• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA ALAT PENUKAR KALOR TIGA LAPIS TABUNG KONSENTRIS MENGGUNAKAN PEMODELAN MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA ALAT PENUKAR KALOR TIGA LAPIS TABUNG KONSENTRIS MENGGUNAKAN PEMODELAN MATEMATIKA"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA ALAT PENUKAR KALOR TIGA LAPIS TABUNG KONSENTRIS MENGGUNAKAN PEMODELAN

MATEMATIKA

SKRIPSI

Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

OLEH:

RINALDY VALENDRY NIM: 130401114

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

1. Alat penukar kalor (heat exchanger) pipa konsentris tiga saluran merupakan pengembangan atau perbaikan alat penukar kalor konsentris dua saluran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui temperature keluaran masing-masing saluran, serta membandingkan hasil perhitungan secara teori menggunakan pemodelan matematika terhadap hasil eksperimen yang dilakukan dilapangan. Sehingga didapat perbedaan nilai antara hasil eksperimen terhadap hasil perhitungan teori. Pada penelitian ini memiliki 3 variasi data suhu yaitu sebesar 50°C, 55°C, dan 60°C dengan dua aliran yaitu CounterFlow dan PararellFLow dan debit 2,5 l/menit, sedangkan fluida dingin dengan 25°C debit 1,5 l/menit. Dari analisa diatas dapat disimpulkan temperature fluida panas keluar dari APK pada eksperimen cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur fluida panas keluar dari APK pada perhitungan teoritis metode pemodelan matematika. Sementara itu temperatur fluida dingin dingin keluar dari APK pada eksperimental cenderung lebih rendah dibandingkan dengan temperatur fluida dingin keluar dari APK pada perhitungan teoritis metode pemodelan matematika.

Kata kunci: Heat Exchanger, Double Concentric pipe, Triple Concentric pipe

(12)

ABSTRACT

A three-channel concentric pipes heat exchanger is a development or improvement of a two-channel concentric heat exchange apparatus. This study was conducted to determine the output temperature of each channel, and compare the results of theoretical calculations using mathematical modeling of experimental results conducted in the field. So that obtained difference of value between result of experiment to result of theory calculation. In this study have 3 variations of temperature data that is 50 ° C, 55 ° C, and 60 ° C with two streams namely CounterFlow and PararellFLow and discharge 2.5 l/minute, while cold fluid with 25 ° C discharge 1.5 l/minute. From the above analysis it can be concluded that the temperature of the hot fluid coming out of the APK in the experiment tends to be higher than the temperature of the hot fluid coming out of the APK on theoretical calculations of mathematical modeling methods.

Meanwhile, the cold cold fluid temperature coming out of the APK in experimental tends to be lower than the temperature of the cold fluid coming out of the APK on theoretical calculations of mathematical modeling methods.

Keywords: Heat Exchanger, Double Concentric pipe, Triple Concentric pipe

(13)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang mana telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisa Alat Penukar Kalor Tiga Lapis Tabung Konsentris menggunakan pemodelan matematika”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua Orangtua penulis yang tidak henti memberikan kasih tanpa mengharap balas melalui doa, dana, dan restu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, M.T., selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Terang Ukur Hidayat Solihin Ginting Manik, ST., M.T., selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin.

4. Bapak Drs A. Zulkifli Lubis,M.Sc, selaku dosen pembimbing dan Bapak Terang Ukur Hidayat Solihin Ginting Manik, ST., M.T. yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.

6. M.Rinkato , Liyun Arun selaku rekan skripsi yang senantiasa memberi semangat dan dukungan dalam menghadapi setiap masalah.

7. Saudara-saudara penulis atas perhatian dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis

(14)

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2013, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberi bantuan dan doa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, July 2018 Penulis,

Rinaldy Valendry NIM. 130401114

(15)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah... 2

1.5 Metodologi Penulisan... 2

1.6 Sistematika Penulisan... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Prinsip – prinsip perpindahan panas ... 4

2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi ... 5

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 8

2.1.3 Perpindahan Panas Radiasi ... 9

2.1.4 Perpindahan Panas Menyeluruh ... 11

2.2 Alat Penukar Kalor ... 12

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 13

2.4 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor ... 20

2.4.1 Mesin Refrifrasi (Chiller) ... 20

2.4.2 Kondensor... 20

2.4.3 Mesin Pendingin (Cooler) ... 21

2.4.4 Alat Penukar Kalor Tabung ... 21

2.4.5 Pemanas Ulang (ReHeater) ... 22

2.4.6 Evaporator ... 22

(16)

2.5 Jenis –jenis Alat Penukar Kalor ... 23

2.6 Aliran Fluida Dalam Pipa... 27

2.7 Analisa Pemodelan Matematika ... 30

2.7.1 Aliran Berlawanan (CounterFlow) ... 30

2.7.2 Aliran Searah (PararellFlow)... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Membuat Desain Alat Penukar Kalor Triple Concentric Tube... 37

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Tempat Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3 Alat dan Bahan ... 37

3.3.1 Alat ... 37

3.3.2 Bahan ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5 Skema Alat Penukar Kalor ... 42

3.6 Metode Penelitian ... 43

BAB IV HASIL DAN ANALISAN PENELITIAN ... 45

4.1 Analisa Penelitian ... 45

4.1.1 Analisa aliran CounterFlow ... 45

4.1.2 Analisa Grafik Teori dan Eksperimen Counter flow ... 50

4.1.3 Analisa aliran PararellFlow ... 52

4.1.4 Analisa Grafik Teori dan Eksperimen Pararell flow ... 53

4.1.5 Perbandingan CounterFlow dan PararellFlow ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

REFERENSI ... xii

LAMPIRAN ... xiii

(17)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 Nilai Konduktivitas Termal Untuk Beberapa Materil ... 5 TABEL 3.1 Variabel Pengumpulan Data... 42 TABEL 4.1 Data Perhitungan ... 45 TABEL 4.2 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 1 Counter Flow 50 TABEL 4.3 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 2 Counter Flow 51 TABEL 4.4 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 3 Counter Flow 51 TABEL 4.5 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 1 PararelFlow . 53 TABEL 4.6 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 2 PararelFlow . 54 TABEL 4.7 hasil perhitungan teori dan hasil Eksperimen Pipa 3 PararelFlow . 54

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Perpindahan Panas ... 4

Gambar 2.2 Skematik perpindahan panas pada batang ... 6

Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konduksi ... 7

Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi ... 8

Gambar 2.5 Perpindahan panas secara radiasi ... 10

Gambar 2.6 Jaringan tahanan panas pada alat penukar kalor ... 11

Gambar 2.7 parallel flow ... 13

Gambar 2.8 Skematik aliran sejajar ... 14

Gambar 2.9 Counter flow ... 15

Gambar 2.10 Skematik aliran berlawanan ... 15

Gambar 2.11 Tidak bersirip dengan satu fluida bercampur ... 16

Gambar 2.12 Bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur ... 16

Gambar 2.13 Alat penukar kalor 1-1 pass ... 18

Gambar 2.14 Alat penukar kalor 1-2 pass ... 18

Gambar 2.15 Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller) ... 20

Gambar 2.16 Kondensor ... 21

Gambar 2.17 Mesin Pendingin ... 22

Gambar 2.18 Alat penukar kalor dengan tabung tipe U... 22

Gambar 2.19 Alat pemanas ulang ... 22

Gambar 2.20 Evaporator ... 22

Gambar 2.21 Alat pemanas air pengisi ketel ... 24

Gambar 2.22 Shell and tube heat exchanger ... 24

Gambar 2.23 Aliran double pipe heat exchanger ... 24

(19)

Gambar 2.26 Pipa Coil Heat Exchanger ... 25

Gambar 2.27 Spiral Heat Exchanger ... 26

Gambar 2.28 Gasket plate exchanger ... 26

Gambar 2.29 Eksperimen untuk menentukan jenis aliran ... 28

Gambar 2.30 model matematika Counter flow……….…………30

Gambar 2.31 model matematika Pararell flow……….…………35

Gambar 3.1 Water Heater ... 38

Gambar 3.2 Data acquisition module ... 38

Gambar 3.3 Flow meter... 38

Gambar 3.4 Pompa ... 39

Gambar 3.5 APK tipe tiga saluran pipa konsentrik... 40

Gambar 3.6 cole - parmer ... 40

Gambar 3.7 Skema alat penukar kalor Counter flow ... 42

Gambar 3.8 Skema Aliran Counter flow ... 43

Gambar 3.9 Diagram Alir Pengolahan data Eksperimental ... 43

Gambar 4.1 Perbandingan Teori dan Eksperimen pada suhu 60°C………...50

Gambar 4.1 Perbandingan Teori dan Eksperimen pada suhu 55°C…………51

Gambar 4.1 Perbandingan Teori dan Eksperimen pada suhu 50°C…………52

(20)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

A Luas Penampang m²

∆T Perbedaan Temperatur ºC

Fluks Panas W/m² Viskositas Dinamis N.s/m²

ρ Massa Jenis kg/m³

Panas Jenis Fluida J/kg.K

V Kecepatan Fluida m/s

h Koefisien Perpindahan Panas Konveksi W/m².K

Area Permukaan Perpindahan Panas m² Temperatur Permukaan Benda ºC

` Temperatur Lingkungan Sekitar Benda ºC

Konstanta Stefan-Boltzmann W/m².

Laju Aliran Massa Fluida kg/s

Re Bilangan Reynold

Di Diameter Pipa m

Diameter Hidrolik m

P Keliling Penampang pipa m

Nu Bilangan Nusselt

Pr Bilangan Prandlt

o Diameter Luar Tabung m

Diameter Dalam Tabung m

(21)

Nuo Bilangan Nusselt Tabung Bagian Luar

L Panjang Tabung m

R Tahanan Termal m². ºC/W

Luas Area Permukaan Dalam APK m²

Luas Area Permukaan Luar APK m²

U Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh W/m² ºC

Q Laju Perpindahan Panas W

Laju Aliran Massa Fluida Dingin kg/s

Laju Aliran Massa Fluida Panas kg/s

Panas Jenis Fluida Dingin J/kg.K

Panas Jenis Fluida Panas J/kg.K

Suhu Fluida Panas ºC

Suhu Fluida Dingin ºC

Temperatur Fluida Panas Masuk ºC

Temperatur Fluida Panas Keluar ºC

Temperatur Fluida Dingin Masuk ºC

Temperatur Fluida Dingin Keluar ºC

Beda Suhu Rata-rata Logaritma ºC

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman maka era globalisasi tidak dapat dihindari yang ditandai dengan bermunculannya berbagai macam teknologi yang berguna untuk mempermudah manusia untuk melakukan berbagai kegiatannya. Teknologi ini diciptakan tidak hanya untuk mempermudah pekerjaan manusia, akan tetapi juga untuk meningkatkan nilai ekonomis yang berdampak kepada tingkat kesejahteraan manusia itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa akibat perkembangan zaman juga berdampak kepada kebutuhan manusia.

Dalam dunia industri alat yang disebut heat exchanger (alat penukar kalor) ini sangat banyak digunakan. Berbagai jenis alat penukar kalor digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, seperti untuk memanaskan produk ataupun untuk mendinginkan produk. Untuk mengembangkan teknologi khususnya alat penukar kalor maka dari pada itu dalam hal ini perlu dilakukan rekayasa teknologi alat penukar kalor, dalam hal ini juga dilakukan pengembangan alat penukar kalor dengan tipe tiga lapis tabung kosentris (triple concentric tube heat exchanger), tipe ini memiliki keunggulan dalam hal efektivitas dan efesiensi kinerja dari jenis alat penukar kalor double tube heat exchanger [1], maka dari pada itu tipe alat penukar kalor ini perlu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Dalam perkembangannya heat exchanger mengalami transformasi bentuk yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi sesuai dengan fungsi kerjanya [2]. Heat exchanger merupakan media penting di dalam dunia industri. Untuk itu dalam tugas akhir ini direncanakan sebuah heat exchanger model triple concentric tube yang berfungsi sebagai pemanas dan pendingin air namun tetap mengacu pada kaidah desain yang ada [3]. Sehingga didapat keuntungan sebagai metode pembelajaran mengenai proses desain, mekanisme kerja, hingga unjuk kerja heat exchanger

(23)

1.2. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor triple concentric tube, yakni yang terjadi di lapangan secara teori dan secara ekperimen.

2. Untuk mengetahui besar nilai perbedaan antara hasil teori dan hasil eksperimen.

3. Untuk mengetahui pengaruh aliran fluida panas yang masuk (CounterFlow dan PararellFLow) terhadap perbedaan antara hasil perhitungan teori dengan hasil eksperimen.

1.3. Manfaat Penelitian

1. Diperoleh temperatur fluida dingin dan fluida panas yang keluar dari alat penukar kalor triple concentric tube, yakni yang terjadi di lapangan secara teori dan secara eksperimen.

2. Diperoleh perbedaan antara hasil teori dan hasil eksperimen.

1.4. Batasan Masalah

1. Laju aliran yang terjadi dialat APK dianggap konstan.

2. Kehilangan panas yang terjadi pada APK sangat kecil sehingga dianggap tidak ada karena permukaan luarnya telah terisolasi.

3. Metode perhitungan dilakukan dengan metode model matematika.

1.5. Metodologi Penulisan

1. Studi literature, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan jurnal-jurnal terkait.

2. Mempersiapkat alat penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

3. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil pengujian yang dilakukan dilaboratorium.

4. Pengolahan data yang dihasilkan dan analisa.

5. Diskusi, berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh

Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

(24)

1.6. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

1. Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan batasan masalah penelitian, dan Metodologi penulisan.

2. Bab II : Tinjauan Pustakan

Bab ini menjelaskan tentang dasar teori perpindahan panas dan pengertian serta prinsip kerja Heat exchanger.

3. Bab III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang mesin dan alat yang digunakan, langkah kerja dalam perakitan, dan pengambilan data.

4. Bab IV : Hasil dan Analisa Penelitian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan metode pemodelan matematika alat penukar kalor tiga saluran

5. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.

6. Daftar Pustakan

Daftar pustaka berisikan literature yang digunakan untuk menyusun laporan.

7. Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari eksperimen dan teoritis dalam bentuk table dan perhitungan secara teoritis.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat, reaksi kimia dan kelistrikan. Perpindahan kalor/panas (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Perpindahan panas dari suatu zat ke zat yang lain seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik penyerapan atau pelepasan kalor untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Panas sendiri adalah bentuk energi yang dapat berpindah atau mengalir dari benda yang memiliki kelebihan kalor menuju benda yang kekurangan kalor.Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat musnah, contohnya hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang kedua. Kalor dapat berpindah dengan tiga macam, yaitu :

1) Hantaran, atau sering disebut konduksi.

2) Aliran atau sering disebut dengan konveksi.

3) Pancaran, atau sering disebut dengan radiasi.

.

Gambar 2.1. Proses perpindahan panas[2]

(26)

2.1.1. Perpindahan Panas Konduksi (hantaran)

Konduksi (hantaran) adalah perpindahan kalor melalui satu jenis zat.

Sehingga perpindahan kalor secara konduksi merupakan suatu proses dalam, karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi panas adalah titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah.

Bahan yang dapat menghantarkan kalor yang baik disebut konduktor, dan penghantar panas yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor adalah koefisien konduksi termal (k). Apabila nilai koefisien tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat. Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik, juga untuk kalor dan sebaliknya.

Tabel 2.1. Tabel nilai konduktivitas termal untuk beberapa materil

MATERIAL

Thermal conductivity at 300 K (W/m K)

Copper 399.0

Alumunium 237.0

Carbon steel, 1%C 43.0

Glass 0.81

Pastics 0.2-0.3

Water 0.6

Ethylene glycol 0.26

Engine oil 015

Freon (liquid) 0.07

Hydrogen 0.18

Air 0.026

(27)

Contohnya sebuah batang silinder dengan material tertentu dimana tidak ada isolasi pada sisi terluarnya dan salah satu ujungnya dipanaskan dengan api sehingga kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T₁ > T₂ Seperti yang terlihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2. Skematik perpindahan panas pada batang [2]

Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qₓ, dan kita dapat menentukan qₓ bergantung pada variable-variabel berikut : ∆T, yakni perbedaan temperatur ; ∆x, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang. Jika ∆T dan ∆x adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika

∆T dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qₓ berbanding lurus dengan

∆T. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa :

qₓ =

A ………..2.1

Dimana:

qₓ = Laju Perpidahan Panas (W)

A = Luas Penampang Tegak Lurus Bidang (m²)

∆T = Perbedaan Temperatur (ºC)

∆x = Panjang Batang (m)

Gambar 2.3 berikut ini adalah perpindahan panas secara konduksi melalui dinding dengan ketebalan ∆x.

(28)

Gambar 2.3. Perpindahan panas secara konduksi [2]

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, ∆x, dan ∆T yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk material plastik dibandingkan bermaterial logam.

Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qₓ = kA ... 2.2 k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit ∆x → 0 kita mendapatkan persamaan laju perpindahan panas,

qₓ = -kA ... 2.3 Dimana:

qₓ = Laju Perpidahan Panas (W) k = Konduktifitas Thermal (W/m.K)

A = Luas Penampang Tegak Lurus Bidang (m²) dT/dx = Gradien Temperatur (K/m)

atau persamaan flux panas menjadi:

q” ₓ = = -k ... 2.4

(29)

2.1.2. Perpindahan Panas Konveksi (aliran)

Yang dimaksud dengan konveksi adalah perpindahan kalor oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Konduksi dan konveksi membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat- sifat fluida seperti viskositas dinamis ( , konduktivitas termal (k), massa jenis , dan spesifik panas , dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida (V). Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekerasan permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Perpindahan panas secara konveksi dapat dikelompokkan menurut gerakan alirannya, yaitu konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Apabila gerakan fluida tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan densitas (kerapatan massa) yang disebabkan oleh gradien suhu maka disebut konveksi bebas atau konveksi alamiah (natural convection). Bila gerakan fluida tersebut disebabkan oleh penggunaan alat dari luar, seperti pompa atau kipas (fan) maka prosesnya disebut konveksi paksa. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel.

Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks. Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lurus dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang perbandingan.

Berikut pada gambar 2.4 dapat kita lihat gambaran perpindahan panas secara konveksi.

Gambar 2.4. Perpindahan panas secara konveksi [3]

(30)

Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa perpindahan panas konveksi terjadi dari permukaan benda panas menuju aliran udara pada sekitanya.

Untuk nilai perpindahan panas secara konveksi dapat di tentukan dengan rumus :

= h ( -

...

2.5 dimana :

h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K) : luas permukaan perpindahan panas (m2)

: temperatur permukaan benda (K)

: merupakan temperatur lingkungan sekitar benda (K) 2.1.3. Perpindahan Panas Radiasi (pancaran)

Radiasi(pancaran) ialah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan kalor, keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya, proses perpindahan kalor radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang electromagnetik. Apabila sejumlah energi kalor menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap kedalam bahan, dan sebagian akan menembus bahan dan terus ke luar. Jadi dalam mempelajari perpindahan kalor secara radiasi, maka akan dilibatkan suatu fisik permukaan. Ciri-ciri radiasi yaitu :

a) Kalor radiasi merambat lurus

b) Untuk perambatan kalor tidak membutuhkan medium (misalnya zat cair atau gas).

Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan berasal energi panas materi yang dibatasi oleh permukaan, dan tingkat dimana energi yang dilepaskan persatuan luas disebut emissive power (E). Rumus dari Stefan-Boltzmann law

(31)

=

………....2.6

Persamaan 2.3 berlaku pada benda hitam atau radiasi ideal, dan persamaan 2.4 berlaku pada benda ril :

=

ɛ ………...2.7

Rumus ini berlaku pada benda real. Dimana : = Daya radiasi

ɛ = Emisivitas

= Konstanta Stefan-Boltzman (5,67 x W/m².K⁴) Ts = Temperatur (K)

Rumus ini berlaku pada benda hitam atau radiasi ideal. Pada gambar 2.4 dibawah ini dapat dilihat perpindahan panas secara radiasi.

Gambar 2.5. Perpindahan panas secara radiasi (a) pada permukaan, (b) diantara sebuah permukaan dan lingkungan sekeliling [2]

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisivitas ɛ, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody.

Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap yang sempurna. Pada temperature dan panjang gelombang yang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak dari pada blackbody. Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya.

(32)

2.1.4. Perpindahan Panas Menyeluruh

Dalam alat penukar kalor terdapat dua jenis fluida yang mengalir dan dipisahkan oleh dinding material berupa pipa, dimana perpindahan panas terjadi terhadap kedua fluida dengan perantaraan dinding solid tersebut. Perpindahan panas tersebut terjadi dengan beberapa tahap. Pertama, panas dari fluida panas akan berpindah panasnya menuju permukaan dinding yang terjadi secara konveksi. Kedua, panas akan berpindah melewati dingding solid menuju permukaan dinding fluida dingin yang terjadi secara konduksi, kemudian panas akan berpindah ke fluida dingin yang terjadi secara konveksi sehingga temperatur fluida dingin menjadi meningkat. Perpindahan panas untuk semuanya dapat dilihat pada Gambar 2.4 untuk tahanan panas (R) pada sebuah pipa.

Gambar 2.6. Jaringan tahanan panas pada alat penukar kalor [1]

Dalam sebuah alat penukat kalor nilai perpindahan panas radiasi tidak diperhitungkan karena permukaannya diisolasi, sehingga hanya terjadi perpindahan panas konveksi dan konduksi seperti yang tampak pada tahanan panas diatas (Gambar 2.4). Untuk menentukan total tahanan panas [9] yang terjadi

pada pipa tersebut adalah R = = + + = +

+

……….. ... 2.8 Sehingga untuk perpindahan panas menyeluruh adalah :

- - = R ... 2.9 dimana A merupakan luas bidang aliran kalor yang terjadi untuk alat penukar

(33)

= π L………2.11 dimana :

R : tahanan panas (k/W)

k: konduktifitas panas dari material pipa (W/m.K) L : panjang alat penukar kalor (m)

D : diameter pipa (m)

h : perpindahan panas konveksi (W/m2K) U : perpindahan panas menyeluruh (W/m2K) 2.2. Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor merupakan suatu peralatan dimana terjadi suatu perpindahan panas (kalor) antara dua buah fluida atau lebih yang memiliki perbedaan temperatur yaitu fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah, perpindahan panas tersebut terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.Banyak jenis Heat Exchanger yang dibuat dan digunakan baik dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin, unit produksi udara, proses di industri, sistem turbin gas, dan lain lain. Dalam heat exchanger tidak terjadi pencampuran seperti dalam halnya suatu mixing chamber.Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam heat exchanger. Namun, ada perkecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya digerakan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaan heat exchanger adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang mentransfer panasnya secara konduksi.

Hampir di semua heat exchanger, perpindahan panas didominasi oleh konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi

(34)

bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandtl fluida. Besar konveksi yang terjadi dalam suatu double-pipe heat exchanger akan berbeda dengan cros- flow heat exchanger atau compact heat exchanger atau plate heat exchanger untuk temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta property fluida yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas.

2.3. Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor (Heat Exchanger) secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan susunan aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi.

1. Berdasarkan arah aliran fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi : a. Heat Exchanger dengan aliran searah (co-current/parallel flow)

Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan keluar pada sisi yang sama.. Berikut merupakan gambar aliran searah :

Gambar 2.7. parallel flow [4]

Gambar 2.8. Skematik aliran sejajar [4]

(35)

Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.6 maka akan berlaku persamaan sebagai berikut :

q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,i– Tc,o)………..…..2.12 dimana :

q = laju perpindahan panas ( watt ) ṁ = laju alir massa fluida ( kg/s )

= kapasitas kalor spesifik ( j/kg.K ) T = suhu fluida (K)

Bila asumsi nilai kapasitas kalor spesifik ( ) fluida dingin dan panas konstan, tidak ada kehilangan panas ke lingkungan serta keadaan steady state, maka kalor yang dipindahkan :

q = U A ∆ RL...2.13 dimana :

U = koefisien perpindahan panas secara keseluruhan ( W / m2. K) A =luas perpindahan panas (m2)

RL = Beda temperatur rata-rata

b. Heat Exchanger dengan aliran berlawanan arah (counter-current flow)

Heat Exchanger jenis ini memiliki karakteristik; kedua fluida (panas dan dingin) masuk ke Heat exchanger dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar Heat exchanger pada sisi yang berlawanan. Berikut merupakan gambar aliran berlawanan arah.

Gambar 2.9. Counter flow [4]

(36)

Gambar 2.10. Skematik aliran berlawanan [4]

Bila grafik aliran pararel seperti Gambar 2.8maka akan berlaku persamaan sebagai berikut :

q = ṁh cp,h (Th,i – Th,o) = ṁc cp,c (Tc,o – Tc,i)...2.14 c. Heat Exchanger dengan aliran menyilang (cross flow)

Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang sering kita lihat adalah radiator mobil dimana arah aliran air pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan. Apabila ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini berada diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh panas dengan laju yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur yang hampir seragam.

2. Berdasarkan proses perpindahan kalor, heat exchanger dapat dibedakan menjadi:

a. Aliran Campuran

Fluida yang mengalir didalam tabung digunakan untuk memanaskan,sedangkan fluida yang dipanaskan dialirkan menyilang berkas tabung. Aliran yang menyilang berkas tabung disebut arus campuran karena dapat bergerak dengan bebas selama proses perpindahan panas.

(37)

Dalam aliran campuran terdapat beberapa tipe, yaitu : a) Immiscible fluids

b) Gas liquid c) Liquid vapor

b. Aliran Tak Campuran

Untuk penukaran kalor ini, fluida pemanas dan fluida yang akan dipanaskan terkurung didalam saluran-saluran sehingga fluida tidak dapat bergerak bebas selama proses perpindahan kalor. fluida disebut fluida tak campur karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam satu arah y gerak tersebut melintang ke arah aliran utama x.

Gambar 2.12. Bersirip dengan kedua fluidanya tidak campur [4]

Pada aliran tidak campuran terdapat beberapa tipe aliran, yaitu : a) Tipe dari satu fase

b) Tipe dari banyak fase

c) Tipe yang ditimbun (storage type) d) Tipe fluidized bed

3. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi : A. Shell Pass atau lintasan shell

Yang dimaksud dengan pass shell adalah laluan yang dilakukan fluida mulai dari saluran masuk, melewati bagian dalam shell dan mengelilingi tabung dan keluar dari tabung. Apabila laluan ini dilakukan satu kali maka disebut 1pass shell.

Ada beberapa pemahaman lain yang serupa yaitu, merupakan lintasan yang dilakukan oleh fluida sejak masuk mulai saluran masuk (inlet nozzle)

(38)

(outlet nozzle) sehingga lintasan ini disebut 1 lintasan shell atau 1 pass shell. Akan tetapi dua pengertian diatas memiliki arti dan maksud yang sama

B. Tube Pass atau lintasan tube

Yang dimaksud tube pass atau lintasan tube adalah laluan yang dilakukan fluida mulai dari saluran masuk dan keluar melalui pipa tube disebut 1 pass tube.

Apabila fluida itu membelok lagi kedalam tube sehingga terjadi dua kali laluan fluida dalam tube maka disebut 2 pass tube. Biasanya pass shell itu lebih sedikit bila dibandingkan dengan pass tube, beberapa contoh dari jumlah laluan heat exchanger dapat dilihat di bawah ini :

Laluan 1-1

Yang dimaksud laluan 1-1 adalah aliran fluida panas dalam kondisi 1 pass shell dan tube dalam kondisi 1 pass tube. Secara sederhana konstruksinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.13. Alat penukar kalor 1-1 pass [2]

Aliran fluida sebelah shell akan berbelok-belok mengikuti sekat-sekat yang ada, Jumlah sekat yang dipasang akan mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi.

Laluan 1-2

Yang dimaksud laluan 1-2 adalah aliran didalam shell 1 pass, dan aliran fluida pada sisi tube 2 pass. Untuk memperoleh laluan 2 pass pada sisi tube dipergunakan floating heat seperti gambar di bawah ini:

(39)

Selain laluan 1-1, 1-2 masih ada juga laluan 1-4 pass, 1-6 pass dan 1-8 pass. Pada dasarnya, prinsip yang digunakan sama dengan laluan 1-1, 1-2 pass dan semua jenis ini hampir sering di pakai oleh pabrik-pabrik.

4. Berdasarkan jumlah laluan fluida, heat exchanger dapat dibedakan menjadi A. Dua jenis fluida

B. Tiga jenis fluida atau lebih

5. Berdasarkan kontruksi, heat exchanger dapat dibedakan menjadi 1) Konstruksi tabung (tubular)

A. Tube ganda (double tube)

B. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)

C. Konstruksi tube spiral 2. Konstruksi tipe pelat

a) Tipe pelat b) Tipe lamella c) Tipe spiral d) Tipe pelat koil

3. Konstruksi dengan luas permukaan Diperluas (extended surface) a) Sirip pelat (plate fin)

b) Sirip tube (tube fin) c) Heat pipe wall

d) Ordinary separating wall 4. Konstruksi regeneratif

a) Tipe rotary

b) Tipe disk (piringan) c) Tipe drum

d) Tipe matrik tetap

Untuk semua jenis alat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufa ture’s Asso iation (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan

(40)

untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger, yaitu:

1.Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak.

2.Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri 3.Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.

2.4.Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor

Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya kesimpang siuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu berdasarkan fungsinya. Adapun pengelompokan itu adalah sebagai berikut:

2.4.1. Mesin Refrigrasi (Chiller)

Chiller merupakan alat penukar panas yang digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas pada temperatur yang sangat rendah. Temperatur pendingin di dalam chiller jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendinginan yang dilakukan oleh pendingin air. Media pendingin yang digunakan antara lain freon.

Gambar 2.15. Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller) [5]

(41)

2.4.2. Kondensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi cairan.

Media pendingin biasanya dipakai air atau uap. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondeser, lalu diembunkan menjadi kondesat.

Prinsip kerja kondensor tergantung dari jenis kondensor tersebut, secara umum terdapat dua jenis kondensor yaitu surface condenser dan direct contact condenser.

Kondensor sangat rentan terhadap gangguan-gangguan yang dapat menghambat kinerjanya, berikut masalah-masalah yang sering terjadi pada kondensor:

A. Non Condesable Gases (gas yang tidak dapat terkondensasi).

B. Terjadi Fouling Terhadap Kondensor.

Adapun gambar dari kondesor, sebagai berikut :

Gambar 2.16. Kondensor [5]

2.4.3. Mesin Pendingin (Cooler)

Mesin pendingin (cooler) digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu) cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin.Disini tidak dipermasalahkan perubahan fase seperti pada kondensor. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka mesin pendingin dipergunakan udara, dengan bantuan fan (kipas).

(42)

2.4.4. Alat Penukar Kalor dengan tabung Tipe U

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pemanasan fluida yang lain maka terjadi dua fungsi sekaligus yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas.

Gambar 2.18. Alat penukar kalor dengan tabung tipe U [8]

2.4.5. Pemanas Ulang (ReHeater)

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk mendidihkan fluida kembali serta mempergunakan sebagian cairan yang diproses. Proses yang terjadi pada pemanas ulang ini adalah sama seperti hal nya proses yang terjadi pada alat pemindah kalor jenis lainnya. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Gambar 2.19. Alat pemanasan ulang [8]

2.4.6. Evaporator

Evaporator dipergunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh yang lebih pekat. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah panas latent, yaitu mengubah fase uap menjadi fase air.

(43)

Gambar 2.20. Evaporator [8]

2.4.7. Alat Pemanas Air Pengisi Ketel

Alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan suhu air pengisi ketel sebelum air masuk ka dalam drum uap. Maksud pemanas itu adalah untuk meringankan beban ketel. Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya berada di dalam pipa dan pemanasnya di luar pipa.

Perpindahan panas terjadi secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah pembakaran gas asap hasil pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.

Gambar 2.21. Alat pemanas air pengisi ketel [5]

2.5. Jenis-jenis Alat Penukar Kalor

Jenis-jenis heat exchanger dapat dibedakan atas : a. Jenis Shell and Tube

Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industri perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/slinder besar) dimana didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam shell.

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan

(44)

annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadiperpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).

Gambar 2.22. shell and tube heat exchanger [5]

b. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau Counter current. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.23.Aliran double pipe heat exchanger [5]

(45)

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam :

1) Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),

2) Bare tubes, finned tube, U-Tubes, 3) Straight tubes,

4) Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Double pipe exchanger biasanya dipasang dalam 12-, 15-, atau 20-ft panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol meexchanger section. Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.25. Double-pipe heat exchangers in series [3]

c. Koil Pipa

Heat exchanger ini mempunyai pipa berbentuk koil yang dibenamkan didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam pipa.

Gambar 2.26. Pipa Coil Heat Exchanger[3]

(46)

d. Jenis spiral

Jenis ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena alirannya yang melingkar maka sistem ini dapat melakukan Self Cleaning dan mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik, akan tetapi konstruksi seperti ini tidak dapat dioperasikan pada tekanan tinggi.

Gambar 2.27. Spiral Heat Exchanger [7]

e.Plate exchanger

Mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran plat yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat memisahkan aliran dari kedua cairan. Perawatannya mudah dan mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik.Heat exchanger tipe ini termasuk tipe yang banyak dipergunakan pada dunia industri, bisa digunakan sebagai pendingin air, pendingin oli, dan sebagainya. Prinsip kerjanya adalah aliran dua atau lebih fluida kerja diatur oleh adanya gasket-gasket yang didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing fluida dapat mengalir di plat-plat yang berbeda. Berikut gambar alat penukar kalor tipe plate exchanger :

Gambar 2.28. Gasket plate exchanger [7]

(47)

2.6. Aliran fluida dalam pipa

Secara umum, aliran fluida dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu : 1. Aliran laminar

Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan, atau lamina – laminar dengan satu lapisan meluncur secara lancar . Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan.

2. Aliran turbulen

Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran.

3. Aliran transisi

Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Aliran ini berada diantara aliran turbulen dan aliran laminer

Osborne Reynolds (1841-1912), ilmuwan dan ahli matematika inggris Reynold dikenal karena penelitiannya tentang kondisi aliran fluida di dalam pipa transisi, dari aliran laminar ke aliran turbulen. Dari penelitian itulah akhirnya dia menemukan “Bilangan Reynold” (bilangan tak berdimensi) yang sekarang dipakai untuk membedakan apakah suatu aliran fluida itu merupakan aliran laminar,transisi,atauturbulen.

Publikasi penelitiannya tentang dinamika fluida dimulai sejak awal tahun 1870-an dan model teori akhirnya dipublikasikan pada pertengahan tahun 1890- an. Osboren Reynolds meraih penghargaan “Royal Medal” pada tahun 1888, di Notable awards. adalah orang yang pertama kali membedakan dua kasifikasi aliran ini dengan menggunakan sebuah peralatan sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini

(48)

Gambar 2.29. Eksperimen untuk menentukan jenis aliran [8]

Gambar 2.25 menunjukkan jenis aliran tersebut tergantung pada kecepatan fluida yang melalui pipa dan dapat ditentukan dengan bilangan Reynolds (Re), yaitu perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Dari percobaan tersebut Osborne Reynolds menentukan rumus empiris untuk menenukan besarnya nilai bilangan Reynold dalam sebuah pipa .

Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut

... 2.

15

dimana, ρ = kerapatan fluida (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter tabung (m) µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Dari persamaan diatas dapat ditentukan apakah jenis aliran sebuah fluida dalam pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen dan juga aliran transisi, dimana untuk nilai bilangan Reynoldnya diberi batasan untuk setiap jenis aliran.Bambang Triadmodjo dalam bukunya menyatakan bahnwa sifat fulida dalam pipa ditentukan oleh besarnya bilangan Reynold yang diperoleh fluida, yaitu :

1. Untuk nilai Re ≤ 2000 maka sifat fluida merupakan aliran laminar

2. Untuk nilai 2000 < Re < 4000 maka sifat fluida merupakan aliran transisi 3. Untuk nilai Re ≥ 4000 maka sifat fluida merupakan aliran turbulen

(49)

Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran penuh, maka disarankan untuk menggunakan korelasi perpindahan kalor tersebut didasarkan pada diameter hidraulik Dh yang didefeniskan sebagai berikut

4A /P

...2.

16 dimana :

A = Luas penampang (m2) P = Keliling penampang (m) Dh = Diameter hidraulik (m)

Dengan menghitung bilangan Reynold, maka selanjutnya dapat ditentukan jenis aliran yang terjadi, yaitu ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Dengan adanya bilangan Reynold maka dapat ditentukan bilangan Nusselt dari suatu fluida dalam pipa, dimana untuk mencari bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynold (Re), bilangan Prandelt (Pr) dan parameter lainnya.

Sieder dan Tate (1936) dalam buku Pitts Donald merumuskan untuk menentukan Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran. Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan Sieder dan Tate yakni :

(

)

... 2.

17

Dengan syarat semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali μs dihitung pada temperatur permukaan pipa. Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung

(50)

Nu = 0,023 Re

0,8

Pr

1/3

...

2.

18 dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160

Re > 10000

Keakurasian persamaan diatas ditingkatkan dan dimodifikasi dengan persamaan Dittus-Boelter (1930) menjadi

Nu = 0,023 Re0,8 Pr n …………..……….………

2.19 dimana n = 0,4 untuk pemanasan fluida

0,3 untuk pendinginan fluida

Persamaan ini berlaku untuk 10000 < Re > 120000, 0,7 < Pr > 120, dan L/D > 60 2.7.Analisa Pemodelan Matematika

2.7.1 Aliran Berlawanan (CounterFlow)

Model matematika dari sistem APK tersebut , seperti yang digambarkan pada Gambar dibawah. Terdiri dari tiga tabung konsentris. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar,aliran fluida dingin masuk ke exchanger dengan suhu

= = , sedangkan suhu fluida panas masuk ke exchanger di x = L, dengan suhu inlet seragam =

Gambar 2.30. model matematika Counter flow Untuk memudahkan perhitungan maka asumsi berikut dibuat :

1. Tidak terjadinya perubahan fase pada kedua fluida (dingin dan panas).

(51)

3. APK diisolasi dengan sempurna terhadap lingkungan.

Dari asumsi diatas, maka penerapan keseimbangan energi sederhana untuk volume panjang dX menghasilkan persamaan berikut :

d = d + d ………..……….2.20

dimana indeks j = 1, 2, dan 3 mewakili fluida yang mengalir melalui pipa, pipa pertama, dan pipa kedua masing-masing. Dalam persamaan di atas, nilai-nilai diferensial dari laju aliran panas, d ( , menunjukkan panas yang hilang oleh cairan panas atau panas yang diperoleh oleh aliran fluida dingin antara lokasi x dan x + dx, dan karena perubahan fasa tidak terjadi dalam cairan, laju aliran panas diferensial bisa diaplikasikan dalam bentuk laju aliran massa, pemanasan spesifik dan perbedaansuhu seperti yang diberikan di bawah :

d = (x + dx) - (x) = (ṁ )d ………..……….2.21

Sementara itu, peroleh panas diferensial fluida dingin melalui diferensial control volume dapat dinyatakan dalam perbedaan antara suhu fluida panas dan dingin aliran fluida, - dan - , koefisien perpindahan panas keseluruhan , , dan sesuai dengan luas daerah permukaan perpindahan panas d , d maka diperoleh persamaan :

d = d = ( - ) d ………2.22

d = d = ( - ) d ………....2.23 Sekali lagi, demi kesederhanaan, dengan mengasumsikan bahwa dinding tabung tipis, diferensial luas permukaan dan koefisien perpindahan panas keseluruhan yang muncul dalam persamaan di atas dapat diberikan sebagai berikut :

d = 2π dx d = 2π dx = *

+ = *

+ untuk singkatnya menggunakan definisi berikut :

= = =

= 2π L = 2π L Δ = - Dan parameter dibawah nondimensional :

(52)

X= = = =

= = = =

Persamaan keseimbangan energi yang mengatur dapat disederhanakan menjadi tiga persamaan ringkat berikut :

+ (1- ) - =0………..2.24

+ (1- ) - =0………..2.25

= + ………..2.26

Dengan mengeleminasikan dan masing masing dari persamaan ke 2.24 dan 2.25 maka kita memperoleh persamaan diferensial untuk fluida dingin yaitu :

+ A + B = 0………..2.27

+ A + B = 0………2.28 Dimna koefisien A dan B didefinisikan sebagai berikut :

A = (1- ) + (1- ) B = [1-( + )]

Kondisi batas untuk pengaturan Counterflow dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

(0) = (0) = (0) =

= ………….………….2.29

|X=0 = ( + - ) = ………..2.30

|X=0 = ( + ) = ………..….2.31

|X=0 = ( + - ) = ………..2.32 Solusi umum persamaan persamaan diferensial orde dua homogen kedua diatas adalah dalam bentuk fungsi eksponensial di X, dan memiliki persamaan karakteristik dibawah ini :

+ Aλ + B = 0

(53)

1. Kasus 1 : jika – 4B > 0, kita memiliki 2 akar real yang berbeda 2. Kasus 2 : jika – 4B = 0, kita memiliki 1 akar real saja

3. Kasus 3 : jika – 4B < 0, kita memikili 2 akar berbeda dan tidak real a. Solusi Kasus 1

Solusi persamaan 2.23 dan 2.24 dibawah kondisi batas yang diberikan dalam persamaan 2.25-2.28 dapat dinyatakan untuk aliran fluida dingin :

(X) = [( ) + ( ) ]………..2.33 (X) = [( ) + ( ) ]………..2.34 Dimana dan adalah akar akar yang memiliki nilai – nilai :

= =

Dimana dan diperoleh dari persamaan 2.26 dan 2.28.

Distribusi temperature fluida panas disepanjang APK kemudian diperoleh dengan substitusi dari dan kepersamaan 2.22 dan melalui integrasi persamaan dari X= 0 ke X maka persamaan tersebut menjadi :

(X) = { 1+ [ ( ( ]}…………2.35 Dimana dan didefinisikan sebagai berikut :

= =

Persamaan. (14), (15), dan (16) mewakili variasi suhu cairan massal di sepanjang exchanger.Selain itu, persamaan dapat digunakan untuk tujuan desain dan perhitungan kinerja.

Dalam analisis penukar panas, masalah disebut sebagai masalah desain, jika perancang menghadapi pertanyaan tentang apa ukuran exchanger; , , L,haruslah untuk mencapai kondisi outlet yang diinginkan. Jika temperature fluida panas telah diketahui dan juga nilai maka untuk persamaan 2.31 untuk nilai X=

1 pada (X)=1 maka kita peroleh persamaan sebagai berikut :

1 = { 1+ [ ( ( ]}………….2.36 Dimana panjang dari exchanger dapat ditentukan secara iterative.

Jenis masalah lain dalam menganalisis penukar panas yaitu performansi, jika kondisi fluida masuk, , , ,

(54)

dan nilai nilai dari dan harus ditentukan. Maka masalah ini dapat kita selesaikan dengan menggunakan integerasi persamaan 2.31 dari X ke X=1 untuk mendapatkan persamaan sebagai berikut :

(X) = 1- [ ( - ) + ( - )………..…2.37 Solusi persamaan diatas menghasilkan persamaan baru untuk suhu keluar dari fluida panas yaitu :

= = [ ( ) ( )] ……….2.38 Suhu keluar dari aliran fluida dingin sudah dapat diperoleh hanya dengan menyelesaikan Persamaan 2.29 dan 2.30 untuk X = 1 dan hasilnya adalah sebagai berikut :

= [ ( - ) + ( - ) ]………..2.39 = [ ( - ) + ( - ) ]………..2.40 Lebih lanjut, jika kita ingin mendapatkan suhu saluran keluar dari tiga aliran dalam bentuk dimensi maka, kita mendapatkan persamaan berikut dengan mentransformasikan balik persamaan diatas menjadi berikut :

= [ [ ( ( ) ) ( ( )] )]……….2.41 = - [ ( - ) + ( - ) ]………....2.42 = - [ ( - ) + ( - ) ]………....2.43 b. Solusi kasus 2

Untuk kasus ini kita memiliki akar tunggal yang memiliki nilai yaitu :

λ = -A / 2………. 2.44 Mengikuti persamaan 2.21 yang dijelaskan diatas maka solusi untuk suhu nondimensional distribusi exchanger diperoleh dalam bentuk- bentuk sebagai berikut :

(X) = ([1+( - λ)X] ………..2.45 (X) = ([1+( - λ)X] ………..2.46

(55)

(X) =1 - { [1- ] + (λ-1) – (λX-1) ]}……..2.48 Jika masalah itu adalah masalah performansi maka dengan persamaan diatas maka nilai dan yaitu :

= = c. Solusi kasus 3

Dalam kasus ini kita memili 2 akar berbeda dan tidak real, maka persamaan yang akan kita gunakan pada kasus 3 ini yaitu :

(X) = [cos q X + sin q X] ………..2.49 (X) = [cos q X + sin q X] ...2.50 (X) = + [cos q X + sin q X] ……….2.51 2.7.2 Aliran Searah (PararellFlow)

Gambar 2.31. model matematika Pararell flow

Di bawah asumsi yang sama yang kita buat di bagian sebelumnya, kita mendapatkan nondimensional mengatur persamaan, yang dalam bentuk serupa dengan pengaturan counterflow, untuk aliran fluida dingin kecuali bahwa kondisi batas berbeda. Perbedaan utama dalam mengatur persamaan berasal dari gradien suhu negatif dalam jumlah besar suhu fluida panas sehubungan dengan x. Yakni, persamaan keseimbangan energi sederhana untuk jenis pengaturan aliran ini adalah

-d = d +

d ………..……….2.52

Dengan mengikuti prosedur yang sama pada bagian sebelumnya, maka kita peroleh persamaan diferensial berikut untuk tiga aliran , masing – masing

(56)

………2.53

………..………2.54

]……….2.55

Solusi persamaan diferensial di atas diperoleh dengan mengikuti langkah – langkah serupa yang dilakukan pada bagian sebelumnya. Untuk menentukan nilai nilai lainnya tetap menggunakan persamaan yang sebelumnya dimana dengan nilai berbeda.

(57)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Membuat Desain Alat Penukar Kalor Triple Tube Concentric

Dalam mengkonstruksi alat penukar kalor triple concentric tube, terlebih dahulu membuat desain dan dimensi dari tabung alat penukar kalor triple tube concentric yang akan dibuat

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Motor Bakar, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera utara

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dikerjakan selama 7 hari yaitu pada tanggal 1 – 8 februari 2018

3.3. Alat dan Bahan

Pada tahap ini dilakukan pencarian dan pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengkonstruksian alat penukar kalor ini. Berikut ini merupakan alat dan bahan-bahan yang diperlukan dalam pengkonstruksian alat penukar kalor.

Pada penelitian ini variabel bebas yaitu dari ketiga pipa, sedangkan variabel terikat yaitu pada ketiga pipa.

3.3.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Water Heater

Alat ini berfungsi untuk mengatur temperatur fluida panas yang masuk kedalam APK agar tetap pada temperatur yang diinginkan sebagai fluida panas yang akan diiginkan Sebelum percobaan dilakukan. Ini gambar alat pemanas (heater water)

Gambar

Tabel 2.1. Tabel nilai konduktivitas termal untuk beberapa materil
Gambar 2.3. Perpindahan panas secara konduksi [2]
Gambar 2.4. Perpindahan panas secara konveksi [3]
Gambar 2.15. Mesin refrigrasi pendingin air (water cooled chiller) [5]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan arah aliran sejajar, yakni yang terjadi di lapangan,

Untuk temperatur fluida panas masuk dan laju aliran masuk fluida panas konstan serta laju aliran masuk fluida dingin bervariasi, maka nilai koefisien

Penelitian ini berpusat pada analisa dan simulasi dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan aliran berlawanan dengan memvariasikan temperatur fluida panas yang masuk

Penelitian ini berpusat pada analisa dan simulasi dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan aliran berlawanan dengan memvariasikan temperatur fluida panas yang masuk

Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau

DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN

Analisa Perfomansi Alat Penukar Kalor Tiga Saluran Satu Laluan Dengan Aliran Yang Terbagi Dalam Konfigurasi Aliran Berlawanan Arah dan

konfigurasi aliran berlawanan arah dan searah dengan alat penukar kalor yang.. digunakan sesuai ukuran yang