• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi Monosit Kemotatik Protein-1 (MCP-1) pada Endometriosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekspresi Monosit Kemotatik Protein-1 (MCP-1) pada Endometriosis"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 (MCP-1)

PADA ENDOMETRIOSIS

TESIS

OLEH

EDY RIZALDY

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

Dr. dr. Henry Salim Siregar,SpOG. K

dr.Ichwanul Adenin, M.Ked (OG),SpOG. K

PENYANGGAH :

dr.Aswar Aboet, M.Ked (OG), SpOG.K

dr.Muldjadi Affandi, M. Ked (OG),SpOG. K

dr.Muara P. Lubis, M.Ked (OG),SpOG

Diajukanuntukmelengkapitugas

(3)

LEMBARAN PENGESAHAN

Penelitian ini telah disetujui oleh TIM

5 :

PEMBIMBING :

Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG. K ………..

Pembimbing I Tgl .

dr. Ichwanul Adenin, M. Ked ( OG ), SpOG. K ……….

Pembimbing II Tgl .

PENYANGGAH :

dr. Aswar Aboet, M. Ked ( OG ), SpOG. K ………..

Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi Tgl .

dr. Muldjadi Affendi, M. Ked ( OG ), SpOG. K ………..

Divisi Obstetri Ginekologi Sosial Tgl .

dr. Muara P. Lubis, M. Ked ( OG ), SpOG ……….

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alaamiin, Ya Allah, Berkat Rahmat dan

Karunia-MU, Kemurahan, Kemudahan serta Nikmat yang diberikan,

penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini

memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian

besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul :

“EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN- 1 ( MCP– 1 ) PADA ENDOMETRIOSIS”

Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,

DTM&H, MSc (CTM), SpA. K dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD

(KGEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas

(5)

2. Prof.dr.Delfi Lutan, MSc, SpOG. Kdan Dr.dr. M. Fidel Ganis Siregar,

M.Ked(OG), SpOG. K, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen

Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan.

3. Dr.dr.Henry Salim Siregar, SpOG. K, dan dr. M. Rhiza Z. Tala,

M.Ked(OG), SpOG. K selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

FKUSU Medan.

4. Kepada Prof.dr.M. Jusuf Hanafiah, SpOG. K, Prof. dr. Djafar Siddik,

Sp. OG. K, Prof.dr.Hamonangan Hutapea, SpOG. K,

Prof.Dr.dr.H.M.Thamrin Tanjung, SpOG. K, Prof.dr.R.Haryono

Roeshadi, SpOG. K, Prof.dr.T.M.Hanafiah, SpOG. K, Prof.dr.Budi

R.Hadibroto, SpOG. K, Prof.dr.Daulat H.Sibuea,SpOG. K,

Prof.dr.M.Fauzie Sahil, SpOG. K, dr. Deri Edianto, M. Ked (OG),

SpOG. K, dandr. M. Rusda, M. Ked (OG), SpOG. Kyang secara

bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan

Ginekologi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan budi

guru-guru saya tersebut.

5. Kepada dr.Herbert Sihite, M.Ked(OG),Sp.OG selaku Bapak angkat

saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak

mengayomi, membimbing,membantu serta memberikan nasehat yang

bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan. Terima Kasih,

mohon maaf jika dalam masa pendidikan saya banyak berbuat salah,

(6)

6. Dr.dr.Henry Salim Siregar , SpOG. K dan dr.Ichwanul Adenin, M. Ked

(OG), SpOG. K, selaku pembimbing tesis saya, serta dr.Aswar

Aboet,M. Ked(OG), SpOG. K, dr. Muldjadi Affandi, M. Ked (OG)

SpOG. K, dan dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG), SpOG, selaku

penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala

koreksi, kritik yang membangun, segala bantuan, bimbingan, juga

waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran,

dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga

dapat terselesaikan dengan baik.

7. Kepada Divisi Ginekologi FK USU yang telah memberikan izin kepada

saya untuk melakukan penelitian ini.

8. Kepada dr David Luther, M. Ked (OG), SpOG selaku pembimbing

Referat Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi saya yang

berjudul “Stres Inkontinensia Urine Paska Persalinan“, kepada dr.

Hayu Lestari Haryono, M.Ked (OG),SpOGselaku pembimbing Referat

Fetomaternal saya yang berjudul : “Kelainan Ginjal pada Janin”, kepada Dr. dr.Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG. K selaku

pembimbing Referat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya

yang berjudul “Penggunaan Hormon GnRH Analog sebagai Induksi Ovulasi”,dan kepada dr.Roy Yustin Simanjuntak, SpOG. K selaku pembimbing Referat Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul

“Terapi Hormonal pada Kanker Endometrium”.

9. Para guru yang sayahormati, dr. MakmurSitepu, M.Ked (OG), SpOG.K

(7)

(Kasubdiv FER), Prof. Dr. M. FauziSahil, SpOG.K (Kasubdiv Onkologi)

, sertaSeluruh Staf PengajarDepartemenObstetri dan

GinekologiFakultasKedokteranUniversitasSumatera Utara yang

tidakdapatsayasebutkansatupersatu, yang

secaralangsungtelahbanyakmembimbing dan

mendidiksayasejakawalhinggaakhirpendidikan.SemogaAllah Yang

MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut.

10. Direktur RSUP. H.Adam Malik Medanbesertaseluruhstafmedis,

paramedismaupun non medis-paramedis yang

telahmemberikankesempatan,

saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik

andanselamasayabertugas di rumahsakittersebut.

11. Direktur RSUD. dr.Pirngadi Medan, dr. H. Edwin Effendi,

MScdanWakilDirekturPelayananMedik RSUD. dr. Pirngadi Medan dr.

RushakimLubis, M. Ked (OG), SpOG, Kepala SMF Kebidanan dan

PenyakitKandungan dr. SyamsulArifinNasution, M.Ked(OG), SpOG.

K, Koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi dr. Sanusi Piliang,

SpOG, Ketua Komite Medik RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Jenius L.

Tobing, M. Ked (OG), SpOGsertaseluruhstafpengajar di SMF Obgyn

RSUD dr. Pirngadi Medan .Semoga Allah Yang

MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut

.Seluruhstafmedis, paramedismaupun non medis yang

(8)

saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik

an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut.

12. Direktur RS Haji Mina Medan dankepala SMF Kebidanan dan

PenyakitKandungan dr.H.MuslichPerangin-angin, SpOG,

besertaseluruhstaf yang telahmemberikesempatan dan

saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas di

rumahsakittersebut.

13. Direktur RS TembakauDeli dan kepala SMF Kebidanan dan

PenyakitKandungan dr.H.SofianAbduIlah, SpOG dan dr.H.Nazaruddin

Jaffar, SpOG.K beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan

dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di rumah

sakit tersebut.

14. Direktur RSU Sundari dan Kepala SMF Kebidanan dan

PenyakitKandungan, dr.H.M.Haidir, MHA, SpOG, dr. Ali Akbar, M. Ked

(OG), SpOG dan ibuSundari, Am.Kebbesertaseluruhstaf yang

telahmemberikesempatan dan

saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas di

rumahsakittersebut.

15. Kepala RUMKIT DAMII Bukit BarisandanKepala SMF Kebidanan dan

PenyakitKandungan, dr.M. Rizky Pratama Yudha Lubis, M. Ked(OG),

SpOG, dan dr YazimYaqub, SpOGsertaseluruhstafmedis,

paramedismaupun non medis-paramedis yang

(9)

saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik

an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut.

16. Direktur RSUD NaganRaya dan para stafmedismaupun non medis

.Terimakasihatassegalakesempatan, bantuan,

kerjasamadanbimbingan yang telahdiberikanselamasayabertugas di

KabupatenNaganRaya - Propinsi Aceh.

17. Kepada dr.Putri C. Eyanoer,MPH, dan dr. Surya Darma, MPH yang

telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam

penyelesaian uji statistik tesis ini.

18. Terima Kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA Ketua Departemen

Patologi Anatomi FK USU, dr. Jessy Christela, M. Ked (PA), SpPA

beserta staf Departemen Patologi Anatomi FK USU yang telah

memberikan izin dan telah membantu saya dalam melakukan

pemeriksaan imunohistokimia untuk menyelesaikan penelitian ini.

19. Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, untuk

kesempatan tugas belajar yang diberikan kepada saya.

20. Kepada semua senior-senior saya dan

kepadateman-temanseangkatansayasertarekan-rekan PPDS,sayaberterima kasih

atas segala bimbingan dan dukungan selama ini.

21. Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan

kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan

semangat

danberkomitmendenganpenuhloyalitasdalambertugasselama

(10)

22. Kepada seluruhstafpegawainegeridanpegawaihonorerdan seluruh

petugas yang bekerja di Lingkungan Departemen Obstetri dan

Ginekologi RSP.H.Adam Malik dan RSUD.dr.Pirngadi Medan, terima

kasih atas bantuannya selama ini.

23. Rekandoktermuda, stafmedis, paramedismaupun non

medispadaseluruhinstansiditempatsayapernahmengikutipendidikanma

upunbertugas. Terimakasihatassegalakerjasama, bantuan, bimbingan,

sertakebaikan yang diberikanselama masa pendidikan yang

sayajalani.

Sembahsujud, hormat dan terimakasih yang

tidakterhinggasayasampaikankepadakeduaOrang Tua saya yang

tersayang dan terkasihH. M. Ramli, SEdan ibundaHj. Salbiah,

SST.Tiadakata yang dapatmelukiskanucapan

terimakasihtersebutkepadakeduaorangtuasaya, melainkan rasa syukur

yang tiadaterhinggakepadaAllah

SWTkarenatelahmenitipkansayakepadaorangtua yang

telahmembesarkan, membimbing, mendoakan, mendidik, dan

mendukungsayadenganpenuhkeikhlasan dan kasihsayang,

semenjaklahirhinggasaat ini. HanyaAllah SWT yang

dapatmembalaskebaikan yang telahmerekaberikanselama ini,

dansemogasayadapatmenjadihiasanduniamaupunakhiratbagimerekaberd

ua.Hormatsaya dan terimakasih yang

(11)

Nasutiondan Hj. Nuraini Harahap yang telahmendoakan,

membimbing,memberipengertian, motivasi, dan

semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikanini.

Hormatsaya dan terimakasih yang

tidakterhinggakepadakeduaorangtuaangkatsayaAlmdr.ErdjanAlbar,SpO G.KdanIbuDewiErdjanAlbar yang telahmendoakan, membimbing, memberimotivasi dan semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikan

ini.

Kepadaistrikutercintadr. Listanti Nisa Nasution, M. Ked (clin-path), SpPKsayaucapkanterimakasihtak terhingga, yang telahmendampingisayadenganpenuhpengertian,perhatian,

kesetiaan,mendukungsayadenganpenuhkesabarandankasihsayang.

Kepada abang : Zainal Arifin, BBA, H.M. Ansyari, SST, M. Kes,

danadikdr. Nurhandayani, M. Kes, M. Ked (Ped), SpA terima kasih atas dukungannya selama menjalani pendidikan.

Kepadaseluruhpihak yang

sayasebutkanmaupuntidaktersebutsebelumnya,

sayamemohonmaafatassegalakekhilafan yang sayalakukanselama ini,

baik yang disadarimaupuntidak.

Semogakitasemuaselalumenjadiorang-orang yang rendahhati, ikhlas, bersyukur, sertaselaludalamampunan,

kemudahan, dankasihsayang dari Allah SWT.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

BAB II TinjauanPustaka 6

2.1 Endometriosis

MonositKemotaktik Protein – 1

Peranan MCP – 1 pada endometriosis

(14)

2.8 KerangkaKonsep 35

3.6 IdentifikasiVariabel 38

(15)
(16)

Daftar Gambar

Gambar. 1. Patofisiologi Endometriosis 10 Gambar .2. Klasifikasi endometriosis 11 Gambar .3. Lembaran Klasifikasi endometriosis berdasarkan American

Society for Reproduktif Medicine 12

Gambar .4. Lesi Peritoneum endometriosis 13 Gambar .5. Mekanisme endometriosis 17 Gambar .6. Kelangsungan Hidup Sel Endometrium di dalam rongga

Peritoneum 22

Gambar .7. Struktur Molekul CCL2/MCP1 29

Gambar .8. Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis 32 Gambar .9. Histopatologi endometriosis 33 Gambar .10. Imunohistokimia MCP-1 pada Endometrium normal dan

Endometriosis 33

(17)

Daftar Tabel

Tabel .3.1. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel

Pengukuran 39 Table. 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian 46 Table. 4.2. Perbedaan Proporsi Monosit Kemotaktik Protein-1 berdasarkan

Kelompok penelitian 49 Table. 4.3. Hubungan Proportion Score Ekspresi Monosit Kemotaktik

(18)

Daftar Singkatan

ASRM : American Sosiety for Reproductive Medicine CA-125 : Cancer antigen 125

CCL2 : Chemokine Ligand 2 CCR2 : Chemokine Reseptor 2

CCR2A : Chemokine Reseptor 2A CCR2B : Chemokine reseptor 2B

GnRH : Gonadotropin Relasing Hormon ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule-1 IL : Interleukin

LH : Luteinizing Hormone

MCP-1 : Monocyte Chemotactic Protein-1 MMP : Matrix Metalloproteinase

MRI : Magnetic Resonance Imaging

M1 : Makropag 1

M2 : Makropag

mRNA : messenger Ribonucleic Acid NK cel : Natural Kill cel

NSAID : Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs RANTES : Regulated on Activacation Normal T- cel Expressed and Secreted

(19)

TNF- : Tumor Necrosing Factor

VEGF : Vascular Endothelial Growth Faktor

(20)

EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS

Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP

DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi – DepartemenObstetridanGinekologi

FakultasKedokteran- Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Maret 2015

ABSTRAK

Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein – 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal.

Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase

Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis

yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.Dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif .Hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik.

HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif . EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).Berdasarkanperbandingan antaraproporsiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal.

Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal .Terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal .

.

(21)

EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS

Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP

Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia March2015

ABSTRACT

Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium.

Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.The resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed.

Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue.

Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium.

(22)

EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS

Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP

DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi – DepartemenObstetridanGinekologi

FakultasKedokteran- Universitas Sumatera Utara

Medan, Indonesia, Maret 2015

ABSTRAK

Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein – 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal.

Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase

Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis

yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.Dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif .Hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik.

HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif . EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).Berdasarkanperbandingan antaraproporsiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal.

Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal .Terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal .

.

(23)

EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS

Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP

Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement

Faculty of Medicine University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia March2015

ABSTRACT

Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium.

Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.The resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed.

Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue.

Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium.

(24)

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Penelitian .

Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10%

wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan

infertilitas.1 Endometriosis didefinisikan sebagai timbulnya jaringan

endometrium diluar kavum uteri.2 Berdasarkan teori Sampson’s,

endometriosis berasal dari menstruasi yang retrogad yaitu penyakit

yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan

endometrium yang mencapai rongga peritoneal.3

Dalam beberapa tahun terakhir, disfungsi imunologis telah

dianggap sebagai satu faktor penyebab didalam perkembangan

endometriosis, dan bisa jadi merupakan penyebab nyeri dan

penurunan fertilitas pada sebagian pasien. Salah satu kelainan yang

secara konsisten dilaporkan adalah aktivasi monosit dan

pengambilannya kedalam kavum peritoneum pasien.

Monosit/makrofag yang teraktivasi diketahui mensekresi banyak faktor

angiogenik dan pertumbuhan lainnya, yang dapat mendorong

pertumbuhan eksplan endometrium serta molekul proinflamasi

lainnya, yang berakibat pada tereksaserbasinya reaksi inflamasi yang

dijumpai pada kavum peritoneum pasien dengan endometriosis.4

MCP-1 merupakan kemokin yang kandungan utama

(25)

pengambilan monosit kedalam tempat inflamasi. Selanjutnya, juga

diketahui bahwa konsentrasi dan aktivitas biologis MCP-1 yang

meningkat, baik pada cairan peritoneum maupun serum pasien

dengan endometriosis.4

Makrofag diaktifkan dari reaksi inflamasi dan sering

berkontribusi pada patogenesis dari penyakit yang

mendasarinya.Monosit kemotaktik protein – 1 dalam lesi inflamasi

dimediasi oleh beberapa faktor.Monosit Chemotactic Protein-1

(MCP-1) adalah salah satu Faktor kemotaktik ampuh untuk monosit /

makrofag. MCP-1 disekresikan oleh sejumlah tipe sel termasuk sel

stroma endometrium, dan dalam cairan peritoneal pada wanita dengan

endometriosis.5

MCP-1 mungkin penting dalam perekrutan dan aktivasi

makrofag peritoneal pada pasien endometriosis.Laporan penelitian

Jolicoeur et.al, mengatakan dengan adanya penyakit, peningkatan

regulasi ekspresi MCP-1 muncul in vivo dan dapat in situ di

endometrium rahim. Pada wanita dengan endometriosis, MCP-1

diangkat dalam kelenjar endometrium, baik di tingkat protein

(imunohistokimia) dan mRNA (in situ hibridisasi).Hal ini diamati di

seluruh siklus menstruasi dan bervariasi sesuai dengan tahap

penyakit. Temuan ini sangat mendukung kehadiran perubahan

patofisiologi eutopik pasien endometriosis dan membuat masuk akal

MCP-1 sebagai mediator sel efektor utama terlibat dalam patogenesis

(26)

Peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi Monosit

KemotaktikProtein-1 pada endometriosis jika dibandingkan

endometrium normal.Belum adanya penelitian ini di Departemen

Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara , RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.2.Rumusan Masalah .

Bagaimana ekspresi monositkemotaktik protein-1pada

jaringan pasien dengan endometriosis dibandingkan subjek dengan

endometrium normal?

1.3. Hipotesa Penelitian .

Ada perbedaan ekspresi monositkemotaktik protein-1

dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada

endometriosis dibandingkan endometrium normal.

1.4. Tujuan Penelitian . 1.4.1.Tujuan umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaanekspresi monositkemotaktik protein-1 padaendometriosis

(27)

1.4.2.Tujuan khusus:

1. Untuk mengetahui distribusi frekwensi karakteristik paritas dan

usia pada endometriosis dibandingkan endometrium normal.

2. Untuk mengetahui nilai ekspresimonosit kemotaktik

protein-1padaendometriosis dan endometrium normal.

3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi monositkemotaktik

protein-1 pada endometriosis berdasarkan derajat endometriosis

1.5. Manfaat penelitian . 1.5.1. Manfaat teoritis .

Dapat diketahui bagaimana ekspresi monositkemotaktik

protein-1pada endometrium penderita endometriosis dan

endometrium normal. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar

pada penelitian selanjutnya pada endometriosis.

1.5.2. Manfaat Metodologis .

Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi

monositkemotaktik protein-1pada endometriosis dan endometrium

normal dengan pemeriksaan imunohistokimia.

1.5.3. Manfaat Aplikatif .

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperoleh data

(28)

endometriosis dapat menjadi salah satu landasan pilihan

(29)

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1. Endometriosis .

Endometriosis didefinisikan susunan jaringan ( sel-sel

kelenjar dan stroma ) abnormal mirip endometrium ( endometrium –

like tissue ) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi

peradangan menahun.2

2.1.1. EpidemiologiEndometriosis .

Endometriosis merupakan penyakit progresif ginekologi yang sering ditemukan.Endometriosis merupakan penyakit yang jinak

akan tetapi endometriosis memiliki karakteristik keganasan seperti

morfologi yang abnormal, invasi selular, dan neoangiogenesis.

Endometriosis juga berpengaruh dengan infertilitas dan tidak dapat

diobati yang didiagnosis pada 68% pasien yang menderita

infertilitas.3

Endometriosis merupakan penyakit yang sering terjadi yaitu

sekitar 5% - 10% dari wanita usia reproduktif dan 60-80% dari wanita

infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Dengan usia rata- rata 25

hingga 30 tahun. Banyak sekali penderita endometriosis yang tak

bergejala, sehingga tidak waspada akan keadaannya. Meski

(30)

penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan,

sehingga penyakit itu tidak sempat terdiagnosis.3

2.1.2. Etiologi dan Patogenesis Endometriosis .

Insidensi endometriosis meningkat dengan adanya

penundaan kehamilan, riwayat penyakit yang sama di keluarga,

penurunan insidensi pada penggunaan kontrasepsi oral, dan

paparan terhadap toksin tertentu seperti dioksin.7

Adhesi sel eksfoliata ke permukaan peritoneal akan

menyebabkan pertumbuhan endometriosis. Sejumlah protein adhesif

dan proteoglikan terlibat dalam proses ini.Sejumlah penelitian

membuktikan bahwa darah menstruasi mengandung zat yang dapat

mengubah morfologi mesotelium peritoneal menjadi tempat adesi di

sel peritoneal. Setelah itu, sel eksfoliataakan berproliferasi dan

menginvasi jaringan peritoneal. Perkembangan endometriosis akan

didukung dengan proses vaskularisasi.8,9

Penyebab dan patofisiologi terjadinya endometriosis masih

belum pasti. Beberapa hipotesa dibuat oleh para peneliti, yaitu:

1. Teori CoelomicMetaplasia .

Pada awalnya teori ini diungkapkan oleh Mayer.Diketahui

bahwa peritoneum pelvis, epitel germinal dari ovarium, dan

duktus mullerian berasal dari epitelium coelomic.Berdasarkan

(31)

transformasi bergantung hormon dari sel yang berjalan antara

peritoneum ke mullerian.Mayer juga menyatakan adanya infeksi

atau stimulus lainnya dapat menyebabkan metaplasia dan

menyebabkan endometrioisis di pelvis. Hipotesis ini semakin

diperkuat dengan adanya penemuan endometriosis pada wanita

prepubertas, wanita dengan ameorea primer, dan kasus

endometriosis yang jauh misalnya pada rongga pleura.10,11

2. Teori Induksi .

Teori ini merupakan kelanjutan dari teori metaplasia

yangmenyatakan faktor imunologi atau substansia biokemikal

endogen dapat menginduksi sel undiferensiasi menjadi sel

diferensiasi pada jaringan endometrium. Teori ini dikemukakan

oleh Levander dan Normann yang menanamkan potongan

dinding uterus yang diambil dari kelinci yang hamil ke jaringan

subkutan kelinci betina berusia 2 bulan dan kemudian distimulasi

dengan gonadotropin.10,11

3. Teori penyebaran darah dan limfe .

Endometriosis pada daerahnya yang jauh seperti pleura,

umbilikus, rongga retroperitoneal dan ekstremitas bawah sering

dihubungkan dengan penyebaran melalui darah. Endometriosis

pada vagina dan serviks berhubungan dengan penyebaran

(32)

4. Teori Dmowski .

Teori ini menyatakan wanita dengan defisit sel imun

terutama reduksi limfosit T cenderung menderita

endometriosis.10,11

5.Teori Menstruasi Retrograde .

Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid

masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba akibat kontraksi

yang tidak adekuat. Potongan endometrium tersebut kemudian

mengimplantasikan dalam mesotelium.Teori ini tidak dapat

mejelaskan endometriosis letak jauh.10,11

Teori yang paling luas diterima pada saat ini adalah teori

implantasi yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun

1920-an y1920-ang dapat menjelask1920-an mek1920-anisme y1920-ang logis untuk terjadinya

kebanyakan lesi endometriosis tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa

endometriosis terjadi pada sebagian kecil wanita tetapi tidak terjadi pada

kebanyakan wanita. Kebanyakan wanita mengalami menstruasi retrograde

(76-90%) ke dalam kavum peritoneum tetapi endometriosis terjadi hanya

5-10% saja 3. Oleh karena itu, perkembangan endometriosis

kemungkinan tidak hanya melibatkan menstruasi retrograd tetapi

melibatkan faktor-faktor lain pada tingkat molekuler yaitu defek genetik

atau sistem imun atau kedua seperti adesi dan invasi sel-sel endometrium,

(33)

Lebih lanjut predisposisi genetik tampaknya terlibat dalam patogenesis

endometriosis .43

Gambar 1.Patofisiologi Endometriosis4

2.1.3. Klasifikasi Endometriosis .

Klasifikasi berdasarkan American Society of Reproductive

Medicine (ASRM) pada endometriosis dibagi menjadi 4 tahap yaitu

tahap pertama atau minimal, tahap kedua atau ringan, tahap ketiga

atau sedang, dan tahap keempat atau berat. Tahap ini didasarkan

pada lokasi, luas dan kedalaman invasi endometriosis, ada

tidaknya serta keparahan adhesi endometrium dan ada tidaknya

(34)

Pada umumnya wanita dengan endometriosis minimal maupun

ringan akan beradhesi ringan dan implantasi yang superfisial.

Endometriosis sedang dan berat dengan karakteristik kista coklat dan

adhesi yang berat. Klasifikasi endometriosis tidak berhubungan dengan

gejala yang timbul.12,13

(35)

Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS)

adalah:

(36)

Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik didapatkan jumlah skor:

(1) Stadium I (minimal) : 1 – 5

(2) Stadium II (mild) : 6 – 15

(3) Stadium III (moderate) : 16 – 20

(4) Stadium IV (servere) : bila berkisar 40.12,13

Gambar 4.Lesi Peritoneum Endometriosis.4

2.1.4. Diagnosis Endometriosis .

Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas

dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan

laparoskopi.12

1. Anamnesis.

Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid,

(37)

tidak teratur.Nyeri haid atau biasa disebut dismenorea dapat

menjadi gelaja endometriosis ataupun patologi pelvis lainnya

seperti fibroid uterin atau adenomiosis.Nyeri haid yang parah

dapat disertai dengan mual, muntah, dan diare.Dismenorea

primer yang awalnya timbul pada tahun pertama dimulai dari

pertama kali mendapatkan haid dan berkesinambungan hingga

seterusnya biasanya tidak berhubungan dengan endometriosis.

Dismenorea sekunder yang timbul pada usia dewasa harus

diperhatikan dan biasanya semakin parah seiring berjalannya

usia.12

Endometriosis yang menyebabkan nyeri senggama disebut

dispareunia.Penetrasi yang dalam menyebabkan nyeri pada

lingkaran ovarium dan menyebabkan jaringan parut pada puncak

vagina. Nyeri juga dapat disebabkan akibat sentuhan penetrasi

ke nodul endometriosis dibelakang uterus atau pada ligamen

uterosakral yang menghubungkan serviks dengan sakrum .12

Banyak penelitian menunjukkan endometriosis dapat

menyebabkan infertilitas.Endometrosis dapat ditemukan pada

50%pasien infertil.Pasien dengan endometriosis sedang dan

berat memiliki kemungkinan hamil hanya sekitar 2%. Akan tetapi

tidak semua pasien endometriosis akan mengalami infertilitas.12

Banyak kasus endometriosis ringan dan sedang tanpa

adhesi juga mengalami infertilitas.Banyak teori

(38)

terganggu, perubahan hormonal, gangguan fungsi tuba fallopi,

dan masalah pada implantasi. Pada endometriosis sedang dan

berat, infertilitas disebabkan oleh penghambatan pengeluaran

sel telur dan proses penutupan jalan sperma pada tuba falopi

oleh endometriosis.12

2. Pemeriksaan fisik .

Pada pemeriksaan dapat ditemukan massa kenyal

dibelakang serviks pada pemeriksaan vaginal dan rektal. Salah

satu atau kedua ovarium dapat membesar.12

3. Laparoskopi .

Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan

diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat

langsung ke dalam rongga abdomen.Tampak lesi endometriosis

yang berwarna merah atau kebiruan, berkapsul dan juga terlihat

lesi endometriosis yang minimal.Klasifikasi endometriosis dapat

dinilai dari hasil laparoskopi. Skor 1-15 menunjukkan

endometriosis minimal dan ringan, skor 16 dan selebihnya

menunjukkan endometriosis sedang dan berat.13

Endometriosis merupakan penyakit invasif dan didiagnosis

berdasarkan laparoskopi yang bersifat traumatik dan memiliki risiko

timbulnya komplikasi seperti cedera pembuluh besar ataupun cedera

usus.Untuk itu diperlukan pemeriksaan yang cepat, terpercaya, dan

(39)

serum CA-125 dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan

manajemen endometriosis tahap lanjut.Kadar CA-125 mengalami

peningkatan pada endometriosis. Akan tetapi, CA-125 juga meningkat

pada kondisi lain seperti neoplasma ovarium, mioma uteri dan

penyakit radang pelvik sehingga memiliki spesifisitas yang tidak

bermakna untuk menegakkan diagnosa endometriosis. CA-125

memiliki peranan untuk follow up endometriosis yang telah atau

sedang menjalani terapi medis maupun terapi pembedahan.14

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendeteksi mRNA

overekspresi di darah tepi pasien dengan kanker melalui alat real time

reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). Vascular

endothelial growth factor A (VEGFA) merupakan substansi untuk

mengstimulasi proses angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah pada endometriosis. Matriks metalloproteinase-3

(MMP-3) berperan dalam proses degenerasi dan remodeling matriks

ekstraselular, menstimulasi proliferasi sel, apoptosis, dan menginduksi

migrasi sel.15,16

Selain itu juga didapatkan penelitian bahwa cairan peritoneal

dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis melalui sitokin

dan marker imunologi lainnya.Bahkan terdapat penelitian yang

menunjukkan ekspresi MMP dapat ditemukan meningkat pada urin

penderita endometriosis.Penelitian lain juga menggunakan

(40)

endometriosis.Marker diagnosis endometriosis juga dapat diambil dari

ekspresi gen dengan metode hibridisasi.15,16

Beberapa penelitian dipusatkan pada IL-8 dan monocyte

chemotactic protein-1 (MCP-1). IL-8 merupakan agen angiogenik

yang poten, chemoattractant dan activating cytokine untuk granulosit,

sedangkan MCP-1 adalah chemoattractant dan activating cytokine

untuk monosit dan makrofag. Sumber dari cytokines termasuk

endometrium dan peritoneal mesothelium. Konsentrasi IL-8 dan

MCP-1 meningkat dalam cairan peritoneal pada wanita dengan

endometriosis dibandingkan dengan wanita sehat dan peningkatan

konsentrasi cytokines ini berhubungan dengan derajat keparahan

penyakit.26

(41)

2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis .

Endometriosis dapat ditangani dengan berbagai cara yaitu:

1. Medisinalis .

Terapi medisinalis pada endometriosis bertujuan untuk

menurunkan ukuran massa dan menangani nyeri pelvis yang

timbul. Regimen pengobatan yang selama ini digunakan adalah

progesteron, kombinasi estrogen-progesteron, antiprogesteron,

danazol, dan agonis gonadotropine releasing hormone.Obat

obatan ini cukup efektif dalam menurunkan massa endometriosis

serta mengurangi nyeri pelvis yang timbul. Keuntungan

penggunaan progesteron adalah efek samping yang minimal dan

harga yang terjangkau.17,18,19

Mekanisme regimen ini berhubungan dengan level aksis

hipotalamus-pituitari. Supresi pelepasan gonadotropin dan

deplesi kadar estrogen akan meregresi massa endometriosis

dan nyeri pelvis. Hal ini disebabkan penurunan steroidogenesis

pada ovarium. Supresi steroid ovarium dan diinduksi kondisi

hipoestrogenik mencegah pertumbuhan di endometrium.17,18,19

Progesteron merupakan agen imunosupresif yang poten

yang dapat memblok kerja dan pelepasan sitokin.Analog agonis

gonadotropine releasing hormone dan danazol bekerja melalui

sistem ini. Sitokin dan faktor pertumbuhan dari sel imun

(42)

Selain itu, juga terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa

metformin dapat meregresi pertumbuhan endometriosis pada

tikus dengan cara peningkatan penghambat matriks

metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di Korea didapatkan penelitian

ekstrak cervus elarvus dapat menurunkan kadar matriks

metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di China juga didapatkan

penelitian kapsul Guizhi Fuling dapat menurunkan volume

besarnya endometriosis.17,18,19

2. Pengobatan operatif .

Pengobatan operatif dapat melalui eksisi ataupun ablasi.

Terdapat penelitian yang menunjukkan 63% proses ablasi akan

menimbukan gejala kembali. Adhesiolisis terbukti efektif dalam

mengurangi gejala nyeri dengan cara mengembalikan bentuk

normal anatomis. Prosedur operatif dapat berupa reseksi

endometrioma, neurektomi presakral, dan histerektomi dengan

bilateral ooforektomi.24

2.2. Responimundan Reaksi inflamasi dalamendometriosis.

Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis

endometriosis :untuk memungkinkan dan mempertahankan

keberlangsungan hidup dan proliferasi sel endometrium. Faktor- faktor

tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif seperti hormon, growth factor,

(43)

pada lesi endometriosis seperti sel imun, sel epitel endometrium, sel

stroma, dan sel endotel vaskular.35

Diantara berbagai faktor tersebut, sel imun tampaknya memiliki

peran penting dalam hal penerimaan dan penolakan sel – sel

endometrium yang mengalami refluks. Selain fungsi utama mereka, sel –

sel imun juga berkontribusi terhadap proses perkembangan penyakit

dengan mensekresikan berbagai sitokin yang mengontrol proliferasi sel,

inflamasi, angiogenesis, dan sebagainya. Memang, berbagai sel imun

seperti limfosit T dan B, sel Natural Killer, makrofag, dan sel mast telah

terbukti didapati pada lesi sel endometriosis, yang menunjukkan adanya

potensi peranan sel ini terhadap proses terjadinya penyakit.35

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wanita dengan

endometriosis mengalami peningkatan respon inflamasi dan perubahan

fungsi imun. Sitokin dan sel-sel imun diduga dapat memodulasi

perkembangan dan perilaku inflamasi dari implantasi endometriotik.

Peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi dapat diamati pada cairan

peritoneum penderita endometriosis.24 Osterlynck dkk menyatakan

adanya penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel natural killer di cairan

peritoneum. Berkurangnya jumlah sel T yang teraktifasi dan sel dendritik

matur merupakan temuan lain yang dapat diamati pada wanita dengan

endometriosis.36

Bahwa endometriosis dihubungkan dengan sebuah keadaan

inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh peningkatan volume

(44)

peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya), dan

peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan substansi

penyokong angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi

subklinis peritoneum terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi

peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi basal yang lebih tinggi dari

makrofag peritoneum pada pasien dengan endometriosis dapat

mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma,

meningkatkan fagositosis sperma, atau mengganggu fertilisasi, mungkin

dengan meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α.TNF-α juga dapat

memfasilitasi implantasi endometrium pada pelvis.Perlekatan sel-sel

stroma endometrium ke dalam sel-sel mesotel in vitro telah ditingkatkan

dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan dosis fisiologis TNF-α.

Makrofag atau sel lain bisa menyokong pertumbuhan sel-sel endometrium

dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor

sepertiepidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor

(MDGF), fibronektin, dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah

perlekatan sel-sel endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan

pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya diregulasi oleh matrix

metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringannya.43

Sitokin inflamasi memainkan peran sentral dalam regulasi

proliferasi, aktivasi, motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel.

Beberapa sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic

protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming growth factor-β (TGF-β) dan

(45)

(RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah

juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum

dan serum berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8,

dan MCP-1 lebih tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun

pada endometriosis tingkat lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun

dengan penurunan keparahan penyakit. RANTES juga meningkat dalam

cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang lebih berat .42

(46)

2.3. Inflamasi / Rekrutmen lekosit .

Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat

jaringan inflamasi membantu untuk melindung dari mikroorganisme yang

menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade

adesi multitingkat yang diregulasi secara ketatyaitu :44,45

1. Leukocyte capture .

Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen,

makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami aktivasi

melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1

dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang

dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion

molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah

tempat inflamasi karena adanya kemokin.

2. Rolling adhesion .

Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul selektin

pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan affinitas yang

lemah hingga sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit bergerak

lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling) sepanjang

permukaan dalam dinding pembuluh darah. Selama gerakan rolling

ini, ikatan yang transien dibentuk dan dirusak antara selektin dan

ligandnya.

3. Tight adhesion .

Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag

(47)

integrin permukaan berubah dari keadaan affinitas rendah ke

keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin

oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel

endotel sehingga leukosit terikat pada dinding endotel dengan

affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun

adanya shear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.

4. Transmigration .

Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa leukosit

tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini, leukosit

membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara sel-sel

endotel. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein PECAM,

ditemukan pada permukaan leukosit dan sel-sel endotel,

berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit melalui endotelium.

Leukosit mensekresikan protease yang mendegradasi membran

basalis, memungkinkan mereka keluar dari pembuluh darah, proses

yang disebut diapedesis. Sewaktu leukosit sudah berada di cairan

interstisial, leukosit bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis

menuju tempat inflamasi.

2.4. Peranan Makrofag .

Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada

kebanyakan jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate

dan sistem imun didapat.Monosit yang bersirkulasi yang diproduksi

(48)

jaringan.Pada waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi darah perifer, monosit

bersirkulasi selama beberapa menit sampai beberapa hari sebelum

memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi sel-sel

efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk

makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi.46

Selama respons inflamasi, monosit darah direkrut ke jaringan yang

mengalami jejas dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan

mengikuti gradien haptotaktik dan kemotaktik lokal sebelum

berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang tinggal di dalam

jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin dalam

jaringan yang mengalami jejas, dan mungkin instrumental untuk rekrutmen

makrofag tambahan berikutnya.46

Pengetahuan konvensional menyatakan bahwa makrofag

mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam tempat inflamasi, memfagosit

debris seluler dan material asing, dan akhirnya keluar dari tempat

inflamasi.Kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag

mononuklear pada tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi

indikasi adanya inflamasi kronik dengan pembentukan jaringan granulasi

dengan luaran seperti nekrosis, fibrosis dengan enkapsulasi, dan atau

beberapa derajat pembentukan jaringan parut.Penelitian yang luas telah

menunjukkan bahwa makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip

makrofag dapat berubah bergantung pada lingkungan lokal. Makrofag bisa

diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau diaktifkan secara alternatif

(49)

makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan dalam

respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan .46

Makrofag adalah suatu elemen kunci dari respons imun

nonspesifik, yaitu bagian dari sistem imun yang tidak spesifik antigen dan

tidak melibatkan memori imunologik. Makrofag mempertahankan host

dengan pengenalan, fagositosis, dan destruksi mikroorganisme yang

menyerang dan juga berperan sebagai scavenger, membantu untuk

membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan debris seluler.

Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan,

enzim-enzim dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya

sendiri sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain.

Makrofag memiliki habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan

aktivitasnya sangat meningkat pada wanita dengan endometriosis.Bekerja

sebagai scavenger (makrofag M1) untuk mengeliminasi sel-sel

endometrium ektopik, makrofag peritoneum yang diaktifkan secara

alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi pada wanita dengan

endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan mensekresi

faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi endometrium

ektopik dan menghambat fungsi scavengernya 47.

Pada penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan

secara alternatif (makrofag M2) secara dramatis meningkatkan

pertumbuhan lesi endometriosis pada tikus.Sedangkan makrofag inflamasi

(makrofag M1) secara efektif melindungi tikus dari endometriosis.Oleh

(50)

tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis yang

dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan

lesi endometriosis 48.

Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci

dalam perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini

akan mensekresi dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin,

komponen komplemen, dan faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis

factor-β (TNF-α), IL-6, dan transforming growth factor-β (TGF

-β).Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum peritonei

disingkirkan oleh makrofag.Mekanisme aberasi pada endometriosis ini

mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap

agen asing. Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan

inisiasi, progresi, dan pertumbuhan sel-sel endometrium juga

neovaskularisasi49.

Jadi makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam

patogenesis endometriosis.Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor

genetik, hormonal, dan lingkungan.Sebuah penelitian menyatakan bahwa

estrogen meningkatkan aktivitas makrofag M2 melalui reseptor estrogen

yang diekspresikan pada permukaannya. Dibawah pengaruh estrogen ini

makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor pertumbuhan (seperti

VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang berkontribusi terhadap

perkembangan dan persistensi endometriosis 50.

Fenotip makrofag dapat dikarakterisasi sebagai makrofag

(51)

remodelling jaringan (makrofag M2).Metode imunohistologi dapat

digunakan untuk mengidentifikasi marker permukaan makrofag yaitu

CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163 (M2 profile) selama

proses remodelling 51.

2.5.MonositKemotaktik Protein-1 .

Monosit Kemotaktik protein-1 (MCP-1/CCL2) merupakan anggota

keluarga kemokin C-C, dan satu faktor kemotaktin yang poten untuk

monosit. MCP-1 diduga identik dengan JE, suatu gen yang ekspresinya

diinduksi pada fibroblas tikus oleh faktor pertumbuhan yang diturunkan

oleh faktor pertumbuhan. Akan tetapi, homolog manusia yang telah

diidentifikasi sebagai CCL2, pertama kali dipurifikasi dari barisan sel

manusia atas dasar kandungan kemotraktan.25

Monosit Kemotaktik Protein-1 (MCP-1) adalah famili small inducible

gene (SIG) dan subfamili kemokin C-C yang telah diketahui salah satu

fungsinya adalah sebagai kemotraktan yang kuat terhadap

monosit.MCP-1 terletak pada kromosom monosit.MCP-17 di regio monosit.MCP-17qmonosit.MCP-1monosit.MCP-1.2-qmonosit.MCP-12.Struktur domain dari

MCP terdiri dari sheet alfa dan beta dengan loop residu sistein pada 30s

dan 40s, senyawa in distablisasi dengan ikatan disulfide .27,28

MCP-1 disebut juga sebagai CCL-2 yang terdiri dari 76 asam amino

dan 13 kDa.MCP ini adalah salah satu dari 4 member MCP.Homolog

antara keempat jenis MCP ini berkisar 61-71%.MCP-1 diproduksi oleh

berbagai tipe sel seperti endotel, fibroblas, epitelial, otot polos, mesangial,

(52)

atau faktor pertumbuhan. Protein ini berperan dalam regulasi migrasi dan

infiltrasi monosit, limfosit T, dan sel NK sehingga berperan dalam

timbulnya berbagai penyakit.29

Reseptor MCP dikode oleh 360 asam amino dengan kode pada

kromosom 3p21-22.Seluruh reseptor kemoik diidentifikasi sebagai

GPCRs, suatu famili reseptor rodopsi atau serpentin. Reseptor ini terdiri

dari N-terminus ekstraselular, tujuh domain transmembran hidrofobik yang

dihubungkan dengan 3 loop ekstraselular dan intraselular, dan regio

intraselular C-terminal. CCR terdiri dari tubtipe CCR2A dan CCR2B yang

hanya berbeda pada ujung C-terminal nya.30

Gambar 7. Sruktur Molekul CCL2 / MCP -1 .37

CCL2 memediasi efeknya melalui reseptor CCR2 dan tidak seperti

CCL2, ekspresi CCR2 relatif terbatas terhadap beberapa jenis sel.

Dijumpai dua bentuk CCR2 yang terpotong yakni, CCR2A dan CCR2B,

yang hanya dapat dibedakan pada ekor ujung Cnya. CCR2A merupakan

isoform utama yang diekspresikan oleh sel mononuklear dan sel otot polos

pembuluh darah, sementara monosit dan NK cell yang teraktivasi

(53)

2.6.Peranan MCP-1padaEndometriosis .

MCP-1 merupakan kemokin yang kerjanya sampai saat ini

diketahui secara biologis untuk aktivasi monosit dan rekrutmen monosit

menuju tempat inflamasi.Terdapat peningkatan konsentrasi dan aktivitas

biologis MCP-1, pada cairan peritoneum dan serumpasien dengan

endometriosis.Stimulasi sitokin proinflamasi secara in vitro dan sel-sel

epitel endometrium eutopik akan menyekresikan MCP-1 dan sekresi

tersebut lebih besar pada sel-sel wanita dengan endometriosis daripada

sel-sel wanita dengan status ginekologis normal melalui laparaskopi.24 Hal

ini membuat MCP-1 menjadi mediator sel yang penting dalam aktivasi

monosit di darah perifer dan makrofag di peritoneum pada pasien-pasien

endometriosis.31

Setelah endometriosis terjadi, kematian siklik sel endometrium

sebagai konsekuensi dari penarikan progesteron menyebabkan pelepasan

puing-puing sel, eritrosit dan heme terikat besi dalam rongga

peritoneum.Makrofag direkrut untuk melihat kematian sel yang sedang

berlangsung dan kerusakan jaringan,pada pasien endometriosis untuk

mengaktifkan program regeneratif reparatif / angiogenik yang diperlukan

untuk pemeliharaan lesi, pertumbuhan dan penyebaran.Aksi

penyembuhan jaringan yang menetapdari makrofag yang terus

mengganggu apoptosis fisiologis sementara mendorong proliferasi sel

epitel mungkin mengatur skenario di mana perubahan genetik

(54)

Seperti diketahui bahwa pada proses inflamasi, stres oksidatif, dll,

MCP-1 merekrut monosit ke tempat inflamasi aktif untuk merangsang lebih

banyak monosit. Diketahui bahwa jalur ini melalui jalur RANTES yang

merangsang monosit atau makrofag. Monosit akan banyak disekresikan

dan bersirkulasi di serum dan direkrut ke KGB.32

MCP-1 adalah suatu faktor kemotaktik yang mempromosikan

migrasi monosit dari darah tepi menunju kavum peritoneal, di mana

mereka bertransformasi menjadi makrofag dan berperan dalam inflamasi

peritoneal lokal yang menjadi bagian dari patogenesis

endometriosis.Makrofag yang menginfiltrasi berperan dalam reaksi

inflamasi lokal pada kavum peritoneal sehingga meningkatkan kejadian

infertilitas pada endometriosis melalui penurunan kemampuan fagositik

makrofag sehingga implantasi sel endometrial ektopik lebih gampang di

mana pinositosis sperma meningkat dan fertilisasi menurun. Selain itu,

aktivitas sekresi makrofag yang berinfiltrasi menurun sehingga banyak

faktor kemotaksis seperti MCP-1 disekresikan dalam kavum peritoneal

dan memicu infertilitas.33

Dalam hal ini, berbagai penelitian mencoba untuk mencari fakta

signfikansi pengaruh MCP-1 pada patogenesis endometrium.Penelitian

dilakukan pada cairan peritoneal yang cukup dinamis.Cairan serosa

(eksudat plasma dan eksudat ovarium) dalam peritoneal diapit oleh dua

jaringan ikat jarang yang tersusun dari kolagen, serat elastik, sel lemak,

makrofag, dan lapisan mesotelial. Tingginya inflamasi pada peritoneal

(55)

memudahkan implantasi jaringan ektopik dan gangguan smotilitas

sperma.33

Gambar 8.Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis .38

Makrofag adalah komponen paling banyak pada cairan peritoneal,

diproduksi di sum-sum tulang, makrofag masuk ke peritoneal melalui

ekstravasasi melalui pori kecil pada dinding pembuluh darah. Saat

diaktivasi, makrofag akan berfungsi sebagai fagosit. Makrofag memakan

semua debris peritoneal termasuk spermatozoa.Selain itu, makrofag juga

mensekresikan sitokin, prostanoid, komplemen, dan enzim hidrolitik.Pada

pasien endometriosis, ditemukan makrofag yang besar dengan aktivitas

yang sangat tinggi. MCP-1 juga ditemukan memicu terbentuknya

(56)

Gambar 9. Histopatologi Endometeriosis .6

(57)

2.7. Kerangka Teori

Menstrurasi Retrograte

Estrogen lokal (aromatase)

Sel endometrium ektopik

Makrofag jaringan

M2 M1

IL-1,IL-6,IL-8,IL10,IL-

4,IL-13,IL-22,TNF-α,TFG-β,VEGF MMP IL-1,IL-2,IL-6,

IL-12,IL-23

MCP-1 RANTES

Inflamasi Konik, invasi pertumbuhan sel L-Selektin

Leukocyte capture,rolling,adhesi kuat dan trasmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial Ekspresi L-Selektin

Anti Apoptosis ↑

Proapoptosis ↓↓

(58)

2.8. Kerangka Konsep

Endometriosis

Monosit

Kemotaktik

Protein-1

(59)

BAB III

Metodologi Penelitian

3.1.Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan

rancangan case control dimana dilakukanpemeriksaan

imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis

danparafin blok jaringan endometrium normal untuk melihat

perbedaan ekspresimonosit kemotaktikprotein-1.

3.2.Waktu dan Tempat penelitian

Penelitiandi lakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP. H. Adam

Malik Medan. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh

Departemen Patologi Anatomi (PA)Universitas Sumatera Utara

Medan. Penelitian ini akan dimulai pada bulan desember 2014 hingga

jumlah sampel terpenuhi.

3.3. Populasi Penelitian

Parafin blok jaringan endometriosis dan endometrium normal

yang diambil dari pasien paska laparotomi, laparoskopi atau kuretase

di RSUP H.Adam Malik Medan/ Lab Patologi Anatomi FK USU- RSUP

(60)

3.4. Subyek Penelitian

Subyek penelitianadalah sebagian dari populasi yang

memenuhi kriteria penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi kriteria penelitian adalah:

Kelompok kasus: Parafin blok jaringan endometriosis. Dimana jaringan diambil dari data sekunder hasil laparoskopi maupun

laparatomi.

Kelompok kontrol : Pemeriksaan histopatologi pada parafin blok jaringan endometrium. Dimana jaringan dapat diambil dari data

sekunder hasil laparatomi dan kuretase, misalnya pada pasien

mioma uteri intramural dan kuretase pada endometrium.

3.5. Besar Sampel

Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan

perhitungan statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan

dan kekuatan uji(power test) 80 .

Dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel

untuk menguji perbedaan dua rata-rata, yaitu :

Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus:

(Zα β

n1 = n2 =

(61)

Dimana:

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α

yang ditentukan. Nilai α = 0,05 Zα=1,96

Zβ= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β

yang ditentukan. Nilai β = 0,20 Zβ=0,84

X1= proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometriosis(menurut

penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,61

X2= proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometrium normal

(menurut penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,10

n1=n2= 20,03 orang (merupakan sampel minimum) .

Pada penelitian ini akan menggunakan sampel untuk masing-masing

kelompok sebanyak 21 orang.

3.6.Identifikasi variabel Variabel Bebas

Monosit kemotaktik protein-1 .

Variabel Tergantung

(62)

3.7. Definisi Operasional

Tabel .3.1. Definisi operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel Penelitian.

Imunohistokimia Negatif : Negatif

5 Paritas Jumlah persalinan yang pernah

Defenisi :Jaringan endometrium pada penderitaendometriosis

yang terdapatdiluar uterus.

(63)

Endometriosis.

Cara ukur :Melihat hasil histopatologi.

Skala ukur :Endometriosis dan endometrium normal.

Endometrium Normal

Defenisi adalah : Jaringan endometrium didalam kavum uterus normal

lapisan dalam uterus normal.

Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi .

Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi .

Skala ukur : Normal dan tidak normal .

Ekspresi Monosit Kemotaktik Protein-1

Defenisi : Gambaran dari matriks metalloproteinase-9 dengan

pewarnaan imunohistokimia.

Alat ukur :Imunohistokimia .

Cara ukur :Pewarnaan imunohistokimia jaringan endometrium

normaldan jaringan endometriosis yang diamati oleh

dua orang observer.

Skala ukur : Ekspresi +1. +2, +3 dan negatif (skala numerik) .

Proportion scoremenyatakan rata-rata jumlah sel yang terwarnai

dari :

100 sel per lapangan pandang, yang dinyatakan dengan :

0 adalah : tidak ada yang terwarnai .

1 adalah : kurang dari 10 % sel terwarnai .

(64)

3 adalah :> 50% sel terwarnai .

0 1 2 3 Gambar .11. Proportion Score (PS).

Umur

Defenisi :Usia dihitung dalam tahun berdasarkan

ulang tahun terakhir.

Cara Ukur : Dengan melihat tanggal lahir dari data

Rekam Medis.

Skala Ukur :< 30 tahun, 30-40 tahun dan >40 tahun

( Skala interval ) .

Paritas

Defenisi :Jumlah persalinan yang pernah dialami

ibu.

Cara Ukur : Dengan melihat jumlah persalinan dari

data Rekam Medis.

Skala Ukur : 0, 1-3 dan >4( Sklala interval )

Stadium Endometriosis

Defenisi : Derajat penyakit berdasarkan kriteria

ASRM.

Gambar

Gambar 1.Patofisiologi Endometriosis4
Gambar 2 . Klasifikasi Endometriosis .12
Gambar 3. Lembaran Klasifikasi Endometriosis berdasarkan
Gambar 4.Lesi Peritoneum Endometriosis.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekspresi aromatase P450 pada endometriosis lebih tinggi dibandingkan endometrium normal, dan perbedaan ini bermakna secara statistik (&lt;0,05) Pada kaitan derajat

Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengetahui kadar ekspresi IGF-1 dan Leptin terkait dengan reseptivitas endometrium pada penderita endometriosis dibandingkan dengan

Segera setelah itu, studi lain menunjukkan bahwa reseptor Leptin mengalami ekspresi yang lebih rendah dalam endometrium eutopik wanita dengan endometriosis dibandingkan

Hasil uji Pearson Chi square dan Mann-Whitney menunjukkan bahwa dijumpai perbedaan yang bermakna total skor imunohistokimia antara endometriosis dan endometrium

Estrogen merupakan faktor yang paling penting didalam perangsangan dan pertumbuhan endometrium yang menyebabkan proliferasi endometrium dan juga pada lesi

Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji

Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji

Hasil Penelitian : Dari 30 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 12 (40%) jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis terwarnai dengan intensitas +3 dan +2 sedangkan