`UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN LINGUISTIK MELALUI METODE KARYA WISATA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN MUTIARA HATI AISYIYAH TAWANGMANGU
TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
Naskah Publikasi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat
Sarjana S-1
Disusun Oleh :
TUTIK WAHYUNINGSIH A520091022
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN LINGUISTIK MELALUI METODE KARYA WISATA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK
BERMAIN MUTIARA HATI AISYIYAH TAWANGMANGU TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Tutik Wahyuningsih, A 520091022, Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012, 97
halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan linguistik pada anak usia dini melalui metode karya wisata di KB Mutiara Hati Aisyiyah Tawangmangu. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas, penerima tindakan adalah anak kelompok B. Pelaksana tindakan adalah peneliti, sedangkan guru kelas bertindak sebagai kolaborator. Data dikumpulkan melalui observasi dan catatan lapangan. Analisis data secara deskiptif kualitatif dengan model alur yang terdiri atas pengumpulan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kecerdasan linguistik anak secara berarti dalam proses pembelajaran melalui metode karya wisata. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan prosentase kecerdasan linguistik anak, yakni dari siklus I sampai dengan siklus III. Rata-rata prosentase pencapaian kecerdasan lingusitik anak meningkat berturut-turut dari pra siklus, siklus I, siklus II, hingga siklus III yaitu 47,87%, menjadi 61,25%, 72,37%, dan 80,5%. Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan bahwa metode karya wisata dapat meningkatkan kecerdasan linguistik anak.
Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling mendasar
bagi pembentukan sumber daya manusia di masa mendatang (Abdulhak, 2007 :
52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang nantinya akan menentukan
kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Semakin berkualitas pendidikan
anak di usia dininya, maka semakin berkualitas juga sumber daya yang akan
dihasilkan generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan karena masa usia dini
merupakan ajang pembelajaran dan pembiasaan manusia dalam menghadapi
tantangan hidup agar mampu bertahan dalam berbagai situasi (TIM PAUD, 2005 :
1). Usia dini, merupakan masa peka bagi anak dimana masa terjadinya
pematangan fungsi–fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang
diberikan oleh lingkungan. Masa untuk meletakkan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep
diri, disiplin, kemandirian, seni moral, dan nilai-nilai agama. Untuk itu
dibutuhkan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan
perkembangan anak tercapai secara optimal. Anak Usia Dini yaitu anak yang
berumur 0-6 tahun. Usia tersebut merupakan masa keemasan ( Golden Age )
dimana dalam masa tersebut proses anak akan mengalami perkembangan pada
dirinya baik fisik, intelektual, sosial emosional maupun bahasa. Pemahaman
tentang pentingnya masa usia dini, berdampak pada kebijakan pemerintah yaitu
UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritiual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Secara
khusus PAUD bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan
yang lebih lanjut. Berkaitan dengan optimalisasi perkembangan pada Anak Usia
kecerdasannya. Seperti yang kita ketahui kecerdasan masing-masing anak
berbeda tetapi nantinya mempunyai kecenderungan memiliki salah satu
kecerdasan yang menonjol dibandingkan dengan kecerdasan lainnya. Menurut
Howard Gardner, kecerdasan tidak hanya tunggal, tetapi masing-masing individu
memiliki kecerdasan berbeda-beda, yang disebut sebagai kecerdasan majemuk (
Multiple Intelligence ). Kecerdasan linguistik mencakup kemampuan membaca, menulis, menyimak, mendengar, berbicara dan berkomunikasi.
Permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan
aspek kecerdasan linguistik umumnya adalah anak tampak kesulitan untuk
mengekspresikan perasaan ataupun pendapat ketika diberi kesempatan untuk
bercerita dalam kegiatan berbagi pengalaman ketika kegiatan apersepsi untuk
menceritakan pengalaman di rumah atau sebelum berangkat ke sekolah maupun
dalam kegiatan penutup ketika diminta mendiskusikan pengalaman main yang
telah mereka dapatkan pada saat bermain di kegiatan inti. Sebagian besar anak
harus dipancing oleh guru dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
cerita pengalaman tersebut. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, seorang
guru harus mempersiapkan perencanaan pembelajaran melalui RPP (Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran) dengan menggunakan beberapa metode yang
disesuaikan dengan kondisi yang ada. Salah satu langkah untuk memiliki strategi
itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode
mengajar. Dari fenomena yang ada maka metode yang digunakan dalam
pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan linguistik pada anak usia dini
adalah karya wisata. Penelitian yang dimaksudkan adalah untuk memberikan
informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk meningkatkan kecerdasan
linguistik melalui metode karya wisata pada anak usia dini, sehingga dalam
penelitian difokuskan pada usaha meningkatkan kecerdasan linguistik melalui
Landasan Teori
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran
yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar,
merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan,
menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan
kognitif yang dimiliki oleh individu (Rusli, 2010 : 7). Kecerdasan linguistik
adalah kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara terampil dan
mengekspresikan konsep-konsep secara fasih (fluently) (Agus Effendi, 2005 : 25).
Adapun tujuan dari pada usaha meningkatkan kecerdasan bahasa atau
pengembangan bahasa di taman kanak-kanak adalah agar anak mampu
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara tepat, mampu berkomunikasi
secara efektif dan minat untuk dapat berbahasa Indonesia (Depdiknas, 2007 : 17).
Perkembangan bahasa salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1) Menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks; 2) Menyebutkan kelompok gambar yang memliki bunyi yang sama; 3)
Berkomunikasi secara lisan perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol
untuk persiapan membaca menulis dan berhitung; 4) Menyusun kalimat sederhana
dalam struktur lengkap; 5) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk
mengekpresikan ide pada orang lain; 6) Melanjutkan sebagian cerita/dongeng
yang telah didengarkannya.
Adapun indikator Kemampuan Bahasa, yaitu : 1) Menerima pesan sederhana; dan
menyampaikan pesan dengan runtut; 2) Memahami aturan main; 3) Menjawab
pertanyaan sederhana; 4) Melakukan percakapan dengan teman/orang dewasa; 5)
Mempunyai kekayaan Kosakata; 6) Membaca buku cerita gambar tematik dan
menceritakan; 7) Menceritakan pengalaman atau kejadian secara runtut; 8)
Berbicara dengan menggunakan kalimat yang kompleks.
Menurut Petty dan Jensen (1980) (Hildayani, 2007 : 11) perkembangan bahasa
Berbedanya cara bagaimana anak mempelajari bahasa; 2) Berbedanya jenis
bahasa yang dipelajari anak; 3) Berbedanya karakteristik kepribadian anak; 4)
Berbedanya lingkungan proses pembelajaran bahasa tersebut. Adapun secara
rinci kecerdasan linguistik atau kemampuan bahasa anak dipengaruhi dua faktor
yaitu : 1) faktor internal, terdiri dari : a) kesehatan anak, b) intelegensi dan bakat
anak, c) Minat dan motifasi anak, d) cara belajar anak. 2) Faktor Eksternal, terdiri
dari : a) Faktor keluarga : Pola komunikasi keluarga yang banyak arah, jumlah
anak atau jumlah keluarga, posisi urutan kelahiran sangat mempengaruhi
perkembangan kemampuan bahasa anak; b) Sekolah : Guru, yang merupakan
orang tua kedua bagi anak disekolah mempunyai tugas memberikan fasilitas serta
menstimulasi dalam mencapai seluruh kemampuan anak, salah satunya adalah
kemampuan bahasa; Metode pembelajaran menentukan atau memilih metode
pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi pada kemampuan bahasa anak. 3)
Lingkungan, menyediakan berbagai sumber belajar yang tidak terbatas, utamanya
masyarakat sekitarnya. Biasanya tidak sengaja dapat menjadi kegiatan
pembelajaran sehingga lebih bisa mengoptimalkan pencapaian tujuan
pembelajaran anak.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia metode yaitu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (Depdiknas, 2001 : 530)
sedangkan karya wisata adalah berpergian atau mengunjungi suatu objek dalam
rangka memperluas pengetahuan (Depdiknas, 2001 : 193)
Metode karya wisata mempunyai sinonim kata, antara lain widya wisata dan study
tour (Djamarah, 2002 : 105). Karya Wisata merupakan salah satu metode
melaksanakan kegiatan pengajaran di TK dengan cara mengamati dunia sesuai
dengan kenyataan yang ada secara langsung yang meliputi manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lain. Menurut Sudjana dan Rivai ( 2007 : 214
– 217 ) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam menggunakan metode
karya wisata yaitu : 1) Langkah Persiapan, prosedur yang harus ditempuh : a)
penggunaan lingkungan; b) Guru menentukan objek yang harus dipelajari; c)
Guru menentukan cara belajar peserta didik saat kunjungan dilakukan; d) Guru
melaksanakan perizinan dan persiapan tehnis. 2) Pelaksanaan, prosedur
pembelajarannya adalah : a) Kegiatan Awal : (1) Guru melakukan apersepsi
tentang kegiatan yang menggunakan lingkungan sebagai media dan sumber
belajar; (2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran; (3) Pembentukan kelompok;
(4) Penjelasan peraturan yang harus ditaati para peserta didik; b) Kegiatan Inti :
(1) Guru mengenalkan peserta didik kepada lingkungan; (2) Guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau mempraktikkan jika
dimungkinkan. 3) Tindakan Lanjut, yaitu dari kegiatan belajar adalah kegiatan
belajar di kelas untuk membantu dan mendiskusikan hasil belajar dari lingkungan
setiap kelompok diminta untuk melaporkan hasilnya. Metode karya wisata dalam
pelaksanaan pembelajaran menggunakan prosedur : 1) Melaksanakan perizinan
kepada pihak sekolah, nara sumber, dan orang tua; 2) Mempersiapkan alat, bahan,
dan media pembelajaran; 3) Berbagi pengalaman mengenai kegiatan karya wisata
yang pernah dilakukan; 4) Pemanasan dengan kegiatan motorik kasar; 5) Guru
memberi informasi mengenai kegiatan karya wisata hari itu, tempat tujuan karya
wisata; 6) Guru menuliskan dan membacakan kosakata yang berhubungan dengan
tema karya wisata dan tempat tujuan karya wisata; 7) Guru menjelaskan
langkah-langkah kegiatan yang akan dijalankan pada karya wisata hari itu; 8) Guru
mengajak anak membicarakan aturan main di kegiatan inti; 9) Guru memimpin
anak berjalan menuju tempat tujuan; 10) Selama perjalanan guru meminta anak
memperhatikan keadaan sekeliling; 11) Guru berkeliling barisan memberi pijakan
dengan memberikan gagasan atau pertanyaan kepada anak mengenai hal yang
dilihat; 12) Guru memberi modelling atau percontohan misalnya mengambil
rumput atau bunga liar dijalan dimasukkan plastik dan memberitahukan anak
bahwa barang-barang seperti itu bisa digunakan sebagai bukti anak telah berkarya
wisata; 13) Sesampai ditujuan guru mengelompokkan anak; 14) Guru memotivasi
anak untuk melakukan wawancara dengan nara sumber; 15) Guru memberi
pijakan untuk melakukan wawancara; 16) Guru memberi modelling wawancara
laporan kegiatan karya wisata dalam buku mereka dengan memberi dorongan agar
anak menceritakan pengalaman main; 18) Guru bertanya siapa yang mentaati
aturan main dan siapa yang melanggar; 19) Guru memberi kesempatan kepada
tiap anak untuk menyampaikan pengalamannya; 20) Guru meminta anak
menunjukkan barang-barang bukti mereka dan menceritakannya.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di KB Mutiara Hati Aisyiyah Tawangmangu dalam
waktu enam minggu dengan enam kali pertemuan pada bulan November dan
Desember 2012 dengan tiga siklus, setiap siklus terdiri dua kali pertemuan.
Sebagai subjek penelitian adalah anak-anak kelompok B di KB Mutiara Hati
Aisyiyah Tawangmangu semester I Tahun Pelajaran 2012/2013. Jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classrom Action Research). Kemmis &
Taggrat (dalam Santyasa, 2009 : 3) menyatakan bahwa Action Research adalah
suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam
masyarakat sosial dan bertujuan untuk memperbaiki pekerjaan, memahami
pekerjaan, serta situasi di mana pekerjaan ini dilakukan lebih lanjut. Dalam
penelitian tindakan kelas ada tahap-tahap yang harus dilakukan yang disebut
siklus yang terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan
(observing), refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali (Madya, 1994 : 25).
Jenis data dalam penelitian adalah : 1) Pelaksanaan pembelajaran dengan metode
karya wisata yaitu berupa kinerja guru; 2) Kecerdasan linguistik. Pengumpulan
data yang akan diambil dalam penelitian adalah : 1) Peningkatan Kecerdasan
Linguistik; 2) Penerapan Pembelajaran dengan Metode Karya Wisata. Sebagai
penerima tindakan adalah anak kelompok B, pelaksana tindakan adalah peneliti
dan guru kelas sebagai kolaborator. Instrumen yang digunakan adalah : Lembar
observasi kecerdasan linguistik yang berisi tentang indikaktor dan butir amatan
yang akan dicapai dengan cara : 1) Menentukan indikator yang akan digunakan
untuk mengetahui peningkatan kecerdasan linguistik anak; 2) Menjabarkan
Membuat lembar observasi untuk mencatat hasil pengamatan setiap tindakan.
Kemudian lembar observasi penerapan pembelajaran memalui metode karya
wisata yaitu : 1) Menentukan komponen kegiatan pembelajaran yang akan
diamati; 2) Menjabarkan setiap komponen ke dalam aspek kegiatan yang
dilakukan guru saat melakukan pembelajaran; 3) Melakukan pencatatan hasil
observasi aspek yang dilakukan guru dalam pembelajaran. Catatan lapangan
digunakan untuk mengamati berbagai aspek saat pembelajaran berlangsung yang
meliputi pengelolaan kelas, hubungan interaksi siswa dan guru, interaksi siswa
dengan siswa ( Wiriatmadja, 2005 : 125 ). Analisis data kecerdasan linguistik
anak digunakan untuk melakukan refleksi agar peneliti dapat menentukan
tindakan yang akan diambil pada siklus berikutnya dengan melalui beberapa tahap
yaitu : 1) Menjumlahkan skor yang dicapai pada tiap butir amantan; 2) Membuat
tabulasi skor observasi peningkatan kecerdasan linguistik; 3) Menghitung
prosentase peningkatan kecerdasan linguistik anak dengan metode karya wisata
dalam pembelajaran; 4) Membandingkan hasil prosentase pencapaian pada tiap
anak dengan prosentase keberhasilan tiap siklus yang telah ditentukan peneliti.
Hasil Penelitian
Jumlah anak yang mempunyai prosentase skor kecerdasan linguistik dengan
kategori berkembang sangat pesat meningkat, yaitu 2 (10%) anak di siklus I, 2
(10%) anak di siklus II, dan 13 (65%) anak di siklus III. Begitu juga jumlah anak
yang tuntas dalam belajar yang diindikasikan dengan sekurang-kurangnya 75%
anak mampu mencapai prosentase keberhasilan sebesar 75% di akhir siklus, yaitu
4 (20%) anak di siklus I, 11 (55%) anak di siklus II, dan 17 (85%) anak di siklus
III. Masih terdapat 15% anak yang statusnya masih belum mencapai prosentase
keberhasilan sebesar 75%. Satu dari anak-anak tersebut adalah anak yang masih
ditunggui neneknya di sekolah. Sedangkan anak yang lainnya membutuhkan
motivasi yang cukup kuat dalam menyelesaikaan tugas-tugasnya saat
dalam pembelajaran mengalami peningkatan secara signifikan di tiap siklusnya.
Pada siklus I prosentase penerapan metode karya wisata adalah 65%, meningkat
di siklus II menjadi 85% dan akhirnya pada siklusIII mencapai 100%.
Optimalisasi penerapan metode karya wisata dalam pembelajaran terbukti mampu
meningkatkan kecerdasan linguistik anak. Berdasarkan analisis data, ternyata
peningkatan kecerdasan linguistik anak dipengaruhi oleh metode yang digunakan
dalam pembelajaran, yaitu metode karya wisata. Interaksi komunikasi dengan
anak bisa tercipta sehingga ide-ide kreatif dalam menggunakan bahasa mereka
dapat disalurkan. Adapun peningkatan kecerdasan linguistik tersebut
menunjukkan peningkatan yang signifikan dari satu siklus ke siklus berikutnya.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebuah pembelajaran harus benar-benar
dipersiapkan oleh seorang guru baik alat bahan, media juga kesiapan guru dalaam
hal pemahaman langkah-langkah pembelajaran yang sangat menentukan sekali
dalam kelancaran proses pembelajaran.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan melalui beberapa
tindakan dari siklus I, II, dan III, rata-rata prosentase pencapaian kecerdasan
linguistic anak meningkat berturut-turut dari pra siklus, siklus I, Siklus II, dan
Siklus III 47,87% menjadi 61,25%, 72,37% dan 80,50 %. Jumlah anak yang
tuntas belajar atau mencapai prosentase keberhasilan sebesar 75% juga terus
meningkat yaitu 15% di prasiklus, 20% di siklus I, 1,55% di siklus II, dan 85%
disiklus III. Kecerdasan linguistic anak perlu dikembangkan. Salah satu factor
yang mempengaruhi kecerdasan linguistic anak adalah metode pembelajaran. Ada
beberapa metode yang dikenal dalam pelaksanaan proses pembelajaran, salah
satunya adalah metode karya wisata. Sesuai hasil penelitian dan kesimpulan yang
telah diuraikan diatas, maka dalam penelitian untuk meningkatkan kecerdasan
linguistik anak dengan menggunakan metode karya wisata diajukan beberapa
saran,yaitu :1) Kepada Kepala Sekolah hendaknya mendukung pelaksanaan
diperlukan; 2) Kepada Guru hendaknya menggunakan metode dan media yang
lebih menarik, memberikan petunjuk pembelajaran dengan lebih jelas, menguasai
langkah-langkah pembelajaran secara urut dan benar; 3) Kepada Peneliti
Selanjutnya dapat mengadakan penelitian yang sama, dengan menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
Armstronh, Thomas. 2002. 7 Kinds of Smart. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Abumuthi. 2008. Bermain Peran Penting bagi Pertumbuhan Potensi Anak. http://abumuthi.multiply.com/journal/item/74/Bermain Peran Penting Bagi Pertumbuhan Potensi Anak. Diakses pada 25 September 2012 pukul 11.00WIB.
Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Berbahasa di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Pedoman Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2009. Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. Ke-2.
Effendi, Agus. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung: Alfabeta.
Gwen. 2010. Strategi Pembelajaran Bahasan Indonesia Lisan.
http://fafatiya.blogspot.com/2010/04/role-playing.html, diakses pada 25 September 2012 pukul 11.15 WIB.
http://pgtk-darunnajah.blogspot.com/2011/03/metode-karya-wisata-anak-tk.html diakses tanggal 29 Oktober 2012 pukul 13.05 WIB.
Komara, Endang. (2009). Model Bermain Peran Dalam Pembelajaran Partisipatif (Online). http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/03/model-bermain-peran-Dalam-pembelajaran-29.html, diakses 25 September 2012 pukul 11.30 WIB.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Moleong, L. J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Roda Karya.
Musfiroh, T. 2004. Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan (Stimulasi Multiple Intelegences Anak Usia Taman Kanak-Kanak). Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi Subdit PGTK dan PLB.
Salahudin, Mahfudh. 1981. Metodologi Pendidikan Agama. Surabaya: Bima Ilmu.
Suwandi, Sarwiji. 2007. “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Penullisan Karya Ilmiah”. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13.
Wiriatmaja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda PT. Rosda Karya.