xvii ABSTRAK
Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah salah satu rumah sakit yang ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sejak Mei 2014 sampai dengan April 2015 telah terjadi kenaikan jumlah kunjungan pasien per bulan secara signifikan sebesar 314%. Kenaikan ini diikuti dengan kenaikan kebutuhan obat-obatan JKN. Penggunaan tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG’s) menuntut pelayanan yang efisien dan efektif, termasuk dalam pengadaan obat JKN.
Penelitian ini adalah penelitian observasional (non-eksperimental). Untuk perencanaan pengadaan obat JKN, dalam penelitian ini dilakukan analisis nilai pakai, analisis nilai investasi, dan analisis ABC indeks kritis untuk mengetahui obat JKN mana saja yang termasuk kelompok A, B, dan C indeks kritis. Selanjutnya dilakukan peramalan kebutuhan obat kelompok A indeks kritis dengan metode Double Exponential Smoothing untuk setiap bulan mulai Juli sampai dengan Desember 2015. Dilakukan juga perhitungan Economic Order Quantity (EOQ), ReOrder Point (ROP), dan Safety Stock (SS) untuk setiap bulan mulai Juli sampai dengan Desember 2015.
Masih ada beberapa hal dalam sistem pengelolaan obat yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar. Hasil perhitungan analisis ABC indeks kritis menunjukkan sembilan obat JKN masuk dalam kelompok A indeks kritis. Setelah dilakukan perhitungan peramalan kebutuhan obat, didapatkan juga hasil perhitungan EOQ, ROP, dan SS untuk masing-masing bulan dari Juli sampai dengan Desember 2015. Adanya perhitungan ini bermanfaat untuk membantu unit logistik dalam pengadaan obat JKN sehingga terjadi keseimbangan antara tingkat pelayanan dan biaya.
xviii ABSTRACT
Panti Rapih Hospital is one of hospitals joining the program of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). During the period of May 2014 up to April 2015, there was a significant increase on the monthly number of patients being treated. The number of patients increased by 314%. Consequently, the increased number of patients was followed by the increasing need of JKN medicine. Further, the application of the Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG’s) tariff requires effective and efficient services, including the procurement of JKN medicine.
This research is a non-experimental research. For the purpose of procurement planning of JKN medicine, several analysis were done to classify JKN medicine into group A, B, and C based on the critical index. The analysis were usage value analysis, investment value analysis, and ABC critical index analysis. Further, to determine the estimated needs of medicine of the group A critical index, the researcher employed Double Exponential Smoothing method to calculate monthly estimated need of medicine period of July up to December 2015. As well, the calculation of Economic Order Quantity (EOQ), Re-Order Point (ROP), and Safety Stock (SS) conducted for the same period.
The researcher found that there are several items in the medicine management system do not conform the standart. The result of ABC critical index analysis shows that nine of the JKN medicine belong to the group A critical index. The analysis also provides result of EOQ, ROP, and SS for the period of July up to December 2015. Further, the result of analysis could assist the Logistic Unit of Panti Rapih Hospital in preparing the procurement of the JKN medicine to provide better service for the patients and to achieve cost efficiency.
i
ANALISIS SISTEM PENGADAAN OBAT
DENGAN METODE ABC INDEKS KRITIS
(Studi Kasus Pengadaan Obat Jaminan Kesehatan
Nasional di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta)
.
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
.
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
.
..
.
.
Diajukan oleh:
Helena Pujawati
132222212.
.
.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
v KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa yang Mahakuasa atas kasih dan rahmat
kurnia serta segala bimbingan yang telah dilimpahkan sehingga penulisan tesis
yang berjudul “Analisis Sistem Pengadaan Obat dengan Metode ABC Indeks
Kritis (Studi Kasus Pengadaan Obat Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
Panti Rapih Yogyakarta)” dapat diselesaikan. Tesis ini ditulis sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Selama berproses dalam menyelesaikan tesis ini, penulis bersyukur atas
segala bentuk dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu sehingga tesis
ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Sr. Carolina, CB dan beserta anggota Dewan Pimpinan Provinsi Indonesia,
serta dr. Teddy Janong dan segenap direksi Rumah Sakit Panti Rapih yang
telah memberi kesempatan untuk menjalani studi Program Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Drs. T. Handono Eko Prabowo, MBA, Ph.D dan Dr. Rita Suhadi, M.Si,
Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan
vi
3. Ch. Ika Sindudisastra, S. Farm, Apt. sebagai Kepala Instalasi Farmasi dan
Yoanna Rissa Mayasari, S. Farm, Apt. sebagai Kepala Bidang Logistik
yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.
4. Para Suster se Kongregasi Suster-suster Cintakasih Santo Carolus
Borromeus, khususnya bagi para suster di Komunitas Panti Rapih untuk
segala bentuk dukungan dan doanya.
5. Mama Teresa Ming Cing serta adik Septiani dan Setiadi atas dukungan
doanya.
6. Teman-teman di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Rapih yang
senantiasa memberi dukungan dan semangat.
7. Sahabat-sahabat MM USD angkatan I untuk kemurahan hati,
kebersamaan dan kegembiraan dalam menempuh studi, serta untuk semua
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan caranya
masing-masing memberi dukungan dalam penyusunan tesis ini.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan masukan demi penyempurnaan
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN... iii
LEMBAR PERNYATAAN... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
DAFTAR RUMUS... xiv
DAFTAR SINGKATAN... xv
ABSTRAK... xvii
ABSTRACT... xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 8
viii
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Instalasi Farmasi Rumah Sakit ... 10
B. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 11
1. Tarif Indonesian-Cased Based Groups (INA-CBG’s)... 12
2. Formularium Nasional... 14
3. Pengadaan Obat JKN... 15
C. Logistik ... 16
D. Pengadaan ... 17
E. Persediaan ... 18
1. Pengendalian persediaan ... 19
2. Teknik pengendalian ... 19
a. Analisis ABC... 19
b. Analisis VEN ... 20
c. Analisis ABC Indeks Kritis ... 21
d. Safety Stock ... 21
e. Economic Order Quantity (EOQ) ... 22
f. Reorder Point (ROP) ... 22
3. Peramalan ... 23
F. Profil Rumah Sakit Panti Rapih... 24
1. Sejarah... 24
2. Visi dan Misi... 25
3. Kebijakan Mutu... 26
ix
5. Fasilitas dan Pelayanan... 27
6. Layanan Unggulan... 31
7. Pengembangan Layanan Medis... 32
8. Unit Logistik... 32
9. Instalasi Farmasi... 34
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 36
C. Definisi Operasional ... 37
D. Instrumen Penelitian ... 39
E. Metode Pengumpulan Data ... 40
F. Metode Analisis Data ... 40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sistem Pengelolaan Obat JKN di RSPR... 45
B. Peramalan kebutuhan obat JKN kelompok A indeks kritis untuk Juli– Desember 2015... 51
1. Pengelompokan obat berdasarkan ABC nilai pakai... 51
2. Pengelompokan obat berdasarkan ABC nilai investasi... 54
3. Pengelompokan obat berdasarkan ABC Nilai Indeks Kritis... 56
x
C. Economic Order Quantity (EOQ) , Safety Stock (SS), dan Re Order
Point (ROP) tiap item obat JKN kelompok A Indeks Kritis untuk
Juli-Desember 2015... 60
1. Economic Order Quantity (EOQ) tiap item obat JKN kelompok A indeks kritis untuk Juli–Desember 2015... 60
2. Safety Stock (SS) tiap item obat JKN kelompok A indeks kritis untuk Juli-Desember 2015... 62
3. Reorder Point (ROP) tiap item obat JKN kelompok A indeks kritis untuk Juli-Desember 2015... 63
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 66
B. Implikasi Manajerial... 66
C. Keterbatasan... 67
D. Saran... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
xi DAFTAR TABEL
Halaman
Tebel 1.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan... 8
Tabel 2.1 Contoh tarif INA-CBG 2014 Regional 1 rumah sakit kelas B rawat inap... 13
Tabel 3.1 Variabel- variabel dalam penelitian... Tabel 4.1 Pengelompokan obat JKN berdasarkan analisis ABC nilai pakai... 52 Tabel 4.2 Pengelompokan obat JKN berdasarkan analisis ABC nilai investasi... 54
Tabel 4.3 Pengelompokan obat JKN berdasarkan analisis ABC indeks kritis... 56
Tabel 4.4 Daftar obat JKN golongan A indeks kritis... 56
Tabel 4.5 Jumlah peramalan kebutuhan obat JKN bulan Juli–Desember 2015... 59
Tabel 4.6 EOQ obat JKN kelompok A indeks kritis... 61
Tabel 4.7 Safety stock obat JKN golongan A indeks kritis... 62
xii DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Bagan Alur Pemesanan Obat JKN... 33
xiii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Panti Rapih... 72
Lampiran 2 Daftar Nama dan Harga Obat JKN di Rumah Sakit Panti Rapih... 73
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi... 82
Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Kepala Instalasi Farmasi... 84
Lampiran 5 Pedoman Wawancara Mendalam dengan Kepala Logistik... 86
Lampiran 6 Hasil Wawancara dengan Kepala Logistik... 88
Lampiran 7 Kuisioner Penentuan Nilai Kritis Obat... 96
Lampiran 8 Hasil Kuesioner Nilai Kritis... 97
Lampiran 9 Analisis ABC Nilai Pakai... 108
Lampiran 10 Analisis Nilai Investasi... 115
Lampiran 11 Analisis ABC Indeks Kritis... 122
Lampiran 12 Peramalan Kebutuhan Obat Kelompok A Indeks Kritis... 129
Lampiran 13 EOQ, Safety Stock, ROP... 138
Lampiran 14 Profil Pasien JKN di Rumah Sakit Panti Rapih... 141
Lampiran 15 Profil Obat JKN di Rumah Sakit Panti Rapih... 143
Lampiran 16 Profil Farmakologi Obat Analisis ABC Nilai Pakai... 144
Lampiran 17 Profil Farmakologi Obat Analisis ABC Nilai Investasi 145 Lampiran 18 Profil Farmakologi Obat Analisis ABC Indeks Kritis... 146
xiv DAFTAR RUMUS
Halaman
Rumus 1 Nilai Indeks Kritis... 42
Rumus 2 Double Exponential Smoothing... 42
Rumus 3 Safety Stock... 43
xv DAFTAR SINGKATAN
ACLS Advanced Cardiac Life Support
ASKES Asuransi Kesehatan
ATLS Advanced Trauma Life Support
BLS Basic Life Support
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CSSD Central Sterile Supply Department
EOQ Economic Order Quantity
ESWL Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FKTP Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Fornas Formularium Nasional
HD Hemodialisa
ICCU Intensive Cardiology Care Unit
ICU Intensive Care UnitInter
IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit
IGD Instalasi Gawat Darurat
IHMA Indonesian Hospital Management Awards
IMC Inter Mediate Care
INA-CBG’s Indonesian - Case Based Groups
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
LT Lead Time
xvi
NQA National Quality Assurance
PBF Pedagang Besar Farmasi
PBI Penerima Bantuan Iur
PCNL Precutaneus Nephrolithotripsy
PPGD Pertolongan Pertama Gawat Darurat
PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronis
PSI Pengelola Sistem Informasi
RKO Rencana Kebutuhan Obat
ROP Re-Order Point
RSPR Rumah Sakit Panti Rapih
SIM-RS Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
SLE Sistemik Lupus Eritematosus
SPO Standar Prosedur Operasional
SS Safety Stock
TTK Tenaga Teknis Kefarmasian
TURP Transurethral Resection of the Prostate
xvii ABSTRAK
Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah salah satu rumah sakit yang ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sejak Mei 2014 sampai dengan April 2015 telah terjadi kenaikan jumlah kunjungan pasien per bulan secara signifikan sebesar 314%. Kenaikan ini diikuti dengan kenaikan kebutuhan obat-obatan JKN. Penggunaan tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG’s) menuntut pelayanan yang efisien dan efektif, termasuk dalam pengadaan obat JKN.
Penelitian ini adalah penelitian observasional (non-eksperimental). Untuk perencanaan pengadaan obat JKN, dalam penelitian ini dilakukan analisis nilai pakai, analisis nilai investasi, dan analisis ABC indeks kritis untuk mengetahui obat JKN mana saja yang termasuk kelompok A, B, dan C indeks kritis. Selanjutnya dilakukan peramalan kebutuhan obat kelompok A indeks kritis dengan metode Double Exponential Smoothing untuk setiap bulan mulai Juli sampai dengan Desember 2015. Dilakukan juga perhitungan Economic Order Quantity (EOQ), ReOrder Point (ROP), dan Safety Stock (SS) untuk setiap bulan mulai Juli sampai dengan Desember 2015.
Masih ada beberapa hal dalam sistem pengelolaan obat yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar. Hasil perhitungan analisis ABC indeks kritis menunjukkan sembilan obat JKN masuk dalam kelompok A indeks kritis. Setelah dilakukan perhitungan peramalan kebutuhan obat, didapatkan juga hasil perhitungan EOQ, ROP, dan SS untuk masing-masing bulan dari Juli sampai dengan Desember 2015. Adanya perhitungan ini bermanfaat untuk membantu unit logistik dalam pengadaan obat JKN sehingga terjadi keseimbangan antara tingkat pelayanan dan biaya.
xviii ABSTRACT
Panti Rapih Hospital is one of hospitals joining the program of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). During the period of May 2014 up to April 2015, there was a significant increase on the monthly number of patients being treated. The number of patients increased by 314%. Consequently, the increased number of patients was followed by the increasing need of JKN medicine. Further, the application of the Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG’s) tariff requires effective and efficient services, including the procurement of JKN medicine.
This research is a non-experimental research. For the purpose of procurement planning of JKN medicine, several analysis were done to classify JKN medicine into group A, B, and C based on the critical index. The analysis were usage value analysis, investment value analysis, and ABC critical index analysis. Further, to determine the estimated needs of medicine of the group A critical index, the researcher employed Double Exponential Smoothing method to calculate monthly estimated need of medicine period of July up to December 2015. As well, the calculation of Economic Order Quantity (EOQ), Re-Order Point (ROP), and Safety Stock (SS) conducted for the same period.
The researcher found that there are several items in the medicine management system do not conform the standart. The result of ABC critical index analysis shows that nine of the JKN medicine belong to the group A critical index. The analysis also provides result of EOQ, ROP, and SS for the period of July up to December 2015. Further, the result of analysis could assist the Logistic Unit of Panti Rapih Hospital in preparing the procurement of the JKN medicine to provide better service for the patients and to achieve cost efficiency.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Permenkes RI No. 56/2014 rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna (Depkes RI, 2014a). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah
satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan dan merupakan
bagian tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien dan penyediaan obat yang bermutu (Depkes
RI, 2004).
Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah rumah sakit yang mampu
menerima rujukan dari rumah sakit-rumah sakit lain di sekitarnya, terutama bagi
layanan-layanan subspesialistik yang tersedia. Selain itu RSPR juga memberikan
bimbingan medik, keperawatan maupun non medik kepada rumah sakit lain yang
membutuhkan (RS. Panti Rapih, 2014).
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sejak 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan
mulai beroperasi menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan
Kesehatan Nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Demikian
2
Pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan dilakukan dengan menggunakan tarif Indonesian-Case Based
Groups (INA-CBG’s). Tarif ini didasarkan atas paket layanan pengelompokan
diagnosis penyakit (Depkes RI, 2014b). Sistem pembayaran klaim ini menuntut
adanya efisiensi dalam pelaksanaan pelayanan, termasuk juga dalam pengadaan
obat-obatan BPJS.
Belanja obat mengkonsumsi sebagian besar anggaran pelayanan kesehatan.
Sebuah rumah sakit bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan
sumberdaya yang tersedia secara optimal yang bertujuan untuk mencapai efisiensi
dalam kendali biaya. Tujuannya adalah untuk memastikanpersediaan yang
memadai dari barang yang dibutuhkan sehingga pasokan barang dapat
dipertahankan (Wandalkar et al, 2013). Penyimpanan berarti uang yang tidak
bergerak dan penyimpanan juga meningkatkan biaya, diantaranya adalah biaya
simpan dan biaya pemesanan, serta adanya kehilangan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan (Jacobs and Chase, 2014).
Luasnya pelayanan dan keikutsertaan RSPR dalam JKN menuntut suatu
pengelolaan persediaan farmasi yang efisien. Pelaksanaan JKN juga mengubah
pola konsumsi obat. Penggunaan formularium nasional sebagai pedoman
pengobatan JKN dan bertambahnya pasien peserta JKN karena adanya kewajiban
menggunakan BPJS bagi para pekerja dan masyarakat pada tahun 2015
menyebabkan peningkatan konsumsi obat-obat JKN. Jumlah pasien BPJS di
3
kunjunganpasien per bulan pada Mei 2014 sebanyak 2920 pasien menjadi 9161
pasien per bulan pada April 2015 atau peningkatan sekitar 314%.
Pengelolaan obat JKN di RSPR terpisah dengan obat regular. Obat-obat
JKN memiliki daftar tersendiri dan dikhususkan hanya untuk pasien JKN. Sampai
saat ini belum ada evaluasi terhadap sistem manajemen pengelolaan obat JKN di
RSPR.
Menurut Permenkes No. 58 tahun 2014tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, pengadaan adalah kegiatan yang dimaksudkan
untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai dengan standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan mulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, juga
penyesuaian antara kebutuhan dan dana (Depkes RI, 2014a).
Dari pengamatan awal di RSPR, ada beberapa masalah yang terkait
dengan manajemen pengadaan obat JKN. Perencanaan pengadaan obat JKN di
bagian logistik belum menggunakan suatu analisis, hanya berdasarkan perkiraan
konsumsi. Kurangnya perencanaan menyebabkan terjadinya kekosongan obat atau
stock out. Frekuensi pengadaan tidak terencana sehingga biaya yang harus
dikeluarkan untuk pemesanan tidak dapat diprediksi. Pasien yang tidak dapat
terlayani juga harus mencari apotek lain yang melayani pasien JKN.
Analisis ABC atau Pareto adalah suatu analisis yang dapat digunakan
dalam menganalisis pola konsumsi perbekalan farmasi, sementara analisis VEN
4
pengadaan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Analisis VEN dapat membantu
dalam mengontrol stok obat-obatan yang perlu kontrol ketat untuk menghindari
stock-out dan memperbesar manfaat dari dana yang tersedia (Devnani et al, 2010).
Dengan demikian gabungan analisis ABC-VEN dapat digunakan untuk
mengevaluasi pola pengadaan dengan dasar prioritas (Quicket al, 2012). Analisis
ABC indeks kritis adalah kombinasi analisis ABC yang meliputi analisis ABC
nilai pakai, analisis ABC nilai investasi, dan analisis VEN yang digunakan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan dana terutama pada obat-obatan berdasarkan
dampaknya pada kesehatan (Suciati dan Adisasmito, 2006).
Kelompok obat A indeks kritis dengan Nilai Indeks Kritis (NIK 9,5 – 12)
merupakan obat dalam kategori kritis. Kelompok obat tersebut kritis bagi sebagian
besar pemakainya atau bagi satu atau dua pemakai. Kelompok obat A indeks kritis
memiliki nilai investasi dan turn over yang tinggi (Suciati dan Adisasmito, 2006).
Kekurangan tak terduga pada obat kelompok ini dapat menyebabkan tambahan
biaya yang tinggi untuk pembelian di luar perencanaan. Persediaan berlebih pada
obat kelompok A juga meningkatkan biaya untuk penyimpanan dan risiko
kadaluarsa (Quick et al, 2012). Dengan demikian perlu pengelolaan yang cermat
untuk obat kelompok A indeks kritis.
Tujuan utama dari manajemen persediaan obat adalah suatu sistem untuk
merespon kebutuhan aktual pasien. Pemodelan matematika yang paling banyak
digunakan untuk manajemen persediaan obat adalah Economic Order Quantity
(EOQ). Model EOQ digunakan untuk menghitung pemesanan dengan biaya
5
matematika lainnya adalah peramalan permintaan dan waktu pemesanan kembali
atau Re-Order Point (ROP) untuk memperkirakan Safety Stock (SS) atau jumlah
persediaan yang memadai (Quick et al, 2012).
Berdasarkan latar belakang dan beberapa temuan mengenai manajemen
pengadaan obat JKN di RSPR selama ini, sangat penting disusun suatu penelitian
untuk menganalisis sistem pengadaan obat JKN di RSPR dengan menggunakan
analisis ABC indeks kritis untuk mengupayakan pencapaian pengadaan obatJKN
yang optimal.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah sistem pengelolaan obat JKN di RSPR sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit?
2. Berapa unit peramalan kebutuhan tiap item obat JKN kelompok A indeks kritis
untuk bulan Juli–Desember 2015?
3. Berapa unit peramalan Economic Order Quantity (EOQ), Safety Stock (SS),
dan Reorder Point (ROP) yang diperlukan untuk tiap item obat JKN kelompok
A indeks kritis untuk bulan Juli–Desember 2015?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki beberapa tujuan sebagai
6 1. Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem pengadaan
obat JKN di RSPR dengan menggunakan analisis ABC indeks kritis sebagai
dasar untuk perencanaan pengadaan obat.
2. Tujuan khusus
Untuk mencapai tujuan umum, penelitian ini memiliki tujuan khusus
sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan dan mengevaluasi sistem pengelolaan obat JKN di RSPR
selama ini menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
b. Meramalkan kebutuhan obat JKN kelompok A indeks kritis untuk bulan
Juli–Desember 2015.
c. Menentukan peramalan jumlah EOQ, Safety Stock, dan Reorder Point
yang diperlukan untuk pengadaan obat-obat JKN kelompok A indeks kritis
untuk bulan Juli–Desember 2015.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan
teori terkait perencanaan, peramalan, dan pengadaan obat JKNdi rumah
7
keterampilan peneliti untuk mengidentifikasi masalah, mengevaluasi, dan
melaksanakan perencanaan pengadaan obat yang optimal di rumah sakit.
b. Bagi institusi pendidikan:
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk kepentingan
pendidikan dan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Panti Rapih:
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pelayanan
kefarmasian yang optimal bagi para pasien secara umum dan bagi para
pasien JKN secara khusus sehingga RSPR tetap dapat menjadi pilihan bagi
para pasien.
b. Bagi bagian logistik dan instalasi farmasi RSPR:
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:
i. Menganalisis perencanaan dan pengadaan obat JKN yang optimal
menggunakan analisis ABC indeks kritis dan memudahkan untuk
pengambilan keputusan dalam pengadaan item-item obat JKN yang telah
dikelompokkan.
ii. Melakukan klasifikasi persediaan obat JKN. Hasil penelitian dapat
dikomunikasikan kepada kepala logistik dan para pengambil keputusan
dalam optimalisasi pengadaan, penyimpanan, dan monitoring persediaan
8 E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bagian logistik RSPR. Fokus penelitian dibatasi
pada obat-obatan yang termasuk dalam formularium nasional JKN atau obat
sejenis yang diperuntukkan khusus untuk pasien JKN di RSPR.
F. Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti dengan
menggunakan metode ABC indeks kritis. Perbedaan penelitian ini secara umum
dengan penelitian lainnya adalah penelitian ini dilakukan pada obat-obatan JKN.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan antara lain:
Tabel 1.1 : Penelitian yang pernah dilakukan
Penulis
(tahun) Tujuan Lokasi
Rancangan
Penelitian Sampel
Hasil Utama Perbedaan dengan Penelitian Ini Susciati dan Adisasmito , (2006) Mengetahui gambaran proses perencanaan obat. RS. Karya Husada, Cikampek, Jawa Barat, Indonesia. Deskriptif kualitatif. Insatalsi farmasi, bagian keuanga n dan bagian logistik. Profil pengelomp okkan obat berdasarka n ABC indeks kritis. Penggunaan analisis ABC indeks kritis dan analisis EOQ, Safety Stock,dan ROP. Priatna, (2010) Mengidentifikas i tingkat persediaan obat di gudang farmasi, merencanakan dan mengendalikan jumlah pemesanan obat yang ekonomis RS. Melati Tangerang, Indonesia Riset operasional dengan analisa deskriptif. Gudang farmasi rumah sakit. Profil nilai pakai, nilai investasi, profil VEN, peramalan kebutuhan obat. Perbedaan waktu, tempat, obyek penelitian.
Devnani et al, (2010)
9
Tabel 1.1 : Penelitian yang pernah dilakukan (lanjutan)
Penulis
(tahun) Tujuan Lokasi
Rancangan
Penelitian Sampel
Hasil Utama Perbedaan dengan Penelitian Ini Atmaja, (2012) Pengendalian persediaan obat antibiotika. RS. MH. Thamrin, Salemba, Jakarta, Indonesia. Riset operasional. Departe men farmasi dan logistik. Profil nilai pakai, nilai investasi, profil VEN, peramalan kebutuhan obat. Perbedaan waktu, tempat, obyek penelitian. Nofriana, (2012) Mendapatkan akurasi dalam pembelian obat. RSUD. Dr. Soedarso, Kalimantan Barat, Indonesia. Studi kasus deskriptif analitik. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Profil nilai pakai, nilai investasi, profil VEN, dan saran-saran untuk efisiensi pembelian. Penggunaan analisis ABC indeks kritis dan analisis EOQ, Safety Stock,dan ROP. Abate, (2013) Menentukan belanja obat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pola penyakit. Tikur Anbessa Hospital, Ethiopia. Deskriptif non eksperiment al. Bagian farmasi Profil ABC, profil VEN, dan profil nilai investasi Penggunaan analisis ABC indeks kritis dan analisis EOQ, Safety Stock,dan ROP.
Wandalkar
et al, (2013)
Mengidentifikas i kategori obat yang memerlukan manajemen ketat. Sasoon General Hospital, Pune, India Deskriptif non eksperiment al. Bagian farmasi Profil ABC, profil VED, dan profil nilai investasi Penggunaan analisis ABC indeks kritis dan analisis EOQ, Safety Stock,dan ROP. Rambe, (2014) Meramalkan penjualan obat-obatan dan membangun aplikasi analisis peramalan. Apotek Mutiara Hati, Medan, Indonesia. Deskriptif non eksperiment al.
Apotek Peramalan penjualan periode mendatang.
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi adalah bagian darirumah sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasi, mengatur, dan mengawasi seluruhkegiatan
pelayanan farmasi (UU RI, 2009). Instalasi farmasi memiliki pengaruh terhadap
ekonomi dan biaya operasional rumah sakit karena bagian ini merupakan bagian
di rumah sakit yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dan pengendalian
seluruh sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang beredar di rumah sakit
(Siregar, 2003). Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis
pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi melalui sistem satu
pintu, yaitu bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan kefarmasian
termasuk dalam pembuatan formularium, pengadaan, dan distribusi alat
kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien (UU RI, 2009).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan farmasi klinik dan kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya
manusia, sarana, dan peralatan. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
11
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya
(Depkes RI, 2014a).
Instalasi farmasi rumah sakit memiliki misi yang difokuskan pada
pencapaian hasil positif bagi seluruh penderita. Misi ini dicapai melalui terapi
obat yang optimal, memberikan pelayanan yang membantu perkembangan,
kemanfaatan, keamanan mutu tinggi, dan rasio-efektif biaya yang paling tinggi.
Selain bagi penderita instalasi farmasi rumah sakit juga memiliki tujuan untuk
memberi manfaat kepada rumah sakit dan sejawat profesi kesehatan. Manfaat ini
diberikan dengan menyediakan perbekalan yang memadai dan memenuhi syarat
dan mengelola suatu pelayanan farmasi secara efektif (Siregar, 2003).
B. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS Kesehatan) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan (Depkes, 2014b).
Peserta JKN terdiri dari warga negara Indonesia dan warga negara asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan dan anggota keluarganya.
Peserta JKN juga dibedakan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan
peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (non PBI). Peserta PBI adalah orang yang
tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. Peserta non PBI adalah para
12
TNI, anggota polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri,
pegawai swasta, dan lain-lain), para pekerja bukan penerima upah dan anggota
keluarganya (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan lain-lain
pekerja bukan penerima upah), dan bukan pekerja beserta keluarganya (investor,
pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan) (Depkes,
2014b).
Fasilitas kesehatan wajib menyediakan pelayanan obat, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang dibutuhkan pasien peserta JKN diberikan sesuai dengan indikasi
medis. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang
dibayarkan dalam paket INA-CBG’s. Pelayanan obat yang sudah termasuk dalam
paket INA-CBG’s dan mengacu pada Formularium Nasional, tidak dapat
ditagihkan tersendiri kepada BPJS Kesehatan serta tidak dapat dibebankan kepada
peserta. Obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan yang tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat
digunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur
Rumah Sakit (Depkes RI, 2014b).
1. Tarif Indonesian–Case Based Groups (INA-CBG’s)
Penentuan tarif untuk Jaminan Kesehatan Nasional diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 59 tahun 2014
13
Jaminan Kesehatan. Permenkes ini mengatur standar tarif untuk Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan (FKRTL). Untuk FKTP, standar tarif yang berlaku adalah Tarif
Kapitasi dan Tarif Non Kapitasi. Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran
perbulan yang dibayar dimuka oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Tarif Non Kapitasi adalah
besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada FKTP
berdasarkanjenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.Untuk
FKRTL, tarif yang berlaku adalah tarif Indonesian–Case Based Groups
(INA-CBG’s), yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan atas
paket layanan yang didasarkan pada pengelompokan diagnosis penyakit dan
prosedur sesuai dengan pembagian regional dan kelas rumah sakit. Sebagai
contoh Tarif INA-CBG’s untuk regional 1 rumah sakit kelas B adalah sebagai
[image:34.595.103.520.270.678.2]berikut:
Tabel 2.1: Contoh Tarif INA-CBG 2014 Regional 1 Rumah Sakit Kelas B Rawat Inap
Kode Deskripsi Kode INA-CBG Tarif
Kelas 3
Tarif Kelas 2
Tarif Kelas 1 I-4-17-I Hipertensi ringan 3.502.000 4.202.400 4.902.800 I-4-17-II Hipertensi sedang 4.747.500 5.697.000 6.646.500 I-4-17-III Hipertensi berat 5.761.900 6.914.300 8.066.700 I-4-20-I Angina pektoris dan nyeri dada ringan 4.026.000 4.831.200 5.636.400 I-4-20-II Angina pektoris dan nyeri dada sedang 4.626.800 5.552.200 6.477.500 I-4-20-III Angina pektoris dan nyeri dada berat 6.148.200 7.377.800 8.607.400 Sumber: Permenkes Nomor 59 Tahun 2014
Pemberian obat dalam layanan JKN ditentukan pula dalam Permenkes
14
bulan sesuai indikasi medis. Obat yang menjadi bagian dari paket INA-CBG’s,
diberikan minimal 7 (tujuh) hari danbila diperlukan tambahan hari pengobatan,
obat diberikan terpisahdiluar paket INA-CBG’s dan obat yang diberikan harus
tercantum pada FormulariumNasional. Untuk penyakit Diabetes Melitus,
hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsi,
gangguan kesehatan jiwa kronik, stroke, dan Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE) dan penyakit kronis lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
berlaku obat program rujuk balik (Depkes RI, 2014b).
2. Formularium Nasional
Pelayanan JKN memerlukan obat-obatan yang aman, berkhasiat,
bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup. Untuk tujuan
tersebut, disusun suatu daftar obat dalam bentuk Formularium Nasional.
Formularium ini ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional.
Formularium Nasional mengatur ketentuan obat-obatan yang digunakan
dalam JKN. Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan
dalam pelaksanaan JKN. Obat yang dibutuhkan yang tidak tercantumdalam
Formularium Nasional dapat digunakan secara terbatas berdasarkan
persetujuan komite medik dan direktur rumah sakit setempat (Depkes RI,
2013a). Obat-obatan dalam Formularium Nasional dibagi menjadi 29 kelas
15
nama generik obat, sediaan, kekuatan, dan restriksi penggunaan, serta fasilitas
kesehatan yang harus menyediakannya.
3. Pengadaan Obat JKN
Proses pengadaan obat JKN dilakukan dengan sistem E-Catalogue
secara elektronik. Sistem ini diatur dalam Permenkes Nomor 48 tahun 2013
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat dengan Prosedur E-Purchasing
berdasarkan E-Catalogue. Penerapan sistem ini bertujuan untuk meningkatkan
transparansi dalam proses pengadaan obat, meningkatkan persaingan yang
sehat dalam penyediaan layanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik, serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan
proses pengadaan obat.
Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar di sistem E-Catalogue obat
dilakukan dengan prosedur E-Purchasing. E-Purchasing merupakan tata cara
pembelian barang/jasa melalui sistem E-Catalogue obat. E-Catalogue adalah
sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan
harga obat dari berbagai penyedia barang/jasa tertentu.
Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk pengadaan
E-Purchasing. Untuk dapat melakukan pengadaan obat dengan sistem
E-Purchasing, suatu instansi harus terlebih dahulu terdaftar di aplikasi Sistem
Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) di website Layanan Pengadaan Secara
Elektonik (LPSE). Selanjutnya instansi mendapatkan login untuk melakukan
16
dengan menyiapkan undangan negosiasi, berita acara proses negosiasi,
permintaan pembelian, dan perjanjian pembelian (Depkes RI, 2013b).
C. Logistik
Logistik adalah ilmu yang mempelajari aktivitas fungsional yang
menentukan aliran bahan di sebuah perusahaan. Logistik menentukan semua
kegiatan yang bertujuan untuk memastikan pembelian, aliran, dan pengelolaan
bahan dengan benar.Masalah yang terjadi pada logistik akan menjadi masalah
dalam pelayanan (Ghianiet al, 2013). Dalam suatu rumah sakit logistik adalah
bagian yang bertanggung jawab pada pembelian sesuai dengan kebutuhan aktual
rumah sakit (Amrollahi, 2012).
Setiap kegiatan logistik dilakukan melibatkan biaya yang mempengaruhi
nilai produk. Biaya logistik adalah sumber keuangan yang dikonsumsi perusahaan
dengan adanya aktivitas logistik. Biaya dalam aktivitas logistik terdiri dari biaya
penyimpanan, biaya operasional dan pengelolaan, biaya stock out, biaya
transportasi, dan biaya gedung serta peralatan (Ghiani et al, 2013). Dengan
demikian pengadaan dan penyimpanan barang memerlukan biaya besar. Biaya
yang paling besar adalah nilai persediaandan biaya penyimpanannya. Biaya
penyimpanan ini setiap tahun umumnya sekitar 20-40% dari harga barang
(Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Untuk persediaan farmasi, biaya penyimpanan
adalah sekitar 30-40% dari harga barang (Quick et al, 2012).
Biaya pemesanan adalah biaya yang berkaitan dengan pengeluaran surat
17
barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang
dikeluarkan. Biaya persediaan atau penyimpanan terdiri dari biaya bunga, biaya
operasi gudang, biaya karyawan gudang, biaya asuransi, biaya administrasi, biaya
pengawetan, risiko kehilangan, dan risiko persediaan mati atau tinggal guna
(Indrajit dan Djokopranoto, 2003).
D. Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan agar sediaan
farmasi tersedia dengan jumlah dan jenis yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Proses pengadaan meliputi aspek perencanaan, teknis pengadaan,
penerimaan, dan penyimpanan (Mashuda, 2011).
Pengadaan yang efektif adalah suatu proses yang mengatur berbagai cara,
teknik, dan kebijakan yang ada untuk membuat suatu keputusan mengenai
obat-obatan yang diadakan, baik jumlah maupun sumbernya. Pengadaan dilakukan
untuk merealisasikan hasil perencanaan. Teknis pengadaan yang efektif. Teknis
pengadaan yang ekonomis, selain menjamin persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan, harus menjamin juga ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang
tepat, serta harga yang ekonomis. Dengan demikian pemilihan waktu pengadaan
merupakan bagian dari teknis pengadaan yang merupakan penentu utama dari
18 E. Persediaan
Sediaan farmasi memiliki nilai yang tinggi. Nilai persediaan farmasi
meningkat karena banyaknya jenis dan tingginya nilai produk farmasi. Hal ini
menyebabkan manajemen persediaan farmasi sangat penting. Jumlah persediaan
yang terlalu banyak menyebabkan juga banyaknya nilai uang yang tidak
bergerak.Persediaan baru dapat menjadi uang tunai ketika persediaan tersebut
terjual kepada konsumen. Pengelolaan yang tepat pada persediaan memiliki
dampak yang signifikan pada pengelolaan keuangan dan operasional rumah sakit
yang optimal (Dessele and Zgarrick, 2009).
Manajemen persediaan untuk pasokan farmasi meliputi pemesanan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, dan pemesanan kembali. Kelemahan dalam
manajemen persediaan pada sistem pasokan farmasi menjadi penyebab
pemborosan finansial. Akibat lain dari lemahnya manajemen persediaan adalah
terjadi kekurangan pada obat-obat yang esensial. Sebaliknya obat-obat yang
kurang esensial berlebihan yang menyebabkan kadaluarsa. Akibat yang lebih luas
sebagai dampak dari manajemen persediaan yang lemah adalah terjadinya
penurunan kualitas perawatan pasien (Quick et al, 2012).
Tujuan manajenen persediaan adalah mencapai keseimbangan antara biaya
penyimpanan dan pembelian, serta biaya jika terjadi kekurangan pasokan. Untuk
mencapai tujuan tersebut sistem manajemen persediaan perlu didesain atau
dikembangkan dengan suatu pertimbangan cermat berdasarkan konteks di mana
sistem manajemen persediaan berfungsi dan tipe pencatatan stok dan laporan
19
disimpan sebagai obat standar, waktu, dan jumlah pemesanan kembali.
Identifikasi dan kendali biaya manajemen persediaan dilakukan menggunakan
sistem klasifikasi produk seperti analisis ABC dan analisis VEN (Quick et al,
2012).
1. Pengendalian persediaan
Pengendalian persediaan dilakukan untuk membantu pengelolaan
perbekalan sediaan farmasi dan alat kesehatan agar memiliki persediaan
dalam jenis dan jumlah yang cukup untuk menghindari kekosongan barang
atau menumpuknya persediaan. Pengendalian persediaan adalah suatu upaya
untuk mempertahankan tingkat persediaan dengan mengendalikan arus
barang yang masuk melalui pengaturan sistem pesanan/pengadaan (scheduled
inventory dan perpetual inventory), penyimpanan, dan pengeluaran agar
persediaan efektif dan efisien, tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan sediaan farmasi (Mashuda, 2011).
2. Teknik pengendalian
a. Analisis ABC
Analisis ABC adalah analisis konsumsi obat tahunan untuk
menentukan item-item obat mana saja yang memiliki porsi dana terbesar.
Analisis ABC dapat diterapkan dengan menggunakan data konsumsi obat
20
proses pengadaan digunakan untuk memastikan bahwa pengadaan sesuai
dengan prioritas kesehatan masyarakat dan menaksir frekuensi
pemesanan yang mempengaruhi keseluruhan persediaan (Quick et al,
2012).
Dalam analisis ABC persediaan dikelompokkan menjadi tiga
kelompok (A, B, dan C) berdasarkan nilai penggunaan tahunan.
Kelompok A adalah kelompok dengan penggunaan tahunan tertinggi,
dengan 10–20% item tetapi menghabiskan 70–80% dana. Kelompok B
sebanyak 10-20% item berikutnya dan menggunakan 15–20% dana,
sementara kelompok C sebanyak 60–80% total item tetapi hanya bernilai
5–15% dari konsumsi tahunan (Quick et al, 2012).
Analisis ABC dibedakan menjadi dua macam, yaitu analisis nilai
pakai dan analisis nilai investasi. Analisis nilai pakai adalah analisis
untuk mengelompokkan obat berdasarkan jumlah pemakaian dari setiap
item obat. Analisis nilai invetasi adalah analisis untuk mengelompokkan
obat berdasarkan nilai investasi dari setiap item obat (Suciati dan
Adisasmito, 2006).
b. Analisis VEN
Analisis VEN adalah metode untuk membantu membuat prioritas
untuk pembelian obat-obatan dan menjaga persediaan. Obat-obatan
dibagi berdasarkan dampaknya pada kesehatan menjadi Vital (V),
21
yang bersifat life-saving atau sangat penting untuk disediakan. Kelompok
E adalah obat-obatan yang efektif dan signifikan bekerja pada penyakit,
tetapi tidak sepenting obat vital untuk disediakan. Kelompok N adalah
obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi sebagian kecil penyakit
atau penyakit yang dapat diatasi sendiri. Kelompok N berkhasiat namun
tidak terlalu penting untuk disediakan (Holloway, 2003).
c. Analisis ABC Indeks Kritis
Analisis ABC indeks kritis digunakan untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan dana dengan mengelompokkan obat berdasarkan
dampaknya pada kesehatan. Nilai Indeks Kritis (NIK) dikelompokkan
dalam kriteria kelompok A dengan NIK 9,5–12, kelompok B dengan
NIK 6,5–9,4, dan kelompok C dengan NIK 4–6,4. Kelompok A dengan
NIK tertinggi, yaitu 12 (dua belas) merupakan obat yang sangat kritis
bagi sebagian besar pemakainya atau bagi satu atau dua pemakai dan
memiliki turn over yang tinggi (Suciati dan Adisasmito, 2006).
d. Safety Stock
Safety stock adalah jumlah stok yang harus tetap ada dalam
persediaan. Jumlah ini harus ada selama tidak ada suplai dari pemasok
atau saat ada permintaan di luar dugaan. Jumlah safety stock minimal
diperlukan untuk mencegah stock out. Tingkat persediaan rata-rata
22
kebutuhan safety stock tidak berbanding lurus dengan peningkatan
pelayanan. Lead time yang tidak menentu juga dapat meningkatkan
jumlah safety stock (Quick et al, 2012).
e. Economic Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah suatu model matematika
yang dikembangkan dalam manajemen persediaan. Model ini banyak
digunakan dalam perusahaan yang melakukan pembelian terus menerus.
Ide dasar EOQ adalah jumlah pesanan yang ideal untuk setiap item obat,
yang optimal dan seimbang antara biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan. Penghitungan EOQ secara periodik untuk item dengan
penggunaan dan investasi tinggi (kelompok A) sangat berguna untuk
membandingkan teori jumlah pemesanan ideal dengan prakteknya (Quick
et al, 2012).
f. Reorder Point (ROP)
Reorder point atau titik pemesanan kembali sering digunakan
dalam penjadwalan pembelian. Dengan menggunakan pendekatan
teoretik, stok diupayakan dapat memenuhi permintaan, namun tidak
berlebih. Stok terakhir untuk pemesanan selanjutnya ditentukan pada titik
tertentu. Safety stock dapat menjadi bagian dari stok minimal untuk
melindungi dari variasi jumlah permintaan dan kinerja supplier (Quick et
23 3. Peramalan Persediaan
Peramalan adalah kegiatan yang berhubungan dengan meramalkan
atau memproyeksikan permintaan atau kebutuhan yang akan datang
berdasarkan permintaan yang lalu berdasarkan perhitungan. Ramalan
kebutuhan dilakukan dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang
mempengaruhi kebutuhan dan mengembangkan persamaan-persamaan yang
menyatakan hubungan antara variabel tersebut dalam bentuk perhitungan
matematis (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Peramalan ini digunakan
sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pengendalian sistem persediaan
(Baroto, 2002).
Metode peramalan pada umumnya menggunakan data masa lalu untuk
memperkirakan atau memproyeksikan data di masa yang akan datang. Ada
dua macam metode peramalan, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
Metode kualitatif digunakan jika tidak ada atau hanya ada sedikit data yang
tersedia sehingga pendapat dan prediksi pakar dijadikan dasar untuk
menetapkan permintaan. Metode kuantitatif adalah metode yang digunakan
untuk meramalkan permintaan masa depan dengan dasar suatu set data
historis (masa lalu). Peramalan dengan metode kuantitatif dikelompokkan
menjadi metode serial waktu (time series) dan metode nontime series (Baroto,
2002).
Metode time series adalah metode yang paling banyak digunakan
dalam peramalan. Metode ini menggunakan pola permintaan masa lalu dan
24
Analisis dilakukan terhadap variabel yang berubah-ubah dari waktu ke waktu
dengan menggunakan beberapa kurun waktu tertentu (Indrajit dan
Djokopranoto, 2003).
Dalam peramalan terdapat berbagai metode time series. Metode yang
seringkali digunakan dalam peramalan kebutuhan obat adalah metode
exponential smoothing (ES). Teknik ini digunakan untuk mengatasi variasi
pola konsumsi dan lead time. Metode ES menggunakan konstanta smoothing
yang disebut alpha(α) untuk menyesuaikan rata-rata konsumsi yang diamati.
Untuk tujuan perhitungan proyeksi permintaan dengan lead time tertentu α
biasanya bernilai antara 0,1 dan 0,2 (Quick et al, 2012).
F. Profil Rumah Sakit Panti Rapih
1. Sejarah
Rumah Sakit Panti Rapih diawali dengan dibentuknya Yayasan Onder
de Bogen oleh Pengurus Gereja Yogyakarta pada tanggal 22 Februari 1927.
Rumah sakit mulai dibangun pada tanggal 14 September 1928. Kongregasi
Suster-suster Cintakasih Santo Carolus menerima tawaran dari Gereja
Yogyakarta untuk mengelola rumah sakit tersebut. Rumah sakit ini diresmikan
tanggal 14 September 1929 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan
nama Rumah Sakit Onder de Bogen.
Pada jaman pemerintahan Jepang, ada keharusan mengganti nama
lembaga, termasuk rumah sakit yang masih menggunakan nama Belanda. Mgr.
25
Panti Rapih memiliki arti Rumah Penyembuhan. Sejak saat itu Rumah Sakit
Onder de Bogen dikenal dengan nama Rumah Sakit Panti Rapih.
2. Visi dan Misi
a. Visi Rumah Sakit Panti Rapih
Sebagai rumah sakit rujukan yang memandang pasien sebagai
sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan memberikan pelayanan
kepada siapa saja secara profesional dan penuh kasih dalam suasana
syukur kepada Tuhan.
b. Misi Rumah Sakit Panti Rapih
i. RS Panti Rapih menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh
secara ramah, adil, profesional, ikhlas, dan hormat dalam naungan
iman Katolik yang gigih membela hak hidup insani dan berpihak
kepada yang berkekurangan.
ii. RS Panti Rapih memandang karyawan sebagai mitra karya dengan
memberdayakan mereka untuk mendukung kualitas kerja demi
kepuasan pasien dan keluarganya, dan dengan mewajibkan diri
menyelenggarakan kesejahteraan karyawan secara terbuka,
proporsional, adil, dan merata sesuai dengan perkembangan dan
26 3. Kebijakan Mutu
Manajemen dan Staf RSPR menjamin terpenuhinya kepuasan
pelanggan dengan cara:
a. Memberikan pelayanan medis tercepat dan menyediakan fasilitas medis
terlengkap terutama pada pelayanan unggulan, sesuai dengan
kemampuan rumah sakit.
b. Menyempurnakan sistem manajemen kerja organisasi melalui
pelaksanaan evaluasi kinerja setiap tiga bulan sekali.
Bukti bahwa RSPR senantiasa menjaga mutu pelayanan adalah
dengan diperolehnya berbagai penghargaan. Beberapa penghargaan yang
diperoleh RSPR selama tahun 2009–2014 antara lain:
a. Jogja Best Brand Index 2012, 2013, dan 2014 kategori rumah sakit
swasta
b. Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
c. The Best Jogja Service Excellent Award kategori Private Hospital (> 200
tempat tidur)
d. Sertifikat ISO 9001:2008 dari National Quality Assurance (NQA).
e. Runner Up Persi Award–Indonesian Hospital Management Awards
27 4. Struktur Organisasi
Rumah Sakit Panti Rapih dipimpin oleh seorang direktur utama.
Direktur utama membawahi direktur pelayanan medik, direktur pelayanan
keperawatan, direktur keuangan dan logistik, dan direktur pelayan kesehatan
dan infrastruktur.Masing-masing direktur membawahi kepala bidang dengan
unit-unit di bawahnya. Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 1.
5. Fasilitas dan Pelayanan
a. Pelayanan Kesehatan RS. Panti Rapih
i. Pelayanan 24 jam
(a) Instalasi Gawat Darurat
IGD melayani kegawatdaruratan secara optimal dan
profesional dengan tujuan mencegah kematian dan meminimalkan
kecacatan. Staf IGD terdiri dari dokter dan perawat profesional
dan terlatih, serta bersertifikat Pertolongan Pertama Gawat
Darurat (PPGD), Basic Life Support (BLS), Advanced Trauma
Life Support (ATLS), dan Advanced Cardiac Life Support
(ACLS).
(b) Farmasi
(c) Radiologi
(d) Laboratorium
28
(f) Kamar Bedah
ii. Pelayanan Medik Rawat Jalan
(a) Klinik Umum
(b) Klinik Spesialis, terdiri dari:
(1) Poliklinik penyakit dalam, meliputi:
Subspesialis Endokrinologi
Subspesialis Hematologi
Subspesialis Kardiologi
Subspesialis Paru
Subspesialis Infeksi
Subspesialis Gastroenterologi dan Hepatologi
(2) Poliklinik Kesehatan Anak, meliputi:
Subspesialis Neo/Perinatologi
Subspesialis Hematologi Anak
(3) Poliklinik Bedah, meliputi:
Bedah Umum
Bedah Onkologi/Tumor
Bedah Ortopedik dan Traumatologi
Bedah Anak
Bedah Thoraks dan Vaskuler
Bedah Syaraf
Bedah Urologi
29
(c) Poliklinik Gigi, meliputi:
Spesialis Orthodonsi
Spesialis Protesa
Spesialis Bedah Mulut
Spesialis Konversi Gigi
(d) Klinik Kebidanan dan Kandungan
(e) Klinik Penyakit Mata
(f) Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin
(g) Klinik Penyakit Syaraf
(h) Klinik Penyakit Jiwa
(i) Klinik Penyakit THT
(j) Klinik Penyakit Kulit dan Kosmetik
(k) Klinik Penyakit Asma dan Alergi
(l) Klinik Gizi
(m)Klinik Rehabilitasi Medik
(n) Klinik Pelayanan Pengobatan Alternatif, Akupuntur, dan Jamu
(o) Poliklinik Lukas
Poliklinik Lukas merupakan poliklinik perjanjian dengan
pelayanan eksekutif.Poliklinik Lukas menggunakan layanan one
stop service dimana konsultasi, pemeriksaan penunjang, dan
pemberian obat dilakukan di satu tempat.Untuk menunjang
pelayanan Poliklinik Lukas menyediakan dokter spesialis dari
30
(p) Medical Check Up
iii. Instalasi Rawat Inap
Ruang perawatan di instalasi rawat inap berjumlah total 378
tempat tidur.Instalasi Rawat Inap terdiri dari kelas VVIP, kelas VIP
(A dan B), kelas I (A,B, dan C), kelas II, dan kelas III. Selain itu
tersedia juga ruangan Intensive Care Unit (ICU), ruang One Day
Care(ODC) kemoterapi, ruang Inter Mediate Care (IMC), ruang
Intensive Cardiology Care Unit (ICCU), dan ruang isolasi.
Rumah Sakit Panti Rapih menerima pasien JKN sesuai kelas
kepesertaan. Peserta kelas I memiliki hak perawatan di kelas I, Peserta
kelas II berhak mendapatkan perawatan di kelas II, dan peserta kelas
3berhak mendapatkan perawatan dikelas III. Peserta JKN boleh
menempati kelas perawatan di atas haknya dengan membayar selisih
biaya perawatan. Fasilitas lain dalam perawatan seperti ICU, ICCU,
dan IMC dapat digunakan sesuai dengan diagnosis dan kebutuhannya.
Peserta JKN dengan kemoterapi juga memiliki perawatan sama
dengan pasien reguler dengan perawatan ODC kemoterapi.
iv. Penunjang Medik
(a) Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi dibagi menjadi dua, yaitu instalasi farmasi
rawat jalan dan instalasi farmasi rawat inap. Instalasi farmasi rawat
jalan terdiri dari farmasi rawat jalan lantai 1, farmasi rawat jalan lantai
31
kemoterapi.Tujuan utama layanan farmasi RSPR adalah permberian
obat yang rasional, efektif, dan efisien.
(b) Instalasi Radiologi
(c) Laboratorium
(d) Rehabilitasi Medik, terdiri dari:
(1) Fisioterapi
(2) Terapi wicara
(3) Okupasi terapi
(e) Rekam Medis
6. Layanan Unggulan
a. Bedah Ortopedik dan Traumatologi, terdiri dari:
i.Total Knee Replacement (penggantian sendi lutut)
ii. Total Hip Replacement (penggantian sendi panggul)
iii.Operasi kelainan tulang belakang
b. Bedah Urologi, terdiri dari:
i. Tembak batu ginjal dengan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
(ESWL)
ii. Penanganan batu ginjal dengan metode Precutaneus
Nephrolithotripsy (PCNL)
iii. Operasi prostat dengan metode Transurethral Resection of the
32
c. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, terdiri dari:
i.Senam Hamil
ii. Fit and Shape
iii.Hypnobirthing
iv. Pijat Bayi
v. Imunisasi
vi. Pelayanan KB alamiah dengan Metode Ovulasi Billing
7. Pengembangan Layanan Medis
a. Cath Lab
b. Central Sterile Supply Department (CSSD)
c. Phaco Emulsification/Laser Katarak
8. Unit Logistik
a. Struktur organisasi
Bidang logistik berada di bawah direktur keuangan dan
logistik.Bidang logistik dibagi menjadi dua bagian yaitu seksi
pergudangan umum dan seksi pergudangan farmasi. Seksi pergudangan
farmasi dikepalai oleh kepala seksi pergudangan farmasi dibantu oleh
staf pergudangan farmasi.
Berdasarkan Permenkes no 58 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengelolaan sediaan farmasi
33
mencakup proses pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, dan distribusi sediaan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit. Tanggung jawab lain dari instalasi farmasi rumah sakit
adalah mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait
dengan sediaan farmasi, mengendalikan persediaan, dan melakukan
administrasi pengelolaan sediaan farmasi. Di RSPR tanggung jawab ini
berada di bawah unit logistik, bukan di bawah instalasi farmasi rumah
[image:54.595.99.510.279.600.2]sakit.
Gambar 1. Bagan alur pemesanan obat JKN
b. Sumber Daya Manusia
Dalam seksi pergudangan farmasi terdapat kepala seksi pergudangan
farmasi dan staf pergudangan farmasi. Staf lain yang ada dalam pergudangan
farmasi adalah staf administrasi pembelian obat dan staf penerimaan
34
Apoteker. Staf administrasi pergudangan farmasi terdiri dari 1 orang dengan
pendidikan D-3. Staf pergudangan farmasi terdiri dari lima orang, yaitu
seorang Apoteker, 3 orang Tenaga Teknis Kefarmasian dengan pendidikan
Sekolah Menengah Farmasi dan 1 orang staf berpendidikan Sekolah Menengah
Umum. Staf pembelian terdiri dari 1 orang berpendidikan D-3, dan staf
penerima perbekalan farmasi terdiri dari 1 orang Tenaga Teknis Kefarmasian
berpendidikan Sekolah Menengah Farmasi.
Tugas kepala seksi pergudangan farmasi dan seluruh staf yang ada di
pergudangan farmasi ialah melaksanakan proses pengelolaan sediaan farmasi.
Semua staf bertujuan untuk menjamin lancarnya pengadaan obat dan alat
kesehatan mulai dari perencanaan, hingga pada penerimaan dan distribusi obat.
Selain itu, pekerjaan di pergudangan farmasi juga bertujuan untuk menjamin
keamanan obat dan alat kesehatan yang berada di gudang. Semua staf
bertanggung jawab pada kepala seksi pergudangan farmasi.
9. Instalasi Farmasi
a. Struktur organisasi
Instalasi farmasi berada di bawah Kepala Bidang Penunjang
Medik. Instalasi farmasi dikepalai oleh Kepala Instalasi Farmasi.
Instalasi farmasi dibagi menjadi dua, yaitu farmasi rawat jalan dan
farmasi rawat inap.Farmasi rawat jalan dikepalai oleh Wakil Kepala
Seksi farmasi rawat jalan, dan farmasi rawat inap dikepalai oleh Wakil
35
Pelayanan farmasi untuk pasien JKN dilaksanakan di tiga tempat.
Farmasi rawat inap melayani kebutuhan obat untuk pasien JKN di
bangsal. Pelayanan obat untuk pasien JKN rawat jalan dilakukan di
farmasi rawat jalan lantai 1. Sementara pasien JKN dengan perjanjian
atau kemoterapi dilayani di farmasi Poli Lukas.
Pengendalian atau pengadaan yang menjadi tanggung jawab
farmasi lebih pada pengendalian tingkat persediaan di unit-unit
pelayananan farmasi. Unit farmasi juga bertanggung jawab dalam
penyimpanan obat di unit farmasi, pencegahan kerusakan kehilangan atau
kadaluarsa. Seluruh kegiatan pengendalian ini menjadi tanggung jawab
Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan petugas administrasi di bawah
supervisi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
b. Sumber Daya Manusia
Instalasi farmasi RSPR memiliki 64 personel.Terdapat 14 orang
apoteker dengan pendidikan S-2 sebanyak 2 orang apoteker dan 12 orang
apoteker lulusan S-1. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) berjumlah 43
orang terdiri dari 6 orang TTK berpendidikan D-3 dan 37 orang
berpendidikan sekolah menengah. Instalasi farmasi juga dibantu oleh 2
36 BAB III
METODA PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian observasional (non-eksperimental).
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif evaluatif menggunakan data kuantitatif
yamg telah tersedia sehingga penelitian ini termasuk penelitian retrospektif.
Analisis yang digunakan adalah analisis ABC dan ABC indeks kritis.
Selain itu dilakukan juga analisis kualitatif untuk mengevaluasi manajemen
logistik dan pengadaan di RSPR. Data penelitian menggunakan data logistik obat
JKN yang terdiri dari jumlah pemakaian obat JKN selama bulan Januari 2015–
Juni 2015. Data diperoleh dari bagian Pengelola Sistem Informasi (PSI) RSPR.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua populasi. Populasi pertama ini adalah obat
JKN yang ada di Unit Logistik RSPR. Sampel yang digunakan adalah data
pemakaian obat JKN selama Januari–Juni 2015. Populasi kedua adalah dokter
spesialis dengan jumlah rata-rata pasien JKN per hari praktek lebih dari 5 pasien.
Dokter yang dilibatkan dalam penelitian ini hanya dokter spesialis karena RSPR
sebagai rumah sakit rujukan hanya menerima pasien JKN untuk pemeriksaan
lanjut pada dokter spesialis. Pada penelitian ini juga dilakukan pengumpulan data
37 C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 . Variabel- variabel dalam penelitian
Variabel Definisi Cara Mendapatkan
Data Hasil Keterangan
Sistem pengadaan Proses perencanaan dan pembelian obat oleh unit logistik.
Wawancara dengan kepala unit logistik.
Deskripsi proses pengadaan obat oleh unit logiatik.
-
Obat JKN Obat yang ada dalam Formularium Nasional atau obat sejenis yang digunakan untuk pelayanan pasien peserta JKN.
Menelaah daftar obat JKN yang disediakan oleh unit logistik.
Daftar obat-obatan yang tersedia di bagian logistik RSPR.
-
Harga obat Harga beli ditambah dengan PPN, sesuai dengan informasi yang tersedia
Menelaah dokumen daftar obat dan harga JKN dari unit logistik melalui bagian PSI.
Daftar obat-obatan JKN yang terdiri dari nama obat dan harga obat.
-
Obat JKN yang dipakai
Obat JKN yang dikeluarkan oleh logistik, termasuk sebagian kecil untuk kebutuhan rumah sakit cabang selama2014.
Menelaah dokumen jumlah obat yang keluar dari logistik melalui PSI.
Daftar obat-obatan (1) JKN yang terdiri dari nama obat, jumlah obat (