• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aditya Fadilah Muhamad, Mila Tejamaya. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aditya Fadilah Muhamad, Mila Tejamaya. Abstrak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kebutuhan Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

Laboran Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Indonesia Tahun 2014

Aditya Fadilah Muhamad, Mila Tejamaya

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail: adityafadilah@hotmail.com

Abstrak

Laboratorium merupakan tempat dilakukan penelitian ilmiah, klinis, ataupun sebagai sarana pendidikan. Pekerja laboran setiap harinya bekerja dengan kondisi lingkungan laboratorium penuh dengan bahaya dan risiko yang tinggi. Penelitian ini dilakukan di salah satu fakultas Universitas Indonesia yakni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di tahun 2014. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan desain penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kebutuhan pelatihan K3 di laboratorium FMIPA UI khususnya laboran melalui analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal dan pengkategorian pelatihan berdasarkan tujuan. Analisis organisasi menunjukan FMIPA UI masih belum mendukung secara maksimal pengadaan pelatihan K3. Analisis tugas menemukan karakteristik bahaya dan risiko yang ada di laboratorium sehingga dapat ditentukan pelatihan K3 yang dibutuhkan. Analisis personal melalui wawancara mendalam menemukan bahwa masih kurangnya pengetahuan laboran di laboratorium FMIPA UI terhadap K3 secara umum. Hasil penelitian ini adalah matriks pelatihan K3 yang dibutuhkan oleh laboratorium di FMIPA UI dengan tiga kategori yakni pelatihan kategori orientasi untuk merubah persepsi laboran/staff lab terhadap K3, pelatihan kategori keterampilan untuk menambah atau memperbaiki keterampilan K3 yang dimiliki, dan pelatihan kategori pengembangan meberikan pengetahuan dan keterampilan baru dengan tujuan menaikan tingkat laboran/ staff lab.

Occupational Health and Safety Training Needs Analysis for Laboratory Workers at Faculty of Mathematics and Science Universitas Indonesia 2014

Abstract

Laboratory is a place for scientific research, clinical, or as a means of education. Laboratory workers everydays work with high risk of hazards established from its material and process. This study conducted at one faculty in Universitas Indonesia which is Faculty of Mathematics and Science (FMIPA UI) in 2014. The method used in this research is qualitative with descriptive analytic design. This research aimed to look at FMIPA UI laboratory workers needs in occupational health and safety training. Through organizational analysis, task analysis and personal analysis process then categorized based on training purposes. Organizational analysis shows FMIPA UI still has not maximally supported training. Task analysis find characteristic of the hazards and risks that exist in the laboratory so it can be determined which safety training is needed. Personal analysis through deep interview found that there’s still lack of knowledge workers in the FMIPA UI laboratory in general. This research results is establishing a matrix of health and safety training required by a laboratory in FMIPA UI with three categories. Training orientation to change the perception, training skill to add or fix skill that needed to increase safety performance by workers and training development to develop a new knowledge and skills for laboratory workers.

Keywords: Training Needs Analysis, Task Analysis, Organizational Analysis, Personal Analysis, Occupational Health and Safety Training.

(2)

Pendahuluan

Fakultas MIPA memiliki 42 laboratorium yang terbagi kedalam lima departemen yaitu Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, dan Geografi dengan karakteristik bahaya lingkungan laboratorium yang beragam. Kecelakaan yang pernah terjadi di laboratorium FMIPA UI tergolong cukup serius, seperti infeksi mikroorganisme pada laboran, iritasi paru akut pada laboran dan tumpahan bahan kimia yang menciderai wajah praktekan. Untuk menghindari terjadinya kembali hal tersebut maka perlu dibentuk kondisi kerja yang aman di laboratorium. Pengelola laboratorium memiliki tanggung jawab memastikan semua yang berpartisipasi di dalam laboratorium familiar dengan peraturan dan standarisasi berdasarkan bahaya yang ada. Salah satu cara mencapainya adalah dengan mengadakan pelatihan terkait keselamatan dan kesehatan kerja atau safety training. Pelatihan merupakan suatu bentuk pendidikan terencana yang diperuntukan kepada pekerja tertentu terkait dengan kompetensi kerja mereka (Noe, 1998). Poin pertama yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan sebuah program pelatihan/training yaitu adalah identifikasi kebutuhan pelatihan yang tepat, atau biasa lebih dikenal dengan metode Training Needs Analysis (Hiyler, 2000). Analisis kebutuhan pelatihan adalah analisis secara keseluruhan dari kebutuhan di tempat kerja secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan pelatihan apa yang sebenenarnya menjadi kebutuhan prioritas (Irianto, 2001). Melalui penelitian ini ditujukan untuk membantu direncakannya program pelatihan K3 yang efektif dan efisien pada pekerja laboratorium FMIPA UI dalam rangka menyelesaikan masalah pengetahuan dan kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja yang bersangkutan.

Tinjauan Teoritis

A. Training Needs Analysis

Training Needs Analysis (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan, dijabarkan sebagai salah satu tahapan penting dalam penyusunan suatu program pelatihan. TNA merupakan tahapan pertama, dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan data – data penting sebagai landasan di titik mana dibutuhkan pelatihan. Menurut Schuler et all (1992) tahap analisis merupakan tahap yang sangat penting untuk menentukan kebutuhan apa saja yang harus diakomodasikan dalam pelatihan, termasuk juga bagaimana format dan rancangan pelatihan yang akan diimplementasikan. Bisa dibilang tahapan analisis tersebut merupakan tahapan dasar sebagai pengarah bagi tahap pelatihan setelahnya. Menurut Tovey (1996), TNA merupakan proses

(3)

mencari landasan kebutuhan pelatihan berdasarkan mencari kesenjangan dari realita performa kerja individu (Skill, Knowledge and Ability) dengan performa kerja yang diharapkan oleh organisasi.

Noe (1998) menyatakan analisis kebutuhan pelatihan (TNA) sebagai tahapan pertama dalam pembuatan suatu program pelatihan. TNA dibutuhkan sebagai proses untuk menentukan apakah pelatihan benar – benar dibutuhkan dari sisi analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal untuk menyelesaikan masalah yang ada. Analisis organisasi dilakukan untuk melihat apakah pelatihan memang dibutuhkan untuk mencapai arahan strategi yang dimiliki organisasi. Analisis tugas dilakukan untuk mengukur dan mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan oleh pekerja dalam menyelesaikan tugasnya. Analisis personal dilakukan untuk mengidentifikasi siapa yang membutuhkan pelatihan dari sisi pekerja.

B. Kategori Pelatihan

Menurut Vaughn (2005) Pelatihan secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis pelatihan berdasarkan materi dan tujuan pelaksanaanya. Berdasarkan materi, kategorisasi pelatihan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu

• Faktual, pada jenis ini materi yang disampaikan pada pelathian sebatas berupa data dan informasi kasar.

• Prosedural, pada jenis ini materi yang disampaikan pada pelatihan berupa informasi bagi peserta tentang bagaimana melakukan atau prosedur kerja.

• Konseptual, pada jenis ini materi yang disampaikan pada pelatihan memancing peserta dengan informasi berbentuk “mengapa” dan “bagaimana”

Kategorisasi berdasarkan tujuan pelaksanaanya dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu • Pelatihan Orientasi, merupakan jenis pelatihan yang memaparkan informasi mengenai

pengembangan pengetahuan, namun tidak disertai dengan pengembangan keterampilan • Pelatihan Kompetensi, merupakan jenis pelatihan yang memaparkan informasi mengenai

pengembangan pengetahuan dan keterampilan bagi pekerja, umumnya diperuntukan kepada pekerja baru

• Pelatihan Pengembangan, merupakan jenis pelatihan yang berfokus pada pengembangan keterampilan tertentu saja, bertujuan untuk meningkatkan kompetensi yang ada pada pekerja untuk kebutuhan tertentu.

(4)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi deskriptif analitik, dengan metode analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal pada laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia untuk melihat kesenjangannya dengan kenyataan performa K3 pada pekerja laboratorium tersebut. Metode ini juga didukung dengan observasi lapangan, pelaksanaan diskusi dan wawancara. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu Mei – Juni 2014 berlokasi di sembilan laboratorium di empat Departemen yang ada di FMIPA UI, Depok. Departemen yang terlingkupi antara lain adalah Departemen Biologi, Kimia, Fisika dan Geografi. Departemen Matematika tidak dimasukan kedalam ruang lingkup penelitian ini dikarenakan tidak memiliki laboran. Laboratorium yang terlingkupi adalah Laboratorium Kimia Dasar, Kimia Organik, Kimia Analisis, Ekologi, Mikrobiologi, Genetika, Geografi fisik dan Komputer, Bengkel Mekanik dan Elektronika Instrumentasi dan Kendali. Penelitian ini memilih sembilan sampel laboratorium dari total 41 laboratorium di FMIPA UI berdasarkan tingkat bahaya, jumlah laboran aktif dan karakteristik bahaya yang ada.

Pengambilan data primer dilakukan dengan metode survey awalan dan wawancara kepada laboran yang bekerja di laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia sebagai dasar untuk melakukan analisis organisasi, tugas dan personal. Data sekunder yang diambil berupa dokumen – dokumen pendukung penelitian dari pihak Fakultas MIPA Universitas Indonesia dan departemen terkait analisis organisasi dan analisis tugas.

Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap yaitu analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal. Hasil analisis berupa bentuk dari kesenjangan yang ada dikategorikan melalui pelatihan K3 berdasarkan tujuan agar mendapat list pelatihan K3 yang dibutuhkan oleh pekerja laboran laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia. List pelatihan yang sudah ditemukan kemudian diurutkan kembali berdasarkan skala kebutuhan prioritas urgent, required dan recomendation.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil penelitian dan pembahasan dapat dilihat dalam rangkuman analisis dalam tabel 1.1. Dapat dilihat dalam tabel tersebut hasil dari analisis organisasi, analisis tugas dan analisis

(5)

personal yang ada pada laboran laboratorium FMIPA UI sehingga dapat ditentukan matriks pelatihan yang dibutuhkan oleh laboran FMIPA UI.

(6)

Tabel 1.1 Rangkuman Analisis Kebutuhan Pelatihan K3 bagi Laboran di Laboratorium

Laboratorium Analisis Organisasi Analisis Tugas (Tabel 6.5 – 6.13)

Analisis Personal Pelatihan yang sudah diperolah

Pelatihan yang dibutuhkan Bahaya Risiko

Kimia Dasar • Visi dan misi belum

memiliki elemen K3 khusus

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku √ √ • ERP • Penggunaan APAR • Chemical Storage • Chemical Spill • Hazardous Chemical Handling • PPE

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

Kimia Organik • Visi dan misi terpusat departemen, belum memiliki elemen K3 khusus • Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku √ √ • ERP • Penggunaan APAR • Chemical Storage • Chemical Spill • Hazardous Chemical Handling • PPE

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

Kimia Analisis • Visi dan misi terpusat departemen, belum memiliki elemen K3 khusus • Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku √ √ • ERP • Penggunaan APAR • Chemical Storage • Chemical Spill • Hazardous

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

(7)

K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis Chemical Handling • PPE Bengkel Mekanik • Visi dan misi

terpusat departemen, belum memiliki elemen K3

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku - - Belum pernah mendapatkan pelatihan K3

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

Elektronika, Instrumentasi Kendali

• Visi dan misi terpusat departemen, belum memiliki elemen K3

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku - - Belum pernah mendapatkan pelatihan K3

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

Ekologi • Visi dan misi

terpusat departemen, belum memiliki elemen K3

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Biologi • Bahaya Perilaku - √ • Penggunaan APAR • Hazardous Chemical Handling • PPE

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

(8)

terpusat departemen, belum memiliki elemen K3

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Biologi • Bahaya Perilaku APAR • Hazardous Chemical Handling • PPE • Mikroorganism Handling tabel 1.2 – 1.4

Genetika • Visi dan misi

terpusat departemen, belum memiliki elemen K3

• Struktur organisasi sudah jelas. Belum memiki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Biologi • Bahaya Perilaku √ √ Belum pernah mendapatkan pelatihan K3

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

Geofisik dan

Komputer • Visi dan misi terpusat departemen, belum memiliki elemen K3 • Belum memiki

struktur jelas pada laboran. Belum memiliki pengawas K3 laboratorium • Belum memiliki kebijakan K3 tertulis • Bahaya Ergonomi • Bahaya Kimia • Bahaya Mekanik • Bahaya Fisika • Bahaya Perilaku • Bahaya Pengorganisasian √ - Belum pernah mendapatkan pelatihan K3

Dapat dilihat pada tabel 1.2 – 1.4

(9)

Tabel 1.2 Matriks Pelatihan K3 Kategori Orientasi

Keterangan

KD : Kimia Dasar EKO : Ekologi

KO : Kimia Organik MIK : Mikrobiologi

KA : Kimia Analisis GEN : Genetika

BM : Bengkel Mekanik GEO : Geofisik dan Komputer

EIK : Elektronika, Instrumentasi Kendali

Jenis Pelatihan Laboratorium

KD KO KA BM EIK EKO MIK GEN GEO

Hazard Communication Standard √ √ √ √ √ √ √ √ √

General Laboratory Safety √ √ √ √ √ √ √ √ √

Laboratory Specific Training Procedures √ √ √ √ √ √ √ √ √

A Culture of Safety √ √ √ √ √ √ √ √ √

Medical Consulation and Examinations √ √ √ √ √ √ √ √ √

Urgent Pelatihan K3 mendesak untuk dilakukan

Mandatory Pelatihan K3 wajib untuk dilakukan dalam kurun waktu tertentu

(10)

Tabel 1.3 Matriks Pelatihan K3 Kategori Keterampilan

Jenis Pelatihan Laboratorium

KD KO KA BM EIK EKO MIK GEN GEO

Hazard Identification √ √ √ √ √ √ √ √ √

Chemical Hygiene Plan √ √ √ - - - √ √ -

Specific Chemcal Hazard √ √ √ - - - √ √ -

Chemical Safety √ √ √ - - - √ √ -

Chemical Storage √ √ √ - - - √ √ -

Chemical Fume Hoods √ √ √ - - - √ √ -

Ergonomic Hazards √ √ √ √ √ √ √ √ √

Toxic and Hazardous Materials √ √ √ - - - √ √ -

Electrical Protection – Energy Isolation - - - √ √ - √ - √

Hearing Protection - - - √ - - - - -

Fire Protection √ √ √ √ √ √ √ √ √

Personal Protective Equipment (PPE) √ √ √ √ √ √ √ √ √

Emergency Response Procedure (ERP) √ √ √ √ √ √ √ √ √

Biological Agents and Toxins - - - √ √ √ √

Biological Safety Cabinet - - - √ √ -

Waste Disposal √ √ √ √ - √ √ √ -

Safety Hazards √ √ √ √ √ √ √ √ √

Housekeeping √ √ √ √ √ √ √ √ √

(11)

Tabel 1.4 Matriks Pelatihan K3 Kategori Pengembangan

Jenis Pelatihan Laboratorium

KD KO KA BM EIK EKO MIK GEN GEO

OHS Management System for Laboratories √ √ √ √ √ √ √ √ √

Risk Management √ √ √ √ √ √ √ √ √

Developing Hierarchy of Control √ √ √ √ √ √ √ √ √

(12)

1. Analisis Organisasi

Melalui visi dan misi tiap departemen dapat dilihat arahan strategis yang dimiliki oleh organisasi sehingga dapat ditentukan apakah pengadaan pelatihan dapat menunjang pencapaian arahan strategis organisasi tersebut. Dikutip dari elemen yang ada pada visi dan misi tiap departemen, keempat departemen dengan tegas menuturkan sesuatu dalam visi dan misinya yang dapat digeneralisasikan dengan inti “mampu bersaing di pasar global/ persaingan internasional”. Dalam persaingan global bukan hanya kompetensi yang dibutuhkan, namun dibutuhkan juga aspek K3 sebagai syarat untuk ikut berpartisipasi. Pengadaan pelatihan K3 pada laboran dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan performa K3 di laboratorium FMIPA UI. Visi dan misi keempat departemen yang secara general menetapkan kemampuan utnuk bersaing global merupakan salah satu bentuk awal dukungan kebutuhan pengaplikasian K3 di FMIPA UI dari segi organisasi.

Struktur organisasi di setiap departemen tergolong sudah rapih dan mengatur fungsi serta jobdesc yang jelas pada laboran. Sudah ada garis tegas pemisah jobdesc antara asisten lab, kepala lab dan laboran. Hal ini merupakan sisi positif dimana sudah ada alur tanggung jawab yang jelas di setiap laboratorium. Departemen Geografi hanya satu – satunya yang masih belum memilki struktur organisasi ataupun fungsi jobdesc yang jelas pada laboran, hal ini dikarenakan jabatan struktural laboran baru ditetapkan di tahun 2013 dan masih membutuhkan persiapan untuk pembenahan lebih lanjut yang rencananya akan segera dilaksanakan secepatnya. Walaupun sebagian besar sudah rapih, Struktur organisasi yang ada pada semua departemen FMIPA UI masih belum ada yang memiliki jabatan struktural penanggungjawab bidang K3 di laboratorium. Hal ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan K3 dari segi organisasi. Tanpa adanya jabatan struktural penanggung jawab bidang K3 di laboratorium, dukungan terhadap aspek K3 tidak akan maksimal dan tidak memiliki alur tanggung jawab yang jelas.

Dari segi kebijkakan K3 tertulis di laboratorium FMIPA UI, sangat disayangkan masih belum ada laboratorium yang memiliki komitmen kebijakan K3 tertulis yang dijadikan sebagai acuan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Semua laboratorium FMIPA UI yang diteliti juga masih belum memiliki HIRA (hazard identification and risk assessment) yang merupakan landasan awal untuk menentukan kebijakan – kebijakan K3 yang seharusnya diaplikasikan dengan tepat. .

(13)

Berdasarkan hasil analisis, dari sisi organisasi secara umum FMIPA UI masih belum sepenuhnya bisa dikatakan mendukung pelatihan K3. Masih terlihat beberapa kekurangan dari aspek penanaman visi dan misi, struktur organisasi, dan kebijakan

2. Analisis Tugas

Secara umum analisis tugas dilakukan untuk melihat dari sisi proses kerja yang dilakukan oleh pekerja sehingga dapat diidentifikasi kompetensi atau kemampuan yang dibutuhkan oleh pekerja tersebut untuk menyelesaikan tugas/ pekerjaannya dengan efektif dan sukses. Dalam penelitian ini analisis tugas khusus ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya dan risiko yang ada pada aktifitas kegiatan laboran di laboratorium setiap departemennya. Dengan analisis tugas diharapkan dapat dirumuskan pelatihan K3 yang dapat dengan sesuai mengatasi kondisi kerja yang ada di laboratorium. Untuk melakukan analisis tugas yang efektif pada penelitian ini khususnya, dibutuhkan dokumen HIRA (Hazard Identification Risk Assessment), yakni dokumen yang berisi tentang alur kegiatan lengkap beserta bahaya dan risiko yang ada pada suatu pekerjaan. Sangat disayangkan masih belum tersedia dokumen HIRA di seluruh laboratorium FMIPA UI yang mengatur tentang pekerjaan laboran. Dikarenakan tidak tersedianya dokumen HIRA, maka penelitian ini menggunakan metode observasi identifikasi bahaya dan risiko di laboratorium sebagai landasan analisis tugas.

Bahaya dan risiko yang ada di laboratorium FMIPA Ui tergolong tinggi. Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara mendalam pada laboran, terdapat alat dan bahan praktikum yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan bagi manusia. Selama kegiatan praktikum, alat dan bahan berbahaya tersebut bisa saja melukai siapapun baik laboran maupun praktekan. Sebagian laboratorium bahkan memiliki bahaya dengan tingkat risiko cukup tinggi contohnya seperti kontak dengan listrik, infeksi biologis, mesin berputar hingga kontak dengan bahan kimia pekat.Terbukti dalam hasil wawancara mengenai insiden terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang pernah terjadi di laboratorium, beberapa kasus yang pernah terjadi memiliki tingkat keparahan hingga membutuhkan pertolongan lewat operasi. Selain bahaya yang ada, faktor risiko juga perlu diperhatikan karena insiden – insiden yang pernah terjadi di laboratorium – laboratorium FMIPA UI tersebut bukanlah single cause accident, dimana banyak faktor risiko penyebab mulai dari tingkat pengetahuan yang rendah, kurangnya pengorganisasian, pelanggaran ataupun kesalahan manusia.

(14)

Program pelatihan K3 yang efektif pada laboran merupakan salah satu jalan keluar dalam mengatasi permasalahan tersebut. Identifikasi terhadap bahaya dan risiko di laboratorium merupakan langkah analisis untuk menentukan pengetahuan yang akan diberikan kepada para laboran melalui program pelatihan K3. Hal ini dilakuakan agar laboran terpapar informasi mengenai bahaya dan risiko serta tanggung jawab yang dia hadapi selama bertugas. Melalui analisis tugas ini program pelatihan K3 yang akan diadakan dapat membantu laboran meraih kompetensi dan kemampuan terkait aspek K3 yang seharusnya mereka miliki selama bertugas di lingkungan laboratorium FMIPA UI.

3. Analisis Personal

Tujuan utama dari analisis personal adalah untuk melihat kebutuhan pelatihan dari sisi pekerja, yakni memastikan siapa yang membutuhkan pelatihan dari segi performa keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Dalam penelitian ini, sasaran analisis personal yang utama adalah laboran dari setiap laboratorium FMIPA UI yang diteliti. Dari setiap laboran dilihat seberapa dalam mereka mengenal keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium, sejauh mana persiapan dari dalam mereka mereka untuk berkomitmen mendukung diadakannya pelatihan K3.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada sembilan laboran di FMIPA UI dapat dilihat pemahaman terkait aspek K3 dari setiap personal laboran. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya FMIPA UI memiliki sistem organisasi terotonomi pada setiap departemen. Kondisi ini memicu kesenjangan terkait kepedulian terhadap K3 pada personal laboran antar departemen. Hal ini terlihat dari sisi pemahaman terhadap bahaya dan risiko di laboratorium yang berbeda - beda. Berdasarkan hasil wawancara terlihat belum secara keseluruhan laboran memiliki pengetahuan dan pemahaman terkait aspek K3 di laboratorium, walaupun delapan dari sembilan laboran yang diteliti telah mengabdi selama sepuluh tahun lebih sebagai laboran. Masih ditemukan laboran yang tidak paham akan bahaya dan risiko di tempat kerjanya, kondisi ini dinilai dari laboran yang telah merasa aman di lingkungan kerja yang masih dipenuhi oleh bahaya. Disisi lain ada beberapa laboran yang sudah memiliki pemahaman terhadap K3, terbukti ketika wawancara mereka dapat dengan tegas menjawab apa itu bahaya dan risiko di tempat kerja. Selain itu, jawaban dari narasumber dapat mencirikan bentuk pengetahuan terhadap K3. Berikut kutipan yang diambil dari hasil wawancara dengan salah satu narasumber di laboratorium kimia dan biologi. Ketika

(15)

ditanyakan kepada narasumber apa itu bahaya di tempat kerja, salah satu informan yang tergolong paham dapat menjawab sebagai berikut:

“Semua yang ada di laboratorium kita anggap berbahaya, tidak ada yang bisa dibilang aman terutama bahan - bahan berbahaya yang ada di lemari asam.”

Salah satu contoh informan yang paham akan risiko di tempat kerja menjawab sebagai berikut ketika ditanyakan apa itu risiko di laboratorium:

“risiko pasti ada, bisa dikarenakan human error, lingkungan laboratorium, bahan - bahan yang digunakan, tapi itu semua sudah bisa di minimalisir dengan aplikasi K3 yang ada di

laboratorium ini”

Ketika diberikan pertanyaan mengenai perasaan selamat dalam bekerja di lingkungan laboratorium dapat tergambarkan pengetahuan informan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Hal ini disebabkan dapat terlihat ketidaksesuaian persepsi aman informan terhadap kondisi bahaya dan risikonya yang ada di lingkungan laboratorium tempat informan bekerja. Beberapa informan yang telah diwawancara sebagian besar merasa selamat dengan kondisi laboratorium yang ada, hal ini berlawanan dengan kondisi bahaya yang terdapat di lingkungan laboratorium. Salah satu jawaban yang sesuai antara persepsi aman terhadap lingkunga kerjanya adalah sebagai berikut:

“belum merasa selamat mas, terutama risiko jangka panjang kesehatan apalgi dengan kondisi laboratorium yang seperti ini (sirkulasi tidak bagus)”

Berdasarkan hasil wawancara mendalam secara keseluruhan, baru tiga infroman dari laboratorium Kimia dan satu informan dari laboratorium Biologi yang dapat terlihat keseuaian jawaban dengan kondisi di laboratorium. Sedangkan lima informan lainnya masih belum bisa dikatakan memahami secara keseluruhan. Kesenjangan yang terjadi terkait pengetahuan dan pemahaman K3 pada tiap personal laboran antar departemen ini tentunya menjadi sebuah hambatan bagi FMIPA UI untuk berkembang menjadi salah satu peserta persaingan global sesuai dengan visi dan misinya. Data analisis personal yang sudah terkumpul merupakan landasan untuk menentukan karakteristik mana dari laboran yang membutuhkan pelatihan.

4. Kategorisasi Pelatihan

Untuk menunjang kebutuhan pealtihan K3 bagi praktisi laboratorium, penelitian ini menggunakan kategorisasi pelatihan berdasarkan tujuan. Menurut vaughn (2005) kategorsisasi pelatihan menurut tujuannya dapat dibagi menjadi tiga elemen yakni pelatihan

(16)

orientasi, pelatihan keterampilan dan pelatihan pengembangan. Pelatihan orientasi ditujukan untuk memberi peserta pelatihan informasi terkait pengetahuan. Dalam penelitian ini pelatihan orientasi difokuskan dalam pemberian informasi dan penanaman nilai terkait aspek K3 di laboratorium pada laboran. Pelatihan keterampilan ditujukan untuk meningkatkan kompetensi peserta melalui informasi ataupun keterampilan. Dalam penelitian ini pelatihan berdasarkan keterampilan berfokus pada kemampuan dan praktik K3 spesifik di laboratorium. Pelatihan pengembangan ditujukan sebagai sebuah sarana untuk pengembangan kemampuan yang dimiliki peserta sebagai bentuk rencana pengembangan pekerja di masa depan.

Penelitian ini menggunakan standar pelatihan K3 di laboratorium yang sudah diaplikasikan beberapa Universitas di dunia dan mengkombinasikannya dengan standar Laboratorium Safety Guidance yang dimiliki oleh OHSA sebagai landasan untuk menentukan kebutuhan pelatihan K3 pada laboratorium FMIPA UI. Melalui analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal yang telah dilakukan, maka akan ditentukan matriks kategorisasi pelatihan K3 berdasarkan tujuan yang efektif dan tepat sasaran bagi laboran di laboratorium- laboratorium FMIPA UI.

Matriks pelatihan K3 yang dirumuskan untuk laboratorium FMIPA UI ini dapat dilihat pada bab enam. Matriks yang telah dirumuskan dibentuk dengan skala prioritas urgent, mandatory dan recomendation. Pelatihan digolongkan pada kondisi urgent apabila dibutuhkan segera pelaksanaan pelatihan berdasarkan hasil analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal yang menunjukan kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan performa K3 laboran pada bidang tersebut. Mandatory ditujukan untuk meningkatkan performa K3 pada laboran secara khusus. Sedangkan recomendation merupakan pelatihan yang sifatnya rekomendasi dengan tujuan meningkatkan performa K3 di laboratorium.

Kesimpulan

Secara keseluruhan proses analisis kebutuhan pelatihan pada penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yakni analisis organisasi, analisis tugas dan analisis personal. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian analisis kebutuhan pelatihan di laboratorium FMIPA UI adalah sebagai berikut:

1. Melalui analisis organisasi dapat dilihat sistem manajerial FMIPA UI masih belum secara keseluruhan mendukung pelaksanaan pelatihan K3 di lingkungan laboratorium. Belum adanya visi dan misi K3, jabatan struktural pengawas K3,

(17)

serta belum ada pernyataan kebijakan K3 di laboratorium merupakan faktor penentu utama kurangnya dukungan pengadaan pelatihan dari segi organisasi. 2. Melalui analisis tugas sudah dapat dlihat kebutuhan pelatihan K3 berdasarkan

karakteristik bahaya dan faktor risiko yang ada di laboratorium dari hasil wawancara dan observasi langsung. Sangat disayangkan masih belum tersedia dokumen HIRA (Hazard Identification Risk Assessment) sehingga masih belum terlihat gambaran detail pekerjaan dengan bahaya dan risikonya secara spesifik.

3. Melalui analisis personal terlihat ketimpangan pengetahuan K3 pada laboran antar departemen. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara mendalam dengan laboran perihal pengetahuan tentang bahaya dan risiko di tempat kerja, beserta data pelatihan K3 yang sudah pernah diikuti oleh laboran. Dari analisis personal yang telah dilakukan sudah terlihat laboran mana saja yang membutuhkan pelatihan K3.

Berdasarkan ketiga analisis tersebut, sudah dapat ditentukan matriks pelatihan K3 yang tepat dan efektif melalui kategorisasi pelatihan pada pekerja laboran di laboratorium setiap departemen FMIPA UI

Saran

Terkait Organisasi

1. Tingkatkan komitmen K3 di dalam budaya organisasi, agar penanaman nilai keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium melalui pelatihan bisa terus dijaga.

2. Pembentukan visi dan misi serta kebijakan K3 tertulis, sehingga bisa diaplikasikan budaya perilaku selamat di laboratorium berlandaskan SOP perilaku selamat tertulis.

3. Perencanaan pengadaan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang teratur pada laboran. Berdasarkan matriks penelitian ini, bisa dianggarkan perencanaan pelatihan K3 sehingga dapat menstimulasi timbulnya budaya selamat di lingkungan laboratorium.

(18)

Terkait Tugas

1. Pembentukan dokumen HIRA (hazard identification and risk assessment) untuk setiap pekerjaan di laboratorium. Dengan diadakannya dokumentasi HIRA, pekerja laboran dapat dengan spesifik mengetahui bahaya dan risiko di setiap kegiatan di laboratorium.

2. Pembentukan SOP terkait tugas laboran di laboratorium sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh laboran bisa bekerja sesuai dengan aturan yang telah dibentuk. Begitu juga SOP terkait perilaku selamat di laboratorium.

3. Pencatatan teratur setiap insiden terkait keselamatan dan kesehatan di laboratorium, sehingga dapat dilakukan investigasi untuk dijadikan pembelajaran kedepannya agar insiden tersebut tidak terulang kembali.

Terkait Personal

1. Pencatatan data kompetensi dan pelatihan yang dimiliki oleh pekerja laboran, sehingga dapat ditentukan perencanaan pengembangan dan evaluasi bagi pekerja laboran FMIPA UI

2. Kaderisasi bagi calon pekerja laboran berhubung banyak laboran di FMIPA UI yang akan pensiun dalam waktu dekat. Pelatihan orientasi merupakan salah satu momen penting untuk menanamkan aspek pengetahuan K3 bagi para laboran muda.

3. Pengadaan pelatihan K3 pada personal laboratorium Fisika disarankan untuk menjadi prioritas. Hal ini dikarenakan tingginya hazard yang ada masih belum diimbangi pengetahuan dan aplikasi K3 yang sesuai.

Kepustakaan

Hilyer, Barbara M., et, al. (2000). Effective Safety and Health Training. USA : CRC Press LLC

Irianto, Jusuf. (2001). Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan; Dari Analisis Kebutuhan sampai Evaluasi Program Pelatihan. Surabaya : Insan Cendekia

Noe, Raymond A. (2002). Employee Training and Development (2nd Edition). Singapore: McGraw-Hill.

Vaughn, Robert H. (2005). The Profesional Trainer: A Comperhensive Guide to Planning,Delivering and Evalating Training Programs. Ohio : Berret - Koehler Publisher.

Gambar

Tabel 1.1 Rangkuman Analisis Kebutuhan Pelatihan K3 bagi Laboran di Laboratorium
Tabel 1.2 Matriks Pelatihan K3 Kategori Orientasi
Tabel 1.3 Matriks Pelatihan K3 Kategori Keterampilan
Tabel 1.4 Matriks Pelatihan K3 Kategori Pengembangan

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dengan alasan tersebut, lebih menguntungkan untuk head sistem yang tinggi digunakan pompa perpindahan positif apabila kapasitas aliran tidak menjadi tujuan utama dari

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemberian Pakan

Menurut Murtidjo (1992) pemeliharaan sapi potong pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) usaha pemeliharaan sapi potong yang bertujuan untuk

Zahir Accounting versi 5.1 adalah software akuntansi yang digunakan untuk membuat laporan keuangan, dengan bahasa yangmudah dipahami dan dimengerti.. Penggunaan Zahir

Sajian terakhir gendhing Jathilan dimainkan pada saat nimbul atau penyembuhan, yaitu ketika gendhing ini kembali dihadirkan sebagai musik dalam penyembuhan, meskipun

Survey GPS untuk pemantauan penurunan muka tanah yang dilakukan di Jakarta ini telah dilakukan tiga belas kali dimulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2011, seperti

Raya Palembang

Dalam konteks tersebut hal yang utama yang harus dilakukan adalah mengetahui dan mengestimasi besarnya bangkitan dan tarikan pergerakan yang terjadi pada tata guna