KEMAJUAN
PENELITIAN
BIOTEKNOLOGI
PENYAKIT
CVPD
(Progress in Biotechnology Research ofHuang Lung Bin Disease)I Gede Putu Wirawan
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
ABSTRAK
CVPD
(Citrus Vein Phloem Degeneration)
merupakan penyakit terpenting tanaman jeruk. CVPD di Indonesia disebabkan oleh bakteri Gram negatifLiberibacter
asiaticum
yang ditularkan oleh serangga vektorDiaphorina citr
i
dan melalui mata-tempel pada pembibitan jeruk(grafting).
Perkembangan penelitian menunjukkan bahwa di Indonesia ditemukan beberapa strain bakteri CVPD tersebar diberbagai daerah. Perbedaan strain ini diduga menyebabkan terjadinya perbedaan gejala dan perbedaan patogenisitas. Mekanisme tingkat molekul infeksi penyakit CVPD pada tan am an jeruk melibatkan dua molekul protein yang menghambat transport mineral (ion) ke dalam sel tanaman, sehingga menimbulkan gejala defisiensi unsur hara seperti Zn, Mn, Mg dan lainnya. Gen resisten terhadap penyakit CVPD (CVPD') telah berhasil diisolasi dan diklon dari tanamanjeruk kinkit danPoncirus trifoliata.
Tanaman transgenik yang membawa gen CVPD' tersebut menunjukkan toleransi yang lebih baik terhadap penyakit CVPD dibandingkan dengan tanaman jeruk non transgenik.Kata kunci: CVPD,
Liberibacter
asiaticum,
gen resisten, serangga penular, defisiensi hara mikro.ABSTRACT
CVPD
(Citrus Vein Phloem Degeneration)
was the most important disease on citrus plant. In Indonesia, a Gram negative bacterium ofLibe
r
ibacter
asiaticum
was the cause in CPVD which transmitted byDiaphorina citri
vector insect and through the budwood on citrus grafting. Research development in Indonesia indicated that some bacterial strain of CVPD was found. to diffuse in various areas. This strain distinction assumed to result in existing of symptom and pathogenic different. Molecular level mechanism of CVPD disease infection on citrus plant involved two proteins molecular which inhibit mineral transport (ion) into plant cell, so that it inflicted deficiency symptom in mineral agent such as Zn, Mn, Mg and others. Gene that resisted to CVPD disease has been succeeded to isolate and to clone from citrus plant ofkinkit
andPoncirus trifoliata.
Transgenic plant carried those CVPD gene showed better tolerance against CVPD disease compared with non-transgenic citrus plant.Keywords CVPD,
Liberibacter asiaticum
,
citrus infection, resistant gen, vector, insect, mineral inhibition.PENDAHULUAN
CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) merupakan penyakit terpenting dan penyebab utama kehilangan hasil perkebunan jeruk di hampir semua negara terutama Asia dan Afrika (Jagoeuix et al., 1997). CVPD di Indonesia termasuk Asian greening (Triwiratno et al., 1999), disebabkan oleh bakteri Gram negatif Liberibacter asiaticum (Garnier et al., 2000) yang ditularkan serangga vektor Diaphorina citri dan melalui mata-tempel pada pembibitanjeruk (grafting). Bahkan data penelitian menunjukkan penyebaran penyakit CVPD dipertanaman lebih banyak (mencapai 83%) disebabkan oleh pemakaian bibit yang telah terkontaminasi dari mata-tempel dan atau berasal dari batang-bawah yangjuga telah terkontaminasi patogen penyakit CVPD, (Wirawan, dkk 2000 a).
Akibat serangan penyakit CVPD, Afrika Selatan mengalami kerugian 30-100%, Filipina lebih dari 60%, Thailand lebih dari 95%, dan di Saudi Arabia bagian Tenggara jeruk manis dan Mandarin punah (da Graca, 1991). Di Indonesia, CVPD menyerang sejak tahun 1940-an (Aubert et al., 1985), dan saat ini menyerang hampir di seluruh propinsi. Serangan di Tulungagung sampai 62,34% dan di Bali Utara sampai 60% (Dwiastuti, 2000). Kehilangan produksi sekitar 50.000 ton buah jeruk per tahun (Tjiptono, 1985), dengan kerugian mencapai puluhan milyar rupiah
per tahun (Hutagalung, 1985; Dwiastuti, 2001).
Nilai ekonomi agribisnis jeruk tergo long sangat tinggi ini, yang dapat mencapai Rp. 100 juta per hektar per tahun. Luas areal pertanaman di Bali misalnya, dengan cepat meluas mencapai 95.564 Ha dalam kurun waktu 1988 sampai 1996 (Anonimous, 1996). Serangan penyakit CVPD di Bali diperkirakan menelan kerugian mencapai Rp. 36 milyar pad a tahun 1984 (Anonimous, 1996). Sentra pengembangan jeruk di Bali kemudian berpindah ke Kabupaten Bangli, namun, serangan penyakit CVPD kembali mengganas sehingga nilai produksi yang diperkirakan pernah mencapai Rp. 400 milyar pada tahun 1998 menjadi terancam oleh serang penyakit CVPD yang telah meluas di daerah ini.
PENYAKlT
CVPDCVPD adalah salah satu penyakit tanaman jeruk, sering dikenal dengan nama citrus greening, yellow shoot (Eropa dan Amerika), leaf mott/e (Filipina), likubin atau decline (Taiwan), citrus dieback (India), blotchy-mettle atau mottling disease (Afrika); dengan nama huanglongbing dalam sebutan bahasa China yang dicoba
dipopulerkan menggantikan sebutan-sebutan lainnya, karena diketahui penyakit ini berasal dari China sejak tahun 1919 (da Graca, 1991; Vichitrananda, 1998). CVPD menyerang hampir semua kultivar jeruk, menyebabkan produksi berkurang atau gagal, memperpendek masa hidup tanaman (Hung
et al.,
2000; Su dan Hung, 2001), dan dapat mematikan tanaman dalam waktu 1-2 tahun (da Graca, 1991). Akibat CVPD, pohonjeruk keprok yang dulu dapat mencapai umur puluhan tahun, sekarang hanya dapat memberi hasil2-3 kali panen (Wirawan dkk., 2000a).Ditemukan beberapa tipe gejala atau perbedaan gejala serangan penyakit CVPD. Penyebab terjadinya perbedaan tipe gejala pada daun tanaman jeruk belum diketahui dengan pasti. Diduga perbedaan ini dapat disebabkan oleh umur tanaman atau daun, intensitas serangan, kondisi iklim atau oleh perbedaan strain bakteri
L.
asiaticum
yang menyerang tanaman. Disamping itu analisis PCR untuk deteksi bakteri CVPD,L.
asiaticum,
pada daun tanaman yang bergejala CVPD, ditemukan fenomena bahwa tidak semua daun-daun pada ranting yang menunjukkan gejala serangan CVPD positif mengandung bakteriL.
asiaticum.
Dapat terjadi daun bagian atas positif mengandung bakteri L.asiaticum
tetapi daun bagian bawahnya negatif(Wirawan, dkk, 2003). Penemuan ini menunjukkan bahwa untuk munculnya gejala penyakit tidak diperlukan adanya patogen pada bagian tanaman (daun) tersebut, atau dengan kata lain patogen yang berada pada bagian tanaman lain (daun) dapat menyebabkan munculnya gejala pada daun disebelahnya atau pada daun di bagian atas atau di bawahnya.Penyebab Penyakit
Penyakit CVPD yang juga disebut "citrus greening" atau "Huanglongbin", pada awalnya diduga disebabkan oleh virus (Tirtawidjaya
et
aI., 1965; Tirtawidjaya, 1980; Chen and Mei, 1965), kemudian karena pengembangan penelitian pada penyakit ini, dikatakan disebabkanoleh
.
mycoplasma-like
organism
(MLO). Tetapi organisme yang diduga MLO ini segera diketahui dibungkus oleh dinding setebal 25 nm yang jauh lebih tebal dari unit membran yang khas untuk MLO yaitu antara 7-10 nm (Sandrineet
al., 1994). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa membran setebal 25 nm itu merupakan membran bakteri yang memberi indikasi bahwa penyebab penyakit CVPD adalah bakteri dan bukan mikoplasma. Organisme yang sama seperti yang ditemukan pada CVPD ini juga ditemukan pada tanaman selain . jeruk pada lebih dari 20 jenis penyakit (Greber and Gownalock, 1979; Holmeset al.,
1972; Klein
et al
.
,
1979; Nourrisseauet al.,
1993). Sejauh yang diketahui,organisme-organisme ini selalu berada dalam jaringan phloem, dan tidak satupun yang dapat dibiakkan pada media buatan. Mengambil persamaan dengan MLO, organisme-organisme ini kemudian disebut BLO (bacterium-like organism) (Sandrine et al., 1994).
Pada tahun 1993 ViIIechanoux et al. berhasil mengklon dan mensekuen 2,6 kb fragmen DNA dari genom BLO yang diisolasi dari tanaman jeruk terserang eVPD. Ditemukan bahwa fragmen ini mengandung conserved sequence dari
rpIKA1L-rpoBC operon yang menyandi pembentukan empat ribosomal protein. Dengan
penemuan ini Sandrine et al. pada tahun 1994, dengan teknik peR (polymerase chain reaction) mencoba mengamplifikasi fragmen 16S rDNA dari BLO yang diisolasi dari tanaman jeruk (var. Poona) yang terserang penyakit eVPD menggunakan universal primer. Pada tahun 1996 Sandrine et al. melaporkan bahwa mereka telah berhasil mengembangkan satu primer yang spesifik dari 16S rDNA tersebut untuk mendeteksi patogen penyebab penyakit eVPD dan sejak itu disimpulkan bahwa penyebab penyakit eVPD adalah bakteri yang mereka beri nama Liberobacter (Sandrine et al., 1996). Ditemukan dua species yaitu L. asiaticum yang terse bar di kawasan Asia termasuk Indonesia dan L. africanum yang tersebar di kawasan Afrika.
Morfologi Bakteri CVPD
Informasi morfologi, fisiologi, biokimia dan genetik bakteri eVPD sangat terbatas, karena belum bisa dikultur secara in vitro (Nakashima et al., 1996). Pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap irisan ultratipis secara serial dan konfigurasi tiga dimensi menunjukkan bahwa bakteri eVPD bersifat pleomorfik, pada saat tumbuh berbentuk memanjang yang fleksibel berukuran 100-250 x 500-2500 nm, pada saat dewasa berbentuk batang yang kaku berukuran 350-550 x 600-1500 nm. Adapula yang berbentuk badan-badan seperti bola dengan sitoplasma tipis, berdiameter 700-800 nm (Su dan Huang, 1990) dan ada yang 300-1000 nm (Gamier dan Bove, 1983). Bakteri berbentuk bola yang sudah tua sering ditemukan telah rusak melalui plasmolisis, vakuolasi dan aglutinasi. sitoplasma. Umumnya bakteri berbiak melalui budding (pertunasan) dan kadang dengan pembelahan biner
atau beading. Badan-badan berbentuk bola yang sudah tua dapat membentuk
beberapa keturunan berbentuk batang (Su dan Huang, 1990). Selubung bakteri eVPD terdiri atas tiga lapis an, yaitu lapisan dalam yang gelap dan mengabsorbsi elektron, dan lapisan luar yang gelap. Kedua lapisan tersebut terdiri atas twi-triple
layered menyerupai dinding bakteri Gram-negatif. Diantara kedua lapisan terdapat daerah yang tampak terang (electrone transparent zone), menyerupai lapisan peptidoglikan bakteri Gram-negatiftertentu. Ketebalan ketiga lapisan kurang lebih 25 nm (250 A) (Gamier dan Bove, 1983).
Penularan Penyakit CVPD
Bakteri CVPD terdapat terbatas dalam fIoem tanaman dan endoselular (Gamier dan Bove, 1983; Jagoueix et al., 1996). Su dan Huang (1990) menyatakan bahwa bakteri dalam fIoem daun dengan berbagai tingkat kematangan atau pada berbagai varietas jeruk, mempunyai kecenderungan berbiak melimpah pada musim panas dan berkurang pada musim gugur dan musim dingin, tetapi dapat dideteksi pada jumlah tertentu di sepanjang tahun. Kurva pertumbuhan bakteri secara musiman paling tinggi dan konstan adalah pada daun dewasa. Pergerakan bakteri dalam tanaman jeruk cukup lambat yaitu 30-50 cm ke arah bawah dalam waktu 12 bulan (da Graca, 1991), dan pada tahap awal infeksi cenderung tetap berada pada cabang yang diinfeksi vektor (Su, 2001).
CVPD menular terutama melalui penempelan mata tunas (grafting) (Su, 2001) tetapi kecepatannya bervariasi karena distribusi bakteri tidak beraturan pada tanaman (Hung et al., 2000, Sdoodee et al., 1999), yang menyebabkan dapat diperoleh tanaman bebas penyakit dari tanaman terinfeksi (Planck, 1999). Wirawan dkk. (2000), melaporkan bahwa 83% serangan penyakit CVPD di Bali dibebabkan oleh penyebaran bibit yang telah terinfeksi penyakit CVPD, yang dihasilkan melalui teknik penempelan mata tunas. Penularan juga melalui serangga vektor Diaphorina citri (Kuwayama) untuk strain Asia dan Trioza erytreae (Del Guercio) untuk strain Afrika (Bove, 1995). Secara eksperimen, masing-masing vektor juga dapat menularkan kedua strain (Gamier dan Bove, 1993). Walau secara terbatas alat-alat pertanian seperti alat inokulasi dan pemangkas diduga dapat menularkan penyakit (Semangun, 1994).
Strain Bakteri CVPD
Berdasarkan kepekaan terhadap suhu, terdapat dua macam strain bakteri CVPD yaitu Asia dan Afrika Asia mengakibatkan gejala parah pada suhu rendah (22-24'C) dan suhu lebih tinggi (27-32'C), atau bentuk yang toleran panas (heat-tolerant). Strain Afrika menginduksi gejala pada suhu rendah (20-24'C), atau bentuk yang sensitifpanas (heat-sensitive) (Jagoueix et al., 1994; Su, 2001). Pada
suhu 27-30°C strain Afrika tidak menimbulkan gejala dan tidak aktifpada suhu lebih tinggi dari 30°C dalam waktu lama (da Graca, 1991).
Kedua strain mempunyai rentangan inang dan gejala serupa (Planetet al.,
1995). Menurut da Graca (1991), gejala CVPD Asia lebih parah dibanding CVPD Afrika, lebih tersebar luas pada dataran rendah yang bersuhu rata-rata 30-35°C, sedang strain Afrika lebih terbatas penyebarannya di dataran yang lebih tingi (Korsten et al., 1993). Penyebab CVPD jeruk di Indonesia termasuk kelompok
greeningtipe Asia (Asian greening) (Triwiratno et al., 1999).
Dalam ulasan da Graca (1991) dinyatakan bahwa selain strain berdasarkan kepekaan terhadap suhu, terdapat strain berdasar kecepatan penularan, gejala yang ditimbulkan, serotipe, dan virulensi, Kecepatan penularan melalui grafting isolat dari Transvaal Tengah di Afrika Selatan lebih cepat dibanding dari Transvaal Timur. Suatu isolat dari suatu wilayah menginduksi blotchy-mottle, sedang isolat lain menyebabkan gejala seperti defisiensi zinc. Di India, terdapat perbedaan isolat dalam tingkat virulensi apabila digrafting ke inang, yang dikelompokkan menjadi ringan (mild), parah (severe), dan sangat parah (very severe).
Perbedaan strain berdasar serotipe diketahui dengan penggunaan antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal untuk deteksi CVPD dari Poona (India), tidak dapat digunak~n untuk deteksi sampel dari China, Thailand, Malaysia dan bahkan dari daerah lain di India meskipun dari strain yang sama berdasar kepekaan terhadap suhu, tetapi bereaksi dengan sampel dari Afrika. Dari perkebunan jeruk yang berdekatanjuga dapat ditemukan serotipe (Bove et al., 1993).
Bakteri strain Asia kemungkinan mengalami evolusi menjadi berbagai strain. Sebelum tahun 1970-an, pummelo (jeruk Bali/jeruk besar) menunjukkan ketahanan terhadap infeksi, akan tetapi sejak 1971 dapat terinfeksi dan menjadi parah sejak
1975. Kemungkinan terdapat strain baru yang cukup virulen untuk menginfeksi pummelo (Su dan Huang, 1990). Dalam perkembangannya, Su dan Huang (200 I) menyatakan bahwa isolat-isolat strain Asia dari jeruk Mandarin menginduksi gejala parah pada jeruk Mandarin dan jeruk manis tetapi hanya menimbulkan gejala ringan pada pummelo. Isolat dari pummelo menyebabkan gejala parah pada pummelo dan gejala ringan pada jeruk manis dan Mandarin. Beberapa isolat dari jeruk manis dan Mandarin menyebabkan gejala parah padajeruk Mandarin danpummelo. Isolat yang tidak menimbulkan gejala juga terdapat jeruk Mandarin yang nampak sehat. Disimpulkan bahwa strain Asia mempunyai sejumlah strain parah seperti strain Mandarin danpummelo,juga strain sedang dan strain ringan.
Bakteri L. asiaticum yang menyebabkan penyakit CVPD di Indonesia terdiri dari beberapa strain yang berbeda. Perbedaan ini ditunjukkan oleh perbedaan urutan (sekuen) nukleotida dari fragmen 16 S rDNA yang teramplifikasi dalam analisis PCR. Strain bakteri CVPD yang menyerang tanaman jeruk di Kalimantan Barat, Cianjur, Tulungagung, Bali, Bima, dan Sulawesi Selatan masing-masing menunjukkan perbedaan (Wirawan, dkk, 2003). Perbedaan sekuen 16S rDNA yang ditemukan pada beberaba daerah ini menunjukkan adanya perbedaan strain bakteri CVPD yang menyerang tanamanjeruk di masing-masing daerah tersebut.
Serangga
Penular
(vektor)
Patogen bakteri penyebab penyakit CVPD, Liberobacter asiaticum diketahui disebarkan oleh serangga sejenis kutu loncat atau juga disebut kutu loncat jeruk yang bernama Diaphorina citri Kuw. Bakteri CVPD, L. asiaticum, dapat berada pada bagian mulut (stilet) dari serangga ini dan menular ke tanaman ketika serangga vektor mencucuk dan mengisap makanan dari tunas atau daun tanaman jeruk. Dinamika populasi D. citri sangat dipengaruhi oleh musim pertunasan tanaman jeruk. Dalam satu tahun terjadi lima puncak populasi D. citri dan puncak populasi tersebut berkaitan dengan masa pertunasan tanaman jeruk Siam. Populasi tinggi ditemukan pada bulan September, Desember dan Februari dimana pada saat ini tanaman jeruk mengalami pertunasan sehingga tersedia banyak daun-daun muda.
Di alam D. citri dapat diparasit oleh parasitoid nimfa yaitu Tamarixia radiata
Wat. (Hymenoptera:Eulophidae), dan Diaphorencyrtus alligarhensis Shaffe (Hymenoptera: Encyrtidae) (Chien & Chu 1996, Chen 1998, Nurhadi & Djatmiadi 2002). Beberapa predator dari famili Coccinellidae, Chrysopidae, Syrphidae, Eumolpidae dan Lycosidae juga berperan dalam pengendalian populasi D. citri di lapangan (Nurhadi & Whittle 1989). Selanjutnya Nurhadi et al. (J 986) mendapatkan tingkat pemangsaaan oleh Lycosidae sebanyak 49,8% dan Syrphidae 67,10%. Hasil penelitian Wijaya et al. (1997) menunjukkan bahwa Curinus coeruleus Mulsant (Coleptera:Coccinellidae) yaJ?g efektif mengendalikan kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana Crawford) (Siswanto & Soehardjan 1988, Sudartha 1989) juga mampu memangsa D. citri. Uji laboratorium menunjukkan imago C. coeruleus mampu memangsa 118 ekor nimfa instar-2 dan 3 D. citri per hari.
Parasitoid nimfa T radiata dan D. alligharensis merupakan spesies musuh . alami yang terbukti memberikan kontribusi yang lebih dominan dibandingkan spesies-spesies predator dan entomopatogen dalam pengendalian hama secara alami (Nurhadi & Wittle, 1989).
T radiata merupakan parasitoid nimfa yang lebih berperan dibandingkan dengan D. alligarhensis dalam menekan perkembangan populasi D. citri di pertanaman jeruk. Penggunaan T radiata dalam pengendalian D. citri, masih perlu dikaji secara mendalam, karena penelitian menggunakan teknik long peR di California menemukan T radiata juga membawa bakteri L. asiaticum yang mungkin didapatnya dari tubuh D. citri.
Mekanisme Infeksi Penyakit CVPD pada Tanaman Jeruk
Tanaman yang diserang CVPD memperlihatkan gejala daunnya menguning atau klorosis, warna tulang daunnya menjadi hijau tua, daunnya lebih tebal, kaku dan ukurannya menjadi lebih kecil. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sarwono (1995). Klorosis terjadi karena pembentukan klorofil berkurang, sehingga aktifitas fotosintesis tanaman menurun. Tanaman yang terinfeksi CVPD juga menunjukkan gejala nekrosis dan gugur daun (Marlina 1998). Proses terjadinya klorosis diawali dengan tertularnya jaringan tanaman oleh patogen melalui stilet serangga vektor pada saat mengisap cairan dari floem tanaman jeruk. Selanjutnya patogen yang terdapat dalam floem tersebar ke bagian-bagian tanaman bersama translokasi bahan organik. Kehadiran patogen dalam jumlah yang relatif banyak dapat menimbulkan gejala klorosis bahkan terjadinya nekrosis pada floem tulang daun (Diah, 2002).
Proses penularan patogen persisten diawali dengan terjadinya mengambilan patogen bersamaan dengan cairan tanaman oleh serangga vektor pad a waktu makan melalui stiletnya, kemudian masuk ke saluran pencernaan menembus dinding usus, sirkulasi dalam hemolimf dan mengkontaminasi air ludah. Bakteri mengalami periode laten dalam tubuh vektor, setelah itu vektor menjadi infektif (Carter, 1973; Oka, 1993).
Penelitian terakhir tahun 2003 menemukan bahwa serangga vector D. citri tidak menularkan patogen L. asiaticus kepada telur-telur yang dihasilkannya. Nimfa D. citri mendapatkan atau terlular patogen ketika mulai bisa mengambil makanan pada tanaman jeruk, (Wirawan dkk., 2003, Wijaya, 2003). Penularan patogen melalui rantai makanan disebutkan oleh Hurd (2003) sebagai "trophic transmission from host to host via the food chain". Interaksi mutualisme tersebut berlangsung sangat lama.Setelah masuk ke dalam sel-sel floem tanaman jeruk bakteri CVPD, L. asiaticum akan berkembang biak dengan mengambil sumber karbon dan nitrogen sebagai makanan dari metabolisme sel-sel floem tanaman jeruk. Masuknya patogen ke dalam sel floem menyebabkan terjadinya reaksi
tingkat molekul antara patogen dan sel floem. Diduga L. asiaticum menghasilkan molekul protein virulen (toksik) yang dapat mengganggu metabolisme sel-sel floem. Sementara itu sel-sel floem menghasilkan protein khusus, misalnya protein reseptor, sebagai reaksi terhadap masuknya patogen dan molekul protein virulennya ke dalam sel floem. Karena serangan penyakit CVPD menyebabkan tanaman kekurangan unsur-unsur Zn, Mn dan Ca , maka ada indikasi yang menunjukkan bahwa infeksi penyakit CVPD pada tanaman jeruk mengganggu mekanisme transport mineral atau ion-ion seperti Zn, Mn, dan Ca ke dalam sel-sel floem tanaman jeruk.
Wirawan dkk. (2003) dan Sri Marhaeni. (2003) menemukan dua molekul protein khas pada tanaman jeruk yang terserang penyakit CVPD sementara pada tan am an jeruk sehat (tidak terserang penyakit CVPD) kedua molekul tersebut tidak ditemukan. Kedua molekul protein ini telah berhasil diisolasi dan dimurnikan (dipurifikasi) menggunakan teknik electro-blotting atau dengan teknik kolom khromatografi menggunakan fraction collector. Belum diketahui apakah kedua molekul protein tersebut berasal dari bakteri CVPD, L. asiaticus, atau berasal dari sel tanaman jeruk yang terinfeksi atau masing-masing molekul protein. dihasilkan oleh bakteri CVPD dan sel floem tanaman jeruk. Diduga keberadaan kedua molekul protein inilah yang menyebabkan terganggunya transpor ion kedalam sel tanaman jeruk.
Protein memegang peran kunci dalam semua proses biologis. Hampir semua katalis dalam sistem biologis adalah protein (enzim). Berarti protein menentukan pola transformasi kimia dalam se!. Protein memperantarai cakupan sangat luas fungsi-fungsi lain seperti transport dan penyimpanan, proteksi imun, rangsangan, integrasi metabolisme, kontrol pertumbuhan dan diferensiasi (Stryer, 2000).
Menurut Alberts et al. (1991), protein transport pertama kali diketahui tahun 1950-an, dengan mempelajari bagaimana bakteri mempunyai kemampuan untuk memasukkan gula spesifik melalui membran plasma. Berbagai mac am penyakit keturunan pada manusia, contohnya penyakit cystinuria disebabkan oleh ketidak mampuan sel untuk mentranspot asam amino tertentu dari urine atau intestine ke dalam sel darah. Terdapat dua mac am protein transpot yang berlokasi pada mernbran sel, yaitu protein pembawa (carrier protein) dan protein saluran (channel protein). Protein pembawa mengikat senyawa (zat teriarut) spesifik untllk' memindahkan senyawa melewati membran sel, sedangkan protein saluran tidak memerlukan ikatan dengan senyawa tersebut. Transport ion oleh protein pembawa
dapat dilakukan secara aktif atau pasif, sedangkan transpot ion oleh protein saluran
dilakukan secara pasif. Transport aktif yang diperantarai oleh protein pembawa
akan memompa secara langsung ion tertentu melewati membran.
Proses protein pembawa untuk menyalurkan sebuah molekul larutan melalui
lapisan lemak menyerupai reaksi enzirn-substrat. Setiap jenis protein pembawa
mempunyai satu atau lebih temp at pengikatan untuk larutan atau substratnya. Pada
saat semua tempat pengikatan telah terisi penuh maka nilai pengangkuatannya akan
maksimal. Seperti pada enzim, pengikatan larutan dapat dihalangi secara khusus
oleh penghalang yang kompetitif (competitive inhibitor) untuk mencegah adanya pengikatan atau adanya penghalang yang non kompetitif (noncompetitive inhibitor).
Mekanisme kerja protein pembawa dan protein saluran serta kemungkinan peran
kedua protein khas yang ditemukan pada tanaman jeruk terserang penyakit CVPD.
Mekanisme molekuler bagaimana masuknya larutan melewati lapisan lemak
(lipid bilayer) pada membran sel belum diketahui dengan jelas, tetapi DNA
pengkode protein transpot telah berhasil diklon dan disekuen. Sekuen DNA
pengkode bagian spesifik protein dapat diubah dengan mutasi lokus terarah (site
directed mutagenesis) dan mRNA mutan dapat diinjeksikan pada sel mamalia atau
oocytes Xenophus, dimana akan diketahui secara langsung sintesa protein mutan
yang berfungsi sebagai protein transpot (Alberts et al., 1991). Penelitian yang
dilakukan oleh Kato et al. (2001), menemukan bahwa protein AtHKTl pada
Arabidopsis thaliana yang merupakan pengangkut Na+/K- memiliki kemampuan
dalam memperantarai masuknya Na' pada oocytes Xenophus laevis dan
pengambilan K- pada E. coli. Protein HKTl merupakan kelompok dari superfamili
pentranspot K-.
Mekanisme transport mineral inilah yang diduga terganggu akibat serangan
penyakit CVPD. Sehingga model hipotetik yang dapat diajukan saat ini adalah
interaksi antara protein virulen yang dihasilkan oleh bakteri CVPD, L. asiaticus,
dan protein reseptor yang dihasilkan oleh sel tanaman jeruk berikatan secara kimia
pada domain membran dari molekul protein saluran (channel protein) yang
berfungsi menyalurkan ion-ion inorganik ke dalam sel floem tanaman jeruk.
Akibatnya protein saluran ini tidak dapat berfungsi menyalurkan ion-ion inorganik seperti Zn, Mn dan Ca ke dalam sel tanamanjeruk.
ISOLASI GEN RESISTEN TERHADAP PENYAKlT CVPD
Berbagai jenis tanaman jeruk yang dibudidayakan secara ekonomis diketahui peka terhadap serangan penyakit CVPD. Jenis-jenis tanaman jeruk budidaya yang peka terhadap serangan Cvpd untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk CVPD'. Tanaman jeruk Garut dan jeruk Tejakula yang sangat terkenal sekarang sudah sangat sulit ditemukan di lapangan dan kalau pun ditemukan telah terinfeksi berat oleh penyakit CVPD. Dewasa ini belum ditemukan cara pengendalian penyakit Cvpd ini secara baik, karena berbagai kendala yang masih dihadapi seperti; belum dapat dibiakkannya patogen penyebab penyakit pada media buatan, sehingga sulit untuk melakukan kharakterisasi terhadap sifat-sifat patogennya akibatnya sulit untuk mengetahui mekanisme infeksi tanaman oleh patogen yang pada akhirnya sulit untuk merumuskan teknik pengendaliannya.
Di lain pihak dilaporkan beberapajenis tanamanjeruk, terutama tanamanjeruk yang tidak dibudidayakan secara ekonomis dan beberapa tanaman kerabatnya, diketahui ada yang toleran terhadap penyakit CVPD. Jenis tanaman jeruk dan kerabatnya yang toleran CVPD ini untuk selanjutnya disebut tanaman jeruk Cvpd', Diantaranya "Seedless lime" (jeruk nip is tanpa biji), Tahiti lime, Triphachia trifoliata (jeruk kinkit), dan Poncirus trifolia (karatachi). Tanaman jeruk yang toleran CVPD (CVPD') diyakini mengandung gen atau gen-gen yang produknya sanggup mematahkan infeksi oleh patogen CVPD (L. asiaticum) atau sanggup menolak penularan patogen yang dibawa oleh serangga vektor D. citri.
Berdasarkan informasi ini, pertama; Wirawan dkk. (2000), menguji ulang ketahanan terhadap CVPD dari beberapa jenis tanaman CVPD' dengan cara penularan penyakit menggunakan vektor serangga Diaphorina citri. Seleksi dilakukan secara sangat ketat yaitu baik secara visual dengan mengamati gejala yang muncul maupun menggunakan deteksi PCR (Polimerase Chain Reaction) terhadap keberadaan patogen pada tariaman yang diuji. Kemudian dari tanaman-tanaman CVPD' yang terseleksi dilakukan mutasi, dengan metode transformasi menggunakan sistem Agrobacterium tumefaciens baik secara in vitro maupun secara in planta.
Secara in vitro transformasi genetik dilakukan melalui kultur sel, potongan daun, ruas ranting muda (internode stem), biji, dan potongan kecambah steril dari tanaman CVPD' (dalam hal ini digunakan jeruk kinkit dan karatachi).
A. tumefaciens LBA (pAL4404, pIB 121) diinokulasikan kepada bahan-bahan
tanaman tersebut untuk kemudian ditumbuhkan pada media kultur jaringan (MTO
atau MTOK). Transformasi secara
in planta
dilakukan dengan menginokilasikanA.
t
um
e
faciens
LBA (pAL4404, pIB 121) pada pucuk tunas yang dipotong pada bibitmuda tanamanjeruk kinkit atau karatachi.
Binary Ti Plasmid pIB121, mengandung fragmen DNA yang terdiri dari gen
untuk ketahanan terhadap kanamisin, dan gen B-glucuronidase (GUS) yang diklon
"downstream" 35S CaMV promoter (Jefferson
et al
.,
1987; Ohtaet al
.
, 1990
;
Wirawan and Kojima, 1996).
A. tumefaciens
akan mentransfer fragmen DNA ini kedalam sel-sel tanaman jeruk kinkit atau karatachi yang dapat dideteksi dengan
media seleksi yang mengandung kanamisin, dan deteksi PCR menggunakan sekuen
gen GUS sebagai primernya serta dengan mendeteksi ekspresi gen GUS pada
transforman yang dihasilkan. Mutasi dengan sistem
A. tumefaciens
pada genomtanaman CVPD' (kinkit atau karatachi) menginaktifkan gen-gen yang termutasi yang
diantaranya adalah gen atau gen-gen yang bertanggungjawab pada toleransi
tanaman terhadap serangan penyakit CVPD. Dengan demikian loci gen-gen ini
dapat diidentifikasi dan diisolasi serta dapat klon untuk dikharakterisasi
sifat-sifatnya dan dimanfaatkan dalam penanganan penyakit CVPD.
Transforman atau mutan tanaman jeruk CVPD' yang dihasilkan diinokulasi
dengan
Diaphorina citri
infektif (membawa bakteriL. asiaticus,
penyebab CVPD).Mutan-mutan yang menunjukkan gejala serangan CVPD (disebut CVPD"') diseleksi
dan keberadaan
L
.
asiaticus
pada mutan tanaman jeruk CVPD'" dideteksi denganmetode PCR menggunakan sekuen 16S ribosomal DNA yang spesifik untuk L.
asiaticus
sebagai primer. Loci gen-gen toleran CVPD diisolasi dari mutan tanamanCVPD'" ini menggunakan metode inverse PCR (IPCR) atau plasmid rescue.
Wild type target DNA dari tan am an induk dideteksi dan diisolasi menggunakan
metode PCR menggunakan primer yang dirumuskan berdasarkan sekuen dari
flanking DNA produk IPCR. Konfirmasi terhadap hasil PCR ini dilakukan dengan
metode Southern Blot menggunakan fragmen flanking DNA atau produk PCR diatas
sebagai probe.
Tahap- Tahap Prosedur Isolasi Gen Resisten Penyakit CVPD secara ringkas
adalah sebagai berikut:
a. Uji ketahanan tanaman jeruk kinkit dan karatachi serta tanaman jeruk budidaya
(Siam dan keprok) terhadap serangan penyakit CVPD dengan cara penularan
mengunakan serangga vektor
D
.
citri
.
b.
D
e
teksi PCR
u
ntuk memast
i
kan serangan penyakit CVPD pada tanaman yang
diuji.
c.
Je
r
uk kink
i
t
dan karatachi
dipilih
sebaga
i
tanaman
yang toleran
terhadap
serangan penyakit CVPD (CVPD
'
).
d.
Transformasi
genetik secara
in vitro atau in planta pada tanaman jeruk kinkit
dan karatachi.
e.
Seleksi transforman (tanaman yang termutasi)
.
f
.
Uji ketahanan
terhadap
serangan
penyakit
CVPD untuk tanaman-tanaman
termutasi (transforman).
g.
Seleksi yang menjadi peka terhadap serangan penyakit CVPD (CVPD'·
'
).
h.
Inverse PCR (IPCR) untuk isolasi flanking DNA termutasi dar
i
mutan tanaman
jeruk kinkit CVPD'·
'.
i.
Kloning produk IPCR (flanking DNA termutasi) pada vektor plasmid.
j.
Sekuen fragmen DNA produk IPCR
.
k.
Formulasi primer untuk deteksi wild t
ype target DNA yang mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD.
1.
Deteksi dan isolasi serta kloning
wild type target DNA ya
ng mengandung gen
untuk ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD.
m.
Analisis
sekuen klon wild type target DNA yang mengandung
gen untuk
ketahanan terhadap serangan penyakit CVPD dan penentuan ORF (open reading
frame) dari gen gen untuk ketahanan terhadap sera
ngan penyakit CVPD (gen
CVPD').
n.
Over expression (produksi protein) gen CVPD'
pada sel Escherichia coli.
o
.
Analisis
fungsi protein yang dihasilkan
oleh gen CVPD' dalam mekanisme
ketahanan tanaman terhadapserangan
penyakit CVPD.
p
.
Pembuatan tanamanjeruk
transgenik menggunakan gen CVPD'.
q.
Uji ketahanan tanaman jeruk transgenik dengan gen CVPD
'
terhadap serangan
penyakit CVPD.
PENGENDALIAN PENYAKIT CVPD
Berdasarkan pemahaman tentang penyakit CVPD pada tanaman jeruk dari
hasil-hasil penelitian terdahulu hingga hasil-hasil penelitian akhir pada tahun 2003,
maka dapat direkomendasikan usaha-usaha penanganan penyakit CVPD sebagai
berikut:
Pengendalian serangga vektor D.
citri
a. Serangga vektor D. citri pertama-tama harus dikenali morfologinya di lapangan
sehingga dapat diketahui keberadaan dan populasinya di pertanaman
b. Lakukan pengendalian D. citri dengan insektisida secara teratur jika di
pertanaman ditemukan keberadaan D. citri.
c. Pengendalian D. citri menggunakan serangga musuh alami, seperti ; Tamarixia
radiata, Diaphorencyrtus aligarhensis, Curinus coeruleus, Coocinella repunda,
Syrpidae, Chrysophydae dan laba-Iaba Oxyiopes sp.
d. Penangkapan serangga D. citri penggunakan perangkap kuning yang diberi lem
perekat senyawa penarik serangga (feromon, eugenol, atau lainnya).
Pengendaliaq penyakit CVPD dalam pembibitan
a. Pembuatan bibit dilakukan dalam rumah kasa (screen house), sehingga terhindar
dari masuknya serangga vektor D. citri ke dalam pembibitan.
b. Tanaman induk yang digunakan untuk mata-tempel diseleksi secara ketat
dengan teknik deteksi penyakit CVPD menggunakan analisis PCR. Hanya
ranting tanaman induk yang negatif keberadaan bakteri CVPD, L. asiaticum
yang boleh digunakan untuk mata-tempel.
c. Biji tanaman batang-bawah diambil dari buah yang sehat dari tanaman yang
sehat pula. Bibit batang-bawah yang tumbuh harus juga bebas dari serangan
penyakit CVPD dengan dibuktikan bebas gejala penyakit CVPD dan melalui
analisis PCR.
d. Mata tunas yang diambil dari pohon induk dapat diberi perlakuan dengan
perendaman selama 20-30 menit dalam larutan antibiotika seperti: ampisilin,
tetrasiklin (1000 ppm), karbenisilin, atau kanamisin, masing-masing dengan
konsentrasi 1000 ppm.
e.
Penggunaan tanaman b
ata
ng
-
ba
w
ah
yang tahan pen
y
ak
i
t CVPD sepert
i;
jeruk
kinkit (Triphacia
trifoliata),
jeruk karatach
i
(Pon
ci
rus
tr
i
fol
i
a), jeruk nipis
tanpa biji
,
lemon Tahit
i
(Tah
il
i Lime) dapat dianju
r
kan
,
karena batang-bawah
akan menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit CVPD
.
f
.
Pengendalian
penyakit
CVPD menggunakan
tanaman jeruk transgenik
yang
membawa gen untuk ketahanan terhadap penyaki
t
CVPD
.
Wi
r
awan, dkk pada
tahun 2000 telah berhasil mengklon gen ketahanan terhadap penyakit CVPD
(gen CVPD') yang diisolasi dar
i
tanaman jeruk kink
i
t dan gen yang hololog
j
uga
ditemukan tan am an Pon
ci
ru
s t
r
i
fol
i
a
.
K
l
on gen ini pada plasm
i
d vektor d
i
ber
i
nama pWR27 dan telah didaftarkan hak patennya di D
i
tjen HKI
,
Jakarta melalui
Program Oleh Paten Kemen
t
erian
Riset dan Teknologi RI.
Tanaman jeruk
transgenik yang membawa gen CVPD
'
telah dihasilkan menggunakan
metode
transformasi genetik dengan vector Agrobakterium rumefaciens
.
Pen
g
endalian
penyakit
CVPD di pertanaman
a.
Pertarna-tama
yang
harus
diperhatikan
adalah
budidaya
tanaman
sehat.
Sehingga
dari pemilihan
bibit tanaman, penanaman,
pemeliharaan
tanaman
(pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit lainnya) menjadi hal penting
yang harus dilakukan.
Karena tanaman
yang sehat tidak mudah terserang
penyakit.
b.
Gejala khas serangan penyakit CVPD pada tan am an jeruk mesti terlebih dahulu
diketahui secara baik.
c.
Lakukan pengamatan
gejala serangan penyakit
CVPD secara teratur
.
Jika
ditemukan ada ranting tanaman yang terserang sege
r
a dilakukan pemangkasan
pada bagian yang bergejala
.
Bagian tanaman yang dipotong tersebut dapat
ditanam di tanah (karena bakteri CVPD tidak menular melalui tanah) atau
dibakar
.
d
.
Lakukan pemupukan dengan
'pupukkandang (gunakan pupuk kandang matang)
pada tanaman yang bergejala ringan
,
setelah bagian tanaman yang bergejala
dipangkas.
Penelitian
k
a
mi
menunjukkan
bahwa
tunas-tunas
muda dapat
tumbuh sehat setelah tanaman dipangkas dan dipupuk
.
Perlakuan ini hanya
dapat berhasil pada tanaman dengan tingkat serangan ringan
.
e
.
Penyiraman air pada musim kering sangat membantu kesehatan tanaman.
f.
Kedepan pengendalian secara bio-molekuler akan ban yak dilakukan seperti penggunaan antibodi, vaksin, atau enzim yang sanggup mendegradasi senyawa virulen yang dihasilkan bakteri CVPD.DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Biro Pusat Statistik 1995. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan. Jakarta: BPS.
Bove JM, Jogoueiix, Gamier M. 1996. PCR Detection of the two candidatus Liberobacter species associared with greening diseases of citrus. Moleculer and Cellular Probes. 10:43-50.
Chien CC, Chu YI. 1996. Biological control of citrus psyllid, Diaphorina citri in Taiwan. Biological Pest Control in Systems ofIntegrated Pest Management. hIm 93-105.
Chen CN. 1998. Ecology of the insect vector of citrus systemic diseases and their control in Taiwan. Citrus Greening Control Project in Okinawa, Japan. Extension Bulletin. 459 : 1-5.
Carter W. 1973. Insect in Relation to Plant Diseases. New York: John WilIey &Sons. Da Graca, J.V. 1991. Citrus greening diseases. Annu. Rev. Phytopathol. 29 : 109-36. Diah YIGA. 2002. Penyebaran bakteri Liberobacter asiaticum pada tanaman jeruk dalam
beberapa tingkat gejala serangan penyakit CVPD. [Tesis]. Denpasar: Universitas Udayana, Program Studi Bioteknologi Pertanian.
[Dirjenhorti] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2002. Agribisnis jeruk sa at ini dan strategi pengembangan ke depan. Semiloka Nasional Pengembangan Jeruk dan Pameran Buah Jeruk Unggulan. Bogor, 10-11 Juli 2002.
[Ditlin] Direktur Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Pengelolaan Organisme Pengganggu .Tumbuhan secara Terpadu pada Tanaman Jeruk. Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan. .
Djuniadi D. 2003. Peranan industri pada pengelolaan hama terpadu dalam pertanian berkelanjutan. Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia dan Simposium Entomologi VI 2003. Cipayung, 5-7 Maret 2003.
Hoy MA, Nguyen R. 1998. Citrus psylla. Here in Florida. http://extlab7.entnem ufl.edu/PestAlertl
Huffaker CB, Smith RF. 1980. Rationale, organization, and development of a national integrated pest management project. New Technology of Pest Control. , New York: John Wiley &Sons.
Jagoeuix, S., J.M.Bove, M.Gamier. 1997. PCR detection of two Candidatus, Liberobacter species associatedwith greening disease of citrus. Molecular and Cellular Probes. 10:43-50.
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta:
Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari : De Plagen van de Cultuurgewassen in
Indonesie.
Mahfud MC. 1987. Penularan penyakit CVPD oleh Diaphorina citri Kuw. Gatra Penelitian
Penyakit Tumbuhan dalam Pengendalian Secara Terpadu. hIm. 42-43.
Marlina. 1998. Respon tiga kultivar jeruk terhadap patogen CVPD (Citrus Vein Phloem
Degeneration) yang diinokulasi dengan beberapa cara. [Disertasi]. Universitas Pajajaran Bandung.
Mofit EP, Wagiman FX, Martono E. 2000. Karateristik biologi Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera : Psyllidae) pada jeruk Siam sehat dan bergejala sakit CVPD. Agrosains.
13(3). hIm. 278-285.
Nurhadi. 1993. Aspek epidemi penyakit CVPD : prediksi kecepatan perkembangan penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kecepatan perkembangan. Penelitian Hotikultura 5 (2) :71-72.
Nurhadi, Setyobudi L, Handoko. 1986. Biologi Kutub Psyllid Diaphorina citri Kuwayama
(Homoptera :Psyllidae). Malang. Penelitian Hortikultura. 19: 369-643.
Nurhadi, Whittle AM. 1989. Parasites ofCVPD vector (Diaphorina citri Kuw.) in east Java,
with refrence to the prospect of biological control. Penelitian Hortikultura. 3(3) :65-71.
Nurhadi, Djatmiadi D. 2002. Manajemen hama dan penyakit jeruk: hasil penelitian dan
implementasi. Semiloka Nasional Pengembangan Jeruk dan Pameran Buah Jeruk
Unggulan. Bogor, 10-11 Juli 2002.
Sambrook, J., E.F.Fritsch, T.Maniatis. 1989. Moleculer Cloning: A Laboratory Manual.
Cold Spring Harbor Laboratory Press. hIm 125-128.
Sarwono B. 1995. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soelarso R B. 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Siswanto, Soehardjan M. 1988. Studi perkembangan populasi Curinus coeruleus Mulsant
(Coleoptera: Coccinellidae) di KP. Cimanggu Bogor. Makalah disampaikan pada
Seminar Pengendalian Hama Kutu Loncat Lamtoro. Bogor, 28 Januari 1990.
Sudartha M. 1989. Pemencaran Predator Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera :
Coccinellidae) dan Kemampuan Predator Tersebut Menekan Populasi Kutuloncat
Lamtoro Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera: Psyllidae). [Thesis]. Bogor:
Program Pascasarjana IPB.
Tirtawidjaja S. 1983. Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) penyakit yang merusak
jeruk. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 11(I). hIm. 36-41.
Tirtawidjaja S, Suharsojo R. 1990. Penyakit CVPD merupakan bahaya laten bagi tanaman
jeruk di Indonesia. Perlindungan Tanaman Menunjang Terwujudnya Pertanian Tangguh
dan Kelestarian Lingkungan. PT.Agricon. hIm 299-310.
Trisnawati LMD. 1998. Beberapa Aspek Biologi Diaphorina citri Kuw (Homoptera :
Psyllidae) Pada Tanaman Kemuning (Murraya sp.). [Skripsi]. Denpasar : Universitas Udayana, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian.
Waterhouse DF. 1998. Biological Control of Insect Pest : South East Asian Prospects. Camberra: Australian Centre for International Agricultural Research.
Wijaya IN, Wirawan IGP, Suprapta DN. 1997. Kemungkinan predator Curinus coeruleus
sebagai pengendali Diaphorina citri. Laporan Kemajuan Penelitian. Karakterisasi
Patogen dan Isolasi Gen untuk Ketahanan terhadap CVPD pada Tanaman Jeruk di Daerah Tingkat 11 Denpasar dan Buleleng.
Wirawan IGP. 2000. Isolasi Resisten terhadap CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration)
dengan Metode Transformasi Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Laporan Riset
Unggulan Terpadu V. Denpasar: Universitas Udayana.
Wirawan IGP. 200 I. Bioteknologi Menjawab Tantangan Pembangunan Berbasis Teknologi.
Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Tetap Universitas Udayana. Denpasar:
Universitas Udayana.
Wirawan IGP. 2003. Mekanisme Tingkat Melekul Infeksi Penyakit CVPD (Citrus Vein
Phloem Degeneration) pada Tanaman Jeruk dan Peran Diaphorina citri Kuw. Sebagai
Serangga Vektor. Laporan Pelaksanaan RUT IX. I Tahun 2002. Denpasar: Lembaga
Penelitian Universitas Udayana.
van den Bosch R, Messenger PS, Gutierrez AP. 1982. An Introduction toBiological Control. New York: Plenum Press.