• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta."

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN

TINGKAT KREATIVITAS MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri

ABSTRAK

Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Warna dimaknai melalui hubungan biologis dan pembelajaran yang erat (Elliot dkk, 2007). Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan dan penguasaan kemampuan tertentu secara psikologis, seperti juga pada pertumbuhan secara fisik (Lichtenfeld, 2012). Hijau dapat menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kreativitas. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (n = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, dengan teknik sampling insidental. Subjek dibagi dalam dua kelompok secara random, yaitu ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan desain antar-kelompok (between-subject design), randomized two-group design posttest only. Alat ukur yang digunakan adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). Pada proses pengambilan data, semua subjek dalam kedua kelompok dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik perlengkapan tes, materi tes, dan instruksi tes. Analisis data menggunakan independent sample t-test. Hasil t-test

menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada tingkat kreativitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (sig: 0,023 < 0,05). Rata-rata tingkat kreativitas subjek yang diberikan pemaparan warna hijau (Xeksperimen: 190,25) terbukti lebih tinggi daripada rata-rata

tingkat kreativitas subjek yang tidak diberikan pemaparan warna hijau (Xkontrol: 136,12).

(2)

THE EXPOSURE EFFECT OF GREEN COLOR IN THE ROOM TOWARDS DIFFERENCE LEVEL OF CREATIVITY THE STUDENTS OF FACULTY OF PSYCHOLOGY AT

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri

ABSTRACT

This experimental study intended to find out the exposure effect of green color in the room towards difference level of creativity the students of Faculty of Psychology at Sanata Dharma University Yogyakarta. Color was understood by strong connection between biological and learning process (Elliot dkk, 2007). Green was associated with psychological growth and mastery, as well as physical growth (Lichtenfeld, 2012). Green could be an effective medium for developing creativity. Participans was taken from students of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University Yogyakarta (n = 32). Selection of subjects in this research used non-probability sampling, incident sampling technique. Subjects were divided into two group randomly, into the experimental group and the control group. This research used between-subject design, randomized two-group design posttest only. A measuring instrument applied Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). In the process of adoption of data, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be its equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using independent sample t-test. The result showed that there was significant difference level of creativity between experimental group and control group (sig: 0,023 < 0,05). Level of creativity means scores from the subjects who exposured to green color (Xeksperimen: 190,25) have proven higher than means scores from the subjects who were not exposured to green color (Xkontrol: 136,12).

(3)
(4)

i

EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU

PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN

TINGKAT KREATIVITAS REMAJA AKHIR

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Stephani Tita Pramono Putri NIM: 109114030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv MOTTO

(8)
(9)

vi

EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN

TINGKAT KREATIVITAS MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri

ABSTRAK

Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Warna dimaknai melalui hubungan biologis dan pembelajaran yang erat (Elliot dkk, 2007). Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan dan penguasaan kemampuan tertentu secara psikologis, seperti juga pada pertumbuhan secara fisik (Lichtenfeld, 2012). Hijau dapat menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kreativitas. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (n = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, dengan teknik sampling insidental. Subjek dibagi dalam dua kelompok secara random, yaitu ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan desain antar-kelompok (between-subject design), randomized two-group design posttest only. Alat ukur yang digunakan adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). Pada proses pengambilan data, semua subjek dalam kedua kelompok dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik perlengkapan tes, materi tes, dan instruksi tes. Analisis data menggunakan independent sample t-test. Hasil t-test

menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada tingkat kreativitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (sig: 0,023 < 0,05). Rata-rata tingkat kreativitas subjek yang diberikan pemaparan warna hijau (Xeksperimen: 190,25) terbukti lebih tinggi daripada rata-rata

tingkat kreativitas subjek yang tidak diberikan pemaparan warna hijau (Xkontrol: 136,12).

(10)

vii

THE EXPOSURE EFFECT OF GREEN COLOR IN THE ROOM TOWARDS DIFFERENCE LEVEL OF CREATIVITY THE STUDENTS OF FACULTY OF PSYCHOLOGY AT

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri

ABSTRACT

This experimental study intended to find out the exposure effect of green color in the room towards difference level of creativity the students of Faculty of Psychology at Sanata Dharma University Yogyakarta. Color was understood by strong connection between biological and learning process (Elliot dkk, 2007). Green was associated with psychological growth and mastery, as well as physical growth (Lichtenfeld, 2012). Green could be an effective medium for developing creativity. Participans was taken from students of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University Yogyakarta (n = 32). Selection of subjects in this research used non-probability sampling, incident sampling technique. Subjects were divided into two group randomly, into the experimental group and the control group. This research used between-subject design, randomized two-group design posttest only. A measuring instrument applied Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). In the process of adoption of data, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be its equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using independent sample t-test. The result showed that there was significant difference level of creativity between experimental group and control group (sig: 0,023 < 0,05). Level of creativity means scores from the subjects who exposured to green color (Xeksperimen: 190,25) have proven higher than means scores from the subjects who were not exposured to green color (Xkontrol: 136,12).

(11)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Stephani Tita Pramono Putri

NIM : 109114030

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT KREATIVITAS REMAJA AKHIR

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 7 Desember 2015

Yang menyatakan,

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus atas segala

berkatNya selama proses pengerjaan tugas ini. Penulis meminta maaf apabila ada

yang kurang berkenan dalam tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widoyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Sanata Dharma.

3. Romo Priyono Marwan, SJ selaku dosen pembimbing pertama.

Terimakasih doa dan semangatnya, Romo.

4. Bapak R. Landung Eko P, M.Psi selaku dosen pembimbing kedua. Bapak

sangat sabar dan luar biasa membimbing saya, terimakasih.

5. Ibu Debri Pristinella, M.Si dan Bapak TM Raditya Hernawa, M.Si selaku

dosen penguji yang telah membagikan ilmunya untuk penyempurnaan

skripsi saya.

6. Seluruh staff karyawan Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Ibu Nani, Pak

Gi, Mas Muji, Mas Doni, staff multimedia, terimakasih bantuannya.

7. Kelas B angkatan 2013 yang telah menjadi subjek penelitian. Terimakasih

(13)

x

8. Kedua orangtua, Bapak Pramono dan Ibu Ninik yang tidak pernah putus

mendoakan selama satu tahun lebih, serta dukungan lain yang selalu ada.

9. Sahabat: Fili, Lusi, Sandra, Laura, Dion yang sangat setia ada entah itu

untuk skripsi atau bukan. Luar biasa!

10.Abang, tanpa abang tugas ini tidak akan pernah selesai, haha.

11.Semua yang belum bisa tersebutkan entah itu tukang print atau tukang

warteg, a‟a burjo, paman cilok atau siapapun yang secara sengaja dan tidak

sengaja telah membantu, dan secara tidak sengaja lupa untuk dituliskan.

Terimakasih, kebaikan itu berputar kok.

Yogyakarta, 7 Desember 2015

Penulis,

(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

1. Manfaat Teoritis ... 13

(15)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 15

A. Kreativitas ... 15

1. Definisi Kreativitas ... 15

2. Aspek Kreativitas ... 17

3. Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas ... 22

B. Warna ... 24

1. Definisi Warna ... 24

2. Persepsi ... 24

3. Atribut Warna... 25

4. Model Umum mengenai Warna ... 26

5. Manfaat Warna ... 27

6. Warna Hijau ... 28

6.1. Definisi Warna Hijau ... 28

6.2. Manfaat Warna Hijau ... 29

C. Remaja Akhir ... 29

1. Karakteristik Remaja Akhir ... 29

2. Kreativitas Remaja Akhir ... 31

D. Dinamika Penelitian ... 32

E. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

(16)

xiii

C. Variabel Penelitian ... 37

D. Definisi Operasional... 38

E. Subjek Penelitian ... 42

F. Perencanaan Penelitian... 43

G. Instrumen Penelitian... 46

H. Validitas dan Reliabilitas ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Persiapan Penelitian ... 51

1. Persiapan Alat Penelitian ... 51

2. Persiapan Teknis Penelitian ... 52

B. Pelaksanaan Penelitian ... 53

1. Waktu Pelaksanaan ... 53

2. Prosedur Pelaksanaan ... 53

3. Observasi Pelaksanaan ... 55

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 56

D. Deskripsi Data Penelitian ... 57

E. Hasil Penelitian ... 59

1. Uji Asumsi ... 59

1. Uji Normalitas ... 59

2. Uji Homogenitas ... 60

2. Uji Hipotesis ... 61

(17)

xiv

1. Uji Beda Antarrater ... 64

2. Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

3. Uji Beda Aspek-aspek Kreativitas ... 66

G. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Keterbatasan Penelitian ... 71

C. Saran ... 72

1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 72

2. Bagi Praktisi Pendidikan ... 74

3. Bagi Universitas dan Fakultas Psikologi ... 74

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skema Desain Penelitian ... 37

Tabel 2 Distribusi Subjek Penelitian ... 56

Tabel 3 Deskriptif Statistik ... 57

Tabel 4 Norma Kategorisasi Kreativitas ... 57

Tabel 5 Kriteria Kategorisasi Skor Kreativitas ... 58

Tabel 6 Jumlah Subjek untuk Kategorisasi Setiap Kelompok ... 58

Tabel 7 Hasil Uji Normalitas ... 60

Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas ... 60

Tabel 9 Hasil Independent Sample T-Test ... 62

Tabel 10 Group Statistics untuk Uji Beda Antarrater ... 63

Tabel 11 Independent Samples Test untuk Uji Beda Antarrater ... 64

Tabel 12 Group Statistics untuk Uji Beda berdasarkan Jenis Kelamin .... 65

Tabel 13 Independent Samples Test untuk Uji Beda berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola Proses Berpikir Top-Bottom ... 18

Gambar 2 Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi ... 25 Gambar 3 Dinamika Warna Hijau sebagai Faktor yang Mempengaruhi

Kreativitas ... 35

Gambar 4 Pengukuran Warna Hijau Berdasarkan Aplikasi Paint ... 40

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Wawancara ... 78

Lampiran 2 Petunjuk Penilaian untuk Tes Kreativitas Figural ... 95

Lampiran 3 Alat Tes Kreativitas Figural ... 116

Lampiran 4 Uji Beda Antarrater ... 124

Lampiran 5 Uji Asumsi ... 126

Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 130

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman menuntut manusia untuk terus berkembang dan

berinovasi. Misalnya pada suatu kondisi terdapat barang-barang bekas yang

biasanya hanya dibuang, padahal barang-barang bekas ini bila diolah dengan

baik akan menghasilkan barang baru yang lebih bermanfaat. Proses

pembuatan ini membutuhkan gaya pemikiran yang fleksibel dan terperinci

untuk menghasilkan produk baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Gaya pemikiran seperti ini merupakan gaya berpikir kreatif, dimana berpikir

kreatif akan menunjang seseorang untuk berkreasi dan menciptakan

produk-produk baru. Kemampuan berkreasi atau menciptakan suatu hal yang baru

merupakan awal pembentukkan kreativitas (Supardi, 1994).

Kreativitas perlu dipandang secara khusus dari segi kognitif karena

kreativitas membutuhkan kemampuan kognitif seperti kontrol yang efektif

dari memori kerja, perhatian, dan fleksibilitas kognitif (Reed, 2011). Salah

satu langkah awal untuk memahami kreativitas dari sudut pandang kognitif

adalah mengenai cara berpikir. Berpikir kreatif adalah pemikiran yang

membawa seseorang untuk membuat sesuatu yang baru, atau yang biasa

disebut inovasi. Berpikir kreatif dimulai dari proses yang sederhana kemudian

(22)

McGrath (dalam Gie, 2003) menyatakan bahwa setiap orang perlu

menemukan berbagai pemecahan baru yang kreatif terhadap berbagai

tantangan kehidupan sehari-hari yang tidak stabil. Hal serupa juga

disampaikan Richards (dalam Gie, 2003) yang berpendapat bahwa kreativitas

merupakan dasar bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,

kreativitas merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang sangat

penting. Penemuan alat komunikasi, alat transportasi, alat bantu

memadamkan api, alat bantu dalam memasak, mesin tempur, penemuan bola

lampu, bentuk-bentuk arsitektur yang mewah diawali oleh pemikiran kreatif.

Pemikiran kreatif memberi dorongan dalam menciptakan suatu hal yang baru

atau inovatif (Weisberg, 2006).

Para psikolog humanis mengemukakan bahwa dengan menciptakan

sesuatu manusia mengalami kepuasan karena merupakan perwujudan diri,

aktualisasi potensi-potensi kreatifnya. Aktualisasi potensi kreatif ini mengacu

pada pemenuhan kebutuhan puncak yaitu aktualisasi diri karena pada

hakekatnya manusia hidup memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus

dipenuhi. Orang-orang yang mencapai kebutuhan puncak ini ditandai dengan

merasa lebih kreatif, percaya diri, spontan, dan nyaman (Maslow dalam

Samuel, 1981). Sehingga kreativitas disamping bermakna baik untuk

pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarakat juga bermakna

bagi pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri seorang manusia.

Pada akhirnya, pemikiran kreatif inilah yang membawa manusia kepada

(23)

kreativitas adalah mesin yang menggerakkan perkembangan manusia. Hal

yang sama juga dinyatakan oleh mantan presiden Soeharto pada pidatonya

tahun 1992 bahwa kreativitas masyarakat yang tumbuh subur adalah kunci

kemajuan bangsa (Supriadi, 1994).

Kreativitas masyarakat tidak lepas dari mahasiswa sebagai calon-calon

intelektual yang memiliki peran dalam membawa perubahan bagi negaranya.

Hartono (dalam Noersaif, 2014) menyatakan bahwa mahasiswa memiliki sifat

untuk memajukan bangsa dan mampu menjadikan sesuatu sebagai inovasi

dengan aplikasi ilmu yang dimiliki, sehingga mampu bersaing dengan negara

lain sesuai dengan perkembangan zaman. Jusuf (dalam Noersaif, 2014) juga

menambahkan bahwa mahasiswa sebagai manusia penganalisis merupakan

manusia penghasil ide dan gagasan. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu

memberikan kontribusi nyata melalui kreativitasnya.

Seorang remaja akhir yang berada pada rentang usia 17-21 tahun

memiliki pemikiran logis tentang gagasan yang abstrak. Masa remaja juga

memiliki keunikan tersendiri dimana merupakan masa transisi dari anak-anak

ke dewasa, sekaligus disebut sebagai masa yang kritis (Rochmah, 2005).

Remaja disebut sebagai masa kritis karena dalam masa ini ditentukan apakah

seseorang dapat menghadapi persoalan-persoalannya dengan baik atau tidak.

Hal ini tergantung dari kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai

macam persoalan yang muncul. Kemampuan seorang remaja dalam

menyelesaikan masalah membutuhkan pemikiran-pemikiran baru dan pola

(24)

remaja khususnya yang menyandang label mahasiswa, karena perkembangan

kognitif masa remaja akan mencapai tahap kematangan dimana fungsi-fungsi

indera akan menjadi lebih sempurna (Piaget dalam Rochmah, 2005).

Mahasiswa dapat memberikan kontribusi tidak lepas dari

lembaga-lembaga yang mewadahinya, yaitu pemerintah maupun universitas. Program

pendidikan yang dirancang oleh pemerintah maupun di perguruan tinggi

hendaknya menjadi sarana yang dapat memfasilitasi perkembangan

kemampuan berpikir para mahasiswa.

Pemerintah turut mendukung pentingnya kreativitas di kalangan

mahasiswa melalui Peraturan Pemerintah no. 17 tahun 2010 pasal 84 ayat 2.

Peraturan tersebut menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki tujuan untuk

membentuk insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis,

kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan berjiwa wirausaha, serta toleran,

peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggungjawab. Hal serupa

juga disampaikan oleh Gie (2003) yang menyatakan bahwa seorang

mahasiswa diharapkan memiliki daya cipta yang tinggi dan memiliki

pengetahuan dan keterampilan berpikir kreatif.

Selain itu, Renstra (Rencana Strategis) Kementrian Pendidikan

Nasional Indonesia 2010-2014 membuat penerapan pendidikan karakter

untuk semua jenjang pendidikan di Indonesia mulai tingkat Pendidikan Anak

(25)

berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari

sesuatu yang telah dimiliki. Pendidikan karakter ini muncul dari keprihatinan

bahwa masih banyak karakter bangsa yang harus diperbaiki, salah satunya

adalah karakter bangsa yang lemah kreativitas (Listyarti, 2002). Fakta-fakta

ini membawa pada pernyataan bahwa kreativitas adalah sesuatu yang penting

untuk bisa diterapkan dalam atmosfer pendidikan.

Berbagai macam peraturan maupun strategi dari pemerintah ini tentu

saja perlu disikapi dengan penerapan konkret dalam sistem perkuliahan untuk

segala program studi dan fakultas. Secara khusus, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma telah menerapkan pendidikan karakter yang

dirangkum dalam rumusan tujuan Fakultas Psikologi yaitu “Menghasilkan

sarjana psikologi dan profesional helper yang menerapkan ilmu dan

keahliannya untuk menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat Indonesia,

yang mampu berperan aktif dalam perubahan masyarakat Indonesia dan

masyarakat dunia sekaligus mampu mengkomunikasikan di tingkat lokal, nasional, maupun internasional” (Buku Pedoman Program Studi Psikologi,

2010). Hal ini juga diperkuat dengan pendidikan karakter yang ada di

Fakultas Psikologi yaitu pengembangan softskill mahasiswanya.

Pengembangan softskill ini antara lain meliputi komponen komunikasi, kerja

dalam tim, kepemimpinan, sikap etis, kemandirian, dan ketangguhan.

Fakultas Psikologi Sanata Dharma telah memberikan dukungan kepada

mahasiswanya untuk meningkatkan kualitas pribadi yang kemudian akan

(26)

dengan enam mahasiswa dan mahasiswi Psikologi Sanata Dharma

menyatakan bahwa walaupun sudah ada beberapa kegiatan yang dapat

mewadahi ide-ide kreatif mereka, mereka merasa secara keseluruhan sistem

perkuliahan dalam Fakultas Psikologi belum membuat mereka menjadi

pribadi yang kreatif (transkrip wawancara; RR, 61-64; IA, 62-67; KP, 54-60;

DR, 50-55; DI, 51-54; VV, 51-55). Hal-hal yang dirasakan oleh mereka

antara lain belum mampu bebas dalam topik penelitian yang popular,

acara-acara di luar perkuliahan teori yang lebih mewadahi kegiatan bebas,

presentasi dengan gaya yang monoton, sistem yang berfokus pada hasil nilai

akhir, dan ruangan kelas yang cukup membuat jenuh.

Hasil wawancara juga menyatakan bahwa mereka pernah membuat

sesuatu yang unik dan belum pernah mereka buat sebelumnya, namun belum

sepenuhnya secara rutin (transkrip wawancara; RR, 29-30, IA, 27-28; KP,

23-24; DR, 23-23-24; DI, 23-23-24; VV, 24-25). Hal ini bertentangan dengan ciri orang

kreatif dimana orang kreatif adalah orang yang secara rutin memproduksi

hasil-hasil kreatif (Perkins dalam Sternberg, 1988).

Selain itu, empat dari enam mahasiswa yang diwawancarai masih

membuat sesuatu dengan hanya membuat saja tanpa melihat

kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menjadi pertimbangan (transkrip wawancara;

VV, 16-18; KP, 15-17; IA, 19-21). Hal ini cukup bertentangan dengan asumsi

orang yang kreatif adalah orang yang mampu melihat sesuatu dari berbagai

(27)

Beberapa dari mahasiswa Psikologi juga merasa cukup puas membuat

sesuatu secara dasar atau tanpa memberikan detail atau ornamen tambahan

pada produknya (transkrip wawancara; VV, 20-22; KP, 19-21). Hal ini juga

bertentangan dengan ciri orang kreatif yang mampu menambahkan detail

pada ide yang sudah dimiliki guna meningkatkan pemahaman akan suatu

topik tertentu (Munandar dalam Dariyo, 2008).

Peneliti menyimpulkan bahwa beberapa mahasiswa Psikologi Sanata

Dharma belum sepenuhnya memiliki daya kreatif, walaupun sistem

pembelajarannya telah mendukung pengembangan kreativitas mahasiswa.

Kreativitas mahasiswa yang dianggap kurang ini perlu ditingkatkan.

Untuk menjadi seorang mahasiswa yang dapat disebut kreatif, mahasiswa

perlu memiliki pemikiran kreatif juga (Gie, 2003). Banyak cara dilakukan

oleh sistem pendidikan agar kreativitas anak-anak didiknya meningkat.

Buku-buku mengenai teknik-teknik atau cara-cara meningkatkan kreativitas juga

banyak beredar. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan sebuah usaha untuk

menjadi kreatif. Seorang yang kreatif dibentuk dari pengalamannya, dari

proses pembelajarannya selama hidup. Oleh sebab itu, kreativitas juga disebut

sebagai nurture creativity (kreativitas lahir dari proses belajar).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas adalah

lingkungan fisik. Lingkungan fisik dapat berupa suasana ruangan, posisi

benda-benda dalam ruangan, warna-warna yang ada pada kondisi tertentu,

(28)

Warna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Manusia berinteraksi dengan warna dalam kehidupan sehari-hari dan secara

konstan terpapar oleh lingkungan yang memiliki warna. Pile (1997)

menyatakan bahwa penggunaan warna merupakan fokus utama dalam desain

interior dan merupakan suatu faktor penting penentu kesuksesan suatu

proyek. Warna yang kerap kali tidak menjadi perhatian utama ternyata

membawa dampak yang besar dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.

Warna juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang (Pile,

1997). Warna secara langsung mempengaruhi kesehatan, moral, emosi,

perilaku seseorang, bahkan performansi seseorang dalam mengerjakan tugas.

Warna merupakan elemen yang dapat digunakan untuk menciptakan

lingkungan belajar yang bermakna. Lingkungan belajar yang bermakna

merupakan hal yang penting dalam proses belajar seseorang. Lingkungan

seperti itu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir, mencipta,

membuat sesuatu, mengekspresikan dirinya, bahkan bekerja sama dengan

orang lain (Kjaervang dalam Dagget, 2008). Warna memberikan stimulasi

visual yang memberi sinyal ke otak, dimana hal ini membantu

mengembangkan berpikir visual, mengatasi masalah, dan meningkatkan

kreativitas (Simmons dalam Dagget, 2008).

Warna berperan sebagai stimulus yang memberikan rangsangan ke alat

indera penglihatan. Warna adalah sebuah panjang gelombang cahaya yang

dihasilkan atau dipantulkan oleh benda sehingga dapat terlihat oleh mata

(29)

merupakan bagian dari lingkungan yang haptic. Lingkungan yang haptic

adalah integrasi dari nilai artistik, fungsi warna, dan adanya teknologi untuk

mendapatkan persepsi tentang lingkungan yang bermakna (Dagget, 2008).

Warna yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah gelombang

400-700 nanometer. Blackwell (2012) mengemukakan tiga warna primer dengan

sebutan RGB yaitu Red (merah), Green (hijau), dan Blue (biru). Ukuran

warna dengan menggunakan aplikasi Paint pada bagian Custom Color.

Warna biru ditentukan dengan memasukkan angka 255 pada bagian Blue dan

0 untuk Red dan Green. Ukuran hue, saturation, dan lumination akan

menyesuaikan. Hal serupa juga dilakukan untuk mendapatkan warna merah

dan hijau.

Warna hijau dipandang sebagai warna yang bersifat menyegarkan,

mengistirahatkan, dan damai. Selain itu, warna hijau juga merupakan warna

yang paling efektif karena memiliki panjang gelombang yang seimbang

(Wright, 2004). Warna hijau juga memiliki sifat yang menenangkan untuk

mata manusia sehingga dapat meningkatkan penglihatan (Qsx Software,

2003). Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara beberapa mahasiswa

Psikologi Sanata Dharma yang menyatakan bahwa warna hijau memiliki

asosiasi dengan pertumbuhan dan sifatnya menyegarkan (transkrip

wawancara; RR, 72-76; IA, 75-79; KP, 68-72; DR, 64-68; DI, 62-66; VV,

63-67).

Ukuran warna hijau pada penelitian ini menggunakan aplikasi Paint

(30)

Warna hijau pada ruangan ditentukan dengan votting beberapa orang (kurang

lebih 30 orang) untuk menentukan apakah warna hijau ini sesuai dengan

persepsi mereka terhadap warna hijau. Penelitian ini menggunakan dua jenis

warna hijau. Warna hijau dengan aplikasi Paint dipaparkan menggunakan

proyektor dan warna hijau pada ruangan dapat dikatakan warna hijau apabila

sebagian besar orang mempersepsi warna tersebut sebagai warna hijau.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa performansi berpikir kreatif

dapat ditingkatkan dengan pemaparan warna hijau, yaitu dengan

memperlihatkan warna hijau selama dua detik pada awal pengerjaan tugas

kreatif. Hipotesis penelitian yang dilakukan oleh Lichtenfeld dkk (2012)

adalah pemberian warna hijau pada keadaan awal akan meningkatkan

performansi kreatif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pemaparan

warna hijau sebelum mengerjakan tugas kreatif berdampak pada peningkatan

skor subjek dalam mengerjakan tugas kreatif. Penelitian ini juga

mengasumsikan pengaruh warna bekerja secara tidak disadari.

Warna hijau diperkirakan dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi performansi kreatif seseorang. Walaupun secara teoritis

dinyatakan bahwa warna hijau mampu meningkatkan performansi kreatif,

tetapi pada kenyataannya penelitian dalam bidang psikologi warna belum

banyak dilakukan di Indonesia dan masih menjadi tema yang jarang diangkat

dalam penelitian.

Selain itu, penelitian oleh OKI Printing Solutions (2003-2004)

(31)

negara dalam benua Eropa seperti Britainia, Prancis, Jerman, Spanyol, dan

Swedia, dan masyarakat China yang tinggal di Britainia. Hal ini memberi

informasi bahwa respon terhadap warna tidak pasti bergantung pada usia,

jenis kelamin, bahkan budaya.

Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian apakah warna hijau

benar-benar mampu menjadi salah satu faktor yang meningkatkan

performansi kreatif seseorang dengan memberikan nuansa warna hijau pada

ruangan, khususnya dalam subjek mahasiswa di Indonesia.

Tingkat kreativitas dalam penelitian ini akan dilihat dari bentuk

kreativitas figural (bentuk gambar). Beetlestone (2012) menyatakan bahwa

kebanyakan orang menganggap kreativitas kerap kali diasumsikan sebagai

hasil gambar, lukisan, maupun permainan musik. Sebagian besar mengatakan

bahwa kreativitas berada dalam kategori seni. Hal tersebut memang benar,

tetapi hanya sebagai bagian dari kreativitas. Orang-orang kreatif juga

dipandang dari kemampuan-kemampuan praktisnya dalam kegiatan mental

seperti membuat konsep, berimajinasi, dan mengekspresikan

gagasan-gagasan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, hasil kreativitas dalam bentuk

gambar tidak dipandang dari nilai artistik semata, tetapi lebih ditekankan pada

makna maupun banyaknya ide yang muncul daripada keindahan gambar itu

sendiri.

Salah satu alasan mengapa peneliti hanya menekankan pada bentuk

kreativitas figural adalah bentuk kreativitas verbal sudah banyak dilakukan

(32)

perkuliahan. Kreativitas verbal erat kaitannya dengan presentasi, diskusi

antarmahasiswa, praktik wawancara, dan pembuatan laporan-laporan

psikologis. Bentuk kreativitas yang kerap kali dipraktikkan dalam sistem

perkuliahan ini belum diimbangi dengan kreativitas figural yang tidak kalah

pentingnya dengan kreativitas verbal.

Kreativitas dalam bentuk figural sangat penting untuk mewadahi

ide-ide atau gagasan-gagasan yang muncul dalam menciptakan sebuah benda

yang inovatif ke dalam bentuk yang konkret dan dapat dilihat dengan nyata.

Kreativitas bentuk figural juga mewadahi imajinasi mahasiswa agar ide atau

gagasannya semakin jelas dan dapat diwujudnyatakan.

Hal ini didukung oleh Keong (2007) yang memberikan tiga teknik

kreativitas, yaitu: 1) craziness, fantasy, dan visualization, 2) randomness, 3)

features, characteristic, dan attributes. Teknik yang pertama adalah melalui

kegiatan melukiskan atau menggambarkan apapun ide yang muncul dari

seseorang. Ketika seseorang diberikan sebuah permasalahan yang harus

dipecahkan maka orang tersebut mulai memikirkan banyak cara (yang paling

mudah sampai yang paling sulit) untuk memecahkan masalah tersebut. Hal

ini dilakukan melalui imajinasi dalam pikirannya yang kemudian

divisualisasikan ke dalam bentuk-bentuk gambar dalam pikiran maupun

dilakukan langsung pada sebuah objek. Bentuk gambar tersebut akan lebih

baik apabila disertai dengan pola, corak, bentuk, maupun warna pada sebuah

(33)

Alat ukur yang digunakan untuk menggambarkan kreativitas figural

adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B) oleh E. Paul

Torrance, Ph.D.

B. Rumusan Masalah

Apakah pemberian warna hijau pada ruangan memberikan perbedaan

rata-rata yang signifikan terhadap tingkat kreativitas remaja akhir Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rata-rata yang

signifikan dari pemberian warna hijau pada ruangan terhadap tingkat

kreativitas remaja akhir Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan dalam ranah psikologi pendidikan mengenai lingkungan

belajar yang efektif dengan media warna. Selain itu penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada

ranah psikologi kognitif dalam memahami cara berpikir manusia

(34)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi yang

berguna bagi para pembaca dan para pendidik untuk dapat

menciptakan lingkungan yang mendukung. Pembelajaran dengan

warna dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang efektif

(35)

15 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kreativitas

Bidang psikologi yang berhubungan dengan kreativitas berkaitan erat

dengan perkembangan kognitif karena perkembangan kognitif merupakan

hasil kerja otak. Perkembangan kognitif dalam berpikir mencakup proses

mengingat, membayangkan, merencanakan, memutuskan, menentukan, dan

menginterpretasi.

1. Definisi Kreativitas

Wang (2009) menyatakan bahwa kreatvitas adalah kemampuan

intelektual untuk membuat sebuah kreasi, inovasi, dan penemuan yang

membawa pada suatu hal yang baru dan merupakan sesuatu yang

sungguh ada atau merupakan solusi yang tidak diduga kehadirannya.

Kreasi tersebut adalah bentuk proses kognitif yang lebih tinggi yang

membuat relasi baru antara objek, atribut, konsep, fenomena, dan

kejadian, yang mana kreasi tersebut adalah asli, dapat dibuktikan, dan

bermanfaat.

Rhodes (dalam Supriadi, 1994) mengemukakan ada empat

dimensi kreativitas yang disebut “The Four P’s of Creativity” yaitu person, proses, produk, dan tekanan (press).

Menurut Weisberg (2006), berpikir kreatif adalah cara berpikir

(36)

mendasari produksi inovasi adalah sama dengan proses berpikir yang

mendasari kegiatan sehari-hari (ordinary thinking). Dan orang kreatif

adalah seseorang yang memproduksi inovasi.

Sedangkan menurut Perkins (dalam Stenberg, 1988), berpikir

kreatif adalah ketika penciptanya melihat kembali ide-ide lama,

kemudian meragukan, atau merasa-rasakan, kemudian mengambil dan

menyusun kembali menjadi sebuah cara yang baru. Hasil kreatif adalah

hasil yang original dan appropriate- tepat; pantas. Dan orang yang kreatif

adalah orang yang secara rutin memproduksi hasil-hasil kreatif.

Gie (2003) mengemukakan bahwa pemikiran kreatif adalah suatu

rangkaian tindakan yang dilakukan oleh orang dengan menggunakan akal

budinya untuk menciptakan buah-buah pikiran baru dari kumpulan

ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan

pengetahuan. Pemikiran itu berdasarkan asas-asas yang sama dan

menempuh tahap-tahap yang sama dalam menciptakan ilmu, teknologi,

atau kesenian. Kreativitas adalah kemampuan daya khayal seseorang

yang mampu menciptakan buah pikiran baru. Dan pribadi kreatif adalah

orang yang memiliki kemampuan daya khayal untuk menciptakan

buah-buah pikiran baru secara ajeg.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa berpikir kreatif adalah proses kognitif dimana seseorang mampu

menciptakan sesuatu yang baru (novelty) dan tepat (appropriate) secara

(37)

adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru,

tepat, dan secara rutin berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.

2. Aspek Kreativitas

Weisberg (2006) mengemukakan tiga aspek dalam berpikir kreatif:

a. Input: berupa stimulus-stimulus.

b. Proses: berupa ordinary thinking. Berpikir kreatif menggunakan

ordinary thinking. Ordinary thinking adalah aktivitas yang

kompleks, terdiri atas komponen-komponen. Karakteristik ordinary

thinking antara lain:

i. Pikiran manusia saling berhubungan dan memiliki struktur.

ii. Pikiran manusia menunjukkan continuity – kesinambungan dengan masa lalu. Pikiran melibatkan pengalaman masa lalu

seseorang.

iii. Proses berpikir melibatkan proses bottom-up dan top-down.

Namun lebih menekankan pada proses top-down, karena

pikiran manusia sangat dipengaruhi oleh adanya pengetahuan

(38)

Gambar 1. Pola proses berpikir top-bottom

Sumber: Weisberg (2006)

iv. Pikiran manusia sensitif terhadap kejadian-kejadian atau

keadaan lingkungan. Peristiwa di luar diri dapat menyediakan

informasi yang dapat mengubah pola pikir dan tindakan.

c. Outcome: berupa produk kreatif. Produk kreatif ini meliputi aspek:

i. Produk kreatif bersifat baru secara subjektif. Sifat

kebaruannya dilihat dari sesuatu yang belum pernah dibuat

atau diketahui oleh seseorang, walaupun produk tersebut

sudah ada sebelumnya (tanpa sepengetahuan orang tersebut).

ii. Produk kreatif bersifat disengaja. Apabila produk tersebut

dibuat melalui ketidaksengajaan, maka produk tersebut tidak

dapat disebut produk kreatif. Kesengajaan terjadi ketika Pengetahuan &

ekspektasi tentang dunia

Proses persepsi dari informasi sensori

Analisis input sensori

Input dari lingkungan (melalui pancaindera)

Pengalaman sadar dan aktivitas

langsung:

(39)

seseorang secara penuh berpikir untuk menghasilkan sebuah

produk.

iii. Produk kreatif bersifat memiliki nilai (value).

Perkins (dalam Stenberg, 1988) menyatakan aspek dari produk kreatif

mencakup:

a. Bentuknya adalah original; asli.

b. Bentuknya juga tepat; cocok; pantas (appropriate).

Guilford (1950) menyatakan bahwa produk kreatif perlu memiliki:

a. Fluency: kelancaran, yaitu kapasitas seseorang untuk dapat

memproduksi banyak ide yang diberikan dalam kurun waktu tertentu

yang relevan dengan situasi yang ada.

b. Flexiblibilty: seorang pemikir kreatif juga perlu memiliki

fleksibilitas dalam berpikir. Misalnya dengan membuat banyak

kategori terhadap ide-ide yang sudah dimunculkannya, atau dalam

menciptakan ide yang baru seseorang perlu berpikir fleksibel dalam

mencari jalan keluar.

c. Originality: keaslian dari ide seseorang yang berbeda dengan orang

(40)

Munandar (dalam Dariyo, 2008) menyatakan produk kreatif memiliki

karakteristik:

a. Fluency (Kelancaran)

Kelancaran mengacu pada sejumlah besar ide, gagasan, atau alternatif

dalam memecahkan masalah. Kelancaran menyiratkan pemahaman

seseorang.

b. Flexibility (Keluwesan)

Keluwesan mengacu pada produksi gagasan yang menunjukkan

berbagai kemungkinan. Keluwesan melibatkan kemampuan untuk

melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda serta

menggunakan banyak strategi atau pendekatan yang berbeda.

c. Elaboration (Elaborasi)

Elaborasi mengacu pada proses peningkatan gagasan dengan

membuatnya menjadi lebih detail. Detail tambahan akan

meningkatkan minat dan pemahaman akan topik tersebut.

d. Originality (Keaslian)

Keaslian mengacu pada produksi dari gagasan yang tidak biasa atau

unik. Keaslian juga melibatkan penyampaian informasi dengan cara

(41)

Berdasarkan beberapa aspek tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

kreativitas memiliki empat (4) aspek, yaitu:

i. Keaslian (Originality)

Produk kreatif sifatnya baru secara subjektif dan idenya

bersifat asli (original).

ii. Kelancaran (Fluency)

Kelancaran berkaitan dengan seberapa banyak ide, gagasan,

atau alternatif lain yang muncul dalam suatu waktu tertentu

dan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain produksi

produk kreatif dilakukan secara rutin oleh pembuatnya. Produk

kreatif juga bersifat disengaja dalam pembuatannya. Hal

tersebut berarti kesengajaan dalam pembuatan memiliki aspek

kelancaran (fluency) didalamnya, karena pikiran pragmatis

beralih menjadi ke sifat non pragmatis atau out of the box.

iii. Keluwesan (Flexibility)

Keluwesan melibatkan kemampuan untuk melihat hal-hal dari

berbagai macam sudut pandang dan menggunakan berbagai

macam strategi. Pemikiran yang luwes akan memproduksi hal

yang memiliki nilai (value) dan tepat (appropriate).

iv. Elaborasi (Elaboration)

Elaborasi berkaitan dengan penambahan detail pada ide,

gagasan yang sudah dimiliki. Detail tambahan akan

(42)

3. Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Weisberg (2006) menyatakan bahwa bentuk kognitif lainnya seperti

problem solving, penalaran, dan penggunaan memori turut mempengaruhi

kreativitas.

Lichtenfeld (2012) menyatakan hal-hal yang dapat mendukung

kreativitas yaitu: lingkungan yang aman dimana proses persepsi dan

kognitif terbuka, inklusif, toleran terhadap resiko, dan seseorang dapat

dengan bebas mengekplorasi prosedur dan alternatifnya secara tidak

terbatas.

Supriadi (1994) mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi

kreativitas dalam dua kelompok:

a. Internal: kemampuan intelektual, komitmen, pengetahuan,

intuisi

b. Eksternal: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan

masyarakat.

Sari (2005) mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi

kreativitas dalam dua kelompok:

a. Psikis: seperti dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat

yang kuat dari diri sendiri untuk berkreasi, kemampuan dalam

berpikir seperti memecahkan permasalahan,

b. Fisik: lingkungan belajar yang mendukung, seperti ruang

interior dengan suasana ruang yang fleksibel. Fleksibel adalah

(43)

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

terdapat dua kelompok faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas,

yaitu:

a. Faktor dari dalam diri

Meliputi dorongan dalam diri, motivasi untuk berkreasi,

kemampuan dalam berpikir dan memecahkan permasalahan,

pengetahuan, penggunaan memori, dan intuisinya.

b. Faktor dari luar diri, meliputi:

i. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat. Selain itu, lingkungan sosial

yang mendukung adalah lingkungan yang membuat

seseorang dapat mengeksplorasi diri secara bebas dan

tanpa batas.

ii. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik meliputi meliputi lingkungan belajar

yang mendukung dengan interior dan suasana ruang yang

(44)

B. Warna

1. Definisi Warna

Pinel (2009) menyatakan bahwa warna adalah salah satu kualitas

paling kasat mata dari pengalaman visual manusia. Cahaya

didefiniskan sebagai gelombang energi elektromagnetik yang

panjangnya antara 380-760 nanometer (miliar meter). Panjang

gelombang ini direspon oleh sistem visual manusia. Panjang

gelombang dan intensitas merupakan hal yang berbeda. Panjang

gelombang berperan dalam persepsi warna, sedangkan intensitas

berperan dalam persepsi tentang kontras gelap-terang (brightness).

Menurut Bassando (2009), warna adalah cahaya dari panjang

gelombang dan frekuensi, dan merupakan bentuk energi yang bisa

dilihat secara nyata oleh mata manusia. Warna memiliki panjang

gelombang dan frekuensinya masing-masing. Masing-masing warna

dapat diukur dalam satuan lingkaran atau gelombang per detik. Warna

merah mempunyai gelombang 700 nanometer dan warna ungu

mempunyai panjang gelombang yang lebih rendah yaitu sekitar 380

nanometer.

2. Persepsi

Pengalaman indera menerima stimulus warna tidak terlepas dari

proses mempersepsi. Proses mempersepsi melibatkan beberapa tahap

(45)

Gambar 2. Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi

Sumber: Solso (2008)

3. Atribut Warna (Elliot, Maier, 2007)

Tiga atribut dasar yang dapat membedakan warna adalah hue,

saturation/ chroma, dan value. Ketiga atribut ini digunakan untuk

mendeskripsikan dan menentukan tiap warna yang ditangkap oleh

indera penglihatan.

ii. Hue merupakan karakter primer murni sebuah warna yang

membedakan warna satu dengan yang lainnya. Hue juga Sistem Sensorik

Transduksi

Penyimpanan sensorik ikonik/ echoik

Aktivitas Central Nervous System

dan Penyandian

Memori dan Pemrosesan

Energi fisik

Aktivitas yang tampak

Fenomena eksternal

(46)

merupakan warna yang murni tanpa dicampur dengan

hitam, putih, ataupun abu-abu.

iii. Saturation atau chroma atau intensitas menunjukkan

kemurnian dari sebuah warna tertentu.

iv. Value menyatakan terang atau gelapnya warna.

4. Model Umum mengenai Warna (Elliot, Mairer, Moller, Friedman, &

Meinhardt, 2007):

a. Warna membawa makna yang spesifik. Warna tidak hanya

sebatas estetika, tetapi juga mengkomunikasikan informasi yang

spesifik.

b. Makna dari warna berdasarkan dua sumber, yaitu hubungan yang

dipelajari yang menghasilkan hubungan yang diulang antara

warna dengan pesan-pesan khusus, konsep, atau pengalaman; dan

secara biologis berdasarkan kecenderungan untuk merespon

warna tertentu dengan cara tertentu menurut situasi tertentu.

c. Persepsi mengenai warna membangkitkan proses evaluasi.

Perhitungan warna terjadi pada awal di sistem visual, dan secara

mendasar diikuti proses evaluasi. Melalui proses evaluasi,

mekanismenya seseorang dapat melihat apakah stimulus itu

bersifat musuh (buruk) atau ramah (baik).

d. Proses evaluasi yang dibuat oleh stimuli warna akan

(47)

Stimuli warna yang memberikan makna yang positif disebut

respon mendekat (approach responses), sedangkan stimuli warna

yang memberikan makna negatif disebut respon menjauh

(avoidance responses).

e. Warna memberikan dampak pada fungsi psikologis dengan cara

yang otomatis. Warna bekerja dalam ketidaksadaran (unconscious

intentiwon and unawareness).

f. Makna warna dan pengaruhnya bergantung pada konteks yang

ada. Pemberian warna akan berbeda dampaknya pada perasaan,

pikiran, maupun perilaku pada konteks yang berbeda pula.

5. Manfaat Warna

Dagget (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis, warna

membuat respon yang berbeda pada tekanan darah, detak jantung,

pernafasan, pencernaan, suhu badan, dan aktivitas otak. Sedangkan

secara psikologis, warna memberikan pengaruh yang kuat pada emosi

dan perasaan (Hemphill, 1996; Lang, 1993; Mahnke, 1996, dalam

Dagget 2008). Ada hubungan yang langsung antara otak dan tubuh,

dan reaksi pada warna mengambil peranan dalam berpikir dan

mempertimbangkan (Birren, 1989, dalam Dagget, 2008).

Warna dan pola tertentu secara langsung mempengaruhi kesehatan,

moral, emosi, perilaku dan performansi, bergantung pada budaya,

(48)

belajar. Dimana hal tesebut dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam berpikir, mencipta, membuat-buat sesuatu, mengekspresikan

diri, dan bekerjasama (Kjaervang dalam Dagget, 2008).

Warna pada sebuah ruangan lingkungan belajar meningkatkan

proses visual, mereduksi stres, dan menstimuli melalui stimulasi

visual. Stimulasi visual ini membuat koneksi pada otak yang pada

akhirnya memberikan pengembangan dalam berpikir visual, problem

solving, dan kreativitas (Simmons, 1995 dalam Dagget, 2008).

6. Warna Hijau

6.1.Definisi Warna Hijau

Menurut Lichtenfeld (2012) warna hijau adalah warna primer yang berakar pada “grow” atau pertumbuhan. Secara

biologis, warna hijau disimbolisasikan dengan konsep

pertumbuhan, seperti kesuburan, hidup, dan harapan. Penelitian

Adams & Osgood (dalam Lichtenfeld, 2012) mengenai asosiasi

bebas terhadap warna hijau menyatakan bahwa subjeknya

mengasosiasikan warna hijau sebagai alam, restfulness, damai, dan

mengarah pada evaluasi yang positif. Penelitian ini mengarah pada

fakta bahwa jika dipandang dari sudut pembelajaran, manusia

belajar untuk mengasosiasikan warna hijau sebagai sesuatu yang

(49)

Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan, tidak hanya

pertumbuhan fisik, tetapi pertumbuhan psikologis seperti

perkembangan dan penguasaan. Sehingga warna hijau dapat

menyajikan sesuatu seperti appetitive cue isyarat yang membangkitkan mastery-approach striving (pendekatan

penguasaan dalam konteks usaha untuk melakukan pengembangan

dan penguasaan tugas).

6.2. Manfaat Warna Hijau (QSX Software Group, 2003)

i. Hijau memiliki hubungan emosional yang kuat dengan

sifat aman.

ii. Hijau juga dipandang sebagai warna yang memiliki

kekuatan untuk menyembuhkan.

iii. Hijau adalah warna yang paling tenang untuk mata

manusia, sehingga dapat meningkatkan penglihatan, karena

hijau merupakan warna dengan panjang gelombang yang

seimbang.

iv. Hijau memberi kesan keseimbangan dan ketahanan.

C. Remaja Akhir

1. Remaja akhir memiliki karakteristik antara lain:

a. Karakteristik dari sudut pandang emosi (Soesilowindradini, tt:

(50)

Emosionalitas pada masa remaja akhir mulai berkurang dan

menjadi lebih stabil. Masa remaja akhir berakhir apabila seorang

remaja telah mencapai kematangan emosi yang ditunjukkan

dengan sikap-sikap seperti tidak reaktif karena telah dapat

menahan emosinya, mempertimbangkan dengan kritis terlebih

dahulu dalam situasi tertentu kemudian lebih stabil dalam

pemberian reaksi atas emosi yang dialami. Untuk mencapai

kematangan emosional, seorang remaja perlu mempunyai

pandangan dan pengetahuan yang luas mengenai cara-cara

menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya.

b. Karakteristik dari sudut pandang kognitif (Rochmah, 2005)

Logika remaja mulai berkembang dan digunakan, cara berpikir

abstrak juga mulai dimengerti. Remaja mulai suka membuat teori

tentang segala sesuatu yang dihadapi, pikirannya sudah dapat

melampaui waktu dan tempat, tidak hanya terikat pada hal yang

sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai sesuatu yang

akan datang karena dapat berpikir secara hipotetis.

Sifat pokok pada remaja adalah pemikiran deduktif, hipotesis,

induktif saintifik, dan abstraktif reflektif. Perkembangan

pemikiran pada tahap ini sudah sama dengan pemikiran orang

dewasa secara kualitatif tetapi berbeda secara kuantitatif yang

(51)

telah berpikir secara logis tentang berbagai gagasan yang abstrak,

serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah.

Peneliti menyimpulkan bahwa seseorang pada fase remaja akhir

memiliki pemikiran deduktif, bersifat hipotesis, berpikir dari hal-hal

khusus kemudian menjadikan satu tema. Selain itu, remaja secara

mental telah berpikir secara logis tentang berbagai gagasan yang

abstrak, serta memecahkan permasalahan dengan sistematis dan

ilmiah.

2. Kreativitas Remaja Akhir

Remaja akhir memiliki keterbukaan terhadap pengalaman,

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, keberanian mengambil resiko

dimana hal-hal tersebut menjadi landasan dalam pembentukan

kreativitas (Semiawan, 1990). Sehingga dapat dikatakan

pembentukan kreativitas memiliki tingkat yang lebih tinggi pada

masa remaja akhir karena produk yang akan dihasilkan tidak hanya

sebatas bentuk abstrak seperti pada masa anak-anak. Produk yang

akan dihasilkan pada masa remaja akhir sudah memiliki nilai guna

yang lebih tinggi karena melalui proses berpikir yang lebih matang.

Selain itu, cara untuk mengembangkan kreativitas remaja akhir

dapat berupa menciptakan iklim yang terbuka dan eksploratif

terhadap minat dan gagasan remaja akhir. Kreativitas pun dapat

(52)

D. Dinamika Penelitian

Warna merupakan gelombang cahaya antara 380-760 nanometer yang

mampu ditangkap oleh indera penglihatan mata. Dalam kehidupan

sehari-hari, warna memiliki sebutannya masing-masing, yaitu merah, biru, dan hijau

yang dianggap sebagai warna primer. Selain itu, warna berpengaruh secara

fisik dan psikologis. Secara psikologis warna mempengaruhi emosi dan

perasaan, juga dalam berpikir dan mempertimbangkan karena ada hubungan

yang langsung antara otak dan tubuh. Warna juga berpengaruh secara tidak

disadari karena warna bekerja secara otomatis pada fungsi psikologis

seseorang.

Warna dapat memperkaya lingkungan belajar dalam konteks

pendidikan. Lingkungan belajar yang kaya dan mendukung ini dapat

meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan menciptakan sesuatu.

Warna pada lingkungan belajar juga menstimuli secara visual yang pada

akhirnya berdampak pada pengembangan berpikir para siswa (Sari, 2005).

Warna hijau diasosiasikan sebagai pertumbuhan, perkembangan, dan

sesuatu yang mengarah pada evaluasi yang positif. Pertumbuhan itu tidak

hanya pertumbuhan fisik, tetapi juga pertumbuhan psikologis. Pernyataan ini

didasari oleh asumsi yang menyatakan bahwa warna dimaknai melalui

hubungan biologis dan pembelajaran sosial, dimana dua hal ini memiliki

hubungan yang erat (Elliot dkk, 2007). Warna hijau dapat memunculkan

(53)

konteks kreativitas hal ini membantu perkembangan inovasi dan

meningkatkan performansi kreatif (Lichtenfeld, 2012).

Salah satu faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif seseorang

adalah dari luar dirinya yaitu lingkungan fisik. Pikiran manusia sangat sensitif

terhadap kejadian-kejadian di luar dirinya. Penelitian sebelumnya

menyatakan bahwa pemberian warna hijau sebagai bentuk lingkungan fisik

meningkatkan performansi kreatif seseorang. Tentu saja, partisipan tidak

menyadari pengaruh warna tersebut karena pengaruh warna bekerja secara

tidak disadari.

Pada penelitian ini, warna hijau yang dikaitkan dengan sifatnya yang

dapat memicu isyarat pengembangan ide-ide baru menjadi dasar peningkatan

pemikiran kreatif seseorang. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

subjek dari Bangsa Kaukasian yang dipaparkan warna hijau sebelum

mengerjakan tes kreativitas memiliki nilai yang lebih tinggi daripada subjek

dengan ras yang sama yang dipaparkan oleh warna lain, yaitu putih, abu-abu,

biru, dan merah.

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah ada peningkatan

skor dalam tes kreativitas figural yang diberikan stimulus warna hijau dengan

subjek orang Indonesia, secara spesifik mahasiswa. Seseorang pada masa

remaja akhir berpikir sedemikian rupa karena perlu mempunyai pandangan

dan pengetahuan yang luas mengenai cara-cara menghadapi masalah-masalah

(54)

kreativitasnya. Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja akhir

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(55)

Gambar 3.Dinamika Warna Hijau sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah subjek yang dipaparkan warna hijau

pada ruangan sebagai stimulus pada saat pengerjaan tes akan memperoleh

rata-rata tingkat kreativitas yang lebih tinggi secara signifikan daripada

subjek yang tidak dipaparkan warna hijau. WARNA

HIJAU

KREATIVITAS

Memicu perkembangan inovasi dan meningkatkan

performansi kreatif

Memiliki sifat pertumbuhan dan perkembangan (fisik mmaupun psikologis)

(56)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan tipe

penelitian controlled laboratory experiment. Pelaksanaan penelitian

dilakukan dengan situasi yang tidak alamiah (terkontrol) karena peneliti

mengontrol situasi dalam sebuah keadaan laboratorium.

Penelitian eksperimental adalah penelitian yang ingin melihat hubungan

sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah true-experimental design dengan desain antar

kelompok (between-subject design). Desain antar kelompok merupakan

desain yang sederhana tetapi telah memenuhi syarat penelitian eksperimental

karena adanya kelompok kontrol sebagai pembanding dan dilakukan

randomisasi (Seniati dkk, 2008). Desain antar kelompok yang digunakan

adalah randomized two-group design, posttest only. Penggunaan posttest only

dengan pertimbangan mengurangi kemungkinan subjek belajar dari tes yang

sama yang dilaksanakan dalam jeda waktu yang cukup singkat. Selain itu

subjek memiliki kemungkinan merasa kelelahan (maturity) karena

mengerjakan tes dengan waktu masing-masing 10 menit untuk tiap subtes.

(57)

adalah 30 menit dan belum termasuk waktu instruksi dan jeda dalam tiap

pergantian subtes. Kelelahan (maturity) dapat mengakibatkan menurunnya

validitas penelitian dalam sebuah penelitian eksperimental.

Randomisasi dilakukan dalam membagi subjek ke dalam dua kelompok.

Tabel 1. Skema Desain Eksperimen

Treatment Posttest

Kelompok kontrol Tidak ada Ada

Kelompok eksperimen Ada Ada

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas : Warna hijau

a. Variasi : Ada-tidak ada, yaitu subjek dipaparkan oleh warna

hijau dan tidak dipaparkan warna hijau.

b. Manipulasi : Manipulasi kejadian, dengan memaparkan warna

hijau pada suatu kelompok subjek (kelompok eksperimen), dan

kelompok lain (kelom pok kontrol) tidak dipaparkan.

Variabel terikat : Kreativitas

a. Jenis pengukuran : perilaku yang tampak

b. Cara pengukuran : skor yang diperoleh pada pengerjaan

Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B).

(58)

a. Jenis kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah

laki-laki seimbang dalam dua kelompok tersebut)

b. Warna-warna lain (selain hijau) dalam lingkungan penelitian:

i. Warna pakaian subjek (dikontrol dengan meminta subjek

untuk memakai warna pakaian hitam atau putih, dengan

pertimbangan warna hitam atau putih adalah warna yang

netral (Arnkil dkk, 2012)

ii. Warna alat tulis (alat tulis disediakan oleh peneliti dengan

warna hitam atau putih)

c. Suhu ruangan dikontrol dengan mengatur suhu kedua ruangan

dengan suhu yang sama.

d. Tata ruang dikontrol dengan menata meja-kursi dengan posisi yang

sama. Tata ruang dibuat 5x4, yaitu 5 baris horisontal dan 4 baris

vertikal.

D. Definisi Operasional

a. Definisi Operasional Kreativitas

Skor kreativitas dinilai dari 4 aspek utama kreativitas yaitu:

i. Keaslian (Originality)

Produk kreatif sifatnya baru secara subjektif dan idenya bersifat

(59)

ii. Kelancaran (Fluency)

Kelancaran berkaitan dengan seberapa banyak ide, gagasan, atau

alternatif lain yang muncul. Produk kreatif bersifat disengaja

dalam pembuatannya. Hal tersebut berarti kesengajaan dalam

pembuatan memiliki aspek kelancaran (fluency) didalamnya.

Karena pikiran pragmatis beralih menjadi ke sifat non pragmatis

atau out of the box.

iii. Keluwesan (Flexibility)

Keluwesan melibatkan kemampuan untuk melihat berbagai hal

dari berbagai macam sudut pandang dan menggunakan berbagai

macam strategi. Pemikiran yang luwes akan memproduksi hal

yang memiliki nilai (value) dan tepat (appropriate).

iv. Elaborasi (Elaboration)

Elaborasi berkaitan dengan penambahan detail pada ide,

gagasan yang sudah dimiliki. Detail tambahan akan

meningkatkan pemahaman akan suatu topik tertentu.

Keempat aspek kreativitas ini kemudian dijumlahkan menjadi

total skor kreativitas.

Keterangan:

F1 adalah skor aspek kelancaran (fluency)

F2 adalah skor aspek keluwesan (flexibility)

(60)

O adalah skor aspek keaslian (originality)

E adalah skor aspek elaborasi (elaboration)

b. Definisi Operasional Warna Hijau

i. Warna hijau diukur melalui aplikasi paint di Windows 7. Pada

pilihan Edit Colors nilai merah (red) dan nilai biru (blue) adalah 0

untuk mendapatkan warna hijau yang murni.

(61)

Sehingga didapatkan hasil warna hijau sebagai berikut:

ii. Warna hijau pada Ruang Observasi I diukur apakah benar-benar

merupakan warna hijau melalui sistem survei kepada 30 orang.

Survei dilakukan dengan menunjukkan foto ruangan kepada 30

orang dengan menanyakan warna apakah ruangan tersebut. Hasil

survei adalah 27 orang menyatakan bahwa ruangan tersebut

merupakan warna hijau, sedangkan 3 lainnya menyatakan bahwa

ruangan tersebut berwarna hijau kombinasi seperti hijau tosca.

Peneliti tetap menggunakan warna ruangan ini sebagai stimulus

dalam penelitian karena 90% dari 30 orang menyatakan bahwa

(62)

Gambar 5. Foto Ruang Observasi I Universitas Sanata Dharma yang Diberikan pada Subjek untuk Proses Votting

E. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/mahasiswi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma yang berada pada masa remaja akhir

dengan rentang usia 17-21 tahun.

Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang menggunakan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, jumlah anggota sampel pada

masing-masing kelompok berkisar 10 – 20 orang (Sugiyono, 2013).

Teknik sampling menggunakan nonprobability sampling dengan sampling

insidental atau teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Peneliti

mendapatkan satu kelas yang bersedia untuk menjadi subjek penelitian

eksperimen. Kelas tersebut adalah kelas B pada angkatan 2013. Mahasiswa

yang terdapat pada kelas B angkatan 2013 telah memenuhi kriteria subjek

Gambar

Gambar 1   Pola Proses Berpikir Top-Bottom ............................................
gambar tidak dipandang dari nilai artistik semata, tetapi lebih ditekankan pada
Gambar 1. Pola proses berpikir top-bottom
Gambar 2. Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata membaca pemahaman siswa kelas delapan SMP N 1 Jati Kudus sebelum diajarkan menggunakan Webbing Technique tahun

[r]

39 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pemerintah menjamin Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

Dengan alasan inilah, maka perusahaan membutuhkan sebuah sistem informasi berbasis SMS yang dapat melakukan pemesanan, promosi, dan informasi jumlah kuantitas

Adapun pertanyaan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas

Menimbang, bahwa Penggugat telah menunjukan sikap dan tekadnya untuk bercerai, dan Tergugat juga pada akhirnya telah menunjukan sikap yang sama hal mana Penggugat dan Tergugat

Penelitian ini menganalisis pengaruh harga dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan serta dampaknya pada loyalitas pelanggan. Objek penelitian ini adalah Restoran Sop

Élelmiszeripari 9,1% Hűtőház 5,4% Energetikai célú 4,1% Egyéb ipari 19,6% Szolgáltatási 20,7% Egyéb 41,2% Saját forrás 81,9% Banki hitel 5,9% Lízingelt berendezések