• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS METODE PEMBALAJARAN KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS METODE PEMBALAJARAN KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Manfaat Penelitian ... 19

E. Asumsi Penelitian ... 19

F. Hipotesis Penelitian ... 21

G. Metode Penelitian... 21

H. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 23

I. Paradigma Penelitian ... 24

BAB II PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK KANCING GEMERINCING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI A. Hakikat dan Karakteristik Anak Usia Dini ... 26

(2)

ii

C. Meningkatkan Keterampilan Keterampilan Sosial Anak

Usia Dini ... 38

D. Metode Pembelajaran anak Usia Dini ... 44

E. Pembelajaran kooperatif Anak Usia Dini ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 74

B. Lokasi Penelitian dan Sampel Penelitian ... 76

C. Definisi Operasional ... 77

D. Instrumen Penelitian... 82

E. Proses Pengembangan Instrumen ... 87

F. Teknik Pengumpulan Data ... 98

G. Teknik Analisis Data ... 101

H. Prosedur Penelitian ... 103

I. Hasil Analisis Data ... 107

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penerapan Model Pembelajaran Koperatif Teknik Kancing Gemerincing ... 130

B. Hasil Penelitian ... 139

C. Pembahasan ... 141

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 152

B. Rekomendasi ... 152

(3)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara ... 82

Tabel 3.2 Instrumen Penelitian Keterampilan Sosial ... 85

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Persentase Instrumen Keterampilan Berbicara 90 Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara ... 90

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Persentase Instrumen Keterampilan Sosial .... 93

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Keterampilan Sosial ... 94

Tabel 3.7 Klasifikasi Interpretasi Derajat Reliabilitas ... 97

Tabel 3.8 Instrumen Data ... 100

Tabel 3.9 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 104

Tabel 3.10 Statistik Deskriptif Skor Pretes Keterampilan Berbicara Anak .... 107

Tabel 3.11 Uji Normalitas Data Pretes Keterampilan Berbicara ... 108

Tabel 3.12 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Keterampilan Berbicara ... 109

Tabel 3.13 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Keterampilan Berbicara ... 110

Tabel 3.14 Statistik deskriftif Skor Postes Keterampilan Berbicara ... 111

Tabel 3.15 Uji Normalitas Data Postes keterampilan Berbicara ... 112

Tabel 3.16 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Keterampilan Berbicara ... 112

Tabel 3.17 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Postes Keterampilan Berbicara ... 114

Tabel 3.18 Statistik Deskriftif Skor Pretes Peningkatan Keterampilan berbicara ... 115

Tabel 3.19 Uji Normalitas Data Peningkatan Keterampilan Berbicara... ... 116

Tabel 3.20 Hasil Uji Homogenitas Varians peningkatan Keterampilan Berbicara... ... 116

(4)

iv

Tabel 3.22 Statistik Descriptif Pretes Keterampilan Sosial ... 119

Tabel 3.23 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Keterampilan Sosial ... 120

Tabel 3.24 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Keterampilan Sosial ... 120

Tabel 3.25 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Pretes Keterampilan Sosial 121 Tabel 3.26 Statistik Deskriptif Skor Postes Keterampilan Sosial ... 122

Tabel 3.27 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Keterampilan Sosial ... 123

Tabel 3.28 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Postes Keterampilan Sosial 124 Tabel 3.29 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Skor Postes Keterampilan Sosial 125 Tabel 3.30 Statistik Deskriptif Peningkatan Keterampilan Sosial ... 126

Tabel 3.31 Uji Normalitas Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 127

Tabel 3.32 Uji Homogenitas Varians ... 127

(5)

v

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

Bagan 1.1 Desain Nonequivalent group pretest-posttest design ... 22

Bagan 1.2 Desain Penelitian ... 22

Bagan 1.3 Paradigma Penelitian ... 24

Bagan 3.1 Desain Nonequivalent group pretest-posttest design ... 75

Bagan 3.2 Desain Penelitian ... 75

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah salah satu aspek perkembangan yang perlu dikembangkan

dalam kegiatan pengembangan anak karena bahasa sebagai alat komunikasi

merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak. Di samping itu

bahasa juga merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang

lain yang sekaligus berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.

Selain dari itu juga bahasa merupakan gerbang ilmu pengetahuan dan dengan

berbahasa anak dapat berkomunikasi dengan sesama.

Dalam berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap

orang. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan

kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan

bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan

berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang

lain.

Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga

orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar

anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun

hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah

satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara,

kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.

(7)

Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun

tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup

komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur

tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang.

Bahasa juga merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal

lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan

bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan

kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat

mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.

Menurut God Man dalam Masitoh (2002:6) mengenai asumsi baru tentang

Literasi dijelaskan bahwa pengembangan bahasa adalah bagian dari keseluruhan

proses komunikasi yang di dalamnya mencakup keterampilan-keterampilan

berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan

membaca dan keterampilan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa

tersebut mempunyai peranan penting dan saling mempengaruhi terhadap

kemampuan berbahasa seseorang.

Keterampilan berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa

merupakan keterampilan kedua yang diperoleh menusia setelah kegiatan

menyimak. Selain itu keterampilan berbicara pada anak usia dini merupakan suatu

dasar terbentuknya komunikasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

pembentukan keterampilan berbicara sangat penting baik pada anak usia dini

maupun pada saat anak mulai masuk pendidikan dasar. Hal ini sejalan dengan

(8)

kemampuan yang sangat mendasar dan penting dalam menjalin hubungan sosial.

Anak-anak harus didorong untuk berbicara dengan baik. Keterampilan berbicara

menjadi kebutuhan agar anak dapat menjadi bagian dari kelompok sosialnya

sekaligus menjadikan keseimbangan berbagai perkembangan. Bruner dan Lev

Vygotsky (Brewer, 2007:275) menyatakan bahwa pada masa anak merupakan

waktu yang sangat penting dalam pembelajaran berbahasa. Sebab dengan

berbicara anak akan aktif mencari makna dan akan mencari jalan untuk

berkomunikasi dengan anak lain yang berefek positif pada perkembangan

sosialnya.

Bagi anak berbicara tujuannya, misalnya: 1) Sebagai pemuas kebutuhan

dan keinginan, 2) Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain, 3) Sebagai alat

untuk membina hubungan sosial, 4) Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri

5) Untuk dapat mcmpengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, 6) Untuk

mempengaruhi perilaku orang lain.

Menurut Tarigan, Djago (1990) Berbicara adalah keterampilan

menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan itu menurut Arsjad dan

Mukti (1998: 23) Keterampilan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi

secara lisan sebagai media dalam menyampaikan suatu ide, gagasan, atau

pendapat serta pemikirannya kepada orang lain untuk berbagai kepentingan.

Sedangkan menurut Tarigan, H.G. (1998: 15) Berbicara adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Secara umum

(9)

merupakan keterampilan berbahasa yang produktif, keterampilan ini sebagai

implementasi dari hasil simakan”. Dari beberapa definisi yang dikemukakan di

atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan bunyi

atau kata, tetapi berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

produktif sebagai alat untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pesan hasil

simakan kepada pendengar.

Keterampilan berbicara mutlak diperlukan oleh manusia dalam

kehidupannya. Melalui berbicara manusia dapat menyampaikan informasi melalui

ujaran kepada orang lain. Akan tetapi dalam kenyataannya sedikit sekali orang

yang mempunyai kemampuan berbicara yang baik, apalagi berbicara di depan

umum. Oleh karena itu, upaya meningkatkan keterampilan berbicara harus

dilakukan sejak dini. Salah satunya melalui kegiatan pembelajaran di Pendidikan

Anak Usia Dini.

Selain aspek perkembangan bahasa terdapat aspek-aspek perkembangan

lain pada anak yang juga harus dikembangkan pada anak usia dini diantaranya

aspek perkembangan sosial.

Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang dalam berinteraksi

dengan orang lain serta dapat melakukan perbuatan yang diterima oleh

lingkungan. Sebagaimana dikemukakan oleh Kurniati (2005:35) bahwa

keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak-anak

sebagai bekal kelak bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya, hal ini

bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun

(10)

Slaby (dalam Cartledge dan Milburn, 1992:7) yang menjelaskan bahwa “…social

skill is the ability to interact with other in a given social context in specific ways

that are socially acceptable or valued and at the same time personality beneficial,

mutually beneficial, or beneficial primarily to other.”

Bahwa Keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk berinteraksi dengan

orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara yang dapat diterima atau

dihargai dan pada saat yang sama dapat menguntungkan individu, atau bersifat

saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain.

Definisi lain dikemukakan oleh Libet & Lewinsohn (dalam Cartledge dan

Milburn, 1992:7) “…defined social skill as the complex ability both to emit

behavior that are positively or negatively reinforced, and not to emit behaviors

that are punished or extinguished by other“. Keterampilan sosial didefinisikan

sebagai kemampuan yang kompleks antara menyebarkan perilaku yang dikuatkan

secara positif atau negative, dan bukan menyebarkan perilaku yang dikecam atau

dihapuskan oleh orang lain

Pandangan lain mengenai keterampilan sosial yang diungkapkan oleh

Ballack dan Hersen (Elan, 2005:78) yaitu kemampuan dalam mengungkapkan

perasaan positif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain tanpa

penghilangan penguatan sosial yang mencakup respon verbal dan non verbal.

Dan berbagai pendapat di atas dapat diketahui bahwa individu yang

memiliki keterampilan sosial adalah individu yang mampu menyalurkan perasaan

positif dan negatif dengan ekspresi yang baik sehingga dapat diperoleh interaksi

(11)

lebih menekankan pada karekateristik yang muncul pada tataran praktis ketika

interaksi sedang berlangsung. Sebagairnana diungkapkan oleh Rohmayanti (2003:

iii) menyatakan “keterampilan sosial meliputi kemampuan berkomunikasi,

menjalin hubungan dengan orang lain, rnenghargai diri sendiri dan orang lain,

mendengarkan pendapat dan keluhan orang lain, memberi dan menerima dengan

kritik, menyumbangkan dan menerima pendapat, bekerjasama di dalam kelompok

(besar-kecil) dan diskusi mengernbangkan kepemimpinan”

Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak

lahir tetapi melalui proses belajar. Hal ini diperkuat oleh pendapat info

(http//www.psikologi.infogue.corn) bahwa “keterampilan sosial merupakan

keterampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola

hubungan dengan orang lain”. Seseorang yang mampu membangun hubungan

sosial yang positif dan merespon emosi orang lain dalam rangka mernotivasi,

melakukan fungsi kepernimpinan, hubungan interpersonal, kernampuan mengatasi

kesalahpahaman, rnemecahkan konflik dan rnengerahkan masa untuk tujuan

tertentu.

Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang efektif untuk

meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak. Dalam upaya

menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal dimana dalam kegiatan

pembelajaran seluruh anak dapat berperan secara aktif. anak mendapat

kesempatan yang sama untuk menyampaikan ide, gagasan, atau pendapatnya

(12)

Secara teoretis keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia

dini sudah tercantum dalam Kurikulum PAUD, Namun secara empirik

pembelajaran keterampilan berbicara dan keterampilan sosial ini belum banyak

membuahkan hasil, seperti dalam keterampilan berbicara, dalam kenyataannya,

siswa cenderung pasif dan gurulah yang sering mendominasi kegiatan

pembelajaran. Guru sering memposisikan siswa sebagai pendengar dan penerima

informasi. Anak jarang diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya.

Banyak anak yang mengalami kesulitan dalam berbicara dan memahami

pengetahuan yang diperolehnya. Hal ini terjadi tidak pada anak saja melainkan

juga terjadi pada orang dewasa secara umum, banyak orang dewasa yang

mengalami kesulitan berbicara menyampaikan gagasan, pikiran, pendapat, dan

perasaannya apalagi di depan umum.

Disamping adanya permasalahan keterampilan berbicara yang dihadapi,

kita juga dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan sosial. Bangsa

Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada krisis aspek sosial. Penyimpangan

perilaku sosial tidak hanya diperlihatkan oleh para siswa saja namun juga

diperlihatkan oleh kalangan mahasiswa bahkan orang dewasa dalam bentuk

kekerasan, pemaksaan kehendak, tawuran. Selain itu bentuk kemiskinan sosial

pun banyak diperlihatkan seperti kurang disiplin, kurang empati terhadap masalah

sosial, dan kurang efektif dalam berkomunikasi.

Kondisi tersebut dijadikan landasan bagi guru dalam melaksanakan

kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dan pembelajaran keterampilan

(13)

masing-masing. Sehingga kemampuan awal anak harus menjadi poin untuk

dijadikan pegangan guru ketika akan melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Dalam upaya meningkatkan ketrampilan berbicara dan keterampilan sosial

anak usia dini, peran guru sangat menentukan. Seorang guru dituntut untuk bisa

memilih dan menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat

perkembangan anak karena guru berfungsi sebagi fasilitator dimana guru sebagai

fasilitas anak dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Dalam perannya sebagai fasilitator, seorang guru dituntut untuk bisa

memilih dan mengembangkan metode pembelajaran yang kondusif sehingga

dapat membantu anak dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan

keterampilan sosial mereka. Penggunaan metode pembelajaran tersebut harus

berfungsi sebagai sarana dalam mewujudkan pengalaman belajar yang telah

dirancang sedemikian rupa menjadi suatu yang nyata dalam kegiatan

pembelajaran.

Salah satu metode pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam

pembelajaran berbicara dan pembelajaran keterampilan sosial adalah metode

pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing. Hal ini sejalan dengan

pendapat Jacobs (Yudha & Rudyanto, 2005: 36) bahwa pembelajaran kooperatif

memberi peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil inisiatif, membuat

berbagai macam pilihan, dan mengembangkan kebiasaan belajar. Pembelajaran

kooperatif merupakan metode alternatif untuk mencapai tujuan yang antara lain

berupaya untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bekerja sama, berpikir

(14)

itu pembelajaran kooperatif dapat membantu anak memahami konsep-konsep

yang sulit dan pada saat yang bersamaan sangat berguna untuk menumbuhkan

kemauan kerja sama dan kemauan membantu teman. Pembelajaran kooperatif

memiliki dampak yang positif terhadap anak yang rendah prestasi belajarnya

karena anak yang rendah prestasi belajarnya dapat meningkatkan motivasi untuk

belajar lebih giat lagi dan mendapatkan materi pelajaran dalam waktu yang lebih

lama (Lundgren, 1994) dalam (Aisyah, 2000).

Metode pembelajaran kooperatif tidak sekedar belajar dalam kelompok,

tetapi ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya, yaitu

saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka,

komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pelaksanaan prosedur

metode pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru

mengelola kelas dengan lebih efektif.

Pembelajaran kooperatif telah dipakai di Amerika Serikat dalam dua

dekade terakhir. Pembelajaran kooperatif di sekolah-sekolah di Amerika Serikat

digunakan untuk menanamkan unsur saling ketergantungan positif. Salah satu

teknik pembelajaran kooperatif, jigsaw, pada mulanya diperkenalkan di

sekolah-sekolah di mana ada ketegangan rasialis antara siswa keturunan Eropa, Afrika,

dan Hispanik. Siswa-siswa ini diajar untuk bisa ---dibalik kuatnya rasa

individualisme mereka--- berinteraksi secara positif dengan siswa-siswa lain

dengan latar belakang yang sangat berbeda dalam kegiatan akademis. Memang

selang beberapa waktu konflik rasialis berhasil dikurangi secara drastis dan

(15)

Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif memiliki banyak teknik.

Teknik-teknik ini dapat digunakan secara berulang-ulang dengan berbagai bahan

pelajaran, situasi maupun anak didik yang berbeda. Teknik-teknik tersebut adalah:

Teknik Mencari Pasangan, Teknik Bertukar Pasangan, Teknik Berpikir

Berpasangan Berempat, Teknik Berkirim Salam dan Soal, Teknik Kepala

Bernomor, Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, Teknik Dua Tinggal Dua Tamu,

Teknik Keliling Kelompok, Teknik Kancing Gemerincing, Teknik Keliling Kelas,

Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Teknik Tari Bambu, Teknik Jigsaw,

dan Teknik Bercerita Berpasangan.

Teknik Mencari Pasangan, salah satu keunggulan teknik ini adalah anak

mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana

yang menyenangkan. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa

konsep atau topik. Setiap anak mendapat satu buah kartu. |setiap anak mencari

pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Anak bisa juga

bergabung dengan dua atau tiga anak lain yang memegang kartu yang cocok.

Misalnya, pemegang kartu 3 + 9 akan membentuk kelompok dengan pemegang

kartu 3 x 4 dan 6 x 2.

Teknik Bertukar Pasangan, teknik ini memberi anak kesempatan untuk

bekerja sama dengan orang lain. Setiap anak mendapatkan satu pasangan. Guru

memberikan tugas dan anak mengerjakan tugas dengan pasangannya. Setelah

selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain. Kedua

pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru ini

(16)

yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan

mereka.

Teknik Berpikir Berpasangan Berempat, teknik ini memberi anak

kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Guru

membagi anak dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua

kelompok. Setiap anak memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. Anak

berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan

pasangannya. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa

mempunyai kesempatan membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.

Teknik Berkirim Salam dan Soal, teknik ini memberi anak kesempatan

untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan

sendiri sehinggga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab

pertanyaan yang dibuat oleh teman sekelasnya. Guru membagi siswa dalam

kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa

pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok yang lain. Kemudian, masing-masing

kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan salam dan

soal dari kelompoknya. Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok

lain. Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan

jawaban kelompok yang membuat soal.

Teknik Kepala Bernomor, teknik ini memberikan kesempatan kepada anak

untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat. Anak dibagi dalam kelompok, setiap anak dalam setiap kelompok mendapat

(17)

Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan

setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. Guru memanggil salah satu

nomor. anak dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

Teknik Kepala Bernomor Terstruktur, dengan teknik ini anak belajar

melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan

rekan-rekan kelompoknya. Anak dibagi dalam kelompok. Setiap anak dalam setiap

kelompok mendapat nomor. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan

nomornya. Misalnya, anak nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan

mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Anak

nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan

melaporkan hasil kerjasama kelompok.

Teknik Dua Tinggal Dua Tamu, teknik ini memberi kesempatan kepada

kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Anak

bekerja sama dalam kelompok berempat. Setelah selesai, dua orang dari

masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing-masing-masing bertamu

ke dua kelompok yang lain. Dua orang yang tinggal dalam kelompok lain bertugas

membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. Tamu mohon diri

dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka

dari kelompok lain. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja

mereka.

Teknik Keliling Kelompok, dalam teknik ini masing-masing anggota

kelompok memdapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan

(18)

dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan

pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. Anak berikutnya

juga memberikan kontribusinya. Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa

dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

Teknik Kancing Gemerincing, dalan kegiatan Kancing Gemerincing

masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan

kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang

lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan

pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak

kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara.

Sebaliknya, juga ada naggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yang lebih

dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok

bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri

pada rekannya yang dominan. Teknik Kancing Gemerincing memastikan bahwa

setiap anak mendapatkan kesempatan untuk berperan serta. Guru menyiapkan satu

kotak kecil yang berisi kancing-kancing. Sebelum kelompok memulai tugasnya,

setiap anak dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah

kancing. Setiap kali seorang anak berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia

harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakkannya di tengah-tengah.

Jika kancing yang dimiliki seorang anak habis, dia tidak tidak boleh berbicara

lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. Jika semua

(19)

kesempatan untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya

kembali.

Teknik Keliling Kelas, dalam kegiatan Keliling Kelas, masing-masing

kelompok mendapatkan kesempatan untuk memamerkan hasil kerja mereka dan

melihat hasil kerja kelompok lain. Siswa bekerja sama dalam kelompok. Setelah

selesai, masing-masing kelompok memamerkan hasil kerja mereka. Hasil-hasil ini

ini bisa dipajang di beberapa bagian kelas jika berupa poster atau gambar-gambar.

Masing-masing kelompok berjalan keliling kelas dan megamati hasil karya

kelompok-kelompok lain.

Teknik Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, teknik ini memberikan

kesempatan pada anak agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan.

Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan

memungkinkan anak untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan

singkat dan teratur. Selain itu, anak bekerja dengan sesama anak dalam suasana

gotong royong dan mempunyai banyak kesemptan untuk mengolah informasi dan

meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Teknik Tari Bambu, dalam kegiatan belajar mengajar dengan teknik ini

anak saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan

teknik ini adalah adanya struktur yang jelas dan memungkinkan anak untuk

berbagi dengan pasangan yang berdeda dengan singkat dan teratur. Selain itu,

anak bekerja sama dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan

mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan

(20)

Teknik Jigsaw, teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis,

mendengarkan, dan berbicara. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau

latar belakang pengalaman anak dan membantu anak mengaktifkan skemata ini

agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, anak bekerja dengan

sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan

untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Teknik Bercerita Berpasangan, teknik ini dikembangkan sebagai

pendekatan interaktif antara anak, pengajar, dan bahan pelajaran. Teknik ini

menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.

Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman

anak dan membantu anak mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi

lebih bermakna. Dalam kegiatan ini anak dirangsang untuk mengembangkan

kemampuan berpikir dan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan

dihargai sehingga anak merasa semakin terdorong untuk belajar. Selain itu, anak

bekerja dengan sesama anak dalam suasana gotong royong dan mempunyai

banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan

berkomunikasi.

Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif yang memungkinkan

dapat digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara dan keterampilan

sosial adalah Teknik Kancing Gemerincing. Teknik ini dapat digunakan dalam

pembelajaran berbicara dan sosial untuk semua tingkatan usia anak. Hal ini

sejalan dengan pendapat Lie (2005: 63) yang menjelaskan bahwa teknik kancing

(21)

tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan Kancing Gemerincing, tiap anggota

kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka untuk

mendengarkan pandangan. Dengan situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab

dalam kelompok akan tercapai karena tiap anggota kelompok saling kerjasama

dengan tanggung jawab yang sama pula. Teknik mengajar Kancing Gemerincing

memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan untuk berperan serta.

Dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif Teknik Kancing

Gemerincing akan membuat setiap anak saling bekerja sama dalam kelompok

dengan tanggung jawab yang sama dan memaksa anak untuk menyatakan

pendapat mereka, sehingga diharapkan keterampilan berbicara dan keterampilan

sosial anak meningkat dan kegiatan pembelajaran akan lebih kondusif.

Melihat keberhasilan penerapan pembelajaran kooperatif di Amerika

Serikat, banyak peneliti orang Indonesia yang telah menguji cobakan penerapan

pembelajaran kooperatif ini. Dan hasilnya rata-rata menunjukkan keberhasilan.

Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nihayatun Hasanah dengan

judul penelitian “Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Teknik Kancing

Gemerincing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa (PTK pada Siswa

Kelas XI IPA 2 SMAN 1 Kalirejo). hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1)

persentase peningkatan rata-rata penguasaan konsep kimia siswa dari siklus I ke

siklus II sebesar 5,5% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 12,7%, (2) standar

ketuntasan belajar siswa tercapai pada siklus III, (3) peningkatan persentase siswa

yang sangat berminat terhadap pembelajaran kimia dari prasiklus I sampai akhir

(22)

akhir siklus I ke akhir siklus III sebesar 30%. Indikator kinerja tercapai pada

akhir siklus III.

Peneliti lain bernama Iin Devina Hari dengan judul penelitian “Pengaruh

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing Terhadap

Peningkatan Motivasi Belajar Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Kelas VIII

SMP Negeri 1 Panceng Gresik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: 1)

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing di SMP

Negeri 1 Panceng Gresik berjalan cukup baik, hal ini sesuai dengan yang ada pada

data angket peneran guru sebesar 70.92% dari hasil prosentase yang berada

diantara 56 – 75% 2) motivasi belajar siswa cukup baik berdasarkan hasil

prosentase sesuai dengan prosentase sebesar 74.69% yang berada diantara 56% –

75% 3) hasil data tersebut menunujukkan bahwa terdapat pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing terhadap peningkatan motivasi

belajar siswa SMP Negeri 1 Panceng Gresik karena t hitung = 36.5. dan jika di

konsultasikan pada tabel tarafnyata (α) = 5% = 0,05, maka kesimpulannya adalah

t hitung > dari t tabel dan hipotesanya adalah H1 diterimah dan H0 tolak.

Penelitian lain dengan Judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Kancing Gemerincing untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis dalam

Melengkapi Cerita Rumpang di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Tanjungsiang

Kecamatan Tanjungsiang Kabupaten Subang”. Penelitian ini pun menunjukkan

keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif.

Setelah mempelajari dan mencermati hasil penelitian terdahulu, peneliti

(23)

dan keterampilan sosial anak yaitu dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

teknik kancing gemerincing. Sehingga penelitian ini mengambil judul Efektivitas

Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing Gemerincing dalam

Meningkatkan Keterampilan Berbicara dan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini

(Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Kelompok B Taman Kanak-kanak Bhakti

Pertiwi Boros, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran

2010/2011)

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan

masalah penelitian seperti tertuang pada urutan pertanyaan berikut.

1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing

gemerincing efektif dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak usia

dini di TK Bhakti Pertiwi Boros?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing

gemerincing efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial anak usia dini di

TK Bhakti Pertiwi Boros?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Efektivitas penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing

gemerincing dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak usia dini di TK

(24)

2. Efektivitas penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing

gemerincing dalam meningkatkan keterampilan sosial anak usia dini di TK

Bhakti Pertiwi Boros.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap teori

minimal memberikan penguatan tentang penerapan metode pembalajaran

kooperatif dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan

sosial anak di jenjang Taman Kanak-kanak

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi guru TK dalam mencari alternatif metode

pembelajaran di TK untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam

proses belajar mengajar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

memotivasi guru dalam memodifikasi kebiasaan mengajarnya.

b. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru TK dalam merencanakan proses

belajar mengajar.

E.Asumsi Penelitian

Terdapat beberapa asumsi yang mengokohkan penelitian ini, asumsi

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sejak usia dini anak sudah mampu menemukan, membentuk dan membangun

(25)

dini seluruh aspek perkembangan mengalami perkembangan yang sangat

pesat. Hasil studi Bloom (Nurikhsan, 2007: 138) menyebutkan pada usia 4

tahun kapasitas kecerdasan sudah mencapai 50%, usia 8 tahun mencapai 80%,

dan mencapai titik kulminasi 100% pada usia 18 tahun.

b. Keterampilan berbicara dan keterampilan sosial menjadi kebutuhan anak sejak

dini untuk mencapai keseimbangan berbagai aspek perkembangan anak usia

dini tersebut. Keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak akan

berkembang secara optimal dengan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat

pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Salah satu metode pembelajaran inovatif yang dipandang sesuai dengan

tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak dalam meningkatkan

keterampilan berbicara dan keterampilan sosial adalah metode pembelajaran

kooperatif teknik kancing gemerincing. Metode pembelajaran kooperatif,

(Johnson & Johnson, 1989 dalam Slavin) menjadikan suasana belajar

bersahabat dan kooperatif dapat meningkatkan hubungan sosial yang lebih

positif, penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang

penuh persaingan dan memisah-misahkan anak.

d. Penerapan metode pembalajaran kooperatif teknik kancing gemerincing

membentuk keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia dini.

Metode pembelajaran ini membangun kemampuan kooperatif yaitu

komunikasi, interaksi, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan,

bersedia untuk berubah, saling tukar ide, dan memadukan ide. (Sholomo

(26)

F. Hipotesis Penelitian

Untuk mengetahui tingkat efektivitas penerapan Pembelajaran Kooperatif

teknik kancing gemerincing dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan

keterampilan sosial anak, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut.

1) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keterampilan

berbicara antara anak yang belajarnya menggunakan pembelajaran kooperatif

teknik kancing gemerincing dengan anak yang belajarnya menggunakan

pembelajaran konvensional.

2) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan keterampilan sosial

antara anak yang belajarnya menggunakan pembelajaran kooperatif teknik

kancing gemerincing dengan anak yang belajarnya menggunakan

pembelajaran konvensional.

G.Metode Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan desain “Nonequivalent group

pretest-posttest design”. Desain ini sangat umum dan berguna dalam pendidikan,

karena sering tidak mungkin untuk menetapkan subjek penelitian secara acak.

Peneliti menggunakan secara utuh kelompok yang telah ditetapkan sebagai

subjek, memberikan suatu pretest, mengelola kondisi perlakuan untuk satu

kelompok, dan memberikan suatu postes. Desainnya direpresentasikan di bawah

(27)

Group Pretest Tretment Posttest

A O X O

B O O

Time

(Schumacher, 2001 : 342).

Bagan 1.1

Desain Penelitian Nonequivalent group pretest-posttest

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Kedua kelompok mendapat perlakuan (treatment) yang

berbeda, kelompok eksperimen mendapat perlakuan/(treatment) berupa

penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing gemeincing sedangkan

kelompok kontrol mendapat perlakuan (treatment) berupa penerapan metode

pembelajaran konvensional yaitu metode pembelajaran reguler yang sudah biasa

dilakukan oleh guru. Dengan demikian desain penelitian dimodifikasi menjadi

seperti terlihat dalam bagan 1.2 berikut:

Group Pretest Treatment Posttest

A O1 X1 O2

B O1 X2 O2

Bagan 1.2 Desain Penelitian

Keterangan:

A : Kelompok Eksperimen

(28)

O1 : Tes awal sebelum perlakuan diberikan

O2 : Tes akhir setelah perlakuan diberikan

X1 : Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif

X2 : Pembelajaran dengan metode konvensional

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-kanak (TK) Bhakti Pertiwi

Boros yang berdomisili di Dusun Pangkalan Desa Boros Kecamatan Tanjungkerta

Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. TK ini didirikan tahun 1974 dengan

nama TK Angsana Mekar. Pada tahun 2004 Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten Sumedang Nomor: 421/338/KEP/DISDIK/2004 TK

Angsana Mekar diubah namanya menjadi TK Bhakti Pertiwi Boros dengan

Nomoe Statistik Sekolah 002021001250.

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah

dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Akdon,

2008 : 96). Sedangkan Riduwan (2008 : 55) menyatakan bahwa populasi adalah

keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek

penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajaari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 ; 89).

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

(29)

Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok B semester 2 tahun

pelajaran 2010/2011. Jumlah subjek penelitian sebanyak 36 orang anak yang

terbagi dalam dua kelas, yaitu Kelas B1 dengan jumlah siswa 18 orang anak dan

kelas B2 dengan jumlah siswa 18 orang anak. Dalam penelitian ini kelas B1

dijadikan kelas eksperimen dan kelas B2 dijadikan kelas kontrol. Dalam

menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, peneliti tidak menggunakan

teknik sampling tetapi semua siswa kelompok B dijadikan sebagai subjek

penelitian. Hal ini berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto (1997:5)

bahwa penentuan sampel berjumlah kurang dari 100 orang dapat digunakan total

sampling artinya seluruh siswa menjadi sampel, selain itu baik kelas B1 maupun

kelas B2 sama-sama mempunyai struktur yang heterogen.

I. Paradigma Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen yang terdiri dari tiga

vaiabel yaitu satu variabel bebas (metode pembelajaran kooperatif teknik kancing

gemerincing) dan dua variabel terikat (keterampilan berbicara dan keterampilan

sosial nak usia dini). Hubungan antara vaiabel-variabel dalam penelitian ini

dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 1.3 Paradigma Penelitian

X

Y1

(30)

Keterangan:

X = Pembelajaran Kooperatif Teknik Kaning Gemerincing

Y1 = Keterampilan Berbicara Anak

Y2 = Keterampilan Sosial Anak

Penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing

dapat meningkatkan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak usia

dini. Hal ini didukung oleh teori kontruktivisme yang berpandangan bahwa anak

membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan

dan penglaman yang ada. Dalam proses ini anak akan menyesuaikan pengetahuan

yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru.

Dalam teori konstruktivisme pembelajaran lebih dipusatkan kepada anak

daripada guru, sehingga anak dapat berinterksi denan bahan dan peristiwa untuk

memmperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Dengan proses

ini anak akan membina sendiri konsep dan membuat penyelesaian masalah, yang

menjadikan anak lebih bersemangat untuk terus belajar sepanjang hayat dengan

berbagai kemungkinan dan tantangan.

Teori konstruktivisme mempunyai pandangan tentang cara belajar anak

yaitu bahwa anak belajar dengan cara membangun pengetahuan melalui kegiatan

mengeksplorasi objek-objek dan peristiwa yang ada di lingkungnnya melalui

interaksi sosial. Oleh karena itu keterampilan berbicara dan keterampilan sosial

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode Penelitian

Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan,

sedangkan penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah

dan untuk menembus batas-batas ketidaktahuan manusia (Riduwan, 2008 : 1).

Penelitian juga merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis serta

interpretasi temuan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan

metode-metode ilmiah (|Sa’ud, 2007 : 2). Jadi metode penelitian adalah cara-cara

yang digunakan oleh peneliti dalam merancang, melaksanakan, mengolah data

dan menarik kesimpulan berkenaan deengan masalah-masalah penelitian tertentu.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

eksperimen semu (quasi eksperimen) dengan desain “Nonequivalent group

pretest-posttest design”. Desain ini sangat umum dan berguna dalam pendidikan,

karena sering tidak mungkin untuk menetapkan subjek penelitian secara acak.

Peneliti menggunakan secara utuh kelompok yang telah ditetapkan sebagai

subjek, memberikan suatu pretest, mengelola kondisi perlakuan untuk satu

kelompok, dan memberikan suatu postes. Desainnya direpresentasikan di bawah

ini:

(32)

Group Pretest Tretment Posttest

A O X O

B O O

Time

(Schumacher, 2001 : 342).

Bagan 3.1

Desain Nonequivalent group pretest-posttest design

Penelitian ini dilakukan pada dua kelas, yaitu kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Kedua kelompok mendapat perlakuan (treatment) yang

berbeda, kelompok eksperimen mendapat perlakua (treatment) berupa penerapan

metode pembelajaran kooperatif dengan teknik kancing gemeincing sedangkan

kelompok kontrol mendapat perlakuan (treatment) berupa penerapan metode

pembelajaran konvensional yaitu metode pembelajaran reguler yang sudah biasa

dilakukan oleh guru. Dengan demikian desain penelitian dimodifikasi menjadi

seperti terlihat dalam bagan 3.2 berikut:

Group Pretest Treatment Posttest

A O1 X1 O2

B O1 X2 O2

Bagan 3.2 Desain Penelitian

Keterangan:

A : Kelompok Eksperimen

(33)

O1 : Tes awal sebelum perlakuan diberikan

O2 : Tes akhir setelah perlakuan diberikan

X1 : Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Teknik Kancing

Gemerincing

X2 : Pembelajaran dengan metode konvensional

B.Lokasi Penelitian dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Kanak-kanak (TK) Bhakti Pertiwi

Boros yang berdomisili di Dusun Pangkalan Desa Boros Kecamatan Tanjungkerta

Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. TK ini didirikan tahun 1974 dengan

nama TK Angsana Mekar. Pada tahun 2004 Berdasarkan Keputusan Kepala Dinas

Pendidikan Kabupaten Sumedang Nomor: 421/338/KEP/DISDIK/2004 TK

Angsana Mekar diubah namanya menjadi TK Bhakti Pertiwi Boros dengan

Nomor Statistik Sekolah 002021001250.

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah

dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Akdon,

2008 : 96). Sedangkan Riduwan (2008 : 55) menyatakan bahwa populasi adalah

keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek

penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006 ; 89).

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

(34)

Subjek penelitian ini adalah anak-anak kelompok B semester 2 tahun

pelajaran 2010/2011. Jumlah subjek penelitian sebanyak 36 orang anak yang

terbagi dalam dua kelas, yaitu Kelas B1 dengan jumlah siswa 18 orang anak dan

kelas B2 dengan jumlah siswa 18 orang anak. Dalam penelitian ini kelas B1

dijadikan kelas eksperimen dan kelas B2 dijadikan kelas kontrol. Dalam

menentukan kelas eksperimen dan kelas control, peneliti tidak menggunakan

teknik sampling tetapi semua anak kelompok B dijadikan sebagai subjek

penelitian. Hal ini berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto (1997:5)

bahwa penentuan sampel berjumlah kurang dari 100 orang dapat digunakan total

sampling artinya seluruh anak menjadi sampel, selain itu baik kelas B1 maupun

kelas B2 sama-sama mempunyai struktur yang heterogen.

C. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kasalahan dalam menafsirkan judul penelitian ini, perlu

penulis menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut, sebagai

berikut.

1. Efektivitas adalah keefektifan (KBBI, 2000 : 284). Keefektifan itu sendiri

diartikan sebagai keberhasilan tentang suatu tindakan. Suatu metode

pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat memberikan hasil atau berhasil

guna dalam meningkatkan prestasi. Seperti yang dikemukakan oleh Russel

(1974: 92-95) bahwa suatu model perhitungan mengenai taraf keefektifan dan

(35)

diagnostic dan remedial, yang mempergunakan data/informasi angka nilai

(scores) prestasi belajar siswa dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.

Formula keberhasilan (keefektifan) ialah

Atau

2. Model pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing adalah metode

pembelajaran yang mendorong anak untuk aktif bertukar pikiran dengan

sesamamnya dalam memahami suatu materi pelajaran, anak belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dengan struktur kemampuan yang

heterogen.

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif ini peneliti

menggunakan teknik kancing gemerincing yang dikembangkan oleh Spencer

Kagan (Isjoni, 2010: 79) dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) guru

menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing, b) Sebelum

kelompok memulai tugasnya, setiap anak didik dalam masing-masing

kelompok dua atau tiga buah kancing, c) guru membacakan suatu peristiwa

untuk ditanggapi oleh anak, d) setiap kali seorang anak

berbicara/mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan salah satu

kancingnya, e) anak yang sudah menghabiskan kancingnya tidak Keefektifan = Terminal behaviors – Entry behaviors

(36)

diperkenankan lagi berbicara dengan maksud memberi kesempatan kepada

anak lain untuk berbicara

3. Berbicara didefinisikan secara konseptual oleh Elizabeth B. Hurlock (1978:

176) sebagai bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang

digunakan untuk menyampaikan maksud.

Menurut Elizabeth Hurlock (1978: 185) belajar berbicara mencakup tiga

proses terpisah tetapi saling berhubungan satu sama lain, yakni: belajar

mengucapkan kata, membangun kosa kata, dan membentuk kalimat.

Pengembangan aspek-aspek keterampilan berbicara anak TK Bhakti

Pertiwi Boros dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Elizabeth

Hurlock di atas, yaitu: belajar mengucapkan kata, membangun kosa kata, dan

membentuk kalimat.

Dalam penelitian ini secara operasional Keterampilan berbicara

didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh anak TK dalam: 1)

mengucapkan kata dengan lafal yang benar, 2) mengembangkan jumlah kosa

kata, dan 3) menggabungkan kata ke dalam kalimat yang tata bahasanya betul

dan dapat dipahami oleh orang lain..

4. Keterampilan sosial secara konseptual didefinisikan oleh Combs & Slaby

(dalam Cartledge dan Milburn, 1992:7) sebagai berikut.

(37)

Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain

dalam konteks sosial dengan cara-cara yang khusus dapat diterima atau

dihargai secara sosial dan pada saat yang sama dapat menguntungkan individu,

atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain.

Aspek-aspek keterampilan sosial menurut pendapat Cartledge dan Milburn

(1992 : 15) sebagaimana dalam daftar berikut:

Social skill list:

1) Self-related behaviors: (a) accepting consequences, (b) ethical

behavior, (c) expressing feelings,(d) positive attitude toward self, (e) responsible behavior, (f) self care.

2) Environmental behaviors: (a) care for the invironment, (b) dealing

with emergencies, (c) lunchroom behavior, (d) movement around environment.

3) Interpersonal behaviors: (a) accepting authority, (b) copipng with

conflict, (c) gaining attention, (d) greeting others, (e) helping others, (f) making conversation, (g) organized play, (h) positive attitude toward others, (i) palying informally, (j) property: own and other.

4) Task-related behaviors: (a) asking and answering question, (b)

attending behavior, (c) classroom discussion, (d) completing task, (e) following directions, (f) group activities, (g) independent work, (h) on-task behavior, (i) performing before others, (j) quality of work.

Pengembangan aspek-aspek keterampilan sosial anak TK Bhakti

Pertiwi Boros dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Cartledge dan

Milburn di atas, namun tidak seluruh poin dalam setiap aspek diteliti karena

terbatasnya waktu dalam penelitian ini. Pengembangan aspek keterampilan

sosial yang diteliti meliputi:

1) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri (self-related behaviors)

dengan indikator: merawat diri sendiri, berperilaku etis, misalnya

(38)

perasaan,dan sikap bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas sampai

selesai

2) Perilaku terhadap lingkungan dengan indikator: peduli terhadap kebersihan

lingkungan, perilaku saat makan bersama, tindakan terhadap lingkungan,

dan gerak-gerik di sekitar lingkungan

3) Perilaku tehadap orang lain (interpersonal behaviors) dengan indikator:

penerimaan terhadap orang lain, membantu orang lain, membuat

percakapan, sambutan terhadap guru dan teman ketika tiba di sekolah, dan

bersikap positif terhadap orang lain.

4) Perilaku yang berhubungan dengan tugas (task-related behaviors) dengan

indikator: bertanya dan menjawab pertanyaan, partisipasi dalam diskusi

kelas, partisipasi dalam kegiatan kelompok, mengikuti petunjuk guru

dalam mengerjakan tugas, dan kualitas pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas secara operasional keterampilan sosial dalam

penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan anak TK dalam melakukan

interaksi dengan menunjukkan: 1) perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri,

2) perilaku yang berhubungan dengan lingkungan, 3) perilaku terhadap orang lain,

dan 4) perilaku yang berhubungan dengan tugas, sehingga dapat diterima secara

sosial dan mempunyai keuntungan positif bagi anak itu sendiri, bagi orang lain,

(39)

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data, dalam penelitian ini menggunakan instrumen

penelitian. Salah satu ciri instrumen yang baik adalah instrumen tersebut valid dan

reliabel. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (1999 : 160) yang menyatakan

bahwa instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan

penting yaitu validitas dan reliabilitas.

Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas sebelum instrumen tersebut

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, instrumen tersebut diujikan

terlebih dahulu di TK lain yaitu di kelompok B TK PGRI Mekarsari Kecamatan

Tanjungkerta Kabupaten Sumedang dengan jumlah anak sebanyak 24 anak .

Sebelum instrumen penelitian diujicobakan instrumen tersebut disusun

dalam dua bagian yaitu instrumen keterampilan berbicara dan instrumen

keterampilan sosial. Instrumen keterampilan berbicara terdiri dari 30 item

pertanyaan dan instrumen keterampilan sosial terdiri dari 41 item pertanyaan.

Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara

SUB VARIABEL INDIKATOR ITEM PERTANYAAN TPD a.Mengucapkan kata

dengan lafal yang benar

1. Mengucap ulang kata-kata benda alat-alat pertanian kata dari suku kata awal yang disediakan guru

2) Anak mampu menyebutkan minimal dua kata dari suku kata awal yang disediakan guru

(40)

kata dari suku kata akhir yang disediakan guru

minimal dua kata dari suku kata akhir yang disediakan

(41)
(42)

29) Anak mampu mencertakan

SUB VARIABEL INDIKATOR ITEM PERTANYAAN TPD a. Perilaku yng

3. Perilaku saat makan bersama 5) Anak mampu berdoa sebelum dan sesudah makan

8) Anak mampu berbicara di depan kelas sendiri dengan suara ramah dan teratur 9) Anak mampu membiasakan

diri masuk kelas dan duduk tanpa menggangu teman

(43)

14)Anak mau meminjamkan

8. Mengorganisasikan permainan 18)Anak mampu mengikuti aturan ketika memainkan 9. Bermain secara informal 20)Anak mampu bermain

bersama temannya saat istirahat

10.Menjaga milik orang lain 21)Meminta ijin jika mau meminjam alat tulis teman

1. Berperilaku etis, 23)Anak mampu membedakan

perilaku yang benar salah orang tua kepada guru 5. Mampu merawat diri

sendiri

(44)

31)Anak mampu menjaga

37)Bekerja sama dengan teman saat mengerjakan tugas

Setelah diuji validitas dan reliabilitasnya maka diperoleh hasil untuk

keterampilan berbicara 25 item pertanyaan dinyatakan valid dan 5 item

pertanyaan dinyatakan tidak valid, untuk keterampilan sosial 35 item pertanyaan

dinyatakan valid dan 6 item pertanyaan tidak valid.

E.Proses Pengembangan Instrumen

Setelah instrumen disusun, tahap selanjutnya yaitu melakukan uji coba

(45)

tersebut valid atau tepat terhadap aspek yang diukur (Arikunto, 2001 ; 144). Suatu

instrumen yang valid adalah instrumen yang mempunyai validitas tinggi,

sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah.

1. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan

kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Menurut Akdon (2008) Jika

instrumen itu valid maka alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu

dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Atas dasar tersebut, maka instrumen ini diuji cobakan untuk mengetahui

tingkat validitas. Validitas instrumen diuji cobakan pada anak Kelompok B yang

secara umum mempunyai tingkat yang sama tentang keterampilan berbicara dan

keterampilan sosial dengan kelompok anak yang akan dijadikan kelompok dalam

penelitian ini. Uji coba validitas instrumen dilakukan pada anak-anak kelompok B

sebanyak 24 orang anak di TK PGRI Mekarsari yang beralamat di Dusun

Cimuncang Desa Mulyamekar Kecamatan Tanjungkerta Kabupaten Sumedang.

Suatu pernyataan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian

yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,300

(Kaplan &Saccuzo, 1993).

Uji validitas yang digunakan untuk instrumen berupa skor dikotomi yaitu

bernilai 0 dan 1 digunakan korelasi product moment dengan rumus sebagai

berikut:

=

− ∑

− ∑

− ∑

(46)

Keterangan:

N = Jumlah peserta tes X = Skor item

Y = Skor total

r

xy = koefisien korelasi antara X dan Y

Selanjutnya interpretasi koefisien korelasi validitas yang diperoleh

menggunakan klasifikasi koefisien korelasi menurut Guilford (Suherman dan

Sukjaya, 1990 : 147) seperti terlihat pada tabel 3.2.

Untuk mengetahui apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau

tidak, dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir (X) dan skor

total (Y), dengan kriteria:

1. Bila Rhitung≥ Rkritis maka butir instrumen valid

2. Bila Rhitung≤ Rkritis maka butir instrumen tidak valid

(Sugiyono, 2009).

Setelah dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian untuk mengukur

peningkatan keterampilan berbicara dan keterampilan sosial anak dapat kita lihat

mana instrumen penelitian yang valid dan mana yang tidak valid (lihat lampiran

E).

Persentase item pertanyaan keterampilan berbicara yang valid dan tidak

(47)

Tabel 3.3

Hasil Perhitungan Persentase Instrumen Keterampilan Berbicara Tingkat

cobakan diperoleh soal yang valid sebanyak 25 soal atau sekitar 83,33 persen dari

seluruh item pertanyaan yang diajukan. Sementara item pertanyaaan yang tidak

valid sebanyak 5 soal atau 16,67 persen dari seluruh item pertanyaan.

Berdasarkan hasil uji validitas instrumen keterampilan berbicara dapat

disimpulkan bahwa item pertanyaan yang dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data adalah item pertanyaan yang valid sebanyak 25 item pertnyaan.

Instrumen penelitian keterampilan berbicara hasil uji coba tersebut disusun dalam tabel kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat dalam table 3.4 berikut.

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Keterampilan Berbicara

SUB VARIABEL INDIKATOR TEKNIK

PULTA

1. Mengucap ulang kata-kata

benda alat-alat pertanian

yang diucapkan guru

dengan lafal yang benar

(48)

a. Mengembangkan

jumlah kosa kata

2. Menyebutkan minimal

dua kata dari suku kata

awal yang disediakan

guru

3. Menyebutkan minimal

dua kata dari suku kata

akhir yang disediakan

kosa kata uang, kosa kata

(49)
(50)

tentang suatu peristiwa

yang dibacakan guru.

Sedangkan persentase item pertanyaan keterampilan sosial yang valid dan

tidak valid berdasarkan hasil analisis validitas dapat dilihat dalam tabel 3.5

berikut.

Tabel 3.5

Hasil Perhitungan Persentase Instrumen Keterampilan Sosial Tingkat

Validitas

Nomor Soal Total %

Valid 1, 2, 4, 5,6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 17, 1, 20, 21,22, 23, 25,26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41.

35 85,37

Tidak Valid 3, 11, 14, 19, 24, 27. 6 14,63

Jumlah 41 100

Dari tabel 3.5 dapat diketahui bahwa dari 41 item pertanyaan yang diuji

cobakan diperoleh soal yang valid sebanyak 35 soal atau sekitar 85,37 persen dari

seluruh item pertanyaan yang diajukan. Sementara item pertanyaaan yang tidak

valid sebanyak 6 soal atau 14,63 persen dari seluruh item pertanyaan.

Berdasarkan hasil uji validitas instrumen keterampilan sosial dapat

disimpulkan bahwa item pertanyaan yang dapat digunakan sebagai alat

pengumpul data adalah item pertanyaan yang valid sebanyak 35 item pertnyaan.

Instrumen penelitian keterampilan sosial hasil uji coba tersebut disusun

(51)

Tabel 3.6

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Keterampilan Sosial

SUB VARIABEL INDIKATOR TEKNIK

(52)
(53)

4. Mengikuti petunjuk

guru dalam

mengerjakan tugas

5. Berpartisipasi dalam

diskusi kelas

6. Menunjukkan perilaku

aktif dalam

mengerjakan tugas

7. Memperhatikan

kualitas pekerjaan

13

21

11

6

2. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari bahasa Inggris yaitu reliable yang artinya dapat

dipercaya. Sebuah tes dikatakan reliabel jika hasil tes tersebut menunjukkan

ketepatan apabila diteskan berkali-kali. Singarimbun (1995) menyatakan

reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur atau

instrumen penelitian dapat dipercaya atau diandalkan dalam kegiatan

pengumpulan data. Jika suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat digunakan

dua kali untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang sama

diperoleh relatif konsisten maka alat ukur atau instrumen tersebut reliabel.

Sekumpulan pernyataan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel

dan berhasil mengukur variabel yang kita ukur jika koefisien reliabilitasnya lebih

(54)

Uji reliabilitas yamg digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik

belah dua dari Spearman Brown (Split half), rumusnya adalah sebagai berikut:

=

2

1 +

Keterangan:

=

reliabilitas seluruh instrumen

=

korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua

Selanjutnya dilakukan penginterpretasian nilai reliabilitas internal (

r

i)

yang diperoleh, untuk mengetahui tinggi randahnya reliabilitas instrumen yang

dibuat, menurut J.P Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990 : 117) adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.7

Klasifikasi Interpretasi Derajat Reliabilitas Nilai r11 Interpretasi

r11 ≤ 0,20

0,20 < r11 ≤ 0,40

0,40< r11 ≤ 0,60

0,60 < r11 ≤ 0,80

0,80 < r11 ≤ 1,00

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat tinggi

Hasil perhitungan uji coba instrumen keterampilan berbicara diperoleh

koefisien reliabilitas ri = 0,97 berarti berada pada tingkat reliabilitas sangat tinggi.

(55)

Hasil perhitungan uji coba insrumen keterampilan sosial diperoleh

koefisien korelasi r1= 0,83, berarti berada pada tingkat reliabilitas sangat tinggi

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa keterampilan berbicara

dan keterampilan sosial anak sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran

dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif teknik kancing gemerincing

maupun dengan menggunakan metode pembelajaran metode konvensional.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi

dan studi dokumentasi dan kepustakaan.

1. Observasi

Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2007 : 203) mengemukakan bahwa observasi

merupakan suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan

psikologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila

penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam,

dan bila responden yang di amati tidak terlalu besar.

Aspek-aspek perkembangan anak yang diobservasi dalam penelitian ini

adalah keterampilan berbicara anak dan keterampilan sosial anak usia dini. Aspek

keterampilan berbicara yang diobservasi dalam penelitian ini meliputi tiga

dimensi, yaitu: mengucapkan kata dengan lafal yang benar, mengembangkan

jumlah kosa kata, dan menggabungkan kata ke dalam kalimat yang tata bahasanya

Gambar

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian
gambar yang disediakan guru Anak mampu menyusun
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut catatan yang ada di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada , mahasiswa tersebut :.  Terdaftar pertama kali sebagai mahasiswa Fakultas Teknik tahun

Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sesuai UU No.33 Tahun 2004 disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis Pajak Daerah,

(Studi Eksperimen pada SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara Bandung) ”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi. pada

Mengingat pentingnya alat peraga dalam pembelajaran matematika di SD, maka guru SD harus lebih kreatif lagi dalam mengajar.Akan tetapi, adabeberapa faktor yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran ECIRR berbantuan media simulasi virtual secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa daripada

Perbedaan pengaruh model pembelajaran Teaching Games for Understanding dan model pembelajaran Direct Instruction terhadap peningkatan keterampilan bola voli siswa

Dari hasil penelitian ini hanya uji warna, kelarutan dalam etanol 90%, bilangan asam, bilangan ester, dan putaran optik, alpha copaeneyang sudah memenuhi standar

Berdasarkan hal tersebut tujuan pelaksanaan manajemen kepegawaian Provinsi Sumatera Barat secara umum adalah agar tersedianya Pegawai Negeri Sipil Daerah yang mempunyai