• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis proses pembelajaran matematika, aktivitas belajar dan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika anak tunagrahita mampu didik kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta tahun ajaran 2014201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis proses pembelajaran matematika, aktivitas belajar dan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika anak tunagrahita mampu didik kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta tahun ajaran 2014201"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA, AKTIVITAS BELAJAR DAN KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK KELAS VI SD

DI SLB YAPENAS YOGYAKARTA TAHUN AJARAN2014/2015

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Herina Mariana Purba NIM : 101414031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus dan Bunda-Nya yang kudus yang selalu setia mendampingiku dalam suka duka hidup yang kualami,

Persaudaraan Suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE), semua keluarga, khususnya kedua orang tua, kakak yang selalu mendukung dan mendoakanku, Almamaterku tercinta dan saudara-saudari

(5)

v MOTTO

Marilah kita memulai lagi karena sampai saat ini kita belum berbuat

apa-apa (St. Fransiskus Asisi).

Jangan bertanya berapa banyak yang telah kamu lakukan, tetapi

bertanyalah berapa besar cinta yang kamu letakkan diatas tindakan

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik, (2) aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran, dan (3) kesalahan anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal matematika.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan bulan September sampai Oktober 2014, dengan metode observasi dan wawancara pada guru dan siswa kelas VI di SLB Yapenas Yogyakarta. Subyek penelitian adalah guru kelas VI beserta siswanya yang berjumlah 3 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan aktivitas guru selama berlangsungnya pembelajaran (2) lembar pengamatan aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama pembelajaran di kelas (3) pertanyaan wawancara dengan guru mengenai perencanaan dan evaluasi pembelajaran matematika (4) soal tes kesalahan dengan materi sesuai dengan yang sudah diajarkan (5) pertanyaan wawancara dengan siswa mengenai cara menyelesaikan soal tes yang diberikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik (SDLB-C) secara umum sudah cukup baik, misalnya: (a) guru memberikan pendampingan individual bagi setiap siswa (b) guru berusaha melibatkan siswa dalam setiap tahapan pembelajaran (c) guru selalu menyajikan soal disertai dengan latihan. (2) Aktivitas belajar siswa selama berlangsungnya pembelajaran secara umum baik, siswa sudah terlibat aktif dengan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, berkomentar dan berusaha untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan guru. (3) Kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik saat mengerjakan soal matematika meliputi kesalahan perhitungan, kesalahan interpretasi bahasa dan kesalahan konsep.

(9)

ix ABSTRACT

Herina Mariana Purba (101414031), 2014. Mathematics Learning Process Analysis, Learning Activities and Errors in Mathematics Problem Solving for Low Level Mental Retardation of Sixth Grade Students SLB Yapenas Yogyakarta the Batch of 2014/2015. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics Education and Sciences, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aims to know: (1) mathematics teaching process applied by teacher for low level mental retardation students, (2) low level mental retardation students’ activities conducted during learning process, (3) low level mental retardation students’ errors in mathematics problem solving.

This is a descriptive-qualitative research conducted during the period of September to October 2014 using the method of observation and interview with the theachers and sixth grade students of SLB Yapneas Yogyakarta as the interviewees. The subjects of the research are teachers of sixth grade classes and 3 sixth grade students. This research made use of 5 instruments, namely: (1) observation sheets of teacher’s activities during teaching-learning process, (2) observation sheets of low level retardation students’ classroom activities during teaching-learning process, (3) interview questions for teachers on mathematics teaching’ instructional plan and evaluation, (4) error test based on taught materials, (5) interview questions for students on given test problem solving.

The research shows that: (1) Generally, the learning process teachers applied in mathematics teaching for low level retardation students (SDLB-C) is quite good, for example: (a) teachers gave personal guidance for each student (b) teachers tried to involve students in every learning step (c) teachers always delivered mathematics problems accompanied by the exercises. (2) Generally, students’ learning activities during teaching-learning process are quite good that students actively involved in the activities marked by raising and answering questions, giving comments and effort to solve every problem teachers gave them to solve. (3) The errors that low level retardation students made in conducting mathematics problem solving including calculation error, language interpretation error, and conceptual error.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Analisis Proses Pembelajaran Matematika,

Aktivitas Belajar dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015” ini disusun guna memenuhi sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Studi Program Strata 1 (S1) Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermanfaat untuk perkembangan belajar dan meningkatkan prestasi siswa.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika atas segala perhatian, motivasi, dukungan, dan bantuannya.

(11)

xi

4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan, dukungan, dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Beni Utomo S.Si., M.Sc. dan Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo M. Si selaku dosen penguji.

6. Seluruh dosen JPMIPA Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas kebaikan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan.

7. Bapak Marjani, S.Pd. M.Pd, selaku kepala sekolah SLB Yapenas Yogyakarta yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di SLB Yapenas Yogyakarta.

8. Ibu Siti Andryani, S.Pd, selaku guru kelas VI anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas yang sudah memberikan kesempatan dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini hingga selesai dengan baik.

9. Siswa tunagrahita mampu didik kelas VI SLB Yapenas Yogyakarta yang telah bersedia bekerjasama selama penulis mengumpulkan data dan memberikan tes diagnosa kesalahan.

10.Seluruh staf sekretariat JPMIPA, staf perpustakaan dan karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses belajar selama ini. 11.Seluruh persaudaraan FSE, khususnya para saudari FSE komunitas Yohanes

(12)

xii

12.Kedua orang tua, kakak dan abang yang selalu memberikan dukungan dan doa.

13.Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2010, secara khusus Sr. Dira, Astri, Venta, Yohan, Minni.

14.Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik langsung atau tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Segala saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Penulis

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PESEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Penjelasan Istilah ... 8

(14)

xiv

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Tunagrahita ... 13

B. Tunagrahita Mampu Didik ... 14

C. Karakteristik Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 15

D. Proses Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik 18 E. Teori Belajar Untuk Anak Tunagrahita... 27

F. Aktivitas Belajar... 30

G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 32

H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 34

I. Kesalahan ... 35

J. Diagnosa Kesalahan ... 42

K. Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Subjek Dan Objek Penelitian ... 46

C. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 47

D. Bentuk Data ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 48

F. Instrumen Penelitian... 51

(15)

xv

BAB IV DATA PENELITIAN, ANALISIS, DAN

PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 57

B. Gambaran Karakteristik Siswa Tunagrahita Mampu Didik di SLB Yapenas ... 58

C. Jadwal Observasi dan Pengumpulan Data ... 59

D. Deskripsi Pembelajaran ... 60

E. Analisis Data ... 96

F. Pembahasan ... 109

BAB V PENUTUP ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan

Program Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.2: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Proses

Pelaksanaan Pembelajaran Matematika ... 52 Tabel 3.3: Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar ... 53 Tabel 3.4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Evaluasi

Pembelajaran Matematika ... 54 Tabel 3.5: Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada

Anak Tunagrahita Mampu Didik ... 54 Tabel 3.6: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Kesalahan Anak Tunagrahita

Mampu Didik dalam Mengerjakan Soal Matematika ... 55 Tabel 4.1: Jadwal Pelaksanaan Observasi dan Pengambilan Data ... 60 Tabel 4.2: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan I ... 74 Tabel 4.3: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan II ... 76 Tabel 4.4: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan III ... 78 Tabel 4.5: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan IV ... 81 Tabel 4.6: Deskripsi Data Pengamatan Pelaksanaan

Pembelajaran Matematika Pertemuan V ... 83 Tabel 4.7: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

Pada Pertemuan I ... 85 Tabel 4.8: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

Pada Pertemuan II ... 86 Tabel 4.9: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik

(17)

xvii

Mampu Didik Pada Pertemuan IV ... 89

Tabel 4.11: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita Mampu Didik Pada Pertemuan V ... 90

Tabel 4.12: Skor yang Diperoleh Siswa Per Butir Soal ... 93

Tabel 4.13: Topik Data Pertemuan Pertemuan I – V ... 99

Tabel 4.14: Kategorisasi Data Pembelajaran Pertemuan I-V... 100

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran ... 124

Instrumen Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran ... 126

Pedoman Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 132

Transkrip Hasi Wawancara Perencaaan Pembelajaran ... 133

Transkrip Video Pelaksanaan Pembelajaran ... 137

Transkrip Hasil Wawancara Evaluasi Pembelajaran ... 162

Soal Tes Diagnosa Kesalahan ... 164

Hasil Pekerjaan Siswa ... 166

Surat Keterangan Penelitian ... 169

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya, pendidikan merupakan kegiatan yang telah berlangsung seumur dengan manusia. Artinya, sejak adanya manusia telah terjadi usaha-usaha pendidikan dalam rangka mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia untuk meningkatkan taraf hidupnya, khususnya untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak seseorang harus memiliki keahlian/potensi.

UU No. 20 pasal 1 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Lebih lanjut dalam UU No. 20 pasal 32 tahun 2003 bahwa “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)” merupakan pendidikan bagi peserta didik

(20)

memiliki kebutuhan yang berbeda dari anak normal dan perlu diupayakan dalam pemenuhan kebutuhannya.

Menurut Munzayannah (2000 : 22) anak tunagrahita mampu didik adalah mereka yang masih mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Dengan kata lain, anak tunagrahita mampu didik masih dapat mempelajari keterampilan-keterampilan yang sederhana.

Karakteristik fisik anak tunagrahita mampu didik tidak jauh berbeda dari anak normal, yang membuat berbeda adalah keterampilan motorik yang dimiliki mereka lebih rendah. Karakteristik fisik ini menyebabkan kelainan yang dialami tidak terdeteksi sejak awal sebelum masuk sekolah (Astati, 2001). Karakteristik fisik ini berdampak pada kesulitan mereka di dalam belajar. Kesulitan yang dialami anak tunagrahita mampu didik yakni memiliki keterbatasan dibidang akademik, miskin perbendaharaan bahasa, dan perhatian serta ingatannya lemah. Kesulitan ini menyebabkan ketertinggalan dalam berbagai bidang dibandingkan dengan anak normal.

(21)

Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai variabel diantaranya adalah cara mengelola pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik anak. Terkait dengan hal ini, seorang guru memegang peranan utama dalam proses pembelajaran di kelas. Bagi guru yang mengajar di SLB proses pembelajaran bukanlah perkara mudah, tetapi mungkin akan menyenangkan bagi orang yang berminat untuk mendalami permasalahan anak yang membutuhkan layanan khusus. Akan tetapi, bagi mereka yang terpaksa terlibat dalam bidang ini, pastinya pengalaman ini menjadi hal yang memusingkan, selain memerlukan pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi khusus mengingat kondisi setiap anak berbeda-beda. Setiap pembelajaran di kelas bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, namun hal ini masih dianggap sulit karena kurang sesuai dengan kondisi dan keberadaan setiap peserta didik. Kondisi ini disebabkan tugas guru sebagai perancang pembelajaran dihadapkan pada dua persoalan yang berada diluar kontrolnya yakni: menyangkut materi yang telah ditetapkan dan terpola pada tujuan yang harus dicapai, serta sering dihadapkan dengan dua anak tunagrahita dengan MA (Mental Age) yang sama tetapi keduanya memilliki masalah dan kebutuhan yang sangat berbeda khususnya dalam hal layanan pembelajaran.

(22)

penjumlahan dan pengurangan, sehingga pada saat sekolah anak lebih cepat memahaminya dalam bentuk yang abstrak. Akan tetapi, tidak demikian bagi anak tunagrahita mampu didik, hal ini akan sulit dipahami dikarenakan anak mempunyai kelainan dari fungsi kecerdasannya, dan menyebabkan daya ingat yang lemah dan kemampuan berpikirnya terbatas pada hal-hal yang bersifat konkret. Hal ini menyebabkan mereka sering melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika.

Kenyataan hidup sehari-hari, seringkali anak yang membutuhkan layanan khusus kurang mendapat perhatian yang membuat mereka tertinggal dalam banyak hal khususnya dalam dunia pendidikan. Layanan pendidikan bagi mereka masih sedikit, artinya hanya disediakan di beberapa tempat, dan masih ada anak yang disembunyikan di rumah karena malu atau karena layanan pendidikan yang tidak tersedia di tempat tersebut. Padahal kecacatan bukanlah penghalang untuk melakukan sesuatu, ada banyak orang yang berhasil dan berpotensi walaupun mereka mengalami kecacatan.

(23)

dengan pemahaman konsep berhitung. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru juga harus dituntut keuletan dan kesabaran dalam menyampaikan materi pada siswa.

Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik yang memerlukan layanan khusus dalam pembelajaran. Penulis tertarik untuk lebih mendalami pembelajaran matematika karena hakekat matematika yang abstrak, dan mereka sulit mempelajarinya. Kesulitan dalam mempelajari matematika dapat berdampak negatif di sekolah, yang timbul karena ketidakmampuan anak mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari. Selain itu, penulis ingin lebih banyak mengetahui pendampingan individual dalam pembelajaran matematika yang dapat menjadi bekal dalam mengajar.

(24)

Penelitian ini akan dilaksanakan di SLB Yapenas Yogyakarta. SLB Yapenas adalah salah satu sekolah luar biasa swasta yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus. Berdiri pada tahun 1983, sekolah yang memiliki luas sekitar 177 meter persegi menampung dan mendidik anak-anak tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan autis dengan jenjang pendidikan mulai TKLB sampai SMALB. Guru yang mengajar di sekolah ini sudah cukup memadai, masing- masing kelas ditangani oleh guru kelas, jadi tidak dengan sistem guru bidang studi seperti pada sekola-sekolah pada umumnya.

Uraian latar belakang masalah diatas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Analisis Proses Pembelajaran Matematika, Aktivitas Belajar, dan Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal

Matematika Anak Tunagrahita Mampu Didik Kelas VI SD di SLB Yapenas Yogyakarta Tahun Ajaran2014/2015.”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang memiliki keterbatasan inteligensi, sehingga mereka kurang cakap dalam menerima pembelajaran matematika secara maksimal seperti anak normal,

(25)

3. matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dipahami anak tunagrahita mampu didik karena keterbatasan inteligensi dalam konsep matematika yang abstrak sehingga sering melakukan kesalahan ketika menyelesaikan soal matematika.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta?

2. Bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta?

3. Apa sajakah kesalahan anak tunagrahita mampu didik SLB Yapenas Yogyakarta dalam mengerjakan soal matematika?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui:

1. bagaimana proses pembelajaran matematika yang diterapkan guru bagi anak tunagrahita mampu didik di SLB Yapenas Yogyakarta,

2. bagaimana aktivitas anak tunagrahita mampu didik selama berlangsungnya proses pembelajaran di SLB Yapenas Yogyakarta,

(26)

E. Penjelasan Istilah

Definisi masalah judul penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap objek pilihan penelitian dan untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai judul penelitian ini, maka diperlukan gambaran atau batasan–batasan sebagai berikut :

1. Proses Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Khususnya matematika memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak nyata, dalam sektor kehidupan seperti di rumah, pekerjaan, dan di masyarakat akan selalu menggunakan matematika. Untuk itu, bagi anak tunagrahita mampu didik perlu diberikan pembelajaran matematika untuk bekal mereka dalam melakukan kegiatan berhitung dalam kehidupan sehari-hari.

a. Perencanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah penyusunan program pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan analisis kurikulum dengan hasil asesmen untuk melihat kebutuhan belajar siswa.

b. Pelaksanaan pembelajaran

(27)

strategi pembelajaran dan media lainnya yang menunjang kelancaran proses pembelajaran.

c. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi adalah tahap mengukur kemajuan belajar siswa setiap hari secara teratur dan secara periodik atau dengan kata lain merupakan sebuah kegiatan mereka ulang untuk mengetahui hal-hal penting baik kelebihan maupun kekurangan yang terjadi pada kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Hasil evaluasi belajar siswa menjadi pedoman bagi guru dalam merencanakan program pembelajaran selanjutnya.

2. Anak tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki tingkat inteligensi dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam saat perkembangan.

3. Anak Tunagrahita Mampu Didik

Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan mental dengan tingkat kecerdasan antara 50-75.

4. Sekolah Luar Biasa (SLB)

(28)

5. Kesalahan

Kesalahan adalah penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insidental pada daerah tertentu, dengan kata lain kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang sebenarnya bersifat sistematis.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi Siswa:

Penelitian ini diharapkan:

a. dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk kehidupan yang lebih baik,

b. dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan yang lebih mandiri.

2. Bagi Sekolah dan Dunia Pendidikan: Penelitian ini diharapkan:

a. dapat memberi wawasan bagi guru dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa serta memotivasi mereka mengembangkan diri untuk kehidupan yang lebih baik,

(29)

3. Bagi Peneliti:

Penelitian ini diharapkan:

a. untuk memberikan gambaran secara luas tentang proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik,

b. menjadi masukan dan pengetahuan sekaligus kesadaran bagi peneliti sebagai calon guru agar berusaha membuat pembelajaran yang menyenangkan, dan mampu menyusun langkah-langkah pembelajaran sedemikian rupa untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan,

c. membantu mengembangkan proses pembelajaran matematika yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah umum (bagi anak normal).

G. Sistematika Penulisan

Bab I pendahuluan memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(30)

Bab III metode penelitian menguraikan jenis penelitian, subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, bentuk data, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

Bab IV pembahasan menguraikan tentang pembahasan hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti.

(31)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tunagrahita

Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD), yang dikutip dari (http://www.anakciremai.com, diakses tanggal 12 oktober 2014 pukul 21.00), mengungkapkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu berdampak pula pada kekurangan dalam hal perilaku adaptifnya, dimana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai usia delapan belas tahun.

Mohammad Efendi (2006:88) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan fisik atau dengan kata lain menunjuk pada seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. Seringkali terjadi salah penafsiran di masyarakat bahwa kelainan mental subnormal atau tunagrahita dianggap sebagai suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan khusus, anak diharapkan normal kembali.

(32)

Akibatnya, jika anak tunagrahita dihadapkan pada persoalan yang membutuhkan proses pemanggilan kembali pengalaman yang sudah lalu seringkali mengalami kesulitan. Mohammad Efendi (2006:90) mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan pada penilaian program pendidikan menjadi:

1. Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak yang tidak mampu mengikuti pembelajaran di sekolah biasa.

2.

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak yang tidak mampu mempelajari pelajaran akademik, perkembangan bahasa terbatas, berkomunikasi dengan beberapa kata, mampu menulis nama sendiri, nama orang tua adan alamat, mengenal angka tanpa pengertian, dapat dilatih bersosialisasi, mampu mengenali bahaya, tingkat kescerdasan setara anak usia 6 tahun.

3. Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak memiliki tingkat kecerdasan yang sangat rendah sehingga membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidup.

B. Tunagrahita Mampu Didik

(33)

Mohammad Efendi (2006) mengungkapkan bahwa kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik yakni, membaca, menulis, mengeja, berhitung, penyesuaian diri, sikap mandiri, keterampilan sederhana untuk keperluan kerja di kemudian hari.

Anak tunagrahita mampu didik banyak mengalami kesulitan karena perkembangan fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang rendah. Hal ini disebabkan adanya selisih yang signifikan antara umur mental (MA) dengan umur kalender (CA). Semakin dewasa anak tunagrahita, semakin lebar selisih yang terjadi. Sebagai contoh: anak tunagrahita yang sudah berusia 18 tahun tetapi menunjukkan tingkah laku anak usia 8 tahun (Endang & Zaenal, 2005). Masalah-masalah yang dihadapi secara umum seperti, masalah belajar yang berkaitan langsung dengan kecerdasan yang sekurang-kurangnya membutuhkan kemampuan memahami, mengingat dan mencari hubungan sebab-akibat (Jamila, 2008).

C. Karaktersitik Anak Tunagrahita Mampu Didik

Menurut AAMR (Astati, 2001) dan dalam buku (Mumpuniarti, 2007) mengungkapkan bahwa karakteristik anak tunagrahita mampu didik adalah sebagai berikut:

1. IQ antara 50/55 – 70/75

(34)

pelajaran di sekolah yang membutuhkan kemampuan motorik. Pencapaian akademik bagi anak tunagrahita akan lebih lambat dibanding anak normal. 2. Umur mental yang dimiliki setara dengan anak normal usia 12 tahun

Perkembangan umur mental anak tunagrahita mampu didik tidak sejalan dengan bertambahnya CA (Chronological Age) yang menyebabkan mereka mengalami ketertinggalan 2 atau 5 tingkatan di bidang tertentu dari anak normal yang usianya sebaya. Semakin bertambah usia anak tunagrahita mampu didik ketertinggalan dengan usia sebayanya juga semakin jauh karena perkembangan kognitif hanya sebatas tahap operasional konkret.

3. Kurang mampu berpikir abstrak dan sangat terikat dengan lingkungan Perkembangan kognitif anak tunagrahita mampu didik yang hanya sampai pada tahap operasional konkret membuat mereka kesulitan untuk berpikir abstrak dan hal ini berimplikasi pada aspek kemampuan berpikir menyangkut perhatian, ingatan, dan kemampuan generalisasi.

4. Kurang dapat mengendalikan perasaan

(35)

tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada, sehingga tidak jarang mereka ditolak lingkungan.

5. Dapat mengingat beberapa istilah, tetapi kurang memahaminya

Masalah ini berkaitan dengan kelemahan ingatan jangka pendek, kelemahan dalam bernalar, dan kelemahan mengembangkan ide. Kerapkali anak tunagrahita mampu didik mempelajari sesuatu dengan cara coba-coba dan tidak mampu menemukan kaidah dalam belajar tetapi lebih mudah melihat sesuatu secara terpisah-pisah. Jadi, melihat unsur nampak lebih dominan dan berakibat pada kesulitan dalam memahami hubungan sebab-akibat.

6. Dengan pendidikan yang baik seorang anak tunagrahita mampu didik dapat bekerja dalam lapangan pekerjaan yang sederhana.

(36)

D. Proses Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik

Dimyati & Mudjiono (2002) dalam Mumpuniarti (2007:35) mengatakan bahwa pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik idealnya bersifat individual, sehingga seorang guru harus menyusun strategi pembelajaran sesuai kebutuhan dan karakteristik setiap peserta didik supaya kegiatan pembelajaran tidak membosankan dan kehilangan sasaran akhir yang hendak dicapai.

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun penggunaan matematika tidak terlalu nyata, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita selalu melibatkan konsep dan keterampilan matematika misalnya, dalam penggunaan uang atas dasar konsep dan keterampilan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pembelajaran matematika perlu diberikan bagi tunagrahita mampu didik yang dimodifikasi kearah konkret dan fungsional. Menurut Polloway & Patton (1993) dalam Mumpuniarti (2007:117) tujuan pembelajaran matematika difokuskan pada penguasaan keterampilan berhitung dan penghafalan berdasarkan fakta-fakta dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa mampu menggunakannya untuk perhitungan, dan pemecahan masalah dalam kehidupan.

(37)

keterampilan dasar yang dimasukkan dalam kurikulum matematika yaitu pemecahan masalah, penggunaan matematika dalam hidup sehari-hari, kesiapsiagaan untuk rasionalitas hasil-hasilnya, dugaan atau perkiraan, keterampilan menghitung yang tepat, geometri dan pengukuran, membaca simbol dan menginterpretasikan, mengkonstruksi tabel, bagan dan grafik, penggunaan matematika untuk produksi, dan keterbacaan komputer. Pada umumnya, bagi anak didik memerlukan kesepuluh bidang ini, khusus untuk anak tuna grahita mampu didik diutamakan keterampilan berhitung untuk pemecahan masalah dalam hidup sehari-hari (Mumpuniarti, 2007).

Mumpuniarti (2007: 118) mengatakan bahwa keterampilan berhitung yang diutamakan bagi anak tuna grahita mampu didik adalah bagian matematika yang dasar. Penggunaan bidang pemecahan masalah terutama dalam hidup sehari-hari, misalnya: anak diajarkan untuk menaksir porsi makanan yang dibutuhkan dan waktu untuk makan, waktu untuk belajar, beribadah, dan istirahat. Kegiatan tersebut membutuhkan pembagian waktu dan volume. Saat pembagian dan penentuan diperlukan pemecahan masalah dengan menaksirnya. Makan diperlukan ukuran/takaran gelas dan piring, waktu memerlukan rentangan jam dan menit, serta disesuaikan dengan berputarnya matahari. Matematika ini dibelajarkan bagi anak tunagrahita mampu didik untuk menopang mereka dalam menjalani hidup sehari-hari yang sering sulit mereka pahami

(38)

1. Perencanaan Program Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan implementasi dari pengembangan kurikulum atau rancangan pembelajaran yang dibuat guru bagi anak tunagrahita mampu didik. Perencanaan pembelajaran ini mengandung empat komponen esensial, yaitu:

a. Prinsip/ Asumsi Dasar

Pembelajaran disiapkan secara cermat dan sistematis untuk membantu perkembangan peserta didik secara optimal. Perencanaan ini dikembangkan dengan pertimbangan aspek teori belajar, karakteristik anak, pembelajaran diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual, pemanfaatan berbagai sumber dan alat bantu belajar.

b. Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran mengikuti pendekatan sistem artinya komponen saling terkait. Setiap komponen dapat dikembangkan menjadi subkomponen sehingga perencanaan pembelajaran sering bervariasi. Rambu-rambu pengembangan komponen perencanaan pembelajaran ini dapat diuraikan sebagi berikut:

1) Tujuan

(39)

mencapainya, tujuan yang diutamakan adalah kemampuan yang praktis dan fungsional, tujuan sesuai dengan usia kronologis siswa, dan tujuan dirumuskan dengan kata-kata operasional (penggambaran perilaku yang diinginkan dengan berbagai kondisinya).

2) Materi

Pokok materi yang diajarkan dapat diambil dari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Pedoman untuk mengembangkan materi yakni materi yang disajikan harus mendukung ketercapaian tujuan khusus yang telah ditetapkan, materi harus berada dalam batas-batas kemampuan siswa, materi bermanfaat bagi kehidupan siswa, dan materi disusun dari yang mudah ke yang sukar, yang sederhana menjadi kompleks, dan dari yang konkret menjadi abstrak.

3) Metode

Pengembangan dan pemilihan metode pembelajaran harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, kemampuan dan karaktersitik siswa serta usia kronologisnya.

4) Penilaian

(40)

dengan kemampuan yang hendak dinilai, misalnya: kemampuan melakukan sesuatu diukur dengan tes perbuatan, kemampuan belajar dinilai dari hasil pembelajaran secara langsung dan hasil pembelajaran yang akan terbentuk dalam jangka panjang.

c. Rencana Pendidikan Individual

Rencana pendidikan individual (RPI) disusun bagi anak berkelainan khususnya anak tunagrahita karena setiap siswa mempunyai kebutuhan pendidikan yang berbeda secara individual. Pengembangan pengajaran individual bagi anak tunagrahita mampu didik dirancang berdasarkan hasil asesmen setiap anak. Secara garis besar RPI meliputi: gambaran tingkat kemampuan anak, tujuan umum dan khusus, rincian layanan pendidikan khusus, tanggal dimulainya program termasuk waktu selesai dan evaluasi, serta kriteria menentukan ketercapaian setiap tujuan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

(41)

sehat, strukturisasi yang seimbang, dan lingkungan belajar berpusat pada siswa atau siswa melakukan perubahan yang diharapkan. Mumpuniarti (2007: 46) mengatakan bahwa pelaksananaan pembelajaran menjadi efektif dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pengkondisian Sebelum Mengajar

Pengkondisian sebelum mengajar dilakukan guru supaya proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan nyaman. Pengkondisian ini terkait dengan tempat, tata ruang, tempat penyimpanan alat-alat belajar, sirkulasi udara, pengaturan tempat duduk siswa memungkinkan guru mencegah perilaku menyimpang yang dilakukan siswa. Selanjutnya adalah menentukan hubungan personal siswa dengan orang tua, guru, dan teman sebaya dapat mempengaruhi dinamika proses pembelajaran. Selain itu, guru juga perlu mengatur komponen terkait dengan proses pembelajaran yang meliputi prosedur mengajar, pengelompokan kegiatan, cara perekaman peristiwa belajar, mengelola tingkah laku siswa dan mengelola waktu serta persiapan materi yang akan diajarkan agar sesuai dengan perencanaan program pembelajaran yang telah disepakati.

b. Pengkondisian saat Berlangsungnya Proses Mengajar

(42)

dimaksudkan agar siswa memperoleh kecakapan, dengan tahapan sebagai berikut:

1) Tahap perolehan

Pada tahap ini guru memberikan pengajaran secara langsung, dilanjutkan dengan praktik dan contoh. Tujuan pengajaran adalah ketepatan respon dalam proses memperoleh sesuatu yang belum diketahui.

2) Tahap ulangan

Pada saat ini siswa kadang-kadang merespon secara benar yang menunjukkan pengetahuan telah terbentuk secara benar, tetapi kadang juga merespon secara tidak benar. Pada tahap ini guru memperkuat respon yang benar dengan proses pengulangan untuk masuk level perolehan pengetahuan dengan benar.

3) Tahap kecakapan

Pada tahap ini siswa telah merespon pengetahuan yang diberikan dengan benar tetapi masih kurang lancar. Seorang guru diharapkan mampu membentuk keterampilan dengan baik sehingga dapat digunakan untuk pembentukan pengetahuan lainnya dan tidak terganggu oleh keterampilan siswa yang masih lambat.

4) Tahap mempertahankan

(43)

periodik melakukan evaluasi daya ingat dan melakukan pembelajaran ulang apabila diperlukan untuk memelihara keterampilan yang telah dimiliki.

5) Tahap perluasan

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengalihkan keterampilan pada situasi yang baru. Guru menyediakan pengejaran secara langsung dengan cara yang berbeda apabila siswa gagal mengeneralisasikannya. Tujuannya adalah menerampilkan siswa dengan berbagai situasi , tingkah laku, dan waktu.

6) Tahap penyesuaian

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilan dalam situasi yang baru untuk memperluas pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

Tahapan-tahapan diatas mendorong siswa dalam belajar dan menjadi pembelajar mandiri yang ditunjukkan lewat kemampuan memantau tingkah lakunya sendiri dalam penggunaan jam belajar yang telah ditentukan secara mandiri.

c. Tindak Lanjut Sesudah Mengajar

(44)

kesulitan menentukan kelanjutan pembelajaran bagi siswa tertentu, evaluasi, keperluan pengelompokan siswa sesuai dengan karakteristik tertentu. Selanjutnya, hasil dari pembelajaran dikomunikasikan kepada orang tua agar menindaklanjuti pembelajarannya di rumah.

3. Evaluasi Pembelajaran

Proses evaluasi diawali dengan melakukan asesmen matematika terlebih dahulu yang merupakan suatu proses mengenal tahapan materi yang sudah dicapai oleh siswa dan penentuan tahapan materi berikutnya dengan mengumpulkan informasi tentang kondisi dan kemampuan level seseorang dalam jenjang materi matematika yang perlu dipelajari pada pembelajaran selanjutnya. Asesmen ini bisa dilakukan dengan cara wawancara untuk mendapatkan keterangan sebagai dasar untuk menentukan materi matematika yang akan diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya dan tes yang dibuat guru untuk menentukan tingkat pemahaman siswa termasuk kelemahan dan kelebihan siswa dalam bidang tertentu (Mumpuniarti, 2007:119).

(45)

Pada saat observasi guru harus dapat merekam kesulitan anak, tindakan yang akan dilakukan untuk membantu kesulitan tersebut, bagaimana motivasi belajar saat itu, hambatan yang muncul saat berlangsungnya proses pembelajaran, dan suasana kelas saat pembelajaran. Semua hal diatas merupakan bentuk evaluasi sekaligus asesmen untuk menentukan pembelajaran selanjutnya. Untuk memudahkan observasi pencapaian belajar siswa guru menyediakan format evaluasi (Endang Rochyadi, 2005: 234)

E. Teori Belajar untuk Anak Tunagrahita

Menurut Mumpuniarti ada beberapa teori belajar yang cocok bagi anak tunagrahita, yaitu:

1. Teori Belajar Skinner

Menurut Skinner belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati dalam kondisi yang dikontrol dengan baik. Teori yang diperkenalkan Skinner yakni teori Operant Skinner. Dalam teori ini, Skinner menyebutkan bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus yang ditanggapi dengan tingkah laku atau respon. Aplikasi praktis teori Skinner dalam pembelajaran yaitu peranan utama guru yakni menciptakan kondisi dimana hanya perilaku yang diinginkan saja diberi penguatan (Mumpuniarti, 2007:40).

(46)

a. Tujuan yang disusun secara bertahap dari yang sederhana ke kompleks dan jelas tingkah laku yang akan dicapai siswa.

b. Memberi dukungan kepada setiap individu sesuai dengan kesanggupannya.

c. Melakukan penilaian untuk melihat dan menetapkan tingkat kemajuan yang telah dicapai.

d. Prosedur pembelajaran dimodifikasi atas dasar evaluasi dan tingkat ketercapaian siswa.

e. Prinsip belajar tuntas digunakan dengan harapan penguasaan belajar siswa dapat sesuai dengan yang direncanakan.

f. Program remedial

g. Peranan guru diarahkan sebagai pembentuk tingkah laku siswa. 2. Teori Belajar Gagne

(47)

3. Teori Belajar Piaget

Teori belajar Piaget memfokuskan pada pengetahuan yang dibentuk lewat interaksi terus-menerus dengan lingkungannya oleh seorang individu. Kegiatan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar Piaget mementingkan keterlibatan anak didik secara aktif selama berlangsungnya proses pembelajaran. Perkembangan kognitif yang dikembangkan lewat interaksi dengan lingkungan meliputi pengetahuan fisik, logika-matematik, dan sosial. Langkah pembelajaran menurut Piaget dalam buku Mumpuniarti(2007:42), yakni:

a. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak didik.

b. Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas sesuai dengan topik yang telah ditentukan.

c. Guru mengemukakan proses pemecahan masalah dengan pertanyaan untuk mengundang pertanyaan spontan dari anak didik.

d. Memperhatikan keberhasilan dari proses pembelajaran dengan cara melakukan penilaian.

4. Teori Belajar Rogers

(48)

Maka seorang guru diharapkan mampu menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa yang memungkinkan anak didiknya dapat belajar dengan baik (Mumpuniarti, 2007:45).

F. Aktivitas Belajar

Kehidupan manusia tidak lepas dari aktivitas belajar, baik aktivitas yang dilakukan sendiri maupun aktivitas dalam kelompok. Disadari atau tidak disadari, sesungguhnya sebagian besar kegiatan manusia merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar tidak dibatasi oleh usia, tempat maupun waktu karena suatu perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar tidak pernah berhenti (Aunrrahman, 2011).

(49)

Menurut Wragg (1994) (dalam Aunurrahman, 2011) menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar yang disimpulkan dari sejumlah pandangan dan definisi belajar yaitu:

1. Belajar menunjukkan suatu aktivitas dalam diri seseorang baik disadari atau disengaja.

2. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. 3. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

Aunurrahman (2011) memaparkan lebih lanjut bahwa aktivitas belajar siswa dapat dilihat dari keaktifan siswa saat belajar ditandai dengan keterlibatan siswa secara optimal dalam pembelajaran misalnya:

1. Aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya sebagai pendengar yang baik tetapi memperhatikan penjelasan dari guru, mencatat, mengerjakan tugasnya dengan baik.

2. Terlibat dalam pemecahan masalah saat berlangsungnya proses pembelajaran, misalnya siswa ikut aktif dalam menyelesaikan masalah/ soal yang sedang dibahas dalam kelas.

3. Berani bertanya jika kurang/tidak memahami persoalan yang dihadapinya baik kepada guru maupun kepada siswa yang lain.

4. Berusaha mencari informasi dengan membaca buku yang bisa digunakannya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya

(50)

6. Menilai kemampuan dan hasil yang diperolehnya dalam belajar dengan mencoba menyelesaikan soal setelah guru menerangkan materi.

7. Mampu menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya dengan mengerjakan LKS. Aktivitas belajar ini didukung dengan teori belajar yang telah dipaparkan sebelumnya secara tidak langsung mengatakan bahwa aktivitas belajar harus terjadi dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan sebelumnya. Hal ini sangat tergantung dari bagaimana guru mewujudkan terjadinya aktivitas belajar saat berlangsungnya pembelajaran.

G. Pendekatan Pembelajaran Bagi Tunagrahita Mampu Didik

Dalam pendekatan pembelajaran bagi tunagrahita mampu didik diperlukan berbagai pertimbangan atas dasar karakteristik masing-masing anak, sifat-sifat program pembelajaran yang diberikan, keefektifan program pembelajaran, dan prinsip khusus yang fungsional (Mumpuniarti, 2007:53).

Adapun prinsip khusus yang dimaksud yakni: 1. Prinsip Pendidikan Berbasis Individu

(51)

menyusun program hendaknya direncanakan bersama orang tua atas dasar kebutuhan yang dirasakan orang tua sebagai problem sehingga prinsip dapat terwujud.

2. Analisis Penerapan Tingkah Laku

Setiap tema kegiatan harus diurai menjadi langkah-langkah, sehingga diperlukan target bimbingan yang diurai menjadi beberapa tahapan. Jika ada target yang tidak tercapai oleh anak dalam waktu yang telah ditentukan maka perlu dianalisis kembali untuk menjadi tahapan yang lebih rinci/pendek.

3. Relevan dengan Hidup Sehari-hari

Menurut pernyataan Hawkins & Hawkins (Snell, 1983: 78) bahwa sekolah bertanggung jawab untuk memberikan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk optimalisasi kemandirian mereka. Perbedaan budaya dan kondisi keluarga seringkali menyebabkan suatu keterampilan relevan bagi anak yang satu tetapi belum tentu relevan dengan anak yang lainnya. Jadi, orangtua perlu dilibatkan dalam menyusun program kegiatan yang sesuai dengan kondisi dan kebiasaan dalam keluarga.

4. Menjalin Interaksi secara Terus-menerus dengan Keluarga

(52)

5. Prinsip Decelerating Behavior/ Prinsip Memperlambat Perilaku

Menurut Suheri (2005), prinsip ini dimaksudkan untuk mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki. Adapun cara yang digunakan yakni dengan menjauhkan situasi pembangkit, menghukum, pembiasan tingkah laku kebalikannya, dan memberikan sambutan.

6. Prinsip Accelerating Behavior/ Prinsip Mempercepat Perilaku

Prinsip ini digunakan untuk membangun kebiasaan dan kemampuan. Khususnya untuk membangun kemampuan yang kompleks diperlukan analisis tugas untuk melihat letak kesulitan dalam rangka intervensi (upaya mengubah perilaku).

H. Dasar-Dasar Pembelajaran Matematika Bagi Tunagrahita Mampu Didik Pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik menurut Wehman & Laughlin (dalam Mumpuniarti, 2007) meliputi:

1. Menghitung yakni berhubungan dengan kuantitas dan keanekaragaman pengoperasian.

2. Pembelajaran bilangan yakni belajar memberi label untuk menandakan susunan elemen-elemen seperti untuk angka kardinal (satu, dua, tiga buku), angka ordinal (kesatu, kedua, ketiga).

(53)

4. Hubungan melibatkan tentang suatu susunan. Keterampilan ini termasuk konsep sama dan ketaksamaan, penempatan (di tengah, di belakang, di muka). Pembelajaran ini dapat diberikan dengan bantuan benda konkrit. 5. Pengukuran, termasuk penggunaan bilangan untuk mendeskripsikan objek

dan hubungan tentang waktu, uang , berat, dll.

6. Pengoperasian bilangan, berkaitan dengan keterampilan berhitung termasuk penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

7. Pengoperasian bilangan rasional, termasuk perluasan dari keterampilan pengoperasian dengan pecahan.

8. Pemecahan masalah, berkaitan dengan keterampilan menggunakan proses berhitung untuk menjelaskan hal yang belum diketahui berhubungan dengan hidup sehari-hari.

Kedelapan bidang hitungan ini diberikan kepada anak tunagrahita dengan mempertimbangkan taraf perkembangan kemampuan yang telah mereka capai (Mumpuniarti, 2007:121).

I. Kesalahan

(54)

Kesulitan ini menyebabkan siswa cenderung menghafal rumus daripada memahami konsep-konsep dalam matematika (Marpaung, 1999). Rendahnya pemahaman pelajaran matematika dapat dilihat dari rendahnya hasil yang dicapai siswa jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Salah satu cara untuk mengetahui kesulitan tersebut yakni dengan menganalisis kesalahan yang terjadi saat siswa menyelesaikan soal-soal matematika. Dengan mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa membantu seorang guru untuk memberi bantuan bagi siswa yang bersangkutan. Jenis kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang dibuat oleh anak tunagrahita mampu didik dalam mengerjakan soal-soal matematika. Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis kesalahan menurut berbagai sumber, yaitu:

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesalahan adalah perihal salah, kekeliruan, kealpaan, sehingga jika kesalahan itu dihubungkan dengan objek dasar matematika menurut Soedjadi (2000: 13), kesalahan yang dimaksud yaitu:

a. Kesalahan fakta adalah kekeliruan dalam menuliskan simbol-simbol matematika. Contoh: kesalahan dalam mengubah permasalahan kedalam bentuk model matematika, kesalahan dalam menginterpretasikan hasil yang didapatkan dan kesalahan dalam menuliskan simbol-simbol matematika.

(55)

matematika dapat berupa definisi. Contoh: kesalahan dalam menggolongkan suatu relasi, apakah merupakan suatu fungsi atau tidak.

c. Kesalahan operasi adalah kekeliruan dalam berhitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika yang lain. Contoh: kesalahan dalam menjumlahkan, mengurangkan, dan kesalahan dalam operasi matematika lainnya.

d. Kesalahan prinsip adalah kekeliruan dalam mengaitkan beberapa fakta atau beberapa konsep. Contoh: kesalahan dalam menggunakan rumus ataupun teorema serta kesalahan dalam menggunakan prinsip-prinsip sebelumnya.

2. Menurut Lerner (dalam Abdurahman, 2009: 262) berbagai kesalahan yang umum dilakukan siswa berkesulitan belajar dalam mengerjakan soal matematika yaitu:

a. Kekurangpahaman tentang simbol

Umumnya siswa tidak terlalu melakukan kesalahan jika kepada mereka disajikan soal seperti 4 + 3 = …, atau 8 –5 = …, tetapi banyak melakukan kesalahan ketika dihadapkan pada soal seperti 4 + … = 7, … - 4 = 7. Hal ini terjadi karena anak tidak memahami simbol-simbol sama dengan (=), tidak sama dengan (≠), tambah (+), kurang (-), lebih

(56)

b. Nilai tempat

Kurangnya pemahaman siswa tentang nilai tempat semakin membuat mereka kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika apalagi jika dihadapkan pada lambang bilangan basis buka sepuluh. Oleh karena itu, siswa tidak cukup diajak memahami tentang nilai tempat tetapi juga harus diberi latihan yang cukup.

c. Penggunaan proses yang keliru

Kekeliruan yang sering dilakukan siswa dalam proses perhitungan dapat dilihat pada contoh di bawah ini:

1) Mempertukarkan simbol-simbol 6 17

3 x 2 _ 9 19

2) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan tanpa memperhatikan nilai tempat

83 66

67 + 29 +

1410 815

3) Semua digit ditambahkan bersama dan tidak memperhatikan nilai tempat

67 58

31 + 12 +

17 16

Anak menghitung : 6 + 7 + 3 + 1 = 17 5 + 8 + 1 + 2 = 16

(57)

21 37

476 753

851 + 693 +

148 1113

5) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan

68 73

8 + 9 + 166 172

6) Bilangan besar dikurangi bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat

627 761

486 _ 489 _

261 328

7) Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap

532 423

147 _ 366 _

495 167

d. Perhitungan

Siswa yang tidak memahami konsep perkalian tetapi hanya mencoba menghafal perkalian tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan jika hafalannya salah. Jika siswa sudah memahami konsep perkalian maka daftar perkalian dapat membantu mereka untuk memperbaiki kekeliruannya.

e. Tulisan yang tidak dapat dibaca

(58)

3. Rosita (dalam Rifai, 2012) mengemukakan bahwa jenis-jenis kesalahan umum yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika antara lain:

a. Kesalahan konsep

Kesalahan konsep adalah kesalahan memahami gagasan abstrak. Konsep dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang mengakibatkan seseorang dapat mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian-kejadian dan menentukan apakah objek atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tesebut. Herman Hudoyo dalam Rifai, (2012) menyatakan bahwa belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat dari benda-benda atau peristiwa dan mengelompokkannya dalam satu jenis. Kesalahan konsep dalam matematika mengakibatkan lemahnya penguasaan materi secara utuh dalam matematika. Prinsip dalam matematika yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berbagai dalil, hukum, dan aturan atau rumus-rumus yang berlaku dalam mencari penyelesaian soal-soal metematika.

b. Kesalahan menggunakan data

(59)

c. Kesalahan interpretasi bahasa

Kesalahan interpretasi bahasa adalah kesalahan mengubah informasi ungkapan matematika atau kesalahan dalam memberi makna suatu ungkapan matematika. Bahasa matematika merupakan bahasa simbol sehingga pemahaman terhadap simbol-simbol tersebut merupakan prasyarat utama untuk dapat memahami matematika. Persoalan matematika biasanya disajikan dalam bentuk diagram, tabel, soal cerita, dan sebagainya dan menjadi jelas apabila dapat diinterpretasikan dengan benar. Untuk menyelesaikan persoalan matematika yang berbentuk soal cerita maka terlebih dahulu harus mengubah soal cerita yang menggunakan bahasa sehari-hari menjadi kalimat matematika. Jika salah dalam mengartikan maka tidak mungkin memberi solusi yang tepat.

d. Kesalahan teknis

(60)

salah. Jadi, dalam menyelesaikan soal matematika sangat diperlukan adanya kemampuan teknis yang baik.

e. Kesalahan penarikan kesimpulan

Kesalahan dalam penarikan kesimpulan yang dlakukan oleh siswa dapat berupa penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar atau melakukan penyimpulan pernyataan yang tidak sesuai dengan penalaran logis.

Dari pemaparan jenis-jenis kesalahan diatas maka untuk menganalisis kesalahan yang dilakukan anak tunagrahita mampu didik dalam menyelesaikan soal matematika penulis akan menggunakan jenis kesalahan menurut Lerner karena jenis kesalahan yang dipaparkan oleh Lerner diperuntukkan bagi anak yang mengalami kesulitan belajar. Akan tetapi, penulis juga akan menganalisis kesalahan yang dilakukan siswa menurut sumber yang lain yaitu Soedjadi dan Rosita jika hal itu diperlukan.

J. Diagnosa Kesalahan

(61)

mendiagnosis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Menurut Soleh (1998), faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan yang dilakukan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Siswa tidak menangkap konsep matematika dengan benar. Siswa belum sampai ke proses abstraksi, masih dalam dunia kongkrit. Siswa baru sampai ke permasalahan instrumen, yang hanya tahu contoh-contoh tetapi tidak dapat mendeskripsikannya. Siswa belum sampai ke pemahaman relasi, yang dapat menjelaskan hubungan antar konsep-konsep lain yang diturunkan dari konsep terdahulu yang belum dipahaminya. 2. Siswa tidak dapat mengangkap arti dari lambang-lambang. Siswa hanya

dapat melukiskan atau mengucapkan, tanpa dapat menggunakannya. Akibatnya, semua kalimat matematika menjadi tidak berarti baginya, sehingga siswa memanipulasi sendiri lambang-lambang tersebut.

3. Siswa tidak dapat memahami asal usul suatu prinsip. Siswa tahu apa rumusnya dan bagaimana menggunakannya, tetapi tidak tahu mengapa rumus itu digunakan. Akibatnya, siswa tidak tahu di mana atau dalam konteks apa prinsip itu digunakan.

4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur. Ketidaklancaran menggunakan operasi dan prosedur terdahulu mempengaruhi pemahaman prosedur selanjutnya.

(62)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang sering dilakukan siswa ketika menyelesaikan soal matematika adalah salah dalam pemahaman konsep, kesalahan dalam penggunaan operasi hitung, prosedur penyelesaian yang tidak sempurna, serta mengerjakan dengan tidak sungguh-sungguh.

K. Kerangka Berpikir

Anak tunagrahita mampu didik adalah anak yang mengalami keterbatasan dalam bidang intelektual dan sosial, memiliki daya abstraksi yang rendah sehingga mengalami kesulitan dalam menerima pembelajaran yang bersifat abstrak seperti matematika. Agar anak tunagrahita mampu didik dapat menerima pelajaran matematika dengan maksimal maka seorang guru diharapkan mampu memodifikasi pembelajaran matematika kearah konkrit sehingga lebih mudah dipahami siswa.

(63)
(64)

46 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, penulis ingin mendeskripsikan tentang pelaksanaan proses pembelajaran matematika, aktivitas belajar siswa, dan kesalahan siswa menyelesaikan soal matematika. Terkait dengan judul penelitian ini maka penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif. Menurut Arief Furchan (1982: 415) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan tanpa ada perlakukan yang diberikan. Metode ini dipilih karena penulis melihat bahwa metode inilah paling tepat untuk menganalisis proses pembelajaran matematika sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini.

B. Subjek dan Objek Penelitian

(65)

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SLB Yapenas, Jln. Sepakbola Nglaren Condongcatur, Depok Sleman Yogyakarta, yang merupakan salah satu sekolah khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Adapun alasan peneliti memilih sekolah ini yakni karena lokasi sekolah SLB Yapenas mudah dijangkau dan merupakan sekolah berkebutuhan khusus yang menangani anak tunagrahita mampu didik.

Penelitian ini sudah dilaksanakan pertengahan semester mulai bulan September - Oktober 2014.

D. Bentuk Data

Terdapat empat macam data kualitatif yang akan dikumpulkan dan diolah oleh peneliti dalam penelitian ini. Adapun bentuk data yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Data perencanaan pembelajaran matematika

Bentuk data perencanaan pembelajaran matematika ini adalah hasil wawancara dengan guru terkait perencanaan pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik yang bertujuan bagaimana proses perencaaan pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik. 2. Data pelaksanaan proses pembelajaran matematika

(66)

matematika di kelas yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran matematika untuk ABK tunagrahita mampu didik.

3. Data evaluasi pembelajaran matematika

Bentuk data evaluasi pembelajaran matematika ini adalah hasil wawancara dengan guru mengenai evaluasi pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik. 4. Data kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika

Bentuk data ini berupa jawaban siswa berdasarkan soal-soal yang diberikan guru selama proses pembelajaran dan soal dari peneliti untuk diselesaikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui letak kesalahan yang dilakukan oleh siswa dengan demikian dapat memberi bantuan bagi siswa yang bersangkutan.

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah utama dalam suatu penelitian. Pada tahap ini seorang peneliti harus mampu mengelola data yang didapat sehingga lengkap, benar, dan dapat dipercaya sesuai dengan tujuan penelitian, serta tidak direkayasa.

(67)

1. Observasi (Pengamatan)

Menurut Nasution (1988) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuans, sedangkan Marshall (1995) menyatakan bahwa melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut (Sugiyono, 2012:309). Dalam penelitian ini, metode observasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah dengan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap kondisi, situasi, proses, dan aktivitas guru/ siswa dalam proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan pada guru dan aktivitas siswa saat pelaksanaan pembelajaran matematika berlangsung di kelas untuk mengetahui penerapan proses pembelajaran matematika bagi anak tunagrahita mampu didik.

2. Wawancara

(68)

a. Wawancara dilakukan dengan guru untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam penyusunan program perencanaan pembelajaran yang akan diterapkan bagi anak tunagrahita mampu didik dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru untuk menentukan tindak lanjut pembelajaran.

b. Wawancara dengan anak tunagrahita mampu didik dilaksanakan setelah mengadakan tes. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui kesalahan yang terjadi saat mengerjakan soal tes matematika yang diberikan sehingga dapat ditentukan jenis dan penyebab kesalahan yang dilakukan.

3. Tes Diagnosa Kesalahan

Tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok (Suharsimi, 2010:193). Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk melihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa saat mengerjakan soal matematika.

Penyusunan instrumen berupa soal-soal penelitian tes kesalahan yang dilakukan siswa saat mengerjakan soal matematika dibuat melalui beberapa tahapan :

a. Memilih materi yang akan diujikan, yaitu materi yang telah dipelajari anak tunagrahita mampu didik.

(69)

c. Menentukan tipe soal yang akan diujikan kepada siswa. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tipe soal uraian.

d. Menentukan jumlah soal yang akan digunakan. Pada penelitian ini jumlah soal yang diujikan adalah 10 butir soal.

e. Menentukan batas waktu yang akan digunakan untuk mengerjakan soal tes.

4. Dokumentasi

Meleong dalam Herdiansyah (2010: 143) mengungkapkan bahwa dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membantu proses pengumpulan data dan sebagai bukti bahwa penelitian ini benar dilakukan.

F. Instrumen Penelitian

(70)

evaluasi pembelajaran matematika, dan soal diagnosa kesalahan yang akan diujikan kepada siswa.

Di bawah ini akan disajikan kisi-kisi dari setiap instrumen yang akan diteliti, yakni:

1. Kisi-kisi pedoman wawancara perencanaan program pembelajaran matematika

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik

Variabel Aspek Indikator No

Item

Jumlah Item

Proses pembelajaran

bagi anak tunagrahita mampu didik

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Proses Pelaksanaan Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik

Variabel Aspek Indikator No

Item

Jumlah Item

Proses pembelajaran

(71)

 Pengkondisian

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik

Variabel Indikator No Item

Jumlah Item

Aktivitas siswa dalam pembelajaran

 Kesiapan siswa untuk menerima

pelajaran

 Sikap siswa selama

berlangsungnya proses pembelajaran

 Konsentrasi siswa dalam

(72)

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Evaluasi Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik

Variabel Aspek Indikator No

Item

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada Anak Tunagrahita Mampu Didik

 Melakukan operasi pengurangan 2

 Melakukan operasi perkalian dengan

bersusun ke bawah

3

 Menyelesaikan operasi campuran

penjumlahan dan pengurangan.

4

 Melakukan operasi perkalian berkaitan

dengan sifat komutatif

5

 Melakukan operasi pembagian 6

 Memecahkan permasalahan sehari-hari

yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan.

(73)

Tabel 3.6 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Kesalahan Anak Tunagrahita Mampu Didik dalam Mengerjakan Soal Matematika

Variabel Aspek No

 Kekurangpahaman tentang simbol

dalam perhitungan matematika

 Nilai tempat dalam perhitungan

matematika

 Penggunaan proses yang keliru

 Tidak memahami konsep perhitungan

 Tulisan yang tidak bisa dibaca

1,2,

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis menurut Miles dan Huberman (1984) yang mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampa ituntas atau analisis data dilakukan selama pengumpulan data berlangsung. Jadi, pada saat melakukan wawancara sebenarnya seorang peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban dari informan (Sugiyono, 2012:334). Kegiatan analisis data meliputi tiga langkah, yaitu:

(74)

kelas dalam bentuk narasi tertulis yang dilengkapi dengan hasil pengamatan.

2. Kategorisasi data yakni gagasan abstrak mengenai makna yang terkandung dalam topik data.

Gambar

Tabel 4.11: Deskripsi Data Aktivitas Anak Tunagrahita
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Perencanaan Program Pembelajaran Matematika bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Aktivitas Belajar bagi Anak Tunagrahita Mampu Didik
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Soal Tes yang Akan Diujikan Kepada Anak Tunagrahita Mampu Didik
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Lembar pengamatan aktivitas guru yang digunakan untuk mengetahui aktivitas guru selama menggunakan model pembelajaran CTL (lampiran 6, halaman 93).. Membentuk dan

Hasil penelitian (1) Dinamika aktivitas belajar matematika siswa SLB dapat menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika yang ditinjau dari kemampuan

Analisis data tentang aktivitas guru dan siswa berdasarkan lembar pengamatan selama proses pembelajaran. Melalui lembar pengamatan ini, peneliti akan melihat

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pengamat yang berpedoman pada lembar pengamatan guru dan siswa yang dilakukan selama pembelajaran, terlihat aktivitas

- Lembar pengamatan aktivitas guru yang digunakan untuk mengetahui aktivitas guru selama menggunakan model pembelajaran CTL (lampiran 6, halaman 93).. Membentuk dan

Selanjutnya dari hasil refleksi pada pengamatan selama berlangsungnya siklus 2 diperoleh kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model pembelajaran

Lembar observasi terdiri dari lembar observasi anak dan lembar observasi guru kelas yang digunakan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, observasi terhadap

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Lembar pengamatan kegiatan guru dan Keterlaksanaan Pembelajaran. Pengamatan kegiatan guru dilakukan oleh