• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

49

Universitas Kristen Petra

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Statistik Deskriptif 4.1.1. Deskriptif Profil Responden

Dalam penelitian ini, responden terdiri atas jabatan minimal manager pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Pada penelitian ini, peneliti membagikan kuesioner kepada 50 perusahaan manufaktur, dimana untuk setiap perusahaannya, peneliti membagikan 2 – 4 kuesioner untuk diisi. Sehingga jumlah kuesioner yang dibagikan adalah sebesar 131 kuesioner.

Berikut adalah deskriptif jabatan responden dalam penelitian ini:

Tabel 4.1. Jabatan Responden

Posisi / Jabatan Frekuensi Persentase

Owner 10 7.63 %

Direktur 7 5.34 %

Manager 114 87.02 %

Total 131 100%

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui bahwa terdapat 10 orang (7.63%) dengan jabatan sebagai owner, 7 orang (5.34%) dengan jabatan sebagai direktur, dan 114 orang (87.02%) dengan jabatan sebagai manager yang mengisi kuesioner peneliti.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas adalah manager.

Selanjutnya untuk deskriptif tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

SMA 5 3.82 %

(2)

50

Universitas Kristen Petra

D3 1 0.76 %

S1 122 93.13 %

S2 3 2.29 %

Total 131 100%

Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui bahwa terdapat 5 orang (3.82%) dengan tingkat pendidikan SMA, 1 orang (0.76%) dengan tingkat pendidikan D3, 122 orang (93.13%) dengan tingkat pendidikan S1, dan 3 orang (2.29%) dengan tingkat pendidikan S2 yang mengisi kuesioner peneliti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas adalah responden dengan tingkat pendidikan S1.

Tabel 4.3. Sektor Industri Responden

Sektor Industri Frekuensi Persentase

Alat angkut 1 2%

Barang-barang dari Logam 4 8%

Batu bara, minyak & gas

bumi 1 2%

Elektronik 3 6%

Farmasi 2 4%

Furnitur dan pengolahan

lainnya 3 6%

Kayu, Barang-barang dari kayu (tidak termasuk

furnitur), dan barang-barang anyaman

2 4%

Keramik, Porselen, & Kaca 1 2%

Kertas dan barang kertas 4 8%

Kimia dan barang-barang

dari bahan kimia 3 6%

Kosmetik & Barang

Keperluan Rumah Tangga 2 4%

Kulit dan barang dari kulit 1 2%

Makanan dan Minuman 7 14%

Otomotif & Komponen 1 2%

Pakaian Jadi 1 2%

Peralatan Kantor 1 2%

Peralatan Rumah Tangga 3 6%

Perhiasan 1 2%

(3)

51

Universitas Kristen Petra

Plastik & Kemasan 4 8%

Rokok 1 2%

Semen 1 2%

Tekstil 3 6%

TOTAL 50 100%

Berdasarkan table 4.3 jumlah perusahaan responden pada masing-masing sektor tersebar pada 22 sektor industri di Surabaya. Jumlah perusahaan responden terbanyak terdapat pada sektor makanan dan minuman sebanyak 7 perusahaan, yaitu sebesar 14%.

.

4.1.2. Deskriptif Jawaban Responden

Pada deskripsi jawaban responden akan dijelaskan jawaban responden mengenai variabel Environmental Turbulence, Entrepreneurial Intensity, Marketing Capability, Organisational Innovation Intensity dan Competitive Advantage. Deskripsi jawaban responden dilakukan dengan menghitung nilai rata- rata (mean) jawaban responden terhadap masing-masing indikator di tiap-tiap variabel penelitian. Untuk mengkategorikan rata-rata jawaban responden digunakan interval kelas yang dicari dengan rumus sebagai berikut:

Kelas Jumlah

Terendah Nilai

Tertinggi Nilai

Kelas

Interval  

Menurut rumus di atas, peneliti menentukan interval kelas dengan data di bawah ini:

Nilai Tertinggi = 5 Nilai Terendah = 1 Jumlah Kelas = 5

8 . 5 0

1 Kelas 5

Interval   

Dengan interval kelas 0.8 kemudian disusun kriteria rata-rata jawaban responden yang disajikan pada tabel di bawah ini:

(4)

52

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.4. Kategori Rata-Rata Jawaban Responden

Interval Kategori

4.20 < a =< 5.00 Sangat Tinggi (ST) 3.40 < a =< 4.20 Tinggi (T)

2.60 < a =< 3.40 Rata-Rata (RR) 1.80 < a =< 2.60 Rendah (R)

1.00 < a =< 1.80 Sangat Rendah (SR)

4.1.3. Deskripsi Variabel Environmental Turbulence

Berikut adalah deskripsi jawaban responden mengenai indikator di variabel Environmental Turbulence:

Tabel 4.5. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Environmental Turbulence

Indikator Minimum Maximum Mean

Market_Turb 2.50 5.00 4.22

Technological_Turb 2.00 5.00 3.97

Keseluruhan 2.00 5.00 4.09

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, Environmental Turbulence merupakan tingkat perubahan yang tinggi dalam suatu variabel utama lingkungan (Sinkula, 1994). Dalam penelitian ini, indikator pertama variabel Environmental Turbulence, yaitu Market Turbulence. Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.22 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa perusahaan berada pada kondisi pasar yang tidak stabil.

Indikator kedua dalam variabel Environmental Turbulence, yaitu Technology Turbulence yang menunjukkan tingkat perubahan terhadap teknologi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk baru (Ngamkroeckjoti &

Speece, 2008). Dalam penelitian ini, indikator kedua memiliki rata-rata jawaban responden adalah sebesar 3.97 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa perusahaan berada pada kondisi dimana perkembangan teknologi terus berubah-

(5)

53

Universitas Kristen Petra

ubah, tingginya tingkat inovasi produk, dan tingginya tingkat inovasi atas proses dan teknologi produksi (Yusuf, 2002).

Secara keseluruhan, respon Environmental Turbulence dari obyek penelitian yaitu Perusahaan Manufaktur di Surabaya dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban keseluruhan yaitu sebesar 4.09 dengan kategori tinggi. Tingkat Environmental Turbulence tertinggi cenderung dikaitkan dengan usaha dari Perusahaan Manufaktur untuk senantiasa melakukan perubahan sesuai dengan keinginan pelanggan, yaitu ditunjukkan pada indikator Market Turbulence dengan rata-rata yang lebih tinggi dari Technological Turbulence yaitu sebesar 4.22.

Tabel 4.6. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Environmental Turbulence dari segi jabatan

Jabatan Indikator Minimum Maximum Mean

Direktur

Market_Turb 3.50 5.00 4.36

Technological_Turb 3.50 4.50 4.07

Keseluruhan 4.21

Manager

Market_Turb 2.50 5.00 4.23

Technological_Turb 2.00 5.00 4.01

Keseluruhan 4.12

Owner

Market_Turb 3.00 5.00 4.05

Technological_Turb 2.50 4.50 3.40

Keseluruhan 3.73

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Environmental Turbulence dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.21, 4.12 dan 3.73 yaitu masing-masing pada responden direktur, manager dan owner. Dilihat dari rata- rata keseluruhan di masing-masing jabatan maka dapat diketahui bahwa responden direktur memiliki persepsi Environmental Turbulence yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden manager dan owner, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.21. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Environmental Turbulence tertinggi dari ketiga jabatan cenderung dikaitkan dengan indikator Market Turbulence dengan rata-rata yang lebih tinggi yaitu

(6)

54

Universitas Kristen Petra

sebesar 4.36 pada responden direktur, 4.23 pada responden manager dan 4.05 pada responden owner.

Tabel 4.7. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Environmental Turbulence dari segi pendidikan

Pendidikan Indikator Minimum Maximum Mean D3

Market_Turb 3.50 3.50 3.50

Technological_Turb 3.00 3.00 3.00

Keseluruhan 3.25

S1

Market_Turb 2.50 5.00 4.22

Technological_Turb 2.00 5.00 3.97

Keseluruhan 4.09

S2

Market_Turb 4.50 4.50 4.50

Technological_Turb 4.00 5.00 4.67

Keseluruhan 4.58

SMA

Market_Turb 3.50 5.00 4.30

Technological_Turb 2.50 4.50 3.70

Keseluruhan 4.00

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Environmental Turbulence dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 3.25, 4.09, 4.58 dan 4.00 yaitu masing-masing pada responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA.

Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jenis pendidikan maka dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan S2 memiliki persepsi Environmental Turbulence yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden D3, S1 dan SMA, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.58. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Environmental Turbulence tertinggi dari responden dengan pendidikan D3, S1 dan SMA cenderung dikaitkan dengan indikator Market Turbulence yaitu dengan rata-rata masing-masing sebesar 3.50, 4.22 dan 4.30, sedangkan persepsi tertinggi untuk responden dengan pendidikan S2 yaitu pada indikator Technological Turbulence yaitu dengan rata-rata sebesar 4.67.

(7)

55

Universitas Kristen Petra

4.1.4. Deskripsi Variabel Entrepreneurial Intensity

Berikut adalah deskripsi jawaban responden mengenai indikator di variabel Entrepreneurial Intensity:

Tabel 4.8. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Entrepreneurial Intensity

Indikator Minimum Maximum Mean

Innovative 2.00 5.00 4.09

Proactive 2.00 5.00 3.97

Risk_Taking 1.50 5.00 3.76

Keseluruhan 1.50 5.00 3.94

Entrepreneurial Intensity mencerminkan penggunaan 3 atribut entrepreneurship secara berkelanjutan, yaitu innovative, proactive, dan risk taking (Qureshi & Mian, 2010). Dalam penelitian ini, indikator pertama variabel Entrepreneurial Intensity, yaitu Innovative. Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.09 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa perusahaan memerlukan sikap innovative untuk membantu dalam penciptaan ide-ide baru.

Proactive merupakan indikator kedua dalam variabel Entrepreneurial Intensity. Lumpkin & Dess (1996) mengartikan proaktif sebagai suatu sikap organisasi untuk mengantisipasi dan menanggapi keinginan dan kebutuhan pasar.

Untuk indikator ini, rata-rata jawaban responden adalah sebesar 3.97 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa sikap proactive dapat menunjukkan karakteristik dari seorang pemimpin pasar yang memiliki pandangan ke depan untuk bertindak dan mengantisipasi permintaan masa depan.

Indikator ketiga dalam variabel Entrepreneurial Intensity adalah risk taking yang diartikan sebagai sebuah pemahaman yang jelas tentang bisnis, keuangan, dan risiko profesional terkait dengan kewirausahaan perusahaan (Lumpkin & Dess, 1996). Indikator ini memiliki rata-rata jawaban responden adalah sebesar 3.76 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa resiko bukanlah sesuatu untuk dihindari melainkan sesuatu yang harus dihadapi karena

(8)

56

Universitas Kristen Petra

keberhasilan suatu perusahaan akan dapat dicapai jika resiko atau tantangan dapat diselesaikan.

Secara keseluruhan, respon Entrepreneurial Intensity dari obyek penelitian yaitu Perusahaan Manufaktur di Surabaya dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban keseluruhan yaitu sebesar 3.94 dengan kategori tinggi.

Tingkat Entrepreneurial Intensity tertinggi cenderung dikaitkan dengan usaha dari Perusahaan Manufaktur untuk melakukan perubahan atau inovasi yang berkaitan dengan produk dari perusahaan, yaitu ditunjukkan pada indikator Innovative dengan rata-rata yang tertinggi sebesar 4.09.

Tabel 4.9. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Entrepreneurial Intensity dari segi jabatan

Jabatan Indikator Minimum Maximum Mean

Direktur

Innovative 3.00 5.00 4.43

Proactive 3.00 5.00 3.79

Risk_Taking 2.50 5.00 4.07

Keseluruhan 4.10

Manager

Innovative 2.00 5.00 4.12

Proactive 2.00 5.00 4.01

Risk_Taking 2.00 5.00 3.76

Keseluruhan 3.96

Owner

Innovative 2.50 5.00 3.45

Proactive 2.50 5.00 3.70

Risk_Taking 1.50 5.00 3.50

Keseluruhan 3.55

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Entrepreneurial Intensity dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.10, 3.96 dan 3.55 yaitu masing-masing pada responden direktur, manager dan owner. Dilihat dari rata- rata keseluruhan di masing-masing jabatan maka dapat diketahui bahwa responden direktur memiliki persepsi Entrepreneurial Intensity yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden manager dan owner, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.10. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Entrepreneurial Intensity tertinggi dari jabatan direktur dan manager cenderung

(9)

57

Universitas Kristen Petra

dikaitkan dengan indikator Innovative yaitu dengan rata-rata sebesar 4.43 dan 4.12, sedangkan persepsi tertinggi dari responden owner adalah pada indikator Proactive yaitu dengan rata-rata sebesar 3.70.

Tabel 4.10. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Entrepreneurial Intensity dari segi pendidikan

Pendidikan Indikator Minimum Maximum Mean

D3

Innovative 3.00 3.00 3.00

Proactive 2.50 2.50 2.50

Risk_Taking 3.00 3.00 3.00

Keseluruhan 2.83

S1

Innovative 2.00 5.00 4.08

Proactive 2.00 5.00 3.99

Risk_Taking 1.50 5.00 3.74

Keseluruhan 3.94

S2

Innovative 4.50 5.00 4.67

Proactive 4.50 5.00 4.67

Risk_Taking 3.00 5.00 4.33

Keseluruhan 4.56

SMA

Innovative 3.00 5.00 4.10

Proactive 2.50 4.50 3.40

Risk_Taking 3.00 5.00 4.00

Keseluruhan 3.83

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Entrepreneurial Intensity dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 2.83, 3.94, 4.56 dan 3.83 yaitu masing-masing pada responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA. Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jenis pendidikan maka dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan S2 memiliki persepsi Entrepreneurial Intensity yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden D3, S1 dan SMA, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.56. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Entrepreneurial Intensity tertinggi dari responden dengan pendidikan D3 adalah pada indikator Innovative dan Risk Taking, responden S1 yaitu pada indikator Innovative, responden S2 yaitu pada

(10)

58

Universitas Kristen Petra

Innovative dan Proactive, sedangkan responden SMA yaitu pada indikator Innovative.

4.1.5. Deskripsi Variabel Marketing Capability

Berikut adalah deskripsi jawaban responden mengenai indikator di variabel Marketing Capability:

Tabel 4.11. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Marketing Capability

Indikator Minimum Maximum Mean

Service_Resp 2.50 5.00 4.20

Marketing_Comm 2.30 5.00 4.21

Keseluruhan 2.30 5.00 4.21

Marketing Capability adalah suatu proses kompleks yang mengkombinasikan pengetahuan pasar dan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan suatu nilai tambah (Santos-Vijande, Sanzo-Pérez, Gutiérrez, Trespalacios, & Rodríguez, 2012). Dalam penelitian ini, indikator pertama variabel Marketing Capability, yaitu Service Responsiveness. Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.20 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa layanan responsif sangat penting untuk dapat merespon dengan cepat dalam hal layanan yang terkait dengan tawaran yang ada.

Marketing Communication merupakan indikator kedua dalam variabel Marketing Capability. Marketing communication diartikan sebagai sarana perusahaan untuk menginformasikan, menghimbau, dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merk yang dijual (Keller, 2009). Untuk indikator ini, rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.21 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa marketing communication dapat menunjukkan bagaimana suatu perusahaan memperkenalkan merk atau brand-nya sehingga dapat tercipta hubungan yang baik antara perusahaan dengan konsumen.

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Marketing Capability dari obyek penelitian yaitu Perusahaan Manufaktur di Surabaya dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban keseluruhan yaitu sebesar

(11)

59

Universitas Kristen Petra

4.21 dengan kategori tinggi. Tingkat Marketing Capability tertinggi cenderung dikaitkan dengan adanya komunikasi dengan pelanggan untuk mengelola ekspektasi pelanggan bersama dengan gambaran dan nilai yang dirasakan oleh pelanggan terhadap perusahaan, yaitu ditunjukkan pada indikator Marketing Communication dengan rata-rata yang tertinggi sebesar 4.21.

Tabel 4.12. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Marketing Capability dari segi jabatan

Jabatan Indikator Minimum Maximum Mean

Direktur

Service_Resp 3.50 5.00 4.21

Marketing_Comm 3.50 4.80 4.36

Keseluruhan 4.29

Manager

Service_Resp 2.50 5.00 4.21

Marketing_Comm 2.30 5.00 4.22

Keseluruhan 4.22

Owner

Service_Resp 2.50 5.00 4.05

Marketing_Comm 3.30 5.00 4.28

Keseluruhan 4.17

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Marketing Capability dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.29, 4.22 dan 4.17 yaitu masing-masing pada responden direktur, manager dan owner. Dilihat dari rata- rata keseluruhan di masing-masing jabatan maka dapat diketahui bahwa responden direktur memiliki persepsi Marketing Capability yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden manager dan owner, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.29. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Marketing Capability tertinggi dari ketiga jabatan cenderung dikaitkan dengan indikator Marketing Communication yaitu dengan rata-rata sebesar 4.36, 4.22 dan 4.28.

(12)

60

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.13. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Marketing Capability dari segi pendidikan

Pendidikan Indikator Minimum Maximum Mean D3

Service_Resp 3.50 3.50 3.50

Marketing_Comm 3.30 3.30 3.30

Keseluruhan 3.40

S1

Service_Resp 2.50 5.00 4.22

Marketing_Comm 2.30 5.00 4.24

Keseluruhan 4.23

S2

Service_Resp 4.00 4.50 4.17

Marketing_Comm 4.50 4.80 4.70

Keseluruhan 4.43

SMA

Service_Resp 3.00 5.00 3.80

Marketing_Comm 2.80 4.80 3.94

Keseluruhan 3.87

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Marketing Capability dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 3.40, 4.23, 4.43 dan 3.87 yaitu masing-masing pada responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA.

Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jenis pendidikan maka dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan S2 memiliki persepsi Marketing Capability yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden D3, S1 dan SMA, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.43. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Marketing Capability tertinggi dari responden dengan pendidikan S1, S2 dan SMA adalah pada indikator Marketing Communication yaitu dengan rata-rata sebesar 4.24, 4.70 dan 3.94, sedangkan pada responden D3 yaitu pada indikator Service Responsiveness yaitu dengan rata-rata sebesar 3.50.

4.1.6. Deskripsi Variabel Organisational Innovation Intensity

Berikut adalah deskripsi jawaban responden mengenai indikator di variabel Organisational Innovation Intensity:

(13)

61

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.14. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Organisational Innovation Intensity

Indikator Minimum Maximum Mean

Prod_Innovation 1.50 5.00 3.94

Proses_Innovation 2.50 5.00 3.87

Keseluruhan 1.50 5.00 3.91

Organisational Innovation Intensity merupakan kemampuan untuk mengubah pengetahuan dan ide secara berkelanjutan untuk menghasilkan produk, proses, dan sistem yang baru untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan maupun pemangku kepentingan (Lawson & Samson, 2001). Dalam penelitian ini, indikator pertama variabel Organisational Innovation Intensity, yaitu Product Innovation. Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah sebesar 3.94 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa memberikan kualitas yang tinggi pada suatu produk baru kepada pelanggan sangatlah penting.

Process Innovation merupakan indikator kedua dalam variabel Organisational Innovation Intensity. Menurut Bergfors & Larsson (2009), inovasi proses merupakan perkembangan yang didorong oleh kebutuhan produksi, dilihat dari kebutuhan pelanggan, dan dapat dikatakan sebagai pendorong efisiensi.

Untuk indikator ini, rata-rata jawaban responden adalah sebesar 3.87 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa process innovation dapat menyediakan proses manufaktur yang lebih baik untuk mencapai kinerja perusahaan yang lebih tinggi dan akan mengurangi biaya operasional.

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Organisational Innovation Intensity dari obyek penelitian yaitu Perusahaan Manufaktur di Surabaya dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban keseluruhan yaitu sebesar 3.91 dengan kategori tinggi. Tingkat Organisational Innovation Intensity tertinggi cenderung dikaitkan dengan adanya inovasi dari produk serta temuan-temuan baru yang berhubungan dengan pengembangan

(14)

62

Universitas Kristen Petra

produk tersebut, yaitu ditunjukkan pada indikator Product Innovation dengan rata- rata yang tertinggi sebesar 3.94.

Tabel 4.15. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Organisational Innovation Intensity dari segi jabatan

Jabatan Indikator Minimum Maximum Mean

Direktur

Prod_Innovation 3.50 5.00 4.21 Process_Innovation 3.50 5.00 4.36

Keseluruhan 4.29

Manager

Prod_Innovation 1.50 5.00 3.95 Process_Innovation 2.50 5.00 3.86

Keseluruhan 3.90

Owner

Prod_Innovation 2.50 5.00 3.65 Process_Innovation 3.00 4.50 3.65

Keseluruhan 3.65

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Organisational Innovation Intensity dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.29, 3.90 dan 3.65.yaitu masing-masing pada responden direktur, manager dan owner.

Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jabatan maka dapat diketahui bahwa responden direktur memiliki persepsi Organisational Innovation Intensity yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden manager dan owner, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.29. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Organisational Innovation Intensity tertinggi dari jabatan direktur terletak pada indikator Prosess Innovation yaitu dengan rata-rata sebesar 4.36, sedangkan manager terletak pada indikator Product Innovation yaitu dengan rata- rata sebesar 3.95. Persepsi Product Innovation dan Prosess Innovation dari responden owner adalah sama yaitu dengan rata-rata sebesar 3.65.

Tabel 4.16. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Organisational Innovation Intensity dari segi pendidikan

Pendidikan Indikator Minimum Maximum Mean

D3 Prod_Innovation 4.00 4.00 4.00

Process_Innovation 3.00 3.00 3.00

(15)

63

Universitas Kristen Petra

Keseluruhan 3.50

S1

Prod_Innovation 1.50 5.00 3.91 Process_Innovation 2.50 5.00 3.86

Keseluruhan 3.88

S2

Prod_Innovation 4.50 5.00 4.67 Process_Innovation 4.00 5.00 4.50

Keseluruhan 4.58

SMA

Prod_Innovation 3.50 5.00 4.20 Process_Innovation 2.50 5.00 4.00

Keseluruhan 4.10

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Organisational Innovation Intensity dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 3.50, 3.88, 4.58 dan 4.10 yaitu masing-masing pada responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA. Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jenis pendidikan maka dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan S2 memiliki persepsi Organisational Innovation Intensity yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden D3, S1 dan SMA, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.58. Dilihat dari rata- rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Organisational Innovation Intensity tertinggi dari responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA adalah pada indikator Product Innovation yaitu dengan rata-rata sebesar 4.00, 3.91, 4.67 dan 4.20.

4.1.7. Deskripsi Variabel Competitive Advantage

Berikut adalah deskripsi jawaban responden mengenai indikator di variabel Competitive Advantage:

Tabel 4.17. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Competitive Advantage

Indikator Minimum Maximum Mean

Cost_Leadership 2.50 5.00 4.13

Differentiation 2.30 5.00 4.05

Keseluruhan 2.30 5.00 4.09

Competitive Advantage merupakan suatu kondisi dimana perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya dibanding kompetitor di dalam suatu lingkungan

(16)

64

Universitas Kristen Petra

industri yang sama dengan memanfaatkan aset atau kompetensi yang dimilikinya (Lee & Hsieh, 2010). Dalam penelitian ini, indikator pertama variabel Competitive Advantage, yaitu Cost Leadership. Berdasarkan Tabel 4.17 menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.13 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa strategi ini memungkinkan perusahaan untuk memperoleh posisi pasar yang unggul dengan pencapaian biaya relatif rendah, yang menghasilkan kinerja keuangan yang superior.

Indikator ketiga dalam variabel Competitive Advantage adalah Differentiation, yang diartikan sebagai suatu strategi dalam mengembangkan barang atau jasa yang unik untuk menciptakan loyalitas pelanggan (Valipour, Birjandi, Honarbakhsh, 2012). Indikator ini memiliki rata-rata jawaban responden adalah sebesar 4.05 yang termasuk dalam kategori tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata responden penelitian menyatakan setuju bahwa Differentiation dilakukan agar perusahaan memiliki keunggulan dibanding kompetitor atau memperbaharui produk yang ada, baik dari segi design, karakteristik, kegunaan, taste, dll.

Secara keseluruhan, respon Competitive Advantage dari obyek penelitian yaitu Perusahaan Manufaktur di Surabaya dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban keseluruhan yaitu sebesar 4.09 dengan kategori tinggi.

Tingkat Competitive Advantage tertinggi cenderung dikaitkan dengan adanya kemampuan dari perusahaan untuk dapat membeli bahan baku secara konsisten serta memiliki kemampuan quality control terhadap aktifitas produksi, yaitu ditunjukkan pada indikator Cost Leadership dengan rata-rata yang tertinggi sebesar 4.13.

Tabel 4.18. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Competitive Advantage dari segi jabatan

Jabatan Indikator Minimum Maximum Mean

Direktur

Cost_Leadership 3.50 5.00 4.23 Differentiation 3.00 5.00 4.27

Keseluruhan 4.25

Manager Cost_Leadership 2.50 5.00 4.16

(17)

65

Universitas Kristen Petra

Differentiation 2.30 5.00 4.08

Keseluruhan 4.12

Owner

Cost_Leadership 2.50 5.00 4.01 Differentiation 2.80 4.80 3.75

Keseluruhan 3.88

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Competitive Advantage dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.25, 4.12 dan 3.88 yaitu masing-masing pada responden direktur, manager dan owner. Dilihat dari rata- rata keseluruhan di masing-masing jabatan maka dapat diketahui bahwa responden direktur memiliki persepsi Competitive Advantage yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden manager dan owner, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.25. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Competitive Advantage tertinggi dari jabatan direktur terletak pada indikator Differentiation yaitu dengan rata-rata sebesar 4.27, sedangkan pada responden manager dan owner terletak pada indikator Cost Leadership yaitu dengan rata-rata sebesar 4.16 dan 4.01.

Tabel 4.19. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Competitive Advantage dari segi pendidikan

Pendidikan Indikator Minimum Maximum Mean D3

Cost_Leadership 4.00 4.00 4.00 Differentiation 4.00 4.00 4.00

Keseluruhan 4.00

S1

Cost_Leadership 2.50 5.00 4.17 Differentiation 2.50 5.00 4.07

Keseluruhan 4.12

S2

Cost_Leadership 4.00 4.30 4.20 Differentiation 4.00 4.80 4.43

Keseluruhan 4.32

SMA

Cost_Leadership 2.50 4.50 3.66 Differentiation 2.30 4.80 3.64

Keseluruhan 3.65

(18)

66

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa secara keseluruhan respon Competitive Advantage dari responden penelitian dapat dikatakan tinggi, hal ini diketahui dari rata-rata jawaban responden pada variabel ini sebesar 4.00, 4.12, 4.32 dan 3.65 yaitu masing-masing pada responden dengan pendidikan D3, S1, S2 dan SMA.

Dilihat dari rata-rata keseluruhan di masing-masing jenis pendidikan maka dapat diketahui bahwa responden dengan pendidikan S2 memiliki persepsi Competitive Advantage yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden D3, S1 dan SMA, yaitu dengan rata-rata sebesar 4.32. Dilihat dari rata-rata per indikator dapat diketahui bahwa tingkat Competitive Advantage tertinggi dari responden dengan pendidikan S1 dan SMA adalah pada indikator Cost Leadership, S2 pada Differentiation sedangkan persepsi responden D3 untuk Cost Leadership dan Differentiation adalah sama.

4.2 Partial Least Square

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis Partial Least Square (PLS) dengan program SmartPLS 2.0. Model struktural untuk memvisualisasikan hubungan antar variable-variabel penelitian ini disajikan pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.1. Model Struktural PLS

(19)

67

Universitas Kristen Petra

4.2.1 Model Pengukuran (Outer Model)

Hubungan antara variabel dan indikator dapat dilihat dari model pengukuran (outer model). Evaluasi outer model dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas data. Validitas meliputi convergent validity dan discriminant validity, sedangkan reliabilitas dicari melalui composite reliability.

4.2.1.1. Convergent Validity (Validitas Konvergen)

Evaluasi pertama pada outer model adalah convergent validity. Untuk mengukur convergent validity yaitu dengan melihat nilai dari masing-masing outer loading. Suatu indikator dikatakan memenuhi convergent validity jika memiliki nilai outer loading > 0.5. Berikut adalah nilai outer loading masing- masing indikator pada variabel penelitian:

Tabel 4.20. Nilai Outer Loading

Envir.

Turb.

Entrep.

Intensity

Marketing Capability

Org.

Innovation Intensity

Comp.

Advantage Market

Turbulence 0.817

Technology

Turbulence 0.934

Innovative 0.877

Proactive 0.942

Risk Taking 0.837

Service

Responsiveness 0.905

Marketing

Communication 0.947

Product

Innovation 0.914

Process

Innovation 0.914

Cost Leadership 0.794

Differentiation 0.843

Berdasarkan Tabel 4.20 dapat diketahui bahwa setiap indikator pada variabel Environmental Turbulence, yaitu Market Turbulence dan Technology

(20)

68

Universitas Kristen Petra

Turbulence (Qureshi & Kratzer, 2011) memiliki nilai outer loading di atas 0.5, sehingga dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa, setiap indikator pada variabel Environmental Turbulence telah memenuhi kriteria convergent validity yang diharapkan, atau dengan kata lain telah memiliki kemampuan pengukuran yang baik.

Untuk indikator pada variabel Entrepreneurial Intensity, yang dikembangkan oleh Lee & Hsieh (2010), yang terdiri dari innovative, proactive, dan risk taking memiliki nilai outer loading di atas 0.5, sehingga dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa, setiap indikator pada variabel Entrepreneurial Intensity telah memenuhi kriteria convergent validity yang diharapkan, atau dengan kata lain telah memiliki kemampuan pengukuran yang baik.

Untuk indikator pada variabel Marketing Capability, yang dikembangkan oleh Santos-Vijande, Sanzo-Pérez, Gutiérrez, Trespalacios, & Rodríguez (2012), yang terdiri dari Service Responsiveness dan Marketing Communication memiliki nilai outer loading di atas 0.5, sehingga dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa, setiap indikator pada variabel Marketing Capability telah memenuhi kriteria convergent validity yang diharapkan, atau dengan kata lain telah memiliki kemampuan pengukuran yang baik.

Untuk indikator pada variabel Organisational Innovation Intensity, yang dikembangkan oleh Lee & Hsieh (2010), yang terdiri dari Product Innovation dan Process Innovation memiliki nilai outer loading di atas 0.5, sehingga dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa, setiap indikator pada variabel Organisational Innovation Intensity telah memenuhi kriteria convergent validity yang diharapkan, atau dengan kata lain telah memiliki kemampuan pengukuran yang baik.

Untuk indikator pada variabel Competitive Advantage, yang dikembangkan oleh Porter (1998), yang terdiri dari Cost Leadership dan Differentiation memiliki nilai outer loading di atas 0.5, sehingga dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa, setiap indikator pada variabel Competitive Advantage telah memenuhi kriteria convergent validity yang diharapkan, atau dengan kata lain telah memiliki kemampuan pengukuran yang baik.

(21)

69

Universitas Kristen Petra

4.2.1.2. Discriminat Validity (Validitas Diskriminan)

Evaluasi kedua pada outer model adalah discriminant validity. Untuk mengukur discriminant validity dapat digunakan nilai cross loading. Suatu indikator dikatakan memenuhi discriminant validity jika nilai cross loading indikator terhadap variabelnya adalah yang terbesar dibandingkan terhadap variable yang lainnya. Berikut ini disajikan tabel nilai cross loading:

Tabel 4.21. Nilai Cross Loading

Env_Turb Entrep_Int Mkt_Cap Org_Inn Comp_Adv

Market_Turb. 0.817 0.279 0.547 0.314 0.227

Tech_Turb. 0.934 0.451 0.556 0.407 0.358

Innovative 0.549 0.877 0.635 0.718 0.536

Proactive 0.421 0.942 0.657 0.797 0.666

Risk_Taking 0.166 0.837 0.511 0.772 0.66

Service_Resp. 0.527 0.504 0.905 0.565 0.498

Marketing_Com. 0.616 0.73 0.947 0.727 0.609

Prod_Innov 0.455 0.805 0.648 0.914 0.612

Proses_Innov 0.31 0.766 0.645 0.914 0.654

Cost_Leadership 0.197 0.499 0.434 0.597 0.794 Differentiation 0.361 0.639 0.549 0.543 0.843

Berdasarkan nilai cross loading, dapat diketahui bahwa korelasi konstruk Environmental Turbulence dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator Environmental Turbulence dengan konstruk lainnya. Selain itu, korelasi konstruk Entrepreneurial Intensity dengan indikatornya lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator Entrepreneurial Intensity dengan konstruk lainnya. Untuk korelasi konstruk Marketing Capability dengan indikatornya juga lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator Marketing Capability dengan konstruk lainnya. Untuk korelasi konstruk Organisational Innovation Intensity dengan indikatornya juga lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator Organisational Innovation Intensity dengan konstruk lainnya.

Demikian juga untuk korelasi konstruk Competitive Advantage dengan indikatornya juga lebih tinggi dibandingkan dengan korelasi indikator Competitive Advantage dengan konstruk lainnya. Dengan demikian semua indikator di tiap variabel dalam penelitian ini telah memenuhi discriminant validity.

(22)

70

Universitas Kristen Petra

Metode lain yang dapat digunakan untuk mengetahui discriminant validity adalah dengan membandingkan nilai dari akar AVE tiap variabel dengan korelasi yang melibatkan variabel yang bersangkutan dengan variabel yang lainnya di dalam model. Jika nilai dari akar AVE lebih besar dibandingkan korelasi-korelasi antar variabel, maka dapat disimpulkan bahwa discriminant validity telah terpenuhi. Berikut adalah pengujian discriminant validity dengan menggunakan perbandingan antara akar AVE dan korelasi antar variabel:

Tabel 4.22. Akar AVE dan Korelasi Antar Variabel

Variabel Env_Turb Entrep_Int Mkt_Cap Org_In Comp_Ad AVE

Akar AVE

Env_Turb 1 0.770 0.877

Entrep_Int 0.433 1 0.786 0.886

Mkt_Cap 0.622 0.681 1 0.858 0.927

Org_Inn 0.418 0.859 0.707 1 0.836 0.914

Comp_Adv 0.346 0.699 0.604 0.693 1 0.671 0.819

Berdasarkan Tabel 4.22 dapat diketahui bahwa secara umum nilai akar AVE setiap variabel adalah lebih besar jika dibandingkan dengan nilai korelasi antara variabel dengan variabel lainnya di dalam model, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap variabel pada penelitian ini telah memiliki discriminant validity yang baik.

4.2.1.3. Composite Reliability

Evaluasi terakhir pada outer model adalah composite reliability.

Composite reliability menguji nilai reliabilitas indikator-indikator pada suatu konstruk. Suatu konstruk atau variabel dikatakan memenuhi composite reliability jika memiliki nilai composite reliability > 0.7. Berikut adalah nilai composite reliability masing-masing konstruk atau variabel:

Tabel 4.23. Composite Reliability Variabel Composite Reliability

Env_Turb 0.869

Entrep_Int. 0.916

Mkt_Cap 0.924

Org_Inn 0.91

(23)

71

Universitas Kristen Petra

Comp_Adv 0.803

Tabel 4.23 menunjukkan bahwa nilai composite reliability dari setiap variabel penelitian nilainya lebih dari 0.7. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel telah memenuhi kriteria composite reliability yang diharapkan.

4.2.2 Model Struktural (Inner Model)

Model struktural atau inner model dilakukan dengan melihat presentase varian yang dijelaskan, yaitu dengan melihat R2 untuk konstruk laten dependen, Stone-Geisser Q-square test, dan juga melihat besarnya koefisien parameter jalur strukturalnya.

Berdasarkan pengolahan data dengan SmartPLS, dihasilkan nilai R-Square sebagai berikut:

Tabel 4.24. Nilai R-Square Model Variabel R-Square Entrep_Int. 0.188

Mkt_Cap 0.463

Org_Inn 0.766

Comp_Adv 0.536

Nilai R-Square untuk Entrepreneurial Intensity sebesar 0.188, memiliki arti bahwa prosentase besarnya keragaman data pada variabel Entrepreneurial Intensity yang dapat dijelaskan oleh variabel Environmental Turbulence adalah sebesar 18.8%, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa variabel Environmental Turbulence dapat mempengaruhi 18.8% Entrepreneurial Intensity dari obyek perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian.

Nilai R-Square untuk Marketing Capability sebesar 0.463, memiliki arti bahwa prosentase besarnya keragaman data pada variabel Marketing Capability yang dapat dijelaskan oleh variabel Entrepreneurial Intensity adalah sebesar 46.3%, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa variabel Entrepreneurial

(24)

72

Universitas Kristen Petra

Intensity dapat mempengaruhi 46.3% Marketing Capability dari obyek perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian.

Nilai R-Square untuk Organisational Innovation Intensity sebesar 0.766, memiliki arti bahwa prosentase besarnya keragaman data pada variabel Organisational Innovation Intensity yang dapat dijelaskan oleh variabel Entrepreneurial Intensity dan Marketing Capability adalah sebesar 76.6%, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa variabel Entrepreneurial Intensity dan Marketing Capability dapat mempengaruhi 76.6% Organisational Innovation Intensity dari obyek perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian.

Nilai R-Square untuk Competitive Advantage sebesar 0.536, memiliki arti bahwa prosentase besarnya keragaman data pada variabel Competitive Advantage yang dapat dijelaskan oleh variabel Entrepreneurial Intensity, Marketing Capability dan Organisational Innovation Intensity adalah sebesar 53.6%, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa variabel Entrepreneurial Intensity, Marketing Capability dan Organisational Innovation Intensity dapat mempengaruhi 53.6% Competitive Advantage dari obyek perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian.

Pada model PLS, penilaian goodness of fit diketahui dari nilai Q2. Nilai Q2 memiliki arti yang sama dengan koefisien determinasi (R-Square) pada analisis regresi, dimana semakin tinggi R-Square, maka model dapat dikatakan semakin fit dengan data. Dari Tabel 4.23 dapat dihitung nilai Q2 sebagai berikut:

Nilai Q2 = 1 – (1 – 0.188) x (1 – 0.463) x (1 – 0.766) x (1 – 0.536) = 0.953

Dari hasil perhitungan diketahui nilai Q2 sebesar 0.953, artinya besarnya keragaman dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model struktural adalah sebesar 95.3%, sedangkan 4.7% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan hasil ini, model struktural pada penelitian dapat dikatakan telah memiliki goodness of fit yang baik.

Evaluasi untuk inner model yang selanjutnya adalah melihat koefisien path (path coefficient). Hipotesis penelitian dapat diterima jika nilai t hitung (t- statistic) > 1.96. Berikut adalah nilai koefisien path (original sample estimate) dan nilai t hitung (t-statistic) pada inner model:

(25)

73

Universitas Kristen Petra

Tabel 4.25. Hasil Nilai Koefisien Path dan t-hitung

Hipotesis Pengaruh Koefisien Path t hitung Keterangan H1 Env_Turb -> Entrep_Int. 0.433 10.288 Diterima H2 Entrep_Int. -> Mkt_Cap 0.681 21.680 Diterima

H3 Mkt_Cap -> Org_Inn 0.228 4.968 Diterima

H4 Mkt_Cap -> Comp_Adv 0.177 2.257 Diterima

H5 Org_Inn -> Comp_Adv 0.270 2.756 Diterima

H6 Entrep_Int. -> Comp_Adv 0.347 4.114 Diterima H7 Entrep_Int. -> Org_Inn 0.704 18.339 Diterima

Nilai koefisien path pengaruh Environmental Turbulence terhadap Entrepreneurial Intensity adalah sebesar 0.433, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Environmental Turbulence terhadap Entrepreneurial Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Environmental Turbulence, perusahaan beroperasi pada lingkungan yang memiliki resiko yang tinggi dan tidak pasti, adanya ketidakpastian tersebut dapat menurunkan kemampuan perusahaan dalam memprediksi masa depan (Hanvanich, Sivakumar, Hult, 2006). Dengan demikian, dengan adanya Environmental Turbulence, seorang pengusaha harus memiliki jiwa entrepreneurship yaitu menjadi semakin lebih berinovasi, proaktif, dan berani mengambil resiko (Morris & Jones, 1995). Selain itu, pengaruh Environmental Turbulence terhadap Entrepreneurial Intensity menunjukkan nilai t hitung sebesar 10.288 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Environmental Turbulence terhadap Entrepreneurial Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Environmental Turbulence terhadap Entrepreneurial Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H1 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Marketing Capability adalah sebesar 0.681, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Marketing Capability pada sektor manufaktur di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Entrepreneurial Intensity, dapat mendorong seseorang untuk mengeksploitasi peluang yang baru agar dapat bersaing di pasar (Kenney & Mujtaba, 2007). Perusahaan membutuhkan entrepreneurship agar dapat berorientasi pada pasar untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh

(26)

74

Universitas Kristen Petra

konsumen (Weerawardena, 2003). Selain itu, pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Marketing Capability menunjukkan nilai t hitung sebesar 21.680 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Marketing Capability pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Marketing Capability pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H2 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Marketing Capability terhadap Organisational Innovation Intensity adalah sebesar 0.228, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Marketing Capability terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya.

Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Marketing Capability maka suatu perusahaan dapat mengkombinasikan pengetahuan pasar dan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan suatu nilai tambah (Santos-Vijande, Sanzo-Pérez, Gutiérrez, Trespalacios, & Rodríguez, 2012). Menurut Akman & Yilmaz (2008) pun juga mengatakan bahwa marketing capability dapat membantu perusahaan agar lebih responsif terhadap kebutuhan pelanggan dengan melakukan strategi yang inovatif. Selain itu, pengaruh Marketing Capability terhadap Organisational Innovation Intensity menunjukkan nilai t hitung sebesar 4.968 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Marketing Capability terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Marketing Capability terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H3 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Marketing Capability terhadap Competitive Advantage adalah sebesar 0.177, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Marketing Capability terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan dengan adanya Marketing Capability maka suatu perusahaan secara terus menerus menerapkan pengetahuan dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pasar (Qureshi & Kratzer, 2011). Perusahaan yang memiliki marketing capability dapat mempengaruhi konsumen untuk memiliki persepsi positif terhadap produk

(27)

75

Universitas Kristen Petra

sehingga dapat menciptakan keunggulan bersaing (Murray, Gao, Kotabe, 2011).

Selain itu, pengaruh Marketing Capability terhadap Competitive Advantage menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.257 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Marketing Capability terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Marketing Capability terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H4 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Organisational Innovation Intensity terhadap Competitive Advantage adalah sebesar 0.270, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Organisational Innovation Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya.

Hal tersebut dikarenakan Organisational Innovation Intensity dapat menciptakan ide-ide baru yang akan memberikan suatu nilai tambah, baik secara langsung kepada perusahaan, maupun secara tidak langsung kepada pelanggan (O'Cass &

Weerawardena, 2009). Menurut Urbancova (2013), adanya inovasi masih menjadi faktor penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat mendorong terciptanya competitive advantage. Selain itu, pengaruh Organisational Innovation Intensity terhadap Competitive Advantage menunjukkan nilai t hitung sebesar 2.756 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Organisational Innovation Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Organisational Innovation Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H5 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Competitive Advantage adalah sebesar 0.347, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya. Hal tersebut dikarenakan Entrepreneurial Intensity memungkinkan seorang entrepreneur untuk sensitif terhadap peluang untuk mendapatkan pasar yang baru dengan cara menciptakan suatu produk atau jasa yang bernilai tambah bagi pelanggan (Ong,

(28)

76

Universitas Kristen Petra

Ismail, Goh, 2010). Entrepreneurship adalah faktor penting dalam pembentukan posisi perusahaan yang kuat untuk mencapai keunggulan bersaing (Weerawardena, 2003). Selain itu, pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Competitive Advantage menunjukkan nilai t hitung sebesar 4.114 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Competitive Advantage pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H6 diterima).

Nilai koefisien path pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Organisational Innovation Intensity adalah sebesar 0.704, dimana nilai tersebut positif, yang berarti terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya.

Hal tersebut dikarenakan Entrepreneurial Intensity dapat meningkatan kemakmuran melalui inovasi dan mengeksploitasi peluang yang ada (Nasution, Mavondo, Matanda, Ndubisi, 2011). Menurut Lee & Hsieh (2010), entrepreneurship akan membantu dalam menemukan ide yang inovatif dalam pengembangan produk, jasa, proses produksi, teknologi, bahan baku, dan model bisnis suatu organisasi. Selain itu, pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Organisational Innovation Intensity menunjukkan nilai t hitung sebesar 18.339 yang lebih besar dari nilai t tabel 1.96, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Entrepreneurial Intensity terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya signifikan. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang menyatakan diduga bahwa terdapat pengaruh positif antara Entrepreneurial Intensity terhadap Organisational Innovation Intensity pada sektor manufaktur di Surabaya terbukti (H7 diterima).

4.3. Pembahasan

Dari pengolahan data dengan menggunakan program Smart PLS yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan bahwa semua hipotesis yang diajukan adalah benar dan dapat diterima. Adapun hipotesa yang diterima mencakup :

(29)

77

Universitas Kristen Petra

1. Terdapat pengaruh positif antara environmental turbulence terhadap entrepreneurial intensity pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.433. Seiring dengan keadaan lingkungan bisnis yang terus berubah-ubah, dinamis, dan kompleks maka seorang pengusaha harus menjadi semakin lebih berinovasi, proaktif, dan berani mengambil resiko. Inovasi dilakukan untuk memberikan nilai tambah atas produk, sehingga perusahaan juga harus memiliki sikap proaktif dalam meningkatkan kualitas produk, serta berani menghadapi resiko yang mungkin akan timbul. Untuk menghadapi environmental turbulence, suatu perusahaan harus dapat beradaptasi dan semakin fleksibel dalam menghadapi konsumen dan pesaing agar dapat semakin berinovasi dan memiliki entrepreneurial intensity.

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui bahwa environmental turbulence mempunyai pengaruh positif terhadap entrepreneurial intensity pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan adanya environmental turbulence, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya entrepreneurial intensity. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti terdahulu, antara lain Qureshi & Kratzer (2011) yang menemukan hubungan positif antara environmental turbulence dengan entrepreneurial intensity.

2. Terdapat pengaruh positif antara entrepreneurial intensity terhadap marketing capability pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.681.

Entrepreneurial intensity mendorong seseorang dalam mengeksploitasi peluang yang baru dengan berorientasi pada pasar sehingga dapat meningkatkan marketing capability perusahaan. Berorientasi pada pasar untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh konsumen sangatlah penting

(30)

78

Universitas Kristen Petra

dalam perusahaan yang berbasis pada kewirausahaan (Weerawardena, 2003).

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui bahwa entrepreneurial intensity mempunyai pengaruh positif terhadap marketing capability pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan menerapkan entrepreneurial intensity, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya marketing capability. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti terdahulu, antara lain Lee &

Hsieh (2010) yang menemukan hubungan positif antara entrepreneurial intensity dengan marketing capability.

3. Terdapat pengaruh positif antara marketing capability terhadap organisational innovation intensity pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.228. Marketing capability dapat meningkatkan organisational innovation intensity karena dengan adanya marketing capability, suatu perusahaan dapat melakukan hal-hal baru sebagai respon atas kondisi pasar (Grinstein, 2008).

Selanjutnya dengan memperoleh informasi pasar terkait kebutuhan pelanggan dan persaingan dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan inovasi. Inovasi dilakukan dengan melihat kebutuhan pelanggan agar dapat menciptakan nilai tambah bagi produk atau proses inovasi yang dilakukan.

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui marketing capability mempunyai pengaruh positif terhadap organisational innovation intensity pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan menerapkan marketing capability pada perusahaan, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya organisational innovation intensity. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti

(31)

79

Universitas Kristen Petra

terdahulu, antara lain Potocan (2013) dan Akman & Yilmaz (2008) yang menemukan hubungan positif antara marketing capability dengan organisational innovation intensity.

4. Terdapat pengaruh positif antara marketing capability terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.177. Marketing capability memungkinkan perusahaan untuk lebih memahami kebutuhan pelanggan. Suatu perusahaan dapat memperoleh competitive advantage dan keuntungan jika perusahaan dapat memprediksi atas situasi yang mungkin terjadi di pasar dan dapat memberikan respon yang lebih cepat terhadap kebutuhan pelanggan dibandingkan kompetitor (Weerawardena, 2003). Perusahaan yang memiliki marketing capability juga dapat mempengaruhi konsumen untuk memiliki persepsi positif terhadap produk sehingga dapat menciptakan competitive advantage.

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui marketing capability mempunyai pengaruh positif terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan menerapkan marketing capability pada perusahaan, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya competitive advantage. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti terdahulu, antara lain Santos- Vijande, Sanzo-Pérez, Gutiérrez, Trespalacios, & Rodríguez (2012) yang menemukan hubungan positif antara marketing capability dengan competitive advantage.

5. Terdapat pengaruh positif antara organisational innovation intensity terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.270. Menurut Potocan (2013), organisational innovation intensity muncul pada setiap aktivitas yang dapat menciptakan nilai dan semua tipe organisational

(32)

80

Universitas Kristen Petra

innovation intensity dapat menciptakan keunggulan bersaing. Inovasi dapat diperoleh apabila perusahaan terus melakukan pembaharuan produk/jasa yang unik demi terciptanya competitive advantage.

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui organisational innovation intensity mempunyai pengaruh positif terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan menerapkan organisational innovation intensity pada perusahaan, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya competitive advantage. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti terdahulu, antara lain Parkman, Holloway, Sebastiao (2012) yang menemukan hubungan positif antara organisational innovation intensity dengan competitive advantage.

6. Terdapat pengaruh positif antara entrepreneurial intensity terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai original sample pada tabel path coefficient yang menunjukkan nilai positif sebesar 0.347.

Entrepreneurship yang terdiri dari innovative, proactive, dan risk taking dapat mendorong terciptanya suatu peluang untuk mencapai keunggulan bersaing. Fungsi entrepreneurship selain untuk menciptakan peluang, juga dapat berfungsi untuk mengkoordinasikan sumber daya dan mengorganisasikan institusi sehingga dapat menuntun perusahaan dalam menghasilkan nilai dan keunggulan bersaing (Chiang & Yan, 2011).

Berdasarkan hasil pengolahan data melalui PLS diketahui bahwa entrepreneurial intensity mempunyai pengaruh positif terhadap competitive advantage pada perusahaan manufaktur di Surabaya. Hasil ini memberikan arti bahwa dengan menerapkan entrepreneurial intensity, akan memberikan pengaruh positif terhadap meningkatnya competitive advantage. Dengan demikian dapat dilihat bahwa teori yang diajukan sesuai dengan penerapan aktual pada perusahaan manufaktur di Surabaya.

Hal ini juga sesuai dengan kajian peneliti terdahulu, antara lain Ong, Ismail, Goh (2010) dan Liu, Hou, Yang, & Ding (2011) yang menemukan

Gambar

Tabel 4.2. Tingkat Pendidikan Responden
Tabel 4.3. Sektor Industri Responden
Tabel 4.4. Kategori Rata-Rata Jawaban Responden
Tabel 4.6. Deskripsi Jawaban Responden Mengenai Environmental Turbulence  dari segi jabatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai R-Square untuk Ethical Behavior adalah sebesar 0.386 memiliki arti bahwa prosentase besarnya pengaruh Religiusitas, Good Governance dan Ethical Climate tehadap Ethical

Selanjutnya koefisien determinasi (R 2 ) dapat dilihat dari besarnya adjusted R square yang diperoleh yaitu sebesar 0,757, hal ini memberi arti bahwa

Nilai konstanta dihasilkan sebesar 25,454 memiliki arti bahwa besarnya nilai Return On Equity dari perusahaan sampel adalah 25,454 apabila variabel

Perusahaan memerlukan variabel lain untuk mendukung variabel Brand Performance seperti Competitive Advantage dan Customer Engagement agar dapat memperbesar

Nilai R- Square 79,5 persen dapat dijelaskan oleh keragaman variabel independen (Gambar 18) menunjukkan bahwa 79,5 persen keragaman dari variabel dependen (laba), sedangkan

Konstanta (a) sebesar 0,1077 menunjukkan besarnya pengaruh hubungan antara Komitmen Konsumen (X1), Kepercayaan Konsumen (X2) terhadap Loyalitas konsumen pengguna merek Pond’s

Dengan nilai R² sebesar 0.193134 yang berarti variasi dari model terikat pada model – kinerja perusahaan dan imbal hasil saham – cukup dapat dijelaskan oleh

dan pembayaran hutang yang didapat dari prosentase penjualan tertentu, dimana jumlah tersebut sama besarnya dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan