• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XI SMAN 1 TONDONG TALLASA KABUPATEN PANGKEP SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XI SMAN 1 TONDONG TALLASA KABUPATEN PANGKEP SKRIPSI."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS DRAMA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XI SMAN 1

TONDONG TALLASA KABUPATEN PANGKEP

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh Gelar Sarjana pendidikan pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan

universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

Mantasia 105330 6594 10

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

2014

(2)

ABSTRAK

Mantasia, 2014. Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Drama dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas XI SMAN I Tondong Tallasa. Skipsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh H.

Tjoddin SB dan Haslinda.

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana menerapkan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan menulis teks drama pada siswa kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep. Penelitian ini bertujan Untuk mengetahui kemampuan menulis teks drama siswa SMAN 1 Tondong Tallasa dengan pendekatan kontekstual.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus dimana setiap siklus dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan.

Prosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah murid kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep sebanyak 40 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran keterampilan menulis teks drama mengalami peningkatan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi peningkatan kemampuan menulis teks drama melalui pendekatan kontekstualdengan memperhatikan tujuh aspek penilaian meliputi tema, setting, konflik, penokohan / perwatakan bahasa, teks berbentuk, ada kemungkinan untuk dipentaskan. Rata-rata nilai siswa secara keseluruhan pada siklus I sebesar 56,25 sedangkan siklus II sebesar 65,17 dengan presentase peningkatan 8,92%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual efektif diterapkan dalam keterampilan menulis teks drama siswa kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep.

Kata Kunci: menulis, pendekatan kontekstual

(3)

Moto

Ketika kerjaku tidak dihargai, maka saat itu aku sedang belajar tentang “ ketulusan”

Ketika usahaku dinilai tidak penting, maka saat itu aku sedang belajar tentang “keikhlasan”

Ketika aku harus lelah dan kecewa, maka saat itu aku sedang belajar tentang “kesungguhan”

Ketika aku merasa sepi dan sendiri, maka saat itu aku sedang belajar tentang “ketangguhan”

Ketika aku harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu aku tanggung, maka saat itu aku sedang belajar tentang “kemurahan hati” dan

Ketika hatiku terluka sangat dalam, maka saat itu aku belajar tentang

“memaafkan”

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan buat Ayah dan Ibu, saudara-saudaraku, keluarga dan para

sahabatku, dan semua pihak yang telah

mendukung aku dalam menyelesaikan skripsi

ini.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Ilahi rabbi semesta alam pemilik dan pencipta segala apa yang ada di langit dan di bumi serta yang ada di antara keduanya. Alhamdulillah berkat kekuatan dan kesabaran yang diberikan oleh Allah swt. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, mulai dari pemilihan judul, pengumpulan data, dan penganalisisan data, penulis mengalami hambatan. Namun, berkat rahmat Allah subhanahu wa taala, bantuan, bimbingan, serta petunjuk yang sangat berharga dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun material sehigga skripsi ini dapat diselesaikan walaupun dalam bentuk yang sederhana. Oleh karena itu, terima kasih dengan segala ketulusan hati kepada Drs. H. Tjoddin SB, M.Pd., pembimbing I dan Haslinda, S. Pd., M.Pd. pembimbing II yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis merampungkan skripsi.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada; Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. A. Sukri Syamsuri, M.

Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Munirah, M.Pd,. ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas

(5)

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Kepada yang teristimewa orang tua Ayahanda M. Ali D dan Ibunda Danang yang telah banyak berkorban demi masa depan penulis, terima kasih atas kasih sayang, pengorbanan, keikhlasan dan do’a restunya yang telah memperlancar penyelesaian studi penulis. Terima kasih kepada teman-teman Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2010, terkhusus buat kelas G yang tak pernah bosan memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin.

Makassar, September 2014 Penulis

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang dipelajari secara lisan maupun tertulis.

Ada empat keterampilan bahasa yang harus diperhatikan, keempat keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setia keterampilan mempunyai hubungan yang sangat erat ( Tarigan 1986: 1).

Realitas menunjukkan bahwa kemampuan menulis belum optimal dikuasai oleh siswa, bahkan mahasiswa. Mereka kebanyakan menganggap bahwa menulis bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Menulis juga dianggap sebagai suatu kegiatan yang membosankan. Oleh karena itu, perlulah kiranya guru mencari dan menerapkan pendekatan yang sesuai dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa Penelitian tentang kemampuan menulis telah banyak dilakukan, baik kemampuan menulis naratif, deskriptif, dan argumentatif.Penelitian dalam hal kemampuan menulis teks drama masih terbatas.Oleh karena itu, peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian kemampuan menulis teks drama.

Kemampuan menulis teks drama merupakan kemampuan yang penyajiannya logis dan objektif sesuai dengan benda, situasi keadaan yang diamati. Oleh karena itu, pengamatan secara langsung pada objek yang dijadikan sebagai bahan tulisan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam menyusun sebuah teks

1

(7)

2

drama. Dari hasil pengamatan ternyata banyak siswa yang mengeluh jika kegiatan belajar sampai pada pokok pembelajaran menulis, apalagi yang berhubungan dengan kegiatan menulis teks drama. Dalam proses belajar mengajar strategi yang digunakan oleh guru adalah ceramah. Hal ini yang menyebabkan siswa kurang tertarik dengan pembelajarn tersebut karena guru tidak memberikan contoh teks drama. Dengan memberikan contoh teks drama kepada siswa diharapkan siswa dapat memiliki gambaran tentang teks drama sehingga mampu merangsang siswa untuk menulis sebuah teks drama yang sesuai.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMAN. 1 Tondong Tallasa, diketahui bahwa kondisi kemampuan menulis teks drama tersebut belum maksimal. Hal ini disebabkan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang tepat. Dalam pembelajaran menulis khususnya menulis teks drama guru hanya memberikan penjelasan mengenai teks drama. Di sini siswa tidak diperlihatkan seacara langsung bentuk teks drama sehingga dalam proses kegiatannya siswa tidak dapat menciptakan drama secara baik karena siswa tidak memiliki gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan teks drama. Hal ini pulalah yang menyebabkan siswa menjadi kurang berminat dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama. Data nilai siswa di kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa Kab. Pangkep. Bahwa hasil belajar siswa rendah dengan rata-ratanya 60, hal ini dilihat juga dari tidak mencapainya nilai KKM yang sudah ditentukan yakni 65.

(8)

3

Di dalam pendekatan kontekstual terdapat beberapa komponen salah satunya adalah komponen pemodelan. Maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berupa demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar (Nurhadi 2003: 5).

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan diharapkan dapat mengatasi rendahnya kemampuan menulis teks drama siswa SMAN I Tondong Tallasa. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual komponen pemodelan, siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran menulis teks drama karena dalam pembelajaran tersebut siswa akan diperlihatkan sebuah model teks drama.

Keuntungan memperlihatkan model teks drama dalam pembelajaran menulis adalah siswa dapat melihat bentuk teks drama secara langsung sehingga dapat memberikan gambaran kepada siswa tentang teks drama. Sebab penjelasan mengenai drama saja tidak cukup, jadi selain penjelasan guru juga bisa memberikan contoh konkrit sebuah teks drama karena di dalam sebuah contoh teks drama tersebut ada tulisan yang menggambarkan tentang situasi atau keadaan.

Model teks drama itulah akhirnya siswa dapat menemukan dan mengembangkan gagasan yang akan mereka tuangkan menjadi sebuah teks drama.

sehingga dapat menimbulkan perubahan terhadap perilaku siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi serta antusias dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama.

Selain itu, perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama belurn

(9)

4

menunjukkan adanya perubahan perilaku yang pasti. Siswa kelihatan kurang berminat dan kurang senang dengan pembelajaran tersebut. Hal ini dikarenakan tidak ada motivasi yang dapat menstimulus siswa untuk menciptakan teks drama yang lebih baik dan siswa belum mengenal bentuk teks drama secara konkrit.

Dengan menggunakan teks drama sebagai model dalam pembelajaran menulis teks drama diharapkan dapat membawa perubahan yang positif terhadap perilaku siswa. Siswa menjadi lebih berminat dan termotivasi untuk menciptakan teks drama yang lebih baik. Siswa pun merasa senang untuk mengikuti pembelajaran menulis teks drama karena siswa memiliki gambaran mengenai teks drama dan hal- hal yang berkaitan dengan teks drama melalui model tersebut. Dengan demikian siswa menjadi lebih aktif dan pembelajaran pun dapat berjalan dengan lancar.

Dengan menerapkan pendekatan kontekstual diharapkan pembelajaran menulis teks drama selain dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama, siswa juga dapat mengalami perubahan perilaku menjadi lebih aktif dan termotivasi.

Karena dalam proses pembelajarannya, siswa akan diperlihatkan contoh teks drama sebagai model yang dapat menstimulus siswa sehingga siswa dapat mengenal bentuk teks drama dan mempunyai gambaran tentang teks drama, sehingga siswa dapat menulis teks drama sesuai dengan unsur-unsur drama dengan mudah. Siswa menjadi lebih perhatian dan proses pembelajaran pun dapat berjalan dengan lancar.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini yaitu:

Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa?

(10)

5

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah Untuk meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa SMAN 1 Tondong Tallasa dengan pendekatan kontekstual.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis berharap hasil penelitian bermanfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis.

1. Manfaat teoretis

Secara teoritis dapat memberikan masukan pengetahuan tentang pengembangan teori pembelajaran menulis teks drama melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi guru dan siswa karena dengan menggunakan teknik pemodelan dapat membantu siswa untuk berfikir secara cepat sehingga memudabkan guru dalam mengarahkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

(11)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Hasil Peneliti yang Relevan

Tercapainya kualitas atau peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari berbagai macam pengetahuan merupakan harapan bagi semua pihak. Dengan hasil pembelajaran yang memuaskan, pengajar telah berhasil mengantarkan siswanya dalam belajar. Penelitian tentang menulis teks drama sebelumnya sudah pernah dilakukanoleh Thomas Bagio (2010) pada siswa kelas IV SD 03 Sinjai Utara.

Penelitian tersebut digunakan oleh penulis sebagai salah satu bahan pertimhangan yang dapat memberikarn sedikit gambaran tentang kemampuan menulis teks drama siswa kelas IV SD 03 Sinjai.

Besarnya peningkatan keterampilan menulis teks drama dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes siklus I dan siklus II. Pada siklus I siswa mencapai kategori cukup dengan nilai rata-rata 64,48% sedangkan pada siklus II keterampilan menulis teks drama siswa meningkat dengan nilai rata-rata 73,6%. Penelitian terakhir tersebut merupakan penelitian yang paling relevan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut sama-sama meneliti tentang menulis drama dan sama-sama menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Namun dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan teks drama sebagai teknik pembelajaran sebagai upaya peningkatan menulis teks drama siswa, sedangkan pada penelitian ini menggunakan teks drama

6

(12)

7

sebagai model atau contoh dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis teks drama siswa.

Pada tahun 2014 Ilham melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis puisi Melalui Pendekatan Kontekstual Murid Kelas V SD Manuruki Kecamatan Tamalate. hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus pertama yang tuntas secara individual dari 14 murid hanya 6 murid atau 42,86% atau berada pada kategori sangat rendah. Secara klasikal belum terpenuhi karena nilai rata-rata diperoleh sebesar 62,14%. Sedangkan pada siklus II dimana dari 14 murid terdapat 13 orang atau 92,86% telah memenuhi KKM dan secara klasikal sudah terpenuhi.

Penelitian mengenai pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual dipilih karena pengguanaan pendekatan kontekstual diharapkan dapat membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan meraka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Adapun penggunaan komponen pemodelan diharapkan dapat membantu mempermudah siswa dalam menyusun teks drama sebab siswa sudah distimulus dengan teks drama yang sudah jadi sehingga siswa dapat lebih aktif dan bersemangat.

2. Hakikat Teks Drama

Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen (dalam Hasanudinl996:2), drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia danharus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan

(13)

8

pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin 1996: 2) adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung. Dari beberapa pengertian drama yang telah diungkapkan di atas mencerminkan bahwa drama adalah sebuah karya yang lebih menonjolkan dimensi seni lakonnya saja. Padahal meskipun drama ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan, tidak berarti bahwa semua karya drama yang ditulis pengarang haruslah dipentaskan. Tanpa dipentaskan sekalipun, karya drama dapat dipahami, dimengerti, dan dinikmati.

Drama adalah kualitas komunikasi, situasi action (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton (Harimawan, 1986: 16). Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani "draomai" yang berarti berbuat, belaku, bertindak, atau bereaksi.

Drama berarti perbuatan, tindakan atau action. Sedangkan drama naskah dapat diberi batasan sebagai salahsatu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.

Dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan. Dalam kegiatan sehari-hari ada pertengkaran, kesedihan, perselingkuhan, kebahagiaan, kelahiran, kematian, dan lain-lain (Aminuddin, 2010: 38). Drama itu biasanya seputar itu saja, seoarang penulis akan menulis kisah percintaan, sengketa, dan lain- lain itu karena di dalam kehidupan manusia itu ada. Penuangan tiruan kehidupan tersebut diberi warna oleh penulisnya. Dunia yang ditampilkan di depan pembaca bukan dunia primer, tetapi dunia sekunder.

(14)

9

Aktualisasi terhadap peristiwa dunia menjadi peristiwa imajiner tersebut seratus persen menjadi hak pengarang. Sisi mana yang dominan terlihat dalam lakon, ditentukan oleh bagaimana pengarang memandang kehidupan. Konflik manusia biasanya muncul akibat dari adanya pertentangan antara tokoh yang satu dengan yang lainnya. Dengan pertikain itu terciptalah dramatik aktion. Daya pikat sebuah teks drama ditentukan oleh dramatic action ini. Perkembangan dramatic action dari awal sampai akhir, merupakan faktor yang paling penting untuk membangun sebuah cerita.

Unsur kreatifitas pengarang terlihat dari kemahiran pengarang menjalin konflik, meniawab konflik dengan surprise, dan memberikan kebaruan dalam jawaban itu. Jika terjadi hal yang demikian, maka teks drama tersebut memiliki suspense (tegangan) yang menambah daya pikat dalam sebuah teks drama. Untuk memahami teks drama secara lengkap dan terinci, maka struktur drama akan dijelaskan di sini. Unsur-unsur struktur itu saling menjalin membentuk kesatuan dan saling terikat satu dengan yang lain.

Menurut (Aminuddin dan Roekhan 2010: 38) unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah teks drama adalah:

1. Penokohan dan Perwatakan

Menurut Sudjiman,(1988: 17-18)Unsur utama dalam karya drama adalah pelaku. Dalam cerita pelaku berfungsi untuk (1) menggambarkan peristiwa melalui lakuan, dialog, dan monolog, (2) menampilkan gagasan penulis naskah secara tidak langsung, (3) membentuk rangkaian cerita sejalan dengan peristiwa yanng ditampilkan, dan (4) menggambarkan tema atau ide dasar yang ingin

(15)

10

dipaparkan penulis naskah melalui cerita yang ditampilkan. Fungsi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa untuk memahami peristiwa, gagasan pengarang, rangkaian cerita, dan tema dalam suatu naskah drama, maupun karya pementas drama terlebih dahulu memahami lakuan, dialog, monolog, pikiran, suasana batin, dan hal lain yang berhubungan dengan pelaku.

Berdasarkan fungsi di atas pelaku dapat dibedakan antara pelaku utama dan pelaku tambahan. Pelaku yang menjadi sumber dan berperan uatama dalam setiap peristiwa, berperan utama dalam membentuk cerita, mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tema disebut pelaku utama Sebaliknya pelaku yang hanya berfungsi sebagai pembantu atau pendukung kehadiran pelaku utama disebut pelaku tambahan. Agar pelaku yang ditampilkan dapat memberikan efek yang nyata atau hidup dan menarik perlu diadakan karakterisasi.

Salah satu bentuk karakterisasi yang dilakukan adalah dengan memberikan gambaran penampilan dan gambaran perwatakan kepada para pelaku yang ditampilkannya. Penggambaran pelaku tersebut dapat dilakukan melalui penggambaran pikiran, sikap, suasana batin, perilaku, cara berhubungan dengan orang lain, dialog, monolog komentar atau penjelasan langsung. Selain itu pelaku juga dapat digambarkan melalui pembicaraan, sikap, maupun pandangan pelaku lain terhadap yang dijadikan sebagai sasaran pemahaman. Dari sinilah para pembaca dapat merasakan adanya pelaku yang memberi kesan menyenangkan dan tidak menyenangkan.

(16)

11

2. Latar Cerita

Menurut Sudjiman,(1988: 17-18) termasuk dalam latar cerita adalah latar berupa peristiwa, objek, suasana, maupun situasi tertentu. Latar dalam drama selain berfungsi untuk membuat cerita menjadi lebih tampak hidup juga dapat dimanfaatkan untuk menggambarkan gagasan tertentu secara tidak langsung latar cerita juga bisa berupa lingkungan kehidupan sosial masyarakat dan lingkungan sosial budaya. Dalam hal demikian bisa juga latar tersebut tidak dapat ditentukan berdasarkan gambaran secara fisik tetapi mesti ditafsirkan oleh pembaca atau penonton. Dalam hal demikian, penafsiran tersebut bisa ditentukan berdasarkan dialek penutur, alih kode yang dilakukan para pelaku, maupun berbagai pernik kehidupan social budaya yang ditampilkan. Pemahaman latar sosial budaya bisa juga didasarkan pada hasil penghubungan antara latar fisik, latar waktu, mupun unsur-unsur lain dalam drama. Misal ketika pelaku digambarkan menggunakan handphone dan membaca buku terbitan 2000, dengan mudah pembaca dapat membedakan kemungkinan latarnya apabila yang muncul adalah gambaran pelaku yang menggunakan telepon engkol dan membaca buku tahun 1968.

3. Tema Cerita

Menurut Sudjiman,(1988: 17-18) tema merupakan ide dasar yang melandasi pemaparan suatu cerita. Tema mesti dibedakan dengan nilai moral atau amanat. Misal ketika membuat naskah drama yang berjudul "Sampuraga"

penyusun naskah bertolak dari tema "Anak yang durhaka kepada orang tua akan mendapat hukurnan yang setimpal". Tema demikian dapat saja terwujudkan

(17)

12

dalam gambaran peristiwa maupun rangkaian cerita yang berbeda-beda sebagai lay’ down’ atau landas tumpu penceritaan sehingga pengembangan cerita

mestilah menunjukkan keselarasan dengan tema ataupun berbagai pokok perrnasalahan yang digarap melalui pengembangan ceritanya.

4. Penggunaan Gaya Bahasa

Menurut Sudjiman,(1988: 17-18) Sebagaimana dalam puisi, karya drama juga menggunakan gaya bahasa dalam penerapannya. Penggunaan gaya bahasa tersebut antara lain difungsikan untuk (1) memaparkan gagasan secara lebih hidup dan menarik, (2) menggambarkan suasana lebih hidup dan menarik, (3) untuk menekankan suatu gagasan, (4) untuk menyampaikan gagasan secara tidak langsung. Meskipun ada beberapa kesamaan dengan penggunaan gaya bahasa dalam puisi maupun karya drama pada umumnya, dalam drama terdapat penggunaan gaya bahasa yang sulit digunakan dalam puisi karena penggunaan gaya bahasa tersebut berkaitan dengan penggambaran suatu cerita keseluruhan.

Gaya bahasa yang dimaksud adalah gaya bahasa ironi, yaitu penggunaan gaya hahasa untukmenyampaikan gagasan secara tidak langsung melalui pemaduan antara penggunaan bahasa, penggambaran peristiwa, dan penyampaian cerita.

5. Rangkaian Cerita

Sudjiman,(1988: 17-18) Penentuan rangkaian cerita dalam drama berbagai macam. Apabila ditentukan berdasarkan cerita berbentuk roman misalnya, rangkaian cerita tersebut dapat digambarkan melalui tahap-tahap;

perkenalan, komplikasi konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian. Unsur- unsur dan rangkaian cerita tersebut tidak selalu berlaku dalam setiap cerita drama

(18)

13

untuk menyusunnya pun pembaca harus menggambarkan ulang berbagai peristiwa yang termuat dalam cerita yang dibacanya. Untuk menyusun gambaran peristiwa tersebut sehingga membentuk sebuah plot, pembaca mungkin menggarapnya berdasarkan urutan waktu maupun urutan sebab akibat.

Dalam drama yang dibagi menjadi sejumlah babak biasanya kita menemukan detail tahapan cerita dalam setiap babaknya yang dapat kita rinci ke dalam tahap-tahap tertentu. Bahkan tidak terutup kemungkinan dalam setiap babak tersebut seakan-akan kita sudah bisa membentuk sebuah kesatuan cerita yang belum menggambarkan adanya klimaks dan penyelesaian.

Adapun detail tahapan cerita dalam setiap bagiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Bagan Cerita dan Detail Tahapan

Bagan Cerita Detail Cerita

Awal Paparan (exotition) atau penjelasan awal ransangan (enciting) munculnya peristiwa awal

Gawatan (racing action) munculnya benih konflik / komplikasi

Tengah Komplik

Kerumitan (komplikasi) Klimaks

Akhir Paleraian

(19)

14

Hasanuddin ( 1996: 2) Bisa saja sebuah cerita panjang di dalamnya menggunakan model penceritaan secara flash back atau menggunakan pola sorot balik. Dalam hal demikian cerita bisa diawali dan klimaks, kemudian menuju ke cerita bagian awal,dan seterusnya. Atau dari sorot balik itu diawali dari klimaks untuk kemudian menuju konflik dan kerumitan. Pada sisi lain bisa saja rangkaian cerita yang dituangkan pengarang itu dalam plot ganda. Artinya dari sebuah judul cerita pengarang menampilkan sejumlah pelaku utama yang masing-masing melahirkan rangkaian cerita yang berbeda-beda sehingga masing-masing juga dapat membentuk alur cerita yang berbeda-beda sehingga masing-masing cerita tersebut terjalin dalam satu keutuhan judul. Di dalam sebuah karya drama ada juga yang menyebut plot sebagai unsur utama. Memang kedua unsur tersebut saling menjalin.

Kekuatan plot terletak dalam kekuatan penggambaran watak, sebaliknya kekuatan watak pelaku hanya hidup dalam plot yang meyakinkan. Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakau jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku. Sifat dua tokoh utama itu bertentangan, misalnya: kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh brutal, tokoh pembela kebenaran kontra tokoh bandit, tokoh ksatria kontra penjahat, tokoh bermoral kontra tokoh tidak bermoral, dan lain sebagainya. Konflik itu semakin lama semakin meningkat untuk kemudian mencapai titik klimaks. Setelah klimaks lakon akan menuju penyelesaian. Berdasarkan beberapa batasan teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas tersebut, penulis setuju dengan batasan teori yang telah diungkapkan oleh Aminuddin dan

(20)

15

Roekhan sebagai rujukan dalam peulisan skripsi ini. Setiap teori yang telah dikemukakan tersebut pasti memliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Adapun kelemahan dan kelebihan teori yang telah dikemukakan oleh Aminuddin dan Roekhan (1992: 9), yaitu kelebihanya teori tersebut mengemukakan tentang unsur-unsur yang terdapat di dalam sebuah teks drama. Teori ini lebih mengarah pada penjelasan mengenai pemahaman tentang fungsi yang terdapat di dalam unsur- unsur sebuah teks drama. Dengan mengetahui unsur-unsur drama tersebut seorang penulis dapat membuat drama dengan imajinasinya sendiri karena seorang penulis telah memilki gambaran tentang hal-hal yang harus diperhatikan di dalam sebuah teks drama. Sedangkan kelemahan yang terdapat di dalam teori tersebut mungkin drama yang akan dihasilkan kurang dapat memberikan efek yang nyata sesuai dengan situasi dan kondisi yang dicentakan. Berdasarkan simpulan tersebut penulis memilih untuk menggunakan teori yang dikemukakan oleh Aminuddin dan Roekhan karena dengan menggunakan teori tersebut sebagai rujukan dalam penulisan skripsi ini, diharapkan teks drama yang akan dihasilkan oleh siswa sesuai dengan situasi dan kondisi yang nyata sehingga teks drama tersebut selain dapat dipentaskan juga dapat dinikmati oleh pembaca.

3. Menulis Drama

Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis itu sendiri. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan yang lainnya. Oleh karena itu, keterampilan menulis sudah tentu berhubungan dengan menyimak, berbicara, danmembaca. Trianto (2002:2) menyebutkan bahwa tulisan kreatif merupakan

(21)

16

tulisan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatanmenulis kreatif orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks- tekskreatif karya orang lain dengan caranya sendiri dan memanfaatkan berbagai haltersebut ke dalam kehidupan nyata.

Ekspresif dalam arti bahasa kita dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang menggejala dalam diri kita, untuk dikomunikasikan kepada orang lain melalui tulisan kreatif sebagai sesuatu yang bermakna. Salah satu teks yang bersifat kreatif adalah teks drama. Menulis keratif pada hakikatnya adalah menafsirkan kehidupan. Melalui karyanya penulis ingin mengkomunikasikan sesuatu kepada pembaca.

Karya kreatif merupakan interpretasi evaluatif yang dilakukan penulis terhadap kehidupan, yang kemudian direfleksikan melalui medium bahasa pilihan masing-masing. Jadi, sumber penciptaan karya kreatif tidak lain adalah kehidupan kita dalam keseluruhannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menulis teks drama adalah kegiatan melahirkan pikiranan perasaan secara ekspresif dan apresiatif melaluiteks drama.

4. Kaidah Teks Drama

Apabila menyebut istilah drama, maka kita berhadapan dengan dua kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama pentas. Keduanya bersumber pada drama naskah. Drama berasal dari bahasa Yunani "draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action.

Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan

(22)

17

prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan (Waluyo 2001:2). Drama naskah disebut juga sastra lakon.Sebagai salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna).

Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur. Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Oleh karena itu, bahasanya dan maknanya tunduk pada konfensi sastra, yang menurut Teeuw dalam Waluyo, (2001: 7) meliputi hal-hal berikut ini:

1. Teks sastra memiliki unsur atau struktur batin atau intern structure relation, yang sebagian-bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan

2. Naskah sastra juga memiliki struktur luar atau extern structure relation, yang terikat oleh bahasa pengarangnya

3. Sistem sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun-susun. Selanjutnya (Teeuw dalam Waluyo 2001:7) juga menyebutkan tiga ciri khas karya sastra, yaitu 1) teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasannya dihentikan dengan kebulatan makna, 2) dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna disemantiskan segala aspeknya, 3) dalam memberi makna itu di satu pihak karya sastra terkait oleh konvensi, tetapi di lain pihak menyimpang dari konvensi dengan pembaharuan, antara mitos dengan kontra mitos.

Dalam penyusunan naskah, pembabakan plot itu biasanya diwujudkan dalam babak dan adegan. Perbedaan babak berarti perbedaan setting, baik berarti waktu, tempat, maupun ruang. Perbedaan itu cukup beralasan karena setting berubah

(23)

18

secara fundamental. Babak-babak itu dibagi-bagi menjadi adegan-adegan. Pergantian adegan yang satu dengan yang lain mungkin karena masuknya tokoh lain dalam pentas, kejadian dalam waktu yang sama, tetapi peristiwanya lain, ataupun karena kelanjutan satu peristiwa yang tidak memerlukan pergantian setting (Waluyo 2001:12).

Dengan demikian, drama sebagai karya sastra hampir sama dengan karya sasta dalam prosa. Keduanya sama-sama menceritakan tentang tokoh, konflik, setting, dan amanat yang ingin disampaikan. Perbedaanya prosa disampaikan secara naratif sedangkan drama disajikan dalam bentuk dialog. Drama juga disajikan dalam bentuk babak dan adegan. Babak sama dengan bagian, setiap babak terdiri atas beberapa adegan. Dan ciri adegan biasanya ditandai dengan adanya pergantian pelaku dan peristiwa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penulisan teks drama harus memperhatikan kaidah teks drama yang meliputi: 1) teks drama disajikan dalam bentuk babak dan adegan, 2) ada kemungkinan untuk dipentaskan dalam teks drama yang disajikan.

5. Menulis Teks Drama

Menurut Tarigan (1982:21), menulis adalah melukiskan lambing grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami dan dapat dibaca oleh oaring lain sehingga orang tersebut dapat membaca lambang-lambang grafik itu dengan jelas. Menurut Marwoto (1995:12), menulis adalah kemampuan untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, pendapat, ilmu pengetahuan, dan pengalaman- pengalaman kehidupan dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, enak, dan mudah

(24)

19

dipahami oleh orang lain. Drama menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen (dalam Hasanudin 1996:2) adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.

Sedangkan pengertian drama menurut Moulton (dalam Hasanudin 1996:2) adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.

Menurut Waluyo drama berasal dari bahasa Yunani "Draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau bereaksi. Darama berarti perbuatan, tindakan action.

Sedangkan drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan. Menurut Jabrohim dkk (dalam Jabrohim 2003:

122), penulisan teks drama merupakan suatu proses yang utuh, yang mempunyai keseluruhan.

Ada berbagai aspek yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menulis sebuah teks drama, yaitu: 1 ) penciptaan latar (creatting setting), 2) penciptaan tokoh yang hidup (freshingout character), 3) penciptaan konflik-konflik (working with konflik), 4) penulisan adegan. Dan uraiannya adalah sebagai berikut yang dikemukakan oleh Rene Wellek dan Austin( 1993: 37-46):

1. Penciptaan latar (creating setting)

Lingkungan fisik tempat penulis drama menempatkan aksi (action) para tokoh ciptaannya disebut setting. Biasanya para penulis drama yang sudah berpengalaman seringkali menggunakan suatu lingkungan yang aktual (nyata), yaitu dengan observasi sebagai dasar setting drama yang akan ditulis dengan memodifikasi

(25)

20

hasil observasi agar menjadi setting yang paling baik untuk sebuah drama karena dengan observasi terhadap lingkungan yang aktual menyediakan begitu banyak detail yang bermanfaat untuk penulis drama sendiri, bahkan juga dapat menyuburkan irnayi penulis, dalam arti bukan hanya diimpikan semata. Inspirasi untuk menyusun setting berada dalam drarna itu sendiri, yaitu penulis dapat menemukan indikasi-indikasi setting dalam serangkaian dialog para tokoh, dalam konflik-konflik, dan elemen- elemen lain yang ada dalam drama itu sendiri.

2. Penciptaan tokoh yang hidup (freeshing out character)

Deskripsi tokoh utama dalam drama biasanya ditulis seperti deskripsi setting. Penulis drama melukiskannya seringkas dan setepat mungkin. Informasi yang biasa termasuk di dalamnya, yaitu (1) Nama tokoh; (2) Usia tokoh; (3) Deskripsi tokoh secukupnya; (4) Hubungan tokoh utama dengan tokoh tokoh lainnya. Para penulis drama mendasarkan karakter tokoh drama mereka padaorang- orang yang dikenal secara akrab. Mereka menggunakan orang-orang yangsecara nyata ada di tengah-tengah masyarakat sebagai model yang merekasedi akan segi- segi permukaan karakter tokoh dan menggali wawasan kehidupanyang tidak hanya tersedia jika mereka hanya bergantung pada semata-mata pada imajinasi. Meskipun aspek itu sederhana tapi sangat membantu dalam membangun karakter tokoh karena aspek tersebut dapat memperlihatkan kepribadian tokoh,yaitu tentang bagaimana ia mengenakan pakaian. Apa yang disandang tokoh dan bagaimana ia menyandangnya.

3. Penciptaan konflik-konflik (working with konflik)

(26)

21

Dalam konflik seorang tokoh menginginkan sesuatu, sedangkan tokoh yang lain berusaha mencegah keinginan itu. Definisi konflik adalah seorang tokoh ingin (mempunyai motivasi) mencapai tujuan (goal) tertentu, tetapi seorang (sesuatu) merintangi (mencegah) keberhasilan tokoh pertama tadi. Jika motivasi tokoh pertama tadi cukup kuat, maka tokoh itu berusaha kuat mengatasi rintangan-rintangan itu dengan taktik-taktik agar ia berhasil mencapai tujuannya.

4. Penulisan adegan

Seorang penulis drama yang sudah berpengalaman sebelum menulis adegan lengkap dengan dialog, terlebih dahulu memetakan konflik berupa naratif yang belum ada dialognya. Adegan ditulis sebagai sebuah cerita.

Dengan menghidupkan tokoh-tokoh tertentu dengan mengembangkan karakternya dan menempatkan tokoh-tokoh pada setting kehidupan mereka serta menemukan situasi-situasi yang bisa menimbulkan konflik, kemudian dituangkan ke dalam skenario dasar berupa sebuah adegan pendek, maka penulisan sebuah drama sebagian sudah terselesaikan. Berdasarkan beberapa batasan teori yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas tersebut, dalam hal ini penulis setuju dengan batasan teori yang telah diungkapkan oleh Jabrohim dkk.sebagai rujukan dalam peulisan skripsi ini.

Setiap teori yang telah dikemukakan tersebut pasti memliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan yang terdapat di dalam teori yang dikemukakan oleh Jabrohim dkk. misalnya, teori tersebut mengemukakan tentang cara menulis teks drama dengan memperhatikan beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam penulisan sebuah teks drama seperti: penciptaan latar (creating setting),

(27)

22

penciptaan tokoh yang hidup (freshing out character), penciptaan konflik (working with konflik), dan penulisan adegan.

Di dalam teori tersebut ada beberapa aspek yang menurut Jabrohim ( 2003:

122), sebelum seorang penulis memulai menciptakan sebuah teks drama telebih dahulu mengadakan observasi terhadap tempat yang akan dijadikan sebagai setting dalam drama tersebut agar dapat mengasilkan karya drama sesuai dengan situasi yang akan diceritakan. Begitu Juga dengan krakter tokoh yang akan diciptakan, seorang penulis biasanya mengamati orang-orang yang ada disekitarnya sebagai model untuk memperoleh gambaran karakter seorang tokoh yang nyata dengan menggali wawasan dari masing-masing tokoh tersebut. Dengan demikian, berdasarkan teori ini drama yang akan dihasilkan oleh seorang penulis dapat membangkitkan daya imaji pembaca seolah-olah pembaca dapat menikmati drama tersebut seperti berada di dalam kehidupan yang nyata atau dapat memberi kesan yang menarik dan menyenangkan bagi para pembaca, jadi teori ini lebih mengemukakan tentang cara atau penerapan dalam menulis sebuah teks drama dan teori ini dapat dijadikan sebagai landasan ketika kita akan menulis sebuah teks drama. Sedangkan kelemahan yang terdapat di dalam teori tersebut untuk dapat menciptakan sebuah teks drama, seorang penulis membutuhkan waktu yang cukup lama karena penulis harus benar-benar megamati beberapa aspek dasar secara langsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis drama merupakan kemampuan untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan pengalaman pengalaman kehidupan yang dapat melukiskan sifat dan sikap manusia dengan action

(28)

23

dan perilaku yang ditulis dalam bentuk dialog dengan berdasarkan atas konflik yang tajam dan jelas sehingga pembaca dapat merasakan suasana dan peristiwa yang terdapat di dalam cerita drama tersebut. Di samping harus memperhatikan hal-hal di atas jugaharus memperhatikan kaidah penulisan teks drama. Adapun kaidah penulisan teks drama adalah sebagai berikut.

1. Teks drama yang disajikan dalam bentuk babak 2. Ada kemungkinan untuk dipentaskan.

6. Pembelajaran Menulis Teks Drama Dengan Pendekatan Kontekstual Pembelajaran menulis teks drama di sini menggunakan pendekatan kontekstual. Ketika melaksanakan pembelajaran kontekstual, sebenarnya ketujuh komponen pendekatan kontekstual tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Akan tetapi kita dapat menekarkan pada satu atau dua komponen saja. Pembelajaran menulis teks drama dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kotekstual. Dalam pembelajaran menulis teks drama guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 7-8 orang. Selanjutnya guru menghadirkan model yang berupa contoh teks drama yang dijadikan model. Model tersebut dihadirkan untuk memberitahukan kepada siswa tentang bentuk teks drama dan untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami teks drama, sehingga siswa dapat memahami unsur-unsur yang terdapat di dalam teks drama model ini tidak untuk ditiru oleh siswa, melainkan untuk menstimulus siswa agar siswa dapat memiliki gambaran tentang teks drama yang akan siswa buat. Di sini siswa menjadi lebih aktif karena siswa harus bisa menemukan sendiri pengetahuan tentang teks drama dari model tersebut. Misalnya, pengertian, ciri-ciri dan unsur-unsur drama. Dan peran

(29)

24

guru di sini hanya sebagai fasilitator dan motivator yang mengarahkan dan memotivasi keaktifan siswa. Setelah mengamati model tersebut, siswa berdiskusi dengan teman satu kelompoknya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan teks drama. Kemudian dibahas bersama guru. Setelah siswa mengetahui hal-hal yang berakitan dengan teks drama, siswa diminta menulis sebuah teks drama dengan memperhatikan hal-hal yang berakaitan dengan drama.

Agar situasi cerita dalam teks drama tersebut menjadi lebih hidup, siswa harus bisa menggambarkannya sesuai dengan situasi yang ada tentang apa yang dirasakan, dilihat, dan didengar. Pada saat siswa praktik menulis teks drama, guru mengarahkan kegiatan siswa. Melalui pembelajaran seperti ini diharapkan dapat memecahkan masalah kemarnpuan menulis teks drama siswa dan diharapkan dapat mengubahan tingkah laku siswa selama pembelajaran menulis teks drama. Sesuai dengan jenjang pendidikan, Sekolah Menengah Atas (SMA) materi yang diaiarkan pun semakin mendalam.

Salah satu kompetensi pembelajaran sastra yang harus dicapai oleh siswa adalah menulis teks drama. Adapun indikator yang harus dicapai oleh siswa adalah siswa mampu menulis teks drama dengan menggunkan bahasa yang sesuai untuk mengembangkan penokohan, menghidupkan konflik, dan manghadirkan latar yang mendukung. Bahan pembelajaran yang digunakan adalah materi tentang menulis teks drama. Materi tersebut, terdiri atas bagian-bagian teks drama dan langkah-langkah menulis teks drama. Teks drama memiliki bagian-bagian judul, deskripsi penokohan, babak (yang terdiri atas prolog, monolog/dialog, dan epilog), dan penunjuk pementasan.

(30)

25

Istilah prolog, monolog, dan epilog dikemukakan oleh Suharianto (2005-65) yang menyatakan bahwa prolog adalah penjelasan yang disamapaikan sebelum suatu pertunjukkan dimulai. Monolog adalah percakapan yang dilakukan oleh seorang pelaku. Dan epilog adalah penjelasan yang diberikan pada akhir suatu pertunjukkan atau pementasan.

Anwar (2001: 136) mengemukakan bahwa langkah-langkah menulis teks drama dimulai dari merumuskan tema atau gagasan, mendeskripsikan penokohan atau memberi nama-nama tokoh, membuat garis besar isi cerita, mengembangkan garis besar isi cerita ke dalam dialog-dialog, membuat petunjuk pementasan yang baiasanya ditulis dalam tanda kurung maupun dapat ditulis dengan huruf miring atau huruf kapital semua, dan memberi judul pada teks drama yang sudah ditulis. Adapun pemilihan bahan naskah drama yang diajarkan harus memenuhi kriteria tertentu.

Waluyo (2001:199) mengemukakan pemilihan bahan naskah drama untuk diajarkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Sesuai dan menarik bagi tingkat kematangan jiwa murid.

2) Tingkat kesulitan bahasanya sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa murid yang akan menggunakannya. Jika bahasanya terlalu sulit, maka apresiasi tidak mungkin akan dapat dibina.

3) Bahasanya sedapat mungkin menggunakan bahasa yang standar, kecuali jika cerita memang memasalahkan penggunaan dialek. Penggunaan dialek sedikit mungkin tidaklah begitu jelek, tetapi jika dapat dihindarkan sebaiknya dihindari.

4) Isinya tidak bertentangan dengan haluan negara kita

(31)

26

5) Naskah hendaknya mempunyai ciri-ciri yaitu adanya masalah yang jelas, adanya tema yang jelas, adanya perwatakan peranan, adanya penggunakan kejutan yang tepat, bertolak dari gagasan murni penulis, dan menggunakan bahasa yang baik.

7. Kritreia Penilaian Dalam Pembelajaran Menulis Teks Drama

Sistem penilaian yang digunakan dalam pembelajaran menulis teks drama ini adalah penilaian proses dan hasil. Hal ini, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran dengan hasil yang memuaskan atau berkualitas. Sesuai dengan pendapat Mulyasa (2002:102) yang menyatakan bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya Termasuk dalam setting atau latar adalah latar berupa peristiwa, benda, objek, suasana, maupun situasi tertentu. Untuk setting atau latar kriteria penilaian menitikberatkan pada penggambaran setting secara ringkas, jelas, dan hidup.Karena setting dalam drama selain berfungsi untuk menghidupkan cerita, juga dimanfaatkan untuk menggambarkan gagasan tertentu secara tidak langsung.

1) Konflik

Loser (1956: 41) mengemukakan bahwa dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan. Konflik manusia biasanya muncul akibat dari adanya pertentangan antara tokoh yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu kriteria penilaian konflik menitikberatkan pada terciptanya konflik yang tajam dan jelas.

Konflik dikatakan tajam dan jelas apabila konflik yang diciptakan semakin lama semakin meningkat sampai klimaks.Jadi di dalam cerita tersebut konflik diciptakan

(32)

27

tahap demi tahap mulai dan tahap pengenalan kemudian muncul peristiwa awal, kemudian ditengah cerita terjadi kerumitan sampai klimaks. Dengan munculnya klimaks tersebut konflik yang terjadi akan mulai reda dengan adanya peleraian yang akhirnya sampai pada penyelesaian.

2) Penokohan atau perwatakan

Sudjiman (1988:17-18) Unsur utama dalam karya drama adalah pelaku yang berfungsi untuk (1) menggambarkan peristiwa melalui lakuan, dialog, dan monolog, (2) menampilkan gagasan penulis naskah secara tidak langsung, (3) atau setidak- tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental atau sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan yang tinggi semangat yang besar, dan rasa percaya diri sendiri.

Dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil jika terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri pserta didik seluruhnya atau setidak- tidaknya sebagian besar (75%) lebih lanjut pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas jika masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, sesuai dengan kebutuhan/perkembangan masyarakat dan pembangunan.

Penilaian proses dilakukan dengan menilai perilaku siswa pada saat pembelajaran berlangsung, yang dapat diambil melalui data observasi, jurnal, dan wawancara.

Penilaian hasil dilakukan dengan menilai teks drama yang ditulis oleh siswa dengan menitikberatkan pada aspek tema, aspek setting atau latar, aspek konflik, aspek penokohan, dan aspek bahasa.

(Waluyo, 2001: 12) mengemukakan bahwa berikut ini adalah kriteria yang digunakan dalam penilain teks drama siswa

(33)

28

1) Tema

Tema merupakan ide dasar yang melandasi pemaparan suatu cerita. Dalam hal ini, tema yang diangkat harus selaras dengan pengembangan dari berbagai pokok permasalahan yang terdapat di dalam cerita tersebut.

2) Setting

Membentuk rangkaian cerita sejalan dengan peristiwa yang ditampilkan, dan (4) menggambarkan tema yang dipaparkan penulis naskah melalui cerita yang ditampilkan. Fungsi tersebut dapat memberikan gambaran bahwa untuk memahami peristiwa, gagasan pengarang, rangkaian cerita, dan tema dalam suatu naskah drama, maupun karya pementas drama terlebih dahulu memahami lakuan, dialog, pikiran, suasana batin, dan hal lain yang berhubungan dengan pelaku.

Berdasarkan fungsi tersebut kriteria penilaian untuk penokohan atau perwatakan difokuskan pada karakter tokoh yang digambarkan secara jelas agar pelaku yang ditampilkan dapat memberikan efek yang nyata dan menarik.

Penggambaran pelaku dapat dilakukan melalui penggambaran pikiran, sikap, suasana batin, periiaku, cara berhubungan dengan orang lain, dialog, monolog, komentar atau penjelasan langsung dengan bahasa yang sesuai dengan karakter masing-masing tokoh.

3) Bahasa

Dalam karya drama penggunaan gaya bahasa berfungsi untuk (1) memaparkan gagasan secara lebih hidup dan menarik, (2) menggambarkan suasana lebih hidup dan menarik, 3) untuk menekankan suatu gagasan, (4) untuk menyampaikan gagasan secara tidak langsung. Oleh karena itu, kriteria penilaian

(34)

29

untuk penggunaan gaya bahasa menitikberatkan pada pengguaan gaya bahasa yang dapat menggambarkan setiap karakter tokoh yang berbeda. Karena melalui gaya bahasa yang digunakan oleh masing-masing karakter tokoh yang berbeda dapat menggambarkan suasana maupun peristiwa yang sedang terjadi dalam cerita tersebut sehingga pembaca atau penonton dapat merasakan situasi tersebut.

Drama berasal dari bahasa Yunani "draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Drama berarti perbutan, tindakan atau action. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo 2001 :2).

Dalam penyusunan naskah, pembabakan plot itu biasanya diwujudkan dalam babak dan adegan. Perbedaan babak berarti perbedaan setting, baik berarti waktu, tempat, maupun ruang. Perbedaan itu cukup beralasan karena setting berubah secara fundamental. Babak-babak itu dibagi bagi menjadi adegan-adegan. Pergantian adegan yang satu dengan dengan yang lain mungkin karena masuknya tokoh lain dalam pentas, kejadian dalam waktu yang sama, tetapi peristiwanya lain, ataupun karena kelanjutan satu peristiwa yang tidak memerlukan pergantian setting (Waluyo 2001:12). Dengan demikian, drama sebagai karya sastra hampir sama dengan karya sastra dalam prosa. Keduanya sama-sama menceritakan tentang tokoh, konflik, setting, dan amanat yang ingin disampaikan. Perbedaanya prosa disampaikan secara naratif sedangkan drama disajikan dalam bentuk dialog. Drama juga disajikan dalam bentuk babak dan adegan.

(35)

30

Babak sama dengan bagian, setiap babak terdiri atas beberapa adegan. Dan ciri adegan biasanya ditandai dengan adanya pergantian pelaku dan peristiwa.

Berdasarkan uraian di atas criteria penilaian dalam kaidah penulisan teks drama yang sesuai difokuskan pada:

1. Teks drama yang disajikan dalam bentuk babak 2. Ada kemungkinan untuk dipentaskan.

B. Kerangka Pikir

Tujuan pengajaran bahasa membantu siswa mengembangkan keterampilan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulis. Salah satu kemampuan siswa yang mendasar adalah kemampuan untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan bahasa tulis. Kemampuan menulis merupakan kemampuan bahasa yang semakin penting untuk dikuasai. Kemampuan tersebut sangat potensial, yaitu (1) sebagai sarana menemukan sesuatu, (2) memunculkan ide baru, (3) melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide, (4) melatih sikap objektif, (5) membantu untuk menyerap dan memproses informasi dan (6) untuk membantu berpikir secara aktif dengan demikian keterampilan menulis di sekolah- sekolah perlu ditingkatkan, tidak terkecuali di SMAN 1 Tondong Tallasa karena pembelajaran menulis yang berhasil akan membawa manfaat yang besar dalam keterampilan berbahasa siswa.

Kemampuan menulis teks drama siswa SMAN 1 Tondong Tallasa masih rendah. Hal ini disebabkan guru tidak menerapkan pemodelan dalam proses pembelajaran menulis teks drama. Guru hanya memberikan penjelasan mengenai teks drama. Guru tidak memperlihatkan secara langsung bentuk teks drama yang

(36)

31

konkrit. Hal inilah yang membuat siswa menjadi kurang berminat dan kurang temotivasi untuk mengikuti pembelajaran menulis teks drama sebab siswa tidak memiliki gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan teks drama. Selain itu siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami dan mengenal bentuk teks drama.

Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis selama ini masih berjalan satu arah. Dalam pembelajaran menulis teks drama di kelas, guru menggunakan teknik ceramah sehingga siswa kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama karena siswa merasa bosan saat pembelajaran berlangsung. Kompetensi dasar menulis teks drarna pun sudah diajarkan akan tetapi masih ada hambatan yang dialami oleh siswa. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diperoleh dari guru yang bersangkutan yang menyatakan bahwa siswa belum mampu menulis drama secara produktif, siswa mau menulis teks drama jika mendapat tugas dari guru, dimana tema yang hendak dibuat sudah ditentukan oleh guru.

Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengubah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan sebagai alternatif, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Jadi, siswa yang dituntut untuk berperan aktif. Berdasarkan masalah terebut di atas, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas ini melalui dua siklus. Tiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus satu dimulai dengan tahap perencanaan, berupa rencana kegiatan langkah-langkah yang dilakukan

(37)

32

peneliti untuk memecahkan masalah. Pada tahap tindakan, peneliti melakukan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Tindakan yang dilakukan adalah mengadakan pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Tahap observasi dilakukan ketika pembelajaran berlangsung.

Hasil yang diperoleh dalam pembelajaran kemudian direfleksi.

2.2 BAGAN KERANGKA PIKIR Pembelajaran Bahasa Indonesia

Menulis Teks Drama Pendekatan Kontekstual

- Tema - Latar - Konflik

- Penokohan/Perwa takan

- Bahasa

- Teks berbentuk - Ada kemungkinan

untuk dipentaskan

- Guru membagi siswa dalam bentuk kelompok - Guru mengarahkan siswa

melihat pemandangan alam/lingkungansekolah - Guru mengarahkan tiap

kelompok menuliskan teks drama sesuai keadaan

alam/lingkungansekolah - Mintalahsiswauntukmem

persentasikannya

Analisis

Temuan

(38)

33

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual maka kemampuan menulis teks drama siswa kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa meningkat.

(39)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Ditinjau dari segi pendekatan penelitian, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas, merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah sampai masalah itu terpecahkan. PTK bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi.

Penelitian tindakan di sini adalah kolaboratif partisipatoris, yaitu kerja sama antara peneliti dengan guru atau teman sejawat di lapangan. Peneliti terlibat langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI SMAN I Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep. Pelaksanaan penelitian ini direcanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014.

b. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah kemampuan menulis teks drama siswa kelas XI SMAN 1 Tondong Tallasa kelas XI IPA 1 dengan jumlah siswa 40 orang.

34

(40)

35

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bahwa metode pendekatan kontektual dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa di SMA negeri 1 Tondong Tallasa.

1. Pendekatan yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran

2. Hasil belajar menulis dengan melihat aktivatas siswa ketika mengikuti proses pembelajaran serta melihat tingkat kemampuan siswa pada pokok bahasan menulis teks drama

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini direncanakan dalam beberapa siklus, setiap siklus saling berkaitan. Artinya, pelaksanaan siklus I akan dilanjutkan pada siklus II yang merupakan pelaksanaan perbaikan dari siklus I.Setiap siklus itu terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Bagan Siklus Perencanaan

1 Tindakan

Observasi Refleksi

Perencanaan 2

Tindakan

Observasi Refleksi

(41)

36

1. Siklus I

Siklus ini dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran menulis teks drama dengan menggunakan pendekatan kontekstual, selain itu siklus I digunalcan sebagai komparasi atau pembanding dengan pembelajaran pada siklus II. Langkah-langkah yang digunakan dalarn siklus I adalah sebagai berikut:

a. Perencanan

Pada siklus I peneliti menyusun rencana pembelajaran yang berisi 1) judul, yang meliputi jenis mata pelajara, jenjang pendidikan, tema, kelas, semester, alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran, meliputi kegiatan, pendahuluan, kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan, 4) strategi pembelajaran, 5) sarana dan sumber belajar, 6) jenis penelitian.

b. Tindakan

Langkah awal tahap ini adalah guru mengadakan kegiatan pendahuluan yang berupa apersepsi singkat dengan menceritakan yang berhubungan dengan drama, bertanya jawab dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta memberitahukan kompetensi yang harus dicapai siswa. Kegiatan selanjutnya kegiatan inti yaitu guru memberikan materi tentang unsur-unsur drarna. Kemudian guru meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil. Setelah itu guru membagikan teks drama kepada tiap-tiap kelompok. Selanjutnya siswa diminta untuk mendiskusikan isi drama tersebut.

Langkah selanjutnya guru meminta siswa untuk mendiskusikan tema yang akan ditulis oleh masing-masing anggota kelompok. Setelah itu guru menugasi tiap-tiap anggota kelompok untuk menulis sebuah teks drama sesuai dengan tema

(42)

37

yang sudah didiskusikan secara individu. Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi pembelajaran bersama siswa dengan memberikan simpulan.

c. Observasi

Peneliti mengamati perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung, yaitu mengamati sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama, keaktifan siswa dalam bertanya dan menanggapi pendapat teman serta keseriusan dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drama dari awal sampai akhir.

d. Refleksi

Peneliti menganalisis hasil pengamatan dengan berdasarkan atas hasil menulis teks drama dan perilaku belajar siswa selama mengikuti proses kegiatan menulis teks drama. Sejauh mana siswa aktif berinteraksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa dan melihat kemampuan intelektual siswa dalam memahami teks drama.Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa sebagian siswa masih merasa kesulitan dalam menentukan penokohan dan konflik yang tajam dan jelas. Analisa terhadap hasil kegiatan menulis teks drama pada siklus I ini akan digunakan sebagai pembanding dalam tindakan siklus II.

2. Siklus II

Siklus II ini dilakukan sebagai uasaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis teks drama sekaligus digunakan untuk mengetahui peran serta siswa selama mengikuti proses pembelajaran menulis teks drama Penilaianproses dan penilaian hasil ini merupakan satu kesatuan yang dijadikan bahan acuan peneliti untuk mengetahui peningkatan kemampuan dan perubahan perilaku belajar siswa dalam menulis teks drama.

(43)

38

a. Perencanaan

Pada siklus II peneliti menyusun rencana pembelajaran yang berisi 1 judul, yang meliputi jenis mata pelajaran, jenjang pendidikan, tema, kelas, semester, alokasi waktu, 2) skenario pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, penutup, 3) alat dan bahan, 4) strategi pembelajaran 5) sarana dan sumber belajar, 6) jenis penilaian.

b. Tindakan

Langkah awal yang dilakukan dalam siklus II ini tidak jauh berbeda dengan siklus I. Setelah mengetahui kekurangan yang terdapat dalam siklus I, peneliti akan mencoba memperbaiki pada siLkus II untuk menghindan kesalahan yang sama dalam siklus I. Berdasarkan hasil tindakan siklus I diketahui bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam menentukan penokohan dan menentukan konflik yang tajam dan jelas. Bagian bagian yang masih sulit dipahami oleh siswa menjadi perhatian peneliti untuk ditindak lanjuti dalam siklus II.

Kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan yang telah dilakukan pada siklus I. Akan tetapi pada tindakan siklus II ini peneiliti lebih rnemfokuskan pada masalah penokohan dan konflik. Dalam siklus II ini peneliti masih menampilkan model yang berupa teks drama, dan guru menugasi siswa untuk meyusun teks drarna dengan memperhatikan kesalahan yang pernah dilakukan siswa sebelumnya. Sebelum pembelajaran berakhir guru memberitahukan manfaat yang diperoleh dari kegiatan menulis teks drama kepada siswa.

(44)

39

c. Pengamatan

Dalam siklus II ini peneliti juga mengamati segala perilaku siswa selama mengikuti pembelajaran.Apakah siswa lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pemebelajaran tersebut. Dengan begitu peneliti mengetahui peningkatan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis teks drarna. Teks kemampuan menulis teks drama diobservasi di luar jarn pelajaran bahasa Indonesia, peneliti berharap pada siklus II ini ada peningkatan kemampuan dan perubahan perilaku belajar siswa dalam menulis teks drama.

d. Refleksi

Pada siklus II ini peneliti menganalisis hasil pengamatan terhadap kinerja siswa.Analisa kinerja siswa ini meliputi sejauh mana siswa aktif dan antusias dalam mengikuti kegitan menulis teks drama.Setelah menganalisis siklus II selesai peneliti kemudian membandingkan hasil siklus I dengan silclus II.Dengan demikian permasalahan peningkatan kemampuan dan perubahan penlaku belajar siswa dalam menulis teks drama dapat diketahui.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian tindakan ini meliputi indikator proses dan hasil dalam penggunaan pendekatan kontekstual dalam meningkatakan kemampuan siswa menulis teks drama seperti:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan perencanaan yang telah disusun dan untuk mengetahui

(45)

40

sejauh mana pelaksanaan tindakan dalam menulis teks drama dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki.

b. Pencatatan dan Dokumentasi

Teknik pencatatan dan dokumentasi dilakukan dengan mencatat semua kegiatan pada saat menerapkan pembelajaran yang dicatat oleh peneliti dan mengambil serta mengumpulkan data yang digunakan berupa foto dan arsip-arsip yang memuat tentang skenario pembelajaran guru dan laporan tugas ataupun nilai siswa pada kegiatan menulis.

c. Tes

Tes dilakukan untuk mengetahui meningkatnya kemampuan siswa dalam menulis teks drama. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir setiap tindakan dan pada akhir setelah diberikan serangkaian tindakan.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber data: Sumber data penelitian ini adalah dari siswa dan guru

2. Jenis data: Jenis data yang didapatkan dalam peneltian ini adalah data kuantitatif yang terdiri dari teks drama dalam memahami isi bacaan yang diberikan dan data dari lembar observasi yakni :

a. Data hasil belajar siswa dari pemahaman menulis drama yang diperoleh dari tes yang diberikan kepada siswa.

(46)

41

3. Data tentang situasi belajar mengajar diambil pada saat dilaksanakannya penelitian dengan menggunakan lembar observasi dengan menggunakan metode pembelajaran pendekatan kontekstual

4. Cara pengumpulan data : Data hasil belajar diperoleh dengan memberikan kepada siswa setiap akhir siklus dan tentang situasi pembelajaran yang diperoleh melalui hasil observasi dengan menggunakan lembar observasi.

.

G. Teknik Analisis Data

Setelah diperoleh data-data terkait, langkah selanjutnya adalah analiis data yang ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Data hasil pengamtan dan tanggapan siswa dianalisi secara kualitatif, data yang kualitatif ini disatukan untuk dikuantitatifkan, selanjutnya disajikan dalam bentuk presentase dengan menggunakan rumus:

R SP = X 100%

SK Keterangan:

SP: Skor Presentase SK: Skor Kurnulatif R : Jumlah Responden

2. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Data mengenai hasil belajra bahasa Indonesia, siswa dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan hasil data observasi akan dianalisis secara kualitatif, kemudian dengan menggunakan teknik kategori

Referensi

Dokumen terkait

Kemudahan akses data memberikan dampak pada MySQL Server berupa semakin banyaknya koneksi yang terhubung di dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan error pada MySQL Server

Dinding sel dan lapisan mucilage yang menebal diduga dipenuhi noda-noda hitam hingga masuk ke dalam sitoplasma sel kortek merupakan akibat dari proses penyerapan

Kemudian memberikan solusi atau rekomendasi perbaikan berkaitan dengan existing program iklan SMS Telkomsel yang sesuai dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan

Dari penjabaran diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat keberagaman hasil penelitian, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian kembali dengan judul

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan

Bagi orang modern seni dalam arti yang luas merupakan kebutuhan sebagai sarana proses penyadaran manusia, bahwa hidup bukan semata- mata kenyataan matematis tetapi

Seniman lukis pada masa revolusi fisik juga memiliki andil yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan, walaupun cara yang digunakan tidak seperti orang kebanyakkan yaitu dengan

Setelah dirasa mampu, peserta diminta untuk membuat karya puisi secara mandiri pada langkah berikutnya (un- juk kerja mandiri). Langkah terakhir adalah melakukan