• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Jembatan

Menurut Struyk (1984), jembatan adalah suatu struktur yang memungkinkan route transportasi melintasi sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Perencanaan jembatan bervariasi tergantung pada fungsi, kondisi lingkungan, bahan material maupun dana yang tersedian untuk pembangunannya.

2.2 Pembebanan Jembatan

2.2.1 Kelompok Pembebanan dan Simbol untuk Beban

Menurut SNI 1725:2016 halaman 7 menyatakan bahwa beban permanen dan transien yang harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan adalah: Beban Permanen:

MS = beban mati komponen structural dan non structural jembatan MA = beban mati perkerasan dan utilitas

TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah

PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat perubahan statika yang terjadi pada konsruksi segmental

PR = prategang Beban Transien:

SH = gaya akibat susut/rangkak TB = gaya akibat rem

TR = gaya akibat sentrifugal

TC = gaya akibat tumbukan kendaraan TV = gaya akibat tumpukan kapal

EQ = gaya gempa

BF = gaya friksi TD = beban laju “D” TT = beban truk “T”

(2)

TP = beban pejalan kaki SE = beban akibat penurunan ET = gaya akibat temperatur

EUn = gaya akibat temperature seragam

EF = gaya apung

EWS = beban angin pada struktur

EWL = beban angin pada kendaraan

EU = beban arus dan hanyutan

Faktor beban untuk setiap beban untuk setiap kombinasi pembebanan harus diambil seperti yang ditentukan dalam Tabel 2.1. Kombinasi pembebanan yang dapat terjadi harus diinvestigasi dimana setiap beban yang diindikasikan untuk diperhitungkan dalam kombinasi pembebanan harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai. Hasil perkalian harus dijumlahkan sebagaimana ditentukan dan dikalikan dengan faktor pengubah (SNI 1725:2016).

Tabel 2.1 Kombinasi Beban Umum untuk Keadaan Batas Kelayanan dan Ultimit

Sumber: SNI1725:2016

2.2.2 Beban Permanen

Beban permanen merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada perhitungan ini, yang termasuk beban permanen antara lain:

(3)

Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati

Sumber: SNI1725:2016

2.2.2.1 Berat Sendiri (MS)

Menurut SNI 1725:2016 halaman 13, berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

Sumber: SNI1725:2016

2.2.2.2 Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)

Menurut SNI 1725:2016 halaman 14, beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam

1 Lapisan permukaan beraspal (bituminous wearing surfaces ) 22 2245

2 Besi tuang (cast iron ) 71 7240

3 Timbunan tanah dipadatkan (compacted sand, silt or clay ) 17,2 1755 4 Kerikil dipadatkan (rolled gravel, macadam or ballast ) 18,8-22,7 1920-2315

5 Beton aspal (asphalt concrete ) 22 2245

6 Beton ringan (low density ) 12,25-19,6 1250-2000

Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320

35 < f‘c <105 MPa 22 + 0,022 f’c 2240 + 2,29 f’c

8 Baja (steel ) 78,5 7850

9 Kayu (ringan) 7,8 800

10 Kayu keras (hard wood ) 11 1125

Berat Isi (kN/m3) Kerapatan Massa (kg/m3) 7 No. Bahan

Bahan Biasa Terkurangi

Baja 1 1,1 0,9

Aluminium 1 1,1 0,9

Beton pracetak 1 1,2 0,85

Beton dicor di tempat 1 1,3 0,75

Kayu 1 1,4 0,7

Tipe Beban

Faktor Beban (ɣMS)

Keadaan Batas Layan (ɣS

MS) Keadaan Batas Ultimit (ɣUMS)

(4)

hal tertentu, nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel 2.4 boleh digunakan dengan persetujuan instansi yang berwenang.

Tabel 2.4 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan

Sumber: SNI1725:2016

2.2.2.3 Beban akibat tekanan tanah (TA)

Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) harus diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan ataupun laboratorium. (SNI 1725:2016)

Tabel 2.5 Faktor Beban Akibat Tekanan Tanah

Sumber: SNI1725:2016

2.2.3 Beban Lalu Lintas

Menurut SNI 1725:2016 halaman 37, beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang ditempatkan pada

Keadaan Biasa Terkurangi

Umum 1(1) 2 0,7

Khusus (terawasi) 1 1,4 0,8

Tipe beban

Faktor beban (ɣMA)

Keadaan Batas Layan (ɣS

MA) Keadaan Batas Ultimit (ɣUMA)

Tetap

Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas

Tekanan tanah Biasa Terkurangi

Tekanan tanah vertical 1 1,25 0,8 Tekanan tanah lateral

- Aktif 1 1,25 0,8

- Pasif 1 1,4 0,7

- Diam 1

Catatan (1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada keadaan batas ultimit.

Tipe beban

Faktor beban (ɣTA)

Kondisi Batas Layan (ɣS

TA) Kondisi Batas Ultimit (ɣUTA)

Tetap

(5)

beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana. Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Dalam keadaan tertentu beban "D" yang nilainya telah diturunkan atau dinaikkan dapat digunakan.

2.2.3.1 Beban Lajur “D” (TD)

Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 2.1. Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”

Sumber: SNI1725:2016

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :

Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (2.1)

Jika L > 30m : q = 9,0 (0,5 +15

𝐿) kPa (2.2)

Keterangan:

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa) L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2.1 Beban Lajur ”D” (SNI 1725:2016) Keadaan Batas Layan (ɣS

TD) Keadaan Batas Ultimit (ɣUTD)

Beton 1 1,8

Boks Girder Baja 1 2

Tipe beban Jembatan Faktor beban (ɣTD)

(6)

Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya. (SNI 1725:2016)

2.2.3.2 Beban Truk “T”

Menurut SNI 1725:2016 halaman 40, selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk "T". Beban truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Adapun faktor beban untuk beban “T” seperti terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Faktor Beban untuk Beban “T”

Sumber: SNI1725:2016

Pembebanan truk "T" terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam Gambar 2.2. Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Keadaan Batas Layan (ɣS

TT) Keadaan Batas Ultimit (ɣUTT)

Beton 1 1,8

Boks Girder Baja 1 2

Tipe beban Faktor beban

Transien

(7)

Gambar 2.2 Pembebanan Truk “T” (500 kN) (SNI 1725:2016)

2.2.3.3 Gaya Rem (TB)

Gaya rem harus diambil yang terbesar 25% dari berat gandar truk desain atau 5 % dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR. Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan. Untuk jembatan yang akan dirubah menjadi satu arah, maka semua lajur rencana harus dibebani secara simultan pada saat menghitung besarnya gaya rem.

2.2.3.4 Faktor beban dinamis

Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak dan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan, biasanya antara 2 Hz sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.

Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan dengan dikali FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan

(8)

dalam fraksi dari beban statis. FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.

Gambar 2.3 Faktor Beban Dinamis untuk Beban T untuk Pembebanan Lajur “D” (SNI 1725:2016)

2.2.4 Aksi Lingkungan 2.2.4.1 Beban Angin

Menurut SNI 1725:2016 halaman 55, tekanan angin horisontal diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126

km/jam. Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana VDZ, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉0 ( 𝑉10 𝑉𝐵) 𝐼𝑛 ( 𝑍 𝑍0) (2.3) Keterangan :

VDZ adalah kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)

V10 adalah kecepatan angin pada elevasi 10000 mm di atas permukaan tanah

atau di atas permukaan air rencana (km/jam)

VB adalah kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi

(9)

Z adalah elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)

Vo adalah kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik

meteorologi, sebagaimana ditentukan dalam Tabel 28, untuk berbagai macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)

Zo adalah panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik

meteorologi, ditentukan pada Tabel 28 (mm)

Tabel 2.8 Nilai V0 dan Z0 untuk Berbagai Variasi Kondisi Permukaan Hulu

Sumber: SNI1725:2016

2.2.4.2 Pengaruh gempa

Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut :

𝐸𝑄 = 𝐶𝑠𝑚

𝑅𝑑 x 𝑊𝑡 (2.4)

Keterangan:

EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN) Csm adalah koefisien respons gempa elastis Rd adalah faktor modifikasi respons

Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)

Koefisien respons gempa elastis:

a. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, koefisien respons gempaelastik (Csm)

didapatkan dari persamaan:

Csm = (𝑆𝐷𝑆− 𝐴𝑆) 𝑇

𝑇0+ 𝐴𝑆 (2.5)

Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota

V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3

(10)

b. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau

sama dengan Ts, respons spectra percepatan, Csm sama dengan SDS.

c. Untuk periode lebih besar dari Ts, koefisien respons gempa elastic Csm didapatkan dari persamaan:

Csm = 𝑆𝐷1

𝑇 (2.6)

Tabel 2.9 Faktor Modifikasi Respon (R) untuk Bangunan Bawah

Bangunan Bawah Kategori Kepentingan

Sangat Penting Penting Lainnya

Pilar tipe dinding 1,5 1.5 2

Tipe/kolom beton bertulang

Tiang vertikal 1,5 2 3

Tiang miring 1,5 1,5 2

Kolom tunggal 1,5 2 3

Tiang baja dan komposit

Tiang vertikal 1,5 3,5 5

Tiang miring 1,5 2 3

Kolom majemuk 1,5 3,5 5

Sumber: RSNI12833:2013

Tabel 2.10 Faktor Modifikasi Respon (R) untuk Hubungan antar Elemen Struktur

Sumber: RSNI12833:2013

2.3 Kepala Jembatan (Abutment)

Menurut Sosrodarsono & Nakazawa (2000), kepala jembatan (abutment) adalah suatu bangunan yang merupakan beban (beban mati dan beban hidup) dari bangunan atas dan tekanan tanah ke tanah pondasi.

Adapun fungsi kepala jembatan (abutment) ini antara lain: • Sebagai peerletakan balok jembatan (beam).

• Sebagai perletakan plat injak. • Sebagai bangunan atas ke pondasi. • Sebagai penahan tekanan tanah aktif.

Hubungan Elemen Struktur Semua Kategori Kepentingan Bangunan atas dengan kepala jembatan 0,8

Sambungan muai (dilatasi) pada bangunan atas 0,8 Kolom, pilar, atau tiang dengan bangunan atas 1

(11)

Gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala jembatan (abutment) seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Gaya Luar yang Bekerja pada Kepala Jembatan (Abutment)

2.3.1 Perencanaan Kepala Jembatan (Abutment)

Perencanaan kepala jembatan (Abutment) secara praktis dapat dibuat seperti perencanaan tembok penahan tanah, dengan memperhitungkan beban kerja dari bangunan struktur atas (Sosrodarsono & Nakazawa, 2000:309).

2.3.1.1 Perancangan Struktural dan Bentuk Dinding Penahan

Pada umumnya dimensi dinding penahan ditentukan dengan cara coba-coba. Beberapa percobaan hitungan tersebut akan menghasilkan bentuk yang dianggap paling cocok dan memenuhi syarat kestabilannya.

Estimasi dimensi dinding grafitasi, dinding kantilever dan dinding counterfort berdasarkan pengalaman diperlihatkan pada Gambar 2.7. Dimensi-dimensi yang tercantum dalam gambar tersebut hanya sebagai petunjuk awal untuk langkah perencanaan.

(12)

Gambar 2.5 Estimasi Awal Dimensi Dinding Penahan

Dinding grafitasi (Gambar 2.7a). bentuk dinding penahan harus sedemikian hingga resultan gaya-gaya terletak pada bagian tengah sejarak sepertiga lebar e < B/6 (e=eksentrisitas dihitung dari pusat fondasi). Tebal puncak dinding penahan dibuat antara 0.30 – (H/12) meter.

Dinding kantilever (Gambar 2.7b). dimensi pelat dasar dinding kantilever dibuat sedemikian hingga eksentrisasi resultan beban terletak pada e < (B/6). Jika resultan beban jatuh diluar daerah tersebut, tekanan fondasi menjadi terlu besar dan hanya sebagian luasan fondasi yang mendukung beban. Tebal puncak dinding minimum kira-kira 0,20 m. Hal ini, kecuali untuk memudahkan pengecoran beton, juga keperluan untuk keperluan keindahan.

Dinding counterfort (Gambar 2.7c). dinding counterfort uumunya digunakan jika tinggi dinding penahan (H) lebih besar dari 6 m. Jarak counterfort

(13)

ditentukan dengan cara coba-coba dan yang paling ekonomis berkisar antara 0,4-0,7 H. Tebal puncak dinding dapat dibuat sekitar 0,20-0,30 m (Hardiyatmo, 2014:495).

Apabila ketentuan dimensi-dimensi di atas tidak memenuhi untuk dikontrol terhadap stabilitasnya, maka dimensi-dimensi tersebut bisa diperhitungkan kembali dengan memperbesar dimensinya.

2.3.1.2 Gaya-gaya Horisontal Tanah

➢ Gaya akibat tekanan tanah aktif: 𝐾𝑎 = 𝑡𝑔𝟐(45° −𝜑

2) (2.7)

𝑃𝑎1 = 𝐾𝑎. 𝑞. ℎ. 𝑏 (2.8)

𝑃𝑎2 = ½. 𝐾𝑎. 𝑞. ℎ. 𝑏 (2.9)

➢ Gaya akibat tekanan tanah pasif: 𝐾𝑝 = 𝑡𝑔𝟐(45° −𝜑

2) (2.10)

𝑃𝑝 = ½. 𝐾𝑝. 𝛾. ℎ2. 𝑏 (2.11)

Keterangan:

𝐾𝑎 = Koefisien tekanan tanah aktif 𝐾𝑝 = Koefisien tekanan tanah pasif 𝑃𝑎 = Tekanan tanah aktif (ton) 𝑃𝑝 = Tekanan tanah pasif (ton) 𝜑 = Sudut geser tanah (°) 𝑞 = Beban terbagi rata (t/m2)

𝛾 = Berat volume tanah (t/m3)

ℎ = Tinggi tekanan tanah (m) 𝑏 = Lebar dasar tanah (m)

2.3.1.3 Tekanan Lateral Akibat Gempa

Menurut RSNI 2833:2013, tekanan tanah lateral akibat pengaruh gempa dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Mononobe dan Okabe. Rumus gaya tekan tanah akibat pengaruh gempa (EAE)

adalah sebagai berikut:

𝐸𝐴𝐸 = 1 2. 𝛾. 𝐻

2. (1 − 𝑘𝑣). 𝐾

(14)

Dengan nilai koefisien tekanan tanah aktif seismic (KAE) adalah sebagai berikut: 𝐾𝐴𝐸 = 𝐶𝑜𝑠2(∅−𝜃−𝛽) 𝐶𝑜𝑠𝜃 𝑥 𝑐𝑜𝑠2𝛽 𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝛿+𝜃+𝛽)𝑥 (1 + √ sin(𝛿+∅) 𝑥 𝑠𝑖𝑛(∅−𝜃−𝑖) cos(𝛿+𝜃+𝛽) 𝑥 𝑐𝑜𝑠(𝑖−𝛽)) −2 (2.13) Keterangan:

φ = Sudut geser internal tanah (°) Kh = Koefisien percepatan horizontal

Kv = Koefisien percepatan vertical (umumnya diambil 0)

θ = Arc tan 𝐾ℎ

(1−𝐾𝑣) (°)

δ = Sudut geser diantara tanah dan kepala jembatan (°) i = Sudut kemiringan timbunan (°)

β = Kemiringan dinding kepala jembatan terhadap bidang vertical (°) H = Tinggi tanah (m)

γ = Berat jenis tanah (t/m3)

2.3.1.4 Kontrol Stabilitas Abutment

➢ Stabilitas terhadap geser:

Faktor aman abutment akibat terhadap pergeseran (Fgs), dirumuskan sebagai berikut:

𝐹𝑔𝑠 =𝑡𝑔𝜑.𝛴𝑉+𝐶.𝐴

𝛴𝐻 ≥ 𝐹𝐾 (2.14)

➢ Stabilitas terhadap guling:

Faktor aman abutment akibat terhadap penggulingan (Fgl), dirumuskan sebagai berikut:

𝐹𝑔𝑙 =𝑀𝑇

𝑀𝐺≥ 𝐹𝐾 (2.15)

➢ Stabilitas terhadap eksentrisitas: 𝑒 =𝐵 2− 𝛴𝑀𝑥−𝛴𝑀𝑦 𝛴𝑉 < 𝐵 6 (2.16)

➢ Stabilitas terhadap daya dukung tanah dasar abutment:

𝜎𝑚𝑎𝑥 = 𝛴𝑉

𝐵.𝐿− (1 ± 6.𝑒

𝐵) (2.17)

σmaks ≤ Qijin (OK) σmin ≤ Qijin (OK)

(15)

Keterangan:

FK = Faktor keamanan: FK > 1,5 (normal) dan FK > 1,2 (gempa) φ = Sudut geser internal tanah (°)

ΣV = Gaya vertical (ton) ΣH = Gaya Horizontal (ton) C = Kohesifitas (t/m2)

A = Luas penampang dasar abutment (m2)

MT = Momen tahanan (t/m) MG = Momen guling (t/m) ΣMx = Momen arah x (t/m) ΣMy = Momen arah y (t/m) B = Lebar dasar abutment (m) L = Panjang dasar abutment (m) e = Eksentrisitas (m)

Daya dukung tanah dasar pondasi berdasrkan rumus Terzaghi untuk pondasi memanjang dinyatakan oleh persamaan:

𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝐶. 𝑁𝑐 (1 + 0,3𝐵 𝐿) + 𝑃𝑜(𝑁𝑞 − 1) + 0,5. 𝛾 ′. 𝐵. 𝑁𝛾 (1 + 0,2𝐵 𝐿) (2.18) Keterangan: C = Kohesi tanah (kN/m2) Df = Kedalaman pondasi (m)

γ = Berat volume tanah (kN/m2)

B = Lebar pondasi (m)

Nc, Nq, Nγ =Koefisien kapasitas daya dukung Terzaghi (Gambar 2.7) 𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛 =𝑄𝑢𝑙𝑡

𝑆𝐹 (2.19)

Keterangan:

Qult = Daya dukung ultimate tanah pondasi, dan dihitung dengan persamaan 2.18 SF = Faktor keamanan, dan harga FS = 3

Nilai-nilai dari Nc, Nq, Nγ dalam bentuk grafik yang diberikan Terzaghi dapat dilihat pada Gambar 2.7

(16)

Gambar 2.6 Koefisien Kapasitas Daya Dukung

Nilai-nilai porositas, angka pori dan berat volume pada keadaan asli di alam dan berbagai jenis tanah yang disarankan oleh Terzaghi (1947) ditunjukkan dalam table berikut.

Tabel 2.11 Nilai-Nilai Tipikal n, e, w, γd, dan γb untuk Tanah Asli

Macam Tanah n (%) e w (%) γd

(kN/m3) γb

(kN/m3) Pasir seragam, tidak padat 46 0,85 32 14,3 18,9

Pasir seragam, padat 34 0,51 19 17,5 20,9

Pasir berbutir campuran, tidak padat 40 0,67 25 15,9 19,9 Pasir berbutir campuran, padat 30 0,43 16 18,6 21,6 Lempung lunak sedikit organik 66 1,9 70 - 15,8

Lempung lunak sangat organik 75 3 110 - 14,3

Sumber: Mekanika Tanah 1, Hary Christady Hardiyatmo

2.3.1.5 Penulangan Abutment dan Wing Wall

Penulangan pada abutment dianggap sama dengan penulangan balok dan pelat. Batas-batas penulangan lentur pada abutment menggunakan rumus yang sama pada penulangan struktur sebagai berikut:

1. Rencanakan sebagai balok persegi atau pelat dengan lebr (b) dan tinggi efektif (d)

𝐾𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑀𝑢

(17)

2. Rasio penulangan dapat diperoleh dengan persamaan: 𝜔 = 0,85√0,72 − 1,7𝑓𝑐′𝐾 (2.21) 𝜌 = 𝜔.𝑓𝑐′ 𝑓𝑦 (2.22) 𝜌𝑏 = 0,85. 𝛽1 𝑓𝑐′ 𝑓𝑦( 600 600+𝑓𝑦) (2.23)

Menurut SNI 2847-2013 untuk fc’ antara 17 dan 28 MPa, β1 harus diambil

sebesar 0,85. Untuk fc’ di atas 28 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05

untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa di atas 28 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65.

ρmaks = 0,75 x ρb (2.24)

ρmin = 1,4

𝑓𝑦 (2.25)

Pemeriksaan terhadap rasio tulangan: ρmin < ρ < ρmaks.

3. Perhitungan luas tulangan yang digunakan.

As perlu = ρ.b.drencana (2.26)

4. Kontrol momen kapasitas terhadap momen ultimit. 𝑎 = 𝐴𝑠.𝑓𝑦

0,85×𝑓𝑐′×𝑏 (2.27)

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠𝑓 (𝑦𝑑 −𝑎

2) (2.28)

Syarat, ∅Mn ≥ Mu (OK) 5. Kontrol tulangan geser.

Gaya geser yang mampu dipikul oleh beton.

𝑉𝑐 =1

6× √𝑓𝑐′ × 𝑏 × 𝑑 (2.29)

Kekuatan geser nominal yang dihitung.

Vu ≤ ∅ Vn (2.30)

Vu ≤ ∅ ( Vc + Vs ) (2.31)

Jika beton tidak mampu memikul gaya geser sendiri, maka direncanakan tulangan geser dengan menghitung kekuatan geser nominal yang diperlukan untuk tulangan geser.

𝑉𝑆𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 =𝑉𝑢−ɸ𝑉𝑐

(18)

Luas tulangan geser:

𝐴𝑠𝑣 = 1 4⁄ × 𝜋 × 𝐷2 (2.33)

Jarak sengkang maksimum tulangan geser:

Smax = 𝑑 2⁄ (2.34)

Kekuatan geser nominal yang disediakan oleh tulangan geser:

𝑉𝑠𝑎𝑑𝑎 =𝐴𝑠𝑣.𝑓𝑦.𝑑

𝑆 (2.35)

Syarat, Vsada > Vsperlu (OK)

2.4 Pondasi Sumuran

Menurut Hardiyatmo (2014), podasi sumuran merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.

2.4.1 Daya Dukung Ijin

2.4.1.1 Daya Dukung Ijin Tekan

Analisa daya dukung tekan pondasi sumuran berdasarkan data N SPT dirumuskan sebagai berikut (Pamungkas & Harianti, 2013:43):

𝑃𝒂 = 𝑞𝑐×𝐴𝑝 𝐹𝐾1 + 𝛴𝑙𝑖𝑓𝑖×𝐴𝑠𝑡 𝐹𝐾2 (2.36) Keterangan:

𝑃𝒂 = daya dukung ijin tekan tiang

𝑞𝑐 = 20 N (untuk slit/clay), 40 N (untuk sand)

N = nilai N SPT

𝐴𝑝 = luas penampang tiang

𝐴𝑠𝑡 = keliling penampang tiang

𝑙𝑖 = panjang segmen tiang yang ditinjau 𝑓𝑖 = gaya geser pada selimut segmen tiang

= Nmaksimum 12 ton/m2, untuk silt/clay = N/5 maksimum 10 ton/m2, untuk sand FK1, FK2 = faktor keamanan, 3 dan 5

(19)

2.4.1.2 Daya Dukung Ijin Tarik

Analisis daya dukung ijin tarik pondasi sumuran berdasarkan data N SPT dirumuskan sebagai berikut (Pamungkas & Harianti, 2013:51):

𝑃𝑡𝑎 = (𝛴𝑙𝑖𝑓𝑖×𝐴𝑠𝑡)×0,70

𝐹𝐾2 + 𝑊𝑝 (2.37)

Keterangan:

𝑃𝑡𝑎 = daya dukung ijin taarik tiang

𝑊𝑝 = berat pondasi

2.4.1.3 Daya Dukung Horisontal

Menurut hardiyatmo (2015), pondasi tiang harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban horisontal atau lateral, seperti beban angina, tekanan tanah lateral, beban gelombang air, benturan kapal dan lain-lain. Dalam analisis gaya lateral, tiang-tiang perlu dibedakan menurut model ikatannya dengan plat penutup tiang. Tiang-tiang dibedakan meurut 2 tipe, yaitu:

1) Tiang ujung jepit (fixed end pile). 2) Tiang ujung bebas (free end pile).

Dengan metode Broms untuk pondasi tiang pada tanah granuler dan tiang ujung jepit yang kaku, beban lateral untimit dinyatakan oleh (Hardiyatmo, 2015:309):

𝐻𝑢 = (3 2⁄ )𝛾𝑑𝐿2𝐾𝑝 (2.38)

Momen (negatif) yang terjadi pada kepala tiang, dihitung dengan persamaan:

𝑀𝑚𝑎𝑘 = (2 3)⁄ 𝐻𝑢𝐿 = 𝛾 𝑑𝐿3𝐾𝑝 (2.39)

Tahanan momen tiang dihitung dengan persamaan: 𝑀𝑦 = (1 2⁄ ) 𝛾 𝑑𝐿3𝐾

𝑝− 𝐻𝑢𝐿 (2.40)

Jika Mmak > My, maka saat gaya horizontal belum mencapai Hu tiangnya

sudah patah. Karena itu, gaya horizontal untimit ditentukan oleh kekuatan bahan tiang dalam menahan beban momen (My) atau hitungan didasarkan pada persamaan

tiang panjang:

𝐻𝑢 = 2𝑀𝑦

(20)

𝑓 = 0,82√ 𝐻𝑢

𝑑𝐾𝑝𝛾 (2.42)

Keterangan:

𝐻𝑢 = beban lateral untimit (kN)

𝛾 = massa jenis (kN/m3) 𝑑 = diameter tiang (m) 𝐿 = kedalaman tiang (m) 𝐾𝑝 = tg2 (45°+φ/2)

Mmak = momen (negative) yang terjadi pada kepala tiang (kN.m)

My = tahanan momen tiang (kN.m)

𝑓 = letak momen maksimum

2.4.2 Penurunan Tiang Tunggal

Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pemendekan dan tanah disekitarnya akan mengalami penurunan.

𝑆 = 𝑄𝐼

𝐸𝑠𝐷 (2.43)

𝐼 = 𝐼𝑜𝑅𝑘𝑅𝑏𝑅𝜇 (2.44)

Keterangan:

S = penurunan kepala tiang Q = beban yang bekerja

Io = faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah mampat

(incompressible) dalam massa semi tak terhingga (Gambar 2.8) Rk = faktor koreksi kemudahmampatan (kompresibilitas) tiang untuk μ=0,5

(Gambar 2.9)

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung (Gambar 2.10)

(21)

Gambar 2.7 Faktor Penurunan Io (Poulos dan Davis, 1980)

(22)

Gambar 2.9 Koreksi Kekakuan Lapisan Pendukung, Rb (Poulos dan Davis, 1980)

Gambar 2.10 Koreksi Angka Poisson, R𝜇 (Poulos dan Davis, 1980)

Pada Gambar 2.9 dan 2.11, K adalah suatu ukuran kompresibilitas relative antara tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan:

(23)

𝐾 =𝐸𝑝𝑅𝐴 𝐸𝑠 (2.45) 𝑅𝐴 =1 𝐴𝑝 4 ⁄ 𝜋𝑑2 (2.46) Keterangan:

K = faktor kekakuan tiang

RA = rasio area tiang

Ep = modulus elastisitas bahan tiang

Es = modulus elastisitas tanah

Ap = luas tampang tiang

2.4.2.1 Penurunan Segera

Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan. Jambu et al. (1959), mengusulkan persamaan sebagai berikut:

𝑆𝑖 = 𝜇1𝜇0 𝑞𝐵

𝐸 (untuk μ = 0,5) (2.47)

Keterangan:

Si = penurunan segera rata-rata (m)

μ1 = faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal terbatas H (Gambar 2.12)

μ0 = faktor koreksi untuk kedalaman fondasi Df (Gambar 2.12)

B = lebar fondasi empat persegi panjang atau diameter lingkaran (m) q = tekanan fondasi neto (kN/m2)

(24)

Gambar 2.11 Grafik untuk Menentukan μ1 μ0

Tabel 2.12 Nilai Modulus Elastisitas Tanah

Macam Tanah E (kN/m2) Lempung: Sangat lunak 300 – 3000 Lunak 2000 – 4000 Sedang 4500 – 9000 Keras 7000 – 20000 berpasir 30000 – 42500 Pasir: Berlanau 5000 – 20000 Tidak padat 10000 – 25000 Padat 50000 – 100000

Pasir & kerikil:

Padat 80000 – 200000

Tidak padat 50000 – 140000

Lanau 2000 – 20000

Loess 15000 – 60000

(25)

2.4.2.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

Penurunan konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus yang terletak di bawah muka air tanah. Penurunan yang terjadi memerlukan waktu, yang lamanya tergantung pada kondisi lapisan tanah. (Leonard, 1962)

Penurunan akibat konsolidasi dinyatakan dalam persamaan:

𝑆𝐶 = 𝐻 1+𝑒𝐶𝐶𝑙𝑜𝑔 𝑃0+∆𝑝 𝑃0 (2.48) Keterangan: Sc = Penurunan konsolidasi (m) H = Tebal lapisan tanah (m) Cc = Indeks pemampatan e = Angka pori tanah

Po = tekanan overburden efektif awal, yaitu tegangan efektif sebelum beban bekerja (kN/m2)

Δp = Tambahan tegangan akibat beban pondasi (kN/m2)

2.4.2.3 Penulangan Pondasi Sumuran

Untuk menghitung tulangan pondasi dapat dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:

1. Menentukan momen nominal (Mn)

𝑀𝑛 = 𝑀𝑢

𝜑 (2.49)

Keterangan:

Mn = penurunan konsolidasi Mu = faktor geologi

φ = faktor reduksi kekuatan tekan dengan tulangan spiral 0,65

Sumber:Perencanaan Pondasi Bored Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek Pembangunan Gedung RSJ Prof Dr. V.L. Ratumbuysang Manado, Edward Z. Halibu

2. Menghitung ρmin, ρb, dan ρmax 𝜌𝑚𝑖𝑛 =1,4 𝑓𝑦 (2.50) 𝜌𝑏 = (0,85×𝛽×𝑓𝑐 𝑓𝑦 ) + ( 600 600+𝑓𝑦) (2.51)

(26)

𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 (2.52) Keterangan:

ρmin = rasio tulangan minimum

ρb = rasio tulangan seimbang (balance) ρmax = rasio tulangan maksimum

β = beta (0,85)

Sumber:Perencanaan Pondasi Bored Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek Pembangunan Gedung RSJ Prof Dr. V.L. Ratumbuysang Manado, Edward Z. Halibu

3. Menghitung rasio tulangan yang diperlukan (ρ) 𝜌 = 1 𝑚{1 − √1 − ( 2.𝑚.𝑅𝑛 𝑓𝑦 )} (2.53) 𝑚 = 𝑓𝑦 0,85×𝑓𝑐 (2.54) 𝑅𝑛 = 𝑀𝑛 𝑏.𝑑2 (2.55) Keterangan:

ρ = rasio tulangan yang diperlukan

Sumber:Perencanaan Pondasi Bored Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek Pembangunan Gedung RSJ Prof Dr. V.L. Ratumbuysang Manado, Edward Z. Halibu

4. Menghitung luas tulangan

As = ρ×b×d (2.56)

As tulangan = ¼ π (2.57)

Keterangan:

As = luas tulangan yang digunakan

b = diameter pondasi

d = lebar efektif pondasi (b × selimut pondasi × (½∅)) As tulangan = luas tulangan

Sumber:Perencanaan Pondasi Bored Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek Pembangunan Gedung RSJ Prof Dr. V.L. Ratumbuysang Manado, Edward Z. Halibu

(27)

5. Menghitung jumlah tulangan

𝑛 = 𝐴𝑠

𝐴𝑠 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (2.58)

Keterangan:

n = jumlah tulangan yang digunakan

Sumber:Perencanaan Pondasi Bored Pile dan Metode Pelaksanaan pada Proyek Pembangunan Gedung RSJ Prof Dr. V.L. Ratumbuysang Manado, Edward Z. Halibu

2.5 Pile Cap

Pelat penutup tiang (pile cap) berfungsi untuk meneruskan dan menyebarkan beban dari kolom ke tiang-tiang. Tomlinson (1977) dalam Hardiyatmo, H.C. (2008:291) menyarankan jarak ujung atas tiang sampai dasar pelat penutup tiang (pile cap) diambil 75 mm sampai 100 mm.

Gambar 2.12 Ikatan Tiang dengan Pelat Penutup Tiang

2.5.1 Dimensi Pile Cap

Menurut SNI 2847:2013 pasal 7.7.4 halaman 53, untuk tulangan yang dibundel, selimut beton minimum yang disyaratkan tidak boleh kurang dari diameter ekivalen bundle, tetapi tidak perlu lebih besar dari 50 mm, kecuali untuk beton yang dicor langsung diatas tanah dal selalu kontak dengan tanah, dimana selimut beton disyaratkan tidak boleh kurang dari 75 mm.

Menurut SNI 2847:2013 pasal 15.7 halaman 147, tebal fondasi tapak di atas tulangan bawah tidak boleh kurang dari 150 mm untuk fondasi tapak diatas tanah, atau kurang dari 300 mm untuk fondasi tapak (footing) di atas tiang fondasi.

(28)

2.5.2 Penulangan Pile Cap

Penulangan pile cap dianggap sama dengan penulangan balok pada umumnya. Perencanaan tulangan pile cap mempunyai beberapa tahapan menurut Rusdianto dan Zamzami (2005) adalah sebagai berikut:

1) Rencanakan sebagai balok persegi dengan lebar (b) dan tinggi efektif (d).

𝐾𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 𝑀𝑢

𝑏×𝑑2 (2.59)

Keterangan:

𝑀𝑢 = momen pada balok (kg.m)

𝑏 = lebar balok (m) 𝑑 = tinggi efektif (m)

= h – 60 mm

h = tinggi balok atau pelat (m)

2) Rasio penulangan dapat diperoleh dengan persamaan:

𝜔 = 0,85 − √0,72 − 1,7 𝐾 𝐹𝑐′ (2.60) 𝜌 = 𝜔 ×𝐹𝑐′ 𝐹𝑦 (2.61) 𝜌𝑏 =0,85×𝐹𝑐′ 𝐹𝑦 × 𝛽1 × 600 (600+𝐹𝑦) (2.62) 𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0,75 × 𝜌𝑏 (2.63) 𝜌𝑚𝑖𝑛 =1,4 𝑓𝑦 (2.64) Keterangan:

Fc’ = mutu beton (MPa)

Fy = mutu baja tulangan (MPa) Β1 = 0,85, untuk Fc’ ≤ 30 MPa

Pemeriksaan terhadap rasio tulangan Tarik: ρmin < ρ< ρmaks

3) Bila harga rasio penulangan tarik memenuhi syarat maka dilanjut dengan perhitungan luas tulangan.

As = ρ x b x drencana (2.65)

Keterangan:

(29)

ρ = rasio tulangan Tarik

4) Dengan hasil luas tulangan, maka dapat dilanjut dengan merencanakan diameter dan jarak tulangan yang disesuaikan dengan hasil hitungan luas tulangan.

5) Pemeriksaan terhadap tinggi efektif yang dipakai (dpakai > drencana).

𝑑𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = ℎ − 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 − ∅𝑠𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛𝑔−1

2∅𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (2.66)

6) Hitung tinggi balok tegangan ekivalen beton (a).

𝑎 = 𝐴𝑠×𝐹𝑦

0,85×𝐹𝑐′×𝑏 (2.67)

7) Hitung momen nominal penampang (Mn).

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝐹𝑦 × (𝑑 −𝑎

2) atau (2.68)

𝑀𝑛 = 0,85 × 𝐹𝑐′ × 𝑎 × 𝑏 × (𝑑 −𝑎

2) (2.69)

8) Hitung momen tahanan penampang (MR).

𝑀𝑅 = 𝜑𝑀𝑛 (2.70)

𝜑 = 0,80 (2,71)

Gambar

Tabel 2.1 Kombinasi Beban Umum untuk Keadaan Batas Kelayanan dan Ultimit
Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati
Tabel 2.4 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan
Tabel 2.6 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang lebih baik akan didapatkan dengan instrumen bebas pentanahan ( earth-free ) yang dihubungkan ke titik pengukuran dan titik konduktor luar ( screen ) yang

Perubahan kandungan Pb tidak dipengaruhi secara signifikan baik oleh lebar saluran maupun jenis mangrove, namun terdapat pola akumulasi yang berlawanan antara

Hal-hal yang dapat mendukung industri ini antara lain adalah kerjasama yang optimal antara perusahaan- perusahaan pemain dan pemerintah lokal maupun sentral,

• Pengolahan daging babi yang benar sebelum dimakan ( larva mati pada suhu 60 0 C atau jauh di bawah

orang-orang Ibrani ini?&#34; Jawab Akhis kepada para panglima orang Filistin itu: &#34;Bukankah dia itu Daud, hamba Saul, raja Israel, yang sudah satu dua tahun bersama-sama

Product backlog yang diambil dalam penelitian ini hanyalah task dalam pengembangan aplikasi Android crowdfunding Patriot Pangan untuk kebutuhan balita.. Kemudian,

2.000.000,-(dua juta rupiah) bila dibandingkan dengan cicilan angsuran setiap bulannya kepada Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) dan Bank Danamon, maka nasabah