• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN DAN UKURAN KEBERHASILANNYA*)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN DAN UKURAN KEBERHASILANNYA*)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMBELAJARAN DAN UKURAN KEBERHASILANNYA*)

Oleh

Dr. Leonardus Banilodu, MS.

Jurusan Biologi FMIPA Unika Widya Mandira

Jln Jend. A. Yani 50-52 Kupang 85225, Timor-NTT-Indonesia

A. Pengantar

1) Para dosen melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan bidang keahlian, yang dibuktikan dengan kegiatan pembelajaran sejak awal semester dan evaluasi di akhir semester.

2) Pertanyaan: apakah hasil pembelajaran mampu menciptakan profil generasi yang produktif dan adaptif?

3) Mutu pembelajaran tetap menjadi bahan diskusi yang menarik dalam forum-forum ilmiah dan sekan-akan tidak terkelola dengan baik.

4) Dalam keseluruhan proses pembelajaran, ada tiga pertanyaan pokok yang harus dijawab: a. apakah hasil pembelajaran relevan dengan kebutuhan mahasiswa?

b. apakah metode pembelajaran efektif dalam pemecahan permasalahan? c. apakah mahasiswa memperoleh inspirasi dalam pembelajaran?

B. Ukuran Keberhasilan Pembelajaran 1) Apakah hasil pembelajaran relevan?

(1) Kegiatan pembelajaran harus mampu mencerminkan apa yang sesungguhnya kelak akan dikerjakan orang, baik bagi mereka yang akan berkarya dalam bidang ilmu maupun bagi mereka yang tidak akan bekerja dalam bidang ilmu.

(2) Dalam satu sesi pembelajaran, agaknya mahasiswa hanya akan membutuhkan waktu 15-20 menit untuk mendengarkan dosen berbicara.

(3) Mahasiswa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk aplikasi informasi yakni analisis kasus nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti mencari pemecahan masalah, melakukan penyelidikan, berdebat dalam kelompok, berpikir kritis, berpikir kreatif, mencari keterangan, dan mengambil keputusan; inilah serangkaian kegiatan yang seharusnya diharapkan akan terjadi dalam ruang kuliah, dalam laboratorium, di lorong-lorong kampus, di halaman kampus, atau di tempat lain yang lebih jauh dari kampus. (4) Dalam pembelajaran, para dosen sering kali telalu menekankan pada hal-hal yang

sepeleh dan mudah untuk mengujinya, sehingga sasaran pembelajaran hanya semata-mata mengharapkan mahasiswa untuk mampu mengulang, mengenal, membandingkan, atau mempertentangkan informasi yang diingat. Ini adalah sebuah kelemahan!

(5) Banyak ujian yang hanya semata-mata mengujikan informasi terkait; tidak ada upaya untuk melakukan koreksi dan/atau pembenaran terhadap praktek ujian demikian.

---

*) Makalah untuk disajikan dalam Lokakarya Rekonstruksi Pembelajaran Berbasis Siswa, Unwira, Kupang pada tanggal 3-4 Pebruari 2014.

(2)

2

(6) Suatu proses pembelajaran yang baik harus mampu mengawinkan beranekara ragam hasil yang telah direncanakan di mana keserbaragaman hasil tersebut harus tercerminkan mulai dari aktivitas kuliah hingga evaluasi.

(7) Dengan cara yang hati-hati, dosen harus mampu menguji apa yang seharusnya menjadi kebutuhan belajar dari mahasiswa; apa yang dibutuhkan jika mereka kelak akan menjadi warga sipil, teknisi, atau sebagai calon ilmuwan; dosen harus mampu membuat tabel kebutuhan hasil belajar dari masing-masing mahasiswa. Misalnya:

a. Suatu hasil belajar yang mengharapkan mahasiswa akan mampu memerikan (menggambarkan) siklus biogeokimia dipandang kurang bermanfaat bagi mereka yang kelak akan menjadi warga sipil daripada yang mengharapkan mahasiswa akan mampu meramalkan kemungkinan dampak polusi dan mengevaluasi argumentasi yang berhubungan dengan resiko polusi.

b. Suatu hasil belajar yang mengharapkan mahasiswa akan mampu membahas atau

memahami bukti-bukti evolusi dipandang kurang bermanfaat daripada yang

mengharapkan mahasiswa akan mampu mengusulkan sebuah pengujian terhadap hipotesis evolusi dan mengeritik argumentasi yang berhubungan dengan bukti-bukti evolusi.

c. Suatu hasil belajar yang mengharapkan mahasiswa akan mampu menjelaskan atau

memerikan homoeostasis asam-basa merupakan keterampilan yang dipandang

kurang bermanfaat daripada yang mengharapkan mahasiswa akan mampu

memecahkan masalah fisiologi asam-basa melalui penerapan persamaan Henderson.

d. Suatu hasil belajar yang mengharapkan mahasiswa memerikan jejak ekologis dipandang kurang bermakna daripada yang mengharapkan mahasiswa akan mampu

mengevaluasi dampak lingkungan dari keputusan reproduktif dalam hubungannya

dengan surplus tingkat kelahiran/kematian di suatu daerah.

(8) Agaknya lebih baik dosen membuat peringkatan hasil belajar menurut kepentingan daripada menurut urutan pokok materi.

(9) Daftar hasil belajar menurut mahasiswa dapat disusun ke dalam kategori, seperti okupasional, personal, warga sipil, nasional, dan global.

(10) Dosen dapat pula mencoba mengelompokkan target kemanfaatan dan hasil belajar itu ke dalam rentangan waktu, misalnya satu tahun, 10 tahun, atau seumur hidup.

(11) Dosen tidak perlu menduga terlalu rendah kebutuhan belajar yang non-mayor karena kebanyakan mahasiswa yang setelah meninggalkan bangku kuliah, mereka akan memasuki suatu perdebatan nyata sebagai warga sipil, bekerja di lembaga non-pemerintah (LSM), atau memasuki dunia politik.

(12) Ada kemungkinan di pasca-pendidikan, mereka memiliki keterampilan dalam mencari keterangan, kemampuan membaca sebuah meta-analisis, atau kemahiran mempertanyakan hasil riset mendalam.

(13) Target hasil belajar harus cukup fleksibel untuk memaksimumkan potensi individual dari mahasiswa. Kurikulum yang kaku dapat saja gagal mengembangkan bakat, latar belakang, dan minat khas dari mahasiswa.

(14) Dosen mungkin saja akan terpesona dengan daftar kebutuhan hasil belajar yang dihasilkan karena ada kemungkinan akan sangat berbeda dengan hasil belajar yang termuat dalam silabus tradisional.

(15) Dengan daftar kebutuhan hasil belajar yang disusun menurut urutan prioritas, dosen perlu membagi kembali waktu pembelajaran sesuai dengan urutan prioritas itu.

(3)

3

(16) Dalam hal ini, dosen tidak perlu menyatakan bahwa pertanyaan ujian harus secara aktual mengukur daftar hasil belajar yang tingkatnya lebih tinggi itu.

(17) Dosen perlu merencanakan aktivitas pembelajaran dengan menggunakan permasalahan kasus sehingga mampu mengembangkan keterampilan dalam belajar mandiri, pencarian keterangan, perilaku analitis, berpikir kreatif, dan berpikir kritis. Misalnya:

a. Ketika mahasiswa akan mempelajari topik materi Respirasi Sel, dosen perlu memulai topik ini dengan sebuah kasus yang memikat, katakan, kasus yang berhubungan kehidupan seseorang, seekor anjing peliharaan, atau mungkin saja sejenis satwa liar umum yang berhubungan dengan patologi metabolisme (seperti defisiensi fosfo-fruktokinase).

b. Cara seperti ini dengan sendirinya akan menuntun mahasiswa untuk mengusulkan sebuah studi kasus dan mungkin pula ada keinginan untuk membuat perlakuan untuk mempelajari ketidakteraturan itu.

c. Setelah pengkondisian atau suatu pengantar tentang respirasi sel, selanjutnya mahasiswa diminta untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk curah pendapat dalam pemecahan masalah yang ditawarkan.

d. Mahasiswa akan memperoleh pemahaman bidang ilmu yang lebih luas dan dengan sendirinya mengembangkan keterampilan dalam analisis disiplin, berpikir reflektif, dan pemecahan masalah.

e. Dalam penentuan apa informasi lanjutan dari yang telah diperoleh, mahasiswa akan belajar mengajukan pertanyaan cerdas dan bijaksana, dan ini adalah satu keterampilan kunci sebagai calon ilmuwan dan/atau sebagai warga sipil.

(18) Libatkan seluruh kelas ke dalam suatu penilaian kritis terhadap suatu proyek nyata dalam masyarakat, atau proyek-proyek yang sedang diusulkan pemerintah.

(19) Pada kasus seperti ini, mahasiswa perlu diberi waktu kerja kelompok lebih lama, satu atau dua semester.

(20) Mahasiswa dapat diminta untuk mempertimbangkan implikasi bidang ilmu terhadap usulan program seperti penggunaan lahan, pemanfaatan berlebihan, rencana pengendalian hama dan penyakit, program kesehatan masyarakat, rencana pengelolaan perikanan, kehutanan, taman kota dan satwa liar, rehabilitasi keracunan obat-obatan, atau apa saja yang diketahui di dalam masyarakat.

(21) Beberapa kelompok kerja mungkin ditugaskan untuk menyelidiki berbagai aspek dalam proyek dan mungkin perlu mengumpulkan data lapangan, yang kemudian sekali dalam seminggu hasil kerja dibahas bersama di dalam kuliah.

(22) Manfaat penting di sini adalah bahwa mahasiswa akan membuat rekomendasi berbasiskan pembuktian yang menjamin suatu pengalaman belajar autentik dan sekaligus menciptakan suatu keinginan belajar berdasarkan kebutuhan untuk mengetahui.

(23) Rencanakan tugas penulisan yang autentik, seperti membuat web-site, atau menulis surat untuk dikirim kepada politisi, departemen pemerintah, atau lainnya.

Merencanakan aktivitas laboratorium yang melibatkan proyek investigatif terbuka merupakan hal yang bermakna dalam mengembangkan potensi individual dari mahasiswa dan akan berkontribusi terhadap pengalaman pra-kerja.

(24) Menyusun ujian yang menghadirkan permasalahan kasus realistis merupakan langkah untuk meminta mahasiswa untuk berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan; jika perlu, dalam penyusunan ujian dapat dilengkapi dengan pertanyaan

(4)

4

imaginatif dalam bentuk pilihan ganda; pertimbangkan pula sistem ujian terbuka

(open-book) untuk menyamai kondisi tempat kerja atau memungkinkan mahasiswa untuk

membawa serta kartu informasi untuk diisi dengan informasi yang diperlukan; dan ini akan mendorong dosen untuk merencanakan pertanyaan ujian yang meminta mahasiswa untuk berpikir kreatif, analitis, interpretatif, dan aplikasi konsep-konsep inti terhadap data.

2) Apakah metode pembelajaran efektif?

(1) Efektivitas pembelajaran jangka pendek diukur melalui hasil ujian, tetapi pembelajaran itu sendiri juga harus memastikan adanya kemanfaatan seumur hidup bagi mahasiswa. (2) Hasil riset menunjukkan bahwa pencapaian prestasi belajar mahasiswa dapat diperkuat

melalui penggunaan:

a. contoh kasus yang bermanfaat bagi mahasiswa,

b. metode belajar aktif daripada belajar pasif (pengalaman adalah guru yang paling baik),

c. aplikasi nyata dari konsep inti dalam menerangkan berbagai permasalahan hidup, d. praktik dan pengulangan hasil kerja,

e. umpan balik, dan

f. pemecahan masalah yang memiliki muatan emosional.

(3) Ajarkan prinsip-prinsip keilmuan dengan penggunaan contoh kasus dan penugasan yang bermanfaat bagi mahasiswa seperti patologi manusia, bio-terorisme, polusi lokal, industri lokal, kanker, makanan yang berubah secara genetika, obat-obtan perangsang, keracunan obat-obatan, diet, penyakit menular seksual, peledakan populasi, permasalahan lingkungan, penyakit sapi gila, pandemik influensa, dan apapun yang terkait dan bermasalah dalam kehidupan masyarakat.

(4) Jika ada konsep keilmuan yang tidak dapat disajikan dalam konteks contoh kasus menarik, dosen harus sungguh-sungguh memastikan atau mempertanyakan apakah konsep abstrak tersebut benar-benar bermakna bagi mahasiswa atau tidak.

(5) Pembelajaran yang menekankan pada ketrampilan proses seperti pencarian keterangan, penyelidikan, analisis, dan belajar mandiri akan berdampak pada penciptaan banyak peluang melakukan pengulangan dan aplikasi di pasca-pendidikan; keterampilan seperti inilah yang dapat dengan mudah diingat dan mungkin akan sangat membantu kehidupan mahasiswa di masa depan.

(6) Pusatkan pembelajaran pada kemahiran satu konsep dengan sedikit lompatan pada keterincian yang berlebihan dan sepeleh. “Less is more”. Mahasiswa dapat mengisi sendiri dengan keterincian yang menurut mereka relevan ketika membaca, mempelajari, dan memecahkan permasalahan yang dilandasi oleh pemahaman dan penguasaan yang tinggi terhadap konsep inti dan aplikasi konsep ke dalam beragam permasalahan kehidupan yang terkait. Hindari pengelompokan konsep kunci yang sifatnya sepeleh dan berdampak membebani mahasiswa karena keterinciaan yang diharapkan itu ternyata tidak diperlukan.

(7) Rencanakan aktivitas pembelajaran yang memiliki muatan emosional seperti bekerja dalam kelompok dan akan mendorong mahasiswa untuk belajar saling mendengar dan saling menghormati satu sama lain; mereka akan mampu menyepakati apa yang merupakan rumusan bersama dalam kelompok; pembelajaran seperti ini akan menciptakan keterampilan interpersonal dan keterampilan resolusi konflik. Aktivitas

(5)

5

pembelajaran seperti ini juga dapat dikaitkan pula dengan permasalahan bio-etika (nilai-nilai kecakapan hidup) sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia saat ini.

(8) Mahasiswa perlu secara sering diberi kesempatan bekerja di luar kampus agar mereka belajar berkomunikasi dengan orang lain untuk menciptakan dorongan emosional dan aplikasi sosial. Sebagai contoh:

a. Memintai mahasiswa untuk melakukan penyelidikan dengan wawancara tentang sejarah kesehatan seseorang (katakan, tokoh masyarakat) atau seorang sukarelawan. b. Mahasiswa membuat laporan penyelidikan dengan mempertimbangkan suatu uraian

interpretatif tentang patofisiologi dari responden.

c. Aktivitas pembelajaran yang sama dapat diterapkan untuk analisis biologis penting terhadap industri, perusahaan, atau pemanfaatan lokal lain di lingkungan masyarakat.

d. Aktivitas mahasiswa dapat difokuskan pada beberapa aspek seperti pengelolaan sampah, dampak pembangkit tenaga listrik, perusahaan penggilingan, perikanan, kehutanan, masalah kesehatan hutan, pengelolaan lahan berhutan, patologi hortikultura, perlindungan habitat pertanian, tindakan pengobatan alternatif, dan lain-lain. Peluang pemilihan topik permasalahan terbuka lebar!

(9) Dalam satu sesi pembelajaran, dosen hanya perlu menggunakan waktu 15-20 menit untuk melakukan persiapan penting; waktu selebihnya adalah untuk praktik (pembelajaran aktif); kelompok kerja 3-5 orang diperlukan untuk membahas dan membuat pilihan terhadap obyek pembelajaran yang direncanakan.

(10) Pengelompokan mahasiswa di sini diperlukan agar di dalam kelompok mahasiswa dapat saling mengeritik, saling menjelaskan konsep (tutorial sesama, sebaya), dan menciptakan medan pembelajaran yang kaya stimulus.

(11) Siapkan proses pembelajaran ini dengan lembaran kerja mahasiswa (LKM) dan pedoman pembelajaran (PP) untuk dapat memandu proses kerja kelompok, atau untuk memandu menemukan jawaban atas permasalahan.

(12) Perlu pula dipertimbangkan bahwa mahasiswa tidak perlu menghabiskan waktu untuk membuat catatan.

(13) Dosen harus memfasilitasi kegiatan dengan menggunakan pertanyaan diagnostik dan dialogis. Jawablah pertanyaan dari mahasiswa dengan satu pertanyaan. Sebagai contoh, jika seorang mahasiswa mengajukan pertanyaan “ jelaskan ADN kepada saya?” Dosen perlu merespon pertanyaan ini dalam bentuk pertanyaan pula, misalnya “Apakah yang Anda maksudkan dengan ADN itu?” Dalam hal tertentu, dosen mungkin terkesima dengan pertanyaan mahasiswa, tetapi yang paling penting adalah bahwa dosen mengungkapkan cara-cara pembelajaran yang diperlukan untuk membantu mahasiswa, dan bukan dosen mencari dan memberikan jawaban untuk mahasiswa.

(14) Dalam hal lain, ketika dosen akan membantu mahasiswa secara individual, hendaknya dosen tidak seolah-olah sedang melakukan tutorial mini; adalah lebih baik jika dosen mengajukan pertanyaan diagnostik dan dialogis hingga dosen merasa yakin bahwa pemahaman mahasiswanya telah diperbaiki.

(15) Dosen perlu menyiapkan suatu suasana agar mahasiswa belajar dari umpan balik, misalnya menyiapkan contoh ujian dan jawabannya untuk mengevaluasi kegiatan praktik mandiri mahasiswa.

(6)

6

(16) Contoh tugas penulisan perlu pula disiapkan sehingga dosen dapat memantau dan menilai kemajuan penulisan mahasiswa; dosen patut memberikan penghargaan atas tulisan mahasiswa dalam bentuk catatan-catatan perbaikan terhadap tulisan mahasiswa. (17) Dalam hal tertentu, dosen perlu melakukan intervensi terhadap hasil kerja mahasiswa

yang dinilai tidak memenuhi syarat, atau tergolong buruk.

(18) Apabila langkah-langkah intervensi tidak cukup meyakinkan adanya perbaikan di dalam diri mahasiswa, maka mahasiswa tersebut digolongkan sebagai yang sedang mengalami kesulitan belajar, dan dapat direkomendasikan ke bagian bimbingan dan penyuluhan kampus untuk memperoleh bantuan kesulitan belajar.

3) Apakah mahasiswa memperoleh inspirasi?

(1) Dosen perlu secara sistematis dan terencana memberikan inspirasi kepada mahasiswa untuk belajar; semangat belajar mahasiswa harus tetap ditumbuhkembangkan.

(2) Pemantauan dan evaluasi terhadap semangat belajar mahasiswa dapat dilakukan melalui suatu survei menggunakan angket (kuesioner). Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan angket, antara lain:

a. sikap mahasiswa terhadap mata kuliah,

b. statistik keikutsertaan mahasiswa dalam pembelajaran, c. rasio waktu belajar di luar jam kampus,

d. rasio daya tahan belajar dan yang berkurang terhadap mata kuliah, e. frekwensi pengunaan perpustakaan,

f. perubahan arah belajar,

g. partisipasi mahasiswa dalam kegiatan ekstra-kurikuler,

h. frekwensi pengiriman tulisan ke media cetak seperti majalah, surat kabar dan lain-lain),

i. frekwensi mengunjungi web-site,

j. keikutsertaan dalam forum ilmiah (seminar, lokakarya, diskusi panel, dan sebagainya), dan

k. semangat belajar seumur hidup.

(3) Dua faktor yang sangat mempengaruhi semangat belajar mahasiswa adalah: a. isi pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan hidup mahasiswa dan b. perilaku dosen.

(4) Bertindak profesional; dosen harus menjadi potret bagi orang lain dan sekaligus sebagai media pembelajaran; persepsi mahasiswa terhadap kredibilitas dosen akan sangat mempengaruhi reaksi mahasiswa terhadap isi pembelajaran itu sendiri.

(5) Dosen akan dengan mudah menginspirasi mahasiswa jika dosen menyiapkan pembelajarannya dengan baik, mengoraganisasikan latihan dengan baik, antusias, dan bertindak sebagai penjamu mahasiswa.

(6) Melalui cara-cara yang positif, dosen harus selalu mendorong dan menyiapkan umpan balik pembelajaran kepada mahasiswa; moral perkuliahan akan sangat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar dari mahasiswa!

(7) Pilih permasalahan pembelajaran yang diyakini bermakna bagi mahasiswa; mahasiswa akan demikian bersemangat terhadap aktivitas pembelajaran apabila berhubungan dengan minat dan kebutuhan mahasiswa.

(8) Daya tarik personal mahasiswa terhadap permasalahan pembelajaran merupakan satu pendorong pembelajaran yang amat besar; bukan tidak mungkin kita menemukan satu

(7)

7

kelompok mahasiswa yang demikian larut dalam satu diskusi setelah jam kuliah ketika mereka dihadapkan dengan satu permasalahan khusus; kita pun dapat menyaksikan satu kelompok mahasiswa yang demikian antusias menghadiri satu forum ilmiah yang sedang membahas satu permasalahan yang berhubungan dengan topik penugasan dari kampus.

(9) Menyusun silabus pendidikan dengan menggunakan topik permasalahan yang ada dalam buku teks atau buku pelajaran yang juga dimiliki mahasiswa, acapkali dipandang membosankan bagi mahasiswa. Sebagai contoh:

a. menuliskan topik pembelajaran “Kanker” dipandang lebih menarik daripada topik “Pembelahan Sel, sementara di dalamnya memuat konsep yang sama.

b. topik “Makanan” dipandang jauh lebih menarik daripada topik “Makromolekul”; c. topik “Organisme yang Berubah Secara Genetika” atau “Sidik Jari Secara Genetika”

dipandang jauh lebih menarik daripada topik “Genetika”;

d. topik “Pemanasan Global” dipandang jauh lebih menarik daripada topik “Ekosistem”;

e. topik “Penyakit Menular Seksual” dipandang jauh lebih menarik daripada topik “Organ Reproduksi pada Manusia”,

f. dsbnya.

(10) Artikel-artikel dalam majalah ilmiah atau surat kabar dapat digunakan sebagai sumber untuk memilih topik pembelajaran yang menarik dalam penyajian konsep dasar dan ilmiah untuk suatu pembelajaran.

(11) Dalam beberapa hal, di dalam lembaran kerja mahasiswa (LKM) tidak perlu juga dicantumkan topik pembelajaran dan kepada mahasiswa diminta untuk menuliskan topik pembelajaran setelah mereka menyelesaikan LKM; sama halnya, menuliskan judul karya ilmiah setelah menyusun latar belakang permasalahan.

(12) Dalam hal tertentu, dosen dapat merencanakan suatu aktivitas pembelajaran dengan mengamanatkan suatu permasalahan bidang ilmu; jika dimungkinkan adalah permasalahan autentik; kemudian, mahasiswa diminta untuk menentukan sasaran pembelajaran yang bermakna, misalnya bagi warga sipil dan sebagai pekerja bidang ilmu; mahasiswa juga diminta untuk menentukan keterampilan yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah.

(13) Dosen perlu merencanakan isi pembelajaran secara baik; ada beberapa aktivitas pembelajaran yang mungkin sulit dipahami dan dianggap cukup menakjubkan bagi dosen, tetapi bagi mahasiswa adalah membosankan seperti ketika membahas materi pembelajaran Jalur Metabolisme; dalam hal seperti ini, dosen harus mampu menemukan permasalahan yang menarik dan di dalamnya memuat konsep inti tentang Jalur Metabolisme; mahasiswa dapat diberi tugas untuk membaca sejumlah sumber acuan tentang Jalur Metabolisme; mahasiswa akan merasa tertarik untuk pemecahan masalah melalui pembacaan referensi, memasuki tempat kerja, dan belajar atas dasar kebutuhan untuk mengetahui.

(14) Dosen perlu pula secara sistematis dan terencana memaksimumkan potensi individual mahasiswa dengan menyediakan sejumlah pilihan topik pembelajaran yang aplikatif. (15) Mahasiswa juga dapat didorong untuk menemukan sendiri topik pembelajaran yang

sesuai dengan hobi dan minat masing-masing yang bisa mencakup permasalahan misalnya permasalahan yang terkait dengan biologi adalah kefarmasian, pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan, musik (bio-akustik), kedokteran gigi,

(8)

8

hukum (bio-forensik), hukum lingkungan, dan sebagainya. Mahasiswa dapat didorong untuk membangun hubungan dengan beberapa majalah ilmiah yang berhubungan dengan aktivitas bidang ilmu sehingga mahasiswa dapat dengan mudah memperoleh permasalahan bidang ilmu yang terbaru.

(16) Dalam setiap sesi pembelajaran, dosen hendaknya tidak boleh memulai suatu pembelajaran dengan hal-hal yang sepeleh karena waktu pembelajaran terbatas. Pengalaman pembelajaran nyata tidak identik dengan penilaian kontingen.

(17) Evaluasi formal akan tetap diarahkan kepada potensi individual mahasiswa.

(18) Dosen hendaknya dapat mengatur waktu untuk mengevaluasi potensi individual masing-masing mahasiswa.

4) Implikasi untuk Rekonstruksi Pembelajaran di Lingkungan Unika Widya Mandira

Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan sebuah metode pembelajaran yang inovatif, yang dapat dikembangkan secara terukur agar hasilnya relevan, efektif, dan inspiratif bagi mahasiswa. LP3M dan FKIP Unwira serta para praktisi di lingkungan Unika Widya Mandira dapat bergandengan untuk merumuskan Model Pembelajaran Berbasis Riset Unika Widya Mandira dengan menampilkan segala kekhasan dan spesifikasi yang dimiliki Unika Widya Mandira.

Untuk mengimplementasikan Model Pembelajaran Berbasis Riset Unika Widya Mandira, seluruh civita akademica membutuhkan kebangkitan untuk “Berbuat Bersama, Berperan Setara” dalam pengkajian dan perencanaan bersama.

5) Penutup

Demikian komentar reflektif mengenai bagaimana melaksanakan pembelajaran berbasis riset ke depan. Mudah-mudahan komentar reflektif ini akan merangsang pertukaran informasi dan pengalaman dalam menjalankan metode pembelajaran berbasis riset di Unika Widya Mandira. Terima kasih.

Daftar Pustaka

Banilodu, L., 2007a, Ukuran Keberhasilan dalam Pembelajaran Biologi. Seminar Nasional dan Temu Alumni, Jurusan Pendidikan Biologi, FPMIPA, UPI, Bandung.

---, 2007b, Pedoman Laboratorium Biologi Umum: Modul Praktik. FMIPA, Unika Widya Mandira.

Harsono, 2005, Pengantar Problem-Based Learning. Medika, Yogyakarta, Indonesia.

Pusat Pengembangan Pendidikan, 2009, Naskah Akademik Student Teacher Aesthetic

Referensi

Dokumen terkait

pelajaran fisika bisa dianggap lebih menyenangkan oleh siswa. 13 Permasalahan yang terlihat adalah kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika. Hal ini siswa hanya

Hasil penelitian ini adalah : (1) Problematika pembelajaran Aqidah Akhlak terdapat pada materi yang sulit dipahami siswa, kurangnya minat belajar siswa,

juga masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami oleh siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang masih banyak berada dibawah

mengartikan kata-kata yang dianggap sulit, dan menjawab pertanyaan tentang isi teks Piwulang (serat Wulangreh pupuh Pangkur) dengan benar, mendiskusikan nasehat/

3.1.3 Peserta didik dapat mengartikan kata-kata yang dianggap sulit dalam geguritan 3.1.4 Peserta didik dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan tentang isi geguritan 3.1.5

Anehnya, dalam pembelajaran Geografi, peta dan dan penginderaan jauh dianggap sebagai materi yang sulit untuk dipahami dan dibelajarkan, padahal dengan peta dan

Ketika suatu pembelajaran dianggap sulit, maka pembelajaran pun akan sulit untuk diterima, sehingga tujuan pembelajaran tidak akan tercapai maksimal, hal ini

2 Materi IPA yang dianggap sulit Materi yang sulit dipahami oleh peserta didik adalah materi Lapisan Bumi karena banyaknya istilah asing yang harus dihafalkan oleh peserta didik 3