• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas relasi antarsaudara kandung pada remaja dari orangtua bercerai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas relasi antarsaudara kandung pada remaja dari orangtua bercerai."

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS RELASI ANTARSAUDARA KANDUNG PADA REMAJA

DARI ORANGTUA BERCERAI

Ni Luh Made Utari Praharsini

ABSTRAK

Penelitianinibertujuanmenggambarkan secara nyata kualitas relasi antara dua orang saudara kandung remaja yang berasal dari orangtua bercerai. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara sebagai metode pengumpulan data. Melalui teknik purposive sampling, diperoleh tiga pasang informan kakak beradik dalam rentang usia 19 – 24 tahun. Data divalidasi menggunakan member checking dan penyediaan deskripsi yang kaya dan rinci tentang hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga relasi memiliki kualitas yang positif, yang ditandai dengan keintiman yang tinggi, solidaritas, serta konflik dan persaingan yang rendah. Ketiga relasi juga dapat bersifat symmetrical maupun complementary (Knapp dan Vangelisti, 1995). Apabila digolongkan menurut teori Gold (1989, dalam Myers dan Goodboy, 2010), dua relasi yang diteliti berjenis intim dan satu relasi berjenis congenial.

(2)

RELATIONSHIP QUALITY BETWEEN ADOLESCENT SIBLINGS

FROM DIVORCED PARENTS

Ni Luh Made Utari Praharsini

ABSTRACT

The research aim is to describe the relationship quality between two adolescent siblings from divorced parents. The method used in this research was the qualitative method, using interviews as the technique for collecting data. Through a purposive sampling technique, three pairs of siblings from age 19 – 24 were gathered. Data was validated using member checking and providing a rich and detailed description of the data. The outcome of this research showed that all three relationships have a positive quality, marked by high closeness, solidarity, and low conflict and rivalry. All three relationships can also apply a symmetrical and also complementary relationship (Knapp and Vangelisti, 1995). If classified into Gold’s theory (1989, in Myers and Goodboy, 2010), two relationships are classified as an intimate relationship and one relationship is classified as a congenial relationship.

Keywords: relationship quality, sibling, adolescent, parents, divorce

(3)

KUALITAS RELASI ANTARSAUDARA KANDUNG PADA REMAJA

DARI ORANGTUA BERCERAI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Ni Luh Made Utari Praharsini

109114033

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Ketika matahari dan bulan tenggelam, dan api padam, cahaya apa

yang dimiliki manusia? Jiwanya, yang sesungguhnya adalah

cahayanya.”

~ Brhad-Aranyaka Upanishad IV. 1-6

(7)

v

Karya ini saya persembahkan kepada keluarga saya yang tercinta,

kedua orangtua saya yang tetap menjadi orangtua saya meskipun

telah berpisah, serta saudara-saudari saya Utami dan Krishna yang

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 16 Maret 2015

Peneliti,

(9)

vii

KUALITAS RELASI ANTARSAUDARA KANDUNG PADA REMAJA

DARI ORANGTUA BERCERAI

Ni Luh Made Utari Praharsini

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara nyata kualitas relasi antara dua orang saudara kandung remaja yang berasal dari orangtua bercerai. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara sebagai metode pengumpulan data. Melalui teknik purposive sampling, diperoleh tiga pasang informan kakak beradik dalam rentang usia 19 – 24 tahun. Data divalidasi menggunakan member checking dan penyediaan deskripsi yang kaya dan rinci tentang hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga relasi memiliki kualitas yang positif, yang ditandai dengan keintiman yang tinggi, solidaritas, serta konflik dan persaingan yang rendah. Ketiga relasi juga dapat bersifat symmetrical maupun complementary (Knapp dan Vangelisti, 1995). Apabila digolongkan menurut teori Gold (1989, dalam Myers dan Goodboy, 2010), dua relasi yang diteliti berjenis intim dan satu relasi berjenis congenial.

(10)

viii

RELATIONSHIP QUALITY BETWEEN ADOLESCENT SIBLINGS

FROM DIVORCED PARENTS

Ni Luh Made Utari Praharsini

ABSTRACT

The research aim is to describe the relationship quality between two adolescent siblings from divorced parents. The method used in this research was the qualitative method, using interviews as the technique for collecting data. Through a purposive sampling technique, three pairs of siblings from age 19 – 24 were gathered. Data was validated using member checking and providing a rich and detailed description of the data. The outcome of this research showed that all three relationships have a positive quality, marked by high closeness, solidarity, and low conflict and rivalry. All three relationships can also apply a symmetrical and also complementary relationship (Knapp and Vangelisti, 1995). If classified into Gold’s theory (1989, in Myers and Goodboy, 2010), two relationships are classified as an intimate relationship and one relationship is classified as a congenial relationship.

Keywords: relationship quality, sibling, adolescent, parents, divorce

(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama

: Ni Luh Made Utari Praharsini

Nomor Mahasiswa

: 109114033

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Kualitas Relasi Antarsaudara Kandung Pada Remaja

dari Orangtua Bercerai”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu

meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pertanyaan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 16 Maret 2015

Yang menyatakan,

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa

atas limpahan berkat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Kualitas Relasi

Antarsaudara Kandung Pada Remaja dari Orangtua

Bercerai” ini. Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan

terima kasih yang

sebesar-besarnya untuk dukungan dari:

1.

Dr. T. Priyo Widiyanto, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma,

2.

Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma,

3.

Dra. Lusia Pratidarmanastiti, MS., selaku dosen pembimbing skripsi, yang

senantiasa sabar membimbing peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini,

4.

Dr. A. Priyono Marwan, SJ, selaku dosen penguji skripsi, yang telah

memberikan banyak pengetahuan dalam penyempurnaan skripsi ini,

5.

C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., selaku dosen penguji skripsi, yang telah

memberi arahan dalam menyempurnakan skripsi ini,

6.

P. Henrietta P. D. A. D. S., MA., selaku dosen pembimbing akademik, yang

senantiasa memotivasi dan membimbing peneliti selama menjadi mahasiswa,

7.

Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma,

yang telah mengajar dan membantu peneliti selama lima tahun terakhir,

8.

Orangtua serta saudara-saudari peneliti, Utami dan Krishna, yang telah

(13)

xi

9.

Keenam informan penelitian yang telah bersedia membuka diri untuk

menceritakan pengalamannya dan memungkinkan skripsi ini terwujud,

10.

Keluarga kecil Trah; Maria, Jeanne, Vita, Monica, Nikodemus, Yohanes, dan

Vinsensius; yang telah menjadi sumber kenyamanan serta kegilaan peneliti,

11.

Sahabat-sahabat

road to S.Psi

; Sondra, Astrid, Rika, Sheilla, Rosari, dan

Anin; yang telah berbagi canda dan ilmu bersama peneliti,

12.

Sahabat-sahabat yang setia; Zelda (

as known as

Agnezmo), Krisna, Dian,

Helen, Pino, Ntonk, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan semuanya,

13.

Sahabat Tutor MC AKSI 2014 dan 2012, juga anak-anak Displacement,

Adler, dan Belonephilia, yang telah berkembang bersama peneliti,

14.

Seluruh Crew Masdha yang menjadi sobat peneliti melebihi masa jabatan,

15.

Serta teman-teman seperjuangan Team Pratidarmanastiti yang menjadi

motivasi dan semangat peneliti selama mengerjakan skripsi ini.

Peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan atau kata-kata

yang menyinggung pihak manapun. Terima kasih.

Yogyakarta, 16 Maret 2015

Peneliti,

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT

... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SKEMA ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I.

PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 5

C.

Tujuan Penelitian ... 5

D.

Manfaat Penelitian ... 5

1.

Manfaat Praktis ... 5

2.

Manfaat Teoritis ... 6

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

(15)

xiii

1.

Definisi Relasi ... 7

2.

Jenis-Jenis Relasi ... 7

3.

Definisi Relasi Saudara Kandung

...

8

4.

Jenis-Jenis Relasi Saudara Kandung

...

9

5.

Kualitas Relasi Saudara Kandung

...

12

6.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Relasi Saudara

Kandung ... 13

7.

Akibat Kualitas Relasi Saudara Kandung ... 14

B.

Remaja... 15

1.

Definisi Remaja... 15

2.

Karakteristik Perkembangan Pada Masa Remaja ... 15

a)

Aspek Sosioemosi ... 15

b)

Aspek Kognitif ... 16

c)

Aspek Moral ... 16

d)

Aspek Fisik ... 16

C.

Orangtua Bercerai ... 17

1.

Definisi Orangtua Bercerai ... 17

2.

Penyebab Perceraian ... 17

3.

Akibat Perceraian ... 18

D.

Kualitas Relasi Saudara Kandung Pada Remaja dari Orangtua

Bercerai ... 20

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 23

(16)

xiv

B.

Fokus Penelitian ... 23

C.

Informan Penelitian ... 23

D.

Metode Pengumpulan Data ... 25

E.

Metode Analisis Data ... 26

F.

Uji Kredibilitas Data ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A.

Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ... 29

B.

Hasil Penelitian ... 30

1.

Relasi A: Informan 1 dan Informan 2 ... 31

a)

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 1 ... 31

b)

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 2 ... 31

c)

Relasi A dari Sudut Pandang Informan 1 ... 31

d)

Relasi A dari Sudut Pandang Informan 2 ... 36

e)

Kesimpulan Relasi A ... 40

2.

Relasi B: Informan 3 dan Informan 4 ... 44

a)

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 3 ... 44

b)

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 4 ... 44

c)

Relasi B dari Sudut Pandang Informan 3 ... 45

d)

Relasi B dari Sudut Pandang Informan 4 ... 48

e)

Kesimpulan Relasi B ... 51

3.

Relasi C: Informan 5 dan Informan 6 ... 54

a)

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 5 ... 54

(17)

xv

c)

Relasi C dari Sudut Pandang Informan 5 ... 54

d)

Relasi C dari Sudut Pandang Informan 6 ... 57

e)

Kesimpulan Relasi C ... 60

C.

Hasil Analisis Kualitas Relasi Antarsaudara Kandung Pada

Remaja dari Orangtua Bercerai ... 63

D.

Pembahasan Hasil Penelitian ... 70

BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A.

Kesimpulan ... 77

B.

Keterbasan Penelitian ... 77

C.

Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(18)

xvi

DAFTAR SKEMA

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Pedoman Wawancara ... 26

Tabel 2.1

Identitas Informan dan Ringkasan Deskripsi Relasi ... 30

Tabel 2.2

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 1 ... 31

Tabel 2.3

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 2 ... 31

Tabel 2.4

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 3 ... 44

Tabel 2.5

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 4 ... 44

Tabel 2.6

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 5 ... 54

Tabel 2.7

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 6 ... 54

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Informed Consent

... 83

Lampiran 2

Verbatim Wawancara Informan 1 ... 84

Lampiran 3

Daftar Tema Utama Informan 1 ... 102

Lampiran 4

Verbatim Wawancara Informan 2 ... 104

Lampiran 5

Daftar Tema Utama Informan 2 ... 132

Lampiran 6

Daftar Tema Utama Relasi A ... 134

Lampiran 7

Verbatim Wawancara Informan 3 ... 137

Lampiran 8

Daftar Tema Utama Informan 3 ... 150

Lampiran 9

Verbatim Wawancara Informan 4 ... 152

Lampiran 10 Daftar Tema Utama Informan 4 ... 188

Lampiran 11 Daftar Tema Utama Relasi B ... 190

Lampiran 12 Verbatim Wawancara Informan 5 ... 194

Lampiran 13 Daftar Tema Utama Informan 5 ... 206

Lampiran 14 Verbatim Wawancara Informan 6 ... 208

(21)

xix

Lampiran 16 Daftar Tema Utama Relasi C ... 229

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Aristotle percaya bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk

sosial yang tidak dapat hidup sendiri (Brown, 2006). Setiap manusia

memiliki

need to belong

atau kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu,

yang merupakan suatu motivasi untuk terikat dengan orang lain dalam

hubungan yang memberikan interaksi positif yang berkelanjutan (Myers,

2012). Ketika lahir, seseorang secara otomatis menjadi bagian dari suatu

keluarga, suatu kelompok sosial yang bersifat langgeng berdasarkan

hubungan pernikahan dan hubungan darah. Keluarga juga merupakan

lingkungan pertama yang memberi seseorang penampungan dan rasa aman

(Gunarsa, 2002).

Keluarga adalah sekelompok orang yang terdiri dari orangtua dan

anak-anaknya (Oxford, 2008). Orangtua memiliki peran penting sebagai

primary caregiver

dalam kehidupan setiap anak, yang berfungsi

memelihara, menanamkan pedoman, memberi teladan, dan memperhatikan

anak (Gunarsa, 2002). Akan tetapi, sebanyak-banyaknya waktu yang siap

dihabiskan orangtua untuk anaknya, anak cenderung lebih senang

menghabiskan waktu dengan sebayanya, dan saudara kandung merupakan

(23)

Sebagai relasi yang bertahan paling lama dalam kehidupan seseorang,

yaitu sejak lahir hingga salah satu pihak meninggal dunia, relasi dengan

saudara kandung memiliki peran yang sangat penting (Shriner, 1999). Pada

dasarnya, setiap anak mendambakan seorang teman yang bisa dipercayainya

serta menjadi tempat tumpahan kesulitan dan masalahnya (Gunarsa, 2002).

Saudara kandung dapat menjadi teman yang dicari tersebut, dengan menjadi

tempat mengekspresikan keluh kesah dan tempat mencari dukungan

emosional (Goetting, 1986). Bahkan ketika terpisah dari orangtua, saudara

kandung menjadi orang pertama yang mampu memberikan pendampingan

emosional (Tarren-Sweeney dan Hazell, 2005 dalam Conger et al., 2009)

dan menjadi

secondary caregiver

bagi anak (Conger et al., 2009).

Interaksi dan kebersamaan dengan saudara kandung mampu

mendatangkan kebahagiaan bagi seseorang, sehingga kemunculan ancaman

berupa perpisahan dengan saudara kandung akan mengakibatkan seseorang

mengalami kesedihan (Bank dan Kahn, 1982). Interaksi dengan saudara

kandung menyediakan kesempatan bagi anak untuk mempelajari

kompetensi sosial, emosional, dan perilaku, serta berperan dalam bagaimana

individu mendefinisikan dirinya (Brody, 1998). Selain itu, saudara kandung

yang berusia lebih tua menyediakan sumber daya yang dapat membantu

adiknya mempelajari kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam

kehidupan sehari-hari (Conger et al., 2009). Saudara kandung juga menjadi

agen sosialisasi

yang memberikan perasaan “terhubung” (Tarren

-Sweeney

(24)

3

pengaruh sosialisasi yang lebih kuat pada anak dibandingkan dengan

orangtuanya sendiri (Cicirelli, 1995, dalam Santrock, 2007).

Suasana keluarga yang sejahtera akan mendukung terbentuknya relasi

yang harmonis dengan saudara kandung, yang memungkinkan peran dan

interaksi saudara kandung dengan anak menjadi lebih optimal. Keluarga

yang sejahtera tersebut dipahami sebagai adanya keserasian atau kesatuan

antara ayah dan ibu (Gunarsa, 1990), sehingga keberadaan konflik orangtua

akan sangat mengganggu kesatuan tersebut. Dalam kondisi keluarga dengan

orangtua bercerai, seringkali muncul ketegangan, ketidakstabilan, dan sikap

bermusuhan dalam keluarga (Medinnus dan Johnson, 1969). Ketegangan

atau agresi dalam keluarga, terutama interaksi tidak harmonis antar

orangtua, akan diinternalisasikan oleh anak dan diterapkan dalam relasinya

dengan orang lain, salah satunya relasi dengan saudara kandung (Conger et

al., 2009).

Konflik orangtua yang tinggi dan stres yang muncul akibat perceraian

orangtua akan menyebabkan dua orang saudara kandung untuk memiliki

relasi yang berkualitas rendah (Jenkins, 1992, dalam Conger et al., 2009;

MacKinnon, 1989; Poortman dan Voorpostel, 2008). Penelitian

menyebutkan bahwa relasi saudara kandung pada keluarga bercerai

cenderung lebih bermusuhan, kurang suportif, dan lebih renggang daripada

relasi saudara kandung pada keluarga yang masih utuh (Riggio, 2001).

Perceraian juga akan memunculkan aliansi, yaitu satu anak berpihak pada

(25)

Margolin, 1988, dalam Conger et al., 2009). Aliansi terjadi bila anak

mengidentifikasi diri dengan orangtua yang berbeda. Ketidaksepakatan

orangtua mana yang didukung menyebabkan terjadinya keterpisahan antar

saudara kandung secara emosional (Conger et al., 2009). Selain itu, dampak

perceraian yang negatif terhadap relasi orangtua dengan anak juga berperan

besar dalam menjadikan relasi anak dengan saudaranya sebagai relasi yang

negatif (Stocker dan Youngblade, 1999, dalam Conger et al., 2009).

Dengan terus meningkatnya angka perceraian di Indonesia sejak tahun

2001 (Hadriani, 2013, dalam tempo.co, diunduh 20 September 2013), tentu

saja masalah seperti ini semakin banyak terjadi. Padahal, keharmonisan dan

kehangatan yang didapatkan dari relasi dengan saudara kandung yang

positif sangat dibutuhkan oleh anak untuk dapat melalui perceraian orangtua

dengan lebih baik. Relasi dengan saudara kandung yang kuat dapat berperan

sebagai pelindung anak dari stres akibat perceraian (Hetherington, 1989,

Kempton et al., 1991, Wallerstein et al., 1988, dalam Jennings, 1998),

dengan membantu membentuk anak menjadi pribadi yang positif, berfungsi

secara adaptif (Stocker, 1994), dan meningkatkan perilaku pro-sosial

(Brody, 2004). Kebutuhan tersebut semakin tinggi terutama pada remaja

yang sedang memerlukan suasana aman (Gunarsa, 1990) serta

pendampingan figur parental (Bisono, 2009). Pada masa remaja pula,

saudara kandung memiliki pengaruh yang serupa dengan teman sebaya

(26)

5

penelitian ini ingin mengungkap bagaimana kualitas relasi antar saudara

kandung usia remaja dari orangtua yang telah bercerai.

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah untuk penelitian ini ialah bagaimana kualitas relasi

antar saudara kandung pada remaja dari orangtua bercerai?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah menggambarkan kualitas relasi antar

saudara kandung pada remaja dari berbagai keluarga dengan orangtua

bercerai.

D.

Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan adanya beberapa manfaat yang dapat diambil

dari penelitian ini, antara lain:

1.

Manfaat praktis:

a)

Bagi informan

Berpartisipasi dalam penelitian dapat membantu informan

merefleksikan relasi dengan saudara kandungnya, sehingga dapat

bertindak untuk terus mempertahan relasi tersebut.

b)

Bagi pihak keluarga

Hasil penelitian dapat membuka mata keluarga informan tentang

(27)

anak,

sehingga

orangtua

dapat

mengambil

tindakan

pendampingan yang diperlukan.

c)

Bagi peneliti lain

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi terkait topik

relasi antar saudara kandung maupun topik-topik terkait

perceraian.

2.

Manfaat teoritis:

Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai gambaran

menyeluruh akan kualitas relasi saudara kandung pada remaja dengan

kedua orangtua bercerai, yang nantinya dapat menyumbang dalam

(28)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Relasi Saudara Kandung

1.

Definisi Relasi

Menurut American Psychiatric Association (selanjutnya disebut

APA,

2007), “relasi” atau “

relationship

” diartikan sebagai asosiasi yang

mengikat dan berkelanjutan antara dua orang atau lebih. Kedua orang

saling mempengaruhi pikiran, perasaan, bahkan tindakan masing-masing

dalam suatu derajat tertentu. Definisi relasi ini serupa dengan definisi

“interaksi sosial”, unsur utama sebuah hubungan sosial, yaitu suatu

hubungan antara dua individu atau lebih yang saling mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki kelakuan (Gunarsa, 2002).

Dengan demikian,

“relasi” adalah suatu

hubungan yang

berkelanjutan dan mengikat antara dua orang atau lebih yang saling

mempengaruhi.

2.

Jenis-Jenis Relasi

(29)

tersebut. Kebutuhan interpersonal mempertahankan relasi yang

memuaskan antara seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan

kebutuhannya, relasi interpersonal terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a)

Symmetrical relationship

Symmetrical relationship

menunjuk pada relasi yang bersifat setara.

Relasi simetris menjadi produktif apabila kedua belah pihak saling

menghargai hak dan kebutuhan masing-masing, tetapi menjadi

kompetitif ketika salah satu atau kedua pihak mementingkan dirinya

sendiri dan merasa berwajib memenuhi kebutuhan pasangannya.

b)

Complementary relationship

Complementary relationship

bertujuan untuk saling melengkapi

perbedaan kedua individu yang berelasi. Relasi ini bermasalah bila

salah satu pihak tidak lagi bersedia menjalani perannya dalam

membantu memenuhi kebutuhan pihak yang lain.

Kesehatan sebuah hubungan bergantung pada bagaimana relasi

yang

symmetrical

maupun

complementary

dijalankan.

3.

Definisi Relasi Saudara Kandung

(30)

9

lebih orang yang seibu dan seayah, dan kedua partisipan dalam hubungan

tersebut saling mempengaruhi.

4.

Jenis-Jenis Relasi Saudara Kandung

Teori mengenai dua macam relasi saudara kandung yang positif

dan negatif dikemukakan oleh Wish et al. (1976, dalam Furman dan

Buhrmester, 1985) dan Wiggens (1979, dalam Furman dan Buhrmester,

1985). Menurut Wish et al., relasi yang positif merupakan relasi yang

penuh

cooperation/friendly

atau kerjasama/keramahan, sementara relasi

yang negatif adalah relasi yang

competitive/hostile

atau kompetitif/tidak

ramah. Wiggens mengatakan bahwa relasi yang positif adalah relasi yang

warm/agreeable

atau hangat/kompak, dan relasi yang negatif adalah

relasi yang

cold/quarrelsome

atau dingin/berselisih. Kedua penelitian

menunjukkan bahwa relasi positif ditandai dengan keintiman, perilaku

prososial, kebersamaan, kekaguman, kepedulian, kesamaan, dan afeksi.

Sementara itu, relasi negatif terkait dengan perselisihan, antagonisme,

kompetisi, dan dugaan akan preferensi orangtua kepada salah satu

anaknya.

(31)

atau ikatan yang negatif, terjadi apabila seseorang melihat saudara

kandungnya yang lebih tua sebagai orang yang agresif, tidak peduli, dan

digambarkan dengan sifat-sifat atau sikap-sikap negatif lainnya.

Gold (1989, dalam Myers dan Goodboy, 2010) mengidentifikasi

lima jenis relasi saudara kandung berdasarkan tingkat kedekatan

antarsaudara kandung. Lima jenis relasi tersebut dari tingkat kedekatan

yang tertinggi sebagai berikut:

a)

Intimate relationship

Relasi intim terjadi bila relasi dengan saudara kandung menjadi

relasi yang terpenting bagi mereka. Bahkan, saudara kandung

dianggap sebagai “sahabat terdekat”.

b)

Congenial relationship

Relasi

congenial

terjadi bila saudara kandung dilihat sebagai

teman. Kedua saudara kandung saling peduli, tetapi bukan menjadi

hubungan terpenting.

c)

Loyal relationship

(32)

11

d)

Apathetic relationship

Relasi apatetis adalah relasi dengan kedekatan yang minim. Dalam

hubungan ini, saudara kandung merasa berbeda atau tidak cocok

dengan satu sama lain. Ketidakcocokan ini mengakibatkan

ketidakpedulian dan minimnya keinginan untuk berinteraksi.

e)

Hostile relationship

Relasi ini didasarkan pada kemarahan, kebencian, dan

perasaan-perasaan negatif lainnya. Status saudara kandung menjadi sebuah

status semata dan tidak terdapat kedekatan maupun dukungan

emosional satu sama lain.

Paparan di atas menunjukkan bahwa terdapat jenis relasi saudara

kandung yang positif dan negatif. Relasi intim, relasi

congenial

, relasi

loyal (Gold, 1989, dalam Myers dan Goodboy, 2010), relasi suportif

(Fowler, 2009), relasi

cooperative/friendly

(Wish et al., 1976, dalam

Furman dan Buhrmester, 1985), dan relasi

warm/agreeable

(Wiggens,

1979, dalam Furman dan Buhrmester, 1985)

tergolong dalam relasi yang

positif. Sementara itu, jenis relasi yang tergolong negatif adalah relasi

apatetik, relasi

hostile

(Gold, 1989, dalam Myers dan Goodboy, 2010),

relasi negatif (Fowler, 2009), relasi

competitive/hostile

(Wish et al.,

1976, dalam Furman dan Buhrmester, 1985), dan relasi

cold/quarrelsome

(Wiggens, 1979, dalam Furman dan Buhrmester, 1985)

.

(33)

5. Kualitas Relasi Saudara Kandung

“Kualitas”

adalah tingkat baik buruknya sesuatu, kadar, derajat,

taraf, atau mutu dari suatu hal (Poerwadarminta, 2003). Maka

“kualitas

relasi antarsaudara

kandung”

adalah tingkat baik atau buruknya suatu

hubungan saling mempengaruhi antara dua atau lebih orang yang seibu

dan seayah.

Deskripsi mengenai relasi yang positif menunjukkan bahwa

kualitas relasi antarsaudara kandung yang positif dilihat dari keintiman

yang terjadi bila kedua saudara kandung mendapatkan kenyamanan dan

kehangatan dari satu sama lain, mampu terbuka dan saling berbagi cerita,

memiliki frekuensi interaksi yang cukup sering, serta memiliki durasi

pertemuan yang cukup dan berkualitas. Terdapat pula solidaritas, yaitu

bila kedua saudara kandung saling berempati dan saling mendukung

dalam berbagai situasi. Pada relasi yang berkualitas, seseorang

memandang dan menilai saudara kandungnya secara positif. Konflik

maupun persaingan terhitung rendah pada sebuah relasi yang positif, dan

kedua saudara kandung mampu menyelesaikan konflik-konflik yang

muncul.

(34)

13

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Relasi Saudara

Kandung

Borden (2003) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi relasi antarsaudara kandung adalah:

a)

Jarak usia anak dengan saudara kandungnya. Jarak usia yang terlalu

dekat akan memunculkan lebih banyak konflik dan sikap antagonis.

b)

Ukuran keluarga atau jumlah anggota keluarga. Semakin banyak

saudara kandung, semakin terbagi interaksi seseorang untuk setiap

saudara kandungnya.

c)

Kesamaan minat anak dengan saudara kandungnya. Seseorang

cenderung merasa lebih nyaman apabila memiliki kesamaan dengan

saudara kandungnya.

d)

Jenis kelamin anak dan saudara kandungnya. Hal ini terkait dengan

sifat-sifat bawaan atau predisposisi gender.

e)

Tipe kepribadian anak dan saudara kandungnya. Dalam relasi

saudara kandung, karakteristik individual berpengaruh pada

dinamika relasi.

f)

Urutan kelahiran anak dan saudara kandungnya. Urutan kelahiran

dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merespon secara

emosional, dan memandang dunia, terutama bagaimana anak berelasi

dengan orang lain.

(35)

g)

Atribut fisik yang dimiliki anak dan saudara kandungnya. Keadaan

fisik mempengaruhi perlakuan anak terhadap saudara kandungnya.

h)

Hubungan-hubungan di dalam keluarga. Setiap relasi di dalam

keluarga saling mempengaruhi.

i)

Relasi antarkedua orangtua. Ketidakhangatan maupun kehangatan

yang dilihat anak pada relasi kedua orangtuanya dengan mudah ia

terapkan dalam relasi dengan saudara kandungnya.

7. Akibat Kualitas Relasi Saudara Kandung

Interaksi dengan saudara kandung memampukan anak untuk

belajar menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain, belajar

menerima perbedaan karakter, serta mempelajari kemampuan membina

percakapan. Saudara kandung merupakan agen sosialisasi yang

memberikan perasaan “terhubung” (Tarren

-Sweeney dan Hazell, 2005,

dalam Conger et al., 2009), yang menjadi sumber pendampingan dan

dukungan emosional yang dibutuhkan anak (Noller dan Fitzpatrick,

1993).

(36)

pro-15

sosial (Brody, 2004), mempelajari kompetensi sosial dan emosional,

bahkan terbantu dalam mendefinisikan dirinya (Brody, 1998).

B.

Remaja

1. Definisi Remaja

Kata “remaja”, atau dalam Bahasa Inggris “

adolescence

”, berasal

dari kata dalam Bahasa Latin “

adolescere

” yang berarti “tumbuh” atau

“tumbuh menuju kedewasaan” (Hurlock, 1955). Masa remaja adalah

periode perkembangan manusia yang dimulai dengan pubertas dan

berakhir dengan kedewasaan fisiologis (APA, 2007). Umumnya masa

remaja dimulai pada sekitar usia 12 tahun (Bukatko, 2008; Havighurst,

1972, dalam Desmita, 2009) dan berakhir pada sekitar usia 24 tahun

(Hall, 1904, dalam Arnett, 2006).

Menurut Erikson (Santrock, 2002), masa remaja diisi dengan

tantangan perkembangan berupa identitas versus kebingungan identitas

(

identity versus role confusion

). Dalam menemukan identitas diri dan

melalui masa remaja dengan sukses, remaja membutuhkan peran dan

pendampingan orangtua sebagai figur parental (Bisono, 2009).

2.

Karakteristik Perkembangan Pada Masa Remaja

a. Aspek Sosioemosi

(37)

Emosi-emosi tersebut cenderung bersifat negatif dan temperamental,

sehingga remaja menjadi pribadi yang mudah tersinggung dan sedih

(Yusuf, 2010).

b. Aspek Kognitif

Menurut Piaget (1952, dalam Bukatko, 2008), remaja berada

pada tahap kognisi operasional formal, yang berlangsung sejak usia 11

sampai 15 tahun. Pada tahap ini seseorang berpikir secara abstrak dan

menalar

menggunakan

probabilitas.

Remaja

juga

mampu

membandingkan orangtua mereka dengan standar orangtua yang ideal

menurut mereka (Piaget, 1952, dalam Santrock, 2002).

c. Aspek Moral

Remaja menalar pada tingkat penalaran pascakonvensional

(Kohlberg, 1984, dalam Santrock, 2007) atau memiliki moralitas

otonom (Piaget, 1952, dalam Santrock, 2007). Remaja menyadari

adanya jalur moral alternatif, mengeksplorasi pilihan-pilihan, dan

membuat keputusan berdasarkan kode moral personal.

d. Aspek Fisik

(38)

17

mimpi basah pada laki-laki dan menstruasi pada perempuan

(Santrock, 2007).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa masa remaja ditandai dengan

keadaan emosional yang tidak stabil dan cenderung negatif, kemampuan

berpikir abstrak, kemampuan penalaran moral independen, serta

munculnya ciri-ciri pubertas maupun kematangan seksual.

C.

Orangtua Bercerai

1. Definisi Orangtua Bercerai

“Orangtua”, atau “

parent(s)

” diartikan sebagai ibu dan/atau bapak

(Oxford, 2008; Poerwadarminta, 2003). Sementara itu, “cerai” atau

divorce

adalah disolusi atau berakhirnya pernikahan secara legal (APA,

2007)

. “Bercerai” kemudian diartikan sebagai keadaan berpisah, berhenti

bersuami istri, dan tidak bercampur atau berhubungan lagi. Sebagai

kesimpulan,

o

rangtua bercerai”

adalah ibu dan bapak yang sebagai istri

dan suami berpisah atau pernikahannya berakhir secara hukum.

2.

Penyebab Perceraian

(39)

menikah, serta (8) kekerasan dalam rumah tangga (divorcereform.org,

thejosephfirmpa.com, diunduh 24 Juli 2014).

Perceraian juga seringkali disebabkan oleh masalah keuangan,

masalah komunikasi, pergeseran prioritas suami atau istri, penggunaan

obat-obatan, dan ketidak-mampuan untuk menyelesaikan masalah

(aaml.org, diunduh 24 Juli 2014). Penelitian Mafauzy Mohamed

(bernama.com.my, diunduh 24 Juli 2014) menambahkan alasan seperti

fondasi agama yang lemah, perbedaan budaya, masalah seksual, karir,

dan suami atau istri yang melepas tanggungjawab.

3.

Akibat Perceraian

Merasa diri tidak mampu karena gagal mempertahankan suami/istri

maupun pernikahan seringkali muncul setelah perceraian (Noller dan

Fitzpatrick, 1993), terutama bagi pria yang hidup dalam budaya patriarki

(huffingtonpost.com, diunduh 10 Juni 2014). Banyaknya emosi negatif

yang muncul serta merenggangnya relasi-relasi sosial (Noller dan

Fitzpatrick, 1993) menyebabkan seseorang mengalami ketidakstabilan

emosi dan kebutuhan akan dukungan emosional yang tinggi

(Hetherington dan Clingempeel, 1992, Weiss, 1979, dalam Koerner et al.,

2004).

(40)

19

terjadi bila pria tidak terbiasa mengurus tugas-tugas rumah tangga seperti

mencuci pakaian, memasak, dan membersihkan rumah. Hal ini

menyebabkan seseorang mengalami kesulitan mengatur pola tidur dan

pola makan (Hetherington, 1977, dalam Skolnick, 1983), yang

membuatnya rentan terkena penyakit (Noller dan Fitzpatrick, 1993).

Anak-anak dengan orangtua bercerai mengalami kesulitan untuk

menyesuaikan diri secara positif (Brody et al., 1988, dalam Martinez, Jr.

dan Forgatch, 2002). Seringkali orangtua terlalu terfokus menyelesaikan

masalahnya sendiri, sehingga anak terabaikan dan kurang mendapat

pengawasan. Cap sebagai anak

broken home

membuat anak merasa

minder

di kalangan teman-temannya, sehingga relasi-relasi sebaya

merenggang (Guidubaldi, 1987, dalam Noller dan Fitzpatrick, 1993).

Anak menjadi lebih senang membolos dan mencari kesenangan di luar

(Koerner et al., 2004), sehingga terjadi penurunan performansi akademis

dan muncul perilaku maladaptif (Guidubaldi, 1987, dalam Noller dan

Fitzpatrick, 1993; Martinez, Jr. dan Forgatch, 2002). Di samping itu,

kurangnya waktu orangtua untuk anak (Skolnick, 1983) juga

menyebabkan anak menjadi lebih mudah sakit.

(41)

orangtua (Gunarsa, 2002) seringkali diambil alih oleh saudara kandung

(Wallerstein, 2000). Saudara kandung kemudian berperan penting dalam

sosialisasi anak, yang memberikan pendampingan emosional ketika

mereka terpisah dari orangtua (Tarren-Sweeney dan Hazell, dalam

Conger et al., 2009). Relasi dengan saudara kandung yang kuat menjadi

pelindung anak dari stres akibat perceraian (Hetherington, 1988,

Kempton et al., 1991, dalam Jennings, 1998).

D.

Kualitas Relasi Saudara Kandung Pada Remaja dari Orangtua Bercerai

Remaja dengan orangtua bercerai terus mencari sumber afeksi dan

kebersamaan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, meskipun

peran orangtua sebagai

primary caregiver

terganggu oleh perceraian

(Gunarsa, 2002). Relasi mereka dengan teman sebaya yang merenggang

karena rasa

minder

(Guidubaldi, 1987, dalam Noller dan Fitzpatrick, 1993)

mengakibatkan mereka mencari afeksi dari saudara kandungnya (East, 1992,

dalam Lerner, 2009).

(42)

21

membentuk relasi yang berkualitas positif dengan saudara kandungnya juga

saling mendukung, saling memandang positif, dan jarang bermasalah.

Relasi dengan saudara kandung menjadi tidak harmonis dan tidak

berkualitas positif bila anak menyerap agresi dari konflik orangtuanya dan

menerapkannya dalam relasi dengan saudara kandung. Ketidakstabilan yang

muncul dalam keluarga setelah perceraian (Medinnus dan Johnson, 1969)

juga seringkali memunculkan sikap bermusuhan dalam relasi antarsaudara

kandung (Riggio, 2001). Ketidaksepakatan dalam memihak orangtua

membuat relasi antara dua saudara kandung renggang secara emosional

(Conger et al., 2009).

(43)

Skema 1. Skema Kerangka Pemikiran

Relasi saudara kandung pada berbagai keluarga

Orangtua

utuh

Orangtua

tunggal

Orangtua

angkat

Orangtua

bercerai

Orangtua

tiri

(44)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Peneliti memilih menggunakan metode kualitatif karena masalah yang

diteliti, yaitu kualitas relasi, mengungkap sifat-sifat pengalaman individu

tentang suatu fenomena (Strauss dan Corbin, 1997, dalam Basrowi dan

Suwandi, 2008). Pada penelitian kualitatif, responden diberi keluasan untuk

bercerita. Metode ini nantinya dapat memberikan penjelasan terperinci

(Fatchan, 2001, dalam Basrowi dan Suwandi, 2008) dan mengembangkan

pemahaman mengenai fenomena (Fischer, 2005) yang diteliti, yaitu kualitas

relasi saudara kandung pada remaja dengan orangtua bercerai.

B.

Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah kualitas atau tingkat baik buruknya

hubungan antara dua orang saudara kandung usia remaja, yang kedua

orangtuanya telah bercerai.

C.

Informan Penelitian

Untuk penelitian yang berfokus pada kualitas relasi saudara kandung

ini, peneliti akan menentukan informan penelitian dengan menggunakan

metode

non-random sampling

atau

non-probability sampling

dengan teknik

(45)

informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau ciri-ciri khusus yang

lebih spesifik, yang dimiliki oleh informan tersebut. Meski demikian, peneliti

tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan teknik

snowball sampling

,

dimana peneliti meminta referensi pada informan pertama atau sebelumnya.

Teknik ini akan dilakukan oleh peneliti apabila responden sulit untuk

diidentifikasi (Creswell, 2009).

Penelitian akan dilakukan kepada orang-orang dengan kriteria atau

ciri-ciri sebagai berikut:

1.

Informan penelitian memiliki saudara kandung dari ayah dan ibu

yang sama (bukan saudara angkat atau saudara tiri), dimana

informan dengan salah satu saudara kandungnya akan dijadikan

informan penelitian.

2.

Informan penelitian memiliki orangtua yang sudah berpisah atau

bercerai dan tidak lagi tinggal bersama.

3.

Usia informan penelitian berada dalam rentang usia remaja, yaitu

usia 12 hingga sekitar 24 tahun.

Peneliti akan mengambil sampel sebanyak tiga relasi antara dua saudara

kandung, atau sama dengan enam orang informan. Ketiga relasi tersebut

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1)

Relasi A: pasangan adik laki-laki dan kakak perempuan

2)

Relasi B: pasangan adik laki-laki dan kakak laki-laki

(46)

25

D.

Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data berupa wawancara. Wawancara adalah suatu diskusi antara

dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu (Kahn dan Cannell, 1957, dalam

Sarosa, 2012). Dalam wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan mengenai

fakta, kepercayaan dan perspektif seseorang terhadap fakta, perasaan,

perilaku saat ini dan masa lalu, standar normatif, serta mengapa seseorang

melakukan tindakan tertentu (Silverman, 1993, dalam Sarosa, 2012). Teknik

ini juga dapat digunakan sebagai alat

re-checking

, atau pengecekan terhadap

informasi yang telah diperoleh sebelumnya (Noor, 2011).

Lebih spesifiknya, peneliti melaksanakan jenis wawancara

semi-terstruktur, sehingga peneliti fleksibel dalam mengajukan pertanyaan yang

terdapat pada pedoman wawancara. Agar mendapatkan deskripsi yang lebih

mendalam, setiap informan diwawancarai lebih dari satu kali.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut. Jawaban informan untuk pertanyaan nomor 10 sampai

dengan 16, nomor 19, dan nomor 20 digunakan sebagai data pokok

penelitian. Pertanyaan lain diajukan untuk membangun

rapport

dan memberi

penutup bagi wawancara.

(47)
[image:47.595.97.513.130.599.2]

Tabel 1. Pedoman Wawancara

E.

Metode Analisis Data

Analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan (

continuous

) yang

membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan

pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian

(Creswell, 2009). Dalam kata lain, analisis data berlangsung terus-menerus

1. Kapan orangtua Anda bercerai dan bagaimana prosesnya?

2. Apakah Anda memahami alasan mengapa orangtua Anda bercerai? 3. Setelah orangtua bercerai, Anda dan saudara kandung Anda tinggal

bersama orangtua yang mana (atau dengan siapa)?

4. Bagaimana Anda menghadapi perceraian orangtua saat itu?

5. Bagaimana saudara kandung Anda menghadapi perceraian orangtua saat itu?

6. Bagaimana dengan sekolah Anda setelah orangtua Anda bercerai? 7. Bagaimana hubungan Anda dan teman-teman Anda setelah orangtua

Anda bercerai?

8. Bagaimana dengan sekolah saudara kandung Anda setelah orangtua Anda bercerai?

9. Bagaimana hubungan saudara kandung Anda dan teman-temannya setelah orangtua Anda bercerai?

10. Sesering apa Anda berkomunikasi dengan saudara kandung Anda? 11. Apakah Anda bercerita pada saudara kandung Anda?

12. Bagaimana tanggapan saudara kandung Anda terhadap cerita Anda? 13. Apakah saudara kandung Anda bercerita pada Anda?

14. Bagaimana tanggapan Anda terhadap cerita saudara kandung Anda? 15. Seperti apa permasalahan dalam hubungan Anda dengan saudara

kandung Anda?

16. Bagaimana Anda dan saudara kandung Anda menyelesaikan konflik? 17. Apakah menurut Anda, orangtua memperlakukan Anda dan saudara

kandung Anda secara sama?

18. Jika tidak sama, apakah hal tersebut menimbulkan permasalahan antara Anda dengan saudara kandung Anda?

19. Apakah Anda dan saudara kandung Anda saling mendukung? 20. Jika iya, seperti apa wujud dukungannya?

(48)

27

dalam sebuah penelitian kualitatif. Analisis data dalam penelitian ini mengacu

pada teknik analisis data menurut Smith (2009) yang berlangsung untuk

masing-masing informan melalui beberapa tahap, yaitu:

1)

Mencari tema-tema dalam setiap kasus setelah membaca

keseluruhan transkrip atau verbatim wawancara.

Peneliti diharuskan membuat tabel yang terdiri dari tiga kolom.

Kolom yang pertama digunakan untuk menuliskan transkrip

wawancara, kolom yang kedua digunakan untuk menuliskan

komentar atau merangkum transkrip wawancara, dan kolom ketiga

digunakan untuk menuliskan judul-judul tema atau frase-frase

singkat yang muncul pada transkrip wawancara.

2)

Mengkaitkan tema-tema yang terkumpul dan mencari hubungan

antartema dengan cara:

a.

Mengurutkan tema secara kronologis berdasarkan kemunculan

dalam transkrip verbatim.

b.

Mengurutkan tema secara analitis maupun teoritis untuk

menemukan hubungan antar tema dan mengelompokkan

tema-tema yang serupa.

c.

Melakukan

pemeriksaan

menyeluruh

pada

transkrip

wawancara dan tema-tema yang sudah dibuat.

d.

Membuat tabel tema yang disusun secara koheren dan

mengidentifikasi beberapa kelompok tema-tema yang sudah

(49)

Setelah data dari masing-masing informan dianalisis, peneliti

melanjutkan analisis melalui beberapa tahap, yaitu:

1)

Membuat tabel tema untuk masing-masing relasi, yang terdiri dari

tema-tema yang muncul pada kedua informan dalam relasi tersebut.

2)

Melakukan analisis dan menarik kesimpulan relasi berdasarkan

tema-tema yang muncul pada masing-masing relasi.

3)

Membuat tabel tema yang mencakup tema-tema yang muncul pada

ketiga relasi untuk mendapatkan gambaran umum mengenai

fenomena yang diteliti.

4)

Melakukan analisis dan menarik kesimpulan umum berdasarkan

tema-tema yang muncul pada ketiga relasi.

F.

Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data, atau uji validitas data, dilakukan sebagai upaya

pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian (Creswell, 2009). Teknik uji

keabsahan data dalam penelitian ini adalah

member checking

; yaitu membawa

laporan akhir ke informan untuk mengecek akurasi data, serta menyediakan

(50)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan

Pengambilan data dimulai dari mencari orang-orang yang memenuhi

syarat sebagai informan penelitian. Peneliti mengidealkan informan dengan

relasi sesama laki, sesama perempuan, perempuan - laki, dan

laki-laki - perempuan, tetapi hanya dua jenis relasi yang dapat dijadikan informan

penelitian, yaitu relasi sesama laki-laki dan perempuan - laki-laki.

Pengambilan data berlangsung dari hari Kamis, 9 Oktober 2014 sampai

dengan hari Jumat, 19 Desember 2014, dengan melakukan wawancara

terhadap enam informan penelitian. Wawancara dilakukan pada waktu dan

tempat yang sudah disepakati oleh peneliti dan masing-masing informan.

Meskipun informan penelitian terdiri dari tiga pasang kakak adik, wawancara

dilakukan secara terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh

dari kehadiran saudara kandung terhadap jawaban informan.

Pada pertemuan pertama dengan masing-masing informan, peneliti

melakukan

rapport

sebelum memasuki tahapan wawancara. Peneliti juga

memastikan kenyamanan informan dengan menjelaskan secara rinci

mengenai maksud dan tujuan penelitian, proses pengambilan data, serta

menjamin kerahasiaan identitas maupun informasi dari informan. Peneliti

(51)

informan untuk ditandatangani sebelum wawancara dimulai. Wawancara

dilakukan beberapa kali hingga mendapatkan data yang jenuh.

Analisis data dilakukan ketika seluruh data yang dibutuhkan dari

masing-masing informan sudah didapatkan. Data hasil penelitian divalidasi

dengan melakukan

member checking

dengan keenam informan. Peneliti

mengatur pertemuan dengan informan pertama, ketiga, keempat, kelima, dan

keenam untuk mengecek kembali data penelitian.

Member checking

dengan

informan kedua dilakukan melalui telepon karena informan berada di luar

kota.

Member checking

berlangsung dari hari Jumat, 9 Januari 2015 sampai

dengan hari Senin, 2 Februari 2015.

B.

Hasil Penelitian

Informan penelitian berjumlah enam orang yang merupakan bagian dari

tiga relasi kakak beradik. Identitas informan beserta deskripsi relasi informan

[image:51.595.71.540.203.737.2]

tertera pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Identitas Informan dan Ringkasan Deskripsi Relasi

Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan 4 Informan 5 Informan 6

Inisial SKBA MATP BPP AHS NA MP

Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Usia 19 tahun 22 tahun 20 tahun 24 tahun 16 tahun 21 tahun

Jumlah

Saudara 2 2 1 1 2 2

Keterangan Adik laki-laki – kakak

perempuan

Adik laki-laki – kakak laki-laki

Adik laki-laki – kakak perempuan

(52)

31

1.

Relasi A: Informan 1 dan Informan 2

a.

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 1

Tabel 2.2. Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 1

KETERANGAN

TEMPAT

HARI,

TANGGAL

WAKTU

Wawancara I

The Jack’s

Cafe, Selokan

Mataram

Kamis, 9 Oktober

2014

17.30

19.00 WIB

Wawancara II

Kost Informan

1, Paingan

Sabtu, 18 Oktober

2014

16.00

17.00 WIB

Wawancara III

Perpustakaan

Kampus III

Universitas

Sanata Dharma,

Paingan

Senin, 27 Oktober

2014

15.15

16.00 WIB

Member checking

Coffee dan

Read, Paingan

Selasa, 13 Januari

2015

13.00

14.00 WIB

[image:52.595.100.532.184.616.2]

b.

Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 2

Tabel 2.3. Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 2

KETERANGAN

TEMPAT

HARI,

TANGGAL

WAKTU

Wawancara I

Kost Informan

2, Mrican

Sabtu, 18 Oktober

2014

08.00

10.00 WIB

Wawancara II

Kost Informan

2, Mrican

Jumat, 31 Oktober

2014

08.30

10.00 WIB

Member checking

Melalui telepon

Selasa, 13 Januari

2015

09.00

09.30 WIB

c.

Relasi A dari Sudut Pandang Informan 1

Hilangnya sosok ayah sebagai panutan dan menyaksikan ibunya

yang depresi membuat informan 1 menilai perceraian sebagai sesuatu

(53)

itu tidak ia ceritakan kepada saudara kandungnya (informan 2).

Informan 1 juga mengaku bahwa saudara kandungnya tidak bercerita

mengenai ketakutan-ketakutannya saat itu kepada informan 1. Informan

1 mengatakan bahwa mereka tidak perlu saling bercerita secara eksplisit

tentang hal tersebut, karena mereka sudah saling memahami keadaan

masing-masing. Seperti yang dinyatakan oleh informan 1:

“Cerita

yo enggak tho yo

. Aku sama Mbak Rina

udah

sama-

sama paham.”

(Informan 1, 67

68)

Baik informan 1 maupun saudara kandungnya kesulitan dalam

menerima keadaan keluarganya yang baru. Informan 1 yang saat itu

baru berusia delapan tahun mengatakan bahwa saudara kandungnya

menjadi sering menangis semenjak kepergian ayahnya. Informan 1

yang juga merasa terpukul dengan perceraian orangtuanya, merasa

sumpek

setiap kali saudara kandungnya menangis. Seringkali informan

1 memilih untuk keluar rumah ketika hal itu terjadi, atau bahkan

memukul saudara kandungnya agar diam.

Tanpa ayahnya, informan 1 dan keluarganya tetap tinggal di

rumah mereka di Magelang. Informan 1 dan saudara kandungnya

bertemu dan berinteraksi dengan satu sama lain setiap hari selama di

rumah. Pada tahun 2010, saudara kandung informan 1 pindah ke

Yogyakarta untuk kuliah. Informan 1 menyusulnya pada tahun 2014

untuk berkuliah di universitas yang sama. Keduanya pulang ke

Magelang secara rutin setiap minggu, yaitu dari hari Jumat sore sampai

(54)

33

Semenjak di Yogyakarta, informan 1 masih sering bertemu

dengan saudara kandungnya. Informan 1 dan saudara kandungnya biasa

bertemu tiga sampai lima kali seminggu. Pertemuan tersebut

berlangsung selama satu jam sampai seharian penuh. Informan 1

mengatakan bahwa ia senang setiap kali bertemu dengan saudara

kandungnya. Selain bertemu langsung, informan 1 juga berinteraksi

dengan saudara kandungnya melalui pesan singkat hampir setiap hari.

Hal ini tampak dalam wawancara:

“Kalau interaksi... Sering, sering, cukup sering. ... Itu kalau

lewat ponsel. Tapi kalau ketemu langsung, biasa,

ngomong

biasa. ... Kadang dua hari sekali, kadang tiga hari sekali,

seminggu itu pasti ada bolongnya. ... Ya bisa satu dua jam,

nggak ngitungin sih

. Kalau di rumah ya seharian, kecuali

pas lagi ada acara. ... Tiga lima kali, itu termasuk di

Magelang.”

(Informan 1, 184

218)

Seringkali informan 1 dan saudara kandungnya bertemu sesuai

kebutuhan, seperti keperluan untuk membawa barang ke Magelang,

mengajak satu sama lain untuk makan bersama, dan lain sebagainya.

Informan 1 bisa membicarakan banyak hal dengan saudara kandungnya,

mulai dari kesehariannya di kampus sampai masalah-masalahnya yang

berat. Cerita-cerita tentang kehidupan informan 1 di kampus adalah

seputar gaya mengajar dosennya, kesulitan dalam mengikuti kuliah, dan

sebagainya. Masalah-masalah berat seperti pengalaman diolok teman

atau putus hubungan dengan pasangan juga bisa informan 1 ceritakan

kepada saudara kandungnya.

(55)

Informan 1 mengaku bahwa ia selalu bercerita kepada saudara

kandungnya ketika sedang ada masalah. Hal ini dilakukan informan 1

karena ia melihat saudara kandungnya sebagai orang yang

berpengalaman dan nyaman untuk dijadikan tempat bercerita. Saudara

kandung informan 1 dirasa bisa memberikan solusi dan bimbingan yang

dibutuhkannya untuk dapat mandiri menyelesaikan masalah. Informan

1 selalu mengecek suasana hati saudara kandungnya sebelum

menceritakan masalahnya. Apabila saudara kandungnya sedang

kedatangan tamu bulanan, informan 1 melihat hal tersebut dari raut

muka saudara kandungnya, dan informan 1 memilih untuk bercerita di

lain waktu karena tidak ingin mengganggu saudara kandungnya.

Informan 1 menceritakan dalam wawancara:

“Kalau ada masalah, pasti cerita. Aku biasanya pasti

cerita. ... Kayak cerita di kampus, ini dosennya enak apa

enggak, terus bisa

ngikutin

pelajaran atau

enggak

, terus

tanya timbal balik, gitu. ... Ya aku anggap dia lebih

berpengalaman, jadi lebih bisa memberikan solusi. Ya aku

cerita masalahku apa

adane

. Kayak diputus pacar, terus

balik, terus kayak di-

bully

teman, dan sebagainya.”

(Informan1, 201

202 dan 226

235)

Kegiatan bercerita antara informan 1 dan saudara kandungnya

merupakan hal yang timbal balik. Saudara kandung informan 1 pun

dikatakan informan 1 sering bercerita kepadanya. Informan 1 terkadang

heran mengapa orang yang sudah berpengalaman seperti saudara

kandungnya meminta nasihat dari dirinya yang masih anak kecil, tetapi

informan 1 tetap mencoba memberikan nasihat untuk membantu

(56)

35

sering memberikan kata-kata untuk menenangkan saudara kandungnya,

karena nasihatnya tidak selalu diikuti oleh saudara kandungnya. Tidak

jarang informan 1 juga bertindak langsung untuk membantu saudara

kandungnya, bahkan ikut merasa kesal dengan orang yang tidak disukai

oleh saudara kandungnya. Seperti yang dinyatakan dalam wawancara:

“... Kalau sekarang

sih ngasih

nasihatnya,

wis kalem wae

.

Jadi nasihatnya lebih buat

nenangin

dia

aja

. ... Kalau aku

lebih suka bertindak

sih

. Kalau kemarin waktu laptopnya

dia rusak... Langsung tak bawa ke

counter

,

sing mbayar

aku. ... Pernah ikut sebal sama orang, ya

nggak

langsung

ngomong

ke orangnya. Ya ikut sebal sama orang yang

disebali sama mbakku.”

(Informan 1, 260

271)

Informan 1 dan saudara kandungnya dibesarkan oleh ibu mereka

selama bertahun-tahun terakhir. Walau begitu, informan 1 merasa

bahwa terdapat perbedaan dalam perlakuan ibunya terhadap dirinya.

Informan 1 mengatakan bahwa ibunya selalu berusaha memenuhi

keinginan saudara kandungnya, sementara informan 1 diajarkan untuk

tidak iri hati. Informan 1 juga merasa bahwa ibunya lebih dekat dengan

saudara kandungnya karena keduanya sama-sama perempuan. Akan

tetapi, hal ini tidak membuat informan 1 sebal terhadap ibu maupun

saudara kandungnya.

Informan 1 mengatakan bahwa ia dan saudara kandungnya sering

bertengkar ketika masih sama-sama tinggal di Magelang. Pertengkaran

biasa terjadi seminggu sekali, serta diwarnai oleh tangisan dan pukulan.

Informan 1 mengatakan bahwa pertengkaran terjadi karena hal-hal

(57)

dengan saudara kandungnya. Ketika ada konflik pun, keduanya

memilih untuk diam daripada saling memukul atau menangis.

Konflik-konflik ini tidak berlangsung lama, yaitu sekitar dua sampai tiga hari.

Informan 1 berkata bahwa konflik biasanya selesai dengan sendirinya

ketika emosi sudah reda dan salah satu berinisiatif untuk mengajak

bicara. Meskipun begitu, tidak jarang keduanya saling meminta maaf

terlebih dahulu. Informan 1 mengatakan:

“Kalau semenjak dewasa ini,

nggak

pernah. Ya kalau ada

masalah paling masalah kecil lah. Tapi kalau dulu pas dia

masih di Magelang, sering

banget

, hampir dibilang satu

minggu itu kalau

nggak

ada pukul memukul tangis

menangis itu

nggak

bisa itu. Paling

nggak

seminggu sekali

ada pasti.”

(Informan 1, 301

306)

Informan 1 mengatakan bahwa secara keseluruhan, ia merasa

dekat dengan saudara kandungnya. Pertemuan keduanya yang tidak

terlalu intens dirasa informan 1 menghambatnya untuk membentuk

hubungan yang lebih dekat lagi dengan saudara kandungnya. Informan

1 berharap ia dapat tetap dekat dan berkomunikasi dengan saudara

kandungnya, walaupun saudara kandungnya pindah ke Surabaya.

d.

Relasi A dari Sudut Pandang Informan 2

Pada pertengahan tahun 2010, informan 2 pindah ke Yogyakarta

untuk memudahkannya dalam menjalani perkuliahan. Informan 2 dan

saudara kandungnya (informan 1) yang sebelumnya bertemu setiap hari

menjadi lebih jarang bertemu. Pada tahun 2014, saudara kandung

(58)

37

yang sama. Informan 2 menyatakan bahwa ia jarang bertemu dengan

saudara kandungnya, yaitu hanya sekitar seminggu sekali sesuai dengan

kebutuhan. Meskipun jarang bertemu, informan 2 dan saudara

kandungnya berkomunikasi hampir setiap hari lewat pesan singkat

maupun telepon. Pada minggu-minggu terakhir di Yogyakarta sebelum

informan 2 pindah ke Surabaya, ia dan saudara kandungnya menjadi

lebih sering bertemu. Informan 2 mengaku bahwa ia senang setiap

bertemu dengan saudara kandungnya. Terbukti dari hasil wawancara:

“... Akhir

-akhir ini

sih

iya (berkomunikasi), soalnya dia

bantuin

aku pindahan. Ya, sering, kalau misalnya lagi butuh

apa gitu, ya sering. ... Akhir-akhir ini seminggu sekali

sih

,

setiap Jumat sebelum pulang. ... Ketemu Kristo itu, Sabtu,

Minggu, kemarin. Tiga kali. ... Kalau misalnya ketemu,

yo

wis

, senang. ... Iya, sering. Kalau ada masalah gitu juga,

suka telepon. Jadi walaupun jarang ketemu, masih bisa

telepon.”

(Informan 2, 220

221, 233, 269, dan 424 - 425)

Ketika keduanya bertemu, informan 2 dan saudara kandungnya

bercakap-cakap mengenai kuliah dan keadaan keuangan

masing. Selain itu, mereka juga membicarakan pasangan

masing-masing, kabar terbaru ayah mereka, dan cerita-cerita tentang keseharian

keduanya. Informan 2 mengatakan bahwa saudara kandungnya

bukanlah orang yang terbuka, tetapi saudara kandungnya dapat

bercerita banyak padanya. Ketika saudara kandung informan 2

mengkonsultasikan

masalah-masalahnya,

informan

2

berusaha

membantu dengan memberikan saran. Akan tetapi, informan 2 merasa

(59)

“Tapi akhir

-akhir ini, semenjak kita kuliah, ya cerita.

Misalnya ada apa, dia sama pacarnya

gimana

, sering

cerita. ... Apa ya, ya kuliahnya dia. Terus, masalah

keuangannya dia selama kuliah, cerita tentang pacarnya

dia. Aku cerita tentang pacarku, ya

tukar-tukaran

cerita

gitu. Cerita tentang bapak mungkin, sekali-sekali.”

(Informan 2, 192

194)

Informan 2 sendiri mengatakan bahwa ia lebih banyak bercerita

pada pacarnya. Namun, informan 2 masih senang bercerita pada

saudara kandungnya. Ketika menceritakan masalah yang dimilikinya,

informan 2 mendapatkan umpan balik yang baik dan membangun dari

dari saudara kandungnya. Informan 2 juga merasa bahwa saudara

kandungnya sangat protektif terhadap dirinya, sehingga tidak jarang

saudara kandungnya akan langsung bertindak untuk membantu

informan 2 menyelesaikan masalahnya. Hal ini tampak dari kata-kata

informan 2:

“Dia

overprotective

sebenarnya sama aku. Kayak pernah

kan

, aku

berantem

sama pacar, terus aku cerita ke Kristo.

Terus Kristo-nya,

ngerasa

, “Wah,

kok

mbakku

diginiin

sih

?” Terus dia

ngomong

sama Mas Bondan. Kelihatan

sayangnya

sih

. ...

Feedback

yang membangun yang jelas.

Tapi selama ini dia memberikan

feedback

yang baik

sih

,

yang memba

Gambar

Tabel 1  Pedoman Wawancara ....................................................................
Tabel 1. Pedoman Wawancara
Tabel 2.1. Identitas Informan dan Ringkasan Deskripsi Relasi
Tabel 2.3. Pelaksanaan Wawancara dengan Informan 2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Penanggulangan Pembajakan Software Windows 7 di Kalangan Mahasiswa Universitas Tadulako adalah Pemerintah Indonesia kiranya membuat kerjasama dengan perusahaan

Maka dari uraian pada poin 2, yang menyatakan secara tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik atau dokumen

Kecepatan angin di daerah yang lebih terbuka di tepian pantai lebih besar dari pada dari perbukitan sehingga rumah adat di Kampung Ratenggaro perlu tambahan horisontal bracing

Pemeriksaan kadar hCG pasca evakuasi mola komplit dianjurkan setiap dua minggu pasca evakuasi,(1, 2, 5) hingga terjadi normalisasi (<5 mIU/ml) hingga tiga bulan, kemudian

Berdasarkan hasil analisis data observasi, mengacu pada ciri-ciri sikap bahasa yang diungkapkan oleh Garvin Mathiot, dapat dikatakan bahwa sikap bahasa mahasiswa

Penelitian ini bertujuan untuk melihat analisis penguasaan konsep awal siswa dan hasil belajar Fisika siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran

Dalam melakukan kegiatan usaha tentu terdapat kendala-kendala dalam menentukan/menerapkan suatu produk yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Hal ini cenderung