• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Eliminasi Alvi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Eliminasi Alvi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Nursepreneurs

KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting

untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada

gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada

keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara

individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah

besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya

insiden kangker kolesterol (Robinson dan Weigley,1989.

Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi

normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan

kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional

klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus

meminimalkan rasa ketidak nyamanan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Apa definisi kebutuhan eliminasi alvi ?

2. Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi ? 3. Bagaimana proses defekasi ?

4. Apa faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi ? 5. Bagaimana perubahan pola eliminasi alvi ?

6. Apa saja masalah- masalah pada kebutuhan eliminasi alvi ?

(2)

8. Bagaimana tindakan keperawatan tiap DP, evaluasi keperawatan tiap DP ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi kebutuhan eliminasi alvi

Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan proses pengosongan usus. Terdapat

dua pusat yang menguasai refleks untuk buang air besar yang terletak di medulla dan

sumsum tulang belakang. (A.Aziz, 2008 : 71)

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine

atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi

urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme

berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.(Tarwoto dan

Wartonah (2004) , 48).

B. Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)

adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus

(3)

halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter

dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg,

HCO

3

, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang

memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50- 60 inci dengan diameter 6 cm. Usus

besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai

dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).

Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katupileocaecal. Katup ini

biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mecegah

produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus

besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800- 1000 ml

cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan berwujud

setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar,

maka akan terlalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dank eras.

Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan

diteruskan ke dalam rectum. Panjang rectum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (inci)

merupakan saluran anus. Dalam rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal.

Setiga lapisan tersebut merupakan rectum yang menahan feses untuk sementara.

Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena.

Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini

terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan.

Biasanya,1/ 2- 1/3 dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24

jam, dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24- 48 jam berikutnya.

Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat,

atau dikenal dengan nama chime, baik berupa air, nutrient, maupun elektrolit

kemudian akan diabsorpsi. Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan

enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorpsi, proteksi, sekresi, dan

eliminasi. Proses perjalanan makanan dari mulut hingga rectum membutuhkan waktu

selama 12 jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki

beberapa gerakan, diantaranyahaustral suffing atau dikenal dengan gerakan

mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air; kontriksi

(4)

haustral atau gerakan mendorong zat makanan/ air pada daerah kolon; dengan

gerakan peristaltic, yaitu gerakan maju ke anus.

Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai

pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem

simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem

saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang

dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang berada di bawah

penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan

pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan,

makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.

C. Proses defekasi

Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air

besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di

medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis,

sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks

defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi

oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama

defekasi. Berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot- otot dinding

perut, diafragma, dan otot- otot dasar pelvis.

Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat

makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam

mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang

normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas

sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.

Secara umum, terdapat duam macam refleks dalam membantu proses defekasi,

yaitu refleks defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses)

dalam

bentuk

rektum

sehingga

terjadi

distensi,

kemudian flexus

mesenterikusmerangsangkan gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus,

di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi

(5)

parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf

rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu

rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter

interna berelaksasi.

D. Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi

1. Usia

Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses

defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol sec;ara

penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki

kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses

pengontrolan tersebut mengalami penurunan.

2. Diet

Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat meme:ngaruhi

proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu

proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat

memengaruhinya.

3. Asupan cairan

Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi

keras oleh karena proses absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi

kesulitan proses defekasi.

4. Aktivitas

Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus

otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu keelancaran proses defekasi,

sehingga proses gerakan kelancaran proses defekasi.

(6)

Pengabatan juga dapat me:mengaruhinya proses defeekasi seperti

pengunaan obat-obatan laksatif atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup

Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defe:kasi. I-lal ini

dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup se hat/kebiasaan

melakukan buang air besar ditempat yang bersih atau toilet, maka ketika seseorang

terse:but buang air besar ditempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia

akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

7. Penyakit

Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit

penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti

gastroenteristis atau penyakit infeksi lainya.

8. Nyeri

Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk

berdefekasi seperti nyeri pada kasus hemoroid, dan episiotomi.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses

defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam

berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan karena kerusakan pada tulang

belakang atau kerusakan saraf lainnya.

E. Masalah- masalah pada kebutuhan eliminasi alvi

1. Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko

tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan caiminasi yang jarang

atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.

(7)

Tanda Klinis:

 Adanya feses yang keras.

 Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.  Menurunnya bising usus.

 Adanya keluhan pada rektum.  Nyeri saat mengejan dan defekasi.  Adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan Penyebab:

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA (cerebro uaskular accident) dan lain-lain.

 Pola defekasi yang tidak teratur.  Nyeri saat defekasi karena hemoroid.

 Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.

 Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.  Proses menua (usia lanjut).

2. Konstipasi Kolonik

Konstipasi Kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau

berisiko mengalami perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan

feses kering dank eras.

Tanda dan klinis:

 Adanya penurunan frekuensi eliminasi  Feses kering dank eras

 Mengejan saat defekasi  Nyeri defekasi

 Adanya distensi pada abdomen  Adanya tekanan pada rectum  Nyeri abdomen

(8)

Kemungkinan penyebab

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, dan lain- lain

 Pola defekasi yang tidak teratur

 Efek samping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif, dan lain- lain.  Menurunnya peristaltic

3. Konstipasi dirasakan

Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan

sendiri penggunaan laksantif, enema, atau supositoria untuk memastikan

defekasi setiap harinya.

Tanda klinis:

 Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau supositoria secara berlebihan

 Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari.

Kemungkinan penyebab:

 Persepsi salah akibat depresi  Keyakinan budaya.

4. Diare

Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering

mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang

usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.

Tanda Klinis:

 Adanya pengeluaran feses cair.  Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.  Nyeri/kram abdomen.

(9)

Kemungkinan Penyebab:

 Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.

 Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.  Efek tindakan pembedahan usus.

 Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain.  Stres psikologis.

5. Inkontinensia Usus

Inkontiinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami

perubahan kebiasaan dari proses de:fekasi normal mengalami proses

pengeluaran fesca tak disadari. Hlal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi

yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran

feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.

Tanda Klinis:

 Pengeluaran feeses yang tidak dikehendaki.

Kemungkinan Penyebab:

 Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain¬lain.  Distensi rektum berlebih.

 Kurangmya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain.  Kerusakan kognitif.

6. Kembung

Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena

pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus.

7. Hemorroid

Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus

sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan

karena konstipasi, perenggangan saat defekasi, dan lain-lain.

(10)

8. Fecal Impaction

Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang

diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.

Penyebab konstipasi asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan

kelemahan tonus otot.

F. Asuhan keperawatan pada masalah kebutuhan eliminasi alvi

1. Pengkajian Keperawatan

a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/ hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan jumlah rata- rata pembuangan per hari adalah 150 g.

b. Keadaan feses, meliputi:

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab

1 Warna Bayi: kuning

Putih, hitam/tar, atau merah

Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.

Dewasa: coklat

Pucat berlemak

(11)

Malabsorpsi

lemak

2 Bau

Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan

Amis dan

perubahan bau Darah dan infeksi

3 Konsistensi Lunak dan berbentuk Cair Diare dan absorpsi kurang

4 Bentuk Sesuai diameter rektum Kecil, bentuknya seperti pensil

Obstruksi dan peristaltic yang cepat

5 konstituen

Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, air

Darah, pus, benda asing, mukus atau cacing

Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi

c. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau

kebiasaan defekasi, diet (makanan yang memengaruhi defekasi),

makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan

yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari),

aktivitas (kegiatan sehari- hari), kegiatan yang spesifik, penggunaan

obat, kegiatan yang spesifik, stress, pembedahan/ penyakit menetap, dan

lain sebagainya.

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau

tidaknya distensi, simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa

pada perut, dantenderness. Kemudian, pemeriksaan rectum dan anus

dinilai dari ada atau tidaknya tanda inflamasi, seperti perubahan warna,

lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.

(12)

2. Diagnosis Keperawatan

a. Konstipasi berhubungan dengan:

 Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA.

 Penurunan respons berdefekasi  Nyeri akibat hemoroid

 Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)  Menurunnya peristaltik akibat stress

b. Konstipasi kolonik berhubungan dengan:

 Defek persarafan, kelemahan otot dasar panggul, imobilitas akibat cedera medulla spinalis, dan CVA

 Penurunan laju metabolism akibat hipotiroidime atau hiperparatiroidisme  Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)  Menurunnya peristaltik akibat stress

c. Konstipasi dirasakan berhubungan dengan:

 Penurunan salah akibat penyimpangan susunan saraf pusat, depresi, kelainan obsesif kompulsif

 Kurangnya informasi akibat keyakinan budaya d. Diare berhubungan dengan:

 Malabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis, ulkus , dan lain- lain

 Peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolism  Proses infeksi

 Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif, anaestesi)  Stress psikologis

e. Inkontinensia usus berhubungan dengan:

 Gangguan sfingter rektal akibat cedera rektum atau tindakan pembedahan  Kurangnya control pada sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA,

(13)

 Distensi rektum akibat konstipasi kronis  Kerusakan kognitif

 Ketidakmampuan mengenal atau merespons proses defekasi akibat depresi atau kerusakan kognitif

f. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare)

3. Perencanaan Keperawatan

Tujuan:

a. Memahami arti eliminasi secara normal

b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup c. Membantu latihan secara teratur

d. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur e. Mempertahankan defekasi secara normal

f. Mencegah gangguan integritas kulit

Rencana tindakan:

a. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi b. Kurangi faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti:

1) Konstipasi secara umum

 Membiasakan pasien untuk buang air besar secara teratur, misalnya pergi ke kamar mandi satu jam setelah makan pagi dan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.

 Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum.

 Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat.

 Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut.

 Mengatur posisi yang baik untuk buang air besar, sebaiknya posisi duduk dengan lutut melentur agar otot punggung dan perut dapat membantu prosesnya.

(14)

 Berikan obat laksantif, misalnya DulcolaxTM atau jenis obat supositoria.

 Lakukan enema (huknah). 2) Konstipasi akibat nyeri

 Tingkatkan asupan cairan.  Diet tinggi serat.

 Tingkatkan latihan setiap hari.

 Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.  Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.

 Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-36 derajat celcius, selama 15 menit) jika nyeri hebat.

 Berikan pelunak feses.

 Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap 1 jam kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan.

3) Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup

 Berikan stimulus untuk defekasi, seperti minum kopi atau jus.  Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan.  Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.

 Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan rentang gerak, dan lain- lain.

 Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran. 4) Inkontinensia Usus

 Pada waktu tertentu, setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di bawah pasien.  Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk selalu berusaha

latihan.

 Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam yang tahan lembab, supaya pasien dan sprei tidak begitu kotor.

 Pakal laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk dipakai.  Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat

pengertian perawatan khusus

 Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.

(15)

 Bantu defekasi secara manual.

 Bantu latihan buang air besar, dengan cara:

a) Kaji pola eliminasi normal dan catat waktu ketika Inkontinensia terjadi.

b) Pilih waktu defekasi untuk mengukur kontrolnya.

c) Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam sebelum waktu defekasi ditentukan. d) Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah (minuman

yang merangsang peristaltik) sebelum waktu defekasi.

e) Bantu pasien ke toilet (program ini kurang efektif jika pasien menggunakan pispot).

f) Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi (15-20 menit).

g) Instruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.

h) Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defekasi.

i) Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air dan serat yang adekuat.

j) Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu.

4. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan

a. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan

Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang

dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu

pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).

1. Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lender, darah, dan lain- lain. 2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan

dengan caratoucher (lihat prosedur pengambilan feses melalui tangan).

Alat:

 Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.  Etiket khusus.

(16)

Prosedur kerja

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Anjurkan pasien untuk buang air besar lalu ambil feses melalui lidi kapas yang telah dikeluarkan, setelah selesai anjurkan pasien untuk membersihkan daerah sekitar anusnya.

4. Masukkan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan. 5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan. 6. Cuci tangan.

b. Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot

Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot

merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang

tidak mampu membuang air besar secara sendiri di kamar kecil dengan

cara membantu menggunakan pispot (penampung) untuk buang air

besar di tempat tidur dan bertujuan memenuhi kebutuhan eliminasi alvi.

Alat dan bahan:

1. Alas/ perlak. 2. Air bersih.

3. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum. 4. Sarung tangan.

Prosedur kerja

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan. 3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum. 4. Gunakan sarung tangan.

5. Pasang pengalas di bawah glutea.

6. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi bagian lubang pispot tepat di bawah rektum.

7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan kepada pasien apakah sudah nyaman atau belum, kalau belum atur sesuai dengan kebutuhan. 8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang disediakan.

(17)

9. Setelah selesai, siran dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu. 10. Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.

11. Cuci tangan.

c. Memberikan Huknah Rendah

Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan

dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan

menggunakan kanula rekti melalui anus, bertujuan mengosongkan usus

pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan

sebagai dampak dari pascaoperasi dan merangsang buang air besar bagi

pasien yang mengalami kesulitan dalam buang air besar.

Alat dan bahan:

1. Irigator lengkap dengan kanula rekti.

2. Cairan hangat kurang lebih 700 ml- 1000 ml dengan suhu 40,5- 43 derajat celcius pada orang dewasa.

3. Sarung tangan.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Atur ruangan, letakkan sampiran apabila di bangsal umum atau tutup pintu apabila di ruang sendiri.

4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri. 5. Pasang pengalas di bawah glutea.

6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5- 43 derajat celcius) dan hubungkan kanula rekti, kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok serta berikan jeli pada ujung kanula.

7. Gunakan sarung tangan dan masukkan kanula kira- kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolom desenden sampil pasien disuruh bernapas panjang dan pegang irrigator setinggi 50 cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.

(18)

8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rektum hingga bersih.

9. Cuci tangan.

10. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsostensi,dan respons pasien.

c. Memberikan Huknah Tinggi

Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan kepeawatan

dengan cara memasukan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan

menggunakan kanula usus, bertujuan mengosongkan usus pada pasien

prabedah atau untuk prosedur diagnostik.

Alat dan bahan:

1. Irrigator lengkap dengan kanula usus. 2. Cairan hangat (seperti huknah rendah). 3. Sarung tangan.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Atur ruangan, gunakan sampiran apabila pasien berada di ruang bangsal umum atau tutup pintu.

4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan. 5. Gunakan sarung tangan.

6. Irrigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan hubungkan kanula usus, kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok lalu berikan jeli pada ujung kanula.

7. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asenden kurang lebih 15- 20 cm sambil pasien disuruh napas panjang dan pegang irrigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka klem sehingga air mengalir pada rektum sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.

8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih dan keringkan dengan tisu.

(19)

9. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien.

10. Cuci tangan.

d. Memberikan Gliserin

Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan

cara memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus menggunakan

spuit gliserin, bertujuan merangsang peristaltic usus, sehingga pasien

dapat buang air besar (khususnya pada orang yang mengalami sembelit)

dan juga digunakan untuk persiapan operasi.

Alat dan bahan:

1. Spuit gliserin

2. Gliserin dalam tempatnya 3. Sarung tangan.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

3. Atur ruangan, apabila pasien sendiri maka tutup pintu, dan gunakan sampiran bila di ruang bangsal umum.

4. Atur posisi pasien (miringkan ke kiri), dan berikan pengalas di bawah glutea, serta buka pakaian bawah pasien.

5. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin kurang kebih 10- 20 cc dan cek kehangatan cairan gliserin.

6. Masukkan gliserin perlahan- lahan ke dalam anus dengan cara tangan kiri mendorong perenggangan daerah rektum, tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus sampai pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan ke depan dan anjurkan pasien napas dalam.

7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.

(20)

9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons pasien.

10. Cuci tangan.

e. Mengeluarkan Feses dengan Jari

Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan

dengan cara memasukkan jari ke dalam rectum pasien, digunakan untuk

mengambil

atau

menghancurkan

massa

feses

sekaligus

mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah apabila massa feses

terlalu keras dan dalam pemberian enema tidak berhasil, konstipasi,

serta terjadi pengerasan feses yang tidak mampu dikeluarkan pada

lansia.

Alat dan bahan:

1. Sarung tangan. 2. Minyak pelumas/ jeli. 3. Alat penampung atau pispot. 4. Sarung tangan.

Prosedur kerja:

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.

3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli) pada jari telunjuk. 4. Atau posisi miring dengan lutut fleksi.

5. Masukkan jari ke dalam rectum dan dorong perlahan- lahan sepanjang dinding rectum ke arah umbilikus (ke arah masa feses yang impaksi). 6. Secara perlahan- lahan lunakkan massa dengan masase daerah feses yang

impaksi (arahkan jari pada inti yang keras).

7. Gunakkan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.

8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan, serta respons pasien.

(21)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai

dengan adanya kemampuan dalam:

a. Memahami cara eliminasi yang normal.

b. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat

ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan, seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare/ konstipasi serta mampu minum 2000- 3000 ml).

c. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau aktivitas lain (jalan, berdiri, dan lain- lain).

d. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan dengan

kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/ enema, berpartisipasi da;am program latihan secara teratur, defekasi tanpa harus mengedan.

e. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi inflamasi, dan lain- lain.

f. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain- lain.

(22)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa

metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui

anus.(Tarwoto dan Wartonah (2004) , 48).

Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)

adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.

Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi diantaranya usia, diet, asupan cairan,

aktivitas, pengobatan, gaya hidup, penyakit, nyeri dan kerusakan sensoris dan

motoris.

Masalah yang sering timbul dalam eliminasi diantaranya konstipasi, baik

kolonik maupun yang dirasakan, diare, inkontinensia usus, kembung, hemoroid

dan fecal impaction.

B. Saran

Demi pembenahan dan kelengkapan dari keseluruhan isi makalah ini, kami sebagai penulis sangat membutuhkan saran dari pembaca agar makalah ini dapat tersusun dengan sempurna kedepannya serta dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pembaca.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta: EGC

Tarwanto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pasien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah yaitu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan memberikan 2 strategi

Siswa dapat menjelaskan cara menggunakan gelas kimia adalah dengan memasukkan atau menuangkan zat berupa padatan atau cairan ke dalam gelas kimia.Siswa yang salah

Keterampilan meronce merupakan kegiatan memasukkan manik-manik menggunakan benang bertujuan untuk membantu anak usia dini menggunakan jari jemarinya untuk memungut,

Care giver Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses

Adapun tindakan nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi yaitu dengan cara rendam kaki air hangat, yang merupakan salah satu terapi alamiah yang

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang

Tindakan keperawatan yang diberikan berfokus pada masalah yaitu : memberikan support kepada Tn. S bahwa penyakit yang dideritanya adalah ujian dari Tuhan

Cara pemberian terapi intravena / Pungsi Vena Kemampuan untuk memilih vena yang akan digunakan untuk memberikan cairan dan obat merupakan ketrampilan keperawatan yang