• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN TAHUN 2015 TESIS. Oleh IRAWATI SUSILO /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN TAHUN 2015 TESIS. Oleh IRAWATI SUSILO /IKM"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN 2015

TESIS

Oleh

IRAWATI SUSILO 137032045/IKM

PROGRAM S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

Judul Tesis : PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN

REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN TAHUN 2015

Nama Mahasiswa : Irawati Susilo Nomor Induk Mahasiswa : 137032045

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M)

Ketua Anggota

(Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 8 Agustus 2015

(3)

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN 2015

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Megister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRAWATI SUSILO 137032045/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes

2. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D 3. dr. Muhammad Rusda, SPOG(K)

(5)

PERNYATAAN

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI SMA HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN 2015

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2015

Irawati Susilo 137032045/IKM

(6)

ABSTRAK

Peran teman sebaya merupakan hal penting dalam kehidupan remaja, karena diterima oleh teman sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi remaja karena dengan teman sebaya remaja merasa menemukan jati dirinya. Peran teman sebaya dapat mempengaruhi sikap remaja. Hubungan teman sebaya bisa negatif dan positif, teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif dan positif terhadap anak remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh peran teman sebaya terhadap sikap remaja di SMA HARAPAN 3 Medan Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan motode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA HARAPAN 3 yang berjumlah 114 orang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh remaja SMA HARAPAN 3 Medan kelas XA, XB, XC, dan XIA sebanyak 114 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan, peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi berada pada kategori positif (57,0%), dan secara statistik variabel yang paling dominan memengaruhi adalah sumber informasi dan kognitif yaitu dengan nilai koefisien regresi 23.162

Disarankan pada pihak sekolah SMA HARAPAN 3 Medan hendaknya lebih meningkatkan informasi tentang kesehatan reproduksi pada remaja dengan cara lebih meningkatkan lagi konseling yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja serta memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum-kurikulum muatan lokal di sekolah dan dapat bekerja sama dengan orang tua remaja dalam mengontrol hubungan remaja dengan teman sebaya, agar remaja tetap bergaul dengan teman sebaya yang berperilaku baik.

Kata Kunci : Peran Teman Sebaya, Sikap Remaja

(7)

ABSTRACT

The role of peers is very important in adolescence because being accepted by friends is something beneficial for someone since he finds his own identity. It can also influence teenagers’ attitude. Relationship among teenagers can be negative band positive; peers can a group of teenagers that gives negative and positive influence on teenagers themselves.

The objective of the research was to analyze the influence of peers on teenagers’ attitude at SMA HARAPAN 3, Medan, in 2015. The research used observational design. The data were gathered by using cross sectional apporoach.

The population was 114 students of SMA 3 Harapan, Medan, and all of them were used as the samples. The gathered data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression analysis at α = 5%.

The result of the research showed that the role of peers on tenagers’ attitude toward reproductive health was in positive category (57%). Statistically, the variable which had the most dominant influence was source of information and cognitive at the coefficient regression of 23.162.

It is recommended that the management of the school increase information about reproductive health to teenagers by improving counseling related to teenagers’

reproductive health and including reproductive health education in the local content curriculum in school and cooperate with students’ parents in controlling peer relationship so that they can have good manners in the social intercourse.

Keywords: Role of Peers, Teenagers’ Attitude

(8)

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

"Peran Teman Sebaya terhadap Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi di SMA HARAPAN 3 Medan Tahun 2015."

Penulisan Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes, selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan Tesis ini selesai.

5. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan dr. Muhammad Rusda, SPOG (K) selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan Tesis ini.

(9)

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Bapak Abd. Jalil, S. Pd,MS selaku kepala SMA HARAPAN 3 Medan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut, serta para guru yang telah membantu dalam kegiatan penelitian ini.

8. Secara khusus buat Suami tercinta Muharnif Mukhtar, ST, M.Sc dan ibunda Hj. Kasmaboti atas do’a, perhatian, semangat, waktu, dukungan material dan moril, yang telah kalian berikan dengan ikhlas untuk terselesainya penelitian ini, semoga Allah SWT membalas semuanya dengan kebahagiaan.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Minat Studi Kesehatan Reproduksi angkatan 2013 Universitas Sumatera Utara atas dukungan, semangat dan kebersamaan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat

Medan, September 2015 Penulis

Irawati Susilo 137032045/IKM

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Irawati Susilo yang dilahirkan pada tanggal 20 Februari 1983 di lhokseumawe Aceh Utara, beragama islam, tinggal Jl. Rawa cangkok I gg. Mesjid no.6 Medan Denai. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan ayahanda Alm. Bazar dan Ibunda Hj. Kasmaboti. Penulis telah menikah dengan H. Muharnif M.ST.MSc dan memiliki 1 orang putri yang bernama Khairani Madina dan memiliki 1 orang putra yang bernama Syarif Mubarok.

Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah Dasar Negeri 006052 Medan pada tahun 1990 dan diselesaikan pada tahun 1995, Sekolah SLTP Negeri 17 Medan pada tahun 1995 dan selesai tahun 1998, Sekolah Menengah Umum Dwi Warna medan tahun 1998 dan selesai tahun 2001, Diploma I komputer AMIK POLIBISNIS Medan pada tahun 2001 dan selesai tahun 2002, pada tahun 2003 mulai masuk pendidikan perguruan tinggi di Akademi Kebidanan RS. Haji Medan dan selesai tahun 2006, pada tahun 2009 melanjutkan pendidikan di Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kemudian pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Minat Studi Kesehatan Reproduksi.

Pengalaman bekerja penulis yaitu pada tahun 2006-2007 penulis pernah bekerja di Klinik Bersalin Farida Hanum Medan, dan Pada tahun 2007-2009 penulis juga sempat bekerja di Klinik Bersalin Hj. Murni Ilyas Medan dan sejak tahun 2010 sampai sekarang penulis bertugas aktif sebagai tenaga pengajar di Akademi Kebidanan Budi Mulia Medan.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teman Sebaya ... 9

2.1.1 Pengertian Teman Sebaya ... 9

2.1.2 Karakteristik Berteman... ... 10

2.1.3 Peran Teman Sebaya... ... 10

2.1.4 Peran Kebudayaan dalam Hubungan Sebaya ... 12

2.1.5 Fungsi Kelompok Teman Sebaya ... 15

2.1.6 Perkembangan Sosial ... 17

2.1.7 Pengelompokan Sosial Baru pada Remaja ... 17

2.1.8 Kuatnya Teman Sebaya... 18

2.1.9 Aspek – aspek Kualitas Pertemanan ... 20

2.2 Sikap ... 21

2.2.1 Defenisi Sikap ... 21

2.2.2 Tingkatan Sikap ... 22

2.2.3 Ciri – Ciri Sikap ... 23

2.2.4 Fungsi Sikap……… ... 23

2.2.5 Komponen Sikap ... 24

2.3. Remaja ... 25

2.3.1 Pengertian Remaja ... 25

2.3.2 Dinamika Masa Remaja ... 27

2.3.3 Masa Transisi Remaja………. 29

2.3.4 Karakteristik Perkembangan Remaja……….. 29 2.3.5 Faktor - faktor yang memengaruhi Perkembangan Remaja 31

(12)

2.3.6 Faktor – faktor yang memengaruhi Prilaku Seksual

Remaja ... 33

2.4. Kesehatan Reproduksi ... 33

2.4.1 Teori dan Konsep Kesehatan Reproduksi ... 33

2.4.2 Hak – hak Kesehatan Reproduksi ... 35

2.4.3 Perkembangan dan Perubahan Organ Reproduksi ... 36

2.4.4 Anatomi Organ reproduksi ... 37

2.4.5 Upaya Untuk Mempertahankan Kesehatan Reproduksi .... 39

2.4.6 Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi ... 40

2.5. Landasan Teori ... 42

2.6. Kerangka Konsep ... 43

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.3. Populasi dan Sampel ... 44

3.3.1 Populasi ... 44

3.3.2 Sampel ... 45

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 45

3.4.1 Data Primer ... 45

3.4.2 Data Sekunder ... 45

3.4.3 Uji Validitas dan Realibilitas ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 48

3.5.1 Variabel Bebas ... 49

3.5.2 Variabel Terikat ... 50

3.6. Metode pengukuran ... 50

3.6.1 Variabel Independen ... 51

3.6.2 Variabel Dependen ... 52

3.7. Metode Analisa Data ... 53

3.7.1 Analisis Univariat ... 53

3.7.2 Analisis Bivariat ... 53

3.7.3 Analisis Multivariat ... 53

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Gambaran Umum SMA HARAPAN 3 Medan ... 54

4.2. Analisa Univariat ... 56

4.2.1 Karakteristik Responden ... 56

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jawaban Item Pernyataaan tentang Sumber Informasi dan Kognitif, Sumber Emosional dan Kebudayaan ... 57

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jawaban Item Pernyataaan Sikap Remaja ... 65

4.3. Analisa Bivariat ... 67

(13)

4.4. Analisa Multivariat ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Peran Teman Sebaya terhadap Sikap Remaja ... 74

5.2. Peran Teman Sebaya ... 75

5.3. Sikap Remaja ... 82

5.4. Pengaruh Sumber Informasi dan Kognitif terhadap Sikap Remaja 85 5.5. Pengaruh Sumber Emosional terhadap Sikap Remaja ... 89

5.6. Pengaruh Kebudayaan terhadap Sikap Remaja ... 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1. Kesimpulan ... 94

6.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

3.2 Hasil Uji Validitas dan Relibilitas Peran Teman Sebaya ... ... 46

3.3 Hasil Uji Validitas dan Relibilitas Sikap ... 48

3.4 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 50

4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 56

4.2 Distribusi Jawaban Item Pernyataan Sumber Informasi dan Kognitif ... 59

4.3 Kategori Sumber Informasi dan Kognitif di SMA HARAPAN 3 Medan 60 4.4 Distribusi Jawaban Item Pernyataan Sumber Emosional ... 61

4.5 Kategori Sumber Emosional di SMA HARAPAN 3 Medan ... 62

4.6 Distribusi Jawaban Item Pernyataan tentang Kebudayaan ... 63

4.7 Kategori Kebudayaan di SMA HARAPAN 3 Medan ... 64

4.8 Distribusi Jawaban Item Pernyataan tentang Sikap ... 65

4.9 Kategori Sikap di SMA HARAPAN 3 Medan ... 66

4.10 Pengaruh Variabel Independen (Umur, Jenis kelamin, Sumber informasi dan Kognitif dan Kebudayaan) terhadap Sikap Remaja ... 67

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1 Kerangka Konsep ... 43

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Persetujuan Responden ... 101

2. Kuesioner Penelitian ... 102

3. Master Data ... 108

5. Analisa Univariat ... 109

6. Analisa Bivariat ... 117

7. Analisa Multivariat ... 122

8. Surat – surat Penelitian ... 139

(17)

ABSTRAK

Peran teman sebaya merupakan hal penting dalam kehidupan remaja, karena diterima oleh teman sebaya merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi remaja karena dengan teman sebaya remaja merasa menemukan jati dirinya. Peran teman sebaya dapat mempengaruhi sikap remaja. Hubungan teman sebaya bisa negatif dan positif, teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif dan positif terhadap anak remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh peran teman sebaya terhadap sikap remaja di SMA HARAPAN 3 Medan Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan motode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA HARAPAN 3 yang berjumlah 114 orang. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh remaja SMA HARAPAN 3 Medan kelas XA, XB, XC, dan XIA sebanyak 114 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan, peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi berada pada kategori positif (57,0%), dan secara statistik variabel yang paling dominan memengaruhi adalah sumber informasi dan kognitif yaitu dengan nilai koefisien regresi 23.162

Disarankan pada pihak sekolah SMA HARAPAN 3 Medan hendaknya lebih meningkatkan informasi tentang kesehatan reproduksi pada remaja dengan cara lebih meningkatkan lagi konseling yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja serta memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi dalam kurikulum-kurikulum muatan lokal di sekolah dan dapat bekerja sama dengan orang tua remaja dalam mengontrol hubungan remaja dengan teman sebaya, agar remaja tetap bergaul dengan teman sebaya yang berperilaku baik.

Kata Kunci : Peran Teman Sebaya, Sikap Remaja

(18)

ABSTRACT

The role of peers is very important in adolescence because being accepted by friends is something beneficial for someone since he finds his own identity. It can also influence teenagers’ attitude. Relationship among teenagers can be negative band positive; peers can a group of teenagers that gives negative and positive influence on teenagers themselves.

The objective of the research was to analyze the influence of peers on teenagers’ attitude at SMA HARAPAN 3, Medan, in 2015. The research used observational design. The data were gathered by using cross sectional apporoach.

The population was 114 students of SMA 3 Harapan, Medan, and all of them were used as the samples. The gathered data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression analysis at α = 5%.

The result of the research showed that the role of peers on tenagers’ attitude toward reproductive health was in positive category (57%). Statistically, the variable which had the most dominant influence was source of information and cognitive at the coefficient regression of 23.162.

It is recommended that the management of the school increase information about reproductive health to teenagers by improving counseling related to teenagers’

reproductive health and including reproductive health education in the local content curriculum in school and cooperate with students’ parents in controlling peer relationship so that they can have good manners in the social intercourse.

Keywords: Role of Peers, Teenagers’ Attitude

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15 – 24 tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk indonesia (Kusmiran,2012). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, 26,67 persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Penduduk remaja (10-24 tahun) perlu mendapat perhatian serius karena remaja termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, mereka sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi yaitu perilaku seksual pranikah, Napza dan HIV/AIDS ( BKKBN, 2011 )

Secara etimiologi, remaja berarti ‘tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja ( adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 -19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu remaja awal (11-14

(20)

tahun); remaja menengah (15-17 tahun); dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10 -24 tahun (Kusmiran,2012).

Kata remaja berasal dari bahasa latin adolesentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget (Hurlock, 1980) mengatakan bahwa, masa remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang dewasa, akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama (Lubis, 2011). Perubahan organ-organ reproduksi yang makin matang pada remaja, menyebabkan dorongan dan gairah seksual remaja makin kuat dalam dirinya. Banyak media massa, seperti internet, televisi, koran atau majalah yang menyampaikan informasi secara bebas kepada masyarakat umum, termasuk remaja. Sementara itu, menurut Piaget (dalam Papalia, dkk.1998; Turner dan Santrock,1999) walaupun remaja telah mencapai kematangan kognitif, namun dalam kenyataanya mereka belum mampu mengolah informasi yang diterima tersebut secara benar. Akibatnya perilaku seksual remaja, seringkali tidak terkontrol dengan baik. Mereka melakukan pacaran, kumpul kebo, seks pra-nikah atau mengadakan

“pesta seks” dengan pasanganya, yang menyebabkan hamil muda, timbulnya penyakit menular dikalangan remaja (Dariyo, 2004).

Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan program hasil penjabaran dari misi Program Keluarga Berencana Nasional,yaitu mempersiapkan SDM yang berkualitas sejak dini dalam rangka menciptakan keluarga berkualitas pada tahun 2015.Program KRR bertujuan untuk membantu remaja agar memiliki

(21)

pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan yang sehat dan bertanggung jawab melalui promosi, advokasi, KIE, konseling, pelayanan, dan dukungan kegiatan- kegiatan lain yang bersifat positif.Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi, serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (ICPD, 1994). Implikasi defenisi kesehatan reproduksi berarti bahwa setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan serta memenuhi keinginan tanpa ada hambatan apa pun, kapan, dan berapa sering untuk bereproduksi.

Remaja tumbuh dan berkembang secara biologis yang juga diikuti dengan perkembangan psikologis dan sosial. Oleh karena itu, pembinaan remaja tidak hanya ditujukan pada masalah kesehatan sistem reproduksi semata. Faktor perkembangan psikologis dan sosial juga perlu diperhatikan dalam membina kesehatan remaja (Kusmiran, 2012).

Meningkatnya minat seksual membuat remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi tentang seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu, mereka selalu terdorong untuk mencari informasi seks melalui higienis seks, buku buku seks dari temannya, internet, mengadakan eksperimen seksual, masturbasi, bercumbu, atau melakukan senggama. Minat utama seks remaja yaitu pada hubungan seks, dan prilaku seksual (Lubis, 2011).

(22)

Berdasarkan Survey Kesehatan Repoduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2002- 2003) di dalam khasanah (2011) didapatkan bahwa remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%,laki-laki 46,5%).

Menurut survey yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak di 33 provinsi pada Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah berciuman, genital stimulation, oral seks. 62,7% remaja SMP tidak perawan, 21,2% remaja mengaku penah aborsi. Faktor yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual (3x lebih besar) adalah Teman sebaya/pacar, Mempunyai teman yang setuju dengan hubungan seks pra nikah, Mempunyai teman yang mempengaruhi untuk melakukan seks pra nikah (Analisa Lanjut SKRRI,2003).

Hasil survey diatas juga sesuai dengan hasil penelitian Ari Pristiana Dewi (2012) yang berjudul Hubungan Karakteristik Remaja, peran teman sebaya, dan paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja di Kelurahan Pasir Gunung Selatan Depok, dari hasil penelitian menunjukan responden yang terpengaruh teman sebaya dalam berprilaku seksual secara statistik proporsi remaja dengan pengaruh teman sebaya (64,2 %) lebih banyak dibanding remaja tanpa pengaruh teman sebaya untuk melakukan perilaku seksual beresiko.

Hubungan teman sebaya bisa negatif maupun positif (Bukowski & Adams, 2005; Kupersmidt & DeRosier, 2004), Ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya membuat beberapa anak merasa kesepian dan dimusuhi. Penolakan dan pengabaian

(23)

oleh teman sebaya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal (Bukowski & Adams, 2005; Dodge, Coie & Lynam, 2006; Masten 2005).

Teman sebaya dapat memperkenalkan remaja kepada alkohol, obat-obatan, kenakalan, dan bentuk lain dari perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif (Santrock, 2007).

Kepala BKKBN Propinsi Bali I Gede Putu Abadi, MPA (2005), di Denpasar Bali menyatakan bahwa kelompok umur remaja termasuk tinggi jumlahnya mengidap HIV AIDS akibat pergaulan bebas. Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk di Denpasar menunjukan bahwa 10%-31% remaja yang belum nikah sudah pernah melakukan hubungan seksual. Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Atas yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual mereka terdiri atas laki – laki 27% dan perempuan 18%. Data statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukan bahwa sekitar 75% terjangkit HIV/AIDS pada usia remaja(Hawari, 2006 ).

Didalam penelitian Tjalla dan Astuti (2008) terdapat Hasil studi kasus yang dilakukan Pusat Informasi dan Pelayanan Remaja (PILAR) PKBI Jateng pada bulan Oktober 2002 terhadap 1.000 mahasiswa di Semarang menunjukan, ketika mereka melakukan aktivitas pacaran, sebanyak 7,06 % atau 76 mahasiwa mengaku pernah melakukan intercouse (hubungan kelamin), 25 atau 25,00 % atau 250 mahasiswa melakukan petting (meraba payudara dan alat kelamin). Aktivitas lain, mencium leher (361 mahasiswa atau 36,01 %), mencium bibir (609 mahasiswa atau 60,09 %), mencium pipi, kening (846 mahasiswa, 84,06 %), berpegangan tangan (933

(24)

mahasiswa, 93,03 %) dan ngobrol (1.000). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ( BKKBN ) mencatat hasil survey pada tahun 2010 menunjukan 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Hasil survey dibeberapa wilayah lain di indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja, misalnya di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47%, dan 52% di Medan (BKKBN, 2010).

Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang peneliti lakukan di SMA HARAPAN 3 Medan, tanggal 19 Maret 2015 dengan ibu Efriana Wati, S.Pd selaku guru BK (Bimbingan Konseling) mengatakan bahwa siswa tidak pernah bertanya atau konsultasi mengenai hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan seksual kepadanya. Pada hari yang sama peneliti juga melakukan wawancara dengan tujuh orang remaja putri, dari hasil wawancara mereka mengatakan tidak pernah bertanya, curhat atau konsultasi tentang Kesehatan Reproduksinya (tentang menstruasi, soal pacar, apa bahaya jika melakukan hubungan seksual) kepada guru BK, apalagi jika membahas hal – hal yang berhubungan dengan seksual. Mereka lebih suka bercerita, bertanya dan membahasnya dengan teman sebayanya. Dari hasil wawancara dengan dua orang remaja putra mengatakan mereka pernah melihat dan menonton video porno beberapa kali dirumah temannya. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, walaupun disekolah tersebut ada aturan larangan berpacaran di lingkungan sekolah tetapi saat di kantin sekolah peneliti menemukan beberapa pasang remaja yang makan dan duduk berduaan.

Secara teori seringkali diungkapkan bahwa sikap merupakan predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya. Sikap

(25)

tumbuh, diawali dari pengetahuan yang dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif), kemudian di internalisasikan kedalam dirinya.

Dari apa yang diketahui tersebut akan mempengaruhi pada prilakunya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka sesorang cenderung berperilaku sesuai dengan persepsinya. Namun sebaliknya, kalau ia mempersepsikan secara negatif, maka ia pun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya. Namun seringkali dalam kehidupan realitasnya, ada banyak faktor – faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan (Dariyo, 2002).

Dengan mengetahui lebih dalam tentang kesehatan reproduksi maka sikap tentang kesehatan reproduksi sangatlah penting bagi setiap manusia dan terutama dapat mengurangi perilaku seksual pranikah yang sudah banyak dilakukan oleh kalangan remaja. Akhirnya peneliti tertarik untuk meneliti peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN.

1.2. Permasalahan

Dari uraian pada latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN.

(26)

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh peran teman sebaya terhadap sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA HARAPAN 3 MEDAN Tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian

Bagi Siswa SMA HARAPAN 3 MEDAN khususnya Staf Guru pengajar agar menjadi salah satu tambahan /sumber informasi dalam memberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi khususnya pada remaja dan sebagai bahan dalam memberikan penjelasan kepada orang tua tentang pentingnya peran orang tua dalam memberikan informasi sedini mungkin tentang hal – hal yang perlu diketahui anak dan remaja yang erat kaitanya dengan fungsi reproduksinya.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teman Sebaya

2.1.1. Pengertian Teman Sebaya

Dalam kamus besar bahasa indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan , sahabat atau orang yang sama – sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock, (2007) Teman Sebaya adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung.

Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Santrock, 2007)

9

(28)

2.1.2. Karakteristik Berteman

Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah sebagai berikut :

1. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman

2. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka

3. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu

4. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik 5. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga

melakukan hal yang demikian

6. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman

7. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu

8. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.

2.1.3. Peran Teman Sebaya

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila

(29)

diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan- kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah :

a. Sebagai sumber informasi dan kognitif mengenai dunia di luar keluarga dan sumber untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. Banyak tidaknya informasi atau pengetahuan yang diterima seseorang atau sekelompok orang mempengaruhi perubahan perilaku (Lubis,2011). Berdasarkan teori perkembangan Piaget, kemampuan kognitif remaja berada pada tahap formal operational. Remaja harus mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dan mempertanggung jawabkannya. Berkaitan dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku sebagai berikut:

1. Kritis

Segala sesuatu harus rasional dan jelas, sehingga remaja cenderung mempertanyakan kembali aturan – aturan yang diterimanya.

2. Rasa ingin tahu yang kuat

Perkembangan intelektual pada remaja merangsang adanya kebutuhan/

kegelisahan akan sesuatu yang harus diketahui/ dipecahkan.

(30)

3. Jalan pikiran egosentris

Berkaitan dengan menentang pendapat yang berbeda. Cara berfikir kritis dan egosentris, menyebabkan remaja cenderung sulit menerima pola pikir yang berbeda dengan pola pikirnya

4. Imagery Audience

Remaja merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian orang lain menyebabkan remaja sangat terpengaruh oleh penampilan fisiknya dan dapat mempengaruhi konsep dirinya

5. Personal Fables

Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang lain.

(Kusmiran, 2012)

b. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

Perubahan perilaku manusia juga dapat timbul akibat dari kondisi emosi seseorang. James P. Chaplin (2007) mengatakan bahwa, konsep emosi sangat bervariasi. Emosi adalah reaksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau perubahan – perubahan secara mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan eksternal dan keadaan fisiologis. Dengan emosi, individu terangsang terhadap objek – objek atau perubahan – perubahan yang disadari sehingga memungkinkan dia merubah sifat ataupun perilaku (Lubis, 2011).

2.1.4. Peran Kebudayaan dalam Hubungan Sebaya

Menurut E. B. Taylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompeks, yang didalamnya terkandung ilmu

(31)

pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat dan menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Widagdho, 2012).

Hubungan sebaya bisa dipengaruhi oleh konteks budaya tempat anak hidup (Bergeron, 2005 & Parker, 2006). Di banyak sekolah, kelompok sebaya terbagi – bagi secara jelas menurut status sosioekonomi dan etnis. Di sekolah dengan sejumlah besar siswa dari status sosioekonomi menengah dan rendah, siswa dengan status sosioekonomi menengah sering mengambil peran kepemimpinan dalam organisasi formal. Kelompok sebaya bisa terbentuk untuk menentang kelompok mayoritas dan memberikan dukungan adaptif yang mengurangi perasaan terisolasi.

Salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial budaya dan sosial ekonomi. Menurut Mac Iver sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto (2001) Kebudayaan adalah “ Ekspresi jiwa terwujud dalam cara – cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan (Sunaryo, 2004).

Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi

(32)

perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget dan Sullivan dalam Santrock, 2007).

Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian terpenting bagi remaja dalam kesehariannya. Teman bagi remaja tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagi kesenangan dan kebebasan. Teman sebaya bisa merupakan kelompok yang memberikan pengaruh negatif dan positif terhadap anak remaja. Dikatakan bahwa relasi dengan teman sebaya akan mengembangkan dari “self” seorang remaja ( Youniss & Smollar, 1985).

Defenisi remaja dengan relasinya dengan teman sebaya memberikan peranan dalam membentuk keterkaitan antara remaja, keluarga dan teman sebaya sebagai pesaing, pemberi kepuasan atau saling melengkapi.

Terdapat tiga model klasik dari hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu:

1. Model Psikoanalisa 2. Model Sosialisasi 3. Model Kognitif

Peranan dari teman sebaya lebih menonjol pada masa remaja dibandingkan pada awal – awal kehidupan.

(33)

1. Model Psikoanalisa

Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu: konflik, kebebasan, dan autonomy. Menurut freud (1966), masa remaja merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan dorongan untuk autonomy.

2. Model Sosialisasi ( teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua).

Pandangan yang lebih negatif dari pergaulan pada masa remaja menjadi jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan teman sebaya.

Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat memberikan kesinambungan dalam menjalin norma – norma sosial, teman sebaya akan menjadi sumber dari tekanan antara dua kekuatan set eksklusif dari nilai- nilai.

3. Model Kognitif

Teman sebaya merupakan kelompok yang unik dan saling melengkapi dengan orang tua. Relasi dengan teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi perkembangan. Piaget (1932) menekankan secara khusus bahwa pengalaman anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing – masing memberikan penekanan khusus yang berbeda (Agustiani, 2006)

2.1.5. Fungsi Kelompok Teman Sebaya

Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :

(34)

1. Berteman (Companionship)

Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas.

2. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition)

Pada dasarnya, berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.

3. Dukungan Fisik (Physicial Support)

Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah

4. Dukungan Ego

Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain (temannya).

5. Perbandingan Sosial (Social Comparison)

Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.

6. Intimasi/Afeksi (Intimacy/Affection)

(35)

Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati keberadaan orang lain.

2.1.6. Perkembangan Sosial

Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak- anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasadi luar lingkungan keluarga dan sekolah (Kusmiran, 2012)

2.1.7. Pengelompokan Sosial Baru pada Remaja

Menurut kusmiran (2012) Dalam pengelompokan sosial, akan muncul nilai – nilai baru yang diadaptasi oleh remaja. Nilai - nilai tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1. Nilai baru dalam memilih teman. Pemilihan teman berdasarkan kesamaan minat dan nilai – nilai yang sama, yang dapat mengerti dan memberi rasa aman, serta yang dapat berbagi masalah dan membahas hal – hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang dewasa.

2. Nilai baru dalam penerimaan sosial. Remaja menerima teman – teman yang disenangi dan menolak yang tidak disenangi yaitu dimulai dengan menggunakan standar yang sama dengan kelompoknya.

(36)

3. Nilai baru dalam memilih pemimpin. Remaja memilih pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan dapat menguntungkan mereka, bukan pada penilaian fisik melainkan pada orang yang bersemangat, bergairah, penuh inisiatif, bertanggung jawab, banyak ide, dan terbuka (Kusmiran, 2012).

2.1.8. Kuatnya Teman Sebaya

Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan ketergantungan secara emosional pada orangtua. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebinggungan peran dan lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya (Kusmiran, 2012).

Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan

(37)

lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yangdipilih, gaya bahasa dan lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat (Kusmiran, 2012).

Menurut Kusmiran (2012) Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluargayang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadimalas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalamberinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja, ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar)

Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yangtidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan

(38)

dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal negatif.

Perubahan dalam perilaku sosial ditunjukkan dengan : a. Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.

b. Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.

c. Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial.

d. Berkurangnya prasangka dan diskriminasi, mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.

2.1.9 Aspek-aspek Kualitas Pertemanan

Menurut Mappiare dalam Handayani (2006) aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut :

a. Pengakuan dan Saling Menjaga

Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.

b. Terjadinya Konflik

Yaitu munculnya perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.

(39)

c. Pertemanan dan Rekreasi

Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun didalam lingkungan sekolah.

d. Membantu dan Memberi Petunjuk

Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang.

e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan

Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya.

f. Pemecahan Konflik

Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.

2.2. Sikap

2.2.1. Definisi Sikap

Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda – benda, ataupun situasi – situasi yang mengenai dirinya (Purwanto, 2006).

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental, yang

(40)

dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atau reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek dan situasi- situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi, 2004). Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Sarwono, 1997 dalam buku Maulana (2009), sikap merupakan kecenderungan merespon (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu.

Sikap adalah perasaan , pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek – aspek tertentu dalam lingkunganya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu stimulus atau objek yang berdampak pada bagaimana seorang berhadapan dengan objek tersebut. Ini berarti sikap menunjukan kesetujuan atau ketidak setujuan , suka atau tidak suka seseorang terhadap sesuatu (Mubarak, 2012).

2.2.2. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri atas empat tingkatan, mulai dari terendah sampai tertinggi, yakni menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.

a. Menerima (receiving), menerima berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan/ objek.

b. Merespon (responding), memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Terlepas dari benar atau salah, hal ini berarti individu menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing), pada tingkat ini individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

(41)

d. Bertanggung jawab (responsible) merupakan sikap yang paling tinggi dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung (langsung ditanya) dan tidak langsung (Notoadmodjo, 2003).

2.2.3. Ciri – ciri Sikap

Seperti yang diungkap para ahli (Gerungan, 1996; Ahmadi, A.,1999;

Sarwono, SW.2000, dan Walgoto, B., 2001), sikap memiliki ciri – ciri sebagai berikut:

1. Sikap tidak dibawa dari lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman, latihan sepanjang perkembangan individu.

2. Sikap dapat berubah – ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap.

4. Sikap dapat tertuju pada satu atau banyak objek 5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi, hal ini yang membedakan dengan pengetahuan.

2.2.4. Fungsi Sikap

Menurut Attkinson dkk, seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki 5 fungsi, yakni sebagai berikut.

1. Fungsi instrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginannya atau tujuan.

(42)

2. Fungsi pertahanan ego, yaitu sikap yang diambil untuk melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.

3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukan nilai yang ada pada dirinya.

Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu bersangkutan (misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata, perilaku dan perbuatan yang dibenarkan ajaran agamanya).

4. Fungsi pengetahuan, setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin mengerti, ingin banyak mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan, yang diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari.

5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungannya. (Maulana,2009).

2.2.5. Komponen Sikap

Menurut Azwar (2000) di dalam Sunaryo (2004) Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang:

1. Komponen Kognitif : dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal – hal bagaimana individu mempersepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional , dan informasi dari orang lain.

2. Komponen Afektif (komponen emosional) : komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak

(43)

dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek tersebut.

3. Komponen Konatif : disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

2.3. Remaja

2.3.1. Pengertian Remaja

Remaja ( adolescentia) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak – kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara 12 – 21 tahun.Untuk menjadi orang dewasa mengutip pendapat erikson, maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self- identity), sedangkan masa remaja tengah , individu sudah duduk disekolah menengah atas (SMU). Kemudian mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja (Dariyo, 2004).

Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) terbagi 3 tahap, yaitu remaja awal 13 – 14 tahun, remaja tengah ( 15-17 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), Pendapat tentang rentang usia remaja bervariasi

(44)

antara beberapa ahli, organisasi, atau lembaga kesehatan. Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa anak ke masa dewasa, usia antara 10 – 24.

Secara etimiologi, remaja berarti ‘tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 -19 stahun, sedangkan Perserikatan Bangsa –Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Service Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi 3 tahap , yaitu remaja awal (11-14 tahun); remaja menengah(15-17 tahun);dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi ini kemudian disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10 -24 tahun.

Defenisi remaja sendiri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu :

1. Secara kronologis, remaja adalah individu yang berusia antara 11 – 12 tahun sampai 20 – 21 tahun.

2. Secara fisik, remaja ditandai oleh ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual.

3. Secara psikologis, remaja merupakan masa dimana individu mengalami perubahan – perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan moral, di antara masa anak – anak menuju masa dewasa.

Gunarsa (1978) mengungkapkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak – anak ke masa dewasa, yang meliputi semua

(45)

perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Kusmiran, 2012).

2.3.2. Dinamika Masa Remaja

Menurut Lubis (2011) Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa pubertas menuju masa dewasa. Selama periode ini, mereka akan banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis ataupun sosial. Oleh sebab itu, untuk memudahkan pembahasanya, maka kita membagikan masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Remaja Awal

Adapun ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja awal terlihat dari :

a. Mulai menerima kondisi dirinya b. Berkembangnya cara berfikir.

c. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki perbedaan potensi.

d. Bersikap over estimate, seperti meremehkan segala masalah, meremehkan kemampuan orang lain, dan terkesan sombong.

e. Akibat sombong menjadikan dia gegabah dan kurang waspada.

f. Proporsi tubuh semakin proporsional.

g. Tindakan masih kanak – kanak, akibat ketidakstabilan emosi h. Sikap dan moralitasnya masih bersifat egosentris

i. Banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental j. Selalu merasa kebingungan dalam status

(46)

k. Periode yang sulit dan kritis 2. Remaja Tengah

Ciri – ciri dinamika perkembangan psikologi pada remaja tengah yaitu a. Bentuk fisik makin sempurna dan mirip dengan orang dewasa b. Perkembangan sosial dan intelektual lebih sempurna

c. Semakin berkembang keinginan untuk mendapatkan status.

d. Ingin mendapatkan kebebasan sikap, pendapat dan minat e. Keinginan untuk menolong dan ditolong orang lain f. Pergaulan sudah mengarah pada heteroseksual g. Belajar bertanggung jawab

h. Apatis akibat selalu ditentang sehingga malas mengulanginya i. Perilaku agresif akibat diperlakukan seperti kanak – kanak.

3. Remaja Akhir

Ciri –ciri dinamika perkembangan psikologis pada remaja akhir yaitu:

a. Disebut sebagai dewasa muda dan meninggalkan dunia kanak – kanak b. Berlatih mandiri dalam membuat keputusan

c. Kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi

d. Dapat berfikir objektif sehingga mampu bersikap sesuai situasi dan kondisi e. Belajar menyesuaikan diri dengan norma – norma yang berlaku

f. Membina hubungan sosial secara heteroseksual.

(47)

2.3.3. Masa Transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak –anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa.

2. Transisi dalam kehidupan emosi

Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi.

3. Transisi dalam kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting.

4. Transisi dalam nilai – nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai – nilai yang dianutnya dan menuju nilai – nilai yang dianut orang dewasa.

5. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berfikir abstrak ( Kusmiran, 2012).

2.3.4. Karakteristik Perkembangan Remaja

Karakteristik perkembangan remaja, meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, kepribadian, dan kesadaran beragama.

(48)

1. Perkembangan fisik. Perkembangan fisik ditandai dengan pertumbuahn fisik yang sangat pesat. Perkembangan seksualitas berupa munculnya tanda – tanda seksual primer dan sekunder.

a. Tanda tanda seks primer. Ini menunjukan matangnya organ seksal. Pada pria, ini ditandai dengan mimpi basah ( noctural emission), sedangkan pada wanita dengan menarke ( haid pertama)

b. Tanda – tanda seks sekunder. Tanda – tanda tersebut adalah sebagai berikut : Perempuan:

• Tumbuhnya rambut pubis (pubis hair) dan bulu ketiak (axillary hair)

• Payudara membesar

• Ukuran pinggul bertambah besar.

• Kelenjar sebasea semakin aktif sehingga menyebabkan munculnya jerawat

Laki – laki

• Tumbuhnya rambut pubis dan bulu ketiak

• Terjadi perubahan suara.

• Tumbuhnya kumis dan jakun

• Kelenjar sebasea semakin aktif

• Otot tubuh, kaki, dan tangan membesar.

(49)

2. Perkembangan kognitif. Remaja mampu berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Pada remaja, sistem keadilan merupakan suatu aspek kepedulian terhadap hak – hak warga masyarakat.

3. Perkembangan emosi. Puncak emosionalitas remaja berpengaruh pada perkembangan organ seksualnya. Remaja cenderung sensitif dan reaktif, emosinya negatif, dan tempramental (misalnya, mudah tersinggung, marah atau sedih).

4. Perkembangan sosial. Remaja mulai memiliki sosial cognition, yaitu kemampuan untuk mengenal orang lain serta conformity, yaitu kecenderungan untuk mengikuti opini, pendapat, nilai dan hobi orang lain (teman sebaya).

5. Perkembangan moral.Perkembangan moral remaja sudah lebih matang dibandingkan anak –anak. Remaja sudah lebih mengenal nilai moral/konsep – konsep moralitas (misalnya, kejujuran ,keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan) 6. Perkembangan kepribadian. Secara bertahap, remaja mulai menemukan identitas

atau jati dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh iklim keluarga, tokoh idola, dan peluang untuk mengembangkan diri

7. Perkembangan kesadaran beragama. Pandangan terhadap tuhan atau agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan pikiran ( Herlina,2011).

2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Remaja

Sejak dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada setiap individu.

Aspek – aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif

(50)

maupun psikososialnya (Papalia, dkk.1998), Santrock, 1999, Turne dan Helm, 1995).

Menurut pandangan Gunarsa (1991) bahwa secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu ( bersifat dichotomi), yakni endogen dan exogen.

1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan – perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya. Misalnya : postur tubuh (tinggi badan), bakat –minat , kecerdasan, kepribadian dan sebagainya

2. Faktor exogen (nurture). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan dimana seorang mengadakan relasi/interaksi dengan individu atau kelompok individu didalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa:

keluarga, tetangga, teman lembaga pendidikan, lembaga kesehatan dan sebagainya.

3. Interaksi antara endogen dan exogen. Dalam kenyataanya, masing – masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan. Kedua faktor itu saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang mempengaruhi perkembangan individu. Dengan demikian, sebenarnya faktor yang ketiga ialah kombinasi dari kedua faktor itu. Para ahli perkembangan

(51)

sekarang (Berk,1993; Gunarsa, 1991; Papalia, Olds dan Fielman, 2001 dan Santroc, 1999) meyakini bahwa kedua faktor internal (endogen) maupun eksternal (exogen) tersebut mempunyai peran yang sama besarnya, bagi perkembangan dan pertumbuhan individu (Dariyo, 2004).

2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja

1. Perubahan Biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual.

2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual (Oom.1981)

3. Pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya

4. Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktifitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah

5. Perspektif sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual kalangan remaja ( Kusmiran, 2012).

2.4. Kesehatan Reproduksi

2.4.1. Teori dan Konsep Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata – mata terbebas dari penyakit atau

(52)

kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. (WHO, 1992 : Familly and Reproductive Health). Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. ( ICPD Kairo, 1994 ).

Reproduksi sehat adalah kondisi di mana wanita dan pria sebagai pasangan suami istri dapat berhubungan seksual secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan , dan bila kehamilan diinginkan wanita hamil pada umur yang tepat dan dengan jarak kelahiran yang cukup sehingga dimungkinkan menjalani kehamilan dengan aman. Perkembangan dan perubahan alat reproduksi adalah pertumbuhan alat reproduksi pria dan wanita dari masa kanak – kanak sehingga remaja. Masa pertumbuhan ini khususnya di awal reproduksi, yaitu pada masa remaja menyebabkan perubahan jasmani dan rohani ( BKKBN, 2009).

Kesehatan reproduksi meliputi bidang yang sangat luas sehingga batasanya sulit ditentukan. Kesehatan reproduksi sangat penting artinya karena:

1. Merupakan masalah vital dalam kesehatan, untuk kedua gender.

2. Kesehatan reproduksi merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan karena alat reproduksi ini langsung berhubungan dengan dunia luar sehingga mudah terjadi masalah yang akan mempengaruhi funginya dalam kehidupan utama manusia.

3. Masalah kesehatan reproduksi sebagian besar berkaitan dengan ilmu kebidanan dan penyakit kandungan dalam arti sempit.

(53)

4. Memelihara kesehatan reproduksi memerlukan kerjasama multidisiplin, sehingga fungsinya dapat dipertahankan (Manuaba, 2011).

2.4.2. Hak – hak Kesehatan Reproduksi

Hak – hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana yang pernah mereka pilih, aman, efektif, terjangkau , serta metode – metode pengendalian kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta perundang – undangan yang berlaku.

Hak – hak kesehatan reproduksi meliputi hal – hal berikut ini.

1. Hak untuk hidup.

2. Hak atas kebebasan dan keamanan.

3. Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi.

4. Hak atas kerahasiaan pribadi.

5. Hak untuk bebas berfikir.

6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan.

7. Hak memilih bentuk keluarga, dan hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.

8. Hak untuk memutuskan kapankah dan akankah mempunyai anak.

Hak mendapatkan pelayanan dan perlidungan kesehatan.

9. Hak mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan.

10. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisispasi dalam politik.

11. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk (BKKBN, 2009).

(54)

2.4.3. Perkembangan dan Perubahan Organ Reproduksi

Perkembangan dan pertumbuhan organ reproduksi mengalami masa pertumbuhan mulai dari anak – anak hingga remaja. Masa pertumbuhan ini, khususnya diawal masa reproduksi, yaitu pada masa remaja menyebabkan perubahan jasmani dan rohani baik bagi pria maupun wanita (BKKBN, 2009).

Tabel 2.1. Ciri – ciri Perubahan Jasmani pada Awal Reproduksi

PRIA WANITA

• Volume suara membesar

• Membesarnya kelenjar gondok

• Tumbuh bulu atau rambut pada tempat – tempat tertentu

• Tumbuh jerawat diwajah

• Buah dada mulai membesar

• Mendapat haid atau menstruasi setiap bulan

• Tumbuh bulu atau rambut pada tempat – tempat tertentu

• Tumbuh jerawat di wajah Tabel 2.2. Ciri – ciri Perubahan Rohani Memasuki Masa Reproduksi

PRIA WANITA

• Sering bermimpi tentang hal – hal yang ada hubunganya dengan birahi atau seks, sehingga mengeluarkan air mani (mimpi basah )

• Bertingkah laku yang menarik perhatian wanita

• Menaruh perhatian pada wanita

• Bertingkah laku yang menarik perhatian pria

• Menaruh perhatian pada pria

Referensi

Dokumen terkait

Jl. Kartini, Tegal Mojayan, Klaten Tengah, Klaten CV. Jeblogan Desa Karanglo

Dalam percobaan ini didapatkan hasil bahwa penggunaan Abu Batu semakin besar akan menurunkan mutu dari batu bata beton ringan ini semakin turun hal bisa terjadi dikarenakan Abu

This account represents changes in value of investments of the Parent Company due to changes in equity of the subsidiaries and associated companies which resulted from the change

Dalam aplikasi proses kerja ketel uap ini, air yang dipakai ialah air yang sudah di treatment terlebih dahulu yang gunanya untuk mencegah terjadinya korosi pada ketel uap. Air

Yang merupakan elemen multimedia yang dapat menggambarkan pesan yang ingin disampaikan melalui gambar, video digital merupakan bagian penting dari multimedia yang paling

Ketel uap (boiler) adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk merubah energi panas dari bahan bakar manjadi energi panas pada uap yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar,

Yang merupakan elemen multimedia yang dapat menggambarkan pesan yang ingin disampaikan melalui gambar, video digital merupakan bagian penting dari multimedia yang paling

Dalam proses kerja ketel uap ini air yang digunakan sebelumnya ditreatment dahulu gunanya untuk mencegah terjadinya korosi pada tangki ketel uap tersebut dan lama kelamaan akan