• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWI DENGAN DISMENORE DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWI DENGAN DISMENORE DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

RAHMAD NUR ALIM 180100022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

GAMBARAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWI DENGAN DISMENORE DI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

RAHMAD NUR ALIM 180100022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat dan karunia-Nya penulis dapat mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan, baik secara moral maupun materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yang terhormat, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Aldy Safrudin Rambe, Sp.S(K),

2. Dosen Pembimbing, Dr. dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG),Sp.OG(K) yang memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Ketua Dosen Penguji, dr. Deryne Anggia Paramita, M.Ked(KK), Sp.KK dan Anggota Dosen Penguji, Dr. dr.Ichwanul Adenin, M.Ked(OG), Sp.OG(K), untuk setiap kritik dan saran yang sangat membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

4. dr. Aridamuriany Dwiputri Lubis, Mked(Ped), Sp.A(K), Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama kuliah.

ii

(5)

6. Orang tua yang penulis hormati dan sayangi, ayahanda Alm. H. Jumadi dan ibunda Hj. Ngatiyem serta seluruh keluarga yang selalu mendukung, memberikan semangat, kasih sayang, bantuan dan rasa kebersamaan yang tidak pernah berhenti dari pembuatan proposal dan penulisan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis, Muhammad Morteza, Muhammad Fadillah Tarigan, Galang Randal Nuansa Sitepu, Jonathan Gustav Napitupulu, Muhammad Fadli, L. Brianto C Nugroho dan sahabat terbaik lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang saling bahu membahu menolong satu sama lain dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

8. Kepada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018, 2019, dan 2020 yang dapat meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner penelitian ini.

9. Kepada Shopia Amira yang telah membantu, meluangkan waktu dan memberi semangat serta dukungan kepada penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.

iii

(6)

Penulis menyadari bahwasanya penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kesalahan yang tidak disengaja. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis akan lebih baik lagi kedepannya.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini akan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara terutama dalam bidang pendidikan.

Medan, ……

Penulis,

Rahmad Nur Alim 180100022

iv

(7)

Daftar Isi...v

Daftar Gambar...vii

Daftar Tabel...viii

Daftar Lampiran...ix

Daftar Singkatan...x

Abstrak...xi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.3.1 Tujuan Umum...3

1.3.2 Tujuan Khusus...3

1.4 Manfaat Penelitian...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Dismenore...4

2.1.1 Definisi Dismenore...4

2.1.2 Etiologi Dismenore...4

2.1.3 Klasifikasi Dismenore...5

2.1.4 Faktor Resiko Dismenore...6

2.1.5 Patofisiologi Dismenore...8

2.1.6 Tanda dan Gejala Dismenore...9

2.1.7 Tatalaksana Dismenore...10

2.2 Tidur...11

2.2.1 Definisi Tidur...11

2.2.2 Fisiologi Tidur...12

2.2.2 Tahapan atau Siklus Tidur...14

2.3 Kualitas Tidur...15

2.2.2 Definisi Kualitas Tidur...15

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur...16

2.2.2 Pengukuran Kualitas Tidur...18

2.4 Hubungan Kualitas Tidur pada Mahasiswi dengan Dismenore...19

2.5 Kerangka Teori...20

2.6 Kerangka Konsep...21

BAB III METODE PENELITIAN...22

3.1 Rancangan Penelitian...22

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian...22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian...22

3.3.1 Populasi Penelitian...22

3.3.2 Sampel Penelitian...22

3.3.3 Besar Sampel...23

3.4 Metode Pengumpulan Data...24 v

(8)

3.4.1 Data Primer...25

3.4.2 Data Sekunder...25

3.5 Metode Analisis...25

3.6 Definisi Operasional...27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...29

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian...29

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan...29

4.2.1 Distribusi Karakteristik Demografi Sampel...29

4.2.2 Distribusi Frekuensi Total Gambaran Kualitas Tidur Pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara...30

4.2.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur Berdasarkan Usia...32

4.2.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kejadian Dismenore Berdasarkan Usia...33

BAB V Kesimpulan dan Saran...35

5.1 Kesimpulan...35

5.2 Saran...36

DAFTAR PUSTAKA...37

LAMPIRAN...42

vi

(9)

vii

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Sampel Penelitian...22 3.2 Definisi Operasional...26 4.1 Distribusi Frekuensi Karakter Subjek Penelitian...29 4.2 Distribusi Frekuensi Total Gambaran Kualitas

Tidur Pada Mahasiswi dengan Dismenore di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara...30 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur

Berdasarkan Usia...31 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kejadian

Dismenore Berdasarkan Usia...33

viii

(11)

C Lembar Etchical Clereance...45

D Lembar Surat Izin Penelitian...46

E Lembar Penjelasan Penelitian...47

F Lembar Informed Consent...48

G Lembar Kuesioner...49

H Lembar Penilaian Kuesioner...51

I Lembar Validitas Kuesioner...53

J Lembar Data Induk...55

K Lembar Output SPSS...60

ix

(12)

DAFTAR SINGKATAN

FK : Fakultas Kedokteran

USU : Universitas Sumatera Utara WHO : World Health Organization

NSAID : NonSteroid Anti Inflammatory Drugs FSH : Follicle Stimulating Hormon

PGE2 : Prostaglandin E

REM : Rapid Eye Movement

NREM : Non Rapid Eye Movement RAS : Reticular Aktivasi Sistem BSR : Bulbar Synchronizing Region PSQI : Pittsburgh Sleep Quality Index

SPSS : Statistical Package for the Social Science

IMT : Indeks Massa Tubuh

x

(13)

bisa disadarkan dengan berbagai rangsangan, tidur memiliki beberapa fungsi fisiologis bagi tubuh seseorang, tidur terbagi menjadi kuantitas dan kualitas tidur, kualitas tidur memiliki peranan penting bagi kesehatan fisik maupun psikologis seseorang, dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa kedokteran lebih sering mengalami gangguan kualitas tidur.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang telah diisi oleh responden yang telah mencukupi kriteria inklusi. Hasil: Kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di fakultas kedokteran universitas sumatera utara adalah kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 140 orang (63,6%) dari 220 responden. Kualitas tidur berdasarkan usia didapatkan mahasiswi berusia 20 tahun memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 43 responden (19,5%). Tingkat Kejadian dismenore berdasarkan usia paling banyak terjadi pada usia 19 tahun sebanyak 71 orang (32,3%). Kesimpulan: Sebagian besar mahasisiwi fakultas kedokteran memiliki kualitas tidur yang buruk saat mereka mengalami dismenore.

Kata Kunci : Dismenore, Kualitas tidur

xi

(14)

ABSTRACT

Background: dysmenorrhea is the most common pain during menstruation, dysmenorrhea in the form of pain that occurs during menstruation which can cause disturbances when carrying out daily activities such as back pain, abdominal pain, decreased concentration, changes in behavior and disturbances in daily activities so that it affects the quality of one's sleep, sleep is a condition of the body that is not conscious but can still be awakened by various stimuli, sleep has several physiological functions for a person's body, sleep is divided into sleep quantity and sleep quality, Sleep quality has an important role for a person's physical and psychological health, several studies have shown that medical students often experience sleep quality disorders. Objective: This study aims to determine the description of sleep quality in female students with dysmenorrhea at the Faculty of Medicine, University of North Sumatra. Methods: This research is a descriptive observational study with a cross sectional approach and uses primary data obtained from questionnaires that have been filled out by respondents who have met the inclusion criteria.

Results: Sleep quality in female students with dysmenorrhea at the medical faculty university of North Sumatra is poor sleep quality, as many as 140 people (63.6%) out of 220 respondents. Sleep quality based on age found that 20 year old female students had poor sleep quality as many as 43 respondents (19.5%). The incidence rate of dysmenorrhea based on age mostly occurred at the age of 19 years as many as 71 people (32.3%). Conclusion: Most medical students have poor sleep quality when they experience dysmenorrhea.

Keywords: Dysmenorrhea, sleep quality

xii

(15)

Setiap wanita pasti pernah mengalami masa haid. Biasanya wanita punya pengalaman saat haid yang berbeda-beda. Beberapa wanita ada yang mengalami haid tanpa adanya keluhan, akan tetapi ada juga beberapa sebagian yang mengalami haid atau menstruasi dengan adanya keluhan hingga menimbulkan rasa yang tidak nyaman berupa nyeri, yaitu nyeri dismenore. (Muzayyaroh., 2017). Rasa nyeri yang dialami wanita yang sering kali kambuh pada saat masa menstruasi disebut dismenore. Rasa nyeri ini bisa mengakibatkan efek yang buruk sehingga menyebabkan gangguan pada saat melakukan aktivitas (Afiyanti &

Pratiwi., 2016). Dismenore terbagi 2 yaitu dismenore primer dan sekunder. Nyeri saat haid yang tidak didasari dengan kondisi patologis biasa disebut dengan dismenore primer,dan nyeri saat haid yang berdasarkan adanya gangguan patologis disebut dengan dismenore sekunder (Larasati & Alatas., 2016).

Data dari organisasi kesehatan dunia atau WHO menyebutkan bahwa jumlah kejadian dismenore cukup tinggi di seluruh dunia. Pada wanita remaja, rata-rata angka insidensi kejadian dismenore berkisar sekitar 16,8 – 81% (Sulistyorini et al., 2017). Indonesia memiliki prevalensi dismenore sekitar dikisaran 107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%) yang mengalami dismenore primer dan 9.496 jiwa (9,36%) mereka mengalami dismenore sekunder (Herawati., 2017). Beberapa remaja yang mengalami dismenore berat mengaku aktivitas sehari-hari mereka menjadi terganggu (Nurwana et al., 2017).

Tidur diartikan sebagai kondisi tubuh tak sadar namun masih bisa disadarkan atau dibangunkan dengan cara memberikan rangsangan sensorik atau dengan rangsangan yang lainnya. Ada 2 efek fisiologis utama bagi tubuh individu yang dapat dihasilkan oleh tidur. Yang pertama yaitu efek yang diberikan untuk sistem saraf dan yang kedua dapat memberikan efek untuk sistem fungsional

1

(16)

2

tubuh yang lain. Tidur dapat memulihkan tenaga yang telah dikeluarkan oleh individu selama beraktivitas dan hal ini bisa menjadikan individu kembali ke keadaan homeostasis, walau dengan cara apapun individu itu untuk tidur (Guyton dan Hall., 2014).

Tidur memiliki pengaruh yang besar bagi kesehatan dan juga bagi kualitas hidup suatu individu. Suatu individu bisa terkena beberapa penyakit dikarenakan kualitas tidur yang rendah, hal itu dikarenakan kualitas tidur memiliki peranan penting dalam kesehatan fisik maupun psikologis suatu individu (Yilmaz et al., 2017). Dibandingkan dengan mahasiswa lainnya, mahasiswa kedokteran biasanya lebih sering mengalami gangguan tidur, terlebih pada semester pertama dan kedua. Hal itu disebabkan karena mereka mempunyai kualitas tidur subyektif yang lebih buruk (Correa et al., 2017). Jumlah yang didapatkan saat penelitian pada 370 responden mahasiswa kedokteran pada semester pertama sampai semester empat menghasilkan adanya 67 ,42% responden yang mengalami gangguan tidur (Priya et al., 2017).

Ketidakhadiran kuliah, konsentrasi menurun, perubahan perilaku, aktivitas sehari-hari yang terganggu, hingga menyebabkan gangguan kualitas tidur merupakan dampak yang biasanya dikeluhkan oleh wanita saat mengalami dismenore (Gebyehu et al., 2017). Menurut hasil penelitian yang dilakukan (Kosay., 2020) pada mahasiswi fakultas keperawatan Universitas Padjadjaran mendapatkan hasil dimana 89, 2% mahasiswi memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 10,8% mahasiswi lainnya mengalami kualitas tidur yang buruk pada saat dismenore. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran di Universitas Shahroud, Iran ditemukan sekitar 82,7 persen memiliki kualitas tidur yang buruk saat mereka mengalami rasa nyeri saat menstruasi (Hamzekhani et al, 2019).

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin melakukan penelitian tentang Gambaran Kualitas Tidur pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(17)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hasil uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Bagaimana tingkatan kualitas tidur pada mahasiswi yang mengalami dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan usia

2. Mengetahui tingkat kejadian dismenore pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berdasarkan usia

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti, memberikan pengetahuan mengenai dismenore dan dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari termasuk kualitas tidur, sehingga bisa menjadi landasan dalam memberikan edukasi di kemudian hari.

2. Bagi mahasiswi FK USU, dapat menambah pengetahuan tentang kualitas tidur dan dismenore, sehingga dapat memiliki pemahaman yang lebih baik.

3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya, sehingga menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas tidur pada saat dismenore.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DISMENORE

2.1.1 Definisi Dismenore

Dismenore didapatkan dari bahasa yunani. Dys memiliki makna sulit, nyeri, abnormal dan meno maknanya bulan serta orrhea yaitu aliran. Rasa nyeri ataupun rasa sakit di bagian perut hingga panggul yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan adanya pengobatan atau terapi disebut dengan dismenore (Judha et al., 2012).

Dismenore dapat digambarkan sebagai gejala yang sering kambuh, atau istilah kedokterannya disebut nyeri panggul yang menggambarkan kondisi ketika seorang wanita merasakan nyeri saat menstruasi yang memiliki efek merugikan yang menyebabkan terganggunya kehidupan sehari-hari akibat rasa nyeri yang dirasakannya. Hal ini bisa terjadi selama 2 hari atau lebih lama dari lamanya masa menstruasi setiap bulannya. Nyeri haid ini dapat terjadi di usia berapapun (Afiyanti & Anggi., 2016).

Nyeri sebelum, saat, dan sesudah menstruasi merupakan gangguan menstruasi yang paling sering dikeluhkan. Hormon prostaglandin membuat otot uterus berkontraksi sehingga menimbulkan rasa nyeri. Biasanya rasa nyeri dapat dirasakan di daerah perut bagian bawah, pinggang bahkan punggung. Seorang wanita masih dapat melakukan aktivitas jika nyeri yang dirasakan saat haid masih ringan. Akan tetapi, seorang wanita tidak dapat melakukan aktivitas bila nyeri yang terjadi sangat hebat, maka hal itu termasuk pada gangguan (Judha et al., 2012).

2.1.2 Etiologi Dismenore

Dismenore bisa disebabkan oleh bermacam-macam hal, biasanya radang panggul, endometriosis, tumor, stress atau cemas yang berlebihan menjadi penyebab terjadinya dismenore. Ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh juga bisa menjadi penyebab lain pada dismenore (Judha et al., 2012).

4

(19)

Kadar prostaglandin yang meningkat dalam jumlah yang tinggi pada endometrium bisa menjadi penyebab terjadinya dismenore. Di dalam pengaruh yang diakibatkan oleh progesteron pada saat fase luteal haid, endometrium yang mengandung prostaglandin mengalami peningkatan hingga level yang maksimum pada saat awal masa haid. Prostaglandin ini lah yang menjadi penyebab dari adanya kontraksi miometrium yang kuat sehingga menyempitkan pembuluh darah dan mengakibatkan iskemia, endometrium yang disintegrasi sehingga menyebabkan rasa nyeri (Morgan & Hamilton., 2009).

2.1.3 Klasifikasi Dismenore a. Dismenore Primer

Nyeri saat haid yang ditemukan tanpa adanya gangguan dan kelainan pada organ-organ lainnya disebut dengan dismenore primer. Dismenore primer yang paling sering terjadi dapat ditemukan pada saat berusia 6-12 bulan pertama setelah masa haid yang pertama. Sel-sel endometrium yang terkelupas selama masa haid dapat mengeluarkan prostaglandin.

Prostaglandin ini dapat merangsang otot uterus dan bisa mempengaruhi pembuluh darah. Dengan demikian peningkatan kadar prostaglandin ini telah terbukti dapat ditemukan pada cairan menstruasi pada wanita dengan dismenore yang berat. Kadar prostaglandin memang meningkat pada dua sampai 3 hari pertama setelah menstruasi (Anurogo & Wulandari., 2011).

Hal ini dapat terjadi dikarenakan siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah haid pertama atau menarche bersifat anovulatoir dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri dismenore ini biasanya muncul sebelum atau bersama-sama saat menstruasi. Hal ini biasanya dapat terjadi hingga beberapa jam, walaupun di dalam beberapa kejadian hal ini bisa terjadi hingga beberapa hari. Rasa kejang yang merambat hingga ke perut bawah dan juga biasanya bisa merebak hingga ke bagian pinggang dan paha merupakan sifat nyeri yang terjadi pada saat masa menstruasi. Rasa nyeri ini biasanya dapat disertai dengan mual, muntah, sakit kepala, dan

(20)

6

diare. Dismenore primer biasanya menjadi penyebab rasa nyeri saat menstruasi pada remaja (Judha et al., 2012).

b. Dismenore Sekunder

Dismenore dengan temuan kelainan kongenital serta kelainan organik di daerah panggul disebut dengan dismenore sekunder. Kelainan pada daerah panggul inilah yang bisa menyebabkan rasa nyeri pada dismenore sekunder. Biasanya kelainan tersebut meliputi endometriosis, stenosis serviks, serta keluhan yang lainnya. Pada dismenore sekunder, nyeri yang dirasakan sifatnya hilang timbul dan hal itu dikarenakan kontraksi uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri ini dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai mual pada sebagian wanita (Judha., et al 2012).

Dismenore sekunder dapat didefinisikan sebagai rasa nyeri terjadi pada daerah abdomen yang dikarenakan oleh adanya kelainan pada panggul.

Dismenore sekunder sering terjadi pada usia 20-30 tahunan. Perut membesar, panggul terasa berat, dan punggung terasa nyeri merupakan tanda dari dismenore sekunder. Dismenore sekunder berbeda dengan dismenore lainya. Letak perbedaannya pada bagian nyerinya yang akan semakin kuat pada fase luteal dan akan memuncak pada saat masa menstruasi. Nyerinya bersifat unilateral dan terjadi pada usia lebih dari 20 tahun. Volume darah saat menstruasi mengalami peningkatan dan perdarahan saat menstruasi yang tidak teratur merupakan karakteristik lain yang biasanya terjadi. Rasa nyeri tetap tidak bisa mereda walau diberikan terapi NonSteroidal Anti Inflammatory Drugs atau NSAID (Anurogo &

Wulandari., 2011).

2.1.4 Faktor Risiko Dismenore

Menurut (Judha et al., 2012) faktor risiko dismenore : a. Usia menarche

(21)

Folikel ovary primer jumlahnya masih sedikit pada usia kurang dari 11 tahun sehingga estrogen jumlahnya masih sedikit juga. Sehingga menimbulkan ketidakseimbangan hormon.

b. Faktor psikologis

Dalam hal ini lebih banyak dikaitkan dengan faktor psikologis. Pada dismenore, faktor psikologis sangat berpengaruh. Nyeri dapat ditimbulkan atau diperberat oleh keadaan psikologis penderita.

c. Siklus haid

Wanita mempunyai periode atau siklus haid yang normal setiap bulannya jika periode itu memiliki jarak yang tetap dalam setiap 28 hari. Dan biasanya jika lebih atau kurang pun perbedaanya tidak terlalu jauh, sekitar 21-35 hari dalam setiap bulannya. Waktu haid terjadi dalam rentang 2-7 hari, namun apabila darah haid masih tetap keluar lebih dari 10 hari maka hal itu dapat dikatakan sebagai gangguan.

d. Volume darah haid

Darah haid volumenya biasanya sekitar 50 ml – 100 ml, atau tidak lebih dari 5 kali ganti pembalut perharinya. Darah haid yang dikeluarkan seharusnya tidak mengandung bekuan darah, jika darah yang dikeluarkan sangat banyak dan melebihi dari volume biasanya dan juga alirannya sangat cepat, mungkin enzim yang dilepaskan diendometriosis tidak cukup atau terlalu lambat kerjanya.

e. Merokok

Dalam kandungan rokok nikotin bekerja sebagai zat yang membuat seseorang ketagihan merokok. Zat inilah yang menjadi penyebab timbulnya gangguan haid pada wanita perokok. Nikotin bisa mempengaruhi metabolisme estrogen. Jumlah estrogen harus cukup dalam tubuh, hal ini dikarenakan estrogen berfungsi dalam mengatur proses haid.

Gangguan pada metabolisme estrogen akan menyebabkan haid tidak teratur. Bahkan biasanya wanita perokok akan mengalami nyeri yang lebih berat saat haid tiba.

(22)

8

f. Riwayat keluarga

Dismenore bisa terjadi karena faktor genetik. Jika seorang ibu atau saudara wanita lainnya pernah mengalami dismenore maka keturunannya memiliki resiko lebih besar mengalami nyeri haid. Adanya gen abnormal yang diturunkan pada tubuh wanita menjadi penyebab nyeri haid ini.

2.1.5 Patofisiologi Dismenore

Menurut (Anurogo & Wulandari., 2011), hormon dapat mengalami peningkatan dan juga bisa mengalami penurunan pada masa subur. Hal ini biasanya terjadi pada fase folikuler atau pada saat fase pertumbuhan folikel sel telur. Kadar FSH (Follicle Stimulating Hormon) akan meningkat dan bisa merangsang sel telur untuk menghasilkan estrogen pada pertengahan fase folikuler. Jika estrogen mengalami peningkatan maka progesteron akan mengalami penurunan. Penurunan dari progesteron ini lah yang menjadi penyebab adanya kadar prostaglandin yang meningkat pada endometrium.

Kontraksi pada uterus yang tidak teratur dan menyebabkan rasa nyeri saat haid biasanya disebabkan oleh adanya peningkatan produksi prostaglandin pada waktu haid. Wanita yang memiliki pengalaman nyeri haid pada masa menstruasi sebelumnya memiliki tekanan intrauterin yang tinggi dan memiliki kadar prostaglandin lebih banyak pada darah menstruasi daripada wanita yang tidak mengalami nyeri haid sebelumnya. Kadar prostaglandin yang banyak pada darah menstruasi menyebabkan uterus berkontraksi secara tidak beraturan. Pasokan aliran darah menjadi berkurang dikarenakan adanya peningkatan aktivitas uterus yang tidak teratur. Hal ini menyebabkan terjadinya iskemia atau hipoksia uterus yang dapat memunculkan rasa nyeri. Untuk mekanisme nyeri lainnya disebabkan oleh prostaglandin E2 (PGE2) dan hormon lain yang membuat saraf sensorik nyeri di uterus menjadi sangat hipersensitif terhadap kerja bradikinin serta stimulus nyeri fisik dan kimiawi lainnya (Reeder et al., 2013).

Faktor psikologis juga bisa memperparah kondisi dismenore. Salah satu faktor psikologis yang bisa memperparah kondisi dismenore yaitu stress. Saat stress biasanya tubuh bisa memproduksi estrogen dan prostaglandin yang

(23)

berlebih. Dua hormon inilah yang bisa menjadi faktor kontraksi miometrium yang meningkat secara berlebihan hingga mengakibatkan rasa nyeri saat haid. Stres dapat menjadi penyebab kelenjar adrenalin yang meningkat dalam pensekresian kortisol. Hal itu menyebabkan adanya peradangan pada otot tubuh serta kontraksi yang berlebihan pada otot rahim. Rasa nyeri yang sangat hebat akan muncul saat menstruasi apabila otot rahim mengalami kontraksi yang berlebihan. Apabila stress meningkat, maka ini bisa menjadi penyebab meningkatnya aktivitas pada saraf simpatis. Ini bisa menyebabkan skala nyeri yang meningkat dengan peningkatan kontraksi pada uterus (Sari., et al 2015).

2.1.6 Tanda dan Gejala Dismenore

Ada beberapa tanda dan gejala seseorang mengalami dismenore tergantung jenisnya, yaitu:

a. Dismenore primer

Memiliki tanda gejala yang bisa mengakibatkan penderitanya tidak dapat menjalani aktivitas dengan baik, antara lain rasa nyeri pada daerah bawah perut dan menjalar kebagian pinggang, punggung hingga ke daerah paha, serta rasa kram yang sangat mengganggu. Hal ini, biasanya terjadi terus- menerus. Rasa nyeri ini dapat dirasakan sebelum dan sesudah haid. Nyeri ini dirasakan terus-menerus dan dapat berlangsung sampai 2 hari hingga 7 hari. Gejala lain yang bisa terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, sering berkemih, dan muntah.

b. Dismenore sekunder

Biasanya seseorang mengalami nyeri disertai dengan kelainan patologi.

Dismenore sekunder biasanya gejala paling sering adalah endometriosis dimana peradangan pada bagian rahim yang dapat menimbulkan penyakit, adapun gejala lain dari dismenore sekunder yakni kram pada perut, kram ini biasanya 2 hari atau lebih dari 2 hari ketika haid (Bernardi et al., 2017).

(24)

10

2.1.7 Tatalaksana Dismenore

Penatalaksanaan dismenore terbagi dua, yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi (Anurogo & Wulandari., 2011).

a. Terapi Farmakologi

Menurut (Anurogo & Wulandari., 2011) pengobatan dismenore bisa dengan melakukan intervensi secara farmakologi. Ada beberapa upaya secara farmakologi yang dilakukan dalam menangani dismenore. Yaitu dengan pemberian analgetik dan terapi hormonal dengan cara pemberian pil kombinasi kontrasepsi secara oral. Cara kerja kontrasepsi secara oral adalah dengan mengurangi volume darah haid dengan menekan endometrium serta ovum, sehingga kadar dari prostaglandin mengalami penurunan. Sedangkan Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) diberikan setelah merasakan adanya nyeri, dan dilanjutkan selama 2-3 hari pertama saat menstruasi (Reeder., 2013).

b. Terapi Non-Farmakologi

Ini biasanya digunakan sebagai terapi alternatif yang bisa dilakukan sebagai upaya dalam menangani dismenore tanpa harus menggunakan obat-obatan kimia. Tujuannya untuk meminimalkan efek dari zat kimia dalam obat. Ada beberapa upaya dalam mengobati dismenore secara non farmakologi, yaitu :

(1). Terapi hangat dan dingin

Ini merupakan dua terapi yang berbeda. Masukkan air hangat ataupun es batu kedalam wadah lalu kompresikan pada bagian yang terasa nyeri. Ini bisa dilakukan karena terapi es dapat menurunkan kadar prostaglandin dan dapat meminimalkan rasa nyeri.

Sedangkan air hangat bisa meningkatkan aliran darah ke suatu daerah dan memungkinkan untuk menurunkan rasa nyeri dengan mempercepat penyembuhan.

(2). Pengobatan Herbal

Karena biasanya yang murah serta bisa dilakukan dengan mudah dan bahan-bahan yang didapatkan juga sangat mudah maka ini

(25)

menjadi pengobatan yang diminati banyak masyarakat. Banyak tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai obat herbal yang dapat meredakan rasa nyeri antara lain kayu manis yang dibuat sebagai minuman karena mengandung asam sinemik yang berfungsi sebagai pereda nyeri serta kedelai yang bisa diolah sebagai makanan ataupun minuman karena kedelai berfungsi sebagai penyeimbang hormon pada tubuh serta dapat menggunakan tumbuh-tumbuhan lainnya (Anurogo & Wulandari., 2011).

(3). Relaksasi

Menurut (Anurogo & Wulandari., 2011) Relaksasi menjadi cara yang banyak dipilih sebagai salah satu alternatif dalam mengobati rasa nyeri pada dismenore. Relaksasi cukup mudah untuk dilakukan kapan saja dan dimana saja. Relaksasi bisa dilakukan dengan cara meditasi, yoga, hypnotherapy, dan mendengarkan musik. Relaksasi juga dapat dilakukan untuk mengontrol sistem saraf.

(4). Edukasi

Menjelaskan edukasi berguna sebagai upaya untuk menambah wawasan bagi penderita dismenore. penambahan wawasan untuk penderita dismenore (Judha., 2012) mengatakan bahwa pemberian edukasi tentang dismenore, antara lain pengetahuan faktor penyebab bertambahnya rasa nyeri serta cara mengurangi rasa nyeri. Dapat juga dilakukan dengan berdiskusi mengenai pola makan, makanan yang sehat, olahraga yang sesuai serta istirahat yang cukup.

2.2 TIDUR

2.2.1 Definisi Tidur

Pada kehidupan yang terjadi pada manusia tidur merupakan suatu perilaku yang mempengaruhi dalam kehidupan bahkan sepertiga kehidupan pada manusia memerlukan tidur. Proses yang dibutuhkan oleh otak agar berfungsi dan berjalan

(26)

12

dengan baik adalah tidur. Tidur memiliki beberapa perbedaan secara kualitatif dan kuantitatif. Dan semua jenis tidur mempunyai ciri-ciri yang berbeda, fungsi yang berbeda serta mekanisme yang berbeda (Sadock et al., 2017).

Tidur termasuk dalam keadaan fisiologis. Ditandai dengan pola aktivitas saraf yang tertentu, kesadaran yang menurun pada lingkungan sekitar, kurang peka pada rangsangan dan posisi tubuh yang memiliki ciri khas. Pada siklus atau tahapan tidur dan juga bangun dapat ditentukan oleh beberapa karakter gelombang yang dicatat pada electroencephalogram, lalu pada pergerakan bola mata juga diukur pada elektrookulogram, dan juga aktivitas pada otot dicatat dengan elektromiografi (Benca & Teodorescu., 2019).

Tidur bisa juga disebut pada keadaan seseorang yang berada pada kondisi bawah sadar, namun masih bisa dibangunkan dengan suatu rangsangan sensorik dan rangsangan. Pada definisi ini tidur berbeda dengan koma,yang dimana kondisi bawah sadar juga namun tidak bisa dibangunkkan dengan suatu rangsangan (Guyton & Hall., 2012).

2.2.2 Fisiologi Tidur

Seperti yang diketahui tidur merupakan salah satu aktivitas kehidupan yang sangat penting akan tetapi fungsi biologis pada tidur hingga sekarang masih menjadi misteri. Ada beberapa penyebab seseorang mengalami kurang tidur antara lain karena gaya hidup seperti obat-obatan, gangguan tidur, insomnia, apnea, gangguan psikologis, kecemasan, dan penyakit neurologis (Reza et al., 2019).

Tidur diartikan sebagai kondisi tubuh tak sadar namun masih bisa disadarkan atau dibangunkan dengan cara memberikan rangsangan sensorik atau dengan rangsangan yang lainnya. Ada 2 efek fisiologis utama bagi tubuh individu yang dapat dihasilkan oleh tidur. Yang pertama yaitu efek yang diberikan untuk sistem saraf dan yang kedua dapat memberikan efek untuk sistem fungsional tubuh yang lain. Efek untuk sistem saraf dampaknya jauh lebih berarti, hal itu dikarenakan sistem saraf menjadi peranan dominan di dalam seluruh sistem pada tubuh individu. Tidur dapat memulihkan tenaga yang telah dikeluarkan oleh

(27)

individu selama beraktivitas dan hal ini bisa menjadikan individu kembali ke keadaan homeostasis, walau dengan cara apapun individu itu untuk tidur (Guyton

& Hall., 2014).

Pusat tidur terletak pada hipotalamus sehingga sistem saraf pusat mengatur siklus tidur. Tidur akan mensekresikan hipoerektin (oreksin) dan bisa menjadi pengaruh individu dapat terjaga dan mengalami tidur fase REM (Rapid Eye Movement). Terdapat dua mekanisme serebral yang mengatur tidur yaitu Retikular Aktivitas Sistem (RAS) dan juga Bulbar Synchronizing Region (BSR).

RAS atau Retikular Aktivitas Sistem terletak di daerah atas pada batang otak dan sel-sel tubuh merupakan komponen pada RAS yang bisa mempertahankan keadaan tubuh terhadap suatu kewaspadaan. Suatu stimulasi akan diterima oleh RAS melalui sensori, audiori, nyeri, visual, sentuhan, pikiran dan emosi. Siklus bangun dan tidur merupakan suatu proses dari RAS dimana terjadinya pengeluaran hormon katekolamin seperti norepinefrin. Ketika suatu individu menutup mata dan dalam kondisi rileks hal itu akan menimbulkan stimulasi ke RAS yang akan membuat individu itu tertidur,dan ini bisa terjadi dengan didukung oleh ruangan yang gelap dan dalam keadaan yang tenang (Potter &

Perry., 2010).

Tidur merupakan hasil produksi dari pengeluaran serotonin dalam tubuh pada sistem tidur raphe di pons dan otak depan bagian tengah. Pada bagian ini juga disebut dengan bulbar synchronizing region (BSR). Pada saat suatu individu mencoba untuk tertidur, kedua mata mereka akan ditutup dan mereka mencoba dalam keadaan rileks. Hal ini akan menyebabkan penurunan stimulus ke RAS.

Pada ruangan gelap dan tenang aktivasi pada RAS kemudian akan mengalami penurunan. Pada saat keadaan inilah BSR akan mengambil fungsi yang selanjutnya akan menyebabkan tidur (Mubarak et al., 2015).

Tidur dikategorikan dalam dua hal yaitu kuantitas tidur dan juga kualitas tidur. Dalam hal ini kuantitas tidur berbeda dengan kualitas tidur. Durasi tidur termasuk ke dalam kuantitas tidur, sedangkan kualitas tidur mencakup tahapan NREM ( Non Rapid Eye Movement) dan REM (Rapid Eye Movement) (Kozier et al., 2010).

(28)

14

2.2.3. Tahapan atau Siklus Tidur

Manusia memiliki tahapan tidur yang dimana tahapan tidur ini dibagi dalam dua tahapan Yaitu Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Movement (NREM). Dimana tahapan pertama yang biasa dikenal tahapan tidur ringan atau NREM. Tahapan NREM bisa disebut juga dengan tahap yang tidak mengalami mimpi, tapi tahapan ini pada dasarnya sering terjadi mimpi bahkan yang terjadi pada mimpi dalam tahapan ini yaitu mimpi buruk, dan ditahap ini seseorang biasanya tidak dapat mengingat kembali mimpinya. Dan didalam NREM dibagi dalam 4 tahapan kemudian bertambah dalam lagi pada tahap REM (Potter &

Perry., 2010).

Pada Tahap I tidur bisa diartikan sebagai transisi manusia atau seseorang sebagai tidur dangkal dan biasanya mudah sekali untuk terbangun oleh suara atau gangguan lain, dan biasanya selama tahap satu berlangsung, mata bergerak perlahan dan segala aktivitas otot melamba (Patlak., 2011).

Pada Tahap II tidur diartikan sebagai tidur ringan,segala aktivitas yang bergerak dan melambat seperti pergerakan bola mata, pergerakan jantung, nafas dan biasanya suhu dalam tubuh juga turun, dan tahapan ini biasanya berlangsung selama 10-15 menit. Juga pada tidur tahap 3 dan 4 dapat dikelompokkan dalam tahapan ini yaitu perlambatan pada fisiologis dan penurunan system metabolic dalam tubuh (Potter & Perry., 2010).

Pada Tahap III biasanya individu atau seseorang sulit untuk dibangunkan pada tahap ini karena jika seseorang individu terbangun maka sulit bagi individu tersebut menyesuaikan diri dan kerap kali merasa bingung selama beberapa menit.

Dan biasanya gelombang otak lebih teratur dan adanya penambahan gelombang delta yang lambat (Smith & Segal., 2010).

Pada Tahap IV biasanya tahap ini disebut tahap tidur delta dimana pada saat tidur gelombang otak mengalami perlambatan,dan di tahap ini penurunan frekuensi detak jantung dan napas mencapai 20-30 % sehingga dalam kondisi ini seseorang dapat dikatakan mengalami kondisi yang sangat tenang dan biasanya sulit untuk dibangunkan, dan pada tahap ini biasanya seseorang mengalami proses mimpi dan mata berputar (Potter & Perry., 2010).

(29)

Ketika tahapan REM, ini berhubungan dengan mimpi yang terasa nyata dan gerakan aktif dari otot penggerak mata. Namun tonus otot lainnya menurun drastis dan frekuensi denyut jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur. Tahap REM terjadi sekitar 5 hingga 30 menit dan mencakup 25 persen dari waktu tidur orang dewasa. Saat tubuh dalam keadaan mengantuk, maka fase ini akan lebih singkat atau tidak terjadi sama sekali. Sebaliknya, saat dalam keadaan istirahat yang cukup, maka fase ini akan lebih lama (Guyton & Hall, 2016). Dimana tahapan REM biasanya ditandai dengan peningkatan aktivitas pada otak dan metabolisme seperti peningkatan jantung, pernapasan sekresi gastrointestinal sebanyak 20% dan biasanya dalam jangka waktu 5-30 dan tahapan REM ini membuat individu terbangun secara tiba-tiba (Potter & Perry., 2010).

Pada siklus tidur yang normal biasanya ditandai dengan rasa kantuk yang memiliki tahapan dan biasanya dalam jangka waktu 10-30 menit. Beda dengan seseorang yang biasanya memiliki masalah tidur,seseorang akan tertidur dengan menghabiskan waktu satu jam atau lebih untuk memulai tertidur. Pada tahap nya seseorang akan melalui 4 sampai 6 tahapan siklus tidur yaitu dari fase NREM 1, NREM 2, NREM 3, NREM 4, kembali ke fase NREM 3, ke NREM 2 dan berakhir pada fase REM. Seseorang yang memiliki siklus tidur normal akan melewati siklus NREM hingga REM dengan jangka waktu 90 menit dan akan melewati 4-6 siklus tidur tergantung dari total waktu tidur (Potter & Perry, 2010). Dalam tidur secara rata tidur paradoks biasanya menempati 20% dari waktu tidur pada masa remaja dan sebagian besarnya pada saat masa dewasa. Dan biasanya bayi menghabiskan waktu tidurnya pada tidur paradoks ini. Sebaliknya dalam tidur paradoks dan tidur gelombang lambat stadium 4 berkurang pada usia lanjut (Sherwood., 2011).

2.3 KUALITAS TIDUR 2.3.1 Definisi Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu kemampuan seseorang dalam menjaga dan mempertahankan keadaan tidur yang sesuai tahap tidur yaitu REM dan NREM yang normal (Khasanah & Hidayati., 2012). Kuantitas tidur yaitu tidur yang

(30)

16

cukup ditentukan oleh factor jam tidur dan kualitas tidur seseorang yaitu kepulasan dalam tidur. Seseorang yang mempunyai gangguan tidur atau waktu tidur yang tidak cukup baik pada tidur NREM dan REM akan memiliki gangguan pada proses pembelajaran dan memori dan gangguan dalam pertumbuhan dan perbaikan sel (Patlak., 2011).

Dikutip dari definisi sederhana menurut kamus Webster tentang kualitas adalah “bagaimana baik atau buruk sesuatu”. Dengan demikian, dalam pengindeksan kualitas tidur sering sekali melibatkan penilaian diri sendiri.

Biasanya indeks tersebut mencerminkan kepuasan seseorang dengan tidurnya (Ohayon et al., 2017). Tidur seseorang dikatakan berkualitas baik apabila dalam tidur tidak adanya tanda kekurangan tidur dan tidak memiliki masalah tidur. Bagi mahasiswa, kurang tidur biasanya menyebabkan banyak sekali efek yang diantaranya konsentrasi berkurang, flu dan batuk (Stenzel., 2015).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Ada beberapa faktor yang menjadi pengaruh dalam kualitas tidur suatu individu yakni jenis kelamin, aktivitas, kondisi kesehatan, obat-obatan, kondisi psikologis, dan lingkungan. (Dobing et al., 2016).

a. Kondisi kesehatan

Setiap individu memiliki kondisi kesehatan yang berbeda. Kondisi kesehatan juga meliputi suatu penyakit yang ada pada suatu individu.

Ketika individu mengalami suatu penyakit maka hal itu akan menyebabkan ketidaknyamanan pada individu dan akan mengakibatkan masalah tidur pada individu itu sendiri. (Alimul et al,. 2015)

b. Aktivitas fisik

Hal ini bisa menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas tidur jika aktivitas yang dilakukan pada seseorang rendah yang bisa mengganggu suatu metabolisme pada tubuh manusia menjadi buruk. Salah satu gangguan metabolisme yakni kontraksi uterus yang bisa membuat sirkulasi darah serta oksigen terganggu, sehingga mengakibatkan rasa nyeri saat

(31)

dismenore. Nyeri ini yang akan membuat kualitas tidur seseorang menjadi buruk. (Lestari et al, 2011).

c. Lingkungan

Faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi kualitas tidur yakni tingkat cahaya, suhu lingkungan, dan keadaan lingkungan. Suatu individu bisa tidur dengan tingkat cahaya yang berbeda, ada yang bisa tidur dengan cahaya lampu, dan ada juga yang bisa tidur jika dalam kondisi gelap atau lampunya dimatikan. Suhu lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas tidur,ada yang nyaman tidur dengan suhu yang dingin ada juga yang nyaman tidur pada suhu yang hangat. Seseorang juga akan tidur apabila keadaan lingkungan sekitarnya dalam kondisi tenang (Alimul et al,. 2015)

d. Obat-obatan

Ada beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Golongan hipnotik bisa mempengaruhi siklus tidur tahap III dan IV pada tidur NREM. Beta blocker bisa menjadi penyebab insomnia dan mimpi buruk. Pada golongan narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, bisa mempengaruhi tidur REM sehingga mengakibatkan rasa kantuk dan sering terbangun (Kozier., 2010).

e. Kondisi psikologis

Seseorang yang mengalami stress mempengaruhi kualitas tidur, karena saat stress dalam tubuh manusia menghasilkan hormon adrenalin, estrogen, progesteron, dan prostaglandin yang banyak. Salah satu hormon ini yakni hormon estrogen dapat menyebabkan terjadi peningkatan kontraksi uterus,sehingga menyebabkan nyeri pada dismenore (Lestari et al., 2011).

National Sleep Foundation (2013) menyebutkan bahwa peningkatan kualitas tidur dapat dikarenakan beberapa hal, yaitu:

1. Jadwal tidur bangun yang teratur

2. Suasana kamar yang gelap, tenang dan nyaman 3. Tempat tidur serta peralatan tidur yang nyaman

(32)

18

4. Makan 3 jam sebelum tidur

5. Olahraga atau aktivitas fisik yang rutin

6. Menghindari alkohol, kafein dan nikotin saat ingin tidur 2.3.3 Pengukuran Kualitas Tidur

Yang paling sering digunakan pada pengukuran kualitas tidur pada penelitian dan klinis adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Terdapat total 1512 artikel dengan tren kenaikan dari waktu ke waktu yang diunggah oleh sebuah situs untuk pencarian artikel yaitu PubMed yang mengandung “Pittsburgh Sleep Quality Index”. Pada tahun 2010 diterbitkan 141 artikel dan 2013 323 artikel dan mengalami kenaikan hingga saat ini (Mollayeva et al., 2016).

PSQI digunakan karena efektif dalam mengukur kualitas serta pola tidur pada orang dewasa. PSQI dikembangkan untuk mengukur dan membedakan individu dengan kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang buruk. Dalam PSQI mencakup semua dimensi serta komponen di dalam kualitas tidur yang kompleks (Mirghani et al., 2015).

Metode penilaian pada PSQI berbentuk kuesioner untuk mengukur suatu kualitas tidur serta gangguan tidur pada orang dewasa dalam jarak satu bulan terakhir. Ada 7 (tujuh) komponen pada kuesioner PSQI, yakni durasi tidur, latensi tidur, kualitas tidur subyektif, efisiensi tidur sehari-hari, penggunaan obat tidur, disfungsi aktivitas siang hari, serta gangguan tidur. Komponen tersebut dinilai dalam bentuk pertanyaan dan memiliki bobot penilaian masing-masing sesuai dengan standar baku (Rohmaningsih et al., 2013).

Komponen ini memiliki 7 skor penilaian. Setiap komponen memiliki nilai sekitar 0 (tidak ada masalah) hingga 3 (masalah berat). Kemudian nilai pada tiap- tiap komponen tersebut dijumlahkan menjadi skor global 0-21 dimana jika skornya >5 hal itu dianggap mempunyai gangguan tidur yang signifikan. PSQI memiliki konsistensi internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk 7 komponen tersebut (Buysse et al., 1989).

(33)

2.4 HUBUNGAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWI DENGAN DISMENORE

Dismenore dapat digambarkan sebagai gejala yang sering kambuh, atau istilah kedokterannya disebut nyeri panggul yang menggambarkan kondisi ketika seorang wanita merasakan nyeri saat menstruasi yang memiliki efek merugikan yang menyebabkan terganggunya kehidupan sehari-hari akibat rasa nyeri yang dirasakannya. Hal ini bisa terjadi selama 2 hari atau lebih lama dari lamanya masa menstruasi setiap bulannya. Nyeri haid ini dapat terjadi di usia berapapun.

(Afiyanti & Anggi., 2016). Ketidakhadiran sekolah ataupun kuliah, konsentrasi menurun, perubahan perilaku, aktivitas sehari-hari yang terganggu, hingga menyebabkan gangguan kualitas tidur merupakan dampak yang biasanya dikeluhkan oleh wanita saat mengalami dismenore (Gebyehu et al., 2017). Saat dismenore ada beberapa efek yang dirasakan seorang wanita salah satunya adalah sulit tidur. Ketika seorang wanita sulit tidur hal ini dapat memicu stress. Stress dapat mengakibatkan hormon estrogen mengalami peningkatan. Estrogen inilah yang membuat kontraksi pada uterus dan seseorang akan mengalami nyeri saat dismenore (Lestari et al., 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Nada dan Fourianalistyawati., 2017) menyatakan bahwa gangguan tidur disebabkan karena nyeri saat dismenore yang membuat kualitas tidur buruk pada remaja dengan rentang usia 16-18 tahun.

Intensitas nyeri yang dirasakan ini mulai dari intensitas ringan sebanyak 156 orang (72, 6), sedang 26 orang (12, 5%), dan 13 orang (6,2) berat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan (Kosay., 2020) pada mahasiswi fakultas keperawatan Universitas Padjadjaran mendapatkan hasil dimana 89, 2% mahasiswi memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 10,8% mahasiswi lainnya mengalami kualitas tidur yang buruk pada saat dismenore.

(34)

- Pengertian - Etiologi - Klasifikasi - Faktor

Resik o

- Patofisiologi - Tanda

dan Gejala - Tatalaksana

Faktor yang mempengaruhi :

- Kondisi kesehata n

- Aktivitas fisik - Lingkungan - Obat-obatan - Kondisi

psikologi s

Kuantitas Tidur Kualitas Tidur

Tidur Dismenore

20

2.5 KERANGKA TEORI

Berdasarkan judul penelitian di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Gambar 2.1. Kerangka Teori

(35)

2.6 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan judul di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Gambaran Kualitas Tidur Sumatera Utara dengan

Dismenore

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan studi potong lintang (cross-sectional study). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa gambaran kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juli-Oktober 2021.

Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang diteliti dan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel penelitian yang diambil merupakan subjek dari populasi yang dipilih dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Stratified Random Sampling dimana teknik pengambilan suatu sampel akan memperhatikan suatu populasi yang mempunyai karakteristik dan tingkatan yang berbeda-beda dengan tujuan pengambilan sampel akan merata pada suatu tingkatan populasi.

22

(37)

1. Kriteria inklusi:

a. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan Dismenore

b. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap

2. Kriteria eksklusi:

a. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan Dismenore yang meminum obat

b. Mahasiswi yang tidak bersedia mengisi kuesioner 3.3.3 Besar Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili dari seluruh populasi tersebut. Pada penelitian ini sampel diambil menggunakan teknik Stratified Random Sampling. Penggunaan teknik ini dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik umum dari suatu populasi lalu menentukan tingkatan dari karakteristik tersebut (Notoatmodjo., 2014). Penghitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan pada sampel yang jumlah populasinya sudah diketahui pasti. Pada penelitian ini jumlah populasi sebanyak 490 orang. Besar sampel yang diambil pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel dengan rumus Slovin :

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

e = Error Margin (5% atau 0,05) sehingga hasil perhitungan nya adalah:

n = 220,22 n = 220 orang

(38)

24

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan angka sebesar 220,20 dibulatkan menjadi 220. Perhitungan tersebut menggunakan rumus Slovin.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Mahasiswa Angkatan 2018 156 orang Mahasiswa Angkatan 2019 149 orang Mahasiswa Angkatan 2020 185 orang

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dengan membagi populasi ke dalam sub populasi/strata. Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data total mahasiswa angkatan 2018, 2019, 2020 yang kemudian akan ditentukan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing angkatan dengan rumus :

Jumlah Sampel = Jumlah Sub populasi/Jumlah Populasi x Jumlah Sampel yang diperlukan.

Berdasarkan tabel diatas, maka pengambilan sampel menurut tingkatannya adalah :

2018 = 156/490(220) = 70,04 ≈ 70 2019 = 149/490(220) = 66,89 ≈ 67 2020 = 185/490(220) = 83,06 ≈ 83 Jumlah = 220

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Sumber data yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yang akan didapatkan dari pengisian kuesioner pada 220 sampel mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terdiri dari angkatan 2018, 2019, dan 2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penyebaran kuesioner ini akan disebarkan dari bulan Juli sampai dengan bulan November.

Dalam penyebaran kuesioner, peneliti akan memanfaatkan aplikasi media sosial seperti Line, Whatsapp, dan juga Instagram. Kuesioner yang diberikan akan berupa google form yang dapat diakses melalui internet.

(39)

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan secara langsung dari sampel penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket berupa kuesioner yang dibagikan kepada responden secara online dalam bentuk Google form.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak fakultas mengenai jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang aktif berkuliah.

3.5 METODE ANALISIS

Data primer yang telah dikumpulkan melalui bentuk kuesioner selanjutnya akan diolah dan dianalisis oleh peneliti dengan bantuan komputer melalui proses editing, coding, data entry, cleaning dan saving.

1. Editing (Penyuntingan Data)

Data yang didapatkan di sampel kemudian melewati tahap editing atau penyuntingan terlebih dahulu. Pada tahap ini dilakukan pengecekan dan perbaikan dalam isi kuesioner. Hal yang diperhatikan dalam tahap ini adalah kelengkapan jawaban untuk semua pertanyaan, jawaban yang diberikan cukup jelas atau terbaca, jawaban yang relevan dengan pertanyaan yang diberikan dan jawaban yang konsisten dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

2. Coding (Pengkodean Data)

Coding atau pengkodean merupakan tahap setelah editing dimana terdapat pengubahan data yang berbentuk kalimat menjadi data angka.Tahap ini sangat berguna untuk menuju tahap berikutnya yaitu memasukan data (data entry).

(40)

26

3. Data Entry (Memasukkan Data)

Data dari masing-masing responden yang telah diubah menjadi data angka selanjutnya akan diproses dalam program atau software komputer. Terdapat banyak jenis dalam software komputer yang digunakan dan masing-masing software tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun software yang sering digunakan dalam memasukan data (data entry) adalah program SPSS for Window

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Pembersihan data atau cleaning digunakan untuk melihat kembali data-data yang telah dimasukkan. Tahap ini dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan kesalahan kode, data yang tidak lengkap dan kesalahan lainnya. Kesalahan yang ditemukan selanjutnya akan diperbaiki atau dikoreksi dan hal ini yang disebut pembersihan data atau cleaning.

5. Saving (Penyimpanan Data)

Data yang telah melewati semua tahapan di atas selanjutnya disimpan untuk dianalisis (Notoatmodjo, 2014).

Program komputer SPSS (Statistical Package for Social Sciences) digunakan untuk membantu peneliti dalam mengelola serta menganalisa data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis univariat (statistik deskriptif). Data yang diperoleh dari setiap responden akan dianalisis menggunakan program statistika dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan sesuai pustaka yang ada, lalu didapatkan kesimpulan tentang gambaran kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore.

(41)

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Parameter Alat ukur Skala Skor

Kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore

Karakteristi k tidur yang dirasakan oleh mahasiswi saat

mengalami dismenore

1.Kualitas tidur secara subyektif 2. Durasi Tidur (Lamanya Waktu Tidur) 3. Latensi Tidur 4. Efisiensi tidur

5. Gangguan- gangguan tidur 6.

Penggunaan obat-obatan hipnotik atau penginduksi tidur

7. Gangguan disfungsional harian

(Gangguan aktivitas pada siang hari)

Kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) yang telah di modifikasi

Ordinal PSQI (Pittsbu rgh Sleep Quality Index) terdiri dari 19 pertany aan dengan penilaia n jumlah skor jika skor total ≤5 maka dinyata kan kualitas tidur baik dan jika skor

(42)

28

total >5 maka dinyata kan kualitas tidur buruk.

Angkatan Tahun angkatan dari setiap responden

a. 2018 b. 2019 c. 2020

Kuesioner yang diisi sesuai dengan keadaan dari responden

Nominal

Usia Usia dari setiap responden

Kuesioner yang diisi sesuai dengan usia

responden

Nominal

(43)

Penelitian ini dilakukan di Faukltas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Kota Medan. Penelitian ini dilakukan pada beberapa mahasisiwi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan diacak menggunakan metode Stratified Random Sampling berdasarkan angkatan, yaitu sejumlah 220 orang dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk penelitian cross sectional study jenis survei.

Data diperoleh dari pengisian kuesioner google form yang telah disebarkan melalui media sosial line. Jumlah data primer yang didapat berasal dari 249 mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan didapatkan total sampel sebanyak 220 orang yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.

4.2 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dibawah ini merupakan hasil distribusi frekuensi karakteristik pasien menurut karakteristik sampel. Karakteristik demografi sampel penelitian ini adalah usia, dan angkatan. Untuk rincian karakteristik demografi sampel dapat dilihat di tabel 4.2.1

4.2.1 Distribusi Karakteristik Demografi Sampel

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakter Subjek Penelitian

Variabel Frekuensi Presentase

Usia

17 Tahun 2 0,9%

18 Tahun 18 8,2%

19 Tahun 71 32,3%

20 Tahun 62 28,2%

21 Tahun 58 26,3%

22 Tahun 9 4,1%

Total 220 100%

Angkatan

2018 70 31,8%

2019 67 30,5%

2020 83 37,7%

Total 220 100%

Berdasarkan tabel 4.1., sampel terbanyak pada penelitian ini jika dilihat dari usia adalah mahasiswi berumur 20 tahun (28,2%), dan usia paling rendah

29

(44)

30

yang mengikuti penelitian ini adalah mahasiswi yang berumur 17 tahun (0,9%).

Untuk distribusi frekuensi berdasarkan tahun angkatan sudah ditetapkan dari awal menggunakan rumus, yaitu angkatan 2018 berjumlah 70 orang (31,8%), lalu angkatan 2019 berjumlah 67 orang (30,5%), selanjutnya angkatan 2020 berjumlah 83 orang (37,7%).

Gambaran kualitas tidur pada mahasiswi yang dismenore dibagi menjadi dua kategori, yaitu baik (skor nilai ≤5) dan buruk (skor nilai>5). Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah PSQI (Pittsburgh Sleep Questionnare Index) yang telah dimodifikasi dengan 19 pertanyaan pilihan ganda yang dibagi kedalam 7 kategori. Sampel yang memiliki kualitas tidur yang baik yaitu dengan total skor <5, dan jika memiliki tingkat kualitas yang buruk dengan total skor >5.

4.2.2 Distribusi Frekuensi Total Gambaran Kualitas Tidur Pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Total Gambaran Kualitas Tidur Pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Variabel Frekuensi Presentase

Kualitas Tidur Baik 80 36,4%

Kualitas Tidur Buruk 140 63,6%

Total 220 100

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat dari 220 responden yang merupakan mahasiswi FK USU angkatan 2018, 2019, dan 2020 yang mengalami dismenore memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 140 orang (63,6%) dan kualitas tidur yang baik sebanyak 80 orang (36,4%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ritonga (2020) yang melakukan penelitian tentang kualitas tidur pada mahasiswi yang mengalami dismenore di fakultas keperawatan universitas sumatera utara yang mendapatkan hasil 68 responden (80,0%) memiliki kualitas tidur yang buruk, sedangan 17 responden (20,0%) lainnya mengalami kualitas tidur yang baik. Penelitian ini sejalan juga dengan penilitian yang dilakukan oleh Hamzekhani (2019) yang dilakukan di fakultas kedokteran Universitas Shahroud, Iran. Dimana didapatkan hasil 248 responden (82,7%)

(45)

mengalami kualitas tidur yang buruk saat mereka mengalami rasa nyeri saat menstruasi. Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Kosay (2020) yang melakukan penelitian gambaran kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di fakultas keperawatan Universitas Padjadjaran dengan hasil 89, 2% mahasiswi memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 10,8% mahasiswi lainnya mengalami kualitas tidur yang buruk pada saat dismenore.

Seseorang dapat mengalami gangguan kualitas tidur disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu kondisi kesehatan. Jika suatu individu memiliki suatu penyakit maka itu akan menjadi penyebab individu memiki ketidaknyamanan pada individu dan akan mengakibatkan masalah tidur pada individu itu sendiri. (Alimul et al,. 2015). Seorang mahasiswi akan mendapatkan dampak negatif jika mereka memiliki kualitas tidur yang buruk. Namun jika kualitas tidur mereka baik, hal itu akan mendatangkan berbagai dampak yang positif dan akan meningkatkan status kesehatan mereka sendiri. Kualitas tidur yang baik dari suatu individu akan membuat mereka terhindar dari berbagai macam penyakit dan juga kapasitas daya ingat akan meningkat jika kualitas tidur dari suatu individu tergolong kualitas tidur yang baik, hal itu juga akan mendukung selama menuntut ilmu di perguruan tinggi (Yohana, 2014). Jika seseorang memiliki kualitas tidur yang rendah, hal itu akan menyebabkan ketidakstabilan emosi, apatis, tidak percaya diri, daya ingat berkurang, merasa tidak enak badan dan dapat menurunkan status kesehatannya (Hastuti, 2016).

Untuk dapat menjalankan hidup secara optimal, setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya ialah istirahat dan juga tidur yang cukup (Triandayani, 2015)

(46)

32

4.2.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur Berdasarkan Usia

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kualitas Tidur Berdasarkan Usia

USIA TOTAL GAMBARAN TOTAL

BAIK BURUK

F % F % F %

17 0 0,0% 2 0,9% 2 0,9%

18 8 3,6% 10 4,5% 18 8,2%

19 32 14,5% 39 17,7% 71 32,3%

20 19 8,6% 43 19,5% 62 28,2%

21 20 9,1% 38 17,4% 58 26,3%

22 1 0,6% 8 3,6% 9 4,1%

TOTAL 80 36,4% 140 63,6% 220 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat dari 220 responden yang merupakan mahasiswi FK USU angkatan 2018, 2019, dan 2020 ditemukan kualitas tidur menurut usia sebanyak 43 responden (19,5%) mahasiswi yang berusia 20 tahun memiliki kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fenny & Supriatmo, 2015) yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dimana penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang berusia 17-25 tahun dan didapatkan kualitas tidur buruk sebanyak 185 orang (61,7%). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudhanti (2014) yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dimana didapatkan hasil 60 orang (68%) mahasiswi yang berusia 20-22 tahun memiliki kualitas tidur yang buruk saat mereka mengalami dismenore primer.

Setiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda-beda, hal ini bisa terjadi tergantung usia dari setiap individu itu sendiri. Agar dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, setiap individu harus memenuhi kebutuhan tidurnya.

Pola tidur yang buruk dapat berakibat kepada gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi penurunan aktifitas sehari-hari, rasa lelah, lemah, penurunan daya tahan tubuh dan ketidakstabilan tanda-tanda vital (Potter & Perry , 2010). Pada usia dewasa muda atau memasuki usia 20 tahun irama sirkadian tubuh akan berubah-ubah, dan tubuh akan menyesuaikan jam tidur dengan aktifitas yang dilakukan setiap hari, pola tidur yang berubah-ubah

(47)

disebabkan oleh kesibukan dan tuntutan pekerjaan serta kondisi kesehatan mereka.

Seorang remaja yang memasuki usia 20 tahun, biasanya akan sulit untuk memulai tidurnya dengan cepat. Hal itu dikarenakan usia remaja sampai dewasa muda mempunyai jam biologis yang sangat khas. Ketika Jam 10 malam, otak justru dalam keadaan segar dan penuh kreativitas. Hal ini menjadi waktu yang tepat bagi usia remaja hingga dewasa muda untuk mereka bekarya dan belajar. Karena sebenarnya dewasa muda akan mengantuk setelah lewat tengah malam (Prasadja, 2009).

4.2.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kejadian Dismenore Berdasarkan Usia

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kejadian Dismenore Berdasarkan Usia

Variabel Tingkat Dismenore

Usia Frekuensi Presentase

17 Tahun 2 0,9%

18 Tahun 18 8,2%

19 Tahun 71 32,3%

20 Tahun 62 28,2%

21 Tahun 58 26,3%

22 Tahun 9 4,1%

Total 220 100%

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat dari 220 responden yang merupakan mahasiswi FK USU angkatan 2018, 2019, dan 2020 yang mengalami dismenore berdasarkan usia terdapat sebanyak 71 mahasiswi (32,3%) responden yang berusia 19 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2016) yang dilakukan di Stikes Madani Yogyakarta didapatkan kejadian dismenore pada mahasiswi yang berusia rentang dari 18-20 tahun dengan presentase sebanyak 14 orang (70%) dari 20 reponden. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsamara et al (2020) yang dilakukan di fakultas kedokteran Universitas Tanjung Pura yang mendapatkan hasil bahwa kejadian dismenore terjadi pada mahasiswi yang berusia 18-22 tahun dengan presentase mahasiswi yang berusia 20 tahun sebanyak 30 orang (62,5%).

Dismenore adalah nyeri selama atau sesaat sebelum menstruasi. Banyak remaja mengalami dismenore pada tiga tahun pertama setelah menarche. Wanita

(48)

34

dewasa muda usia 17-24 tahun adalah yang paling sering melaporkan menstruasi yang terasa nyeri (Lowdermilk et al, 2013). Menurut (Okoro, 2013) puncak rentang disminore usia 15-25 tahun,dan akan menurun setelah melewati usia tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanti (2012) bahwa usia terbanyak yang mengalami dismenore pada rentang 13-15 tahun atau terjadi pada 2 sampai 3 tahun setelah usia menarche, karena belum sempurnanya sekresi hormonal.

Semakin tua umur seseorang, semakin sering orang tersebut mengalami menstruasi dan semakin lebar leher rahim maka sekresi hormon prostaglandin akan semakin berkurang. Selain itu, dismenorea primer nantinya akan hilang dengan makin menurunnya fungsi saraf rahim akibat penuaan. Kejadian dismenorea pada remaja putri dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti usia menarche, IMT yang rendah, lama menstruasi, siklus menstruasi yang tidak teratur, riwayat keluarga yang mengalami dismenorea, kurangnya aktivitas fisik dan stress (Calis, 2011).

(49)

Setelah dilakukan penelitian kepada 220 responden dengan judul

“Gambaran Kualitas Tidur Pada Mahasiswi dengan Dismenore di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara” dan berdasarkan hasil dan analisis data yang diperoleh dari penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Kualitas tidur pada mahasiswi dengan dismenore di fakultas kedokteran universitas sumatera utara adalah kualitas tidur buruk dengan frekuensi sebanyak 140 mahasiswi (63,4%) dari 220 responden yang diambil dari 3 angkatan yaitu angkatan 2018, 2019, dan 2020.

2. Berdasarkan usia, mahasiswi yang berusia 20 tahun sebanyak 43 reponden (19,5%) memiliki kualitas tidur yang buruk dari total 220 responden 3. Tingkat kejadian dismenore berdasarkan usia yang paling banyak dialami

pada mahasiswi terjadi pada mahasiswi yang berusia 19 tahun sebanyak 71 responden (32,3%) dari total 220 responden yang berusia diantara 17-22 tahun yang terbagi didalam 3 angkatan yaitu 2018, 2019, dan 2020.

35

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap analisis perubahan penggunaan lahan yang di analisis adalah probabilitas markov dengan menggunakan peta penggunaan lahan kawasan Mamminasata tahun 2004

Perhitungan persentase error dan persentase akurasi dari sistem sensor pergeseran mikro untuk sampel Nano Filler

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman berdasarkan taksonomi barret, pada aspek pemahaman harfiah, reorganisasi, dan inferensial..

Hasil akhir yang diperoleh adalah sebuah Sistem Sinkronisasi Data Berbasis Teks yang secara umum dapat berjalan dengan baik sehingga tidak menutup kemungkinan

Keuchik juga sempat berbicara secara langsung dengan pengedar orang asli Sumbok Rayek namun telah lama tidak tinggal di desa tersebut pada saat pulang menjenguk keluarganya

Siswa kemudian menuliskan kegiatan yang dilakukannya tersebut (berolah raga, ke rumah nenek, berkebun, pergi ke kota, dsb). Guru mengingatkan siswa untuk menulis dengan

140 menit.. nenek, berkebun, pergi ke kota, dsb). Guru mengingatkan siswa untuk menulis dengan mencantumkan apa yang dilakukan; siapa yang terlibat, kapan dilakukan,

Seleksi calon Peserta Didik Baru kelas X SMA, SMAKH dilakukan berdasarkan Nilai Ujian Nasional SMP/SMPKH/MTs pada jumlah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia,