3 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TOMAT
Secara sistematis tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Sub Divisi : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Splanum
Species : Solanum lycopersicum L.
(Atherton dan Rudich,1986):
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) biasanya ditanam di dataran tinggi. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan untuk pertumbuhan tomat ialah tanah gembur dan sedikit mengandung pasir, kadar keasamannya antara 5-6, banyak mengandung humus dan perairan yang cukup. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan pembungaan tomat adalah 20-30 °C pada siang hari dan 10- 20 °C pada malam hari, sedangkan suhu yang baik untuk pertumbuhan yaitu antara 18-24 °C. Pada suhu di bawah 15°C dan di atas 30°C pembentukan buah berlangsung buruk (Rubatzky dan Yamaguci, 1998). Vitamin A dan C merupakan zat gizi yang jumlahnya cukup menonjol dalam buah tomat.
Vitamin A yang terdapat dalam buah tomat adalah likopen yang ditemukan dalam jumlah paling banyak. Pada tomat yang masih segar jumlah likopen sebesar 3,1-7,7 mg/100g (Tonucci et al.,1995). Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat yang keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C (Jungs and Wells, 1997). Buah tomat dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
4 Gambar 1. Buah Tomat
Buah tomat merupakan salah satu jenis sayuran buah yang sangat dikenal oleh masyarakat. Rasa buah tomat adalah manis segar yang dapat memberikan kesegaran pada tubuh. Karena cita rasa dan kelezatan buah tomat yang khas ini juga dapat menambah cita rasa dan kelezatan berbagai macam masakan dan minuman (Cahyono, 2008). Komposisi nilai gizi buah tomat segar dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi Nilai Gizi Buah Tomat Segar per 100 Gram Bahan
Sumber : Direktorat Dept. Kesehatan R. I. (1990) Komposisi Zat Gizi
Jumlah dalam Tiap Jenis Tomat Muda Tomat Masak
Air (gram) 93,00 94,00
Protein (gram) 2,00 1,00
Lemak (gram) 0,70 0,300
Karbohidrat (gram) 2,30 4,20
Mineral : (miligram)
- Fosfat 5,00 5,00
- Kalium 27,00 27,00
- Besi 0,50 0,50
Vitamin :
- A (si) 320,00 1500,00
- B1 (miligram) 0,07 0,06
- C (miligram) 30,00 40,00
Energi (kal) 23,00 20,00
5 Buah tomat akan segera mengalami kerusakan jika tanpa perlakuan saat penyimpanan. Besarnya kerusakan buah tomat setelah panen berkisar antara 20% sampai dengan 50% (Winarno,1986). Buah tomat yang dipanen setelah timbul warna 10% sampai dengan 20% hanya akan bertahan maksimal 7 hari pada suhu kamar di Lembang (Sinaga, 1984).
B. FISIOLOGI PASCA PANEN TOMAT
Di daerah tropis, buah dan sayuran cepat sekali mengalami kerusakan setelah dipanen. Kerusakan ini terutama disebabkan kelainan fisiologis, kerusakan mekanis serta gangguan hama dan penyakit. Tingkat kerusakan pasca panen buah dan sayuran mencapai 22% sampai 78% (FAO, 1981).
Setelah dipetik, buah-buahan akan kehilangan suplai air dari pohon induknya, sedangkan proses respirasi masih terus berlangsung dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-95% (Sacharow dan Griffin, 1970). Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.
Pemanenan tomat dilakukan saat tanaman berumur 75 hari setelah penanaman bibit atau setelah benih tersebut berumur 3 bulan. Waktu pemanenan yang paling tepat dilakukan saat cuaca terang dengan cara mematahkan tangkai buah sambil memegang ujung buah dengan telapak tangan. Apabila ditujukan untuk pengolahan, tomat yang digunakan harus dalam keadaan segar, yang diperoleh dari hasil pemanenan tomat yang sudah masak dan sudah berwarna merah saat masih di pohon. Apabila ditujukan untuk pemasaran jarak jauh sebaiknya tomat dipanen saat buah masih dalam keadaan hijau, yakni kurang lebih berkisar 3-7 hari sebelum warna tomat menjadi merah. Sedangkan untuk tujuan pemasaran dekat, dapat dipanen saat tomat berwarna kekuning-kuningan (Pantastico 1986).
6 Menurut Pantastico (1986), untuk menentukan waktu panen buah tomat, dapat dilakukan dengan berbagai cara: (a) secara visual; (b) secara fisik; (c) secara analisi kimia; (d) secara perhitungan; (d) secara fisiologi.
Menurut Ulrich (1989), perubahan kimia selama proses kematangan tomat terjadi pada: (a) warna berubah dari hijau menjadi merah, tergantung dari perubahan klorofil; (b) karbohidrat berubah dari pati menjadi gula; (c) asam organik semakin menurun; (d) protein dan pembebasan asam amino terjadi pada saat senescence, level pembebasan asam amino meningkat diikuti kerusakan jaringan sel-sel; (e) aroma buah berubah tergantung pada perubahan enzim-enzim dan menururnnya kandungan bahan organik terlarut untuk kegiatan metabolisme. Gangguan fisiologis pada buah tomat bermacam- macam diantaranya pematangan yang tidak merata, busuk pada bagian ujung buah, retak-retak kutikula, retak buah dan kepopongan.
Tomat adalah buah yang memiliki pola respirasi klimakterik, yaitu pola respirasi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan laju respirasi dan produksi etilen secara cepat bersamaan dengan pemasakan. Respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih komplek, yaitu pati, gula, dan asam organik, menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Buah klimaterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah nonklimaterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimaterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang menyolok serta perubahan warna, cita rasa dan teksturnya (Rhodes, 1970). Pada buah tomat, puncak produksi etilen terjadi sebelum mengalami puncak respirasi klimaterik (Kader, 1986).
Respirasi sangat berpengaruh terhadap perubahan biokimia dan mempengaruhi mutu buah-buahan. Kerusakan fisik dan keawetan bahan dipengaruhi oleh suhu, tingkat kematangan buah, komposisi kimia jaringan, jenis jaringan, dan jenis kerusakan buah (Pantastico, 1975). Reaksi proses
7 respirasi yang terjadi dalam sel buah dan sayuran dapat digambarkan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 674 kkal
Menurut Ryall dan Lipton (1982), menyatakan bahwa laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan sayuran sesudah dipanen.
Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan pangan. Laju respirasi merupakan indeks yang digunakan untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami dan jenis jaringan.
Sedangkan faktor eksternal antara lain : suhu, penggunaan etilen, ada tidaknya oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al., 1986).
.
C. PERLAKUAN PENDAHULUAN
Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat. Salah satu cara Perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas N2 atau dengan gas CO2. menurut Winarno (1981), perlakuan lainnya dapat berupa pelilinan, pemberian penyerap etilen, pemberian penyerap CO2, pemberian penyerap uap air, dan pemberian senyawa tertentu untuk warna yang lebih baik. Perlakuan pendahuluan yang digunkan adalah perlakuan dengan gas N2 atau CO2 karena prosesnya yang lebih mudah pada saat transportasi dilakukan.
Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah ke perubahan- perubahan fisiologi berikut : (a) penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein, zat warna), (b) penghambatan beberapa kegiatan enzimatis, (c) penurunan senyawa atsiri, (d) gangguan metabolisme asam organik terutama penimbunan asam suksinat (Ulrich, 1989).
8 Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah- buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004).
Pantastico (1975) menyebutkan jika konsentrasi CO2 yang tinggi dalam kemasan akan mengakibatkan matinya sel-sel buah akibat terhambatnya aktifitas enzim pada proses respirasi dan asam organik, gagalnya buah mengalami pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat.
Konsentrasi CO2 di atas 1-2 % CO2 mengurangi kepekaan jaringan tubuh terhadap hormon pemasakan etilen. Menaikkan CO2 seperti mengurangi O2 yaitu memperlambat proses respirasi dengan demikian akan memperpanjang umur simpan. CO2 konsentrasi tinggi (>10%) telah menekan pertumbuhan jamur dan bakteri perusak (Farber et al., 1995).
Penanganan pasca panen dilakukan untuk mempertahankan mutu hasil panen. Kegiatan penanganan pasca panen meliputi proses sortasi, pencucian, grading, pengemasan, dan penyimpanan dingin. Model penanganan pasca panen buah-buahan dan sayuran dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Penanganan Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan (Purwadaria, 1997).
Pemanenan Sortasi Pencucian dan Pengeringan
Pengemasan Pemisahan Menurut Kelas Mutu
9 D. PENGEMASAN
Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).
Menurut Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama transportasi ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan;
komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur; dan pola susunan biaya transportasi dibandingkan dengan harga komoditas, waktu permintaan dan keadaan jalan yang akan dilintasi.
Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan transpor yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, dari buah-buahan sampai peralatan untuk industri. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dan daya tahan yang dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang dipergunakan.
Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan keras medium bergelombang dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Kertas medium adalah kertas yang dipergunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton gelombang. Sedangkan kertas lainer adalah kertas yang dipergunakan untuk lapisan datar, baik pada bagian luar maupun bagian dalam karton gelombang (Haryadi, 1994).
Kemasan untuk produk hasil-hasil pertanian (holtikultura) perlu dilubangi sebagai ventilasi. Adanya ventilasi ini menyebabkan sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga akan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Haryadi, 1994).
10 Hardenberg (1986) menyatakan bahwa umumnya karton menjadi dingin dengan lambat bila dimasukkan ke dalam ruang pendingin. Tetapi dengan adanya penambahan lubang ventilasi dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak, sampai pada suatu derajat tertentu, dapat meningkatkan penghilangan panas.
E. PENYIMPANAN
Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1975).
Pantastico et al. (1986), menyatakan bahwa cara-cara lain untuk mempertahankan mutu tidak akan dapat berhasil tanpa pendinginan. Dalam iklim tropika yang panas, penyimpanan dalam udara terkandali tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Oleh karena itu kerusakan akan berlangsung lebih cepat akibat penimbunan panas dan CO2.
Untuk pengiriman jarak jauh yang membutuhkan waktu simpan lama, peti-peti tomat harus disimpan dulu dalam ruangan yang dingin (cool storage) agar dapat bertahan untuk beberapa hari. Temperatur penyimpanan bagi buah- buah tomat yang telah berwarna merah sebaiknya 10°C dengan kelembaban 85%-90%, apabila buah-buah tomat tampak belum merah sempurna temperatur tempat penyimpanannya dikendalikan agar antara 11,5°C -12°C (Kartasapoetra, 1989).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 10°C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Oleh karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun (Winarno, 1986).
11 Pada saat penyimpanan, keasamaan buah juga berubah bervariasi menurut jenis buahnya, kematangan, dan suhu penyimpanannya. Asam malat akan berkurang lebih dahulu dibandingkan dengan asam sitrat. Hal ini diduga karena adanya katabolisme sitrat melalui malat pada Siklus Kreb. Asam askorbat umumnya akan lebih cepat berkurang jumlahnya pada suhu penyimpanan yang semakin tinggi (Pantastico, 1975).
Setelah dipetik, buah-buahan akan kehilangan suplai air dari pohon induknya, sedangkan proses respirasi masih terus berlangsung. Dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-95% (Sacharow dan Griffin, 1970). Buah-buahan akan cepat layu dan berkeriput pada suhu ruang. Untuk mengatasai hal tersebut dapat dilakukan usaha pencegahan dengan penggunaan pengemasan dan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, disamping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia.
Penyimpanan dingin tomat segar dapat memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya, mempertahankan mutu, menghindari banyaknya produk yang rusak ke pasar sehingga meningkatkan keuntungan produsen. Beberapa faktor lingkungan yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan produk antara lain adalah suhu, kelembaban dan komposisi udara. Suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu optimal produk akan menyebabkan chilling injury, sebaliknya di atas suhu optimal akan mengurangi umur simpan produk (Ryall dan Lipton, 1982).
Suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan dingin tomat matang adalah 7-10 °C (Bartz 1993). Chace dan Pantastico (1986), meyatakan bahwa penyimpanan tomat matang pada suhu 7-10 °C dengan kelembaban 85-90 % dapat mempertahankan mutu buah tomat matang pink selama 10-14 hari.
Tindall (1983), menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 10°C dapat mempertahankan mutu buah tomat matang yang masih keras (firm ripe fruit) selama 35 hari. Suhu minimum penyimpanan tomat bervariasi dan menurun sejalan dengan pematangan bahan (Bartz 1993). Fields (1997), menyatakan
12 bahwa suhu terendah yang aman bagi tomat matang tanpa mengalami kerusakan karena pendinginan adalah 10°C.
Menurut Ryall dan Lipton (1982) penyimpanan dingin adalah sebagai proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2,2-15,5 °C tergantung kepada masing-masing bahan yang disimpannya.
F. PARAMETER PENURUNAN MUTU
Buah-buahan dan sayur-sayuran setelah dipanen akan tetap melangsungkan proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia dalam produk tersebut. Winarno dan Wirakartakusumah (1981), mengemukakan bahwa selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, dinding sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik.
1. Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu parameter penurunan mutu buah yang sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi.
Transpirasi merupakan faktor utama penyebab susut bobot yaitu karena terjadinya perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi. Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot.
Faktor yang mempengaruhi susut bobot salah satunya adalah kelembaban udara relatif (RH) pada ruang simpan, apabila ruang simpan memiliki RH yang tinggi maka susut bobot yang dialami akan lebih rendah jika dibandingkan dengan ruang simpan yang memiliki RH yang rendah (Ryall dan Lipton (1982) dalam Broto (1998).
13 2. Kekerasan Buah
Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan.
Kekerasan sayuran dan buah-buahan dipengaruhi oleh turgor dari sel yang masih hidup yang selalu berubah dalam proses perkembangan dan pematangan. Hal ini disebabkan adanya komponen dinding sel yang berubah, dimana perubahan ini berpengaruh terhadap kekerasan yang biasanya buah menjadi lunak setelah masak (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Pada umumnya secara kimiawi, dinding sel pada buah tersusun dari senyawa-senyawa seperti selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin yang akan mengalami perubahan selama proses pematangan. Dinding sel dan lapisan lamella tengah dengan bobot ± 1-3 % dari berat, membentuk suatu struktur padat dengan campuran yang kebanyakan air (Bourne 1981).
Propektin adalah bentuk zat pektan yang tidak larut dalam air, dimana pecahnya propektin menjadi zat dengan berat molekul rendah mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lainnya (Pantastico 1986).
Hancurnya polimer karbohidrat penyusun dinding sel, khususnya pektin dan hemiselulosa, akan melemahkan dinding sel dan ikatan kohesi jaringan, sehingga tekstur buah menjadi lebih lunak (Wills et al. 1981)
3. Perubahan Warna
Selama pematangan atau penyimpanan zat warna buah tomat akan berubah. Pantastico (1986), menyatakan bahwa untuk kebanyakan buah tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau karena kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang.
Pigmen yang membentuk warna buah tomat terdiri dari karoten, likopen, xantofil dan klorofil.
Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), pigmen utama pada buah tomat adalah karoten dan likopen. Warna hijau tomat disebabkan adanya klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis selama
14 pematangan. Dengan dimulainya proses pematangan buah, pigmen kuning (O-caroten dan xantofil) diproduksi sedangkan kandungan klorofil berkurang. Kemudian pigmen likopen yang berwarna merah akan terakumulasi dengan cepat.
Ketika memasuki tahap pematangan, tomat akan memproduksi lebih banyak pigmen karoten dan xantofil sehingga warnanya lebih terlihat jingga seiring dengan semakin menurunnya kandungan klorofil. Warna buah akan semakin merah seiring dengan semakin matangnya buah tomat tersebut, hal ini terjadi karena produksi komponen likopen yang juga semakin meningkat (Hobson dan Davies 1971).
4. Total Padatan Terlarut
Karbohidrat yang terkandung dalam buah tomat akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya (Hobson dan Davies 1971).
Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat untuk persediaan bahan dan energi yang digunakan untuk melaksanakan aktifitas sisa hidupnya, sehingga dalam proses pematangan, kandungan gula dan karbohidrat selalu berubah (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).