EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 (MCP-1)
PADA ENDOMETRIOSIS
TESIS
OLEH
EDY RIZALDY
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING:
Dr. dr. Henry Salim Siregar,SpOG. K
dr.Ichwanul Adenin, M.Ked (OG),SpOG. K
PENYANGGAH :
dr.Aswar Aboet, M.Ked (OG), SpOG.K
dr.Muldjadi Affandi, M. Ked (OG),SpOG. K
dr.Muara P. Lubis, M.Ked (OG),SpOG
Diajukanuntukmelengkapitugas
–
LEMBARAN PENGESAHAN
Penelitian ini telah disetujui oleh TIM
–
5 :
PEMBIMBING :
Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG. K ………..
Pembimbing I Tgl .
dr. Ichwanul Adenin, M. Ked ( OG ), SpOG. K ……….
Pembimbing II Tgl .
PENYANGGAH :
dr. Aswar Aboet, M. Ked ( OG ), SpOG. K ………..
Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi Tgl .
dr. Muldjadi Affendi, M. Ked ( OG ), SpOG. K ………..
Divisi Obstetri Ginekologi Sosial Tgl .
dr. Muara P. Lubis, M. Ked ( OG ), SpOG ……….
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alaamiin, Ya Allah, Berkat Rahmat dan
Karunia-MU, Kemurahan, Kemudahan serta Nikmat yang diberikan,
penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan
Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini
memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun demikian
besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam
menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul :
“EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN- 1 ( MCP– 1 ) PADA ENDOMETRIOSIS”
Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu,
DTM&H, MSc (CTM), SpA. K dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD
(KGEH) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas
2. Prof.dr.Delfi Lutan, MSc, SpOG. Kdan Dr.dr. M. Fidel Ganis Siregar,
M.Ked(OG), SpOG. K, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUSU Medan.
3. Dr.dr.Henry Salim Siregar, SpOG. K, dan dr. M. Rhiza Z. Tala,
M.Ked(OG), SpOG. K selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris
Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
FKUSU Medan.
4. Kepada Prof.dr.M. Jusuf Hanafiah, SpOG. K, Prof. dr. Djafar Siddik,
Sp. OG. K, Prof.dr.Hamonangan Hutapea, SpOG. K,
Prof.Dr.dr.H.M.Thamrin Tanjung, SpOG. K, Prof.dr.R.Haryono
Roeshadi, SpOG. K, Prof.dr.T.M.Hanafiah, SpOG. K, Prof.dr.Budi
R.Hadibroto, SpOG. K, Prof.dr.Daulat H.Sibuea,SpOG. K,
Prof.dr.M.Fauzie Sahil, SpOG. K, dr. Deri Edianto, M. Ked (OG),
SpOG. K, dandr. M. Rusda, M. Ked (OG), SpOG. Kyang secara
bersama-sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan
Ginekologi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan budi
guru-guru saya tersebut.
5. Kepada dr.Herbert Sihite, M.Ked(OG),Sp.OG selaku Bapak angkat
saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak
mengayomi, membimbing,membantu serta memberikan nasehat yang
bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan. Terima Kasih,
mohon maaf jika dalam masa pendidikan saya banyak berbuat salah,
6. Dr.dr.Henry Salim Siregar , SpOG. K dan dr.Ichwanul Adenin, M. Ked
(OG), SpOG. K, selaku pembimbing tesis saya, serta dr.Aswar
Aboet,M. Ked(OG), SpOG. K, dr. Muldjadi Affandi, M. Ked (OG)
SpOG. K, dan dr. Muara P. Lubis, M.Ked(OG), SpOG, selaku
penyanggah. Terimakasih kepada para guru saya di tim 5, atas segala
koreksi, kritik yang membangun, segala bantuan, bimbingan, juga
waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran,
dalam rangka melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga
dapat terselesaikan dengan baik.
7. Kepada Divisi Ginekologi FK USU yang telah memberikan izin kepada
saya untuk melakukan penelitian ini.
8. Kepada dr David Luther, M. Ked (OG), SpOG selaku pembimbing
Referat Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi saya yang
berjudul “Stres Inkontinensia Urine Paska Persalinan“, kepada dr.
Hayu Lestari Haryono, M.Ked (OG),SpOGselaku pembimbing Referat
Fetomaternal saya yang berjudul : “Kelainan Ginjal pada Janin”, kepada Dr. dr.Binarwan Halim, M.Ked(OG), SpOG. K selaku
pembimbing Referat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya
yang berjudul “Penggunaan Hormon GnRH Analog sebagai Induksi Ovulasi”,dan kepada dr.Roy Yustin Simanjuntak, SpOG. K selaku pembimbing Referat Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul
“Terapi Hormonal pada Kanker Endometrium”.
9. Para guru yang sayahormati, dr. MakmurSitepu, M.Ked (OG), SpOG.K
(Kasubdiv FER), Prof. Dr. M. FauziSahil, SpOG.K (Kasubdiv Onkologi)
, sertaSeluruh Staf PengajarDepartemenObstetri dan
GinekologiFakultasKedokteranUniversitasSumatera Utara yang
tidakdapatsayasebutkansatupersatu, yang
secaralangsungtelahbanyakmembimbing dan
mendidiksayasejakawalhinggaakhirpendidikan.SemogaAllah Yang
MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut.
10. Direktur RSUP. H.Adam Malik Medanbesertaseluruhstafmedis,
paramedismaupun non medis-paramedis yang
telahmemberikankesempatan,
saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik
andanselamasayabertugas di rumahsakittersebut.
11. Direktur RSUD. dr.Pirngadi Medan, dr. H. Edwin Effendi,
MScdanWakilDirekturPelayananMedik RSUD. dr. Pirngadi Medan dr.
RushakimLubis, M. Ked (OG), SpOG, Kepala SMF Kebidanan dan
PenyakitKandungan dr. SyamsulArifinNasution, M.Ked(OG), SpOG.
K, Koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi dr. Sanusi Piliang,
SpOG, Ketua Komite Medik RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Jenius L.
Tobing, M. Ked (OG), SpOGsertaseluruhstafpengajar di SMF Obgyn
RSUD dr. Pirngadi Medan .Semoga Allah Yang
MahaPengasihmembalasbudibaik guru-guru sayatersebut
.Seluruhstafmedis, paramedismaupun non medis yang
saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik
an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut.
12. Direktur RS Haji Mina Medan dankepala SMF Kebidanan dan
PenyakitKandungan dr.H.MuslichPerangin-angin, SpOG,
besertaseluruhstaf yang telahmemberikesempatan dan
saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas di
rumahsakittersebut.
13. Direktur RS TembakauDeli dan kepala SMF Kebidanan dan
PenyakitKandungan dr.H.SofianAbduIlah, SpOG dan dr.H.Nazaruddin
Jaffar, SpOG.K beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan
dan sarana serta bimbingan kepada saya selama bertugas di rumah
sakit tersebut.
14. Direktur RSU Sundari dan Kepala SMF Kebidanan dan
PenyakitKandungan, dr.H.M.Haidir, MHA, SpOG, dr. Ali Akbar, M. Ked
(OG), SpOG dan ibuSundari, Am.Kebbesertaseluruhstaf yang
telahmemberikesempatan dan
saranasertabimbingankepadasayaselamabertugas di
rumahsakittersebut.
15. Kepala RUMKIT DAMII Bukit BarisandanKepala SMF Kebidanan dan
PenyakitKandungan, dr.M. Rizky Pratama Yudha Lubis, M. Ked(OG),
SpOG, dan dr YazimYaqub, SpOGsertaseluruhstafmedis,
paramedismaupun non medis-paramedis yang
saranasertabantuankepadasayauntukbekerjaselamamengikutipendidik
an dan selamasayabertugas di rumahsakittersebut.
16. Direktur RSUD NaganRaya dan para stafmedismaupun non medis
.Terimakasihatassegalakesempatan, bantuan,
kerjasamadanbimbingan yang telahdiberikanselamasayabertugas di
KabupatenNaganRaya - Propinsi Aceh.
17. Kepada dr.Putri C. Eyanoer,MPH, dan dr. Surya Darma, MPH yang
telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyelesaian uji statistik tesis ini.
18. Terima Kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, SpPA Ketua Departemen
Patologi Anatomi FK USU, dr. Jessy Christela, M. Ked (PA), SpPA
beserta staf Departemen Patologi Anatomi FK USU yang telah
memberikan izin dan telah membantu saya dalam melakukan
pemeriksaan imunohistokimia untuk menyelesaikan penelitian ini.
19. Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, untuk
kesempatan tugas belajar yang diberikan kepada saya.
20. Kepada semua senior-senior saya dan
kepadateman-temanseangkatansayasertarekan-rekan PPDS,sayaberterima kasih
atas segala bimbingan dan dukungan selama ini.
21. Seluruh PPDS yang pernah menjadi tim jaga saya dan dengan
kebersamaan yang indah, saling mendukung dan memberikan
semangat
danberkomitmendenganpenuhloyalitasdalambertugasselama
22. Kepada seluruhstafpegawainegeridanpegawaihonorerdan seluruh
petugas yang bekerja di Lingkungan Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSP.H.Adam Malik dan RSUD.dr.Pirngadi Medan, terima
kasih atas bantuannya selama ini.
23. Rekandoktermuda, stafmedis, paramedismaupun non
medispadaseluruhinstansiditempatsayapernahmengikutipendidikanma
upunbertugas. Terimakasihatassegalakerjasama, bantuan, bimbingan,
sertakebaikan yang diberikanselama masa pendidikan yang
sayajalani.
Sembahsujud, hormat dan terimakasih yang
tidakterhinggasayasampaikankepadakeduaOrang Tua saya yang
tersayang dan terkasihH. M. Ramli, SEdan ibundaHj. Salbiah,
SST.Tiadakata yang dapatmelukiskanucapan
terimakasihtersebutkepadakeduaorangtuasaya, melainkan rasa syukur
yang tiadaterhinggakepadaAllah
SWTkarenatelahmenitipkansayakepadaorangtua yang
telahmembesarkan, membimbing, mendoakan, mendidik, dan
mendukungsayadenganpenuhkeikhlasan dan kasihsayang,
semenjaklahirhinggasaat ini. HanyaAllah SWT yang
dapatmembalaskebaikan yang telahmerekaberikanselama ini,
dansemogasayadapatmenjadihiasanduniamaupunakhiratbagimerekaberd
ua.Hormatsaya dan terimakasih yang
Nasutiondan Hj. Nuraini Harahap yang telahmendoakan,
membimbing,memberipengertian, motivasi, dan
semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikanini.
Hormatsaya dan terimakasih yang
tidakterhinggakepadakeduaorangtuaangkatsayaAlmdr.ErdjanAlbar,SpO G.KdanIbuDewiErdjanAlbar yang telahmendoakan, membimbing, memberimotivasi dan semangatkepadasayadalammenjalankanpendidikan
ini.
Kepadaistrikutercintadr. Listanti Nisa Nasution, M. Ked (clin-path), SpPKsayaucapkanterimakasihtak terhingga, yang telahmendampingisayadenganpenuhpengertian,perhatian,
kesetiaan,mendukungsayadenganpenuhkesabarandankasihsayang.
Kepada abang : Zainal Arifin, BBA, H.M. Ansyari, SST, M. Kes,
danadikdr. Nurhandayani, M. Kes, M. Ked (Ped), SpA terima kasih atas dukungannya selama menjalani pendidikan.
Kepadaseluruhpihak yang
sayasebutkanmaupuntidaktersebutsebelumnya,
sayamemohonmaafatassegalakekhilafan yang sayalakukanselama ini,
baik yang disadarimaupuntidak.
Semogakitasemuaselalumenjadiorang-orang yang rendahhati, ikhlas, bersyukur, sertaselaludalamampunan,
kemudahan, dankasihsayang dari Allah SWT.
DAFTAR ISI
BAB II TinjauanPustaka 6
2.1 Endometriosis
MonositKemotaktik Protein – 1
Peranan MCP – 1 pada endometriosis
2.8 KerangkaKonsep 35
3.6 IdentifikasiVariabel 38
Daftar Gambar
Gambar. 1. Patofisiologi Endometriosis 10 Gambar .2. Klasifikasi endometriosis 11 Gambar .3. Lembaran Klasifikasi endometriosis berdasarkan American
Society for Reproduktif Medicine 12
Gambar .4. Lesi Peritoneum endometriosis 13 Gambar .5. Mekanisme endometriosis 17 Gambar .6. Kelangsungan Hidup Sel Endometrium di dalam rongga
Peritoneum 22
Gambar .7. Struktur Molekul CCL2/MCP1 29
Gambar .8. Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis 32 Gambar .9. Histopatologi endometriosis 33 Gambar .10. Imunohistokimia MCP-1 pada Endometrium normal dan
Endometriosis 33
Daftar Tabel
Tabel .3.1. Definisi Operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel
Pengukuran 39 Table. 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian 46 Table. 4.2. Perbedaan Proporsi Monosit Kemotaktik Protein-1 berdasarkan
Kelompok penelitian 49 Table. 4.3. Hubungan Proportion Score Ekspresi Monosit Kemotaktik
Daftar Singkatan
ASRM : American Sosiety for Reproductive Medicine CA-125 : Cancer antigen 125
CCL2 : Chemokine Ligand 2 CCR2 : Chemokine Reseptor 2
CCR2A : Chemokine Reseptor 2A CCR2B : Chemokine reseptor 2B
GnRH : Gonadotropin Relasing Hormon ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule-1 IL : Interleukin
LH : Luteinizing Hormone
MCP-1 : Monocyte Chemotactic Protein-1 MMP : Matrix Metalloproteinase
MRI : Magnetic Resonance Imaging
M1 : Makropag 1
M2 : Makropag
mRNA : messenger Ribonucleic Acid NK cel : Natural Kill cel
NSAID : Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs RANTES : Regulated on Activacation Normal T- cel Expressed and Secreted
TNF- : Tumor Necrosing Factor
VEGF : Vascular Endothelial Growth Faktor
EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS
Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP
DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi – DepartemenObstetridanGinekologi
FakultasKedokteran- Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, Maret 2015
ABSTRAK
Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein – 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal.
Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase
Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis
yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.Dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif .Hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik.
HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif . EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).Berdasarkanperbandingan antaraproporsiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal.
Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal .Terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal .
.
EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS
Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP
Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement
Faculty of Medicine University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia March2015
ABSTRACT
Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium.
Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.The resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed.
Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue.
Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium.
EKSPRESI MONOSIT KEMOTAKTIK PROTEIN-1 ( MCP -1 ) PADA ENDOMETRIOSIS
Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP
DivisiFertilitasdanEndokrinologiReproduksi – DepartemenObstetridanGinekologi
FakultasKedokteran- Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, Maret 2015
ABSTRAK
Tujuan: Untukmengetahuiperbedaamekspresimonositkemotaktik protein – 1 pada endometriosis dibandingkandengan endometrium normal.
Metode:PenelitianinimerupakanpenelitiananalitikdenganrancanganCase
Controlterhadap 21 parafinblokjaringan endometriosis ektopikpenderita endometriosis
yang di perolehdarilaparatomiataulaparoskopidan paraffin blokjaringan endometrium normal yang diperolehdarilaparotomiataukuretasepada endometrium.Dilakukan pewarnaanimunohistokimiaterhadapjaringantersebutdenganmenggunakanantrumgaster sebagaikontrolpositif .Hasilpenelitiandiinterpretasikanberdasarkankekuatanintensitas warnadandianalisasecarastatistik.
HasilPenelitian: Dari 21 kasus endometriosis yang diamati, sebanyak 21 (100%) jaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis terwarnaidenganintensita +1, +2 dan +3 sedangkan 21 kasusdari endometrium normal, keseluruhannya terwarnaindenganintensitasnegatif . EkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) padajaringan endometrium ektopikpenderita endometriosis lebihtinggidibandingkan endometrium normal danbermaknasecarastatistik (p<0.05).Berdasarkanperbandingan antaraproporsiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP-1) dengan stadium endometriosis terbanyakadalah3 (55,6%) danstadium 4 (44,4%) pada stadium 4, sedangkan proporsi skor ekspresi MCP-1 dengan score 2 seluruhnya dengan stadium 4(100%) dan Proportion score ekspresi MCP-1 dengan score 3 pada stadium 4 adalah 4 (54,5%) dan terendah dengan stadium 2 adalah 2 (18,2%). Dengan fisher exact test didapat nilai p >0,05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna nilai proporsi ekspresi MCP -1 jaringan endometriosis dengan endometrium normal.
Kesimpulan:TerdapathubunganEkspresiMonositKemotaktik Protein -1 (MCP -1) wanitadengan endometriosis dibandingkandenganwanitadengan endometrium normal .Terdapatperbedaan yang bermaknaantarawanitadengan endometriosis dan endometrium normal .
.
EXPRESSION OF MONOCYTE CHEMOTACTIC PROTEIN-1 (MCP-1) ON ENDOMETRIOSIS
Rizaldy E, Siregar HS, Adenin I, Aboet A, Affandi M, Lubis. MP
Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Departement
Faculty of Medicine University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia March2015
ABSTRACT
Objective:Todetermine differences inthe expression ofmonocytechemotacticprotein-1in endometriosiscomparedwithnormalendometrium.
Methods:This analytical studywithcase-controldesignexamined21paraffinblock sectopicendometriosispatients with endometriosisthat was obtainedfrom laparotomyorlaparoscopyandparaffinblocksof normalendometrialtissue which obtainedfromlaparotomyorcurettageof the endometrium. Immunohistochemical stainingof the tissuewas performed by usingantrum gastricas apositive control.The resultswere interpretedbased on the strengthof colorintensityandstatisticallyanalyzed.
Results:21 cases of endometriosis were observed, as many as 21 (100%) patients with endometriosis ectopic endometrial tissue stained with intensity +1, +2 and +3, while 21 cases of normal endometrium, the whole stained with negative intensity. Expression of Monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1) in patients with endometriosis ectopic endometrial tissue is higher than normal endometrium and statistically significant (p <0.05). Based on the comparison between the proportion of Monocyte Chemotactic Protein 1 (MCP-1) with the majority of endometriosis stage is 3 (55.6%) and stage 4 (44.4%) in stage 4, whereas the proportion of expression scores MCP- 1 with a score 2 all of stage 4 (100%) and Proportion scores expression of MCP-1 with a score 3 in stage 4 is 4 (54.5%) and the lowest with stage 2 is 2 (18.2%). With Fisher exact test was obtained value p> 0.05, which means there is no significant relationship MCP-1 expression value proportion with normal endometrium of endometriosis tissue.
Conclusions:Monocytechemotacticprotein-1 (MCP-1)expressionwas significantly associated withendometriosis women than withnormalendometrium women, with aasignificant differencebetweenwomenwithendometriosisandnormalendometrium.
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Penelitian .
Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10%
wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan
infertilitas.1 Endometriosis didefinisikan sebagai timbulnya jaringan
endometrium diluar kavum uteri.2 Berdasarkan teori Sampson’s,
endometriosis berasal dari menstruasi yang retrogad yaitu penyakit
yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan
endometrium yang mencapai rongga peritoneal.3
Dalam beberapa tahun terakhir, disfungsi imunologis telah
dianggap sebagai satu faktor penyebab didalam perkembangan
endometriosis, dan bisa jadi merupakan penyebab nyeri dan
penurunan fertilitas pada sebagian pasien. Salah satu kelainan yang
secara konsisten dilaporkan adalah aktivasi monosit dan
pengambilannya kedalam kavum peritoneum pasien.
Monosit/makrofag yang teraktivasi diketahui mensekresi banyak faktor
angiogenik dan pertumbuhan lainnya, yang dapat mendorong
pertumbuhan eksplan endometrium serta molekul proinflamasi
lainnya, yang berakibat pada tereksaserbasinya reaksi inflamasi yang
dijumpai pada kavum peritoneum pasien dengan endometriosis.4
MCP-1 merupakan kemokin yang kandungan utama
pengambilan monosit kedalam tempat inflamasi. Selanjutnya, juga
diketahui bahwa konsentrasi dan aktivitas biologis MCP-1 yang
meningkat, baik pada cairan peritoneum maupun serum pasien
dengan endometriosis.4
Makrofag diaktifkan dari reaksi inflamasi dan sering
berkontribusi pada patogenesis dari penyakit yang
mendasarinya.Monosit kemotaktik protein – 1 dalam lesi inflamasi
dimediasi oleh beberapa faktor.Monosit Chemotactic Protein-1
(MCP-1) adalah salah satu Faktor kemotaktik ampuh untuk monosit /
makrofag. MCP-1 disekresikan oleh sejumlah tipe sel termasuk sel
stroma endometrium, dan dalam cairan peritoneal pada wanita dengan
endometriosis.5
MCP-1 mungkin penting dalam perekrutan dan aktivasi
makrofag peritoneal pada pasien endometriosis.Laporan penelitian
Jolicoeur et.al, mengatakan dengan adanya penyakit, peningkatan
regulasi ekspresi MCP-1 muncul in vivo dan dapat in situ di
endometrium rahim. Pada wanita dengan endometriosis, MCP-1
diangkat dalam kelenjar endometrium, baik di tingkat protein
(imunohistokimia) dan mRNA (in situ hibridisasi).Hal ini diamati di
seluruh siklus menstruasi dan bervariasi sesuai dengan tahap
penyakit. Temuan ini sangat mendukung kehadiran perubahan
patofisiologi eutopik pasien endometriosis dan membuat masuk akal
MCP-1 sebagai mediator sel efektor utama terlibat dalam patogenesis
Peneliti ingin meneliti bagaimana ekspresi Monosit
KemotaktikProtein-1 pada endometriosis jika dibandingkan
endometrium normal.Belum adanya penelitian ini di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara , RSUP. H. Adam Malik Medan.
1.2.Rumusan Masalah .
Bagaimana ekspresi monositkemotaktik protein-1pada
jaringan pasien dengan endometriosis dibandingkan subjek dengan
endometrium normal?
1.3. Hipotesa Penelitian .
Ada perbedaan ekspresi monositkemotaktik protein-1
dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia pada
endometriosis dibandingkan endometrium normal.
1.4. Tujuan Penelitian . 1.4.1.Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaanekspresi monositkemotaktik protein-1 padaendometriosis
1.4.2.Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui distribusi frekwensi karakteristik paritas dan
usia pada endometriosis dibandingkan endometrium normal.
2. Untuk mengetahui nilai ekspresimonosit kemotaktik
protein-1padaendometriosis dan endometrium normal.
3. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi monositkemotaktik
protein-1 pada endometriosis berdasarkan derajat endometriosis
1.5. Manfaat penelitian . 1.5.1. Manfaat teoritis .
Dapat diketahui bagaimana ekspresi monositkemotaktik
protein-1pada endometrium penderita endometriosis dan
endometrium normal. Sekaligus diharapkan dapat menjadi dasar
pada penelitian selanjutnya pada endometriosis.
1.5.2. Manfaat Metodologis .
Dapat diketahui bagaimana pemeriksaan ekspresi
monositkemotaktik protein-1pada endometriosis dan endometrium
normal dengan pemeriksaan imunohistokimia.
1.5.3. Manfaat Aplikatif .
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperoleh data
endometriosis dapat menjadi salah satu landasan pilihan
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Endometriosis .
Endometriosis didefinisikan susunan jaringan ( sel-sel
kelenjar dan stroma ) abnormal mirip endometrium ( endometrium –
like tissue ) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus dan memicu reaksi
peradangan menahun.2
2.1.1. EpidemiologiEndometriosis .
Endometriosis merupakan penyakit progresif ginekologi yang sering ditemukan.Endometriosis merupakan penyakit yang jinak
akan tetapi endometriosis memiliki karakteristik keganasan seperti
morfologi yang abnormal, invasi selular, dan neoangiogenesis.
Endometriosis juga berpengaruh dengan infertilitas dan tidak dapat
diobati yang didiagnosis pada 68% pasien yang menderita
infertilitas.3
Endometriosis merupakan penyakit yang sering terjadi yaitu
sekitar 5% - 10% dari wanita usia reproduktif dan 60-80% dari wanita
infertil atau wanita dengan nyeri pelvis. Dengan usia rata- rata 25
hingga 30 tahun. Banyak sekali penderita endometriosis yang tak
bergejala, sehingga tidak waspada akan keadaannya. Meski
penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan,
sehingga penyakit itu tidak sempat terdiagnosis.3
2.1.2. Etiologi dan Patogenesis Endometriosis .
Insidensi endometriosis meningkat dengan adanya
penundaan kehamilan, riwayat penyakit yang sama di keluarga,
penurunan insidensi pada penggunaan kontrasepsi oral, dan
paparan terhadap toksin tertentu seperti dioksin.7
Adhesi sel eksfoliata ke permukaan peritoneal akan
menyebabkan pertumbuhan endometriosis. Sejumlah protein adhesif
dan proteoglikan terlibat dalam proses ini.Sejumlah penelitian
membuktikan bahwa darah menstruasi mengandung zat yang dapat
mengubah morfologi mesotelium peritoneal menjadi tempat adesi di
sel peritoneal. Setelah itu, sel eksfoliataakan berproliferasi dan
menginvasi jaringan peritoneal. Perkembangan endometriosis akan
didukung dengan proses vaskularisasi.8,9
Penyebab dan patofisiologi terjadinya endometriosis masih
belum pasti. Beberapa hipotesa dibuat oleh para peneliti, yaitu:
1. Teori CoelomicMetaplasia .
Pada awalnya teori ini diungkapkan oleh Mayer.Diketahui
bahwa peritoneum pelvis, epitel germinal dari ovarium, dan
duktus mullerian berasal dari epitelium coelomic.Berdasarkan
transformasi bergantung hormon dari sel yang berjalan antara
peritoneum ke mullerian.Mayer juga menyatakan adanya infeksi
atau stimulus lainnya dapat menyebabkan metaplasia dan
menyebabkan endometrioisis di pelvis. Hipotesis ini semakin
diperkuat dengan adanya penemuan endometriosis pada wanita
prepubertas, wanita dengan ameorea primer, dan kasus
endometriosis yang jauh misalnya pada rongga pleura.10,11
2. Teori Induksi .
Teori ini merupakan kelanjutan dari teori metaplasia
yangmenyatakan faktor imunologi atau substansia biokemikal
endogen dapat menginduksi sel undiferensiasi menjadi sel
diferensiasi pada jaringan endometrium. Teori ini dikemukakan
oleh Levander dan Normann yang menanamkan potongan
dinding uterus yang diambil dari kelinci yang hamil ke jaringan
subkutan kelinci betina berusia 2 bulan dan kemudian distimulasi
dengan gonadotropin.10,11
3. Teori penyebaran darah dan limfe .
Endometriosis pada daerahnya yang jauh seperti pleura,
umbilikus, rongga retroperitoneal dan ekstremitas bawah sering
dihubungkan dengan penyebaran melalui darah. Endometriosis
pada vagina dan serviks berhubungan dengan penyebaran
4. Teori Dmowski .
Teori ini menyatakan wanita dengan defisit sel imun
terutama reduksi limfosit T cenderung menderita
endometriosis.10,11
5.Teori Menstruasi Retrograde .
Teori ini menyatakan bahwa darah menstrusi pada saat haid
masuk kedalam kavum peritoneum melalui tuba akibat kontraksi
yang tidak adekuat. Potongan endometrium tersebut kemudian
mengimplantasikan dalam mesotelium.Teori ini tidak dapat
mejelaskan endometriosis letak jauh.10,11
Teori yang paling luas diterima pada saat ini adalah teori
implantasi yang diusulkan oleh Sampson pada pertengahan tahun
1920-an y1920-ang dapat menjelask1920-an mek1920-anisme y1920-ang logis untuk terjadinya
kebanyakan lesi endometriosis tetapi tidak dapat menjelaskan mengapa
endometriosis terjadi pada sebagian kecil wanita tetapi tidak terjadi pada
kebanyakan wanita. Kebanyakan wanita mengalami menstruasi retrograde
(76-90%) ke dalam kavum peritoneum tetapi endometriosis terjadi hanya
5-10% saja 3. Oleh karena itu, perkembangan endometriosis
kemungkinan tidak hanya melibatkan menstruasi retrograd tetapi
melibatkan faktor-faktor lain pada tingkat molekuler yaitu defek genetik
atau sistem imun atau kedua seperti adesi dan invasi sel-sel endometrium,
Lebih lanjut predisposisi genetik tampaknya terlibat dalam patogenesis
endometriosis .43
Gambar 1.Patofisiologi Endometriosis4
2.1.3. Klasifikasi Endometriosis .
Klasifikasi berdasarkan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) pada endometriosis dibagi menjadi 4 tahap yaitu
tahap pertama atau minimal, tahap kedua atau ringan, tahap ketiga
atau sedang, dan tahap keempat atau berat. Tahap ini didasarkan
pada lokasi, luas dan kedalaman invasi endometriosis, ada
tidaknya serta keparahan adhesi endometrium dan ada tidaknya
Pada umumnya wanita dengan endometriosis minimal maupun
ringan akan beradhesi ringan dan implantasi yang superfisial.
Endometriosis sedang dan berat dengan karakteristik kista coklat dan
adhesi yang berat. Klasifikasi endometriosis tidak berhubungan dengan
gejala yang timbul.12,13
Klasifikasi yang dianjurkan oleh American Fertility Society (AFS)
adalah:
Berdasarkan hasil laparoskopi diagnostik didapatkan jumlah skor:
(1) Stadium I (minimal) : 1 – 5
(2) Stadium II (mild) : 6 – 15
(3) Stadium III (moderate) : 16 – 20
(4) Stadium IV (servere) : bila berkisar 40.12,13
Gambar 4.Lesi Peritoneum Endometriosis.4
2.1.4. Diagnosis Endometriosis .
Untuk menegakkan diagnosa endometriosis, dibuat atas
dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik dipastikan dengan
laparoskopi.12
1. Anamnesis.
Adanya riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid,
tidak teratur.Nyeri haid atau biasa disebut dismenorea dapat
menjadi gelaja endometriosis ataupun patologi pelvis lainnya
seperti fibroid uterin atau adenomiosis.Nyeri haid yang parah
dapat disertai dengan mual, muntah, dan diare.Dismenorea
primer yang awalnya timbul pada tahun pertama dimulai dari
pertama kali mendapatkan haid dan berkesinambungan hingga
seterusnya biasanya tidak berhubungan dengan endometriosis.
Dismenorea sekunder yang timbul pada usia dewasa harus
diperhatikan dan biasanya semakin parah seiring berjalannya
usia.12
Endometriosis yang menyebabkan nyeri senggama disebut
dispareunia.Penetrasi yang dalam menyebabkan nyeri pada
lingkaran ovarium dan menyebabkan jaringan parut pada puncak
vagina. Nyeri juga dapat disebabkan akibat sentuhan penetrasi
ke nodul endometriosis dibelakang uterus atau pada ligamen
uterosakral yang menghubungkan serviks dengan sakrum .12
Banyak penelitian menunjukkan endometriosis dapat
menyebabkan infertilitas.Endometrosis dapat ditemukan pada
50%pasien infertil.Pasien dengan endometriosis sedang dan
berat memiliki kemungkinan hamil hanya sekitar 2%. Akan tetapi
tidak semua pasien endometriosis akan mengalami infertilitas.12
Banyak kasus endometriosis ringan dan sedang tanpa
adhesi juga mengalami infertilitas.Banyak teori
terganggu, perubahan hormonal, gangguan fungsi tuba fallopi,
dan masalah pada implantasi. Pada endometriosis sedang dan
berat, infertilitas disebabkan oleh penghambatan pengeluaran
sel telur dan proses penutupan jalan sperma pada tuba falopi
oleh endometriosis.12
2. Pemeriksaan fisik .
Pada pemeriksaan dapat ditemukan massa kenyal
dibelakang serviks pada pemeriksaan vaginal dan rektal. Salah
satu atau kedua ovarium dapat membesar.12
3. Laparoskopi .
Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan
diagnosa pasti suatu endometriosis yaitu dengan cara melihat
langsung ke dalam rongga abdomen.Tampak lesi endometriosis
yang berwarna merah atau kebiruan, berkapsul dan juga terlihat
lesi endometriosis yang minimal.Klasifikasi endometriosis dapat
dinilai dari hasil laparoskopi. Skor 1-15 menunjukkan
endometriosis minimal dan ringan, skor 16 dan selebihnya
menunjukkan endometriosis sedang dan berat.13
Endometriosis merupakan penyakit invasif dan didiagnosis
berdasarkan laparoskopi yang bersifat traumatik dan memiliki risiko
timbulnya komplikasi seperti cedera pembuluh besar ataupun cedera
usus.Untuk itu diperlukan pemeriksaan yang cepat, terpercaya, dan
serum CA-125 dapat digunakan sebagai alat diagnosis dan
manajemen endometriosis tahap lanjut.Kadar CA-125 mengalami
peningkatan pada endometriosis. Akan tetapi, CA-125 juga meningkat
pada kondisi lain seperti neoplasma ovarium, mioma uteri dan
penyakit radang pelvik sehingga memiliki spesifisitas yang tidak
bermakna untuk menegakkan diagnosa endometriosis. CA-125
memiliki peranan untuk follow up endometriosis yang telah atau
sedang menjalani terapi medis maupun terapi pembedahan.14
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendeteksi mRNA
overekspresi di darah tepi pasien dengan kanker melalui alat real time
reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR). Vascular
endothelial growth factor A (VEGFA) merupakan substansi untuk
mengstimulasi proses angiogenesis dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah pada endometriosis. Matriks metalloproteinase-3
(MMP-3) berperan dalam proses degenerasi dan remodeling matriks
ekstraselular, menstimulasi proliferasi sel, apoptosis, dan menginduksi
migrasi sel.15,16
Selain itu juga didapatkan penelitian bahwa cairan peritoneal
dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis melalui sitokin
dan marker imunologi lainnya.Bahkan terdapat penelitian yang
menunjukkan ekspresi MMP dapat ditemukan meningkat pada urin
penderita endometriosis.Penelitian lain juga menggunakan
endometriosis.Marker diagnosis endometriosis juga dapat diambil dari
ekspresi gen dengan metode hibridisasi.15,16
Beberapa penelitian dipusatkan pada IL-8 dan monocyte
chemotactic protein-1 (MCP-1). IL-8 merupakan agen angiogenik
yang poten, chemoattractant dan activating cytokine untuk granulosit,
sedangkan MCP-1 adalah chemoattractant dan activating cytokine
untuk monosit dan makrofag. Sumber dari cytokines termasuk
endometrium dan peritoneal mesothelium. Konsentrasi IL-8 dan
MCP-1 meningkat dalam cairan peritoneal pada wanita dengan
endometriosis dibandingkan dengan wanita sehat dan peningkatan
konsentrasi cytokines ini berhubungan dengan derajat keparahan
penyakit.26
2.1.5. Penatalaksanaan Endometriosis .
Endometriosis dapat ditangani dengan berbagai cara yaitu:
1. Medisinalis .
Terapi medisinalis pada endometriosis bertujuan untuk
menurunkan ukuran massa dan menangani nyeri pelvis yang
timbul. Regimen pengobatan yang selama ini digunakan adalah
progesteron, kombinasi estrogen-progesteron, antiprogesteron,
danazol, dan agonis gonadotropine releasing hormone.Obat
obatan ini cukup efektif dalam menurunkan massa endometriosis
serta mengurangi nyeri pelvis yang timbul. Keuntungan
penggunaan progesteron adalah efek samping yang minimal dan
harga yang terjangkau.17,18,19
Mekanisme regimen ini berhubungan dengan level aksis
hipotalamus-pituitari. Supresi pelepasan gonadotropin dan
deplesi kadar estrogen akan meregresi massa endometriosis
dan nyeri pelvis. Hal ini disebabkan penurunan steroidogenesis
pada ovarium. Supresi steroid ovarium dan diinduksi kondisi
hipoestrogenik mencegah pertumbuhan di endometrium.17,18,19
Progesteron merupakan agen imunosupresif yang poten
yang dapat memblok kerja dan pelepasan sitokin.Analog agonis
gonadotropine releasing hormone dan danazol bekerja melalui
sistem ini. Sitokin dan faktor pertumbuhan dari sel imun
Selain itu, juga terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa
metformin dapat meregresi pertumbuhan endometriosis pada
tikus dengan cara peningkatan penghambat matriks
metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di Korea didapatkan penelitian
ekstrak cervus elarvus dapat menurunkan kadar matriks
metalloproteinase-2 dan MMP-9.Di China juga didapatkan
penelitian kapsul Guizhi Fuling dapat menurunkan volume
besarnya endometriosis.17,18,19
2. Pengobatan operatif .
Pengobatan operatif dapat melalui eksisi ataupun ablasi.
Terdapat penelitian yang menunjukkan 63% proses ablasi akan
menimbukan gejala kembali. Adhesiolisis terbukti efektif dalam
mengurangi gejala nyeri dengan cara mengembalikan bentuk
normal anatomis. Prosedur operatif dapat berupa reseksi
endometrioma, neurektomi presakral, dan histerektomi dengan
bilateral ooforektomi.24
2.2. Responimundan Reaksi inflamasi dalamendometriosis.
Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis
endometriosis :untuk memungkinkan dan mempertahankan
keberlangsungan hidup dan proliferasi sel endometrium. Faktor- faktor
tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif seperti hormon, growth factor,
pada lesi endometriosis seperti sel imun, sel epitel endometrium, sel
stroma, dan sel endotel vaskular.35
Diantara berbagai faktor tersebut, sel imun tampaknya memiliki
peran penting dalam hal penerimaan dan penolakan sel – sel
endometrium yang mengalami refluks. Selain fungsi utama mereka, sel –
sel imun juga berkontribusi terhadap proses perkembangan penyakit
dengan mensekresikan berbagai sitokin yang mengontrol proliferasi sel,
inflamasi, angiogenesis, dan sebagainya. Memang, berbagai sel imun
seperti limfosit T dan B, sel Natural Killer, makrofag, dan sel mast telah
terbukti didapati pada lesi sel endometriosis, yang menunjukkan adanya
potensi peranan sel ini terhadap proses terjadinya penyakit.35
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wanita dengan
endometriosis mengalami peningkatan respon inflamasi dan perubahan
fungsi imun. Sitokin dan sel-sel imun diduga dapat memodulasi
perkembangan dan perilaku inflamasi dari implantasi endometriotik.
Peningkatan jumlah makrofag yang teraktivasi dapat diamati pada cairan
peritoneum penderita endometriosis.24 Osterlynck dkk menyatakan
adanya penurunan aktivitas dan sitotoksisitas sel natural killer di cairan
peritoneum. Berkurangnya jumlah sel T yang teraktifasi dan sel dendritik
matur merupakan temuan lain yang dapat diamati pada wanita dengan
endometriosis.36
Bahwa endometriosis dihubungkan dengan sebuah keadaan
inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh peningkatan volume
peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya), dan
peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan, dan substansi
penyokong angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi
subklinis peritoneum terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi
peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi basal yang lebih tinggi dari
makrofag peritoneum pada pasien dengan endometriosis dapat
mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma,
meningkatkan fagositosis sperma, atau mengganggu fertilisasi, mungkin
dengan meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α.TNF-α juga dapat
memfasilitasi implantasi endometrium pada pelvis.Perlekatan sel-sel
stroma endometrium ke dalam sel-sel mesotel in vitro telah ditingkatkan
dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan dosis fisiologis TNF-α.
Makrofag atau sel lain bisa menyokong pertumbuhan sel-sel endometrium
dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor
sepertiepidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor
(MDGF), fibronektin, dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah
perlekatan sel-sel endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan
pertumbuhan lebih lanjut yang tampaknya diregulasi oleh matrix
metalloproteinase (MMP) dan inhibitor jaringannya.43
Sitokin inflamasi memainkan peran sentral dalam regulasi
proliferasi, aktivasi, motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel.
Beberapa sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic
protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming growth factor-β (TGF-β) dan
(RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah
juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum
dan serum berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8,
dan MCP-1 lebih tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun
pada endometriosis tingkat lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun
dengan penurunan keparahan penyakit. RANTES juga meningkat dalam
cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang lebih berat .42
2.3. Inflamasi / Rekrutmen lekosit .
Rekrutmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat
jaringan inflamasi membantu untuk melindung dari mikroorganisme yang
menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade
adesi multitingkat yang diregulasi secara ketatyaitu :44,45
1. Leukocyte capture .
Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen,
makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami aktivasi
melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1
dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang
dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion
molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah
tempat inflamasi karena adanya kemokin.
2. Rolling adhesion .
Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul selektin
pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan affinitas yang
lemah hingga sangat lemah. Ini menyebabkan leukosit bergerak
lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling) sepanjang
permukaan dalam dinding pembuluh darah. Selama gerakan rolling
ini, ikatan yang transien dibentuk dan dirusak antara selektin dan
ligandnya.
3. Tight adhesion .
Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag
integrin permukaan berubah dari keadaan affinitas rendah ke
keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin
oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel
endotel sehingga leukosit terikat pada dinding endotel dengan
affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun
adanya shear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.
4. Transmigration .
Sitoskeleton dari leukosit diorganisasi dengan cara bahwa leukosit
tersebar pada permukaan endotel. Pada bentuk ini, leukosit
membentuk pseudopodia dan menembus gaps antara sel-sel
endotel. Transmigrasi leukosit terjadi karena protein PECAM,
ditemukan pada permukaan leukosit dan sel-sel endotel,
berinteraksi dan menarik secara efektif leukosit melalui endotelium.
Leukosit mensekresikan protease yang mendegradasi membran
basalis, memungkinkan mereka keluar dari pembuluh darah, proses
yang disebut diapedesis. Sewaktu leukosit sudah berada di cairan
interstisial, leukosit bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis
menuju tempat inflamasi.
2.4. Peranan Makrofag .
Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada
kebanyakan jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate
dan sistem imun didapat.Monosit yang bersirkulasi yang diproduksi
jaringan.Pada waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi darah perifer, monosit
bersirkulasi selama beberapa menit sampai beberapa hari sebelum
memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi sel-sel
efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk
makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi.46
Selama respons inflamasi, monosit darah direkrut ke jaringan yang
mengalami jejas dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan
mengikuti gradien haptotaktik dan kemotaktik lokal sebelum
berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang tinggal di dalam
jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin dalam
jaringan yang mengalami jejas, dan mungkin instrumental untuk rekrutmen
makrofag tambahan berikutnya.46
Pengetahuan konvensional menyatakan bahwa makrofag
mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam tempat inflamasi, memfagosit
debris seluler dan material asing, dan akhirnya keluar dari tempat
inflamasi.Kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag
mononuklear pada tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi
indikasi adanya inflamasi kronik dengan pembentukan jaringan granulasi
dengan luaran seperti nekrosis, fibrosis dengan enkapsulasi, dan atau
beberapa derajat pembentukan jaringan parut.Penelitian yang luas telah
menunjukkan bahwa makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip
makrofag dapat berubah bergantung pada lingkungan lokal. Makrofag bisa
diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau diaktifkan secara alternatif
makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan dalam
respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan .46
Makrofag adalah suatu elemen kunci dari respons imun
nonspesifik, yaitu bagian dari sistem imun yang tidak spesifik antigen dan
tidak melibatkan memori imunologik. Makrofag mempertahankan host
dengan pengenalan, fagositosis, dan destruksi mikroorganisme yang
menyerang dan juga berperan sebagai scavenger, membantu untuk
membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan debris seluler.
Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan,
enzim-enzim dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya
sendiri sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain.
Makrofag memiliki habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan
aktivitasnya sangat meningkat pada wanita dengan endometriosis.Bekerja
sebagai scavenger (makrofag M1) untuk mengeliminasi sel-sel
endometrium ektopik, makrofag peritoneum yang diaktifkan secara
alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi pada wanita dengan
endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan mensekresi
faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi endometrium
ektopik dan menghambat fungsi scavengernya 47.
Pada penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan
secara alternatif (makrofag M2) secara dramatis meningkatkan
pertumbuhan lesi endometriosis pada tikus.Sedangkan makrofag inflamasi
(makrofag M1) secara efektif melindungi tikus dari endometriosis.Oleh
tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis yang
dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan
lesi endometriosis 48.
Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci
dalam perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini
akan mensekresi dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin,
komponen komplemen, dan faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis
factor-β (TNF-α), IL-6, dan transforming growth factor-β (TGF
-β).Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum peritonei
disingkirkan oleh makrofag.Mekanisme aberasi pada endometriosis ini
mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap
agen asing. Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan
inisiasi, progresi, dan pertumbuhan sel-sel endometrium juga
neovaskularisasi49.
Jadi makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam
patogenesis endometriosis.Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
genetik, hormonal, dan lingkungan.Sebuah penelitian menyatakan bahwa
estrogen meningkatkan aktivitas makrofag M2 melalui reseptor estrogen
yang diekspresikan pada permukaannya. Dibawah pengaruh estrogen ini
makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor pertumbuhan (seperti
VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang berkontribusi terhadap
perkembangan dan persistensi endometriosis 50.
Fenotip makrofag dapat dikarakterisasi sebagai makrofag
remodelling jaringan (makrofag M2).Metode imunohistologi dapat
digunakan untuk mengidentifikasi marker permukaan makrofag yaitu
CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163 (M2 profile) selama
proses remodelling 51.
2.5.MonositKemotaktik Protein-1 .
Monosit Kemotaktik protein-1 (MCP-1/CCL2) merupakan anggota
keluarga kemokin C-C, dan satu faktor kemotaktin yang poten untuk
monosit. MCP-1 diduga identik dengan JE, suatu gen yang ekspresinya
diinduksi pada fibroblas tikus oleh faktor pertumbuhan yang diturunkan
oleh faktor pertumbuhan. Akan tetapi, homolog manusia yang telah
diidentifikasi sebagai CCL2, pertama kali dipurifikasi dari barisan sel
manusia atas dasar kandungan kemotraktan.25
Monosit Kemotaktik Protein-1 (MCP-1) adalah famili small inducible
gene (SIG) dan subfamili kemokin C-C yang telah diketahui salah satu
fungsinya adalah sebagai kemotraktan yang kuat terhadap
monosit.MCP-1 terletak pada kromosom monosit.MCP-17 di regio monosit.MCP-17qmonosit.MCP-1monosit.MCP-1.2-qmonosit.MCP-12.Struktur domain dari
MCP terdiri dari sheet alfa dan beta dengan loop residu sistein pada 30s
dan 40s, senyawa in distablisasi dengan ikatan disulfide .27,28
MCP-1 disebut juga sebagai CCL-2 yang terdiri dari 76 asam amino
dan 13 kDa.MCP ini adalah salah satu dari 4 member MCP.Homolog
antara keempat jenis MCP ini berkisar 61-71%.MCP-1 diproduksi oleh
berbagai tipe sel seperti endotel, fibroblas, epitelial, otot polos, mesangial,
atau faktor pertumbuhan. Protein ini berperan dalam regulasi migrasi dan
infiltrasi monosit, limfosit T, dan sel NK sehingga berperan dalam
timbulnya berbagai penyakit.29
Reseptor MCP dikode oleh 360 asam amino dengan kode pada
kromosom 3p21-22.Seluruh reseptor kemoik diidentifikasi sebagai
GPCRs, suatu famili reseptor rodopsi atau serpentin. Reseptor ini terdiri
dari N-terminus ekstraselular, tujuh domain transmembran hidrofobik yang
dihubungkan dengan 3 loop ekstraselular dan intraselular, dan regio
intraselular C-terminal. CCR terdiri dari tubtipe CCR2A dan CCR2B yang
hanya berbeda pada ujung C-terminal nya.30
Gambar 7. Sruktur Molekul CCL2 / MCP -1 .37
CCL2 memediasi efeknya melalui reseptor CCR2 dan tidak seperti
CCL2, ekspresi CCR2 relatif terbatas terhadap beberapa jenis sel.
Dijumpai dua bentuk CCR2 yang terpotong yakni, CCR2A dan CCR2B,
yang hanya dapat dibedakan pada ekor ujung Cnya. CCR2A merupakan
isoform utama yang diekspresikan oleh sel mononuklear dan sel otot polos
pembuluh darah, sementara monosit dan NK cell yang teraktivasi
2.6.Peranan MCP-1padaEndometriosis .
MCP-1 merupakan kemokin yang kerjanya sampai saat ini
diketahui secara biologis untuk aktivasi monosit dan rekrutmen monosit
menuju tempat inflamasi.Terdapat peningkatan konsentrasi dan aktivitas
biologis MCP-1, pada cairan peritoneum dan serumpasien dengan
endometriosis.Stimulasi sitokin proinflamasi secara in vitro dan sel-sel
epitel endometrium eutopik akan menyekresikan MCP-1 dan sekresi
tersebut lebih besar pada sel-sel wanita dengan endometriosis daripada
sel-sel wanita dengan status ginekologis normal melalui laparaskopi.24 Hal
ini membuat MCP-1 menjadi mediator sel yang penting dalam aktivasi
monosit di darah perifer dan makrofag di peritoneum pada pasien-pasien
endometriosis.31
Setelah endometriosis terjadi, kematian siklik sel endometrium
sebagai konsekuensi dari penarikan progesteron menyebabkan pelepasan
puing-puing sel, eritrosit dan heme terikat besi dalam rongga
peritoneum.Makrofag direkrut untuk melihat kematian sel yang sedang
berlangsung dan kerusakan jaringan,pada pasien endometriosis untuk
mengaktifkan program regeneratif reparatif / angiogenik yang diperlukan
untuk pemeliharaan lesi, pertumbuhan dan penyebaran.Aksi
penyembuhan jaringan yang menetapdari makrofag yang terus
mengganggu apoptosis fisiologis sementara mendorong proliferasi sel
epitel mungkin mengatur skenario di mana perubahan genetik
Seperti diketahui bahwa pada proses inflamasi, stres oksidatif, dll,
MCP-1 merekrut monosit ke tempat inflamasi aktif untuk merangsang lebih
banyak monosit. Diketahui bahwa jalur ini melalui jalur RANTES yang
merangsang monosit atau makrofag. Monosit akan banyak disekresikan
dan bersirkulasi di serum dan direkrut ke KGB.32
MCP-1 adalah suatu faktor kemotaktik yang mempromosikan
migrasi monosit dari darah tepi menunju kavum peritoneal, di mana
mereka bertransformasi menjadi makrofag dan berperan dalam inflamasi
peritoneal lokal yang menjadi bagian dari patogenesis
endometriosis.Makrofag yang menginfiltrasi berperan dalam reaksi
inflamasi lokal pada kavum peritoneal sehingga meningkatkan kejadian
infertilitas pada endometriosis melalui penurunan kemampuan fagositik
makrofag sehingga implantasi sel endometrial ektopik lebih gampang di
mana pinositosis sperma meningkat dan fertilisasi menurun. Selain itu,
aktivitas sekresi makrofag yang berinfiltrasi menurun sehingga banyak
faktor kemotaksis seperti MCP-1 disekresikan dalam kavum peritoneal
dan memicu infertilitas.33
Dalam hal ini, berbagai penelitian mencoba untuk mencari fakta
signfikansi pengaruh MCP-1 pada patogenesis endometrium.Penelitian
dilakukan pada cairan peritoneal yang cukup dinamis.Cairan serosa
(eksudat plasma dan eksudat ovarium) dalam peritoneal diapit oleh dua
jaringan ikat jarang yang tersusun dari kolagen, serat elastik, sel lemak,
makrofag, dan lapisan mesotelial. Tingginya inflamasi pada peritoneal
memudahkan implantasi jaringan ektopik dan gangguan smotilitas
sperma.33
Gambar 8.Reaksi Inflamasi dan Sitokin pada Endometriosis .38
Makrofag adalah komponen paling banyak pada cairan peritoneal,
diproduksi di sum-sum tulang, makrofag masuk ke peritoneal melalui
ekstravasasi melalui pori kecil pada dinding pembuluh darah. Saat
diaktivasi, makrofag akan berfungsi sebagai fagosit. Makrofag memakan
semua debris peritoneal termasuk spermatozoa.Selain itu, makrofag juga
mensekresikan sitokin, prostanoid, komplemen, dan enzim hidrolitik.Pada
pasien endometriosis, ditemukan makrofag yang besar dengan aktivitas
yang sangat tinggi. MCP-1 juga ditemukan memicu terbentuknya
Gambar 9. Histopatologi Endometeriosis .6
2.7. Kerangka Teori
Menstrurasi Retrograte
Estrogen lokal (aromatase)
Sel endometrium ektopik
Makrofag jaringan
M2 M1
IL-1,IL-6,IL-8,IL10,IL-
4,IL-13,IL-22,TNF-α,TFG-β,VEGF MMP IL-1,IL-2,IL-6,
IL-12,IL-23
MCP-1 RANTES
Inflamasi Konik, invasi pertumbuhan sel L-Selektin
Leukocyte capture,rolling,adhesi kuat dan trasmigrasi leukosit ke dalam jaringan interstisial Ekspresi L-Selektin
Anti Apoptosis ↑
Proapoptosis ↓↓
2.8. Kerangka Konsep
Endometriosis
Monosit
Kemotaktik
Protein-1
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1.Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan
rancangan case control dimana dilakukanpemeriksaan
imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis
danparafin blok jaringan endometrium normal untuk melihat
perbedaan ekspresimonosit kemotaktikprotein-1.
3.2.Waktu dan Tempat penelitian
Penelitiandi lakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – RSUP. H. Adam
Malik Medan. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan oleh
Departemen Patologi Anatomi (PA)Universitas Sumatera Utara
Medan. Penelitian ini akan dimulai pada bulan desember 2014 hingga
jumlah sampel terpenuhi.
3.3. Populasi Penelitian
Parafin blok jaringan endometriosis dan endometrium normal
yang diambil dari pasien paska laparotomi, laparoskopi atau kuretase
di RSUP H.Adam Malik Medan/ Lab Patologi Anatomi FK USU- RSUP
3.4. Subyek Penelitian
Subyek penelitianadalah sebagian dari populasi yang
memenuhi kriteria penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi kriteria penelitian adalah:
Kelompok kasus: Parafin blok jaringan endometriosis. Dimana jaringan diambil dari data sekunder hasil laparoskopi maupun
laparatomi.
Kelompok kontrol : Pemeriksaan histopatologi pada parafin blok jaringan endometrium. Dimana jaringan dapat diambil dari data
sekunder hasil laparatomi dan kuretase, misalnya pada pasien
mioma uteri intramural dan kuretase pada endometrium.
3.5. Besar Sampel
Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan
perhitungan statistik dengan menetapkan tingkat kepercayaan
dan kekuatan uji(power test) 80 .
Dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel
untuk menguji perbedaan dua rata-rata, yaitu :
Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus:
(Zα β
n1 = n2 =
Dimana:
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α
yang ditentukan. Nilai α = 0,05 Zα=1,96
Zβ= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β
yang ditentukan. Nilai β = 0,20 Zβ=0,84
X1= proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometriosis(menurut
penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,61
X2= proporsi monositkemotaktik protein-1 pada endometrium normal
(menurut penelitian Christine Jolicoeur dkk) = 0,10
n1=n2= 20,03 orang (merupakan sampel minimum) .
Pada penelitian ini akan menggunakan sampel untuk masing-masing
kelompok sebanyak 21 orang.
3.6.Identifikasi variabel Variabel Bebas
Monosit kemotaktik protein-1 .
Variabel Tergantung
3.7. Definisi Operasional
Tabel .3.1. Definisi operasional, Cara Pengukuran, dan Skala Ukur Variabel Penelitian.
Imunohistokimia Negatif : Negatif
5 Paritas Jumlah persalinan yang pernah
Defenisi :Jaringan endometrium pada penderitaendometriosis
yang terdapatdiluar uterus.
Endometriosis.
Cara ukur :Melihat hasil histopatologi.
Skala ukur :Endometriosis dan endometrium normal.
Endometrium Normal
Defenisi adalah : Jaringan endometrium didalam kavum uterus normal
lapisan dalam uterus normal.
Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi .
Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi .
Skala ukur : Normal dan tidak normal .
Ekspresi Monosit Kemotaktik Protein-1
Defenisi : Gambaran dari matriks metalloproteinase-9 dengan
pewarnaan imunohistokimia.
Alat ukur :Imunohistokimia .
Cara ukur :Pewarnaan imunohistokimia jaringan endometrium
normaldan jaringan endometriosis yang diamati oleh
dua orang observer.
Skala ukur : Ekspresi +1. +2, +3 dan negatif (skala numerik) .
Proportion scoremenyatakan rata-rata jumlah sel yang terwarnai
dari :
100 sel per lapangan pandang, yang dinyatakan dengan :
0 adalah : tidak ada yang terwarnai .
1 adalah : kurang dari 10 % sel terwarnai .
3 adalah :> 50% sel terwarnai .
0 1 2 3 Gambar .11. Proportion Score (PS).
Umur
Defenisi :Usia dihitung dalam tahun berdasarkan
ulang tahun terakhir.
Cara Ukur : Dengan melihat tanggal lahir dari data
Rekam Medis.
Skala Ukur :< 30 tahun, 30-40 tahun dan >40 tahun
( Skala interval ) .
Paritas
Defenisi :Jumlah persalinan yang pernah dialami
ibu.
Cara Ukur : Dengan melihat jumlah persalinan dari
data Rekam Medis.
Skala Ukur : 0, 1-3 dan >4( Sklala interval )
Stadium Endometriosis
Defenisi : Derajat penyakit berdasarkan kriteria
ASRM.