• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

DINDA INKASARI 140302028

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK BUDIDAYA ALAM LAUT LESTARI

KECAMATAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH : DINDA INKASARI

140302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

PROVINSI SUMATERA UTARA

DINDA INKASARI 140302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(4)
(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dinda Inkasari

NIM : 140302028

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di Tambak Budidaya Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Medan, Agustus 2019

Dinda Inkasari NIM. 140302028

(6)

ABSTRAK

DINDA INKASARI. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing Oleh INDRA LESMANA.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis parasit dan tingkat prevalensi ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Aspek yang dilihat saat identifikasi ektoparasit yaitu insang, karapas, kaki jalan, kaki renang dan ekor. Dari hasil identifikasi tersebut maka dapat dihitung

prevalensi ektoparasit yang menginfeksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), ada 2 jenis ektoparasit yang menginfeksi Udang

Vannamei (Litopenaeus vannamei) yaitu Zoothamnium sp dan Epistylis sp.

Prevalensi parasit yang tertinggi adalah Zoothamnium sp yang terdapat pada kaki jalan sebesar 44% termasuk dalam kategori umumnya. Sedangkan prevalensi parasit yang terendah adalah Zoothamnium sp yang terdapat pada karapas sebesar 12% termasuk dalam kategori sering.

Kata Kunci : Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Ektoparasit, Prevalensi

(7)

DINDA INKASARI. Identification and Prevalence of Ectoparasites in Vannamei Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Alam Laut Lestari Pond Cermin District Beach, Serdang Bedagai Regency, North Sumatra Province. Supervised by INDRA LESMANA.

The purpose of this study was to investigate the type of parasite and the prevalence of ectoparasites in Vannamei Shrimps (Litopenaeus vannamei) in Alam Laut Lestari Pond Pantai Cermin District, Serdang Bedagai Regency, North Sumatra Province. Aspects seen when identifying ectoparasites are gills, carapace, road legs, swimming legs and tail. From the results of this identification, it can be calculated the prevalence of ectoparasites that infect Vannamei shrimp (Litopenaeus vannamei), there are 2 types of ectoparasites that infect Vannamei Shrimp (Litopenaeus vannamei), namely Zoothamnium sp and Epistylis sp. The highest prevalence of parasites is that Zoothamnium sp at the foot of the road is 44% included in the general category. While the lowest prevalence of parasites is Zoothamnium sp contained in the carapace by 12% included in the frequent category.

Keywords: Vannamei Shrimp (Litopenaeus vannamei), Ectoparasites, prevalence.

ii

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuala Simpang pada tanggal 11 Januari 1996. Anak dari pasangan Bapak Siswanto dan Ibu Syafrida dan merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.

Pendidikan formal pertama diawali di SDN 22 kecamatan Gebang pada tahun 2003-2008.

Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Babalan dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke jenjang selanjutnya di SMA Negeri 1 Babalan dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota IMASPERA pada tahun 2014-2018. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di LPPM Medan I.

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, Penulis Dapat Menyelesaikan Skripsi Yang Berjudul

“Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di Tambak Budidaya Alam Laut Lestari Kecamatan

Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara”.

Skripsi disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT yang telah meridhoi penulis dalam menyelesaikan Skripsi.

2. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan doa, semangat, moril dan materil kepada penulis.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku ketua prodi Manajemen Sumberdaya Perairan dan bapak Rizky Febriansyah Siregar, S. Pi, M.Si selaku sekretaris prodi Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Bapak Zulham Apandy Harahap, S. Kel, M.Si selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberi semangat kepada penulis.

5. Bapak Indra Lemana, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, masukan, arahan dalam penulisan Skripsi ini.

6. Ibu Eri Yusni, M.Sc selaku dosen penguji I dan Ibu Desrita, S. Pi, M.Si selaku dosen penguji II saya yang telah memberi masukan serta arahan dalam penulisan Skripsi ini.

(10)

7. Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

8. Sahabat Miftahul Zannah, Hizri Khairani Nst, Afifah Rezki Suryani, Evita Rehulina Ginting, dan Husna Syukrika yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman angkatan 2014 Program Studi Manajemen Sumberaya Perairan yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

Medan, Agustus 2019

Penulis

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) ... 6

Parasit Udang ... 9

Zoothamnium sp ... 11

Epistylis sp ... 12

Vorticella sp ... 12

Prevalensi ... 12

Kualitas Air ... 13

Suhu ... 13

Derajat Keasaman (pH) ... 14

Oksigen Terlarut DO (Disolved Oxygen) ... 15

Salinitas ... 16

Fosfat (PO4) ... 17

Amonia (NH3N) ... 18

Nitrat (NO3 ... 19

(12)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian... 20

Alat dan Bahan Penelitian ... 20

Prosedur Penelitian... 20

Deskripsi Area Penelitian ... 20

Pengambilan Sampel ... 21

Pemeriksaan Ektoparasit ... 21

Identifikasi Ektoparasit ... 22

Pengambilan Data Parameter Kualitas Air ... 22

Analisi Data ... 22

Prevalensi Ektoparasit ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24

Identifikasi Parasit yang ditemukan ... 24

Pengamatan Ektoparasit ... 25

Prevalensi Ektoparasit ... 27

Data Kualitas Air ... 27

Pembahasan ... 28

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ... 28

Kualitas Air ... 29

Ektoparasit ... 31

Jenis Parasit yang Ditemukan... 32

Zoothamnium sp. ... 32

Epistylis sp. ... 33

Prevalensi Ektoparasit ... 34

Rekomendasi Pengolahan... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA

(13)

Gambar Teks Halaman

1. Karangka Pemikiran Penelitian... 5

2. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) ... 24

3. Zoothamnium sp ... 24

4. Epistylis sp ... 25

vi

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ... 22 2. Kategori Infeksi Berdasarkan Prevelensi... 23 3. Hasil Identifikasi Ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus

vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 26 4. Prevalensi Ektoparasit Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai ... 27 5. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Tambak Alam Laut Lestari

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 28

(15)

Lampiran Teks Halaman 1. Alat dan Bahan Penelitian ... 42 2. Lokasi Pengambilan Sampel ... 45 3. Prosedur Kerja ... 46 4. Jenis Ektoparasit pada Udang Vannamei

(Litopenaeus vannamei) ... 47 5. Perhitungan Ektoparasit pada Udang Vannamei

(Litopenaeus vannamei) ... 48

viii

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya merupakan salah satu kegiatan alternatif dalam meningkatkan produksi perikanan. Syarat terlaksananya kegiatan budidaya adalah adanya organisme yang dibudidayakan, media hidup organisme, dan wadah/ tempat budidaya. Udang Vanamei merupakan salah satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan. Kegiatan kultivasi Udang Vanamei meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran. Untuk menghasilkan komoditas Udang Vanamei yang unggul, maka proses pemeliharaan harus memperhatikan aspek internal yang meliputi asal dan kualitas benih; serta faktor eksternal mencakup kualitas air budidaya, pemberian pakan, teknologi yang digunakan, serta pengendalian hama dan penyakit (Arsad, 2017).

Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) adalah spesies budidaya utama dan memiliki nilai pasar penting di dunia. Pengembangan budidaya Udang Vanamei semakin pesat menggantikan budidaya udang windu. Alasan utama bagi beralihnya komoditas budidaya udang windu ke Udang Vanamei antara lain adalah performa dan laju pertumbuhan udang windu yang rendah serta kerentanan yang tinggi terhadap penyakit. Infeksi penyakit yang terjadi pada budidaya udang dapat menjadi penghambat meningkatnya produksi udang (Farras, 2017).

Sejalan dengan banyaknya peminat untuk budidaya udang tersebut, terdapat pula beberapa masalah yang mengganggu, sehingga menghambat perkembangan usaha budidaya, yaitu hama dan penyakit ikan. Apabila keadaan

(17)

tersebut tidak segera ditanggulangi lebih awal, maka kegiatan budidaya ikan akan terganggu, akibatnya produksi ikan akan menurun karena tingkat kematiannya tinggi. Adanya hama dan penyebab penyakit di dalam tambak sangat merugikan bagi para pembudidaya dan spesies itu sendiri. Sehingga pembudidaya juga perlu memahami lebih dalam jenis– jenis hama dan penyebab penyakit yang dapat mengganggu, merusak bahkan memangsa spesies yang dibudidayakan. Dengan diketahuinya jenis–jenis hama tersebut maka pembudidaya dapat mencegahnya atau memberantasnya dengan memberi obat sesuai dengan jenis hama dan penyebab penyakit yang diketahui (Nurlaila, 2016).

Salah satu penyebab penyakit pada udang adalah ektoparasit. Gangguan terhadap budidaya dapat disebabkan oleh pathogen, pakan, padat tebar maupun kualitas air yang kurang menunjang kehidupan budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). Maka dari itu kualitas air pada budidaya udang ditentukan oleh pola budidaya yang ditetapkan baik secara tradisional, semi intensif maupun intensif. Hal itu membuat budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) banyak ditemukan kendala yang diakibatkan oleh serangan ektoparasit tersebut. Serangan ektoparasit tersebut mengakibatkan timbulnya kematian pada Udang Vannamei, dan berdampak mortalitas yang tinggi dan produksi yang menurun, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi dan prevalensi ektoparasit yang terdapat pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) (Subyakto et al., 2009).

(18)

3

Perumusan Masalah

Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) sering mengalami hambatan berupa serangan parasit pada luar tubuh udang, hal tersebut dapat mengakibatkan penularan dari satu udang ke udang lain hingga mencapai titik mortalitas, sehingga mengalami penurunan hasil produksi pada budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) tersebut.

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja ektoparasit yang menginfeksi Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Seberapa besar tingkat prevalensi ektoparasit Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui jenis ektoparasit yang menginfeksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Untuk mengetahui prevalensi dari Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

(19)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pengelola dan pengembangan budidaya perikanan khususnya untuk kepentingan penanggulangan penyakit yang timbul pada usaha budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) untuk meningkatkan produktivitas.

Kerangka Pemikiran

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu spesies udang yang bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas unggulan nasional.

Udang Vanamei memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan udang windu, yaitu dapat dipelihara dengan kisaran salinitas yang lebar (0,5-45 ppt), dapat ditebar dengan kepadatan yang tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2 , dan waktu pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus.

Untuk memahami dengan baik penyebaran penyakit dan pola penyakit ketika menginfeksi udang, diperlukan pengetahuan tidak hanya mengenai jenis- jenis penyakit saja, tetapi juga karakteristik air yang merupakan habitat udang dan penyakit itu. dengan mengetahui hubungan antara antara berbagai aspek di dalam air, baik udang, penyakit, maupun air maka pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit udang lebih tepat, tidak berdampak negatif terhadap biota lainnya serta tidak merusak habitat berbagai biota dan ekosistem perairan.

Serangan hama dan penyakit udang serta penurunan kualitas lingkungan budidaya merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan usaha budidaya Udang Vannamei, hal ini dapat menyebabkan kematian massal, penurunan produksi dan penurunan mutu produk. Serangan tersebaut akan mengakibabtkan penyakit

(20)

5

infeksius yang salah satunya disebabkan oleh parasit, jenis parasit yang berada pada bagian luar tubuh disebut ektoparasit. Ektoparasit sering sekali terdapat pada udang disebabkan bagian luar tubuh yang kontak langsung dengan lingkungan.

Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Budidaya Udang Vannamei

Udang Vannamei

Patogen

Lingkungan Penyakit

Infeksius

Parasit

Prevalensi Ektoparasit

Rekomendasi Pengolahan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Gambar 2. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Keterangan:

1. Antennula 6. Scapocerix 11. Telson

2. Rostrum 7. Antena

3. Mata 8. Periopod

4. Thoraks 9. Pleopod

5. Abdomen 10. Urapod

Menurut Mintardjo, et al (1985), klasifikasi Udang Vannamei adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthopoda Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Penaeidae Genus : Littopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

7 6

1

2 3 4

5

8 9

10

11

(22)

7

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang berasal dari perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil dan Meksiko sudah lama membudidayakan jenis udang yang dikenal juga dengan pasific white shrimp. Udang Vannamei secara resmi diperkenalkan pada masyarakat pembudidaya pada tahun 2001 setelah menurunnya produksi udang windu (Penaeus monodon) karena berbagai masalah yang dihadapi dalam proses produksi, baik masalah teknis maupun non teknis.

Spesies ini relatif mudah untuk berkembang biak dan dibudidayakan, maka udang putih menjadi salah satu spesies andalan dalam budidaya udang di beberapa negara dunia (Nurlaila, 2016).

Udang Vanamei memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan udang windu, yaitu dapat dipelihara dengan kisaran salinitas yang lebar (0,5-45 ppt), dapat ditebar dengan kepadatan yang tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2 , lebih resisten terhadap kualitas lingkungan yang rendah, dan waktu pemeliharaan lebih pendek yakni sekitar 90-100 hari per siklus. Udang Vanamei yang dipelihara pada air laut memiliki kandungan protein yang tinggi, rendah kadar air sehingga membuat tekstur daging udang lebih padat, dan ekstrak dari udang yang dibudidaya pada air laut memiliki kandungan umami yang tinggi membuat rasa udang menjadi lebih gurih, memiliki rasa yang manis dan tidak mengandung off- flavor. Selain rasa, kandungan nutrien udang ini lebih baik dibandingkan udang air tawar atau payau serta memiliki pasar yang bagus, baik domestik maupun ekspor dengan harga dua kali lipat dibandingkan udang air tawar atau payau (Fendjalang, 2016).

(23)

Udang Vannamei karakteristik spesifik seperti mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas, mampu beradaptasi terhadap lingkungan bersuhu rendah, dan memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Udang Vanamei memiliki nafsu makan yang tinggi dan dapat memanfaatkan pakan dengan kadar protein rendah, sehingga pada sistem budidaya dengan pola semi intensif biaya pada pakan dapat diminimalisir. Dengan keunggulan yang dapat dimiliki tersebut, jenis udang ini sangat potensial dan prospektif untuk dibudidayakan (Riani, 2012).

Secara garis besar morfologi Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) terdiri dari dua bagian utama yaitu kepala (cephalothorax) dan perut (abdomen).

Pada kepala Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) dibungkus oleh lapisan kitin yang berfungsi sebagai pelindung, terdiri 10 dari antennulae, antenna,

mandibula, dan dua pasang maxillae. Kepala Udang Vanamei (Litopenaeus vannamei) juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan lima

pasang kaki jalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda) (Nadhif, 2016).

Udang Vannamei dapat mengalami proses Molting yang merupakan proses pergantian cangkang saat udang dalam masa pertumbuhan. Pada fase ini, ukuran daging udang bertambah besar sementara cangkang luar tidak bertambah besar, sehingga untuk penyesuaiannya udang akan melepaskan cangkang lama dan membentuk kembali cangkang baru dengan bantuan kalsium. Sedangkan karapas baru yang tumbuh pada saat pertama setelah molting sangat lunak dan makin lama makin mengeras menyesuaikan ukuran tubuh udang. Proses molting ini menghasilkan peningkatan ukuran tubuh dan bersifat periodik. Tekanan osmotik juga berhubungan dengan proses molting, hal ini menjadikan tubuhnya banyak menyerap air dari lingkungan sehingga membesar dan merangsang udang

(24)

9

untuk molting. Tubuh akan bertambah besar, kemudian mengalami pengerasan cangkang. Setelah cangkang luarnya keras, ukuran tubuh udang tetap sampai pada siklus molting berikutnya (Putra, 2016).

Habitat Udang Vanamei usia muda adalah air payau, seperti muara sungai dan pantai. Semakin dewasa udang jenis ini semakin suka hidup di laut. Ukuran udang menunjukkan tingkat usai. Dalam habitatnya, udang dewasa mencapai umur 1,5 tahun. Pada waktu musim kawin tiba, udang dewasa yang sudah matang telurnya atau calon spawner berbondong-bondong ke tengah laut yang dalamnya sekitar 50 meter untuk melakukan perkawinan. Udang dewasa biasanya berkelompok dan melakukan perkawinan, setelah betina berganti cangkang (Nadhif, 2016).

Parasit Udang

Parasit adalah organisme yang hidupnya dapat menyesuaikan diri dan merugikan organisme lain yang ditempatinya (inang) dan menyebabkan penyakit.

Parasit merugikan inang tersebut karena mengambil nutrient dari inang yang dapat menyebabkan kematian. Parasit akan memilih lokasi penempelan sebaik mungkin di tubuh biota. Berdasarkan lokasi penempelannya, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit, mesoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di kulit, insang, dan bagian permukaan luar tubuh dan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam sel organ. Mesoparasit adalah parasit yang hidupnya diantara ektoparasit dan endoparasit. Mesoparasit dapat ditemukan di kolon usus atau rongga tubuh lainnya (Ali et al., 2014).

(25)

Menurut Usman (2007), Faktor non biotik yang dapat merugikan biota air, sering juga disebut sebagai faktor non parasiter, terdiri beberapa faktor, antara lain:

a. Faktor lingkungan; Diantara faktor lingkungan yang dapat merugikan kesehatan udang ialah pH air yang terlalu tinggi atau rendah, kandungan oksigen yang rendah, temperatur yang berubah secara tiba-tiba, adanya gas beracun serta kandungan racun yang berada di dalam air yang berasal dari pestisida, pupuk, limbah pabrik , limbah rumah tangga dan lain-lain.

b. Pakan. Penyakit dapat timbul karena kualitas pakan yang diberikan tidak baik.

Gizi rendah, kurang vitamin, busuk atau telalu lama disimpan serta pemberian pakan yang tidak tepat.

c. Turunan. Penyakit turunan atau genetis dapat berupa bentuk tubuh yang tidak normal dan pertumbuhan yang lambat

Penyakit parasit suatu penyakit yang disebabkan karena adanya aktivitas organisme parasit yang bersifat patogenik. Penyakit parasit udang yang disebabkan agen patogenik yang sering dijumpai di Indonesia terutama dari ektoparasit. Parasit udang dapat masuk ke dalam kolam selain terbawa oleh air, juga oleh tumbuh-tumbuhan, benda-benda, binatang renik yang lazim sebagai makanan alami udang. Parasit hanya dapat hidup apabila di dalam perairan terdapat udang sebagai inangnya (Riwidiharso, 2015).

Agen penyebab penyakit infeksius dapat disebabkan oleh organisme patogen dari golongan bakteri, parasit, jamur dan virus. Patogen parasitic jarang mengakibatkan wabah penyakit yang sporadis, namun pada intensitas penyerangan yang tinggi dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan

(26)

11

karena dapat mengakibatkan kematian. Di samping itu, infeksi parasit juga dapat menurunkan bobot, serta menurunkan ketahanan tubuh udang dan akan dimanfaatkan sebagai port of entry bagi penginfeksi sekunder oleh pathogen lain seperti jamur dan bakteri (Sumiati dan Yani, 2010).

Perbedaan antara ektoparasit dan endoparasit adalah kemampuan kontak langsung dengan lingkungan eksternal sedangkan endoparasit tidak. Ektoparasit lebih bebas berpindah dari suatu inang ke inang yang lain sehingga potensi penyebarannya lebih besar dalam suatu perairan tertutup. Endoparasit merupakan parasit yang dapat hidup di dalam tubuh inang, mengambil makanan dari inang

tersebut, sedangkan ektoparasit hidup di bagian luar dari inang.

(Ali et al., 2014).

Ektoparasit yang sering ditemukan pada Udang Vanamei adalah Zoothamnium sp dan Epistylis sp yang banyak menginfestasi seluruh permukaan tubuh dan insang (Farras, 2017).

Zoothamnium sp

Zoothamnium sp merupakan parasit bersifat ektoparasit yang dapat menyebabkan penyakit zoothamniosis pada udang vannamei. Tubuh terdiri dari zooid dan pedicle. Zooid berbentuk seperti kerucut hampir membulat. Diameter bagian antrior dan posterior lebih kecil dari pada bagian dorsal dan ventral. Parasit ini sering membentuk koloni yang tersusun pada tangkai yang bercabang-cabang namun bersifat "contractile", dari pembelahan menghasilkan "telotroch" yang merupakan fase berenang bebas (Putra, 2016).

Zoothamnium sp. merupakan salah satu jenis parasit yang sering menginfeksi Udang Vannamei jenis ini di temukan melekat pada permukaan

(27)

tubuh dan insang Udang Vannamei. Zoothamnium sp. merupakan ciliata yang hidup normal pada perairan berkualitas rendah sehingga meskipun kualitas perairan baik, parasit ini tetap bisa tumbuh (Nurlaila, 2016).

Zoothamnium sp menyerang udang pada semua stadia mulai dari telur, larva, juvenil dan dewasa pada kondisi perairan dengan oksigen terlarut rendah.

Protozoa ini menyerang pada permukaan tubuh, kaki renang, kaki jalan, rostrum dan insang. Organ yang terserang akan terlihat seperti diselaputi benda asing berwarna putih kecoklatan. Bila terjadi infeksi berat, penempelan ini menyebar ke seluruh permukaan tubuh sehingga disebut penyakit “udang berjaket“. Serangan protozoa tersebut mengakibatkan udang sulit bernafas, malas bergerak dan mencari makan (Putra, 2016).

Epistylis sp

Epistylis sp termasuk protozoa berukuran kecil dan memiliki tangkai, hidup berkoloni dan terdapat 2-5 zooid dalam satu tangkai, ektoparasit parasit ini dapat hidup secara berkoloni sehingg perumbuhannya lebih cepat daripada jenis parasit lainnya. Serta parasit ini dapat menyerang bagian luar tubuh Udang Vannamei (Farras,2017).

Epistylis sp hidup dalam bentuk koloni bertangkai yang tidak berkontraktil, mempunyai makronukleus kecil. Bentuk tubuhnya seperti lonceng namun lebih ramping dan mempunyai cilia pada membran adoral. Sel mampu

berkontraksi. Capsilia kecil berpasangan mengandung benang melingkar.

Epistylis sp adalah filter feeder dan merupakan ektoparasit pada udang dan predileksinya pada kulit dan insang (Putra, 2016).

(28)

13

Vorticella sp

Vorticella sp termasuk parasit yang menyerang bagian kerapaks, kaki renang, insang dan ekor Udang Vannamei, dengan ciri-ciri memiliki tangkai yang bersifat kontraktil, soliter yang berwarna kekuningan. Sehingga jenis parasit ini bersifat soliter sehingga perkembangan biakan relatif lambat. Umumnya parasit ini terdapat pada luar tubuh Udang Vannamei (Nurlaila, 2016).

Vorticella sp yang ditemukan berbentuk seperti lonceng, berwarna kekuning-kuningan, memiliki contracted cell, macronucleus, adoral membrane dan tangkai yang panjang. Tangkai pada ektoparasit ini akan memendek dan menggulung ketika distimulasi dengan gerakan. Pergerakan ektoparasit ini menyerupai Carchesium sp dimana tangkai pada Vorticella sp dapat memendek dan menggulung. Adanya pergerakan tersebut maka memungkinkan Vorticella sp. untuk berpindah tempat. Perairan bersubstrat dengan kandungan bahan organik tinggi sangat mendukung bagi kehidupan Vorticella sp (Setiyaningsih, 2014).

Prevalensi

Untuk mengetahui tingkat infeksi/serangan parasit dalam populasi inang dikenal istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak (Yuliartati, 2011).

(29)

Prevalensi adalah bagian dari studi epidemologi yang membawa pengertian jumlah orang dalam populasi yang mengalami penyakit, gangguan atau kondisi tertentu pada suatu tempo waktu dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berasal. Prevalensi sepadan dengan insidensi dan tanpa insidensi penyakit maka tidak akan ada prevalensi penyakit. Insidensi merupakan jumlah kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam satu priode waktu dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode tertentu. Insidensi memberitahukan tentang kejadian kasus baru. Prevalensi memberitahukan tentang derajat penyakit yang berlangsung dalam populasi pada satu titik waktu (Timmreck, 2001).

Perkembangan penyakit parasit ini perlu di pantau setiap saat, sehingga wabah penyakit yang besar dapat dihindari. Untuk memonitor populasi suatu parasit pada ikan dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan derajat infeksi. Prevalensi adalah presentasi ikan yang terserang parasit atau proporsi dari organisme-organisme dalam keseluruhan populasi yang ditemukan terjadi pada ikan pada waktu tertentu dengan mengabaikan kapan mereka terjangkit (Muntalim, 2014).

Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya Udang Vannamei, sehingga apabila tidak memenuhi persyaratan maka air tersebut akan menjadi sumber penyakit yang berbahaya. Oleh karena itu perlu dijaga kondisi kualitas air yang optimum bagi Udang Vannamei sehingga udang akan selalu

sehat dan tidak stres serta tidak mudah terserang penyakit maupun parasit (Farras, 2017).

Suhu

(30)

15

Suhu air selalu naik dan turun sepanjang hari sesuai dengan suhu udara atau terik matahari di hari itu. Pada kolam budidaya yang dalam, (lebih dari 1 m) sering terjadi suhu air di lapisan permukaaan di siang hari yang panas menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan suhu air di lapisan bawah. Perbedaan suhu lebih dari 2oC kurang baik untuk kehidupan udang. Suhu mempengaruhi kondisi metabolisme organisme (Santosa, 2013).

Suhu air dapat mempengaruhi kelangsungan hidup, pertumbuhan, morfologi, reproduksi, tingkah laku, dan metabolisme biota air. Disamping itu suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan gas-gas, kecepatan reaksi unsur dan senyawa yang terkandung dalam air. Suhu perairan berkaitan erat pula dengan faktor lain seperti halnya kandungan oksigen terlarut dan aktivitas bakteri pengurai. Suhu yang tinggi akan menyebabkan salinitas air meningkat, karena terjadi pengentalan akibat penguapan (Suwoyo, 2011).

Pada suhu di bawah 25oC pertumbuhan udang mulai menurun. Suhu air yang sesuai akan meningkatkan aktivitas udang untuk makan, sehingga menjadikan udang cepat tumbuh besar. Suhu yan terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian udang. Demikian juga jika tejadi perubahan suhu secara drastis naik maupun turun juga akan menimbulkan kematian udang.

Keadaan suhu berpengaruh terhadap keadaan oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu air semakin rendah kadar oksigen terlarut dalam air (Santosa, 2013).

Derajat Keasaman (pH)

Perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Tanah yang mengandung pirite menyebabkan pH air asam antara pH 3 – 4. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari. Penyebabnya yaitu adanya kegiatan

(31)

fotosintesis oleh pakan alami, seperti fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya, pada pagi hari, CO2 melimpah sebagai hasil pernapasan ikan. Nilai pH air dapat menurun karena proses respirasi dan pembusukan zat – zat organik.

Nilai pH rendah tersebut dapat menurunkan pH darah udang yang disebut proses acidosi sehingga fungsi darah untuk mengangkut oksigen-oksigen juga menurun (Suwoyo, 2011).

Kisaran derajat keasaman air yang cocok untuk budidaya udang adalah berkisar antara 6,6 –8,5 dan yang ideal adalah 6,6 –7,5. Derajat keasaman air juga berpengaruh terhadap pertumbuhan udang. Derajat keasaman yang sangat rendah dapat menyebabkan kematian udang. Demikian pula dengan derajat keasaman yang sangat tinggi juga dapat menyebabkan pertumbuhan udang terhambat.

Derajat keasaman berpengaruh terhadap kesuburan kehidupan jasad renik sebagai makanan udang di dalam tambak (Santosa, 2013).

Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme. Sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung dipermukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasu garam (Sembiring, 2008).

Oksigen terlarut dalam air sangat berpengaruh terhadap aktivitas udang, seperti aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya. Oksigen sangat diperlukan untuk pernafasan dan metabolism organisem perairan. Kandungan

(32)

17

organisme yang tidak mencukupi kebutuhan udang dan biota air dapat menyebabkan penurunan daya hidup udang. konsentrasi oksigen yang rendah di bawah 4 ppm, udang masih mampu bertahan hidup, tetapi nafsu makan udang menurun sehingga pertumbuhan udang akan menjadi pertumbuhan lamban (Santosa, 2013).

Pada malam hari fitoplankton akan menyerap oksigen telarut. Bila fitoplankton sangat pekat, oksigen yang diserap sangat banyak sehingga udang kehabisan oksigen di malam hari. Maka berdasarkan standar baku mutu PP No.82 Tahun 2001 (kelas II), tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Kisaran oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya udang yaitu >

4mg/DO>5 mg/L sangat baik untuk kelangsungan kegiatan budidaya udang, sebab hasil yang didapatkan dalam penelitian masih berada diatas baku mutu kualitas air (Frasawi dkk, 2015).

Salinitas

Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah permil (‰), yaitu jumlah berat total (gram) material padat seperti NaCl yang terkandung dalam 1000 gram air laut. Tujuh ion utama yang berkontribusi terhadap salinitas adalah sodium, potasium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat. Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik kimia suatu perairan selain suhu, pH, oksigen terlarut dan substrat. Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi pada suatu perairan.

Akibatnya salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuari 5-35‰ dan air tawar 0,5-5‰. Salinitas suatu kawasan menentukan dominansi makhluk hidup pada

(33)

daerah tersebut yang terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang ada. (Astuti, 2017).

Salinitas perairan menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan dan besarannya dinyatakan dalam permil. Fluktuasi salinitas merupakan kondisi yang umum terjadi di daerah estuary. Bercampurnya massa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuari memiliki keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Salinitas mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain aspek laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup (Amri, 2018).

Fosfat (PO4)

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalm bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat.di perairan, bentuk unsure fosfor berubah secara terus menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis anara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem erairan (Effendi, 2003).

Kandungan fosfat dan nitrat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri yaitu melalui proses-proses penguraian, pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh- tumbuhan dan sisa-sisa organisme mati. Selain itu juga tergantung pada keadaan

(34)

19

sekeliling diantaranya sumbangan dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan, seperti buangan limbah ataupun sisa pakan dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara dan dalam proses penguraiannya banyak membutuhkan oksigen (Patty, 2015).

Amonia (NH3N)

Amonia merupakan sisa proses metabolisme organisme budidaya.

Amonium (NH4+

) bersifat non toksik, sedangkan yang berbentuk tak terionisasi (NH3) bersifat sangat toksik. Konsentrasi NH3 dipengaruhi atau ditentukan oleh pH dan suhu perairan. Melalui proses nitrifikasi, ammonia akan dioksidasi oleh bakteri menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Sebaliknya melalui proses dinitrifikasi nitrat akan direduksi oleh bakteri oleh bakteri menjadi nitrit dan dari nitrit menjadi ammonia atau N2 (Affandi dan Usman, 2002).

Masalah ekskresi ammonia pada ikan adalah dalam pergerakan ammonia dari insang ke air diluar tubuh ikan. NH3 akan terdifusi dengan cepat dari insang ke laju kecepatannya tergantung kepada pH air. Pada saat ph air meningkat, konsentrasi NH3 epithelium insang sulit. Jika Kandungan N tinggi bakteri nitrifikasi terhambat aktifitasnya dalam merombak ammonia menjadi nitrat, sehingga terjadi penimbunan ammonia (Tuwo, 2011).

Unsur Amonia dalam perairan terjadi karena hasil ekresi ikan dan juga terjadi kerena pembusukan sisa makanan dalam kolam. Ammonia dijumpai dalam air dalam bentuk ammonia bebas (NH3) dan ammonia bebas ternyata lebih toxic bagi ikan, terutama terhadap insang dan alat pernafasan. Ammonia dapat menempel pada lapisan mucus atau lendir, terutama pada insang dan usus juga merusaknya, Hal ini dapat menimbulkan pendarahan dan kerusakan pada organ-

(35)

organ bagian dalam. Kombinasi ammonia bebas dan ammonia terionisasi sangat tergantung pada nilai pH dan suhu air. Semakin tinggi pH semakin tinggi kandungan pH dalam air (Kordi, 2004).

Nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi ammonia menjadi ntrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob (Effendi, 2003).

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient. Kadar nitrat- nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/1, akan tetapi jika kadar nitrat lebih besar 0.2 mg/1 maka akan mengakibatkan eutrofikasi (Ira, 2013).

(36)

21

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 sampai Januari 2019. Pengambilan sampel udang dilakukan di Tambak Alam Laut Lestari, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

Identifikasi ektoparasit dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penilitian ini adalah ember, nampan, object glass, cover glass, cawan petri, mikroskop, gunting, pinset, spatula, penggaris, kamera digital, alat tulis, thermometer, pH meter. Bahan yag digunakan adalah plastik 10 kg, kertas label, tisu gulung, NaCl 0,85%, aquadest, MnSo4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum dan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).

Prosedur Penelitian Deskripsi Area Penelitian

Sampel udang diambil dari Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Berdagai, Area kolam memiliki panjang 10 m, lebar 5 m dan tinggi 1 m. Sumber air berasal dari air pengeboran. Pergantian air dilakukan dua hari sekali dan pemberian pakan dilakukan lima kali sehari. Kolam memiliki kepadatan sampai dengan 500 ekor per tambak.

(37)

Pengambilan Sampel

Udang yang dijadikan sampel adalah Udang Vannamei yang ada di kolam pembesaran, dengan kriteria umur 2 bulan dengan ukuran panjang 4,3-5,1 inci.

Jumlah udang yang diperlukan untuk mendeteksi ektoparasit berdasarkan tingkat kepercayaan 80% adalah sebanyak 10 % dari padat tebar pada Tambak Alam Laut Lestari menurut Badan Standar Nasional (2009) dan diambil secara acak. Sampel sebanyak 50 ekor Udang Vannamei yang telah diambil dimasukkan kedalam kantong plastik yang diisi air, untuk selanjutnya dibawa dan diperiksa ektoparasit di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanah Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pemeriksaan Ektoparasit

Menurut Nurlaila (2016) menjelaskan tahap-tahap pemeriksaan ektoparasit sampel udang melalui 5 tahap, tahap pertama pemeriksaan insang dengan cara insang dipisahkan berdasarkan letaknya (kanan-kiri) kemudian digunting tiap lembaran insang. Tahap kedua pemeriksaan kaki jalan. Tahap ketiga pemeriksaan kaki renang. Tahap keempat pemeriksaan karapaks. Tahap kelima pemeriksaan sirip ekor. Pada tahap kedua hingga kelima dilakukan dengan cara pengambil mukus dengan menggunakan spatula. Kemudian masing-masing insang, kaki jalan, kaki renang, karapaks dan sirip ekor diletakkan diatas object glass dan ditetesi NaCl 0,85%. Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan mikroskop.

(38)

23

Identifikasi Ektoparasit

Pengamatan ektoparasit dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan identifikasi ektoparasit dengan menggunakan buku identifikasi Kabata (1985), Gusrina (2008), dan referensi dari internet.

Pengambilan Data Kualitas Air

Pengambilan data kualitas air di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Berdagai meliputi pengukuran parameter fisika yaitu Suhu dan parameter kimia yaitu DO, pH, Salinitas, Nitrat, Fosfat dan Amonia Parameter tersebut dianalisis secara langsung dilapangan. Pengukuran parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air

Parameter Satuan Alat / Metode Lokasi

Fisika:

Suhu C Thermometer In situ

Kimia:

Salinitas ppt Refraktometer In situ

DO mg/l DO Meter In situ

pH - pH Meter In situ

Fospat mg/l Analisis Lab Ex situ

Nitrat mg/l Analisis Lab Ex situ

Amonia mg/l Analisis Lab Ex situ

Sumber : Effendi, 2003 Analisis Data

Prevalensi Ektoparasit

Data hasil Penelitian disajikan dalam bentuk gambar dan tabel serta dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil identifikasi pada Udang Vannamei.

Kemudian terhadap udang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Prevalensi = x 100 %

(39)

Keterangan:

Prevalensi = Prevalensi (100%)

N = Jumlah udang yang terinfeksi parasit (ekor) n = Jumlah sampel udang yang diamati (ekor)

Kategori infeksi berdasarkan prevalensi menurut Williams (1996) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori Infeksi Berdasarkan Prevalensi

No Nilai Kategori

1. 100 - 99 % Selalu

2. 98 - 90 % Hampir Selalu

3. 89 - 70 % Biasa

4. 69 - 50 % Sedang

5. 49 - 30 % Umumnya

6. 29 - 10 % Sering

7. < 9 - 1 % Kadang-kadang

8. < 1 - 0,1 Jarang

9. < 0,1 – 0,01 Sangat Jarang 10 < 0,01 Hampir tidak pernah

(40)

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Identifikasi Parasit yang ditemukan

Hasil identifikasi ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kabupaten Serdang

Bedagai ditemukan 2 jenis ektoparasit yang menginfeksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) berupa Filum Protozoa diantaranya adalah Zoothamnium sp dan Epistylis sp dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Zoothamnium sp pada Udang Vannamei dengan Pembesaran 400 Kali

Menurut Idrus., (2014) klasifikasi Zoothamnium sp adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Protozoa Kelas : Ciliata Ordo : Peritrichida Famili : Zoothamniidae Genus : Zoothamnium Spesies : Zoothamnium sp.

Tangkai

Tangkai Vakuola Kontraktil

Zoothamnium sp

Zoothamnium sp

il Mulut

Pencernaan

Pencernaan Zoothamnium

Pencernaan

Tangkai

ium sp

ZMakronukleus

Contracted cel

(41)

Gambar 4. Epistylis sp pada Udang Vannamei dengan Pembesaran 400 Kali

Menurut Dias et al., (2006) klasifikasi Epistylis sp adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Protozoa Kelas : Ciliata Ordo : Peritrichida Famili : Epistylidae Genus : Epistylis Spesies : Epistylis sp.

Pengamatan Ektoparasit

Pengamatan jenis ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai terdapat di bagian organ insang, karapas, kaki jalan, kaki renang, dan urapod. Hasil pengamatan ektoparasit dapat dilihat pada Tabel 3, acuan Jurnal (Putra, 2016).

Makronukleus

Makronukleus Infundibulum Contracted cel

Epistylis sp

(42)

27

Tabel 3. Hasil identifikasi ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan

Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Sampel Minggu

I

Organ

Insang Karapas Kaki Jalan Kaki Renang Urapod

1 - * * * -

2 - - - ** -

3 - - - ** -

4 - - * - -

5 - - - * **

6 - - - * -

7 * * * - -

8 - - - ** **

9 - - * - -

10 - - - - -

11 - - - * -

12 - - - * -

13 * - * * -

14 - - - - -

15 - - - * -

16 - - * - -

Sampel Minggu

II

Organ

Insang Karapas Kaki Jalan Kaki Renang Urapod

1 * - * ** -

2 - - - - -

3 - - - - -

4 - - - ** -

5 - - * * **

6 - - - - -

7 - - - ** -

8 * * - - -

9 - - * ** -

10 - - - * -

11 - - * - -

12 - - - - -

13 - - * ** -

14 - - - - -

15 - * - * **

16 - - - ** -

Keterangan

* : Zoothamnium sp

** : Epistylis sp

(43)

Sampel Minggu

III

Organ

Insang Karapas Kaki Jalan Kaki Renang Urapod

1 - - * - -

2 - - * * -

3 - - * - -

4 - - - - -

5 - - - ** -

6 - - * - -

7 - * - * **

8 * - * * -

9 - - * - -

10 - * * ** **

11 - - * * **

12 - - - - -

13 * - * - -

14 - - - * -

15 * - - * -

16 - - * - -

17 * - * * -

Keterangan

* : Zoothamnium sp

** : Epistylis sp

Prevalensi Ektoparasit

Prevalensi Parasit yang tertinggi adalah Zoothamnium sp yang terdapat pada Kaki Jalan sebesar 44% termasuk dalam kategori Umumnya. Sedangkan Zoothamnium sp termasuk kategori Sering pada Karapas sebesar 12%. Nilai prevalensi ektoparasit pada Udang Vannamei dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Prevalensi Ektoparasit Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Organ yang Terinfeksi

Jenis Parasit Prevalensi Kategori

Insang Zoothamnium sp 16% Sering

Karapas Zoothamnium sp 12% Sering

Kaki Jalan Zoothamnium sp 44% Umumnya

Kaki Renang Zoothamnium sp 34% Umumnya

Epistylis sp 22% Sering

Urapod Epistylis sp 14% Sering

(44)

29

Data Kualitas Air

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan di Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai maka diperoleh nilai kualitas air. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Air pada Tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Parameter Baku Mutu Nilai Minggu I

Nilai Minggu II

Nilai Minggu III Fisika :

Suhu 23-30C 25C 23C 20C

Kimia :

DO 4-8 mg/l 4,23 mg/l 4,51 mg/l 4,82 mg/l

pH 6,5-9 8,0 7,8 7,9

Salinitas 25-30 ppt 25 ppt 26 ppt 25 ppt

Nitrat (NO3) 20 mg/l 4,33 mg/l 4,64 mg/l 4,86 mg/l Fosfat (PO4) 0,2 mg/l 0,1 mg/l 0,1 mg/l 0,2 mg/l Amonia (NH3N) <0,02 mg/l 0,01 mg/l 0,01 mg/l 0,02 mg/l Sumber Baku Mutu : Idrus, (2014)

Pembahasan

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang digunakan sebagai udang sampel merupakan udang yang siap untuk dikonsumsi maupun dibudidayakan kembali, karena sistem keberhasilan budidaya udang terletak pada pengontrolan manajemen air dan tingkat sensitif pertumbuhan hidup udang, sehingga Udang Vannamei rentan terhadap indikasi penyakit parasit. Hal ini sesuai dengan Putra (2016) yang menyatakan bahwa parasit mudah menyerang Udang Vannamei bila udang mengalami stres baik disebabkan kualitas air tambak yang kurang baik, maupun daya tahan tubuh udang tersebut. Sehingga hal tersebut memicu terjadinya parasit pada udang yang semakin tinggi.

(45)

Gejala klinis pada udang saat terserang penyakit dapat dilihat secara visual dengan memperhatikan gerakan yang tidak normal, menurunnya nafsu makan dan muncul nya bercak merah pada karapas udang serta kulit akan terlihat lebih pucat.

Hal ini sesuai dengan Novita, et al., (2016) yang menyatakan bahwa udang yang terserang penyakit memperlihatkan gejala nafsu makan menurun, moulting tidak sempurna, gerakan yang tidak normal dan adanya bercak merak pada karapas.

Parasit yang menyerang pada Udang Vannamei tergolong dari Filum Protozoa yang dapat disebabkan dari perubahan kualitas air dan mengalami proses molting yang mengakibatkan rentan terhadap serangan penyakit. Hal ini sesuai dengan Yulanda, et al., (2017) yang menyatakan bahwa pada fase molting, udang mengeluarkan energi yang banyak, sehingga rentan dan mudah sekali penyakit parasit menempel dan menyerang udang. Pada saat molting udang tidak memiliki daya tahan tubuh untuk melindungi diri dari serangan penyakit parasit yang menempel, sehingga rentan sekali pada saat molting udang mengalami kematian.

Jika udang tidak memiliki kekuataan ketika masa molting selesai, maka parasit yang menempel pada tubuhnya akan semakin banyak yang menempel dan tidak ada perlawanan dari udang terhadap parasit tersebut.

Kualitas Air

Hasil pengukuran di tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 20C-25C dinyatakan layak untuk budidaya Udang Vannamei. Hal ini sesuai dengan Putra (2016) yang menyatakan bahwa pengaruh suhu juga menentukan kehidupan udang dengan kisaran suhu 23-30C.

Hasil pengukuran oksigen terlarut di tambak Alam Laut Lestari

Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 4.23 mg/l -

(46)

31

4,82 mg/l. Oksigen terlarut pada tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai dinyatakan layak. Hal ini sesuai dengan Hardi (2015) yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang ideal untuk pemeliharaan udang berkisar antara 4-8 mg/l.

Hasil pengukuran pH di tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 7,8-8.0 dinyatakan layak untuk budidaya Udang Vannamei. Hal ini sesuai dengan Putra (2016) yang menyatakan bahwa pH optimum pada udang berkisar 6,5-9.

Hasil pengukuran salinitas di tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 25 ppt – 26 ppt, salinitas tersebut dinyatakan layak untuk budidaya Udang Vannamei. Hal ini sesuai dengan Hardi (2015) yang menyatakan bahwa udang dapat hidup dengan baik pada kisaran salinitas 25-30 ppt.

Hasil analisis laboratorium didapatkan kandungan Nitrat di tambak Alam

Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 4.33 mg/l – 4,86 mg/l, nilai tersebut masih dianggap layak untuk budidaya udang

karena berada dibawah nilai ambang batas. Hal ini sesuai dengan Idrus (2014) yang menyatakan bahwa nilai ambang batas nitrat untuk budidaya Udang Vannamei sebesar 20 mg/l.

Hasil analisis laboratorium didapatkan kandungan Fosfat tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 0,1 mg/l – 0,2 mg/l, nilai tersebut dianggap optimum bagi pertumbuhan udang. Hal ini sesuai dengan Hardi (2015) yang menyatakan bahwa nilai ambang batas Fosfat untuk Udang Vannamei sebesar 0,2 mg/l.

(47)

Hasil analisis laboratorium didapatkan kandungan Amonia di tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 0,01 mg/l – 0,02 mg/l, nilai tersebut dianggap layak untuk budidaya Udang Vannamei. Hal ini sesuai dengan Idrus (2014) yang menyatakan bahwa nilai ambang batas Amonia untuk Udang Vannamei sebesar ≤0,02 mg/l.

Hasil pengukuran kualitas air pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin

Kabupaten Serdang Bedagai semua tidak melebihi ambang batas dan sesuai dengan Standar Baku Mutu PP. No. 82 Tahun 2001 meskipun lingkungannya sesuai tetapi masih terdapat parasit pada udang tersebut, hal yang memungkinkan keberadaan parasit pada udang tersebut ada, berupa udang tersebut mengalami stres karna perjalanan udang menuju ke kolam budidaya udang sehingga daya tahan tubuh udang yang menjadi lemah. Hal ini sesuai dengan Handajani dan Samsundari (2005) yang menyatakan bahwa semua perubahan pada lingkungan dianggap sebagai penyebab stres, untuk itu diperlukan adanya adaptasi dari udang.

Faktor lain dari perubahan lingkungan misalnya transportasi dapat menyebabkan tekanan pada sistem kekebalan dan menghasilkan berbagai macam penyebab meningkatnya penyakit dan adaptasi yang sempit juga dapat menimbulkan penyakit bagi udang.

Ektoparasit

Parasit yang menginfeksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) tidak mengakibatkan kematian pada udang tersebut secara langsung. Parasit tersebut memanfaatkan inang sebagi sumber makanan atau sebagai tempat tinggal. Hal ini sesuai dengan Hardi (2015) yang menyatakan bahwa parasitisme merupakan

(48)

33

hubungan, salah satu menjadi parasit dengan memanfaatkan inangnya seperti menjadikan inang sebagai habitat dan sumber makanan. Parasit hidup pada inangnya, tubuh inang menjadi lingkungan primer bagi parasit sedangkan lingkungan hidup inang menjadi lingkungan sekunder bagi parasit. Hubungan parasitisme merupakan hubungan yang permanen, tidak menyebabkan kematian langsung bagi inang, karna tidak memakan inang sekaligus namun hanya memanfaatkan sebagian dari tubuh inang (baik sumber makanan maupun tempat tinggal).

Ektoparasit melibatkan organ luar tubuh udang seperti insang, karapas, kaki jalan, kaki renang dan ekor. Ektoparasit disebabkan adanya penyakit pada udang tersebut. Sehingga memicu kondisi udang yang stress dan mengakibatkan terinfeksi parasit. Hal ini sesuai dengan Zulkarnain (2011) yang menyatakan bahwa timbulnya penyakit pada udang merupakan hasil interaksi yang tidak seimbang antara kondisi udang, lingkungan, dan patogen. Ketidakseimbangan ini terjadi ketika salah satu faktor tersebut di atas mengalami gangguan, seperti kondisi udang stress. Udang yang stress akan lebih mudah terserang penyakit, keadaan ini dapat didukung oleh kondisi lingkungan yang jelek, sehingga dengan adanya patogen, udang akan lebih mudah terserang penyakit, karena kekebalan tubuh udang menurun dan akhirnya menyebabkan kematian pada udang.

Jenis parasit yang ditemukan Zoothamnium sp.

Pada penelitian ini Zoothamnium sp merupakan parasit yang banyak ditemukan pada udang sampel hal ini disebakan parasit Zoothamnium sp dapat

(49)

hidup normal pada perairan kualitas air rendah maupun kualitas air tinggi sehingga parasit ini tetap tumbuh. Namun kelimpahan Zoothamnium sp pada udang yang diidentifikasi pada penelitian ini masih tergolong normal, hal ini karena tidak adanya mortalitas yang tinggi pada kegiatan pemeliharaan udang tersebut. Hal ini sesuai dengan Novita, et al., (2016) yang menyatakan bahwa Zoothamnium sp merupakan parasit dari kelas Ciliata yang dapat hidup normal pada perairan dengan kualitas air yang baik maupun dengan kualitas air yang buruk.

Dari hasil identifikasi parasit Zoothamnium sp memiliki tubuh kerucut hampir membulat dan transparan serta berwarna keputih-putihan. Hal ini sesuai dengan Idrus (2014) yang menyatakan bahwa memiliki ukuran tubuh 50-70µ dengan hidup berkoloni maupun bersoliter, berwarna keputih-putihan, dan menempel pada inangnya.

Gejala klinis yang diamati pada sampel udang yang terserang parasit Zoothamnium sp tubuhnya tertutup semacam selaput putih dan insang berinfeksi berwarna coklat, udang berenang kepermukaan tambak. Hal ini sesuai dengan Zulkarnain (2011) yang menyatakan bahwa tubuh udang yang terserang Zoothamnium sp tertutup semacam selaput yang berwarna putih atau coklat serta udang sulit bernafas karena inang tertutup parasit.

Epistylis sp

Secara biologis, parasit Epistylis sp hadir disebabkan oleh faktor molting pada udang. Pada saat molting, udang tak memiliki antibodi untuk melindungi bagian tubuhnya yang lunak sehingga parasit Epistylis sp mudah menyerang. Hal ini sesuai dengan Putra, et al., (2018) yang menyatakan bahwa parasit Epistylis sp

(50)

35

merupakan parasit yang sering muncul dan menempel pada eksoskleton/rangka luar pada udang berupa pada fase molting, khitin lama akan mengelupas dari tubuh Udang Vannamei. Parasit akan pindah dari kulit lama yang mengelupas dan menempel pada kulit udang yang baru untuk memperoleh makanan dari inangnya yaitu Udang Vannamei.

Dari hasil identifikasi parasit Epistylis sp memiliki tubuh seperti lonceng terbalik, jenis protozoa ini memiliki tangkai dan dapat hidup berkoloni maupun soliter serta berwarna keputih-putihan. Hal ini sesuai dengan Idrus (2014) yang menyatakan bahwa Epistylis sp memiliki ukuran tubuh 45-49µ dengan tubuh berwarna keputihan dan tubuh seperti lonceng namun lebih ramping.

Gejala klinis yang diamati pada sampel udang yang terserang parasit Epistylis sp diantaranya bergerak lambat, penampilan udang menjadi tidak menarik, tubuh kelihatan seperti lumut hingga kecoklatan dan insang udang berwarna coklat. Hal ini sesuai dengan Zulkarnain (2011) yang menyatakan bahwa Epistylis sp yang menyerang tubuh udang akan mengalami perubahan warna tubuh seperti berlumut dengan warna kecoklatan yang diakibatkan oleh penempelan parasit ini. Parasit ini juga menyerang insang sehingga insang berwarna kehitaman, serta pergerakan menjadi lambat.

Prevalensi Ektoparasit

Prevalensi Zoothamnium sp yang didapatkan sebesar 44% menunjukkan bahwa Zoothamnium sp memiliki nilai prevalensi tertinggi pada kaki jalan.

Tingginya nilai prevalensi Zoothamnium sp pada kaki jalan diduga karena organ tersebut sering menyentuh substrat saat bergerak. Hal ini sesuai dengan novita, et al., (2016) yang menyatakan bahwa tingginya parasit pada kaki jalan karena organ

(51)

tersebut sering menyentuh substrat saat bergerak di dasar perairan dengan substrat yang berlumpur sehingga dapat memicu organisme yang bersifat parasit yang ada di dasar perairan dengan mudah menmpel pada bagian organ tersebut dan dapat menyebar.

Sedangkan prevalensi Zoothamnium sp sebesar 12% menunjukkan bahwa Zoothamnium sp memiliki nilai prevalensi terendah pada karapas, rendahnya nilai prevalensi Zoothamnium sp pada karapas dikarenakan karapas memiliki lendir/mukus sebagai daya penghambat masuknya parasit. Hal ini sesuai dengan Idrus (2014) yang menyatakan bahwa lendir berfungsi untuk mengurangi gesekan dengan air agar udang dapat berenang lebih cepat serta dapat sebagai penutup luka dan pencegah infeksi.

Rendahnya tingkat prevalensi ektoparasit pada Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada tambak Alam Laut Lestari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai sebesar 12% hingga 44% dikarenakan nilai kualitas air yang masih sesuai dengan kehidupan Udang Vannamei. Hal ini sesuai dengan Handajani dan samsundari (2005) yang menyatakan bahwa air merupakan media yang paling vital bagi kehidupan udang. Air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitas dalam budidaya udang sangat menentukan keberhasilan budidaya tersebut. Bila kondisi air tidak memenuhi syarat maka disitulah merupakan sumber penyakit yang paling berbahaya.

Rekomendasi Pengelolaan

Dalam budidaya udang harus menjaga keseimbangan antara lingkungan, udang dan patogen. Jika antara 3 komponen tersebut terjadi ketidakseimbangan maka akan timbul lah penyakit. Perlakuan pada udang mempengaruhi daya tahan

(52)

37

tubuh udang. Sebelum memasukkan udang ke dalam tambak sebaiknya melakukan aklimatisasi terlebih dahulu dan mengasingkan udang yang terluka atau yang lemas agar tidak muncul patogen yang menginfeksi udang sampel.

Pengontrolan kualitas air juga sangat diperlukan untuk daya tahan tubuh udang dan keberadaan patogen sebab air merupakan media hidup bagi inang dan patogen. Hal ini sesuai dengan Handajani dan Samsundari (2015) yang menyatakan bahwa inang dan patogen dapat hidup dalam lingkungan (perairan) yang sama, dan berinteraksi tanpa timbulnya penyakit. Namun jika salah satu dari ketiga faktor berubah (lingkungan, patogen, inang) sehingga hubungan ketiganya juga berubah, penyakit bisa muncul dan menyebar.

Selain melakukan pelatihan bagi setiap anggota seharusnya ada pengontrolan bagi setiap anggota untuk mengontrol anggota agar tidak melakukan kesalahan dalam melakukan pembenihan hingga panen. Pengontrolan yang dilakukan pengecekan pengecekan kualitas air berupa standart baku mutu budidaya Udang Vannamei seperti suhu 23-300C, DO 4-8 mg/l, pH 6,5-9, salinitas 25-30 ppt, nitrat 20 mg/l, fosfat 0,2 mg/l dan amonia <0,02 mg/l. Serta pakan udang dan penyakit udang itu sendiri. Hal ini dapat mencegah timbulnya penyakit bagi udang, sebab memegang kendali penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada udang budidaya. Hal ini sesuai dengan Kordi (2004) yang menyatakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit di dalam budidaya yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen diatas agar dapar meminimalisirkan kematian pada pertumbuhan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) tersebut .

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Sistem

Sebagian besar responden, yaitu 29 orang, memilih pasar modern jika waktu yang tersedia untuk berbelanja sangat terbatas dengan alasan tata letak barang lebih mudah

Kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam (PAI) MIM Gonilan Kartasura yaitu menguasai konsep, struktur, materi, dan pola pikir keilmuan yang mendukungmata pelajaran

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan uji bakteriologis menunjukkan bahwa udang putih yang dipasarkan di pasar tradisional dan modern dari Surabaya

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Walikota Probolinggo Nomor 33 Tahun 2020 tentang Penetapan Besaran Insentif Bulanan Dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menangani

Konsep awal yang digunakan adalah alat pencetak kue culut yang saat ini digunakan pada IKM La Madre, dimana penggunakan memiliki keluhan pada saat menggunakan

Pada tahun 2015 dan 2016 jumlah penduduk miskin meningkat yaitu pada tahun 2015 sebesar 5.81 % menjadi 6.18 %, dimana ditahun tersebut terjadi peningkatan laju

Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif artinya penelitian yang dilakukan adalah menekankan analisanya pada