• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK FISIK DAN MINERALOGI BATU APUNG DAN SCORIA DARI GUNUNG KELUD BLITAR UNTUK MENGEVALUASI SEBAGAI POTENSINYA MATERIAL GEOTEKNIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK FISIK DAN MINERALOGI BATU APUNG DAN SCORIA DARI GUNUNG KELUD BLITAR UNTUK MENGEVALUASI SEBAGAI POTENSINYA MATERIAL GEOTEKNIK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KARAKTERISTIK FISIK DAN MINERALOGI BATU APUNG

DAN SCORIA DARI GUNUNG KELUD BLITAR UNTUK

MENGEVALUASI SEBAGAI POTENSINYA MATERIAL

GEOTEKNIK

Usy Andri Raya1, Andre Primantyo Hendrawan2, Heri Suprijanro3 1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

2Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 3 Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

e-mail: usy08980001771@gmail.com

ABSTRAK

Studi ini mengidentifikasi Batu Apung dan Scoria sebagai material piroklastik hasil letusan Gunung Kelud di Sungai Kali Putih, Kabupaten Blitar, provinsi Jawa Timur, untuk mengevaluasi karakteristik fisik dan mineralogi sebagai bahan Geoteknik. Pada penelitian ini metode yang digunakan terdiri dari uji fisik berupa uji gradasi butian, specific gravity, kerapatan dan angka pori dan mineralogi terdiri dari uji X-RF, X-RD dan SEM. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Batu Apung dan Scoria yang terlebih dahulu di crushing bahwa uji gradasi butiran Batu Apung mempunyai bergradasi buruk sedangkan Scoria mempunyai bergradasi baik dan keduanya termasuk jenis pasir halus. Nilai specivic gravity (Gs) batu apung dan scoria adalah 2,878 dan 2,781. Nilai angka pori Batu Apung lebih tinggi dari Scoria. Hal ini menunjukkan bahwa Batu Apung memiliki volume yang lebih tinggi dari pori-pori atau rongga dari Scoria. Dari analisis SEM, terlihat bahwa Batu Apung dan Scoria telah saling terkoneksi bentuk vesikular dengan ukuran pori bervariasi, namun Batu Scoria memiliki rongga kecil dari Batu Apung. Dari analisis XRD dan XRF dapat disimpulkan bahwa unsur yang dominan dalam Batu Apung dan Scoria adalah elemen dari Fe, Ca, Si, dan Al dan persentase silikat (SiO2) yang rendah (kurang dari 45%), sehingga bahwa Batu Apung dan Scoria dari Gunung Kelud bersifat ultrabasa.

Kata kunci : Batu Apung dan Scoria, gradasi butiran, specific gravity, kerapatan dan angka pori, X-RF, X-RD, SEM

ABSTRACT

This research was aimed to identify Pumice and Scoria as the piroclastic materials from Mount Kelud explosion, in Kali Putih River, Blitar Regency, East Java Province, and also to evaluate physical and mineralogical characteristics of Pumice and Scoria as geotechnical materials. Method of research involved two tests. Physical test included testing on grain gradation, specific gravity, relative density and void ratio, whereas mineralogy test involved testing with X-RF, X-RD and SEM. Result of research provided several findings. Pumice and Scoria were subjected to crushing before putting them on the tests. On gradation test, Pumice had poor gradation while Scoria had well gradation. Both were classified as fine-sand type. In relation with specific gravity (Gs), Pumice had a value of 2.878 while Scoria was 2.781. Void ratio of Pumice was greater than Scoria. Result of SEM indicated that Pumice and Scoria had some similarities, such as their vesicular form and various sizes of pore. The only difference was that pore size of Scoria was smaller than Pumice. Based on results of XRD and XRF tests, it can be concluded that some elements had dominant proportion within Pumice and Scoria, and these elements were Fe, Ca, Si, and Al. Silicate (SiO2) had the lowest point of percentage (less than 45%), meaning that both Pumice and Scoria from Mount Kelud was ultra-basic.

Keywords : Pumice and Scoria, grain gradation, specific gravity, density and void ratio, X-RF, X-RD, SEM

(2)

PENDAHULUAN

Tanah merupakan bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah mempunyai komponen penting dalam pembangunan konstruksi sebuah pekerjaan. Tanah salah satu material penting sebagai perletakan konstruksi maupun sebagai material timbunan dalam bidang ilmu mekanika tanah dan geoteknik. Dalam suatu perencanaan konstruksi timbunan seperti tanggul dan reklamasi seringkali harus dibangun di atas tanah asli yang memiliki daya dukung sangat rendah dan tidak memungkinkan untuk menahan suatu pembebanan yang sangat berat di atasnya. Untuk mengatasi hal ini Material Scoria dan Apung dari Gunung Kelud Kabupaten Blitar merupakan material alternatif, karena memiliki berat jenis yang ringan (light-weight materials). Material Scoria dan Apung dari Gunung Kelud Kabupaten Blitar merupakan pilihan yang perlu dikaji karena keberadaanya melimpah dan murah, namun belum diberdayakan secara maksimal (Suseno, 2013).

Batuan scoria adalah batuan beku luar (ekstrusif) yang terbentuk dari hasil pembekuan lava pada saat letusan gunung berapi di luar perut bumi. Secara fisik batuan ini berwarna hitam dengan struktur berongga yang cukup dominan dan tenggelam dalam air secara langsung. Struktur berongga atau vesikular ini disebabkan oleh pelepasan gas-gas yang terkandung dalam lava akibat penurunan tekanan selama perjalanan magma kepermukaan bumi sehingga menghasilkan rongga-rongga berbentuk bulat, elips, silinder ataupun tak beraturan. (Doddy Setia Graha, 1987).

METODE PENELITIAN

Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di Indonesia. Gunung Kelud secara geografis terletak pada 7°56’ LS dan 112°18’30” BT dengan ketinggian puncak 1.731 m di atas permukaan laut. Gunung kelud

berada di perbatasan Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur yang terletak di Kabupaten Blitar di lewati Sungai Kali Putih sebagai tempat di lewati aliran lahar untuk pwngambulan sampel Baru Apung dan Batu Scoria.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

Setelah dilakukan pengambilan sampel dilapangan selanjutnya dilakukan pengujian sampel di dua Labratorium. Untuk pengujian fisik berupa uji gradasi butian, specific gravity, kerapatan dan angka pori dilakukan di Labratorium Tanah dan Air Tanah Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Dan Untuk pengujian mineralogi terdiri dari uji X-RF, X-RD dan SEM dilakukan Labratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri Malang. Uji gradasi butiran digunakan untuk mengetahui suatu tanah bergradasi baik, bergradasi buruk dan bergradasi seragam serta mengetahui ukuran butiran tanah. Sedangkan uji specific gravity untuk menunjukkan salah satu faktor menentukan kerapatan (density) tanah. Untuk uji kerapatan relatif (relative density) dan angka pori (void ratio) untuk mengetahui derajat pemadatan di lapangan sebagai bahan timbunan. Uji XRF untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur yang terkandung dalam suatu sampel. Sedangkan uji X-RD untuk mengetahui analisis komposisi mineral atau senyawa pada material. Dan uji SEM untuk mengetahui morfologi dan topografi butiran sampel dengan pembesaran.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Karakteristik Fisik

Dalam penelitian ini pengujian karakteristik fisik terdiri dari berupa uji gradasi butian, specific gravity, kerapatan dan angka pori. Analisis pembagian gradasi butiran tanah menggunakan analisis ayakan (sieve analysis). Berikut adalah hasil analisis pembagian butiran tanah dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Grafik Analisa Distribusi Butiran Tanah.

Dari hasil analisis distribusi butiran di atas dapat diketahui bahwa material granular Batu Apung dan Scoria yang berasal dari proses crushing Batu Apung, Scoria dan bahan pembanding Pasir kelud, pasir semeru dapat dilihat dari hasil rekapitulasi pada Tabel 1

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari Tabel 1 dapat ditarik kesimpulan bahwa Batu Apung memiliki gradasi butiran yang buruk (poorly

graded). Hal ini mungkin disebabkan

karena sifat rapuhnya batu apung pada saat mengalami proses crushing, karena secara visual dapat terlihat bahwa apung memiliki rongga atau pori yang sangat besar dan bersifat saling menyambungdan sedangkan Batu Scoria memiliki gradasi butiran yang baik (well graded)

disebabkan secara visual rongga yang terdapat dalam scoria memiliki rongga

yang kecil dan setelah proses crushing Batu Scoria menjadi bentuk pasir bersudut. Pasir Kelud dan Pasir Semeru sebagai bahan pembanding memmpunyai gradasi yang buruk 1 hal ini disebabkan butiran Pasir Kelud dan Pasir Semeru kebanyakan berbutir halus dan seragam.

Untuk hasil pengujian Specific Gravity (Gs) Batu Apung menunjukkan

harga rata-rata Gs = 2,878 untuk batu apung dan Gs rata-rata = 2,781 untuk butiran scoria. Nilai-nilai Specific Gravity (Gs) Batu Apung dan Scoria dapat mempunyai nilai yang bervariasi karena bahan kimia yang berbeda dan elemen penyusun mineralogi proses vulkanik dalam pembentukan Batu Apung dan Scoria. Specific Gravity (Gs) yang terdapat dari penjuru dunia Batu Apung dan Scoria dari Tanzania Dan Kenya memiliki nilai Specific Gravity (Gs) Batu Apung = 2,5 dan untuk Batu Scoria = 2,81-3,03. Specific Gravity (Gs) yang ditemukan dari Pasir Apung sungai Waikato, Selandia baru mempunyai nilai sebesar 1.95 hingga 2,38. Dan sedangkan yang terdapat Batu Scoria dari Gunung Fuji Jepang mempunyai nilai Specific

Gravity (Gs) sebesar = 2,722.

Hasil dari pengujian kerapatan (density) dan angka pori (void ratio) Batu Apung menghasilkan angka pori emax

sebesar 1,537 dan emin sebesar 1,137

sedangkan Batu scoria menghasilkan angka pori emax sebesar 1,377 dan emin

sebesar 1,150. Nilai angka pori batu apung lebih tinggi dari scoria, hal ini menunjukkan bahwa batu apung memiliki volume yang lebih tinggi dari pori-pori rongga gigi berlubang dari batu scoria. Hasil penelitian angka pori (void ratio) dari penjuru dunia sebagai bahan pembanding oleh Agustian Dan Goto menunjukkan bahwa Batu Scoria yang berasal dari Gunung Fuji memiliki emax

sebesar 0,956 dan emin sebesar 1,407.

Orense melakukan penelitian menemukan bahwa Pasir Apung dari sungai Waikato, zeland baru memiliki emax sebesar 1,760

(4)

Sistem klasifikasi tanah yang digunakan pada pengujian ini adalah sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association Of State Highway

and Transporting Official) dan Unified Soil Clasification System (USCS). Kedua

sistem ini sama-sama memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas Atterberg. Berikut ini merupakan klasifikasi kedua tanah yang digunakan seperti Tabel 2. dan Tabel 3. berikut ini : Tabel 2. Klasifikasi tanah menurut standart USCS

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 3. Klasifikasi tanah menurut standart AASHTO

Sumber: Hasil Perhitungan

Pengujian Karakteristik Mineralogi

Dalam penelitian ini pengujian karakteristik mineralogi terdiri dari berupa uji terdiri dari uji Scanning

Electron Microscopy (SEM), X-Ray Diffraction (X-RD) dan X-Ray Fluorescence (X-RF). Untuk pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)

hasil pengujian Data yang diperoleh SEM menunjukkan pencitraan bentuk visual dari sampel Batu Apung dan Batu Scoria yang berasal dari aliran Sungai Kali Putih, Gunung Kelud. Data pencitraan

SEM pada Gambar 4 untuk Batu Apung

dan Gambar 5 untuk Batu Scoria. Dari gambar terlihat Batu Apung memiliki pori-pori atau rongga yang lebih besar daripada scoria. Pori-pori ini terbentuk dari proses pendinginan yang sangat cepat. Hal ini yang menyebabkan Batu Apung memiliki berat yang lebih rendah daripada Batu Scoria.

Gambar 4. Hasil Pencitraan SEM Batu Apung

Gambar 5. Hasil Pencitraan SEM Batu Scoria Perbesaran 100 x Perbesaran 1000 x Perbesaran 100 x Perbesaran 1000 x

(5)

Dari hasil pengujian XRD, didapatkan grafik yang menggambarkan informasi struktur kristal suatu material seperti pada Gambar 6 (Batu Apung) dan Gambar 7 (Batu Scoria). Dari grafik-grafik ini maka dapat ditentukan mineral atau senyawa yang terkandung pada Batu Apung dan Scoria.

Gambar 6. Hasil analisis X-RD untuk sampel Batu Apung

Sumber: Hasil analisa uji alat X-RD

Gambar 6. Hasil analisis X-RD untuk sampel Batu Scoria

Sumber: Hasil analisa uji alat X-RD Berdasarkan hasil uji X-RD didapatkan mineral senyawa yang terdapat dalam Batu Apung dan Batu Scoria mendominasi yaitu anorthite Ca(A12Si2O8) sebesar 91% untuk Batu

Apung dan sebesar 90% untuk Batu Scoria merupakan senyawa yang utamanya unsur Si. Dan senyawa lainnya yang terdapat yaitu maghemite Fe2O3,

sebesar 4% untuk Batu Apung dan 5 % untuk Batu ScoriA, sedangkan Fayalite (Fe2SiO4) untuk Batu Apung sebesar 4%

dan untuk Batu Scoria sebesar 7% Wollastonite CaSiO3.

Dari hasil X-RF menunjukkan 17 unsur yang terdapat Batu Apung yaitu Si, Fe, Ca, Al, K, Ti, Ni, Sr, Mn, P, Ba, Cu, Eu, Re, Cr, Zn dan V. Unsur yang terbesar terdapat dalam Batu Apung yaitu Si sebesar 37,6% dan Fe sebesar 25,9%. Sedangkan Batu Scoria menunjukkan 16 unsur yang terdapat yaitu: Si, Fe, Ca, Al, K, Ni, Ti, Sr, Mn, Ba, Cu, Re, Eu, Cr, V, dan Zn. Unsur yang terbesar terdapat dalam Batu Scoria yaitu Si sebesar 35,9% dan Fe sebesar 27,4%.

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan pada benda uji Batu Apung dan Batu Scoria, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pengujian terhadap Batu Apung dan Batu Scoria yang berasal dari aliran sungai kali putih, gunung kelud yang terlebih dahulu di crushing, bahwa Batu Apung beradasarkan analisis pembagian butiran termasuk tanah gradasi berbutir jelek (poorly

graded) sedangkan Batu Scoria termasuk tanah gradasi berbutir baik (well graded). Batu Apung memiliki nilai specific gravity sebesar 2,878 dan Batu Scoria memiliki nilai sebesar 2,781. Batu Apung memiliki nilai angka pori dalam kondisi padat (dense) sebesar 1,137 dan dalam kondisi renggang (loose) memiliki nilai sebesar 1,537, sedangkan Batu Scoria memiliki nilai angka pori sebesar 1,150 dalam kondisi padat (dense) dan memiliki nilai 1,377 dalam kondisi renggang (loose). 2. Batu Apung dan Batu Scoria yang

telah di crushing berdasarkan pengeplotan pada grafik klasifikasi sistem tanah unified maka dapat diambil kesimpulan bahwa Batu Apung termasuk dalam kelompok SP yang berarti pasir bersih dengan gradasi buruk sedangkan Batu Scoria termasuk dalam kelompok SW yang berarti pasir bersih dengan gradasi

(6)

baik. Berdasarkan pembagian klasifikasi system tanah menurut AASTHO Batu Apung dan Batu Scoria termasuk dalam kelompok A-3 yang berarti pasir halus.

3. Hasil pencitraan Scanning Elektron

Microscopy pada morfologi Batu

Apung dan Batu Scoria terlihat bahwa Batu Apung memiliki pori-pori yang cukup dominan tersebar tidak merata dan memiliki tekstur versikuler dengan ukuran lubang atau pori yang bervariasi berhubungan satu sama lain. Sedangkan Batu Scoria terlihat bahwa memiliki pori-pori yang tidak dominan seperti Batu Apung disebabkan karena saat proses terbentuk ketika batuan cair meningkat dalam saluran vulkanik dan membentuk gelembung besar di dalam lava dan memadat sebelum sebelum gas keluar mengakibatkan gelembung terperangkap dan membentuk lubang-lubang saluran memanjang (vesicles). Dari hasil

X-RF unsur-unsur yang terdapat Batu

Apung yaitu Si, Fe, Ca, Al, K, Ti, Ni, Sr, Mn, P, Ba, Cu, Eu, Re, Cr, Zn dan V. Unsur yang terbesar terdapat dalam Batu Apung yaitu Si sebesar 37,6% dan Fe sebesar 25,9%. Sedangkan Batu Scoria unsur yang terdapat yaitu: Si, Fe, Ca, Al, K, Ni, Ti, Sr, Mn, Ba, Cu, Re, Eu, Cr, V, dan Zn. Unsur yang terbesar terdapat dalam Batu Scoria yaitu Si sebesar 35,9% dan Fe sebesar 27,4%. Dari hasil uji X-RD didapatkan mineral senyawa yang terdapat dalam Batu Apung dan Batu Scoria mendominasi yaitu anorthite Ca(A12Si2O8)

merupakan senyawa yang utamanya Si. Dan senyawa lainnya yang terdapat yaitu maghemite Fe2O3, Fayalite Fe2SiO4 dan Wollastonite CaSiO3.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada maka dapat disarankan agar:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan bahan Batu Apung dan Batu Scoria yang berasal dari aliran sungai Kali Putih, Gunung Kelud tentang karakteristik fisik dan mineralogi sebagai bahan Geoteknik. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penerapan di lapangan dengan bahan Batu Apung dan Batu Scoria yang berasal dari aliran sungai Kali Putih, Gunung Kelud sebagai bahan Geoteknik.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Y. & Goto, S. (2008). Undrained Cyclic Shear Behavior Of Reconstituted Scoria Deposit.

Jurnal Soil and Foundations.

Vol. 48, No. 6, 851-857.

Evans et al. (1999). Evaluation Of Pumice And Scoria Samples From East Africa As Lightweight Aggregates. Afrika: McGraw-Hill.

Orense, R., Pender, M. & Liu, L. (2015). Crushing-induced liquefaction characteristics of pumice sand. Proc., Australia-New Zealand Conference on Geomechanics. Setia Graha. Doddy. (1987). Batuan dan

Mineral. Bandung: Nova

Suseno, H. (2003). Penggunaan Batuan Scoria dari Gunung Kelud Blitar sebagai Agregat Kasar pada Beton Ringan Struktural. Jurnal Rekayasa Sipil. 8 (4): 149 – 156.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel
Gambar 2. Grafik Analisa Distribusi                      Butiran Tanah.
Tabel 2. Klasifikasi tanah menurut  standart USCS
Gambar  6.  Hasil  analisis  X-RD  untuk  sampel Batu Apung

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan penularan TB paru dalam keluarga di

Berdasarkan penelitian Nuroini (2013) terhadap mencit inflamasi yang diinduksi karagenan terjadi penurunan leukosit pada kelompok perlakuan pemberian EBN secara oral

Keragaman genetik den keragman populasi yang didapatkan dari penelitian ini rnerupakan informasi yang sangat penting unhrk program managemen bodiiaya abalon yang

Cokelat batang yang menggunakan lemak kakao hasil tempering (L1) dan dengan perlakuan tempering akhir (T1) memiliki titik leleh yang tinggi dibandingkan cokelat

= Kepatu%an yang berlebi%an ter%adap peraturan "regulatory capture#. Idealnya, peraturan atau regulasi atau prosedur sengaja dibuat agar organisasi yang bersangkutan

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Strategi

Asam lemak sebagai asam karboksilat hasil dari proses hidrolisis yang akan direaksikan dengan geraniol sebagai alkohol kemudian digunakan sebagai bahan dasar proses