PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK PENARIK BECA DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Juniarti Tobing, Juliarta Pakpahan, Sri Yulianingsih, Annis Amalia, M Susanthy Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara, Medan ABSTRAK
Fenomena ketidaktertiban lalu lintas karena beroperasinya beca di tengah kota memang bukan hal yang baru di Indonesia. Kasus pelarangan beca di Jakarta misalnya beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu contoh menarik tentang fenomena penarik beca. Keadaan yang sama juga terlihat di kota Medan. Hampir di semua wilayah kota Medan pertambahan banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung, tidak terkecuali di lingkungan kampus USU. Dampak langsung dari pertambahan jumlah penarik beca di Kampus USU, terlihat dalam hal semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, dosen, pegawai yang berjalan kaki maupun yang mengendarai sepeda motor oleh deretan beca yang diparkir (ngetem) tidak beraturan di sejumlah pangkalan di lingkungan kampus. Melihat kondisi tersebut diatas, maka dipandang perlu untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di Kampus USU, untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban. Pembinaan dan pendampingan dilakukan sebagai bentuk kegiatan pengabdian masyarakat. Adapun tujuan dari program Pengabdian Masyarakat adalah agar tercipta suatu kondisi dimana terdapat individu/kelompok penarik beca yang terorganisir dan kuat, sehingga akan tercipta keteraturan dan ketertiban di lingkungan kampus USU. Metode yang digunakan ialah membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok melalui FGD reguler dan diskusi penyusunan draft usulan kebijakan, kegiatan produktif lainnya). Selain itu juga dilakukan diskusi dengan kelompok penarik beca, membangun kesepakatan tentang tarif, melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas untuk mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di lingkungan kampus USU. Adapun hasil yang diperolehialah teridentifikasinya masalah-masalah seperti kondisi ekonomi penarik beca, kondisi sosial budaya dan kesehatan. Melalui FGD terbentuklah kelompok penarik beca di lingkungan kampus USU dengan nama Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU). Selain itu diperoleh juga kesepakatan tentang penetapan tarif beca disetiap pangkalan. Adapun pencapaian utama yang didapat dari kegiatan pengabdian ini adalah tumbuhnya kesadaran para penarik beca untuk membentuk organisasi yang dapat mewadahi penyaluran aspirasi dengan penguatan solidaritas diantara mereka dalam mencapai kehidupan yang lebih baik.
Kata Kunci: Penarik beca, Kampus, kelompok, pengabdian
PENDAHULUAN
tentang fenomena penarik beca. Sebuah tulisan disebuah surat kabar nasional (Kompas 3 Agustus 2000) menggambarkan bahwa kebijakan Pemerintah DKI melarang beca beroperasi di Jakarta kemudian dianulir oleh keputusan pengadilan yang mengatakan bahwa pelarangan itu tidak sah. Namun demikian, hiruk pikuk permasalahan beca di DKI bukan berarti tuntas seiring dengan keputusan pengadilan yang membolehkan beca kembali beroperasi. Hal ini terjadi karena keputusan tersebut dinilai kontroversial. Dengan kata lain keputusan itu ibarat pisau bermata dua, sebab di satu sisi keputusan itu telah memberikan harapan baru bagi warga miskin yang hidup dari mengayuh beca. Tetapi, disisi lain ada kekhawatiran bahwa kehadiran penarik beca akan semakin memacetkan lalu lintas jalan raya.
Gambaran yang sama juga terlihat di kota besar lainnya di Indonesia salah satunya adalah Medan. Persoalan penarik beca memang bukan semata-mata soal ekonomi namun juga berkenaan dengan keteraturan tata kota serta tenaga kerja. Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan beca di kota Medan diantaranya muncul beca-beca liar dan “bus” tanpa izin yang secara langsung mengurangi pendapatan penarik beca legal (Kompas selasa 14 Mei 2002) serta pertambahan jumlah beca yang tidak terkontrol. Hampir di semua wilayah kota Medan fenomena bertambah banyaknya penarik beca dapat dilihat secara langsung. Salah satu wilayah kota Medan yang mengalami gejala yang sama adalah kampus Universitas Sumatera Utara. Sampai saat ini paling tidak terdapat 300-an beca beroperasi di wilayah kampus USU yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi interaksi sosial antara warga di kampus USU.
Beberapa dampak kehadiran penarik beca di kampus USU antara lain dapat dirasakan dari semakin sesak dan sempitnya jalan-jalan yang diperuntukkan bagi mahasiswa, dosen, pegawai dan pengguna jalan lainnya baik yang berjalan kaki maupun yang berkenderaan (sepeda motor, mobil) oleh deretan beca yang kadang tidak beraturan. Hal itu terjadi karena ulah penarik beca yang mangkal secara tidak beraturan di badan jalan terutama di persimpangan yang ramai dilewati orang. Mereka biasanya tersebar dibeberapa pangkalan yang ada di pintu-pintu masuk kampus seperti di Simpang Sumber, Tembok, Biro Rektor, dan Pintu IV.
Keberadaan penarik beca di lingkungan kampus USU harus diakui memang memberi manfaat bagi warga kampus. Areal kampus yang cukup luas yang mencapai 200 ha memerlukan sarana angkutan yang murah seperti beca. Hanya saja, perkembangan jumlah dan jenis beca yang beroperasi di lingkungan kampus USU terkesan tidak tertib. Kebiasaan para penarik beca yang parkir sembarangan dan semrawut mengurangi nilai keindahan di kampus USU. Tidak hanya itu, tanaman-tanaman yang berada di taman juga kadang kala rusak karena dijadikan tempat mangkal para penarik beca.
“togel’ (toto gelap). Beratnya tekanan kehidupan yang dirasakan oleh penarik beca menyebabkan mereka melakukan perjudian sebagai alternatif hiburan sekaligus peluang memperoleh uang tanpa harus bersusah payah.Dampak lain yang kiranya juga perlu diperhatikan adalah bahwa para tukang beca tersebut sering buang air kecil di sembarang tempat. Aktivitas perjudian dan buang air kecil di sembarang tempat tersebut dapat mengurangi nilai akademis kampus yang tentunya tidak sesuai dengan lingkungan kampus yang melibatkan generasi muda (mahasiswa).
Selain hal-hal diatas, persoalan tarif beca juga dirasakan sebagian mahasiswa menjadi masalah sebab tidak jarang tarif yang dikenakan kepada para penumpang berbeda untuk jarak yang sama terutama disaat musim hujan.
Apabila kondisi yang digambarkan diatas terus berlanjut, maka pihak berwenang kampus ada kemungkinan mengambil tindakan untuk melarang para penarik beca beroperasi di wilayah kampus USU. Bila kondisi ini terjadi maka para penarik beca ini akan kehilangan mata pencaharian utama mereka dan mahasiswa, dosen, pegawai yang menggunakan jasa.
Berdasarkan uraian di atas, maka sangat relevan bila dilakukan pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca agar aktivitas mereka mencari nafkah berlangsung dengan tertib dan tidak mengganggu para mahasiswa dan pihak lain yang notabene merupakan calon penumpang potensial. Upaya pembinaan dan penguatan individu/kelompok penarik beca juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial Perguruan Tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat, tidak terkecuali kelompok masyarakat yang ada di sekitar kampus. Hal ini sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Permasalahan kehidupan penarik beca pada dasarnya meliputi banyak aspek seperti aspek sosial, budaya dan ekonomi. Dalam kegiatan pengabdian ini yang menjadi fokus adalah bagaimana menguatkan/memberdayakan kelompok penarik beca sehingga tercipta keteraturan operasional mereka di lingkungan kampus USU.
METODE PENELITIAN
Guna menciptakan kelompok penarik beca yang kuat dan berdaya yang memberi kontribusi bagi peningkatan pendapatan ekonomi dan penciptaan ketertiban dan keteraturan di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara, ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan yaitu:
- Menginventarisir jumlah dan melakukan registrasi penarik beca dan jenis beca yang ada di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
- Membentuk kelompok penarik beca dan melakukan pendampingan (pembinaan kelompok , penyusunan draft usulan kebijakan dan kegiatan produktif lainnya) guna memberdayakan kelompok tersebut.
- Melakukan diskusi bersama kelompok penarik beca untuk menetapkan mengenai tarif angkutan beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
- Melakukan sosialisasi tarif tersebut kepada para pengguna jasa.
- Melakukan lobby ke pihak pimpinan universitas atau pihak terkait agar mengeluarkan aturan kebijakan yang mengatur tentang operasional beca di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data awal dan informasi berupa karakteristik penarik beca ialah dengan cara menyebarkan kuesioner dan wawancara kepada penarik beca dengan bertemu langsung di setiap tempat pangkalan mereka. Setelah data diperoleh maka dilakukan FGD untuk membentuk kelompok penarik beca. Kegiatan ini juga dibantu oleh mitra tim yaitu YPRP (Yayasan Pembela Rakyat Pinggiran). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa persoalan yang dihadapi penarik beca tidak terlepas dari persoalan penduduk kota yang marginal (kaum pinggiran). YPRP adalah salah satu lembaga yang menaruh perhatian dalam pendampingan kelompok kaum pinggiran ini, sehingga pengalaman mereka dapat dimanfaatkan oleh tim untuk mencapai hasil kegiatan yang lebih optimal.
Pelaksanaan kegiatan ini dimulai terhitung sejak usulan kegiatan ini disetujui untuk dilakukan. Adapun waktu yang direncanakan untuk melakukan seluruh kegiatan dalam kegiatan ini adalah 3 bulan. Tempat observasi dilakukan ialah lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara dan lingkungan tempat tinggal para penarik beca. Semua kegiatan FGD direkam dengan menggunakan tape recorder dan kamera foto untuk dokumentasi kegiatan pengabdian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari metode penyebaran koesioner dan wawancara diperoleh beberapa kharakteristik penarik beca di lingkungan kampus USU. Beberapa karakteristik tersebut dapat dilihat pada table-tabel dibawah ini. Jumlah penarik beca yang menjadi target survey adalah 108 orang.
[image:4.596.115.525.575.727.2]Temuan survey menujukkan bahwa para penarik beca tergolong pekerja usia produktif, yaitu antara 8-25 tahun dengan persentase 33.3 % dari jumlah keseluruhan.. Mereka sudah bekerja sebagai penarik beca anatra 1-5 tahun. Gambaran lebih detil dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Penarik beca berdasarkan Umum dan Lama Bekerja Sebagai Penarik Beca
NO INTERVAL
UMUR JUMLAH % INTERVALLAMA MENARIK BECA
JUMLAH %
1 15-18 7 6,5 01 Bulan-1 Tahun 7 6.5 2 18,1-25 36 33.3 1,1-5 Tahun 36 33.3 3 25,1-30 14 13.0 5,1-10 Tahun 14 13.0 4 30,1-40 26 24.1 10,1-15 Tahun 26 24.1 5 40,1-50 18 16.7 15,1-20 Tahun 18 16.7 6 50,1-60 3 2.8 20,1-25 Tahun 3 2.8 7 60,1-70 3 2.8 25,1-30 Tahun 3 2.8 8 70,1-80 - 0.0 30,1-35 Tahun - 0.0 9 80,1-90 1 0.9 35,1-40 Tahun 1 0.9
Jika dilihat dari latar belakang etnis diperoleh kenyataan bahwa sebahagian besar penarik beca yang beroperasi di USU berasal dari etnis Nias dengan jumlah 56 orang atau sekitar 51.9 %. Selain Nias terdapat juga penarik beca yang berasal dari etnis Jawa, Batak Toba, Karo dan lainnya. Untuk lebih jelas lagi mengenai latar belakang etnis penarik beca dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Data Penarik Beca Berdasarkan Kelompok Etnis
NO KELOMPOK ETNIS JUMLAH %
1 Nias 56 51.9
2 Batak Toba 13 12.0
3 Karo 10 9.3
4 Jawa 18 16.7
5 Padang 1 0.9
6 Sunda 1 0.9
7 Batak Pakpak 1 0.9
8 Tapsel 8 7.4
Jumlah 108 100
[image:5.596.113.490.428.511.2]Pendapatan rata-rata penarik beca setiap hari tergolong kecil, yaitu berkisar antara Rp10.000-Rp20.000. Sebanyak 75,9 % responden berada dalam golongan pendapatan ini. Gambaran lebih lengkap tentang sebaran pendapatan penarik beca dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Data Penarik Beca Berdasarkan Pendapatan/Hari
NO Interval Pendapatan JUMLAH %
1 10.000-20.000 82 75.9
2 21.000-30.000 17 15.7
3 31.000-40.000 3 2.8
4 41.000-50.000 4 3.7
5 51.000-60.000 2 1.9
Jumlah 108 100
[image:5.596.114.524.648.696.2]Data mengenai jenis beca dan juga status kepemilikannya menunjukkan bahwa jenis beca yang paling banyak beroperasi adalah beca dayung dengan persentase 89,8% dan beca mesin 10,2 %. Berdasarkan status pemilikannya, ternyata sebagian besar (62,%) penarik beca adalah menyewa beca yang digunakannya mencari nafkah sehari-hari. Tabel 4 di bawah ini memberikan gambaran lebih lengkap.
Tabel 4. Data Penarik Beca Berdasarkan Jenis Beca & Status Beca
NO Jenis Beca JUMLAH % Status Beca JUMLAH %
1 Dayung 97 89.8 Disewa 67 62.0
2 Mesin 11 10.2 Milik Pribadi 41 38.0 Jumlah 108 100 Jumlah 108 100
Data mengenai jumlah penarik beca berdasarkan tempat mangkal
beca paling dominant, yaitu masing-masing 24,1 %. Data sebaran lokasi mangkal penarik beca dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Penarik Beca Berdasarkan Tempat Mangkal
NO TEMPAT MANGKAL JUMLAH %
1 Pintu I 12 11.1
2 Pintu IIPintu II - 0.0
3 Pintu III 17 15.7
4 Pintu IV 26 24.1
5 Simpang Perpus 5 4.6
6 Simpang Sumber 26 24.1
Tembok 22 20.4
Jumlah 108 100
Hampir separuh (43,5 %) dari penarik beca yang menjadi responden tinggal di kawasan kampus, yaitu di Kampung Susuk, sebuah pemukiman penduduk yang bersebelahan langsung dengan areal kampus USU.sData yang diperoleh di lapangan mengenai tempat tinggal penarik beca menunjukkan bahwa rata-rata penarik beca bertempat tinggal di kampung Susuk dengan persentase 43,5 %. Namun sebagian mereka bertempat tinggal cukup jauh dari lokasi mereka bekerja, misalnya dari Kampung Lalang, Marindal, dan Delitua, yang merupakan wilayah pinggiran kota Medan bahkan sudah berada di luar wilayah kota. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran tempat tinggal penarik beca dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Data Penarik Beca Berdasarkan Tempat Tinggal
NO LOKASI TEMPAT TINGGAL JUMLAH %
1 Kampung Susuk 47 43.5
2 Pembangunan 11 10.2
3 PAsar IV 2 1.9
4 Dr. Mansyur 13 12.0
5 Kapt. Muslim 1 0.9
6 Johor 2 1.9
7 Sei Padang 11 10.2
8 Deli Tua 1 0.9
9 Pasar III P. Bulan 4 3.7
10 Selayang 1 0.9
11 Tanjung Sari 8 7.4
12 Pasar. I P. Bulan 2 1.9
13 Sunggal 1 0.9
14 Kamp. Lalang 2 1.9
15 Marindal 2 1.9
Jumlah 108 100
[image:6.596.114.509.476.686.2]Ekonomi 1. Pendapatan penarik beca rata-rata Rp 20.000 /hari. Pendapatan penarik beca ini biasanya mereka gunakan untuk keperluan dihari itu juga, dan adanya kebiasaan hidup mereka dengan gaya “ngebon di warung”. Pagi-pagi isteri mereka ngutang dulu ke warung, baru mereka bayar setelah suami dapat uang.
2. Meningkatnya biaya hidup penarik beca dengan naiknya harga BBM.
3. Makin banyaknya penarik beca yang masuk kelingkungan kampus USU sehingga mengurangi pendapatan mereka karena mendapat saingan. 4. Akses terhadap sumberdaya ekonomi tidak ada atau berkurang. Contohnya koperasi, jadi tidak terpikirkan oleh mereka untuk menyimpan uang atau menabung. 5. Tingkat pendidikan mereka umumnya rendah. Tetapi meskipun begitu, masih ada juga penarik beca yang mempunyai pendidikan cukup tinggi seperti D1, D3 bahkan S1. Penarik beca biasanya bekerja yang lain seperti jaga malam, buruh, isteri menjadi pembantu rumah tangga atau buruh cuci.
1. Adanya keterampilan penarik beca mengenai perbaikan beca sendiri. Tujuannya supaya mereka bisa mengurangi pengeluaran biaya memperbaiki beca.
2. Adanya lembaga keuangan penarik beca, selama ini memang pernah ada seperti “jula-jula” namun itu tidak berlangsung lama, kerena tidak adanya rasa saling percaya diantara mereka.
3. Adanya sumber pendapatan lain supaya USU memberi peluang jika USU melakukan pembangunan.
4. Tidak adanya penggusuran dari pihak USU.
Sosial budaya 1. Solidaritas mereka sangat rendah. 2 Kurangnya percaya diri para penarik beca bahwa mereka tidak bisa hidup layak.
3 Belum adanya organisasi penarik beca yang terorganisir secara baik
1.Adanya upaya-upaya untuk membentuk organisasi penarik beca yang terorganisir secara baik dan rapi.
2. Adanya pertemuan-pertemuan antar pangkalan untuk bertukar informasi, bila ada masalah dapat tolong menolong
Kesehatan dan
lingkungan 1.tidak didapatkan oleh para penarikAkses terhadap fasilitas kesehatan beca.
2. Tingkat kesehatan penarik beca dan keluarganya sangat rendah. Sanitasi dan lingkungan yang kurang baik
3. Birokrasi pelayanan kesehatan bagi penarik beca yang rumit dan berbelit-belit.
1. Penarik beca bisa memperoleh pelayanan kesehatan dari poliklinik USU 2. Adanya pelayanan kesehatan penarik beca secara berkala minimal 3 bulan atau 6 bulan sekali misalnya penyuluhan
mengenai kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan makan yang baik dan peningkatan nilai gizi yang baik,
3. Adanya sosialisasi pencegahan penyakit pada penarik beca.
Dalam FGD II disampaikan usulan kepada para penarik beca bahwa mereka harus mempunyai organisasi yang tersusun rapi. Para penarik beca menyetujui hal tersebut, maka terjadilah pembentukan organisasi penarik beca tingkat USU. Adapun usulan nama organisasi yang mereka ajukan ada 3 yaitu :
disepakati dibentuknya sebuah organisasi yang diberi nama Keluarga Besar Penarik Beca USU (KBPB USU) dengan struktur kepengurusannya yaitu: Ketua : Yan Berlin Sembiring (pangkalan Sumber)
Sekretaris : Basir Hasibuan (pangkalan Pintu I) Bendahara : Faigiaro Lafao
Anggota : Sumarjo, Ucok Karo, Angolita Lafao, Elifati Zega, Timbul Simarmata.
KESIMPULAN
Dari semua kegiatan yang dilakukan, baik itu penyebaran kuesioner, wawancara, FGD I dan FGD II, tidaklah lepas dari kerjasama tim yang solid. Walaupun tidak jarang terjadi selisih paham dan beda pendapat. Namun itu semua tidak menjadi kendala dalam melakukan kegiatan PKM ini. Kegiatan tersebut di atas telah menghasilkan kerjasama yang baik antara tim dengan pihak YPRP, Departemen Antropologi dan juga dengan para penarik beca.
Dari kegiatan ini ditemukan bahwa para penarik beca di kampus USU sepertinya sudah menyadari arti pentingnya berorganisasi, walaupun pada awalnya sangat sulit menyadarkan mereka tentang arti pentingnya berorganisasi. Dengan berorganisasi penarik beca di kampus USU sudah dapat menyampaikan aspirasi-aspirasinya dan keinginan-keinginannya melalui kelompok yang telah dibentuk bersama. Arti penting dari kegiatan ini juga adalah diberikannya pengajaran kepada para penarik beca tentang bagaimana memanagemen perekonomian mereka, maksudnya adalah dengan adanya suatu wadah organisasi maka mereka bisa memiliki uang kas kelompok yang mereka kelola secara bersama-sama yang pada akhirnya uang kas tersebut digunakan untuk keperluan para anggotanya. Pihak kampus juga mendukung kegiatan ini khususnya Departemen Antropologi. Seluruh tim bangga dan sangat dihargai dengan adanya dukungan tersebut.
Hambatan-hambatan yang dialami oleh Tim selama kegiatan ini berlangsung adalah :
• DANA
Dana yang diperoleh tim tidak memadai untuk semua kegiatan yang dilakukan, oleh sebab itu tim harus rela mengeluarkan dana dari kantong sendiri untuk mendapatkan hasil kegiatan yang maksimal
• WAKTU
Setelah selesai melakukan kegiatan FGDII, diadakan pertemuan antara pihak YPRP dengan ketua Departemen Antropologi selaku Pembina LPM Antropologi, untuk menindaklanjuti kegiatan pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di lingkungan kampus USU. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa pihak YPRP merupakan mitra kerja LPM Antropologi dalam berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan untuk pendampingan para penarik beca di kampus USU. Pihak LPM Antropologi dan YPRP juga akan mengambil inisiatif untuk menjembatani harapan-harapan para penarik beca kepihak Universitas. LPM Antropologi adalah merupakan suatu wadaha bagi mahasiswa Antropologi dalam mengaplikasikan teori-teori yang didapat dari perkuliahan. Dalam hal ini mahasiswa terjun langsung kemasyarakat, baik itu penelitian maupun pengabdian. Dengan adanya wadah ini mahasiswa menjadi terpacu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan berguna bagi masyarakat.
b. Pengembangan Ekonomi Para Penarik Beca
Salah satu harapan para penarik beca di kampus USU adalah adanya peningkatan taraf ekonomi. Mereka menginginkan dibentuknya suatu koperasi simpan pinjam. Untuk menindaklanjuti keinginan para penarik beca ini, akan dijalin kerjasama dengan pihak-pihak di luar USU yang berkompeten dalam hal koperasi. Dengan adanya koperasi maka sedikit banyaknya para penarik beca dapat menyisihkan penghasilannya untuk disimpan.
c. Pelayanan Kesehatan Para Penarik Beca
Untuk menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan dan penyuluhan kesehatan bagi penarik beca, maka akan diadakan kerjasama dengan pihak FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) dan FKG (Fakultas Kedokteran Gigi). Bentuk kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan adalah penyuluhan tentang pola hidup sehat dan pencegahan penyakit bagi penarik beca oleh pihak FKM. Pihak FKG akan melakukan pemeriksaan dan perawatan gigi secara berkala kepada para penarik beca.
d. Advokasi Kebijakan
Menanggapi tentang perbedaan tarif beca yang dikenakan pada pengguna jasa beca, maka dibuat daftar tarif yang telah disepakati bersama oleh penarik beca dari setiap pangkalan. Daftar tarif ini selanjutnya akan disahkan oleh pihak Universitas. Oleh karena itu perlu dilakukan lobby kepihak Universitas agar dikeluarkannya kebijakan yang berhubungan dengan tarif beca. Untuk itu perlu diadakan pertemuan dengan pihak Universitas untuk melakukan persentase mengenai laporan hasil kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka pembinaan dan pendampingan kelompok penarik beca di kampus USU. Hasi dari pertemuan ini diharapkan dapat melahirkan suatu kebijakan dari pihak Universitas yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan para penarik beca di kampus USU.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin (2001) Judi Togel dan Tukang Beca, Skripsi Sarjana jurusan Kesejahteraan Sosial FISIP-USU. Tidak diterbitkan. Medan.