• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dewan Redaksi. Pelindung: Rektor Universitas Syiah Kuala. Pengarah: Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) - Unsyiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Dewan Redaksi. Pelindung: Rektor Universitas Syiah Kuala. Pengarah: Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) - Unsyiah"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dewan Redaksi

Pelindung:

Rektor Universitas Syiah Kuala Pengarah:

Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) - Unsyiah Wakil Pengarah:

Wakil Ketua Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) – Unsyiah Ketua Pelaksana:

Intan Dewi Kumala

Penyunting Ahli (Penelaah Mitra Bestari):

Khairul Munadi Ella Meilianda

Sekretariat:

Ikramullah Zein Razali Amna Desain Cover:

Mahruza Fachrurrazy

Alamat Redaksi dan Tata Usaha:

Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) – Unsyiah Jl. Prof. Dr. Ibrahim Hasan, Gampong Pie, Kec. Meuraxa, Banda Aceh, 23233

Telp: 0651 – 8052009 Email: office@tdmrc.org

(3)

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita sampaikan ke hadirat Allah Swt, dengan berharap berkah dan rahmat-Nya Prosiding Simposium Nasional Mitigasi Bencana Tsunami Tahun 2015 dapat diterbitkan. Prosiding ini merupakan dokumentasi karya ilmiah para Peneliti Nasional dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan mitigasi bencana tsunami.

Simposium Nasional Mitigasi Bencana Tsunami 2015 diselenggarakan dalam rangka memperingati 11 tahun peristiwa Tsunami Aceh, dan merupakan simposium yang pertama kali dilakukan untuk mitigasi bencana tsunami yang bertujuan untuk meneruskan dan melestarikan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan mitigasi bencana tsunami sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan maupun pembelajaran bagi masyarakat secara luas serta bagi para pemangku kepentingan terkait dengan mitigasi bencana, khususnya mitigasi bencana Tsunami.

Simposium Nasional Mitigasi Bencana Tsunami 2015 melalui tema Mitigasi Bencana Tsunami melalui Penataan Ruang dan Morfologi Kawasan Pantai dilaksanakan di Banda Aceh pada tanggal 21 – 22 Desember 2015, dengan dukungan TDMRC- Unsyiah dan USAID PEER Cycle-3.

Prosiding ini memuat karya ilmiah yang telah dipresentasikan oleh para peneliti nasional dengan tema terkait mitigasi bencana tsunami berjumlah 30 karya ilmiah.

Semoga penerbitan Prosiding ini dapat bermanfaat sebagai bahan acuan maupun sebagai sumber data sekunder bagi pengembangan penelitian di masa yang akan datang.

Akhir kata kepada semua pihak yang terlibat dan telah membantu dalam penyelenggaraan simposium serta penerbitan prosiding ini, kami ucapkan terima kasih.

Banda Aceh, 22 Desember 2015

Tsunami and Disaster Mitigation Research Center- Univeritas Syiah Kuala,

Intan Dewi Kumala Ketua

(4)

Dewan Redaksi ………. I

Kata Pengantar ……….. II

Daftar isi ………. III

Susunan Acara ……… V

TS. 1 Kesiapsiagaan Tsunami

TS. 1-1 Analisis Rute Evakuasi Tsunami di Pelabuhan Perikanan Teluk

Bungus ……… 1

TS. 1-2 Rencana Aksi Mitigasi Bencana Tsunami melalui Pendekatan

Tipologi Pesisir dan Pemukiman, Kasus: Pesisir Jayapura ……. 14 TS. 1.3 Kajian Peningkatan Risiko Bencana Tsunami dan Banjir Pantai

Selatan Kulon Progo. Studi Kasus pada Rencana Tapak

Pembangunan Bandara Kulon Progo ……….. 24

PS. 1 Kajian Penataan Ruang Kawasan Pesisir dan Permodelan Tsunami

PS. 1-1 Interaksi Hukum Negara dan Hukum Adat dalam Penglolaan Wilayah Pesisir Terkait Mitigasi Bencana di Kabupaten Aceh Besar ………... 30 PS. 1-2 Penentuan Tempat Evakuasi Sementara (TES), Berdasarkan

Kapasitasnya di Kota Pariaman dengan Analisis Sistem Informasi

Geografis (SIG) ……… 40

PS. 1-3 Simulasi Numerik Dampak Tsunami 2004 Terhadap Morfologi

Pantai di Kawasan Peukan Bada, Aceh Besar ………. 54 PS. 1-4 Studi Ketahanan Sektor Sarana, Prasarana dan Utilitas Kota Banda

Aceh dalam Rencana Tata Ruang Guna Menghadapi Bencana

Tsunami ………... 66

TS. 2 Kajian Permodelan Tsunami

TS. 2-1 Simulation of an Evacuation into an Escape Building During a

Tsunami Event ……… 78

TS. 2-2 Jejak Rekam Spasial Proses Pemulihan Kawasan Pantai Setelah

Tsunami 2004 di Kawasan Lhoong, Aceh Besar ………... 86 TS. 2-3 Tsunami Simulation at Seismic Gap Region along Aceh Faults (Great

Sumatra Faults) by using COMCOT Model ………. 94

(5)

PS.2 Kajian Kesiapsiagaan Tsunami

PS. 2-1 Perencanaan Jalur Evakuasi Tsunami pada Kecamatan Kuta Raja

Kota Banda Aceh ………. 104

PS. 2-2 Kajian Pemetaan Risiko dan Evakuasi Tsunami di Desa Hutumuri

Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon ……… 114 PS. 2-3 Upaya Pencegahan Penyakit Menular pada Bencana Tsunami ……. 126 PS. 2-4 Persepsi Masyarakat terhadap Pemberdayaan dan Kepercayaan pada

Kredibilitas Lembaga dalam Rangka Kesiapsiagaan Tsunami ……. 134 PS. 2-5 The 11 Years Assessment on School Safety and Disaster Education at

the Public Elementary Schools in Banda Aceh after the 2004 Aceh

Tsunami: reliminary Findings ………. 146 PS. 2-6 Penguatan Kapasitas Kelembagaan ekolah dalam Upaya

Meningkatkan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana …………. 155

SP. 1

SP. 1-1 Holistic Evacuation Planning for the Improvement of Spatial Plan –

A Case Study of Meuraksa Sub-District ……….. 165

TS. 3 Kajian Dampak dan Kesiapsiagaan Tsunami

TS. 3-1 A Comparative Study of Tsunami Catalog from NGDC NOAA and Novosibirsk Tsunami Laboratory (NTL) and Its Implication for

Tsunami Research and Information in Indonesia Region ………….. 179 TS. 3-2 Kajian Dampak Tsunami terhadap Perkembangan Tataruang di Aceh

sebelum dan sesudah Tsunami tahun 2004 ………. 192

SP. 2

SP. 2-1 Mitigasi dalam Perspektif Islam ……….. 203

(6)

Susunan Acara

Senin, 21 Desember 2015

Waktu Jadwal

07:30 - 08:30 Pendaftaran Peserta

ACARA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL

08:30 - 08:35 Pembukaan Acara

08:35 - 08:40 Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an

08:40 - 08:48 Laporan Ketua TDMRC Universitas Syiah Kuala - Dr. Khairul Munadi 08:48 - 08:56 Sambutan Perwakilan USAID - Dr. Clara Davis

08:56 - 09:04 Pembukaan oleh Rektor Universitas Syiah Kuala - Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal M.Eng

09:04 - 09:09 Pembacaan Do'a

09:09-09:13 Penutup

KEYNOTE SPEECH

Moderator: Dr. Syamsidik

09:40 - 10:10 Keynote Speaker 1: Prof. Philip F. Liu 10:10 - 10:40 Keynote Speaker 2: Dr. Hamzah Latief

10:40 - 10:45 Penyerahan Plakat

10:45 - 11:00 Rehat

Technical Session I "Kesiapsiagaan Tsunami"

Moderator: Dr. Ella Meilianda

11:00 - 11:15 Analisis Rute Evakuasi Tsunami Di Pelabuhan Perikanan Teluk Bungus - Semeidi Husrin

11:15 - 11:30 Rencana Aksi Mitigasi Bencana Tsunami Melalui Pendekatan Tipologi Pesisir dan Pemukiman, Kasus: Pesisir Jayapura - M.N. Malawani

11:30 - 11:45 Kajian Peningkatan Risiko Bencana Tsunami dan Banjir Pantai Selatan Kulon Progo - Eko Teguh Paripurno

11:45 - 12:00 Studi Parameter Mekanisme Gempa Bumi & Tsunami - Widjo Kongko Sesi Penyampaian Resume Poster "Kajian Penataan Ruang Kawasan Pesisir

dan Permodelan Tsunami"

12:00 - 12:03

Penataan Ruang Pesisir Berbasis Kearifan Lokal (Studi Interaksi Hukum Negara dan Hukum Adat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir terkait Mitigasi Bencana di

Kabupaten Aceh Besar) - Sulaiman 12:03 - 12:06

Penentuan Tempat Evakuasi Sementara (TES), Berdasarkan Kapasitasnya Di Kota Pariaman Dengan Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) - Dini

Purbani 12:06 - 12:09

Tsunami Modelling of The Halmahera November 15, 2014 Tsunami Using WinITDB and Modified Earthquake Source Parameter - Dimas Salomo J.

Sianipar

12:09 - 12:12 Simulasi Numerik Dampak Tsunami 2004 terhadap Morfologi Pantai di Kawasan Peukan Bada, Aceh Besar - Tursina

(7)

12:12 - 12:15 Studi Ketahanan Sektor Sarana, Prasarana dan Utilitas Kota Banda Aceh Dalam Rencana Tata Ruang Guna menghadapi Bencana Tsunami – Dr. Ir. Isya, MT

12:15 - 14:00 Rehat, Shalat dan Makan Siang

Technical Session II "Kajian Permodelan Tsunami"

Moderator: Dr. Syamsidik

14:00 - 14:15 Simulation of an Evacuation into an Escape Buildings during a Tsunami Event - Radianta Triatmadja

14:15 - 14:30 Jejak Rekam Spasial Proses Pemulihan Kawasan Pantai setelah Tsunami 2004 di Kawasan Lhoong, Aceh Besar - Musa Al'ala

14:30 - 14:45 Tsunami Simulation at Seismic Gap Region along Aceh Faults (Great Sumatra Fault) by Using COMCOT Model - Ilham Fajri

Sesi Penyampaian Resume Poster "Kajian Kesiapsiagaan Tsunami"

14:45 - 14:48 Perencanaan Jalur Evakuasi Tsunami Pada Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh - Cut Mutiawati

14:48- 14:51 Kajian Pemetaan Risiko Dan Evakuasi Tsunami Di Desa Hutumuri Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon - Ferad Putuhuru

14:51 - 14:54 Upaya Pencegahan Penyakit Menular pada Bencana Tsunami - Mudatsir 14:54 - 14:57 Persepsi Masyarakat Terhadap Pemberdayaan Dan Kepercayaan Pada

Kredibilitas Lembada Dalam Rangka Kesiapsiagaan Tsunami - Any Nurhayati 14:57 - 15:00 Assessing Sustainable School Preparedness in Banda Aceh City - Aiko Sakurai 15:00 - 15:03 Duka Cita Pasca 10 Tahun Bencana Tsunami; Sebuah Studi Deskriptif Pada

Penziarah Kuburan Massal - Arum Sulistyani

15:03 - 15:06 Penguatan Kapasitas Kelembagaan Sekolah dalam Upaya Meningkatkan Ketahanan Masyarakat Terhadap Bencana - Rina Suryani Oktari

15:06 - 15:46

Sesi Panel I

Moderator: Dr. Ella Meilianda

Pengetahuan yang Menyelamatkan - Dr. Khairul Munadi

Holistic Evacuation Planning for The Improvement of Spatial Plan; A Case Study of Meuraxa Sub-distric - Dr. Ir. Harkunti P. Rahayu

15:46 - 16:15 Sesi Poster

16:15 - 16:30 Rehat dan Shalat

16:30 - 17:00 Sosialisasi Hibah Penelitian Dari USAID - Dr. Clara Davis dan Jalu Cahyanto

Selasa, 22 Desember 2015

Waktu Jadwal

Technical Session III "Kajian Dampak dan Kesiapsiagaan Tsunami"

Moderator: Dr. Nazli Ismail 09:00 - 09:15

A Comparative Study of Tsunami Catalog from NGDC NOAA and Novosibirsk Tsunami Laboratory (NTL) and Its Implication for Tsunami Research and

Information in Indonesian Region - Dimas Salomo J. Sianipar

09:15 - 09:30 Perkembangan Morfologi Pantai di Aceh, Indonesia, sejak Bencana Tsunami tahun 2004 - Ella Meilianda

(8)

09:30 - 09:45 Kajian Dampak Tsunami terhadap Perkembangan Tataruang di Aceh sebelum dan sesudah Tsunami tahun 2004 – Syamsidik

09:45 - 10:00 Penguatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Mata Rantai Peringatan Dini Tsunami di Indonesia – Bustamam

10:00 - 10:30 Rehat

10:00 - 12:00

Sesi Panel II Moderator: Dr. Syamsidik

Pengelolaan Khazanah Tsunami Aceh Untuk Pengembangan Pengetahuan Kebencanaan dan Pariwisata - Dinas Pariwisata Aceh: Rahmadhani, M.Bus Pelestarian Tsunami Heritage Aceh Untuk Pengembangan Laboratorium Alam

dan Pariwisata – Dr. Nazli Ismail

Mitigasi Bencana Tsunami dalam Perspektif Islam - Ustadz. Mizaj Iskandar. Lc

12:00 - 14:00 Rehat, Shalat dan Makan Siang

14:00 - 15:00 Pembahasan Draft Policy Brief

15:00 - 16:00 Penutupan

(9)

Analisis Rute Evakuasi Tsunami Di Pelabuhan Perikanan Teluk Bungus

Analysis of Tsunami Evacuation Routes For The Port of Teluk Bungus

Semeidi Husrin1 Aprizon Putra1, Gunardi Kusumah1, Wisnu A. Gemilang1, Muhammad Ramdhan2 dan Dino Gunawan2

1Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Balitbang KP, KKP Jl. Raya Padang-Painan Km.16, Teluk Bungus

Email: s.husrin@kkp.go.id

2Puslitbang Sumber Daya Laut dan Pesisir, Balitbang KP, KKP Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara

Email: ramdhanster@gmail.com Abstrak

Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Teluk Bungus merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Sumatera Barat yang sangat rentan terhadap bencana tsunami di masa yang akan datang. Lokasinya yang terletak di Selatan Kota Padang, Kompleks PPS Teluk Bungus belum mempunyai sistem mitigasi bencana tsunami yang baku. Dengan mempertimbangkan letaknya yang terisolasi dan keterbatasan akses pada fasilitas evakuasi tsunami, penentuan rute-rute evakuasi tsunami merupakan salah satu kunci upaya mitigasi di kawasan ini untuk mengurangi korban jiwa. Paper ini mendiskusikan penentuan lokasi dan rute evakuasi tsunami di Kawasan PPS Bungus berdasarkan aspek – aspek kemudahan akses, keamanan, waktu tempuh dan ketersediaan penunjang kehidupan. Di antara lima rute evakuasi tsunami yang tersedia, satu diantaranya telah teridentifikasi sebagai rute evakuasi yang paling dapat diandalkan. Selain itu, beberapa alternatif lain juga dapat digunakan sebagai rute evakuasi tsunami di PPS Bungus dengan mempertimbangkan kemudahan akses dan perkembangan pelabuhan ke depan.

Kata Kunci: tsunami, pelabuhan perikanan, teluk bungus, rute evakuasi, mitigasi

Abstract

The Port of Teluk Bungus, the largest fisheries port in Western Sumatera is highly vulnerable against the impact of future tsunami. Located in the South of Padang, the port of Teluk Bungus still has no conclusive measures against tsunami. Considering its remote location and limited access to tsunami evacuation facilities, determination of tsunami evacuation routes is one of key measures for the port of Teluk Bungus to minimize human casualties. This paper discusses the determination of the locations and the routes for tsunami evacuation in the area PPS Bungus based on the aspects of access easiness, time

(10)

travel, security from landslide, and livelihood supports. Among the five available evacuation routes/locations, one route has been identified as the most reliable one.

However, other route alternatives are also proposed considering better access and future development of the fisheries port

Keywords: tsunami, fisheries port, Teluk Bungus, evacuation routes, mitigation

1. Pendahuluan

Dilihat dari sejarah, wilayah Sumatera Barat telah beberapa kali dilanda gempa besar yang menyebabkan tsunami seperti yang terjadi pada tahun 1797 dan 1883 di mana gelombang tsunami setinggi 6 m tercatat dalam sejarah Kota Padang (McCloskey et al., 2008). Pasca Gempabumi dan Tsunami Aceh 2004, Padang dan Sumatera Barat pada umumnya, setidaknya sudah dilanda gempa bumi besar sebanyak empat kali yaitu pada tahun 2007, 2009, 2010 dan 2012 di mana ribuan orang telah menjadi korban.

Bahkan pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal 25 Oktober 2010 gempa bumi yang terjadi di lepas pantai Kepulauan Mentawai menyebabkan tsunami yang menghantam Kepulauan Mentawai bagian Selatan dengan ratusan jiwa menjadi korban. Tingginya kejadian gempa bumi di wilayah ini karena posisinya yang berada tepat di hadapan celah seismik dari “Sumatera Megathrust” yang berpotensi mengeluarkan energi besar yang menyebabkan gempa bumi atau tsunami di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian untuk melihat kerentanan wilayah Padang dan sekitarnya sangat dibutuhkan untuk mengurangi resiko bencana gempa dan tsunami.

Daerah Teluk Bungus dan sekitarnya secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Bungus - Teluk Kabung di bagian Selatan Kota Padang – Sumatera Barat (Gambar 1). Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Teluk Bungus merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Pesisir Barat Pulau Sumatera dengan ikan tuna, tongkol dan cakalang (TTC) dan produk turunannya sebagai komoditas utama.

Kompleks PPS Teluk Bungus (1o01’45,45”S, 100o23’48,42”E) terdiri dari berbagai infrastruktur strategis penunjang aktifitas pelabuhan seperti kantor pelabuhan serta industri perikanan dan pendukunganya seperti: perumahan pegawai, Kantor Navigasi, Pengawas perikanan, Polairut, Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal), lembaga penelitian/laboratorium ilmiah (Balitbang KP) dan industri galangan kapal. Selain sebagai kawasan pelabuhan dan perkantoran, wilayah pesisir Teluk Bungus dan sekitarnya juga merupakan salah satu area pariwisata laut dan pantai yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan konsentrasi penduduk lebih dari 1000 jiwa pada siang hari, kawasan PPS Teluk Bungus memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap bencana tsunami sebagaimana tercantum dalam dokumen Konsensus Padang 2010 (Gambar 1). Oleh karena itu, penentuan zona aman untuk evakuasi tsunami di daerah sekitar kompleks pelabuhan menjadi sangat penting untuk mengurangi korban jiwa akibat gempa dan tsunami.

(11)

A

A Teluk

Bungus

Gambar 1. Letak Teluk Bungus di Kota Padang dan estimasi rendaman tsunami di PPS Bungus (Kotak A) berdasarkan dokumen Padang Konsensus ke-2 (2010) (Husrin et al., 2013)

2. Metodologi

Analisis rute evakuasi di kawasan PPS Bungus dimulai dengan penentuan estimasi zona rendaman tsunami berdasarkan versi yang disepakati bersama pada Padang Konsensus ke-2 (Husrin et al., 2013). Peta rendaman tsunami ini sangat penting untuk penentuan awal zona atau titik-titik evakuasi yang aman yang sebagian besar berlokasi di bukit di sebelah Utara Kompleks PPS Bungus (Gambar 2). Selanjutnya, beberapa alternatif lokasi evakuasi dan rutenya ditentukan berdasarkan data sekunder yang ada dan pengetahuan penduduk lokal di mana daerah yang lebih tinggi menjadi pertimbangan inti. Dalam penentuan rute evakuasi ini, angket disebar untuk menganalisis pengetahuan penduduk lokal akan tsunami / gempa bumi dan mitigasinya.

Untuk setiap rute / lokasi evakuasi, observasi langsung dikumpulkan untuk menentukan aspek-aspek penunjang kehidupan, kemudahan, waktu tempuh, dan keamanan. Titik awal dari pergerakan menuju lokasi evakuasi tsunami ditentukan pada lokasi kantor Loka Penelitian Sumber daya dan Kerentanan Pesisir (LPSDKP) (1°1'40.25"S, 100°23'52.99"E) (Gambar 2).

A

A

Gedung LPSDKP

Kantor Pelabuhan Masjid

Gd.

LPSDKP

Gambar 2. Denah Kompleks PPS Bungus serta lokasi Kantor LPSDKP sebagai titik awal penghitungan waktu tempuh ke titik evakuasi (Lihat juga Kotak A pada Gambar 1)

(12)

Obsevasi langsung pada aspek penunjang kehidupan ditekankan pada keberadaan sumber air bersih dan sumber pangan jika ada. Aspek kemudahan akses dititikberatkan pada ada atau tidaknya rintangan/hambatan di sepanjang rute. Sementara itu, untuk aspek waktu tempuh dihitung berdasarkan waktu tempuh oleh seseorang menuju lokasi titik evakuasi dengan berjalan kaki, naik sepeda motor atau kendaraan roda empat. Aspek terakhir dan paling penting dari keempat aspek adalah aspek keamanan mengingat perbukitan yang dijadikan sebagai titik-titik evakuasi sangat rentan dari bencana longsor. Perbukitan di Teluk Bungus merupakan salah satu kawasan yang masuk dalam zona potensi terjadi gerakan tanah tinggi hingga menengah (Bappeda, 2007 dan Rosidi, 1996). Merujuk pada kejadian tebing longsor di Pantai Sadranan, Gunungkidul, Yogyakarta pada 17 Juni 2015 yang menewaskan empat orang wisatawan dan dua orang luka-luka (Metrotvnews.com, 18 Juni 2015), maka diperlukan pengetahuan mendetail mengenai tingkat kerentanan wilayah pesisir Teluk Bungus terhadap bencana longsor. Tingkat kerentanan perbukitan di Teluk Bungus dianalisis menggunakan Metode Storie (O’Green & Southard, 2005) berdasarkan karakteristik fisik berupa tataguna lahan, kelerengan, geologi dan curah hujan setempat. Berdasarkan analisis dari keempat aspek tersebut, titik dan rute evakuasi paling optimum ditentukan dengan cara pembobotan. Diagram alir dari metoda penelitian ini secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.

3. Hasil dan Diskusi Lokasi dan Rute Evakuasi

Area PPS Bungus dibatasi oleh pagar tembok dan tebing di sebelah Utara, pemukiman dan tebing di sebelah Barat, jalan raya di Timur dan lautan lepas di sebelah Selatan. Zona rendaman tsunami berdasarkan Padang Konsensus memperlihatkan bahwa sebagian besar area PPS Bungus akan terendam oleh tsunami dengan tingkat resiko tinggi hingga rendah (Gambar 1). Hal ini terjadi karena letak dari kawasan PPS Bungus yang tepat berada di garis pantai dan elevasinya yang rendah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa di area PPS Bungus tidak ada lokasi yang bisa dijadikan titik evakuasi karena ketiadaan bangunan tinggi atau bukit yang bisa dijadikan sebagai

“vertical evacuation facilities”. Berdasarkan kondisi tersebut, lima alternatif lokasi dan rute evakuasi ditentukan di mana empat diantaranya harus menembus jalur perbukitan di sebelah Barat dan Utara dari area PPS Bungus dan satu rute melalui gerbang utama pelabuhan ke arah Timur. Karakteristik dari kelima lokasi tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 4).

- Lokasi/jalur 1 (satu) terletak di perbukitan sebelah Barat area PPS Bungus. Rute dari lokasi ini ditempuh melalui akses jalan pelabuhan ke sebelah Barat, menuju dermaga Polairut dan Dinas Navigasi kemudian berbelok ke arah Utara memasuki jalan/gang pemukiman dengan melalui beberapa rumah warga. Akses selanjutnya adalah jalur terjal yang dimanfaatkan warga sebagai ladang hingga akhirnya sampai di titik lokasi satu yaitu Jalan Raya Padang-Painan Km.15.

Sebuah tali rapia tersedia sebagai penunjuk jalan yang dianggap aman untuk ditempuh dari batas area pelabuhan hingga ke jalan raya dimana terdapat rumah penduduk.

(13)

Estimasi jangkauan dan rendaman tsunami

Penentuan alternatif jalur dan lokasi evakuasi tsunami

Penunjang kehidupan Kemudahan akses Waktu tempuh Keamanan

Analisis: Paling aman, paling lengkap penunjang kehidupan, paling mudah diakses, paling cepat waktu tempuh

Hasil: Rute dan lokasi evakuasi tsunami dalam bentuk peta Pengumpulan data

Gambar 3. Diagram alir metodologi penelitian

Rute 3

Rute 4

Rute 1 Rute 2

Rute 5

Gambar 4. Gambaran dan peta dari lima lokasi dan jalur evakuasi

(14)

- Lokasi/jalur 2 (dua) masih terletak di perbukitan sebelah Barat sedikit ke Utara dari area PPS Bungus. Akses ke lokasi ini harus menembus sebuah lubang yang tersedia pada tembok beton sebagai pembatas dari area PPS Bungus dengan tanah milik warga di belakangnya. Jalur terjal harus ditempuh untuk sampai di lokasi yang aman, yaitu Jalan Raya Padang-Painan km.15,5 di mana sebuah bengkel mobil berada.

- Lokasi/jalur 3 (tiga) terletak di perbukitan sebelah Utara kawasan PPS Bungus.

Rute dari jalur evakuasi ini adalah melalui kompleks perumahan PPS Bungus, menembus tembok pembatas dan mengambil jalur terjal ke bukit/Jalan Raya Padang-Painan Km. 16 di atasnya.

- Lokasi/jalur 4 (empat) terletak di perbukitan sebelah Utara kawasan PPS Bungus dan masih pada Jalan Raya Padang-Painan km.16. Akses alternatif di rute ini dapat ditempuh melalui pemukiman warga yang tepat berada di Sebelah Utara Kompleks PPS Bungus. Jalur ini cukup terjal dan menembus jalan raya di mana terdapat rumah penduduk yang berdampingan dengan sebuah mesjid.

- Lokasi/jalur 5 (lima) dapat ditempuh dengan cara keluar melalui pintu gerbang Kompleks PPS Bungus yang terletak di sebelah Timur dari Gedung LPSDKP.

Rute ini berlanjut dengan mengambil Jalan Raya Padang-Painan ke arah Utara hingga mencapai titik aman dimana sebuah sungai/jembatan berada.

Persepsi Masyarakat/Warga Kompleks PPS Bungus

Pengetahuan masyarakat di lingkungan PPS Bungus dan sekitarnya terhadap ancaman gempa dan tsunami di kawasan pelabuhan serta upaya-upaya mitigasinya diuji dengan cara menyebarkan 50 angket dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah Anda mengetahui bahwa Teluk Bungus beresiko tinggi terkena dampak tsunami?

2. Apakah Anda pernah melihat peta bencana tsunami untuk kawasan Teluk Bungus?

3. Apakah Anda pernah melihat peta evakuasi bencana gempa /tsunami untuk Teluk Bungus?

4. Kemana Anda harus pergi jika tsunami terjadi?

5. Bagaimana Anda pergi ke lokasi evakuasi bila tsunami terjadi?

6. Apabila bencana gempa terjadi, berapa lama tsunami akan tiba di Teluk Bungus?

Dari angket yang terkumpul, diketahui bahwa sebagian besar (65%) penduduk sadar akan bencana yang mengancam kawasan pelabuhan yaitu gempa dan tsunami.

Namun, hanya sebagian kecil saja (~30%) yang mengetahui atau pernah melihat peta rawan tsunami dan peta evakuasi bencana gempa/tsunami di kawasan mereka. Lebih jauh lagi, sebagian besar dari responden (~49%) tidak mengetahui berapa lama tsunami akan tiba di kawasan mereka pasca gempa melanda. Namun demikian, sebagian besar warga (78%) menyadari untuk pergi ke tempat yang lebih tinggi (bukit) jika gempa dan tsunami betul-betul terjadi dan berjalan kali/berlari menjadi pilihan utama untuk pergi ke lokasi evakuasi (66%). Tampilan grafis dari hasil uji angket tersebut ditampilkan pada Gambar 5.

(15)

Apakah Anda mengetahui bahwa Teluk Bungus beresiko tinggi terkena dampak

tsunami ?

Apakah Anda pernah melihat peta bencana tsunami untuk kawasan Teluk

Bungus ?

Apakah Anda pernah melihat peta evakuasi bencana gempa /tsunami untuk

Teluk Bungus ?

Kemana Anda harus pergi jika tsunami terjadi ?

Bagaimana Anda pergi ke lokasi evakuasi bila tsunami terjadi ?

Apabila bencana gempa terjadi, berapa lama tsunami akan tiba di teluk Bungus ?

Gambar 5. Tampilan grafis hasil angket warga PPS Bungus Masalah Rute Evakuasi

Bukit yang mengelilingi PPS Bungus merupakan alternatif terbaik sebagai lokasi evakuasi bencana tsunami. Namun demikian, rute menuju bukit masih menyisakan beberapa permasalahan yang dapat mengganggu proses evakuasi yang diantaranya adalah sebagai berikut:

 Rute melalui jalan raya yang rawan kecelakaan lalu lintas karena kualitas jalan yang buruk dan prilaku berkendara yang ugal-ugalan,

 Prilaku warga yang terbiasa melakukan aktifitas menutup sebagaian badan jalan seperti penumpukan material bangunan dan konstruksi tenda pesta (barale) yang memakan badan jalan dapat mengganggu kelancaran lalulintas,

 Perbukitan di sekitar PPS Bungus memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap bencana longsor.

 Wilayah Teluk Bungus dan sekitarnya mempunyai morfologi yang berbukit- bukit. Hampir seluruh jaringan jalan yang menghubungkan kecamatan (Lubuk Begalung dan Bungus teluk Kabung) dibangun dengan memotong lereng ataupun berada di tepi lereng. Jalur jalan yang berpotensi terkena gerakan tanah tersebut pada umumnya adalah jalan yang berada pada atau memotong lereng tanpa memperhitungkan kondisi sudut lereng, tanah/ batuan dan pengairan/

drainase. Adanya getaran yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor, terutama truk-truk dengan tonase yang besar, pemanfaatan lahan permukiman yang tersebar sampai merambah ke lahan-lahan kritis, menambah keadaan wilayah menjadi lebih labil dan bencana akibat gerakan tanah dapat setiap saat terjadi.

(16)

Gambar 6. Beberapa permasalahan di lokasi dan jalur evakulasi tsunami: Longsor, kecelakaan, penempaan material bangunan dan kendaraan yang kerap berhenti di badan jalan.

Tingkat kerentanan bukit sekitar PPS Bungus

Kerentanan daerah rawan gerakan tanah di perbukitan sekitar PPS Bungus diidentifikasi dan diklasifikasikan menggunakan metode Storie (Sugianti, et.al., 2014) berdasarkan karakteristik fisik berupa tataguna lahan, kelerengan, geologi dan curah hujan setempat. Berdasarkan analisis hasil penelitian didapatkan daerah-daerah dengan tingkat kerentanan rendah hingga sangat tinggi (Gambar 7) sebagai berikut :

a. Daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah sangat tinggi luasanya mencapai 13,28% terdapat pada sebagian Kecamatan Lubuk Begalung dan Teluk Bungus. Tataguna lahan berupa kawasan hutan, perkebunan dan sedikit kawasan pemukiman warga yang berada di sekitar perbukitan. Kemiringan lereng yang mendominasi tingkat kerentanan ini masuk dalam klasifikasi kemiringan lereng sangat curam – curam. Jenis tanah penyusun didominasi oleh Andosol dan komplek podsolik merah kuning latosol dan litosol, tanah penyusun kawasan ini merupakan hasil pelapukan batuan gunungapi yaitu breksi vulkanik yang telah mengalami pelapukan dan antara fragmen dan matrik sudah tidak kompak, sehingga banyak bongkah-bongkah fragmen batuan yang tertanam di

(17)

lapisan tanah yang membentuk perbukitan. Sehingga dengan kemiringan lereng yang curam – sangat curam diiringi dengan curah hujan yang basah sangat memicu terjadinya pergerakan tanah di kawasan ini.

b. Kawasan dengan tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi mencakup luasan sekitar 14,35% dari keseluruhan wilayah penelitian. Daerah ini masih masuk dalam wilayah Teluk Bungus dan sebagian kecil berada di Kecamatan Lubuk Begalung yang berbatasan langsung dengan wilayah Teluk Bungus. Tataguna lahan yang mendominasi kawasan yaitu perkebunan yang dibuka oleh warga di bagian-bagian perbukitan dan tataguna lahan hutan, selain itu juga didirikan kawasan pemukiman di area berbukitan yang masuk zonasi tingkat kerentanan tinggi. Kemiringan lereng pada zona kerentanan tinggi didominasi oleh kemiringan lereng curam hingga agak curam. Jenis tanah penyusun kawasan ini yaitu komplek podsolik merah kuning latosol dan litosol, namun sebagian wilayah juga tersusun atas jenis tanah andosol.

c. Zonasi tingkat kerentanan sedang hampir mendominasi daerah penelitian yaitu wilayah Teluk Bungus dan sekitarnya hingga mencapai seluas 37,43%. Tataguna lahan yang masuk dalam zonasi ini merupakan kawasan perkebunan, hutan dan sebagian kawasan pemukiman penduduk yang berada di sekitar wilayah perbukitan, tataguna lahan yang mendominasi zonasi ini yaitu perkebunan. Jenis tanah penyusun kawasan kerentanan sedang yaitu komplek podsolik merah kuning latosol dan litosol, dan sebagain kecil tersusun atas jenis tanah andosol.

Kemiringan lereng pada kawasan ini masuk dalam kategori kemiringan lereng curam hingga landai namun secara umum didominasi oleh kemiringan lereng agak curam. Kawasan ini berbeda dengan zonasi kerentanan sangat tinggi dan tinggi, karena litologi penyusunnya tidak didominasi oleh material pelapukan batuan breksi vulkanik, namun masih memperlihatkan bongkah batuan dan litologi batuan vulkanik yang masih massif pada bagian bawah perbukitan.

Gambar 7. Peta kerentanan gerakan tanah di Tlk. Bungus dan sekitarnya

(18)

d. Kawasan kerentanan gerakan tanah rendah dan sangat rendah merupakan bagian terbesar kedua luasan setelah zonasi kerentanan sedang yaitu mencapai 35,03%.

Tataguna lahan pada daerah ini terdiri dari perkebunan, pemukiman, namun secara dominan tataguna lahan kawasan ini merupakan daerah irigasi atau aliran sungai yang merupakan bagian dari dataran yang tersusun atas material endapan alluvial yang berasal dari endapan pantai maupun endapan sungai yang berasal dari daerah perbukitan. Kemiringan lereng pada daerah ini didominasi oleh kemiringan lereng landai – datar. Jenis tanah penyusun kawasan ini merupakan alluvial. Bagian daerah ini juga banyak didominasi oleh kawasan wisata pantai dan wilayah – wilayah perniagaan yang berada disekitar jalan utama lintas Padang – Painan.

Kawasan Teluk Bungus dan sekitarnya merupakan kawasan yang sangat penting di wilayah Sumatera Barat berdasarkan hasil penentuan tingkat kerentanan gerakan tanah dengan Metode Storie sehingga dapat mengidentifikasikan zonasi tingkat kerentanan gerakan tanah. Kondisi curah hujan di wilayah Bungus dan Sekitarnya masuk dalam kategori curah hujan basah, selain itu curah hujan di wilayah Padang juga cukup ekstrim dimana perubahan siklus hujan dengan cuaca kering atau panas sangat terlihat jelas sehingga dengan perubahan itu menyebabkan proses pelapukan batuan semakin meningkat. Perubahan ini juga menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan menyebabkan longsoran rayapan (creeping) atau bersifat lambat. Selain tipe longsoran rayapan wilayah Bungus dan Sekitarnya juga didominasi oleh tipe gerakan tanah runtuhan, karena litologi penyusun berupa material vulkanik yang didominasi oleh breksi vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga fragmen batuan yang menggantung pada bagian perbukitan dengan kemiringan lereng curam hingga sangat curam dapat memicu perpindahan masa batuan dari ketinggian tertentu ke bagian bawah perbukitan. Beberapa lokasi evakuasi tsunami untuk kawasan PPS Bungus berada pada tingkat kerentanan rendah (lokasi 4 dan 5) dan sedang (lokasi 1-3). Oleh karena itu, hasil dari kajian ini sangat bermanfaat dalam penentuan lokasi evakuasi tsunami yang lebih aman.

Waktu tempuh menuju lokasi evakuasi tsunami

Terdapat delapan orang relawan yang berpartisipasi dalam menentukan waktu tempuh dari Gedung LPSDKP ke lima lokasi evakuasi tsunami yang dilakukan pada tahun 2012. Kedelapan orang tersebut berusia antara 26 – 61 tahun yang berstatus sebagai pegawai di LPSDKP. Jalur 1 – 4 hanya bisa ditempuh oleh relawan di bawah usia 45 tahun. Sementara itu, jalur 5 bisa ditempuh oleh semua relawan baik itu dengan berjalan kaki maupun berlari. Penggunaan kendaraan bermotor hanya memungkinkan pada jalur 5 di mana perjalanan ke titik terjauh (hingga melewati titik 1) dapat ditempuh kurang dari 10 menit dengan kondisi jalanan normal tanpa ada hambatan. Waktu tempuh dengan berjalan dan berlari untuk semua rute terlihat pada tabel 1.

Penilaian lokasi evakuasi paling memungkinkan

Berdasarkan analisis di atas, penilaian untuk memilih lokasi danjalur evakuasi tsunami di kawasan PPS Bungus yang paling optimal dapat dilakukan dengan cara memberikan pembobotan pada setiap aspek yang diperhitungkan. Pembobotan

(19)

Tabel 1. Waktu tempuh menuju lokasi evakuasi dengan berjalan kaki/berlari

Gambar 8. Peta jalur evakuasi kawasan PPS Bungus

dilakukan dengan menggunakan tiga kategori yaitu 1, 2 dan 3 di mana secara berturut- turut mengacu pada kategori kurang, sedang dan baik. Oleh karena itu, semakin besar skor penilaian maka semakin dianggap baik lokasi yang dimaksud untuk dijadikan lokasi dan rute evakuasi tsunami di Kawasan PPS Bungus. Hasil dari penilaian terlihat pada tabel 2.

Penilaian pada tabel 2 menentukan lokasi dan rute No. 5 sebagai yang terbaik dengan skor tertinggi 12. Lokasi 5 hampir memiliki semua yang dibutuhkan sebagai titik evakuasi, mulai dari elevasinya yang cukup tinggi (+60 m), keberadaan sungai dengan airnya yang bersih, waktu tempuh yang masih di bawah prediksi kedatangan tsunami (~30 menit), kemudahan akses (jalan raya), serta berada zona aman terhadap ancaman longsor. Namun demikian, seluruh penilaian di atas diukur pada kondisi normal (tidak ada hambatan, tidak dalam kondisi panik) dan berdasarkan kondisi saat dilakukan penelitian (tahun 2012). Pada kondisi tertentu, misalnya jalanan tertutup oleh

Relawan Waktu tempuh ke Lokasi Evakuasi (menit)

1 2 3 4 5

Di bawah

45 tahun 15 12 10 7 12

Di atas 60 tahun

Tidak memungkinkan

Tidak memungkinkan

Tidak memungkinkan

Tidak

memungkinkan 20

(20)

Tabel 2. Penilaian pada lokasi/rute evakuasi

antrean kendaraan roda empat, maka penilaian di atas untuk lokasi 5 menjadi tidak berlaku. Sebaliknya, lokasi dan rute pertama bisa saja menjadi alternatif terbaik, mengingat sejak tahun 2014 pada lokasi ini sedang dibangun akses tambahan menuju kawasan PPS Bungus. Dengan kata lain, di masa depan skor untuk lokasi pertama akan menjadi senilai dengan lokasi 5. Dari ke-5 lokasi, lokasi 2 menjadi lokasi paling buruk untuk dijadikan sebagai lokasi/rute evakuasi terutama dilihat dari aspek akses yang sulit serta penunjang kehidupan yang juga sulit ditemui.

4. Kesimpulan dan Saran

Alternatif – alternatif lokasi dan rute/jalur evakuasi tsunami untuk kawasan PPS Bungus dan sekitarnya berhasil dianalisis dan Lokasi/rute ke-lima menjadi pilihan terbaik berdasarkan empat aspek yang diperhitungkan yaitu aspek kemudahan akses, ketersediaan penunjang kehidupan, waktu tempuh dan keamanan terhadap ancaman tanah longsor. Lokasi//rute kelima merupakan rute yang melalui pintu gerbang utama Kompleks PPS Bungus untuk selanjutnya menuju ke arah Utara melalui Jalan Raya Padang-Painan hingga melewati Jembatan pertama.

Sementara itu, Lokasi/rute kedua sangat sulit untuk dapat dijadikan sebagai alternatif mengingat lokasi dan rutenya kurang memungkinkan untuk dikembangkan. Lokasi dan rute pertama adalah yang paling mungkin untuk dijadikan alternatif kedua. Selain karena lokasinya yang berada di ujung bagian Barat Kompleks PPS Bungus, saat ini kondisi akses sedang diperlebar dan diperbaiki sebagai alternatif akses menuju kawasan PPS Bungus. Perlu diingat bahwa seluruh analisis yang dibuat dalam tulisan ini berdasarkan kondisi ideal atau dibuat saat tidak terjadi kepanikan atau hambatan lainnya dari luar. Selain jalur evakuasi menuju bukit, alternatif lain untuk evakuasi vertikal tetap diperlukan. Oleh karena itu, pembangunan banguan evakuasi vertikal di dalam kawasan PPS Bungus akan sangat membantu dalam menyediakan upaya mitgasi alternatif selain rute/tempat evakuasi menju perbukitan.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih kami haturkan kepada LPSDKP, masyarakat dan Otoritas PPS Bungus yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus kami juga mengucapkan terimakasih kepada para relawan dan pihak yang – pihak yang terlibat baik secara langsung dan tidak langsung (Semeidi Husrin, Gunardi Kusumah, Ilham, Muhamad Bukhori, Tri Anggono, Nasir Sudirman, Ilham AMd, Try Al Tanto, Muhammad Ramdhan, Dino Gunawan, dan Almarhum Bpk. Haji Syamsul Bahri)

Aspek Penilaian untuk lokasi/rute evakuasi ke...

1 2 3 4 5

Penunjang kehidupan 3 1 3 3 3

Waktu tempuh 2 2 2 2 3

Kemudahan akses 2 1 1 1 3

Keamanan/ancaman longsor 2 2 2 3 3

Total Skor 9 6 7 8 12

(21)

Daftar Pustaka

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Padang ,2007, Peta Jenis Tanah Kota Padang, Padang, Bapeda Kota Padang

Husrin, S., Kongko, W., Putra, A., 2013, Tsunami Vulnerability of Critical Infrastructures in the City of Padang, West Sumatera, The Proceeding of the 2nd International Conference on Sustainable Infrastructure and Built Environment (SIBE-2013) Bandung, Indonesia – November 19th – 20th 2013

McCloskey, J., Antonioli, A., Piatanesi, A., Sieh, K., Steacy, S., Nalbant, S., Cocco, M., Giunchi, C., Huang, J. D. and P. Dunlop., 2008, Tsunami threat in the Indian Ocean from a future megathrust earthquake west of Sumatra, Earth and Planetary Science Letters, 265(1-2), 61-81.

O’Green, A. T., and S.B. Southard, 2005, A Revised Storie Index Model in NASIS. Soil Survey Horizons 46 (3), 98-109

Rosidi, H.M.D.,1996, Peta Geologi Lembar Painan dan Bagian Timurlaut Lembar Muara Siberut, Sumatera, Bandung, PUSTILBANG Geologi –ESDM.

Sugianti, K., Mulyadi, D., & Sarah, D., 2014, Pengklasan Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Daerah Sumedang Selatan Menggunakan Metode Storie, Bandung, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, Vol. 24, No.2, Desember 2014 (93-104), ISSN 0125-9849, e-ISSN 2354- 6638

(22)

Rencana Aksi Mitigasi Bencana Tsunami Melalui Pendekatan Tipologi Pesisir dan Permukiman Kasus : Pesisir Jayapura

Tsunami Disaster Mitigation Action Plan with Coastal and Settlement Typology Approach Case : Coastal Area of Jayapura

M. Ngainul Malawani1 dan Djati Mardiatno2

1Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai F. Geografi UGM, Sekip Utara, Bulaksumur, Yogyakarta 55281. email ;

mn.malawani@gmail.com

2Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, Jl. Mahoni, Bulaksumur C-16. email :

2mardiatno@yahoo.com .

Abstrak

Tipologi pesisir dan permukiman memberikan respon yang spesifik terhadap kejadian bencana tsunami serta proses evakuasi yang berjalan. Daerah rawan bencana tsunami di Indonesia memiliki berbagai tipologi pesisir dan permukiman yang berbeda sehingga akan berimplikasi pada risiko yang ditimbulkan. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menyusun mapping unit untuk penyusun rencana aksi mitigasi tsunami dan 2) menyusun konsep komponen rencana aksi mitigasi bencana tsunami. Terdapat 103 kabupaten/kota yang tergolong kedalam daerah risiko tinggi tsunami di Indonesia. Seluruh wilayah tersebut memiliki karakteristik dan ciri khusus dalam merespon kejadian tsunami. Respon tersebut akan berpengaruh terhadap rencana mitigasi yang perlu dilakukan. Oleh sebab itu untuk menyusun mapping unit dan komponen rencana aksi, Kota Jayapura dipilih sebagai contoh kasus karena memiliki keberagaman tipologi pesisir dan permukiman.

Berdasarkan hasil analisis, mapping unit penentuan rencana aksi dapat disusun atas empat parameter, yaitu bentuk pantai, topografi pesisir, kepadatan bangunan, dan jenis permukiman. Hasil dari mapping unit unit tersebut akan menghasilkan level prioritas pengelolaan wilayah pesisir. Rencana aksi untuk mitigasi bencana berbagai level prioritas tersebut terdiri atas lima komponen, yaitu peningkatan sistem mata rantai sistem peringatan dini, pembangunan tempat evakuasi tsunami, peningkatan kesiapsiagaan dan kapasitas mengahadapi bencana, pengembangan iptek, serta pengurangan faktor risiko bencana. Melalui konsep tersebut, diharapkan rencana aksi mitigasi bencana tsunami dapat diterapkan di berbagai wilayah di Indoensia sesuai dengan karakteristik wilayahnya sehingga proses pengurangan risiko dapat berjalan optimal.

Kata Kunci: mitigasi, rencana aksi, tsunami, tipologi pesisir, tipologi permukiman.

Abstract

Coastal and settlement typology provide a specific response to the evidence of the tsunami disaster and its evacuation process. Tsunami disaster-prone area in Indonesia have various typologies of coastal and settlements. That will have implications on the

(23)

risks level. The aims of this study are 1) developing mapping unit for tsunami mitigation action plan and 2) construct the action plan component for tsunami disaster mitigation.

There are 103 districts/cities were classified into high risk areas of tsunami in Indonesia.

Those areas has special characteristic to response tsunami hazard. The response will affect the mitigation plan that needs to be done. Therefore, to develop a mapping units and components of the action plan, the Jayapura City chosen as an example for case study because it has various typology of coastal and settlements. Based on the analysis, mapping unit can be drawn up on four parameter, there were shape of the coast, coastal topography, building density, and type of settlement. Result of analysis of the mapping unit will generate the priority level of management. The action plan for disaster mitigation in various priority levels consists of five components, there were improving chain system of early warning systems, the developing tsunami evacuation sites, improving disaster preparedness and capacity, developing science and technology, also reducing disaster risk factors. Through this concept, tsunami mitigation action plan hopefully can be implemented in various regions in Indonesia according to it characteristics, so the risk reduction process can run optimally.

Keywords: mitigation, action plan, tsunami,coastal typology, settlement typology.

1. Pendahuluan

Tsunami adalah serangkaian gelombang panjang yang disebabkan oleh pergeseran lempeng bawah laut, atau pada umumnya adalah gempa dasar laut.

Kecepatan gelombang tsunami mampu mencapai 170 km/jam, namun ketika mencapai wilayah yang dangkal kecepatannya menurun akan tetapi tinggi gelombangnya meningkat. Kejadian tsunami dapat memakan korban jiwa, merusak kegiatan ekonomi, serta merusak ekosistem di wilayah pesisir (UNESCO, 2011).

Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam kejadian gempa bumi dan tsunami. Letak indonesia yang berada di antara dua lempeng samudera dan satu lempeng benua menyebabkan secara geologis rawan terhadap pergerakan lempeng.

Lempeng tersebut adalah Lempeng Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia. Kejadian tsunami di Indonesia yang tercatat adalah sebanyak 172 kejadian tsunami dari tahun 1600-2012. Dari total kejadian tersebut, kejadian tsunami yang masih baru antara lain di Banggai, Aceh, Nias, Jawa Barat, Bengkulu, dan Mentawai. (BNPB, 2012).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan wilayah risiko sangat tinggi tsunami di Indonesia. Wilayah tersebut meliputi daerah yang memiliki garis pantai yang berhadapan dengan zona tumbukan lempeng. Secara umum wilayah tersebut dibagi kedalam empat zona, yaitu zona Megathrust Mentawai, Selat Jawa dan Jawa Bagian Selatan, Bali dan Nusa Tenggara, Serta kawasan Papua.

Setidaknya terdapat 5.031.17 jiwa yang terpapar pada wilayah risiko tinggi tersebut (BNPB, 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa menajemen bencana tsunami pada wilayah risiko sangat tinggi sangat diperlukan.

Manajemen bencana tsunami hendaknya disusun secara detail/lokal karena masing-masing wilayah memiliki karakteristik khusus. Manajemen bencana dalam satu

(24)

wilayah belum tentu dapat diaplikasikan kedalam wilayah lain walaupun dengan kondisi risiko yang sama. Hal ini diperlukan agar proses pengurangan risiko bencana dapat berjalan efektif dan tepat guna. Terdapat dua hal yang penting dalam rencana mitigasi tsunami di unit area yang lebih detail/lokal, yaitu perencaan ruang untuk memperkuat kesiapsiagaan elemen berisiko serta kesiapan darurat dalam membentuk organisasi struktural seperti peringatan dini, jalur evakuasi, dan sebagainya (UNESCO, 2008).

Dalam menyusun rencana mitigasi bencana yang detail/lokal salah satunya dapat dilakukan melalui pendekatan tipologi pesisir dan permukimannya.

Salah satu wilayah risiko tsunami sangat tinggi di Indonesia adalah Kota Jayapura dengan jumlah jiwa terpapar sebanyak 7.155 jiwa (BNPB, 2012). Kota Jayapura dapat dijadikan sebagai salah satu contoh wilayah untuk penentuan manajemen bencana tsunami melalui pendekatan tipologi pesisir dan permukiman karena memiliki variasi tipologi pesisir dan permukiman yang beragam dalam satu area dengan karakteristik risiko bencana tsunami sangat tinggi. Melalui pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan mapping unit risiko tsunami dan profil wilayah pesisir untuk mendukung penyusunan rencana aksi mitigasi tsunami. Gagasan ini diharapkan dapat diterapkan di wilayah lain di Indonesia untuk mendukung kegiatan pengurangan risiko bencana.

2. Metode

Manajemen bencana dapat disusun melalaui berbagai tahapan. Dalam tahap pra- bencana, rencana aksi mitigasi adalah salah satu management plant yang dapat digunakan. Indonesia memiliki Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) dengan kerangka waktu tiga tahunan. Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa RAN-PRB adalah penjabaran Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB) yang disusun untuk mendukung perumusan kebijakan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana (BAPPENAS dan BNPB, 2012). Dalam skala yang lebih detail, rencana aksi tersebut dapat disusun dengan tema bencana tertentu. Untuk menjawab tantangan pengelolaan bencana terutama tsunami, pendekatan tipologi permukiman dan pesisir digunakan untuk menyusun rencana aksi bencana tsunami dalam skala yang lebih detail. Pendekatan tersebut dapat digunakan untuk penyusunan rencana aksi sesuai dengan kerangka pikir pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

(25)

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa parameter tipologi pesisir dan permukiman memiliki beberapa parameter didalamnya. Parameter tersebut dapat menjadi informasi penting mengenai profil wilayah pesisir dalam skala yang lebih detail.

Dalam pelaksaan manajemen bencana berbasis rencana aksi, informasi profil wilayah pesisir menjadi hal yang sangat penting karena dapat menentukan aksi yang akan dilakukan. Digram alir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 2.

Penetuan level bahaya, level kerentanan, dan level prioritas disusun menggunakan matriks. Matriks tersebut menghubungkan dua parameter dan perbedaan warna menunjukkan tingkatannya pada setiap level. Matriks yang serupa dapat juga digunakan untuk menentukan tingkat ancaman, tingkat kapasitas, tingkat kerugian, dan tingkat risiko (BNPB, 2011). Data dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini cukup mudah didapatkan. Data yang menjadi dasar adalah informasi tipologi pesisir dan permukiman yang dapat diperoleh dari citra satelit. Data dan bahan yang dibutuhkan dalam peneitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data dan Bahan Penelitian

No Data dan Bahan Sumber

1.

Tiplogi Pesisir

- Topografi/kelerengan - Bentuk pantai

Citra Satelit dari Google Earth, Geoeye, Landsat, SRTM

2.

Tipologi Permukiman

- Kepadatan Bangunan - Jenis Bangunan

Citra Satelit dari Google Earth, Geoeye, survei lapangan

3. Mitigasi Bencana Eksisting Suvei lapangan, studi literatur 4. Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami

Indonsia BNPB, 2012

5. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan

Risiko Bencana 2015-2030 (Terjemahan) BNPB, 2015

(26)

Gambar 3. Matriks Penilaian Profil Wilayah Pesisir 3. Hasil dan Diskusi

Indonesia tergolong memiliki tingkat risiko-multi bencana yang tinggi. Terdapat 322 kabupaten/kota yang tergolong memiliki risko tinggi (BNPB, 2013). Khusus bencana tsunami, terdapat 103 kabupaten/kota yang memiliki risiko tinggi terhadap ancaman bencana tsunami (BNPB, 2012). Kabupaten/kota yang memiliki risiko tinggi tersebut memiliki karakteristik wilayah pesisir yang berbeda-beda, sehingga untuk menata wilayah yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana diperlukan informasi profil wilayah pesisirnya. Profil wilayah pesisir tersebut dapat dicirikan dari kondisi tipologi pesisir dan permukiman yang ada didalamnya.

Salah satu wilayah di Indonesia yang masuk kedalam risko tinggi tsunami adalah Kota Jayapura (BNPB, 2012). Jayapura memiliki tipologi pesisir dan permukiman yang cukup kompleks dalam satu area risiko tinggi tsunami sehingga Jayapura dapat dijadikan sebagai contoh kasus untuk menyusun prioritas komponen rencana aksi mitigasi tsunami berdasarkan informasi profil wilayah pesisirnya.

Informasi profil wilayah pesisir disusun dari bentuk pantai, topografi pesisir, kepadatan bangunan, dan jenis permukiman. Untuk menentukan level prioritas mitigasi bencana pada masing-masing profil, maka dilakukan penilaian berdasarkan matriks seperti Gambar 3.

Level bahaya disusun atas kondisi tipologi pesisirnya, yaitu memuat informasi topografi dan bentuk pantai. Bentuk pantai cekung/teluk adalah bentuk pantai yang memiliki kerawanan paling tinggi terhadap tsunami. Hal ini dikarenakan gelombang akan terkonsentrasi kedalam teluk sehingga akan memiliki kekuatan yang lebih merusak.

Berbeda halnya pada kondisi cembung/tanjung yang dapat memecah gelombang tsunami sehingga memiliki daya rusak yang lebih kecil. Dalam level bahaya, tipologi pesisir yang memiliki level paling tinggi adalah pesisir dengan topografi datar yang berbentuk teluk.

Level kerentanan menggambarkan kondisi permukiman yang ada di wilayah pesisir yang memuat informasi jenis permukiman dan kepadatan bangunan. Jenis permukiman dibagi menjadi tiga, yaitu permukiman kota, desa, dan nelayan.

(27)

Tabel 2. Identifikasi Profil Wilayah Pesisir Jayapura

No Citra Satelit Profil Wilayah Pesisir

1

Bentuk pantai : Cekung/teluk Topografi : Datar

Kepadatan bangunan : Padat Jenis Permukiman : Kota

Level Bahaya : Tinggi Level Kerentanan : Sedang Level Prioritas : 1

2

Bentuk pantai : Lurus Topografi : Datar

Kepadatan bangunan : Padat Jenis Permukiman : Desa

Level Bahaya : Tinggi Level Kerentanan : Tinggi Level Prioritas : 1

3

Bentuk pantai : Cembung Topografi : Bergelombang Kepadatan bangunan : Padat Jenis Permukiman : Kota

Level Bahaya : Rendah Level Kerentanan : Sedang Level Prioritas : 3

4

Bentuk pantai : Cekung/teluk Topografi : Bergelombang Kepadatan bangunan : Padat Jenis Permukiman : Nelayan

Level Bahaya : Sedang Level Kerentanan : Tinggi Level Prioritas : 1 A

B

C

D

(28)

No Citra Satelit Profil Wilayah Pesisir

5

Bentuk pantai : Lurus Topografi : Bergelombang Kepadatan bangunan : Sedang Jenis Permukiman : Desa

Level Bahaya : Sedang Level Kerentanan : Sedang Level Prioritas : 2

Permukiman nelayan adalah jenis permukiman yang paling rentan karena belum memiliki struktur bangunan yang kuat. Letaknya pun cenderung dekat laut atau bahkan berada diatas laut. Kepadatan bangunan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kerentanan wilayah pesisir. Semakin padat bangunan maka pesisir tersebut akan semakin rentan karena akan mempersulit proses evakuasi. Kepadatan bangunan juga mengindikasikan jumlah penduduk yang ada. Semakin padat permukiman maka akan semakin banyak penduduk yang terpapar oleh ancaman tsunami.

Informasi profil wilayah yang terdiri dari bentuk pantai, topografi pesisir, kepadatan bangunan, dan jenis permukiman tersebut kemudian dijadikan sebagai unit pemetaan (maping unit) untuk menentukan level prioritas penanganan. Oleh sebab itu, maka rencana aksi mitigasi bencana tsunami dapat disusun berdasarkan informasi level prioritas yang dihasilkan. Semakin tinggi levelnya, maka tindakan mitigasi yang diperlukan semakin kompleks. Gagasan mapping unit tersebut diterapkan di pesisir Kota Jayapura sebagai contoh kasus. Hasil identifikasi kondisi profil wilayah pesisir Kota Jayapura disajikan dalam Tabel 2.

Berdasarkan hasil identifikasi profil pesisir berbagai lokasi di Kota Jayapura, dapat diketahui bahwa terdapat berbagai jenis tipologi pesisir dan permukiman yang ada.

Dari lima sampel lokasi yang dipilih, terdapat tiga lokasi yang masuk kedalam level prioritas 1. Sisanya masuk kedalam level prioritas 2 dan 3. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut, dapat diketahui bahwa profil wilayah berupa informasi bentuk pantai, topografi pesisir, kepadatan bangunan, dan jenis permukiman sangat membantu menemukan lokasi prioritas penanganan. Persebaran lokasi identifikasi profil wilayah pesisir Kota Jayapura dapat dilihat pada Gambar 4.

Identifikasi mitigasi bencana eksisting sangat diperlukan untuk menyusun rencana aksi mitigasi tsunami. Berdasarkan hasil survei tahun 2014, mitigasi struktural maupun non struktural yang ada di Kota Jayapura masih belum tersebar secara merata.

Triatmadja (2010) menyebutkan bahwa mitigasi bencana tsunami dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan fisik dan pendekatan non fisik. Pendekatan fisik adalah pendekatan yang sama dengan mitigasi struktural, sedangkan pendekatan non fisik adalah mitigasi non struktural. Contoh mitigasi yang ada dilokasi kajian antara lain adalah early warning system (EWS) berupa sirine, bangunan pemeceah dan penahan arus, serta papan informasi kejadian tsunami. Keterdapatan infrastruktur mitigasi tersebut masih belum tersebar merata sesuai kebutuhan wilayahnya.

E

(29)

Gambar 4. Peta Lokasi Identifikasi Profil Wilayah Pesisir Jayapura

Tabel 3. Matriks Komponen Rencana Aksi Mitigasi Bencana Tsunami

Informasi profil wilayah dan level prioritas dapat membantu menentukan rencana aksi mitigasi yang akan ditambah maupun dibangun. Dalam menentukan komponen rencana aksi mitigasi tsunami, perlu mengacu kedalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Nasional dan Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030. Beberapa komponen rencana aksi yang dapat disusun pada level lokal disajikan pada Tabel 3.

No Komponen Rencana Aksi Profil Wilayah Pesisir

Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3 1 Peningkatan Sistem Mata Rantai Sistem

Peringatan Dini Bahaya Tsunami √ √ √

2 Pembangunan Jalur dan Tempat Evakuasi

Bencana Tsunami √ √

3 Peningkatan Kesiapsiagaan dan Kapasitas

Menghadapi Bencana Tsunami √ √ √

4 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi √

5 Pengurangan Faktor Risiko Bencana √ √ √

(30)

Berdasarkan matriks komponen rencana aksi, dapat diketahui bahwa masing- masing profil wilayah pesisir memiliki kebutuhan komponen rencana aksi yang berbeda-beda. Pada level prioritas pertama, seluruh komponen rencana aksi menjadi hal wajib dan perlu dilakukan dalam jangka pendek. Pada prioritas kedua, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak menjadi hal mendasar yang perlu dilakukan dalam jangka pendek. Hal yang serupa juga dimiliki oleh wilayah prioritas ketiga. Pada wilayah prioritas ketiga, komponen rencana aksi lain yang tidak menjadi hal mendasar untuk dilakukan dalam jangka pendek adalah pembangunan tempat evakuasi bencana tsunami. Hal ini disebabkan karena pada prioritas ketiga ancaman bahaya dan kerentanan masih tergolong rendah. Komponen rencana aksi yang ada pada Tabel 3 adalah komponen utama yang dapat dijabarkan menjadi aksi mitigasi pada setiap komponennya. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi gagasan baru dalam penentuan rencana aksi mitigasi bencana tsunami pada level lokal di wilayah risiko tinggi tsunami Indonesia.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan diskusi mengenai pendekatan tipologi pesisir dan permukiman untuk mendukung penyusunan rencana aksi mitigasi bencana tsunami, dapat disimpulkan bahwa:

1. Mapping unit berupa bentuk pantai, topografi pesisir, kepadatan bangunan, dan jenis permukiman dapat digunakan untuk menentukan level prioritas penanganan bencana tsunami pada wilayah risiko tinggi tsunami.

2. Masing-masing profil wilayah pesisir memiliki kebutuhan komponen rencana aksi yang berbeda-beda. Komponen rencana aksi tersebut terdiri dari lima poin yang dapat dilakukan untuk pengurangan risiko bencana, yaitu peningkatan sistem mata rantai sistem peringatan dini, pembangunan tempat evakuasi tsunami, peningkatan kesiapsiagaan dan kapasitas mengahadapi bencana, pengembangan iptek, serta pengurangan faktor risiko bencana.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini adalah pengembangan dari survei kawasan rawan tsunami yang dilakukan oleh Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penulisan.

Ucapan terimakasih diucapkan kepada Dandhun Wacano, S,Si, M.Sc, Evita Pramudianti, S.Si, M.Sc, Harfiadi, S,Si serta peneliti di Pusat Studi Bencana UGM. Ucapan terimakasih juga kepada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah.

Daftar Pustaka

BNPB, 2011, Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana untuk Rencana Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta.

_____. 2012, Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional, Jakarta.

_____, 2013, Indeks Risiko Bencana Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional, Jakarta.

(31)

_____, 2015, Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030, (Terjemahan), Platform Nasional PRB, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta BAPPENAS dan BNPB, 2010, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Tahun

2010-2012. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta.

Triatmadja, R., 2010. Tsunami, Kejadian, Penjalaran, Daya Rusak, dan Mitigasinya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

UNESCO, 2008, Tsunami Preparedness-Information Guide for Disaster Palnners, IOC Manuals and Guides No. 49, Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, Paris.

_______, 2011, Reducing and managing the risk of tsunamis, IOC Manuals and Guides No. 57, Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, Paris.

(32)

Kajian Peningkatan Risiko Bencana Tsunami di Pantai Selatan Kulon Progo – Yogyakarta

Study on Increasing Risk of Tsunami Disaster as Southern Coastal of Kulon Progo Area – Yogyakarta

Eko Teguh Paripurno12, Arif Rianto Budi Nugroho12,

Aditya Pandu Wicaksono13 , Girindra Pradhana1, Nandra Eko Nugroho1

1Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta,email; paripurno@upnyk.ac.id

2Program Studi Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

3Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Abstrak

Gumuk pasir pantai Selatan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini berfungsi sebagai lahan pertanian. Pola intensifikasi lahan pasir telah berasil dilakuan masyarakat , antara lain dengan teknologi tepat guna sumur renteng. Lahan tersebut dikelola oleh masyarakat petani yang tinggal di utara gumuk pasir, baik yang berada di daerah perbukitan dan daerah limpah banjir S. Progo dan S. Bogowonto.

Kajian risiko bencana saat ini menunjukkan kawasan tapak mempunyai risiko bencanatsunami tinggi sampai rendah.Kajian risiko bencana terhadap rencana pembangunan bandara, berdasarkan dokumen rencana tata ruang yang ada, menunjukkan peningkatan risiko bencana. Peningkatan risiko terjadi pada nilai fisik dan manusia, dari sedang - rendah ke sedang-tinggi.Pertimbangan mitigasi bencana serius perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya pengurangan risiko.

Kata Kunci: mitigasi risiko bencana tsunami

Abstract

Sand dunes in southern coast of Kulon Progo regency, Yogyakarta Special Region recently has been used as farming land. Sand land intensification pattern has been succesfully done by the villagers through an efficient technology; connected well.

The land is managed by farmer community who lives in the north of sand dunes, both in hills area or in affluent flood area of Progo River and Bogowonto River.

Study on disaster risk reveals that area of the site has low until high range of tsunami risk. Study on disaster risk on construction plan of Kulonprogo Airport,

(33)

based on existing document, shows that there is increasing sign of disaster risk.

Its increasing can be occurred both on physical or human values, from low - medium level up to medium-high level.Serious disaster mitigation must be applied to ensure risk can be reduced.

Keywords: tsunami disaster risk mitigation

1. Pendahuluan

Kawasan pesisir selatan Jawa lebih sepi dari simpul ekonomi dibanding utara jawa. Penyeimbangan sedang dan akan dilakukan dengan dibangunnya sejumlah infrastruktur penting. Saat ini sedang diselesaikan Jalur Lintas Selatan sepanjang 1.556 kilometer, membentang dari ujung timur sampai barat Pulau Jawa, menghubungkan provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat dan Banten.

Salah satu moda yang rencana dikembangkan adalah bandara internasional baru untuk menggantikan Bandara Internasional Adisucipto. Sesuai dengan perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon (RTRW) Progo 2012 - 2032 (Revisi RTRW 2008 - 2028), Pasal 18 disebutkan bahwa jaringan transportasi udara berupa bandar udara direncanakan di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galurdirencanakan dibangun di Pantai Selatan Kulonprogo.

Salah satu dilema rencana pembangunan tersebut adalah ancaman tsunami.

Pengalaman dari tsunami Aceh-Sumut dan Sendai menunjukkan bahwa risiko kehadiran tsunami perlu diperhitungkan pada rencana pembangunan infrastruktur.Tsunami Aceh- Sumut pada 26 Desember 2004 telah merusak jalan lintas pesisir barat Sumatra.

Tsunami Sendai 11 Maret 2011, telah melumpuhkan bandara kota itu.

Dalam Masterplan Pengurangan Risiko Bencana Tsunami yang disusun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Juni 2012, kawasan pesisir Jawa bagian selatan merupakan kawasan prioritas dengan risiko tsunami tinggi. Zona penunjaman Selatan Jawa pasa segmen Jawa - Bali merupakan pemicu gempabumi besar pada tahun 1840, 1867, dan 1875. Gempabumi di zona penunjaman di Jawa bagian selatan dikhawatirkan akan memicu tsunami yang dapat menimpa pantai selatan Provinsi DIY. Jumlah warga potensi terpapar di wilayah Kulon Progo ada 60.607 jiwa yang terancam.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 40 ayat (3) disebutkan bahwa setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.Penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan tingkat risiko bencana, sebelum dan sesudah bandara internasional.

Gambar

Gambar 1. Letak Teluk Bungus di Kota Padang dan estimasi rendaman tsunami di PPS Bungus  (Kotak A) berdasarkan dokumen Padang Konsensus ke-2 (2010) (Husrin et al., 2013)
Gambar 5. Tampilan grafis hasil angket warga PPS Bungus  Masalah Rute Evakuasi
Gambar 7. Peta kerentanan gerakan tanah di Tlk. Bungus dan sekitarnya
Tabel 1. Waktu tempuh menuju lokasi evakuasi dengan berjalan kaki/berlari
+7

Referensi

Dokumen terkait

tempat kerja yang berpotensi bahaya terhadap kejadian infeksi kecacingan bagi para pekerja pengangkut sampah. Berdasarkan kondisi diatas, maka penulis sangat tertarik

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi akademik sama dengan prestasi belajar yaitu suatu kemampuan yang dimiliki seorang siswa dilihat dari sisi

Apabila diperlukan, kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 wajib diperlakukan, untuk maksud ekstradisi antar-Negara Pihak, seolah-olah kejahatan tersebut telah

1) Pasar internal. Pasar internal disebut juga pasar nasional. Pasar ini dibedakan menjadi: pasar domestik dan pasar asing. Pasar domestik merupakan pasar

Jika dianalisis dengan menggunakan teori Emile Durkheim tentang Pembagian Kerja dari hasil prosentase dan wawancara dapat disimpulkan bahwa di desa karanglo telah

Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang

didapatkan pada perbandingan persentase sel hepatosit yang mengalami degenerasi lemak antara kelompok I (kontrol normal) dengan semua kelompok (nilai p = 0,000),

Untuk semua bantuan yang telah diberikan oleh pihak-pihak di atas, Sehingga hadir karya yang berjudul ”Proses Penyelesaian Sengketa Aset Wakaf Dalam Masalah