EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN
TINGKAT KREATIVITAS MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Warna dimaknai melalui hubungan biologis dan pembelajaran yang erat (Elliot dkk, 2007). Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan dan penguasaan kemampuan tertentu secara psikologis, seperti juga pada pertumbuhan secara fisik (Lichtenfeld, 2012). Hijau dapat menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kreativitas. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (n = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, dengan teknik sampling insidental. Subjek dibagi dalam dua kelompok secara random, yaitu ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan desain antar-kelompok (between-subject design), randomized two-group design posttest only. Alat ukur yang digunakan adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). Pada proses pengambilan data, semua subjek dalam kedua kelompok dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik perlengkapan tes, materi tes, dan instruksi tes. Analisis data menggunakan independent sample t-test. Hasil t-test
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada tingkat kreativitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (sig: 0,023 < 0,05). Rata-rata tingkat kreativitas subjek yang diberikan pemaparan warna hijau (Xeksperimen: 190,25) terbukti lebih tinggi daripada rata-rata
tingkat kreativitas subjek yang tidak diberikan pemaparan warna hijau (Xkontrol: 136,12).
THE EXPOSURE EFFECT OF GREEN COLOR IN THE ROOM TOWARDS DIFFERENCE LEVEL OF CREATIVITY THE STUDENTS OF FACULTY OF PSYCHOLOGY AT
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri
ABSTRACT
This experimental study intended to find out the exposure effect of green color in the room towards difference level of creativity the students of Faculty of Psychology at Sanata Dharma University Yogyakarta. Color was understood by strong connection between biological and learning process (Elliot dkk, 2007). Green was associated with psychological growth and mastery, as well as physical growth (Lichtenfeld, 2012). Green could be an effective medium for developing creativity. Participans was taken from students of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University Yogyakarta (n = 32). Selection of subjects in this research used non-probability sampling, incident sampling technique. Subjects were divided into two group randomly, into the experimental group and the control group. This research used between-subject design, randomized two-group design posttest only. A measuring instrument applied Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). In the process of adoption of data, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be its equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using independent sample t-test. The result showed that there was significant difference level of creativity between experimental group and control group (sig: 0,023 < 0,05). Level of creativity means scores from the subjects who exposured to green color (Xeksperimen: 190,25) have proven higher than means scores from the subjects who were not exposured to green color (Xkontrol: 136,12).
i
EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU
PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN
TINGKAT KREATIVITAS REMAJA AKHIR
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Stephani Tita Pramono Putri NIM: 109114030
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv MOTTO
vi
EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN
TINGKAT KREATIVITAS MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian warna hijau pada ruangan terhadap perbedaan tingkat kreativitas mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Warna dimaknai melalui hubungan biologis dan pembelajaran yang erat (Elliot dkk, 2007). Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan dan penguasaan kemampuan tertentu secara psikologis, seperti juga pada pertumbuhan secara fisik (Lichtenfeld, 2012). Hijau dapat menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kreativitas. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (n = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling, dengan teknik sampling insidental. Subjek dibagi dalam dua kelompok secara random, yaitu ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan desain antar-kelompok (between-subject design), randomized two-group design posttest only. Alat ukur yang digunakan adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). Pada proses pengambilan data, semua subjek dalam kedua kelompok dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik perlengkapan tes, materi tes, dan instruksi tes. Analisis data menggunakan independent sample t-test. Hasil t-test
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada tingkat kreativitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (sig: 0,023 < 0,05). Rata-rata tingkat kreativitas subjek yang diberikan pemaparan warna hijau (Xeksperimen: 190,25) terbukti lebih tinggi daripada rata-rata
tingkat kreativitas subjek yang tidak diberikan pemaparan warna hijau (Xkontrol: 136,12).
vii
THE EXPOSURE EFFECT OF GREEN COLOR IN THE ROOM TOWARDS DIFFERENCE LEVEL OF CREATIVITY THE STUDENTS OF FACULTY OF PSYCHOLOGY AT
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA Stephani Tita Pramono Putri
ABSTRACT
This experimental study intended to find out the exposure effect of green color in the room towards difference level of creativity the students of Faculty of Psychology at Sanata Dharma University Yogyakarta. Color was understood by strong connection between biological and learning process (Elliot dkk, 2007). Green was associated with psychological growth and mastery, as well as physical growth (Lichtenfeld, 2012). Green could be an effective medium for developing creativity. Participans was taken from students of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University Yogyakarta (n = 32). Selection of subjects in this research used non-probability sampling, incident sampling technique. Subjects were divided into two group randomly, into the experimental group and the control group. This research used between-subject design, randomized two-group design posttest only. A measuring instrument applied Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B). In the process of adoption of data, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be its equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using independent sample t-test. The result showed that there was significant difference level of creativity between experimental group and control group (sig: 0,023 < 0,05). Level of creativity means scores from the subjects who exposured to green color (Xeksperimen: 190,25) have proven higher than means scores from the subjects who were not exposured to green color (Xkontrol: 136,12).
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Stephani Tita Pramono Putri
NIM : 109114030
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEKTIVITAS PEMBERIAN WARNA HIJAU PADA RUANGAN TERHADAP PERBEDAAN TINGKAT KREATIVITAS REMAJA AKHIR
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 7 Desember 2015
Yang menyatakan,
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus atas segala
berkatNya selama proses pengerjaan tugas ini. Penulis meminta maaf apabila ada
yang kurang berkenan dalam tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widoyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Sanata Dharma.
3. Romo Priyono Marwan, SJ selaku dosen pembimbing pertama.
Terimakasih doa dan semangatnya, Romo.
4. Bapak R. Landung Eko P, M.Psi selaku dosen pembimbing kedua. Bapak
sangat sabar dan luar biasa membimbing saya, terimakasih.
5. Ibu Debri Pristinella, M.Si dan Bapak TM Raditya Hernawa, M.Si selaku
dosen penguji yang telah membagikan ilmunya untuk penyempurnaan
skripsi saya.
6. Seluruh staff karyawan Fakultas Psikologi: Mas Gandung, Ibu Nani, Pak
Gi, Mas Muji, Mas Doni, staff multimedia, terimakasih bantuannya.
7. Kelas B angkatan 2013 yang telah menjadi subjek penelitian. Terimakasih
x
8. Kedua orangtua, Bapak Pramono dan Ibu Ninik yang tidak pernah putus
mendoakan selama satu tahun lebih, serta dukungan lain yang selalu ada.
9. Sahabat: Fili, Lusi, Sandra, Laura, Dion yang sangat setia ada entah itu
untuk skripsi atau bukan. Luar biasa!
10.Abang, tanpa abang tugas ini tidak akan pernah selesai, haha.
11.Semua yang belum bisa tersebutkan entah itu tukang print atau tukang
warteg, a‟a burjo, paman cilok atau siapapun yang secara sengaja dan tidak
sengaja telah membantu, dan secara tidak sengaja lupa untuk dituliskan.
Terimakasih, kebaikan itu berputar kok.
Yogyakarta, 7 Desember 2015
Penulis,
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
1. Manfaat Teoritis ... 13
xii
BAB II LANDASAN TEORI ... 15
A. Kreativitas ... 15
1. Definisi Kreativitas ... 15
2. Aspek Kreativitas ... 17
3. Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas ... 22
B. Warna ... 24
1. Definisi Warna ... 24
2. Persepsi ... 24
3. Atribut Warna... 25
4. Model Umum mengenai Warna ... 26
5. Manfaat Warna ... 27
6. Warna Hijau ... 28
6.1. Definisi Warna Hijau ... 28
6.2. Manfaat Warna Hijau ... 29
C. Remaja Akhir ... 29
1. Karakteristik Remaja Akhir ... 29
2. Kreativitas Remaja Akhir ... 31
D. Dinamika Penelitian ... 32
E. Hipotesis ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
xiii
C. Variabel Penelitian ... 37
D. Definisi Operasional... 38
E. Subjek Penelitian ... 42
F. Perencanaan Penelitian... 43
G. Instrumen Penelitian... 46
H. Validitas dan Reliabilitas ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Persiapan Penelitian ... 51
1. Persiapan Alat Penelitian ... 51
2. Persiapan Teknis Penelitian ... 52
B. Pelaksanaan Penelitian ... 53
1. Waktu Pelaksanaan ... 53
2. Prosedur Pelaksanaan ... 53
3. Observasi Pelaksanaan ... 55
C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 56
D. Deskripsi Data Penelitian ... 57
E. Hasil Penelitian ... 59
1. Uji Asumsi ... 59
1. Uji Normalitas ... 59
2. Uji Homogenitas ... 60
2. Uji Hipotesis ... 61
xiv
1. Uji Beda Antarrater ... 64
2. Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65
3. Uji Beda Aspek-aspek Kreativitas ... 66
G. Pembahasan ... 67
BAB V KESIMPULAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Keterbatasan Penelitian ... 71
C. Saran ... 72
1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 72
2. Bagi Praktisi Pendidikan ... 74
3. Bagi Universitas dan Fakultas Psikologi ... 74
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skema Desain Penelitian ... 37
Tabel 2 Distribusi Subjek Penelitian ... 56
Tabel 3 Deskriptif Statistik ... 57
Tabel 4 Norma Kategorisasi Kreativitas ... 57
Tabel 5 Kriteria Kategorisasi Skor Kreativitas ... 58
Tabel 6 Jumlah Subjek untuk Kategorisasi Setiap Kelompok ... 58
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas ... 60
Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas ... 60
Tabel 9 Hasil Independent Sample T-Test ... 62
Tabel 10 Group Statistics untuk Uji Beda Antarrater ... 63
Tabel 11 Independent Samples Test untuk Uji Beda Antarrater ... 64
Tabel 12 Group Statistics untuk Uji Beda berdasarkan Jenis Kelamin .... 65
Tabel 13 Independent Samples Test untuk Uji Beda berdasarkan Jenis Kelamin ... 66
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pola Proses Berpikir Top-Bottom ... 18
Gambar 2 Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi ... 25 Gambar 3 Dinamika Warna Hijau sebagai Faktor yang Mempengaruhi
Kreativitas ... 35
Gambar 4 Pengukuran Warna Hijau Berdasarkan Aplikasi Paint ... 40
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara ... 78
Lampiran 2 Petunjuk Penilaian untuk Tes Kreativitas Figural ... 95
Lampiran 3 Alat Tes Kreativitas Figural ... 116
Lampiran 4 Uji Beda Antarrater ... 124
Lampiran 5 Uji Asumsi ... 126
Lampiran 6 Uji Hipotesis ... 130
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman menuntut manusia untuk terus berkembang dan
berinovasi. Misalnya pada suatu kondisi terdapat barang-barang bekas yang
biasanya hanya dibuang, padahal barang-barang bekas ini bila diolah dengan
baik akan menghasilkan barang baru yang lebih bermanfaat. Proses
pembuatan ini membutuhkan gaya pemikiran yang fleksibel dan terperinci
untuk menghasilkan produk baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.
Gaya pemikiran seperti ini merupakan gaya berpikir kreatif, dimana berpikir
kreatif akan menunjang seseorang untuk berkreasi dan menciptakan
produk-produk baru. Kemampuan berkreasi atau menciptakan suatu hal yang baru
merupakan awal pembentukkan kreativitas (Supardi, 1994).
Kreativitas perlu dipandang secara khusus dari segi kognitif karena
kreativitas membutuhkan kemampuan kognitif seperti kontrol yang efektif
dari memori kerja, perhatian, dan fleksibilitas kognitif (Reed, 2011). Salah
satu langkah awal untuk memahami kreativitas dari sudut pandang kognitif
adalah mengenai cara berpikir. Berpikir kreatif adalah pemikiran yang
membawa seseorang untuk membuat sesuatu yang baru, atau yang biasa
disebut inovasi. Berpikir kreatif dimulai dari proses yang sederhana kemudian
McGrath (dalam Gie, 2003) menyatakan bahwa setiap orang perlu
menemukan berbagai pemecahan baru yang kreatif terhadap berbagai
tantangan kehidupan sehari-hari yang tidak stabil. Hal serupa juga
disampaikan Richards (dalam Gie, 2003) yang berpendapat bahwa kreativitas
merupakan dasar bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu,
kreativitas merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang sangat
penting. Penemuan alat komunikasi, alat transportasi, alat bantu
memadamkan api, alat bantu dalam memasak, mesin tempur, penemuan bola
lampu, bentuk-bentuk arsitektur yang mewah diawali oleh pemikiran kreatif.
Pemikiran kreatif memberi dorongan dalam menciptakan suatu hal yang baru
atau inovatif (Weisberg, 2006).
Para psikolog humanis mengemukakan bahwa dengan menciptakan
sesuatu manusia mengalami kepuasan karena merupakan perwujudan diri,
aktualisasi potensi-potensi kreatifnya. Aktualisasi potensi kreatif ini mengacu
pada pemenuhan kebutuhan puncak yaitu aktualisasi diri karena pada
hakekatnya manusia hidup memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi. Orang-orang yang mencapai kebutuhan puncak ini ditandai dengan
merasa lebih kreatif, percaya diri, spontan, dan nyaman (Maslow dalam
Samuel, 1981). Sehingga kreativitas disamping bermakna baik untuk
pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarakat juga bermakna
bagi pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri seorang manusia.
Pada akhirnya, pemikiran kreatif inilah yang membawa manusia kepada
kreativitas adalah mesin yang menggerakkan perkembangan manusia. Hal
yang sama juga dinyatakan oleh mantan presiden Soeharto pada pidatonya
tahun 1992 bahwa kreativitas masyarakat yang tumbuh subur adalah kunci
kemajuan bangsa (Supriadi, 1994).
Kreativitas masyarakat tidak lepas dari mahasiswa sebagai calon-calon
intelektual yang memiliki peran dalam membawa perubahan bagi negaranya.
Hartono (dalam Noersaif, 2014) menyatakan bahwa mahasiswa memiliki sifat
untuk memajukan bangsa dan mampu menjadikan sesuatu sebagai inovasi
dengan aplikasi ilmu yang dimiliki, sehingga mampu bersaing dengan negara
lain sesuai dengan perkembangan zaman. Jusuf (dalam Noersaif, 2014) juga
menambahkan bahwa mahasiswa sebagai manusia penganalisis merupakan
manusia penghasil ide dan gagasan. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu
memberikan kontribusi nyata melalui kreativitasnya.
Seorang remaja akhir yang berada pada rentang usia 17-21 tahun
memiliki pemikiran logis tentang gagasan yang abstrak. Masa remaja juga
memiliki keunikan tersendiri dimana merupakan masa transisi dari anak-anak
ke dewasa, sekaligus disebut sebagai masa yang kritis (Rochmah, 2005).
Remaja disebut sebagai masa kritis karena dalam masa ini ditentukan apakah
seseorang dapat menghadapi persoalan-persoalannya dengan baik atau tidak.
Hal ini tergantung dari kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai
macam persoalan yang muncul. Kemampuan seorang remaja dalam
menyelesaikan masalah membutuhkan pemikiran-pemikiran baru dan pola
remaja khususnya yang menyandang label mahasiswa, karena perkembangan
kognitif masa remaja akan mencapai tahap kematangan dimana fungsi-fungsi
indera akan menjadi lebih sempurna (Piaget dalam Rochmah, 2005).
Mahasiswa dapat memberikan kontribusi tidak lepas dari
lembaga-lembaga yang mewadahinya, yaitu pemerintah maupun universitas. Program
pendidikan yang dirancang oleh pemerintah maupun di perguruan tinggi
hendaknya menjadi sarana yang dapat memfasilitasi perkembangan
kemampuan berpikir para mahasiswa.
Pemerintah turut mendukung pentingnya kreativitas di kalangan
mahasiswa melalui Peraturan Pemerintah no. 17 tahun 2010 pasal 84 ayat 2.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki tujuan untuk
membentuk insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, sehat, berilmu dan cakap, kritis,
kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan berjiwa wirausaha, serta toleran,
peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggungjawab. Hal serupa
juga disampaikan oleh Gie (2003) yang menyatakan bahwa seorang
mahasiswa diharapkan memiliki daya cipta yang tinggi dan memiliki
pengetahuan dan keterampilan berpikir kreatif.
Selain itu, Renstra (Rencana Strategis) Kementrian Pendidikan
Nasional Indonesia 2010-2014 membuat penerapan pendidikan karakter
untuk semua jenjang pendidikan di Indonesia mulai tingkat Pendidikan Anak
berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki. Pendidikan karakter ini muncul dari keprihatinan
bahwa masih banyak karakter bangsa yang harus diperbaiki, salah satunya
adalah karakter bangsa yang lemah kreativitas (Listyarti, 2002). Fakta-fakta
ini membawa pada pernyataan bahwa kreativitas adalah sesuatu yang penting
untuk bisa diterapkan dalam atmosfer pendidikan.
Berbagai macam peraturan maupun strategi dari pemerintah ini tentu
saja perlu disikapi dengan penerapan konkret dalam sistem perkuliahan untuk
segala program studi dan fakultas. Secara khusus, Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma telah menerapkan pendidikan karakter yang
dirangkum dalam rumusan tujuan Fakultas Psikologi yaitu “Menghasilkan
sarjana psikologi dan profesional helper yang menerapkan ilmu dan
keahliannya untuk menjawab masalah dan kebutuhan masyarakat Indonesia,
yang mampu berperan aktif dalam perubahan masyarakat Indonesia dan
masyarakat dunia sekaligus mampu mengkomunikasikan di tingkat lokal, nasional, maupun internasional” (Buku Pedoman Program Studi Psikologi,
2010). Hal ini juga diperkuat dengan pendidikan karakter yang ada di
Fakultas Psikologi yaitu pengembangan softskill mahasiswanya.
Pengembangan softskill ini antara lain meliputi komponen komunikasi, kerja
dalam tim, kepemimpinan, sikap etis, kemandirian, dan ketangguhan.
Fakultas Psikologi Sanata Dharma telah memberikan dukungan kepada
mahasiswanya untuk meningkatkan kualitas pribadi yang kemudian akan
dengan enam mahasiswa dan mahasiswi Psikologi Sanata Dharma
menyatakan bahwa walaupun sudah ada beberapa kegiatan yang dapat
mewadahi ide-ide kreatif mereka, mereka merasa secara keseluruhan sistem
perkuliahan dalam Fakultas Psikologi belum membuat mereka menjadi
pribadi yang kreatif (transkrip wawancara; RR, 61-64; IA, 62-67; KP, 54-60;
DR, 50-55; DI, 51-54; VV, 51-55). Hal-hal yang dirasakan oleh mereka
antara lain belum mampu bebas dalam topik penelitian yang popular,
acara-acara di luar perkuliahan teori yang lebih mewadahi kegiatan bebas,
presentasi dengan gaya yang monoton, sistem yang berfokus pada hasil nilai
akhir, dan ruangan kelas yang cukup membuat jenuh.
Hasil wawancara juga menyatakan bahwa mereka pernah membuat
sesuatu yang unik dan belum pernah mereka buat sebelumnya, namun belum
sepenuhnya secara rutin (transkrip wawancara; RR, 29-30, IA, 27-28; KP,
23-24; DR, 23-23-24; DI, 23-23-24; VV, 24-25). Hal ini bertentangan dengan ciri orang
kreatif dimana orang kreatif adalah orang yang secara rutin memproduksi
hasil-hasil kreatif (Perkins dalam Sternberg, 1988).
Selain itu, empat dari enam mahasiswa yang diwawancarai masih
membuat sesuatu dengan hanya membuat saja tanpa melihat
kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menjadi pertimbangan (transkrip wawancara;
VV, 16-18; KP, 15-17; IA, 19-21). Hal ini cukup bertentangan dengan asumsi
orang yang kreatif adalah orang yang mampu melihat sesuatu dari berbagai
Beberapa dari mahasiswa Psikologi juga merasa cukup puas membuat
sesuatu secara dasar atau tanpa memberikan detail atau ornamen tambahan
pada produknya (transkrip wawancara; VV, 20-22; KP, 19-21). Hal ini juga
bertentangan dengan ciri orang kreatif yang mampu menambahkan detail
pada ide yang sudah dimiliki guna meningkatkan pemahaman akan suatu
topik tertentu (Munandar dalam Dariyo, 2008).
Peneliti menyimpulkan bahwa beberapa mahasiswa Psikologi Sanata
Dharma belum sepenuhnya memiliki daya kreatif, walaupun sistem
pembelajarannya telah mendukung pengembangan kreativitas mahasiswa.
Kreativitas mahasiswa yang dianggap kurang ini perlu ditingkatkan.
Untuk menjadi seorang mahasiswa yang dapat disebut kreatif, mahasiswa
perlu memiliki pemikiran kreatif juga (Gie, 2003). Banyak cara dilakukan
oleh sistem pendidikan agar kreativitas anak-anak didiknya meningkat.
Buku-buku mengenai teknik-teknik atau cara-cara meningkatkan kreativitas juga
banyak beredar. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan sebuah usaha untuk
menjadi kreatif. Seorang yang kreatif dibentuk dari pengalamannya, dari
proses pembelajarannya selama hidup. Oleh sebab itu, kreativitas juga disebut
sebagai nurture creativity (kreativitas lahir dari proses belajar).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas adalah
lingkungan fisik. Lingkungan fisik dapat berupa suasana ruangan, posisi
benda-benda dalam ruangan, warna-warna yang ada pada kondisi tertentu,
Warna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia berinteraksi dengan warna dalam kehidupan sehari-hari dan secara
konstan terpapar oleh lingkungan yang memiliki warna. Pile (1997)
menyatakan bahwa penggunaan warna merupakan fokus utama dalam desain
interior dan merupakan suatu faktor penting penentu kesuksesan suatu
proyek. Warna yang kerap kali tidak menjadi perhatian utama ternyata
membawa dampak yang besar dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya.
Warna juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang (Pile,
1997). Warna secara langsung mempengaruhi kesehatan, moral, emosi,
perilaku seseorang, bahkan performansi seseorang dalam mengerjakan tugas.
Warna merupakan elemen yang dapat digunakan untuk menciptakan
lingkungan belajar yang bermakna. Lingkungan belajar yang bermakna
merupakan hal yang penting dalam proses belajar seseorang. Lingkungan
seperti itu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir, mencipta,
membuat sesuatu, mengekspresikan dirinya, bahkan bekerja sama dengan
orang lain (Kjaervang dalam Dagget, 2008). Warna memberikan stimulasi
visual yang memberi sinyal ke otak, dimana hal ini membantu
mengembangkan berpikir visual, mengatasi masalah, dan meningkatkan
kreativitas (Simmons dalam Dagget, 2008).
Warna berperan sebagai stimulus yang memberikan rangsangan ke alat
indera penglihatan. Warna adalah sebuah panjang gelombang cahaya yang
dihasilkan atau dipantulkan oleh benda sehingga dapat terlihat oleh mata
merupakan bagian dari lingkungan yang haptic. Lingkungan yang haptic
adalah integrasi dari nilai artistik, fungsi warna, dan adanya teknologi untuk
mendapatkan persepsi tentang lingkungan yang bermakna (Dagget, 2008).
Warna yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah gelombang
400-700 nanometer. Blackwell (2012) mengemukakan tiga warna primer dengan
sebutan RGB yaitu Red (merah), Green (hijau), dan Blue (biru). Ukuran
warna dengan menggunakan aplikasi Paint pada bagian Custom Color.
Warna biru ditentukan dengan memasukkan angka 255 pada bagian Blue dan
0 untuk Red dan Green. Ukuran hue, saturation, dan lumination akan
menyesuaikan. Hal serupa juga dilakukan untuk mendapatkan warna merah
dan hijau.
Warna hijau dipandang sebagai warna yang bersifat menyegarkan,
mengistirahatkan, dan damai. Selain itu, warna hijau juga merupakan warna
yang paling efektif karena memiliki panjang gelombang yang seimbang
(Wright, 2004). Warna hijau juga memiliki sifat yang menenangkan untuk
mata manusia sehingga dapat meningkatkan penglihatan (Qsx Software,
2003). Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara beberapa mahasiswa
Psikologi Sanata Dharma yang menyatakan bahwa warna hijau memiliki
asosiasi dengan pertumbuhan dan sifatnya menyegarkan (transkrip
wawancara; RR, 72-76; IA, 75-79; KP, 68-72; DR, 64-68; DI, 62-66; VV,
63-67).
Ukuran warna hijau pada penelitian ini menggunakan aplikasi Paint
Warna hijau pada ruangan ditentukan dengan votting beberapa orang (kurang
lebih 30 orang) untuk menentukan apakah warna hijau ini sesuai dengan
persepsi mereka terhadap warna hijau. Penelitian ini menggunakan dua jenis
warna hijau. Warna hijau dengan aplikasi Paint dipaparkan menggunakan
proyektor dan warna hijau pada ruangan dapat dikatakan warna hijau apabila
sebagian besar orang mempersepsi warna tersebut sebagai warna hijau.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa performansi berpikir kreatif
dapat ditingkatkan dengan pemaparan warna hijau, yaitu dengan
memperlihatkan warna hijau selama dua detik pada awal pengerjaan tugas
kreatif. Hipotesis penelitian yang dilakukan oleh Lichtenfeld dkk (2012)
adalah pemberian warna hijau pada keadaan awal akan meningkatkan
performansi kreatif. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pemaparan
warna hijau sebelum mengerjakan tugas kreatif berdampak pada peningkatan
skor subjek dalam mengerjakan tugas kreatif. Penelitian ini juga
mengasumsikan pengaruh warna bekerja secara tidak disadari.
Warna hijau diperkirakan dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi performansi kreatif seseorang. Walaupun secara teoritis
dinyatakan bahwa warna hijau mampu meningkatkan performansi kreatif,
tetapi pada kenyataannya penelitian dalam bidang psikologi warna belum
banyak dilakukan di Indonesia dan masih menjadi tema yang jarang diangkat
dalam penelitian.
Selain itu, penelitian oleh OKI Printing Solutions (2003-2004)
negara dalam benua Eropa seperti Britainia, Prancis, Jerman, Spanyol, dan
Swedia, dan masyarakat China yang tinggal di Britainia. Hal ini memberi
informasi bahwa respon terhadap warna tidak pasti bergantung pada usia,
jenis kelamin, bahkan budaya.
Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian apakah warna hijau
benar-benar mampu menjadi salah satu faktor yang meningkatkan
performansi kreatif seseorang dengan memberikan nuansa warna hijau pada
ruangan, khususnya dalam subjek mahasiswa di Indonesia.
Tingkat kreativitas dalam penelitian ini akan dilihat dari bentuk
kreativitas figural (bentuk gambar). Beetlestone (2012) menyatakan bahwa
kebanyakan orang menganggap kreativitas kerap kali diasumsikan sebagai
hasil gambar, lukisan, maupun permainan musik. Sebagian besar mengatakan
bahwa kreativitas berada dalam kategori seni. Hal tersebut memang benar,
tetapi hanya sebagai bagian dari kreativitas. Orang-orang kreatif juga
dipandang dari kemampuan-kemampuan praktisnya dalam kegiatan mental
seperti membuat konsep, berimajinasi, dan mengekspresikan
gagasan-gagasan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, hasil kreativitas dalam bentuk
gambar tidak dipandang dari nilai artistik semata, tetapi lebih ditekankan pada
makna maupun banyaknya ide yang muncul daripada keindahan gambar itu
sendiri.
Salah satu alasan mengapa peneliti hanya menekankan pada bentuk
kreativitas figural adalah bentuk kreativitas verbal sudah banyak dilakukan
perkuliahan. Kreativitas verbal erat kaitannya dengan presentasi, diskusi
antarmahasiswa, praktik wawancara, dan pembuatan laporan-laporan
psikologis. Bentuk kreativitas yang kerap kali dipraktikkan dalam sistem
perkuliahan ini belum diimbangi dengan kreativitas figural yang tidak kalah
pentingnya dengan kreativitas verbal.
Kreativitas dalam bentuk figural sangat penting untuk mewadahi
ide-ide atau gagasan-gagasan yang muncul dalam menciptakan sebuah benda
yang inovatif ke dalam bentuk yang konkret dan dapat dilihat dengan nyata.
Kreativitas bentuk figural juga mewadahi imajinasi mahasiswa agar ide atau
gagasannya semakin jelas dan dapat diwujudnyatakan.
Hal ini didukung oleh Keong (2007) yang memberikan tiga teknik
kreativitas, yaitu: 1) craziness, fantasy, dan visualization, 2) randomness, 3)
features, characteristic, dan attributes. Teknik yang pertama adalah melalui
kegiatan melukiskan atau menggambarkan apapun ide yang muncul dari
seseorang. Ketika seseorang diberikan sebuah permasalahan yang harus
dipecahkan maka orang tersebut mulai memikirkan banyak cara (yang paling
mudah sampai yang paling sulit) untuk memecahkan masalah tersebut. Hal
ini dilakukan melalui imajinasi dalam pikirannya yang kemudian
divisualisasikan ke dalam bentuk-bentuk gambar dalam pikiran maupun
dilakukan langsung pada sebuah objek. Bentuk gambar tersebut akan lebih
baik apabila disertai dengan pola, corak, bentuk, maupun warna pada sebuah
Alat ukur yang digunakan untuk menggambarkan kreativitas figural
adalah Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B) oleh E. Paul
Torrance, Ph.D.
B. Rumusan Masalah
Apakah pemberian warna hijau pada ruangan memberikan perbedaan
rata-rata yang signifikan terhadap tingkat kreativitas remaja akhir Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rata-rata yang
signifikan dari pemberian warna hijau pada ruangan terhadap tingkat
kreativitas remaja akhir Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan dalam ranah psikologi pendidikan mengenai lingkungan
belajar yang efektif dengan media warna. Selain itu penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada
ranah psikologi kognitif dalam memahami cara berpikir manusia
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi yang
berguna bagi para pembaca dan para pendidik untuk dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung. Pembelajaran dengan
warna dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang efektif
15 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kreativitas
Bidang psikologi yang berhubungan dengan kreativitas berkaitan erat
dengan perkembangan kognitif karena perkembangan kognitif merupakan
hasil kerja otak. Perkembangan kognitif dalam berpikir mencakup proses
mengingat, membayangkan, merencanakan, memutuskan, menentukan, dan
menginterpretasi.
1. Definisi Kreativitas
Wang (2009) menyatakan bahwa kreatvitas adalah kemampuan
intelektual untuk membuat sebuah kreasi, inovasi, dan penemuan yang
membawa pada suatu hal yang baru dan merupakan sesuatu yang
sungguh ada atau merupakan solusi yang tidak diduga kehadirannya.
Kreasi tersebut adalah bentuk proses kognitif yang lebih tinggi yang
membuat relasi baru antara objek, atribut, konsep, fenomena, dan
kejadian, yang mana kreasi tersebut adalah asli, dapat dibuktikan, dan
bermanfaat.
Rhodes (dalam Supriadi, 1994) mengemukakan ada empat
dimensi kreativitas yang disebut “The Four P’s of Creativity” yaitu person, proses, produk, dan tekanan (press).
Menurut Weisberg (2006), berpikir kreatif adalah cara berpikir
mendasari produksi inovasi adalah sama dengan proses berpikir yang
mendasari kegiatan sehari-hari (ordinary thinking). Dan orang kreatif
adalah seseorang yang memproduksi inovasi.
Sedangkan menurut Perkins (dalam Stenberg, 1988), berpikir
kreatif adalah ketika penciptanya melihat kembali ide-ide lama,
kemudian meragukan, atau merasa-rasakan, kemudian mengambil dan
menyusun kembali menjadi sebuah cara yang baru. Hasil kreatif adalah
hasil yang original dan appropriate- tepat; pantas. Dan orang yang kreatif
adalah orang yang secara rutin memproduksi hasil-hasil kreatif.
Gie (2003) mengemukakan bahwa pemikiran kreatif adalah suatu
rangkaian tindakan yang dilakukan oleh orang dengan menggunakan akal
budinya untuk menciptakan buah-buah pikiran baru dari kumpulan
ingatan yang berisi berbagai ide, keterangan, konsep, pengalaman, dan
pengetahuan. Pemikiran itu berdasarkan asas-asas yang sama dan
menempuh tahap-tahap yang sama dalam menciptakan ilmu, teknologi,
atau kesenian. Kreativitas adalah kemampuan daya khayal seseorang
yang mampu menciptakan buah pikiran baru. Dan pribadi kreatif adalah
orang yang memiliki kemampuan daya khayal untuk menciptakan
buah-buah pikiran baru secara ajeg.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa berpikir kreatif adalah proses kognitif dimana seseorang mampu
menciptakan sesuatu yang baru (novelty) dan tepat (appropriate) secara
adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru,
tepat, dan secara rutin berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
2. Aspek Kreativitas
Weisberg (2006) mengemukakan tiga aspek dalam berpikir kreatif:
a. Input: berupa stimulus-stimulus.
b. Proses: berupa ordinary thinking. Berpikir kreatif menggunakan
ordinary thinking. Ordinary thinking adalah aktivitas yang
kompleks, terdiri atas komponen-komponen. Karakteristik ordinary
thinking antara lain:
i. Pikiran manusia saling berhubungan dan memiliki struktur.
ii. Pikiran manusia menunjukkan continuity – kesinambungan dengan masa lalu. Pikiran melibatkan pengalaman masa lalu
seseorang.
iii. Proses berpikir melibatkan proses bottom-up dan top-down.
Namun lebih menekankan pada proses top-down, karena
pikiran manusia sangat dipengaruhi oleh adanya pengetahuan
Gambar 1. Pola proses berpikir top-bottom
Sumber: Weisberg (2006)
iv. Pikiran manusia sensitif terhadap kejadian-kejadian atau
keadaan lingkungan. Peristiwa di luar diri dapat menyediakan
informasi yang dapat mengubah pola pikir dan tindakan.
c. Outcome: berupa produk kreatif. Produk kreatif ini meliputi aspek:
i. Produk kreatif bersifat baru secara subjektif. Sifat
kebaruannya dilihat dari sesuatu yang belum pernah dibuat
atau diketahui oleh seseorang, walaupun produk tersebut
sudah ada sebelumnya (tanpa sepengetahuan orang tersebut).
ii. Produk kreatif bersifat disengaja. Apabila produk tersebut
dibuat melalui ketidaksengajaan, maka produk tersebut tidak
dapat disebut produk kreatif. Kesengajaan terjadi ketika Pengetahuan &
ekspektasi tentang dunia
Proses persepsi dari informasi sensori
Analisis input sensori
Input dari lingkungan (melalui pancaindera)
Pengalaman sadar dan aktivitas
langsung:
seseorang secara penuh berpikir untuk menghasilkan sebuah
produk.
iii. Produk kreatif bersifat memiliki nilai (value).
Perkins (dalam Stenberg, 1988) menyatakan aspek dari produk kreatif
mencakup:
a. Bentuknya adalah original; asli.
b. Bentuknya juga tepat; cocok; pantas (appropriate).
Guilford (1950) menyatakan bahwa produk kreatif perlu memiliki:
a. Fluency: kelancaran, yaitu kapasitas seseorang untuk dapat
memproduksi banyak ide yang diberikan dalam kurun waktu tertentu
yang relevan dengan situasi yang ada.
b. Flexiblibilty: seorang pemikir kreatif juga perlu memiliki
fleksibilitas dalam berpikir. Misalnya dengan membuat banyak
kategori terhadap ide-ide yang sudah dimunculkannya, atau dalam
menciptakan ide yang baru seseorang perlu berpikir fleksibel dalam
mencari jalan keluar.
c. Originality: keaslian dari ide seseorang yang berbeda dengan orang
Munandar (dalam Dariyo, 2008) menyatakan produk kreatif memiliki
karakteristik:
a. Fluency (Kelancaran)
Kelancaran mengacu pada sejumlah besar ide, gagasan, atau alternatif
dalam memecahkan masalah. Kelancaran menyiratkan pemahaman
seseorang.
b. Flexibility (Keluwesan)
Keluwesan mengacu pada produksi gagasan yang menunjukkan
berbagai kemungkinan. Keluwesan melibatkan kemampuan untuk
melihat berbagai hal dari sudut pandang yang berbeda serta
menggunakan banyak strategi atau pendekatan yang berbeda.
c. Elaboration (Elaborasi)
Elaborasi mengacu pada proses peningkatan gagasan dengan
membuatnya menjadi lebih detail. Detail tambahan akan
meningkatkan minat dan pemahaman akan topik tersebut.
d. Originality (Keaslian)
Keaslian mengacu pada produksi dari gagasan yang tidak biasa atau
unik. Keaslian juga melibatkan penyampaian informasi dengan cara
Berdasarkan beberapa aspek tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
kreativitas memiliki empat (4) aspek, yaitu:
i. Keaslian (Originality)
Produk kreatif sifatnya baru secara subjektif dan idenya
bersifat asli (original).
ii. Kelancaran (Fluency)
Kelancaran berkaitan dengan seberapa banyak ide, gagasan,
atau alternatif lain yang muncul dalam suatu waktu tertentu
dan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain produksi
produk kreatif dilakukan secara rutin oleh pembuatnya. Produk
kreatif juga bersifat disengaja dalam pembuatannya. Hal
tersebut berarti kesengajaan dalam pembuatan memiliki aspek
kelancaran (fluency) didalamnya, karena pikiran pragmatis
beralih menjadi ke sifat non pragmatis atau out of the box.
iii. Keluwesan (Flexibility)
Keluwesan melibatkan kemampuan untuk melihat hal-hal dari
berbagai macam sudut pandang dan menggunakan berbagai
macam strategi. Pemikiran yang luwes akan memproduksi hal
yang memiliki nilai (value) dan tepat (appropriate).
iv. Elaborasi (Elaboration)
Elaborasi berkaitan dengan penambahan detail pada ide,
gagasan yang sudah dimiliki. Detail tambahan akan
3. Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Weisberg (2006) menyatakan bahwa bentuk kognitif lainnya seperti
problem solving, penalaran, dan penggunaan memori turut mempengaruhi
kreativitas.
Lichtenfeld (2012) menyatakan hal-hal yang dapat mendukung
kreativitas yaitu: lingkungan yang aman dimana proses persepsi dan
kognitif terbuka, inklusif, toleran terhadap resiko, dan seseorang dapat
dengan bebas mengekplorasi prosedur dan alternatifnya secara tidak
terbatas.
Supriadi (1994) mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi
kreativitas dalam dua kelompok:
a. Internal: kemampuan intelektual, komitmen, pengetahuan,
intuisi
b. Eksternal: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat.
Sari (2005) mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi
kreativitas dalam dua kelompok:
a. Psikis: seperti dorongan internal, keinginan, motivasi atau hasrat
yang kuat dari diri sendiri untuk berkreasi, kemampuan dalam
berpikir seperti memecahkan permasalahan,
b. Fisik: lingkungan belajar yang mendukung, seperti ruang
interior dengan suasana ruang yang fleksibel. Fleksibel adalah
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
terdapat dua kelompok faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas,
yaitu:
a. Faktor dari dalam diri
Meliputi dorongan dalam diri, motivasi untuk berkreasi,
kemampuan dalam berpikir dan memecahkan permasalahan,
pengetahuan, penggunaan memori, dan intuisinya.
b. Faktor dari luar diri, meliputi:
i. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Selain itu, lingkungan sosial
yang mendukung adalah lingkungan yang membuat
seseorang dapat mengeksplorasi diri secara bebas dan
tanpa batas.
ii. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik meliputi meliputi lingkungan belajar
yang mendukung dengan interior dan suasana ruang yang
B. Warna
1. Definisi Warna
Pinel (2009) menyatakan bahwa warna adalah salah satu kualitas
paling kasat mata dari pengalaman visual manusia. Cahaya
didefiniskan sebagai gelombang energi elektromagnetik yang
panjangnya antara 380-760 nanometer (miliar meter). Panjang
gelombang ini direspon oleh sistem visual manusia. Panjang
gelombang dan intensitas merupakan hal yang berbeda. Panjang
gelombang berperan dalam persepsi warna, sedangkan intensitas
berperan dalam persepsi tentang kontras gelap-terang (brightness).
Menurut Bassando (2009), warna adalah cahaya dari panjang
gelombang dan frekuensi, dan merupakan bentuk energi yang bisa
dilihat secara nyata oleh mata manusia. Warna memiliki panjang
gelombang dan frekuensinya masing-masing. Masing-masing warna
dapat diukur dalam satuan lingkaran atau gelombang per detik. Warna
merah mempunyai gelombang 700 nanometer dan warna ungu
mempunyai panjang gelombang yang lebih rendah yaitu sekitar 380
nanometer.
2. Persepsi
Pengalaman indera menerima stimulus warna tidak terlepas dari
proses mempersepsi. Proses mempersepsi melibatkan beberapa tahap
Gambar 2. Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi
Sumber: Solso (2008)
3. Atribut Warna (Elliot, Maier, 2007)
Tiga atribut dasar yang dapat membedakan warna adalah hue,
saturation/ chroma, dan value. Ketiga atribut ini digunakan untuk
mendeskripsikan dan menentukan tiap warna yang ditangkap oleh
indera penglihatan.
ii. Hue merupakan karakter primer murni sebuah warna yang
membedakan warna satu dengan yang lainnya. Hue juga Sistem Sensorik
Transduksi
Penyimpanan sensorik ikonik/ echoik
Aktivitas Central Nervous System
dan Penyandian
Memori dan Pemrosesan
Energi fisik
Aktivitas yang tampak
Fenomena eksternal
merupakan warna yang murni tanpa dicampur dengan
hitam, putih, ataupun abu-abu.
iii. Saturation atau chroma atau intensitas menunjukkan
kemurnian dari sebuah warna tertentu.
iv. Value menyatakan terang atau gelapnya warna.
4. Model Umum mengenai Warna (Elliot, Mairer, Moller, Friedman, &
Meinhardt, 2007):
a. Warna membawa makna yang spesifik. Warna tidak hanya
sebatas estetika, tetapi juga mengkomunikasikan informasi yang
spesifik.
b. Makna dari warna berdasarkan dua sumber, yaitu hubungan yang
dipelajari yang menghasilkan hubungan yang diulang antara
warna dengan pesan-pesan khusus, konsep, atau pengalaman; dan
secara biologis berdasarkan kecenderungan untuk merespon
warna tertentu dengan cara tertentu menurut situasi tertentu.
c. Persepsi mengenai warna membangkitkan proses evaluasi.
Perhitungan warna terjadi pada awal di sistem visual, dan secara
mendasar diikuti proses evaluasi. Melalui proses evaluasi,
mekanismenya seseorang dapat melihat apakah stimulus itu
bersifat musuh (buruk) atau ramah (baik).
d. Proses evaluasi yang dibuat oleh stimuli warna akan
Stimuli warna yang memberikan makna yang positif disebut
respon mendekat (approach responses), sedangkan stimuli warna
yang memberikan makna negatif disebut respon menjauh
(avoidance responses).
e. Warna memberikan dampak pada fungsi psikologis dengan cara
yang otomatis. Warna bekerja dalam ketidaksadaran (unconscious
intentiwon and unawareness).
f. Makna warna dan pengaruhnya bergantung pada konteks yang
ada. Pemberian warna akan berbeda dampaknya pada perasaan,
pikiran, maupun perilaku pada konteks yang berbeda pula.
5. Manfaat Warna
Dagget (2008) menyatakan bahwa secara fisiologis, warna
membuat respon yang berbeda pada tekanan darah, detak jantung,
pernafasan, pencernaan, suhu badan, dan aktivitas otak. Sedangkan
secara psikologis, warna memberikan pengaruh yang kuat pada emosi
dan perasaan (Hemphill, 1996; Lang, 1993; Mahnke, 1996, dalam
Dagget 2008). Ada hubungan yang langsung antara otak dan tubuh,
dan reaksi pada warna mengambil peranan dalam berpikir dan
mempertimbangkan (Birren, 1989, dalam Dagget, 2008).
Warna dan pola tertentu secara langsung mempengaruhi kesehatan,
moral, emosi, perilaku dan performansi, bergantung pada budaya,
belajar. Dimana hal tesebut dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam berpikir, mencipta, membuat-buat sesuatu, mengekspresikan
diri, dan bekerjasama (Kjaervang dalam Dagget, 2008).
Warna pada sebuah ruangan lingkungan belajar meningkatkan
proses visual, mereduksi stres, dan menstimuli melalui stimulasi
visual. Stimulasi visual ini membuat koneksi pada otak yang pada
akhirnya memberikan pengembangan dalam berpikir visual, problem
solving, dan kreativitas (Simmons, 1995 dalam Dagget, 2008).
6. Warna Hijau
6.1.Definisi Warna Hijau
Menurut Lichtenfeld (2012) warna hijau adalah warna primer yang berakar pada “grow” atau pertumbuhan. Secara
biologis, warna hijau disimbolisasikan dengan konsep
pertumbuhan, seperti kesuburan, hidup, dan harapan. Penelitian
Adams & Osgood (dalam Lichtenfeld, 2012) mengenai asosiasi
bebas terhadap warna hijau menyatakan bahwa subjeknya
mengasosiasikan warna hijau sebagai alam, restfulness, damai, dan
mengarah pada evaluasi yang positif. Penelitian ini mengarah pada
fakta bahwa jika dipandang dari sudut pembelajaran, manusia
belajar untuk mengasosiasikan warna hijau sebagai sesuatu yang
Hijau diasosiasikan dengan pertumbuhan, tidak hanya
pertumbuhan fisik, tetapi pertumbuhan psikologis seperti
perkembangan dan penguasaan. Sehingga warna hijau dapat
menyajikan sesuatu seperti appetitive cue –isyarat yang membangkitkan mastery-approach striving (pendekatan
penguasaan dalam konteks usaha untuk melakukan pengembangan
dan penguasaan tugas).
6.2. Manfaat Warna Hijau (QSX Software Group, 2003)
i. Hijau memiliki hubungan emosional yang kuat dengan
sifat aman.
ii. Hijau juga dipandang sebagai warna yang memiliki
kekuatan untuk menyembuhkan.
iii. Hijau adalah warna yang paling tenang untuk mata
manusia, sehingga dapat meningkatkan penglihatan, karena
hijau merupakan warna dengan panjang gelombang yang
seimbang.
iv. Hijau memberi kesan keseimbangan dan ketahanan.
C. Remaja Akhir
1. Remaja akhir memiliki karakteristik antara lain:
a. Karakteristik dari sudut pandang emosi (Soesilowindradini, tt:
Emosionalitas pada masa remaja akhir mulai berkurang dan
menjadi lebih stabil. Masa remaja akhir berakhir apabila seorang
remaja telah mencapai kematangan emosi yang ditunjukkan
dengan sikap-sikap seperti tidak reaktif karena telah dapat
menahan emosinya, mempertimbangkan dengan kritis terlebih
dahulu dalam situasi tertentu kemudian lebih stabil dalam
pemberian reaksi atas emosi yang dialami. Untuk mencapai
kematangan emosional, seorang remaja perlu mempunyai
pandangan dan pengetahuan yang luas mengenai cara-cara
menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya.
b. Karakteristik dari sudut pandang kognitif (Rochmah, 2005)
Logika remaja mulai berkembang dan digunakan, cara berpikir
abstrak juga mulai dimengerti. Remaja mulai suka membuat teori
tentang segala sesuatu yang dihadapi, pikirannya sudah dapat
melampaui waktu dan tempat, tidak hanya terikat pada hal yang
sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai sesuatu yang
akan datang karena dapat berpikir secara hipotetis.
Sifat pokok pada remaja adalah pemikiran deduktif, hipotesis,
induktif saintifik, dan abstraktif reflektif. Perkembangan
pemikiran pada tahap ini sudah sama dengan pemikiran orang
dewasa secara kualitatif tetapi berbeda secara kuantitatif yang
telah berpikir secara logis tentang berbagai gagasan yang abstrak,
serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah.
Peneliti menyimpulkan bahwa seseorang pada fase remaja akhir
memiliki pemikiran deduktif, bersifat hipotesis, berpikir dari hal-hal
khusus kemudian menjadikan satu tema. Selain itu, remaja secara
mental telah berpikir secara logis tentang berbagai gagasan yang
abstrak, serta memecahkan permasalahan dengan sistematis dan
ilmiah.
2. Kreativitas Remaja Akhir
Remaja akhir memiliki keterbukaan terhadap pengalaman,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, keberanian mengambil resiko
dimana hal-hal tersebut menjadi landasan dalam pembentukan
kreativitas (Semiawan, 1990). Sehingga dapat dikatakan
pembentukan kreativitas memiliki tingkat yang lebih tinggi pada
masa remaja akhir karena produk yang akan dihasilkan tidak hanya
sebatas bentuk abstrak seperti pada masa anak-anak. Produk yang
akan dihasilkan pada masa remaja akhir sudah memiliki nilai guna
yang lebih tinggi karena melalui proses berpikir yang lebih matang.
Selain itu, cara untuk mengembangkan kreativitas remaja akhir
dapat berupa menciptakan iklim yang terbuka dan eksploratif
terhadap minat dan gagasan remaja akhir. Kreativitas pun dapat
D. Dinamika Penelitian
Warna merupakan gelombang cahaya antara 380-760 nanometer yang
mampu ditangkap oleh indera penglihatan mata. Dalam kehidupan
sehari-hari, warna memiliki sebutannya masing-masing, yaitu merah, biru, dan hijau
yang dianggap sebagai warna primer. Selain itu, warna berpengaruh secara
fisik dan psikologis. Secara psikologis warna mempengaruhi emosi dan
perasaan, juga dalam berpikir dan mempertimbangkan karena ada hubungan
yang langsung antara otak dan tubuh. Warna juga berpengaruh secara tidak
disadari karena warna bekerja secara otomatis pada fungsi psikologis
seseorang.
Warna dapat memperkaya lingkungan belajar dalam konteks
pendidikan. Lingkungan belajar yang kaya dan mendukung ini dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir dan menciptakan sesuatu.
Warna pada lingkungan belajar juga menstimuli secara visual yang pada
akhirnya berdampak pada pengembangan berpikir para siswa (Sari, 2005).
Warna hijau diasosiasikan sebagai pertumbuhan, perkembangan, dan
sesuatu yang mengarah pada evaluasi yang positif. Pertumbuhan itu tidak
hanya pertumbuhan fisik, tetapi juga pertumbuhan psikologis. Pernyataan ini
didasari oleh asumsi yang menyatakan bahwa warna dimaknai melalui
hubungan biologis dan pembelajaran sosial, dimana dua hal ini memiliki
hubungan yang erat (Elliot dkk, 2007). Warna hijau dapat memunculkan
konteks kreativitas hal ini membantu perkembangan inovasi dan
meningkatkan performansi kreatif (Lichtenfeld, 2012).
Salah satu faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif seseorang
adalah dari luar dirinya yaitu lingkungan fisik. Pikiran manusia sangat sensitif
terhadap kejadian-kejadian di luar dirinya. Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa pemberian warna hijau sebagai bentuk lingkungan fisik
meningkatkan performansi kreatif seseorang. Tentu saja, partisipan tidak
menyadari pengaruh warna tersebut karena pengaruh warna bekerja secara
tidak disadari.
Pada penelitian ini, warna hijau yang dikaitkan dengan sifatnya yang
dapat memicu isyarat pengembangan ide-ide baru menjadi dasar peningkatan
pemikiran kreatif seseorang. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
subjek dari Bangsa Kaukasian yang dipaparkan warna hijau sebelum
mengerjakan tes kreativitas memiliki nilai yang lebih tinggi daripada subjek
dengan ras yang sama yang dipaparkan oleh warna lain, yaitu putih, abu-abu,
biru, dan merah.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah ada peningkatan
skor dalam tes kreativitas figural yang diberikan stimulus warna hijau dengan
subjek orang Indonesia, secara spesifik mahasiswa. Seseorang pada masa
remaja akhir berpikir sedemikian rupa karena perlu mempunyai pandangan
dan pengetahuan yang luas mengenai cara-cara menghadapi masalah-masalah
kreativitasnya. Subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja akhir
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Gambar 3.Dinamika Warna Hijau sebagai Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
E. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah subjek yang dipaparkan warna hijau
pada ruangan sebagai stimulus pada saat pengerjaan tes akan memperoleh
rata-rata tingkat kreativitas yang lebih tinggi secara signifikan daripada
subjek yang tidak dipaparkan warna hijau. WARNA
HIJAU
KREATIVITAS
Memicu perkembangan inovasi dan meningkatkan
performansi kreatif
Memiliki sifat pertumbuhan dan perkembangan (fisik mmaupun psikologis)
36 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan tipe
penelitian controlled laboratory experiment. Pelaksanaan penelitian
dilakukan dengan situasi yang tidak alamiah (terkontrol) karena peneliti
mengontrol situasi dalam sebuah keadaan laboratorium.
Penelitian eksperimental adalah penelitian yang ingin melihat hubungan
sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah true-experimental design dengan desain antar
kelompok (between-subject design). Desain antar kelompok merupakan
desain yang sederhana tetapi telah memenuhi syarat penelitian eksperimental
karena adanya kelompok kontrol sebagai pembanding dan dilakukan
randomisasi (Seniati dkk, 2008). Desain antar kelompok yang digunakan
adalah randomized two-group design, posttest only. Penggunaan posttest only
dengan pertimbangan mengurangi kemungkinan subjek belajar dari tes yang
sama yang dilaksanakan dalam jeda waktu yang cukup singkat. Selain itu
subjek memiliki kemungkinan merasa kelelahan (maturity) karena
mengerjakan tes dengan waktu masing-masing 10 menit untuk tiap subtes.
adalah 30 menit dan belum termasuk waktu instruksi dan jeda dalam tiap
pergantian subtes. Kelelahan (maturity) dapat mengakibatkan menurunnya
validitas penelitian dalam sebuah penelitian eksperimental.
Randomisasi dilakukan dalam membagi subjek ke dalam dua kelompok.
Tabel 1. Skema Desain Eksperimen
Treatment Posttest
Kelompok kontrol Tidak ada Ada
Kelompok eksperimen Ada Ada
C. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Warna hijau
a. Variasi : Ada-tidak ada, yaitu subjek dipaparkan oleh warna
hijau dan tidak dipaparkan warna hijau.
b. Manipulasi : Manipulasi kejadian, dengan memaparkan warna
hijau pada suatu kelompok subjek (kelompok eksperimen), dan
kelompok lain (kelom pok kontrol) tidak dipaparkan.
Variabel terikat : Kreativitas
a. Jenis pengukuran : perilaku yang tampak
b. Cara pengukuran : skor yang diperoleh pada pengerjaan
Torrance Tests of Creative Thinking (Figural B).
a. Jenis kelamin (dikontrol dengan teknik blocking, yaitu jumlah
laki-laki seimbang dalam dua kelompok tersebut)
b. Warna-warna lain (selain hijau) dalam lingkungan penelitian:
i. Warna pakaian subjek (dikontrol dengan meminta subjek
untuk memakai warna pakaian hitam atau putih, dengan
pertimbangan warna hitam atau putih adalah warna yang
netral (Arnkil dkk, 2012)
ii. Warna alat tulis (alat tulis disediakan oleh peneliti dengan
warna hitam atau putih)
c. Suhu ruangan dikontrol dengan mengatur suhu kedua ruangan
dengan suhu yang sama.
d. Tata ruang dikontrol dengan menata meja-kursi dengan posisi yang
sama. Tata ruang dibuat 5x4, yaitu 5 baris horisontal dan 4 baris
vertikal.
D. Definisi Operasional
a. Definisi Operasional Kreativitas
Skor kreativitas dinilai dari 4 aspek utama kreativitas yaitu:
i. Keaslian (Originality)
Produk kreatif sifatnya baru secara subjektif dan idenya bersifat
ii. Kelancaran (Fluency)
Kelancaran berkaitan dengan seberapa banyak ide, gagasan, atau
alternatif lain yang muncul. Produk kreatif bersifat disengaja
dalam pembuatannya. Hal tersebut berarti kesengajaan dalam
pembuatan memiliki aspek kelancaran (fluency) didalamnya.
Karena pikiran pragmatis beralih menjadi ke sifat non pragmatis
atau out of the box.
iii. Keluwesan (Flexibility)
Keluwesan melibatkan kemampuan untuk melihat berbagai hal
dari berbagai macam sudut pandang dan menggunakan berbagai
macam strategi. Pemikiran yang luwes akan memproduksi hal
yang memiliki nilai (value) dan tepat (appropriate).
iv. Elaborasi (Elaboration)
Elaborasi berkaitan dengan penambahan detail pada ide,
gagasan yang sudah dimiliki. Detail tambahan akan
meningkatkan pemahaman akan suatu topik tertentu.
Keempat aspek kreativitas ini kemudian dijumlahkan menjadi
total skor kreativitas.
Keterangan:
F1 adalah skor aspek kelancaran (fluency)
F2 adalah skor aspek keluwesan (flexibility)
O adalah skor aspek keaslian (originality)
E adalah skor aspek elaborasi (elaboration)
b. Definisi Operasional Warna Hijau
i. Warna hijau diukur melalui aplikasi paint di Windows 7. Pada
pilihan Edit Colors nilai merah (red) dan nilai biru (blue) adalah 0
untuk mendapatkan warna hijau yang murni.
Sehingga didapatkan hasil warna hijau sebagai berikut:
ii. Warna hijau pada Ruang Observasi I diukur apakah benar-benar
merupakan warna hijau melalui sistem survei kepada 30 orang.
Survei dilakukan dengan menunjukkan foto ruangan kepada 30
orang dengan menanyakan warna apakah ruangan tersebut. Hasil
survei adalah 27 orang menyatakan bahwa ruangan tersebut
merupakan warna hijau, sedangkan 3 lainnya menyatakan bahwa
ruangan tersebut berwarna hijau kombinasi seperti hijau tosca.
Peneliti tetap menggunakan warna ruangan ini sebagai stimulus
dalam penelitian karena 90% dari 30 orang menyatakan bahwa
Gambar 5. Foto Ruang Observasi I Universitas Sanata Dharma yang Diberikan pada Subjek untuk Proses Votting
E. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa/mahasiswi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma yang berada pada masa remaja akhir
dengan rentang usia 17-21 tahun.
Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, jumlah anggota sampel pada
masing-masing kelompok berkisar 10 – 20 orang (Sugiyono, 2013).
Teknik sampling menggunakan nonprobability sampling dengan sampling
insidental atau teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Peneliti
mendapatkan satu kelas yang bersedia untuk menjadi subjek penelitian
eksperimen. Kelas tersebut adalah kelas B pada angkatan 2013. Mahasiswa
yang terdapat pada kelas B angkatan 2013 telah memenuhi kriteria subjek