AKURASI DAN PRESISI
D4 TLM UHAMKA
Hurip Budi Riyanti dan Tim 2022
Kompetensi yang dicapai :
• Mahasiswa mampu melakukan pengolahan data akurasi dan presisi, dalam prosedur QC.
• Oleh karena itu dalam topik ini akan dijelaskan
pengertian dan cara pengolahan data akurasi dan
presisi dalam prosedur QC pada hasil pemeriksaan
labortorium klinik.
Ilustrasi tersebut menunjukkan perbedaan akurasi dan presisi.
Setelah Anda mencermati Gambar 6.1 baik gambar 6.1 A, atau B, atau C, dan D, isilah titik-titik di bawah ini dengan menuliskan pendapat Anda mengenai Gambar 6.1. Kaitkan jawaban Anda dengan pendapat Anda mengenai akurasi dan presisi .
6.A = 6.B = 6.C =
• Pengujian akurasi dan presisi dalam prosedur QC
biasanya dilakukan dengan memeriksa bahan kontrol yang telah diketahui rentang kadarnya dan
membandingkan hasil pemeriksaan dengan rentang kadar bahan kontrol tersebut.
• Untuk menginterpresentasikan hasil proses QC, ada
beberapa dasar-dasar statistik yang perlu dikuasai dan mampu mengolah data hasil pemeriksaan bahan
kontrol, dalam penentuan akurasi dan presisi proses
QC.
A. DASAR-DASAR STATISTIK
1. Rerata ( Mean ) :
Mean biasanya digunakan sebagai nilai target dari QC. Rumus mean sebagai berikut :
• National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) merekomendasikan setiap laboratorium untuk menetapkan sendiri nilai target suatu bahan kontrol
dengan melakukan setidaknya 20 kali pengulangan.
• Tujuannya yaitu untuk mengukur variasi dan menetapkan rentang bahan kontrol.
Duapuluh nilai tersebut diperoleh dari 20 kali pengujian yang berbeda.
2. Rentang
* Rentang adalah penyebaran antara nilai hasil pemeriksaan terendah - tertinggi.
* Rentang memberikan batas bawah dan batas atas suatu rangkaian data.
• Rentang digunakan menjadi ukuran sederhana untuk menilai sebaran data, namun rentang tidak dapat menggambarkan bentuk distribusi data.
• 𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 - 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
3. Simpangan Baku ( Standar Deviasi = SD)
- pengukuran variasi dalam serangkaian hasil pemeriksaan - berguna untuk menganalisa hasil pengendalian mutu
- menggambarkan bentuk distribusi data - Rumus sbb :
Menggunakan nilai rerata sebagai nilai target dan simpangan baku sebagai ukuran sesabaran data, sehingga dapat menentukan rentang nilai yang dapat diterima dalam QC.
• Nilai mean dan nlai nilai ± 1, 2, dan 3 SD dibutuhkan untuk bagan yang digunakan pada nilai kontrol harian.
Untuk menghitung 2SD, SD dikalikan 2 kemudian ditambah atau dikurangi meannya. Sedangkan untuk menghitung 3SD, kalikan SD dengan 3, lalu ditambah atau dikurangi meannya.
Dalam menerjemahkan sebaran data pada praktek QC, perlu memahami adanya bentuk distribusi “normal” atau Gaussian distribution.
Bentuk distribusi ini menggambarkan bahwa ketika melakukan
pengulangan pemeriksaan, tidak akan memperoleh hasil yang sama persis, namun berbeda-beda yang sifatnya acak.
Data hasil pengulangan tersebut apabila kita kelompokan akan membentuk suatu kurva simetris dengan satu puncak yang nilai tengahnya merupakan rerata dari data tersebut.
4. Koefisien Variasi (CV) adalah :
standar deviasi (SD) yang dinyatakan sebagai persentase mean.
suatu ukuran variabilitas yang bersifat relatif dan dinyatakan dalam suatuan persen.
menggambarkan perbedaaan hasil yang diperoleh setiap kali kita melakukan pengulangan pemeriksaan pada sampel yang sama. Bila laboratorium merubah suatu metode Analisis, CV merupakan salah satu unsur yang bisa digunakan untuk membandingkan ketelitian metode.
Idealnya, nilai CV harus kurang dari 5%.
Rumus untuk menghitung CV adalah:
B.AKURASI
1. Akurasi dinyatakan dengan inakurasi ( bias = d) :
Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidaktepatan) adalah
kemampuan untuk mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value) setelah dilakukan secara berulang
Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka semakin akurat.
Akurasi dapat diukur secara kuantitatif, dalam ukuran inakurasi.
Mengukur inakurasi dengan melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang telah diketahui kadarnya.
Perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai benar bahan kontrol merupakan indikator inakurasi pemeriksaan.
• Perbedaan ini disebut sebagai bias (d%) yang dapat dihitung dengan persamaan:
• Semakin kecil d (%), maka semakin tinggi akurasi pemeriksaan yang dilakukan.
• Nilai d (%) dapat positif atau negatif. Nilai positif menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dari nilai benar, sedangkan nilai negatif menunjukkan nilai yang lebih rendah dari nilai benar.
2. Akurasi dinyatakan dengan perolehan kembali ( Recovery ):
dengan melakukan pemeriksaan bahan sampel yang telah ditambahkan analit murni, kemudian hasilnya dihitung terhadap hasil yang diharapkan.
Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu : a. metode simulasi (spiked-placebo recovery) :
sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam placebo (semua
campuran reagent yang digunakan tanpa analit), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang
ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
b. metode penambahan baku (standard addition method):
- sampel dianalisis
- pure analit/standar ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi.
- Akurasi yang baik adalah yang memberikan nilai Recovery (%) mendekati 100%.
- Perhitungan recovery dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:
3. Akurasi dapat dinilai berdasarkan uji perbandingan hasil pemeriksaan dengan reagen kit lain melalui uji korelasi menggunakan persamaan:
y = ax + b dan r.
Dimana :
y : persamaan regresi
a : slope, semakin mendekati 1 menunjukkan korelasi yang baik b : intersep, semakin mendekati 0 menunjukkan korelasi yang baik
r : koefisien korelasi semakin mendekati 1 menunjukkan korelasi yang baik.
• Pergeseran hasil pemeriksaan dari hasil sebenarnya menunjukkan kesalahan sistematik.
• Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh:
(1) Spesifitas reagen/ metode periksaan rendah (mutu reagen),
(2) Blanko sampel dan blanko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi tidak linear),
(3) Mutu reagen kalibrasi kurang baik,
(4) Alat bantu (pipet) yang kurang akurat, (5) Panjang gelombang yang dipakai, dan (6) Salah cara melarutkan reagen.
C. PRESISI
• Nilai presisi menunjukkan seberapa dekat suatu hasil pemeriksaan bila dilakukan berulang dengan sampel yang sama.
• Presisi atau precision adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang
pada sampel sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
• Secara kuantitatf, presisi disajikan dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam ukuran koefisien variasi.
• Presisi dapat dinyatakan sebagai :
- repeatability (keterulangan):
merupakan keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh tenaga laboratorium yang sama pada kondisi sama dan dalam
interval waktu yang pendek.
- reproducibility (ketertiruan):
* keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda.
Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan tenaga laboratorium yang berbeda pula.
* dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan tenaga laboratorium yang berbeda
• Daftar dari batas minimum presisi (CV maksimum) beberapa pemeriksaan, dapat dilihat pada tabel berikut.
• Semakin kecil nilai CV (%) maka semakin teliti sistem/metode tersebut dan sebaliknya.
• Presisi menandakan kesalahan acak (random error).
• Kesalahan analitik acak sering kali disebabkan oleh hal-hal berikut:
(1). Instrumen yang tidak stabil, (2) Variasi temperatur,
(3). Variasi reagen dan kalibrasi,
(4) Variasi teknik prosedur pemeriksaan: pipetasi, pencampuran, waktu inkumbasi
(5). Variasi operator.
• Untuk memudahkan mendeteksi kesalahan analitik tersebut, perlu membuat grafik yang disebut dengan grafik control diantaranya grafik leveyjennings.
• Grafik ini bekerja dengan ansumsi sebaran nilai
kontrol mengikuti sebaran normal atau distribusi
gaussian.
• Evaluasi hasil uji presisi adalah sebagai berikut:
a. Apabila hasil pemeriksaan terletak di dalam batas perhitungan (mean
±2SD), maka hasil pemeriksaan bahan kontrol dinyatakan terkontrol baik sehingga seluruh pemeriksaan spesimen pada hari pemeriksaan tersebut dianggap dapat diterima hasilnya.
b. Apabila hasil pemeriksaan terletak di daerah peringatan (mean±2SD sampai 3±SD), maka kemungkinan terjadi penyimpangan hasil
pemeriksaan bahan kontrol sehingga perlu dicek kembali prosedur pemeriksaan, tetapi belum perlu dilakukan pemeriksaan ulang.
c. Hasil pemeriksaan dinyatakan menyimpang apabila:
▪ Ada hasil pemeriksaan bahan kontrol terletak di luar batas control (mean±3SD)
▪ Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 2 kali berturut-turut terletak di luar batas peringatan (mean ±2SD) pada pihak yang sama.
▪ Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 4 kali berturut-turut lebih dari mean ±1SD dan terletak pada pihak yang sama.
▪ Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 7 hari berturut-turut cenderung meningkat atau menurun disebut TREND.
▪ Hasil pemeriksaan bahan kontrol selama 7 hari berturut-turut terletak pada pihak yang sama disebut SHIFT
• Westgard menyajikan suatu seri aturan untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol.
• Seri aturan tersebut dapat digunakan pada penggunaan satau level kontrol, dua level maupun tiga level.
• Pemetaan dan evaluasi hasil dari dua level kontrol secara simultan akan memberikan terdeteksinya sift dan trend lebih awal
dibandingkan jika hanya menggunakan satu level.
Tabel 6.2 berikut ini memuat aturan Westgard:
Suatu metode pemeriksaan laboratorium yang baik adalah yang
mempunyai akurasi dan presisi yang baik (Gambar 6.1 D - gb di awal )
Gambar 6.1 A menunjukkan akurasi dan presisi yang buruk,
Gambar 6.1 B menunjukkan akurasi yang buruk tapi presisi baik,
dan Gambar 6.1 C menunjukkan akurasi baik dan presisi buruk.
Metode dengan presisi baik dianggap lebih penting dibandingkan akurasi pada parameter pemeriksaan pemantauan penyakit,
sedangkan untuk parameter pemeriksaan penilaian diagnosis pada kadar yang sangat rendah, diperlukan metode dengan akurasi yang tinggi.
Pustaka :
• PPSDM Kemenkes RI, 2018. Bahan Ajar TLM . Kendali Mutu. Hal 219 - 231.