah Dapat

diolah

I II III

IV IIIe,erosi

IIIw, banjir

IIIs, tanah dsb

IIIe1,1

IIIe2,2

IIIe3,3

Seri x Seri y Seri z Tidak

dapat diolah

V VI VII VIII Sumber : Sitorus (1985)

Selanjutnya menurut Klingebiel dan Montgomery (1961) hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan disajikan dalam Gambar 2.1. berikut.

Kelas Kemampuan

Lahan

Intensitas Penggunaan Lahan Bertambah Tinggi

Cagar Alam Hutan Alam Penggem balaan Terbatas Penggem balaan Sedang Penggem balaan Intensif Bercocok tanam terbatas Bercocok tanam sedang Bercocok tanam Imtemsif Sangat Tinggi

Pembatas dan Ancaman semakin meningkat Kebebsan memilih semakin berkurang dan alternatif penggunaan lahan makin terbatas

I II III IV V VI VII VIII

Sumber : Klingebiel dan Montgomery (1961)

Gambar 2.1. Kelas kemampuan lahan dan intensitas penggunaan lahan

(31)

13

Sementara, Suganda (1988) mengemukakan bahwa zonasi kemampuan lahan adalah hasil kompilasi beberapa peta kemampuan lahan yaitu satuan kemampuan lahan drainase, kemarnpuan lahan morfologi-kestabilan lereng, kemampuan lahan ketersediaan air, kemampuan lahan kerentanan bencana, kemampuan lahan kestabilan pondasi, dan satuan kemampuan lahan ketersediaan air. Sehingga diperoleh zonasi kemampuan lahan berupa:

1. Kawasan kemungkinan (pengembangan), yaitu wilayah yang dapat dikembangkan tanpa kendala fisik (feasible area). Wilayah ini memiliki kemampuan lahan yang tinggi (baik).

2. Kawasan kendala (constrain area) yaitu wilayah yang masih mungkin untuk dikembangkan walaupun memerlukan suatu teknologi rekayasa tertentu dan tambahan biaya pembangunan (additional cost) untuk mengatasi adanya kendala fisiko.

3. Wilayah limitasi (limitation area) yaitu wilayah yang memiliki tingkat kemampuan lahan yang buruk sehingga mutlak tidak layak dikembangkan (wilayah konservasi), karena akan menimbulkan berbagai dampak negatif bila dikembangkan.

2.1.6. Kesesuaian dan daya dukung lahan

Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1998).

Golany (1976) dalam Sugiharto (2001) menyatakan kesesuaian lahan untuk pengembangan suatu kegiatan pada dasarnya harus memperhatikan berbagai

(32)

14

faktor yaitu faktor kondisi fisik, faktor sosial ekonomi, faktor aksesibilitas, faktor lingkungan, faktor daya dukung prasarana dan sarana umum.

Dalam Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor 41/PRT/M/2007 kriteria kesesuaian lahan untuk permukiman seperti dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut.

Tabel 2.3. Kriteria lokasi peruntukan permukiman

No Lokasi Peruntukan Permukiman Lokasi Bukan Peruntukan Permukiman

1 Kelerengan 0-25% Kelerengan >25%

2 Berada di kawasan aman terhadap bahaya

Berada pada daerah rawan bencana 3 Berada pada wilayah bukan

sempadan

Berada pada wialyah sempadan 4 Berada pada kawasan budidaya Berada pada kawasan penyangga dan

lindung 5 Berada pada lahan bukan sawah

irigasi teknis

Berada pada lahan sawah irigasi teknis

6 Berada pada wilayah yang terlayani air bersih

Berada pada wilayah yang tidak terlayani air bersih

7 Berada pada daerah yang memiliki kondisi drainase sedang sampai baik

Berada pada daerah yang memiliki kondisi drainase buruk

Sumber : Permen PU Nomor 41/PRT/M/2007

Suprapto dan Sunarto (1990) menyatakan kesesuaian lahan untuk permukiman berkaitan dengan syarat syarat lokasi permukiman yang ditekankan pada variabel relief (lereng, kerapatan aliran, dan kedalaman alur), proses geomorfologis (banjir, tingkat erosi, dan gerakan massa batuan), dan variabel material batuan (pengatusan, tingkat pelapukan, kekuatan batuan, daya dukung, dan kembang kerut).

Dalam kerangka penilaian kesesuaian lahan menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya , yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas, dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara

(33)

15

global, dimana ia menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N= Not Suitable).

Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada penggunaan tertentu yang telah dipertmbangkan sebelumnya. Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki kerusakan yang berarti saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan yang sedemikian rupa sehingga menghambat penggunaan atau bahkan mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan.

Terkait dengan ambang batas pemanfaatan suatu lahan untuk penggunaan tertentu maka Toubier (1976) dalam suganda (1988), Building Coverage (BC) setiap kelas kemampuan lahan akan berbeda. Toubier menjelaskan besarnya batasan rasio daya dukung lahan (BC) pada masing-masing kawasan yaitu:

1. Kawasan pengembangan), ratio tutupan lahannya maksimal 70%.

2. Kawasan kendala I, rasio tutupan lahannya maksimal 50%

3. Kawasan kendala II, rasio tutupan lahannya maksimal 20%

4. Kawasan lindung atau limitasi, rasio tutupan lahannya 0%.

2.1.7. Permukiman

Pengertian dasar permukiman dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu

(34)

16

satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman merupakan objek kajian geografi yang selalu berkaitan dengan ruang dimana manusia sebagai objek pokoknya, dipelajari melalui pendekatan geografi yang dapat diartikan sebagai bentukan artifisial maupun natural dengan segala kelengkapannya yang digunakan oleh manusia, baik individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 1987: 3).

Koestoer (1997) mengemukakan bahwa batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Endah Parwati Soerbroto (1983) dalam Budiharjo (1984: 49) menyatakan bahwa permukiman adalah kelompok rumah yang merupakan tempat tinggal manusia sebagai makhluk sosial dan selalu berada bersama dengan orang lain dimana manusia sebagai makhluk berakal budi, maka tempat berlindungnya semakin lama menjadi semakin kokoh, karena ia dapat memperbaikinya dan kemudian juga membuatnya sendiri”.

2.1.8. Lahan permukiman

Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 41/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya bahwa karakteristik lokasi kawasan permukiman adalah sebagai berikut :

1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%).

2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah.

(35)

17

3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi).

4. Drainase baik sampai sedang.

5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/mata air/saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan.

6. Tidak berada pada kawasan lindung.

7. Tidak terletak pada kawasan budidaya pertanian/penyangga.

8. Menghindari sawah irigasi teknis.

USDA (1978) mengemukakan faktor dominan yang menjadi penghambat utama beserta kriteria dalam penentuan kawasan permukiman diantaranya:

1. Besar sudut dan kemiringan lereng, untuk mengetahui kelas kemiringan lereng digunakan kriteria seperti yang dipakai oleh USDA (1978) disajikan dalam Tabel 2.4. berikut.

Tabel 2.4. Klasifikasi dan kriteria kemiringan lereng untuk permukiman

Sumber : USDA (1978)

2. Bahaya banjir, parameter ini dapat dinilai berdasarkan interpretasi penggunaan lahan dan wawancara dengan penduduk setempat, maupun berdasarkan data yang diperoleh dari badan terkait. Klasifikasi dan kriteria lama penggenangan akibat banjir yang digunakan oleh Direktorat Perumahan (1980) disajikan dalam Tabel 2.5. di bawah ini.

Harkat dan Kelas Kriteria

Harkat Kelas Kemiringan Lereng Besarnya Sudut (%)

5 Sangat Baik Rata-Hampir Rata < 2

4 Baik Agak miring- Miring 2-8

3 Sedang Miring 8-30

2 Jelek Sangat miring 30-50

1 Sangat Jelek Terjal- sangat terjal >50

(36)

Tabel 2.5. Kelas dan kriteria lama penggenangan atau banjir untuk permukiman

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat baik Daerah tidak pernah terlanda banjir 4 Baik Daerah tergenang < 2 bulan setahun 3 Sedang Daerah tergenang antara 2-6 bulan setahun 2 Jelek Daerah tergenang > 6 bulan setahun 1 Sangat jelek Daerah selalu tergenang atau daerah rawa Sumber : Direktorat Perumahan (1980)

3. Drainase, penilaiannya didasarkan pada jenis material saluran dan kondisi alirannya mengikuti kriteria penilaian kondisi saluran pembuangan seperti Tabel 2.6. di bawah ini.

Tabel 2.6. Kelas dan kriteria drainase untuk permukiman

Harkat Kelas Kriteria

5 Sangat Baik Saluran pembuangan terbuat dari pasangan batu permanen dan aliran air sangat lancar

4 Baik Saluran pembuangan terbuat dari pasangan batu kosong dan aliran air cukup lancar

3 Cukup Saluran pembuangan terbuat dari batu kosong dan aliran kurang lancar

2 Jelek Saluran pembuangan terbuat dari tanah dan aliran kurang lancar

1 Sangat Jelek Tidak ada saluran pembuangan air kotor Sumber : USDA (1978)

4. Tingkat pelapukan batuan atau tanah, identifikasi pelapukan batuan atau tanah diperoleh dari interpretasi peta geologi atau peta tanah dan pengamatan lapangan. Untuk penentuan kelas dan kriteria tingkat pelapukan tanah atau batuan mengikuti kriteria yang digunakan oleh Dackombe dan Gardiner (1983) seperti tabel 2.7. di bawah ini.

(37)

Tabel 2.7. Kelas dan kriteria tingkat pelapukan batuan untuk permukiman

Harkat Kelas Kriteria

5 Segar Tidak tampak tanda pelapukan, batu sesegar kristal.

4 Lapuk

ringan

Pelapukan hanya terjadi pada diskontinuitas terbuka dapat mencapai satu cm dari permukaan

3 Lapuk

sedang

Sebagian besar batuan berubah warna, belum lapuk, diskontinuitas ternoda/terisi bahan lapuk.

2 Lapuk

kuat

Pelapukan meluas ke seluruh massa batuan. batu tidak mengkilap, bahan batuan berubah warna,

1 Lapuk

sempurna

Seluruh bagian berubah warna dan lapuk, kenampakan luar seperti tanah.

Sumber : Dackombe dan Gardiner (1983)

Persyaratan lokasi permukiman harus dipertimbangkan apabila ingin dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat disampaikan oleh Joseph De Chiara dalam Standar Perencanaan Tapak (1994) antara lain:

1. Kondisi tanah dan bawah tanah.

Harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan, peletakan jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman lapisan bawah tanah yang tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain, akan memberikan daya dukung yang baik untuk penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun.

2. Air tanah dan drainase.

Muka air tanah yang relatif rendah untuk melindungi bangunan dari genangan pada kolong bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian lereng yang cukup memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan kelancaran aliran air selokan.

3. Keterbebasan dari banjir permukaan, harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan oleh sungai, danau atau air pasang.

(38)

20

4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan

Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan kostruksi hunian. Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi kemampuan jangkuan air untuk keperluan rumah tangga dan penanggulangan kebakaran.

5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi, topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki, ke dan di dalam tapak.

6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka, lahan harus memungkinkan pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.

7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi, daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat menyebabkan kecelakaan, seperti garis pantai yang berbahaya.

2.1.9. Pemilihan lokasi lahan permukiman

Informasi tentang lokasi lahan permukiman diperoleh dari interaksi antar individu, setelah berproses, informasi yang diperoleh akan mempengaruhi pandangan tentang pendapat dan persepsi tempat tinggalnya. Individu yang mempunyai persamaan pendapat dan persepsi akan mempunyai referensi yang sama tentang lokasi tempat tinggal. Kerangka dari referensi ini merupakan hasil dari beberapa faktor termasuk usia, latar belakang sosial, kepercayaan (agama) dan latar belakang etnis.

Permukiman mempunyai fungsi dan peranan yang penting, Rees dalam Yeates dan Garner (1980:291) berpendapat bahwa terdapat elemen yang

(39)

21

mempengaruhi keputusan seseorang atau sebuah keluarga dalam menentukan pilihan lokasi tempat tinggal, yaitu:

a. Posisi keluarga dalam lingkup sosial, mencakup status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan).

b. Lingkup perumahan, mencakup: nilai, kualitas dan tipe rumah.

c. Lingkup komunitas.

d. Lingkup fisik atau lokasi rumah.

Menurut H.R. Koestoer (1997:24), bahwa faktor sosial dan fisik sangat menentukan dalam pemilihan lokasi tempat tinggal. Studi terhadap pengambilan keputusan terhadap pilihan lokasi menyatakan bahwa faktor aksesibilitas merupakan pengaruh utama dalam pemilihan lokasi tempat tinggal. Faktor lain seperti kaitan tali kekeluargaan (kinship), juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan tempat tinggal.

Selain itu Drabkin et al (1980:68) mengemukakan bahwa faktor yang berpengaruh dalam pemilihan lokasi perumahan, yang secara individu berbeda satu sama lain, yaitu:

1. Aksesibilitas (kemudahan transportasi dan jarak ke pusat kota)

2. Lingkungan (lingkungan sosial dan fisik seperti kebisingan, polusi dan lingkungan yang nyaman)

3. Peluang kerja yang tersedia yaitu kemudahan seseorang dalam mencari pekerjaan.

4. Tingkat pelayanan, lokasi yang memiliki pelayanan yang baik dalam hal sarana dan prasarana dan lain-lain.

(40)

22

Faktor lingkungan yang juga menjadi pertimbangan di dalam memilih lokasi perumahan menurut (Bourne,1975:205) adalah:

1. Aksesibilitas ke pusat kota: jalan raya utama, sekolah dan tempat rekreasi.

2. Karakteristik fisik dan lingkungan permukiman: kondisi jalan, pedestrian, pola jalan dan ketenangan.

3. Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi dan pemadam kebakaran.

4. Lingkungan sosial: permukiman bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis dan demografi.

5. Karakteristik site rumah: luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar dan biaya pemeliharaan.

Luhst (1997:128) menyebutkan bahwa daya tarik suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan. Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang. Seseorang yang ingin memiliki lahan yang baik dan kondisi lingkungan yang baik sangat bergantung kepada harga lahan. harga lahan menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk mendapatkan lahan.

2.1.10. Pengembangan permukiman

Terjadinya pengembangan permukiman selain disebabkan oleh pertumbuhan alami juga disebabkan pengaruh dari permasalahan perkembangan kota, pertumbuhan penduduk, mobilitas penduduk, urbanisasi, keadaan ekonomi masyarakat, serta bertambahnya kegiatan masyarakat. Permasalahan tersebut menyebabkan adanya perluasan lingkungan wilayah permukiman dengan

(41)

23

pembukaan tanah-tanah baru baik melalui cara tidak langsung oleh pihak swasta (kredit untuk real estates) maupun secara langsung oleh pemerintah (penyediaan perumahan).

Pengembangan permukiman dipengaruhi oleh pertimbangan dalam memilih lokasi untuk tempat tinggal, baik untuk berteduh melindungi diri atau keperluan pribadi. Berkembangnya rumah - rumah sebagai suatu permukiman disamping sebagai tempat tinggal, juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses sosialisasi dimana individu diperkenalkan kepada nilai, adat kebiasan yang berlaku dalam masyarakatnya, juga tempat manusia memenuhi kebutuhan hidupnya (Endah Parwati Soebroto 1983, dalam Budiharjo 1984: 50).

Dalam kaitannya dengan model, Hudson (1970) membedakan pola pengembangan permukiman yakni pola pengembangan permukiman mengelompok dan pola pengembangan permukiman menyebar. Pola pengembangan permukiman mengelompok tersusun dari dusun atau bangunan rumah yang lebih kompak dengan jarak tertentu, sedangkan pola pengembangan permukiman menyebar terdiri dari dusun atau bangunan rumah yang tersebar dengan jarak tidak tertentu.

Menurut Thorpe (1964) terdapat dua tipe pola pengembangan permukiman yakni tipe pola memusat dengan tipe pola menyebar. Seterusnya Haggett (1970) membedakan pola pengembangan permukiman menjadi tiga pola yaitu:

a) uniform (seragam) b) random (acak)

c) clustered (mengelompok).

(42)

24

Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota (Branch, 1996:57). Menurut Daldjoeni (1998:206) pertumbuhan fisik kota keluar yang melahirkan wilayah pinggiran kota yang dalam geografi disebut suburban.

Perkembangan kota dari faktor fisik dapat dilihat dari tahapan perkembangan pada zona kegiatan kota. Tahapan ini dapat dijelaskan dari perkembangan struktur kota. Berdasarkan teori tentang struktur perkotaan, perkembangan kota dapat dilihat dari pergeseran perumahan penduduk serta perkembangan kegiatan kota lainnya, dimana secara umum ada 3 konsep klasik untuk menggambarkan struktur ruang kota yaitu teori konsentris, teori sektor dan teori inti ganda (Chapin, 1985:32). Tiga model teori spasial klasik dari struktur perkotaan dikemukakan oleh E.W.Burgess (1921) melalui teori konsentris, Hommer Hoyt (1939) dengan teori sektor, dan teori inti ganda yang dikemukakan oleh C.D.Harris dan F.L.Ullman (1945). Teori konsentris (Ernest W Burgess) merupakan kecenderungan alamiah dimana orang ingin sedekat mungkin dengan pusat kota, dan sebagai wujudnya adalah kota berkembang berbentuk konsentrik dengan pusat kota sebagai inti. Teori sektoral (Hommer Hoyt) menyatakan pada umumnya perkembangan berbentuk pita terjadi sebagai akibat peningkatan sistem jaringan jalan dan pertumbuhan lalu lintas kendaraan bermotor. Secara alamiah, kecenderungan setiap orang membangun aktivitas sedekat mungkin dengan jalur

(43)

25

jalan utama, penggunaan lahan membentuk sektorsektor yang beda sesuai dengan perkembangan daerah baru.

Sementara teori inti ganda (Haris dan Tillman) mengemukakan pertumbuhan kota satelit terjadi bila besaran kota telah mencapai ukuran tertentu, yang berkembang di sekitar kota utama (metropolitan) dan secara sosial ekonomi masih bergantung pada kota induknya. Bahwa suatu kota tidak hanya terdapat satu Central Bisniss Distrik saja, tetapi bisa beberapa Central Bisniss Distrik. Teori ini banyak diterapkan oleh kota-kota megapolis.

2.1.11. Sistem informasi geografis

Susanto (2007) mengatakan bahwa Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan manipulasi informasi geografis, dan merupakan bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka. Aplikasi SIG saat ini banyak digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berkaitan dengan wilayah geografis.

Definisi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikemukakan oleh Chrisman (1997) adalah suatu sistem perangkat lunak maupun keras, data, orang, organisasi dan institusi yang melakukan pengumpulan, penyediaan, analisis menyimpulkan informasi yang meliputi area di bagian bumi.

Komponen yang membangun GIS menurut Howard (1996) terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu:

a. Perangkat lunak (software) yaitu software GIS, seperti software GIS Arcinfo, Ilwis dan juga perangkat software pendukung lainnya.

(44)

26

b. Perangkat keras yaitu hardware computer dan hardware pendukung lainnya c. Sumber daya manusia yaitu operator komputer GIS.

d. Data yaitu sistem referensi spasial (sistem koordinat dan datum), data geografik dan tabulasi data.

e. Metode yaitu prosedur atau ketentuan pembangunan suatu GIS.

Sistem Informasi Geografi menghasilkan aspek data spasial dan data non spasial. Data geografi yang sudah dikomputerisasi berperan penting menemukan perubahan bagaimana menggunakan dan mengetahui informasi tentang bumi.

2.1.12. Tumpang susun (overlay)

Tumpang susun (overlay) suatu data grafis adalah menggabungkan antara dua atau lebih data grafis untuk diperoleh data grafis baru yang memiliki satuan peta gabungan dari dua atau lebih data grafis tersebut.

Pada kegiatan analisis kemampuan dan kesesuaian lahan, tumpang susun dilakukan untuk menggabungkan peta unit lahan. Dengan Sistem Informasi Geografis yang berstruktur data vektor melalui penggabungan tersebut akan diperoleh data vektor baru yang merupakan kombinasi data dari peta yang digabungkan. Tumpang susun dapat dilakukan dengan perintah identity, intersect, union dan update.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1. Victor Freddy Siagiaan (2009), Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam Penelitiannya Strategi Perencanaan Wilayah Kecamatan

(45)

27

Tarutung berbasis Kemampuan Lahan menyimpulkan bahwa berdasarkan evaluasi sumber daya lahan di Kecamatan Tarurung menunjukkan sebagian besar lahan termasuk dalam kemampuan lahan kelas I (Pertanian sangat intenif).

Berdasarkan analisis Strenght Weakness Opportunitie Threats (SWOT) dapat dirumuskan enam strategi pengembangan wilayah yaitu mengoptimalkan potensi lahan belum terbangun dalam memacu tumbuhnya sektor-sektor unggulan, memanfaatkan lahan belum terbangun dengan kebijakan penggunaan lahan dalam konteks otonomi daerah, memaksimalkan penggunaan lahan dengan menjalin kerjasama dengan daerah sekitar, memanfaatkan potensi lahan untuk pembangunan jalan sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan sektor-sektor unggulan, memanfaatkan lahan permukiman dengan teknologi SIG dan mengimplementasikan teknologi SIG dalam kemampuan lahan pertanian dan jalan.

2. Asep Hermawan (2010), Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, dalam penelitiannya Stagnasi Perkembangan Permukiman (Studi Kasus Kawasan Siap Bangun Di Kecamatan Maja Kabupaten Lebak Banten), menunjukkan bahwa Aspek yang dapat mempengaruhi terhadap stagnasi pembangunan perumahan pada kawasan Maja adalah terkait dengan (1) kebijakan pengembangan kawasan, (2) Ketersediaan fasilitas pada kawasan seperti aksesibilitas dan sarana prasarana penunjangnya, aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan perumahan di Kawasan Maja karena investasi dunia usaha

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja di koperasi BMT-UGT Sidogiri Pasuruan lebih memprioritaskan para alumni

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa t hitung = 1,72 lebih besar dari t tabel pada 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga diketahui

Apabila Laporan Skripsi/Tugas Akhir yang telah direvisi sebagaimana yang dimaksud pada point (6) butir b, tidak diserahkan kembali sesuai dengan jangka waktu yang

Area of Alor Timur District Detailed by Villages 2008 14 1.11 Luas Wilayah Kecamatan Alor Timur Laut menurut Desa/Kelurahan.. Area of Alor Timur Laut District Detailed by

Dari hasil penilaian kelengkapan dan kebenaran dokumen administrasi atas peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran diatas, dokumen administrasi yang dinyatakan memenuhi syarat

Žmogus, kuris galvoja tik apie save ir visur ieško sau naudos, negali būti laimingas. Nori gyventi sau -

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,