• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJADWALAN PERAWAT DI IRD DR. SOETOMO MENGGUNAKAN MODEL GOAL PROGRAMMING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENJADWALAN PERAWAT DI IRD DR. SOETOMO MENGGUNAKAN MODEL GOAL PROGRAMMING"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENJADWALAN PERAWAT DI IRD DR. SOETOMO

MENGGUNAKAN MODEL GOAL PROGRAMMING

Arina Pramudita Lestari1, Wiwik Anggraeni2, Retno Aulia Vinarti

Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 60111, Indonesia

3

Telp : (031)5939214, Fax : (031)5964965

E-mail : [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak

3

Penjadwalan perawat merupakan salah satu permasalahan di organisasi kesehatan yang sulit dipecahkan. Jumlah pasien yang tidak terkendali, keseriusan penyakit pasien, karakteristik organisasi, adanya absen dan permintaan pribadi untuk libur, dan kualifikasi dan spesialisasi perawat itu sendiri menjadi beberapa faktor mengapa penjadwalan perawat sulit dilakukan, termasuk pembuatan jadwal untuk setiap perawat ke dalam jam kerja yang berbeda-beda dalam jangka pendek. Banyaknya faktor yang beda tersebut menyebabkan masalah penjadwalan perawat begitu luas dan berbeda-beda di setiap kasus. Permasalahan ini sendiri bukanlah hal baru. Di luar negeri, penelitian tentang masalah ini telah banyak dilakukan dengan bermacam-macam pemodelan. Di Indonesia sendiri, masalah penjadwalan perawat juga mulai diteliti untuk berbagai macam organisasi kesehatan walaupun jumlahnya masih bisa dikatakan sedikit.

Pada tugas akhir ini, dibahas tentang penggunaan goal programming (GP) untuk menyelesaikan masalah penjadwalan perawat di Instansi Rawat Darurat Dr. Soetomo Surabaya. Penggunaan model ini diharapkan dapat membantu pihak rumah sakit sehingga dengan mudah bisa menentukan jadwal yang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan harapan perawat. Hasil yang diberikan dari penjadwalan perawat menggunakan model GP terbukti bisa memenuhi batasan yang harus dipenuhi namun ada batasan yang boleh dilanggar yang tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan bukan karena pemodelannya yang salah, namun batasan yang digunakan kurang lengkap.

Kata kunci: penjadwalan, perawat, goal programming

1 PENDAHULUAN

Penjadwalan perawat merupakan salah satu permasalahan di organisasi kesehatan yang sulit dipecahkan. Jumlah pasien yang tidak terkendali, keseriusan penyakit pasien, karakteristik organisasi, adanya absen dan permiintaan pribadi untuk libur, dan kualifikasi dan spesialisasi perawat itu sendiri menjadi beberapa faktor mengapa penjadwalan perawat sulit dilakukan, termasuk pembuatan jadwal untuk setiap perawat ke dalam jam kerja yang berbeda-beda dalam jangka pendek. Dengan bermacam-macam faktor yang berbeda-beda tersebut menyebabkan masalah penjadwalan perawat begitu luas dan berbeda-beda di setiap kasus.

Sampai tahun 1960-an, penjadwalan perawat dilakukan menggunakan alat bantu grafis semacam Gantt chart. Howell (1966) memaparkan langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat jadwal yang bersiklus. Cara Howell ini merupakan sebuah prosedur per langkah untuk menangani pola kerja dan keinginan probadi perawat. Pada awal 1970-1n, penjadwalan perawat mulai dilakukan dengan menggunakan model heuristik. Model ini lebih menjanjikan karena bisa secara teori memenuhi semua batasan keperawatan dalam penyelesaian masalah. Maier-Rothe dan Wolfe (1973) mengembangkan prosedur penjadwalan bersiklus yang bisa menugaskan setiap jenis perawat yang berbeda-beda ke dalam setiap unit berdasarkan kebutuhan layanan pasien rata-rata, kebijakan rumah sakit, dan keinginan perawat.

(2)

Di dalam penulisan tugas akhir ini, akan diusulkan sebuah metode pemrograman matematik untuk menyelesaikan masalah penjadwalan perawat di IRD Dr. Soetomo, yang disebut dengan goal programming (GP). GP adalah salah satu cabang dari model optimasi multi-obyektif yang juga merupakan bagian dari analisis keputusan multi-kriteria.

GP telah banyak digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah optimasi, termasuk salah satunya adalah masalah penjadwalan perawat. Banyaknya penggunaan model ini untuk masalah-masalah optimasi seperti penjadwalan perawat ini dikarenakan oleh kemampuannya untuk bisa mengolah penyelesaian yang memiliki banyak obyektif secara bersamaan.

2 MASALAH PENJADWALAN PERAWAT

Masalah penjadwalan meliputi penyelesaian untuk menemukan jadwal yang optimal dengan berbagai macam obyektif, berbagai macam lingkungan dan karakteristik pekerjaan. Masalah penjadwalan perawat yang dalam bahasa Inggris disebut dengan nurse scheduling problem (selanjutnya disingkat dengan NSP) adalah masalah kompleks yang meliputi penjadwalan untuk setiap perawat yang terbagi dalam hari kerja dan hari libur dalam periode beberapa minggu. Karena itu, perawat perlu dijadwalkan pada jam kerja yang memenuhi batasan-batasan yang berhubungan dengan waktu seminimal mungkin, dan memaksimalkan kualitas jadwal dengan memenuhi keinginan perawat sebanyak mungkin.

Chen dan Yeung (1993) memiliki sebuah set lima aturan untuk mengevaluasi jadwal yang baik, yaitu penyesuaian psikologi, keadaan diri (tidur, kelelahan, dan nafsu makan), masalah pribadi dan sosial, kesehatan (gastrointestinal dan kegelisahan), dan kinerja dan kecelakaan. Keduanya juga menyarankan sejumlah batasan ergonomis, termasuk membatasi dilakukannya jam malam (paling tidak maksimal tiga hari jam malam), menghindari hari kerja yang terisolasi, pemilihan libur pada akhir minggu, mempertimbangkan keinginan hari libur, keinginan pada jam kerja , permintaan libur darurat, dan menugaskan 40 jam per minggu untuk

3 GOAL PROGRAMMING

Goal programming (selanjutnya disingkat dengan GP) telah banyak digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah

optimasi, termasuk salah satunya adalah masalah penjadwalan perawat. Banyaknya penggunaan model ini untuk masalah-masalah optimasi seperti penjadwalan perawat ini dikarenakan oleh kemampuannya untuk bisa mengolah penyelesaian yang memiliki banyak obyektif secara bersamaan.

Model GP memiliki paling sedikit tiga komponen utama, yaitu fungsi tujuan, batasan tujuan, dan batasan non-negatif. Menurut Ignizio (1982), formulasi model GP secara umum ada 3 fungsi tujuan yang dimungkinkan adalah:

(1) Tujuan 1 sisi bawah, yaitu menentukan batas bawah yang solusinya tidak boleh kurang dari itu (lebih dari batas tidak apa). Fungsinya adalah:

𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) ≥ 𝑏𝑏𝑖𝑖

(2) Tujuan 1 sisi atas, yaitu menentukan batas atas yang solusinya tidak boleh melebihi itu (kurang dari batas tidak apa). Fungsinya adalah

𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) ≤ 𝑏𝑏𝑖𝑖

(3) Tujuan 2 sisi, yaitu menentukan target yang diinginkan yang solusinya tidak boleh meleset dari itu. Fungsinya adalah:

𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) = 𝑏𝑏𝑖𝑖

dengan 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) = fungsi tujuan dan 𝑏𝑏𝑖𝑖 = tingkat aspirasi. Pada pemrograman linier fungsi-fungsi di atas bertindak sebagai batasan namun pada GP, yang diukur adalah deviasi dari fungsi tujuan dan meminimalkannya. Jadi sekarang deviasi tujuannya adalah:

(1) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) − (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−) = 𝑏𝑏𝑖𝑖---Min 𝑠𝑠1+, (2) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) − (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−) = 𝑏𝑏𝑖𝑖---Min 𝑠𝑠1−,

(3) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) − (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−) = 𝑏𝑏𝑖𝑖---Min (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−), dengan 𝑠𝑠1+ dan 𝑠𝑠1− ≥ 0 merupakan deviasi tujuan dan 𝑥𝑥𝑖𝑖 = vektor dari variabel keputusan. Misal untuk suatu keuntungan yang terdiri dari 2 variabel, diketahui 𝑓𝑓(𝑥𝑥1, 𝑥𝑥2) = 5𝑥𝑥1+ 7𝑥𝑥2 dengan tingkat aspirasi mendapatkan keuntungan paling tidak Rp 100 juta per periode, maka dirumuskan:

5𝑥𝑥1+ 7𝑥𝑥2≥ 100𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

5𝑥𝑥1+ 7𝑥𝑥2− (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−) ≥ 100𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗,

dengan deviasi tujuan Min 𝑠𝑠1+. Dari penjelasan-penjelasan di atas, disimpulkan bahwa:

(1) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) ≥ 𝑏𝑏𝑖𝑖 --- Min 𝑠𝑠1+ (2) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) ≤ 𝑏𝑏𝑖𝑖 --- Min 𝑠𝑠1−

(3) 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥) = 𝑏𝑏𝑖𝑖 --- Min (𝑠𝑠1++ 𝑠𝑠1−) Ada beberapa cara dalam pengelompokan GP. Salah satu cara yang umum digunakan adalah pengelompokan berdasarkan tingkat kepentingan tujuan. Pengelompokan berdasarkan hal tingkat kepentingan tersebut membagi GP ke dalam 2 jenis model, yaitu nonpreemptive goal programming dan preemptive goal programming. Setelah ini akan dijelaskan jenis GP tersebut satu per satu, mulai dari metode non-preemptive dilanjutkan dengan metode preemptive.

(3)

4 PEMODELAN

Pada penelitian ini, contoh penjadwalan diambil dari sub unit di lantai 1, yaitu sub unit bedah dan triage. Seperti pada umumnya penjadwalan perawat di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia, di IRD Dr. Soetomo ini jam kerja dibagi menjadi 3, yaitu pagi, sore, dan malam. Untuk sub unit ini sendiri, keseluruhan perawat yang dibutuhkan di pagi hari adalah 10 perawat yang terdiri dari perawat khusus yang terdiri dari penanggung jawab dan para wakil sub unit dan selalu ditugaskan di jam pagi dan perawat biasa yang bisa mengisi jam kerja kapan saja. Perawat khusus ini harus ada di jam pagi paling tidak satu lalu ditambah dengan perawat biasa untuk mengisi jam pagi. Tiga dari sepuluh kebutuhan jam pagi ini akan bekerja di area triage dan lainnya di area bedah.

Kebutuhan perawat pada jam sore dan malam tidak termasuk perawat khusus. Jam sore dan jam malam hanya berisikan perawat biasa. Untuk jam sore, dibutuhkan 3 perawat di area triage dan 4 perawat di area bedah. Jadi total kebutuhan sore adalah 7 perawat. Sedangkan jam malam membutuhkan 4 orang perawat di area triage dan 4 orang di area bedah. Meskipun disebutkan kebutuhan area bedah dan triage secara terpisah, dalam pelaksanaannya tidak ada pembagian yang jelas perawat mana saja yang bekerja di area bedah maupun triage. Penjadwalan dua area ini digabung dan perawat manapun bisa bekerja di area bedah maupun triage. Rincian kebutuhan perawat di sub unit ini dapat dijabarkan di Tabel 1.

Tabel 1 Hasil peninjauan ke IRD Dr. Soetomo tertanggal Mei 2011, sub unit bedah dan triage

lantai 1

Perawat tersedia 31 perawat Perawat khusus 5 perawat Perawat biasa 26 perawat Kebutuhan pagi 10 perawat

(3 triage + 7 bedah) Kebutuhan sore 7 perawat

(3 triage + 4 bedah) Kebutuhan malam 8 perawat

(4 triage + 4 bedah) Jadwal jam pagi 07.00 – 14.00 (7 jam)

Jadwal jam sore 14.00 – 21.00 (7 jam) Jadwal jam malam 21.0 – 07.00 (10 jam) 4.1 KEBIJAKAN KEPERAWATAN

Kebijakan perawat dikembangkan berdasarkan praktek penjadwalan yang dilakukan di rumah sakit pada saat ini sebagai kebutuhan yang pasti dan hasil dari peninjauan di rumah sakit. Kebijakan ini sebagian besar dipengaruhi oleh kesadaran pihak rumah sakit akan perlunya menjaga kesehatan dan motivasi perawat karena sebagai manusia biasa, perawat sebenarnya memiliki kondisi fisik yang berbeda-beda dan jika nilai kesehatan mental dan fisik ini tidak terjaga dengan baik, bisa mengakibatkan stres dan akhirnya mengurangi produktivitas perawat baik secara kualitas maupun kuantitas.

4.1.1 BATASAN RUMAH SAKIT SAAT INI 1. Satuan penjadwalan terdiri dari tiga jam kerja,

yaitu dua jam kerja 7 jam (jam pagi dan jam sore) dan satu jam kerja 10 jam (jam malam). 2. Satu periode penjadwalan adalah 4 minggu.

Namun pada kenyataannya, jadwal diumumkan setiap minggu, bukan satu bulan dan dipasang per 3 minggu penjadwalan. 3. Terdapat dua jenis perawat, yaitu perawat

biasa, atau di rumah sakit disebut dengan perawat bergilir yang jadwal jam kerja -nya selalu bergeser, dan perawat khusus, yaitu para penanggung jawab dan wakil ketua yang hanya ditugaskan pada jam pagi.

4. Setiap perawat ditugaskan pada satu jam kerja setiap harinya.

5. Pada jam pagi harus ada paling tidak satu perawat khusus.

6. Kebutuhan perawat minimal per hari harus terpenuhi.

7. Perawat memiliki minimal 4 hari libur dari perhitungan sisa petak kosong penjadwalan yang bisa dijadikan hari libur.

8. Hari kerja tidak diapit 2 hari libur agar kerja perawat optimal.

4.1.2 KEBIJAKAN BERDASARKAN PERTIMBANGAN KESEHATAN Penugasan jam malam tidak boleh langsung diikuti jam pagi di hari berikutnya.

4.1.3 ASUMSI DAN NOTASI

Perawat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perawat biasa yang memiliki jadwal sirkulasi dan bisa memiliki jam pagi, siang dan malam, dan perawat khusus yang difokuskan ke jam pagi.

(4)

Perawat khusus ini adalah perawat-perawat yang memiliki jabatan khusus atau kondisi khusus.

Jadwal diasumsikan dimulai pada hari pertama di sirkulasi pertama. Lamanya jadwal yang dibuat adalah 3 minggu (21 hari). Notasi yang digunakan adalah sebagai berikut.

n = jumlah hari pada jadwal (n=21) m = jumlah perawat biasa yang tersedia o = jumlah perawat khusus yang tersedia i = indeks hari, i = 1, 2, 3. . n

j = indeks perawat, 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑚𝑚 untuk perawat biasa, dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑜𝑜 untuk perawat khusus

Pi

K

= kebutuhan perawat biasa pada jam pagi pada hari ke-i,

i = 1, 2, 3. . n

i

S

= kebutuhan perawat khusus pada jam pagi pada hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n

i

M

= kebutuhan perawat pada jam sore pada hari ke-i,

i = 1, 2, 3. . n

i

4.1.4 VARIABEL KEPUTUSAN

= kebutuhan perawat pada jam malam pada hari ke-i,

i = 1, 2, 3. . n XKi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat khusus ke-j ditugaskan pada jam pagi untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑜𝑜

XKLi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat khusus ke-j mendapatkan libur untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑜𝑜

XPi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat biasa ke-j ditugaskan pada jam pagi untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑚𝑚

XSi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat biasa ke-j ditugaskan pada jam sore untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑚𝑚

XMi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat biasa ke-j ditugaskan pada jam malam untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑚𝑚 XLi,j

= 0 jika sebaliknya

= 1 jika perawat biasa ke-j mendapatkan libur untuk hari ke-i, i = 1, 2, 3. . n dan 𝑗𝑗 = 1, 2, 3. . 𝑚𝑚

4.1.5 PERUMUSAN BATASAN

Batasan dirumuskan berdasarkan batasan tegas:

a. Memenuhi kebutuhan perawat setiap hari

• Memenuhi kebutuhan perawat pada jam pagi yang terdiri dari perawat biasa dan perawat khusus: � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1 + � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑜𝑜 𝑗𝑗 =1 ≥ 𝑋𝑋𝑖𝑖 untuk semua i = 1. . n (4.1) • Memenuhi kebutuhan perawat pada jam

sore yang terdiri dari perawat biasa � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗

𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1

≥ 𝑋𝑋𝑖𝑖

untuk semua i = 1. . n (4.2) • Memenuhi kebutuhan perawat pada jam

malam yang terdiri dari perawat biasa � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗

𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1

≥ 𝑋𝑋𝑖𝑖

untuk semua i = 1. . n (4.3) b. Memasukkan setiap perawat ke jam kerja .

• Memenuhi kebutuhan adanya perawat khusus di setiap jam pagi:

� 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑜𝑜 𝑗𝑗 =1

≥ 1

untuk semua 𝑖𝑖 = 1. . 𝑛𝑛 (4.4) • Memastikan perawat hanya memiliki satu

jam kerja atau libur tiap satu hari Perawat khusus:

𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 = 1 (4.5)

untuk semua i = 1. . n dan j = 1. . o Perawat biasa:

𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 = 1 (4.6)

untuk semua i = 1. . n dan j = 1. . m 4.1.6 PERUMUSAN TUJUAN

Tujuan-tujuan ini diambil dari batasan lunak:

Tujuan 1: Mengusahakan agar para perawat gilir memiliki 4 hari libur dalam 21 hari

�� � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1 � − �𝑠𝑠1𝑗𝑗+− 𝑠𝑠1𝑗𝑗−� = 4 untuk semua j = 1. . m (4.7) di sini, s1j− adalah jumlah deviasi negatif dari tujuan 1 dari perawat gilir ke-j.

Tujuan 2: Mengusahakan agar para perawat gilir memiliki 4 hari libur dalam 21 hari

�� � 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 𝑛𝑛 𝑖𝑖=1 𝑜𝑜 𝑗𝑗 =1 � − �𝑠𝑠1𝑗𝑗+− 𝑠𝑠1𝑗𝑗−� = 4 untuk semua j = 1. . m (4.8) di sini, s1j− adalah jumlah deviasi negatif dari tujuan 1 dari perawat gilir ke-j.

Tujuan 3: menghindari jam malam yang diikuti jam pagi di hari berikutnya

𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 + 𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+1)𝑗𝑗− �𝑠𝑠3𝑖𝑖𝑗𝑗++ 𝑠𝑠3𝑖𝑖𝑗𝑗−� = 1

untuk semua i = 1. . (n − 1) dan j = 1. (4.9) di sini, 𝑠𝑠3𝑖𝑖,𝑗𝑗− adalah jumlah deviasi negatif dari tujuan 3 dari hari ke-i dan perawat gilir ke-j.

(5)

Tujuan 4: Menghindari pola libur-kerja-libur untuk semua perawat gilir.

𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗 + 𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+1)𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+1)𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+1)𝑗𝑗+

𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+2)𝑗𝑗− �𝑠𝑠4𝑖𝑖𝑗𝑗++ 𝑠𝑠4𝑖𝑖𝑗𝑗−� = 2 (4.10)

untuk semua i = 1. . (n − 2) dan j = 1. . m di sini, 𝑠𝑠4𝑖𝑖,𝑗𝑗+ adalah jumlah deviasi positif dari tujuan 4 dari hari ke-i dan perawat gilir ke-j.

Tujuan 5: Menghindari pola libur-kerja-libur untuk semua perawat khusus. 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑖𝑖𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+1)𝑗𝑗+ 𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋(𝑖𝑖+2)𝑗𝑗− �𝑠𝑠5𝑖𝑖𝑗𝑗++ 𝑠𝑠5𝑖𝑖𝑗𝑗−� = 2

untuk semua i = 1. . (n − 2) dan j = 1. . o (4.11)

di sini, s5i,j+ adalah jumlah deviasi positif dari tujuan 5 dari hari ke-i dan perawat khusus ke-j.

4.2 PENENTUAN BOBOT

KEPENTINGAN

Bobot yang diberikan pada setiap tujuan bersifat sangat subyektif. Bobot ini sangat bergantung pada pemikiran dari pembuat keputusan, dalam kasus ini kepala perawat. Untuk IRD Dr. Soetomo, berdasarkan pertimbangan kepala perawat, tujuan pertama dan kedua memiliki bobot yang sama, tujuan ketiga memiliki nilai 4 kali lebih penting dari tujuan pertama dan kedua, tujuan keempat memiliki nilai 2 kali lebih penting dari tujuan pertama dan kedua, tujuan ketiga memiliki nilai 3 kali lebih penting dari tujuan keempat, dan tujuan keempat memiliki kepentingan yang sama dengan tujuan kelima. Untuk setiap tujuan yang memiliki sub-tujuan, berarti tiap sub-tujuan memiliki tingkat kepentingan yang sama. Nilai dari bobot penalti didapatkan melalui pendekatan analytical hierarchy

process (AHP).

4.2.1 FUNGSI TUJUAN

Fungsi tujuan dalam pemodelan ini bertujuan meminimalkan deviasi yang telah diberi bobot dari setiap tujuan-tujuan yang bersangkutan. Dengan demikian, didapatkan fungsi tujuan sebagai berikut.

𝑍𝑍 = 𝐵𝐵1� 𝑠𝑠1𝑗𝑗− 𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1 + 𝐵𝐵1� 𝑠𝑠2𝑗𝑗− 𝑜𝑜 𝑗𝑗 =1 + 𝐵𝐵3� � 𝑠𝑠3𝑖𝑖,𝑗𝑗− 𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛−1 𝑖𝑖=1 + 𝐵𝐵4� � 𝑠𝑠4𝑖𝑖,𝑗𝑗− 𝑜𝑜 𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛−2 𝑖𝑖=1 + 𝐵𝐵5� � 𝑠𝑠5𝑖𝑖,𝑗𝑗− 𝑚𝑚 𝑗𝑗 =1 𝑛𝑛−2 𝑖𝑖=1

5 PERBANDINGAN JADWAL HASIL GP DAN JADWAL SEBENARNYA

Batasan tegas adalah batasan yang menjadi prioritas utama dalam pemmbuatan jadwal. Batasan ini harus dipenuhi dan tidak boleh dilanggar. Perbandingan jadwal manual dan jadwal GP terhadap batasan-batasan tegas adalah sebagai berikut.

1. Minimal ada 1 perawat khusus di jam pagi Kedua jadwal, baik manual maupun GP, sama-sama memenuhi batasan ini. 2. Memenuhi kebutuhan perawat pada jam pagi

yang terdiri dari perawat biasa dan perawat khusus

Pada jadwal manual kebutuhan perawat pada jam pagi masih banyak yang tidak terpenuhi. Misalnya saja pada tanggal 21-23, 26, 28-29 Mei dan 2-9 Juni, kebutuhan pagi tidak terpenuhi. Jadwal manual ini memiliki 14 hari di mana kebutuhan perawat pagi tidak terpenuhi.

Pada jadwal GP, semua kebutuhan pagi terpenuhi sesuai dengan batasan yang ditentukan rumah sakit.

3. Memenuhi kebutuhan perawat pada jam sore Pada jadwal manual kebutuhan perawat pada jam sore masih banyak yang tidak terpenuhi. Pada tanggal 22-30 Mei dan 6-9 Juni, kebutuhan sore tidak terpenuhi. Jadwal manual ini memiliki 13 hari di mana kebutuhan perawat pagi tidak terpenuhi.

Pada jadwal GP semua kebutuhan sore terpenuhi sesuai dengan batasan yang ditentukan rumah sakit.

4. Memenuhi kebutuhan perawat pada jam malam

Pada jadwal manual kebutuhan perawat pada jam malam masih banyak yang tidak terpenuhi. Pada tanggal 228 Mei dan 1-3, 7-10 Juni, kebutuhan malam tidak terpenuhi. Jadwal manual ini memiliki 15 hari di mana kebutuhan perawat pagi tidak terpenuhi.

Pada jadwal GP semua kebutuhan malam terpenuhi sesuai dengan batasan yang ditentukan rumah sakit.

Batasan lunak adalah batasan yang sebisa mungkin dipenuhi namun bisa jadi dilanggar. Pelanggaran yang terjadi pada batasan ini disebut dengan penyimpangan dan penyimpangan inilah yang diminimalkan nilainya menggunakan GP. Adapun perbandingan jadwal terhadap batasan-batasan lunak ini adalah sebagai berikut.

1. Perawat gilir minimal memiliki 4 hari libur dalam 21 hari

(6)

Kedua jadwal, baik manual maupun GP, memenuhi kriteria ini.

2. Perawat khusus minimal memiliki 4 hari libur dalam 21 hari

Kedua jadwal, baik manual maupun GP, memenuhi kriteria ini.

3. Menghindari jam pagi/sore diikuti jam malam pada hari berikutnya

Pada jadwal manual tidak ada perawat yang memiliki jadwal pagi/sore diikuti oleh malam. Sebaliknya, jadwal GP belum bisa menyelesaikan batasan ini dengan 22 pelanggaran.

4. Menghindari pola libur-kerja-libur untuk semua perawat gilir.

Pada jadwal manual tidak ada jadwal yang melanggar batasan ini.

Pada jadwal GP terdapat 8 pelanggaran atas batasan ini, yaitu pada PG1 di 2 Juni, PG5 di 1 Juni, PG6 di 25 Mei, PG8 di 24 Mei, PG9 di 29 Mei, PG17 di 9 Juni, PG20 di 26 Mei, dan PG22 di 2 Juni.

5. Menghindari pola libur-kerja-libur untuk semua perawat khusus.

Jadwal manual tidak ada yang melanggar batasan ini sedangkan jadwal GP masih ada yang melanggar sebanyak 2 pelanggaran. Pelanggaran terjadi pada tanggal 25 Mei pada PK2 dan 2 Juni pada PK5.

5.1 EVALUASI PERBANDINGAN JADWAL

Mendapatkan jadwal yang optimal dari batasan-batasan yang diberikan pihak rumah sakit adalah hal yang sulit. Pihak rumah sakit memiliki kebutuhan 10 perawat pagi, 7 perawat sore, dan 8 perawat malam setiap jadwal 21 hari. Kebutuhan ini berarti setiap 21 hari penjadwalan, ada 525 jam kerja yang dibutuhkan. Keadaan jumlah perawat yang ada adalah 26 perawat gilir dan 5 perawat khusus yang masing-masing hanya boleh memiliki 1 jam kerja dalam 1 hari. Hal ini berarti total jam kerja yang tersedia dari jumlah perawat tersebut adalah 651. Secara harfiah, jumlah ini bisa menangani jumlah kebutuhan perawat dalam 21 hari. Namun perhitungan ini tidak memperhatikan kebutuhan social dan kesehatan perawat. Dengan 525 kebutuhan kerja dan 651 jam kerja yang tersedia, paling tidak ada 126 sisa petak kerja kosong yang bisa dimanfaatkan untuk beristirahat. Namun jumlah ini terlalu sedikit jika dibandingkan dengan total perawat yang berjumlah 31 orang. Hanya dengan 126 hari sisa petak kerja paling tidak setiap perawat hanya mendapatkan 4 hari libur dan itu dari keseluruhan panjang jadwal

21 hari. Empat hari libur dalam 3 minggu penjadwalan dengan jam kerja yang berubah-ubah bukan hal yang baik bagi kesehatan mental dan jasmani perawat.

Pada jadwal manual, terdapat 42 pelanggaran terhadap batasan tegas yang seharusnya tidak boleh dilanggar, yaitu pelanggaran terhadap kebutuhan per jam kerja. Jadwal manual periode tersebut hanya memiliki 456 jam kerja dari seharusnya 525 jam kerja. Berarti pada jadwal manual ini terdapat kurang lebih 13% pelanggaran jam kerja yang merupakan batasan tegas. Namun penjadwalan manual memenuhi semua batasan lunaknya.

Di sisi lain, walaupun jadwal GP telah memenuhi semua batasan-batasan tegas, banyak batasan lunak yang dilanggar. Batasan lunak yang terpenuhi adalah yang berhubungan dengan hari libur sedang yang lainnya terlanggar. Hal ini dikarenakan belum dipasangnya ketiga batasan terlanggar pada GP. Tiga batasan tidak dipasang karena saat dipasang batasan ini menjadikan jadwal GP rusak dan tidak memenuhi batasan manapun, termasuk batasan tegas.

Dengan tidak dipasangnya batasan-batasan tersebut, pelanggaran terhadap batasan tersebut berubah-ubah setiap kali program dieksekusi. Pada eksekusi yang terakhir dilakukan, terdapat 22 pelanggaran terhadap batasan lunak menghindari jam malam yang dikuti jam pagi, dan 10 pelanggaran terhadap batasan lunak menghindari pola libur-kerja-libur. Berarti batasan lunak menghindari jam malam yang diikuti jam pagi terlanggar sebesar 4,2% dari keseluruhan kemungkinan penjadwalan menurut batasan ini dan batasan lunak menghindari pola libur-kerja-libur perawat gilir dan perawat khusus terlanggar 1,6% dari keseluruhan kemungkinan penjadwalan menurut batasan ini.

Hal lain yang bisa dilihat dari perbandingan 2 penjadwalan di atas adalah perbedaan jumlah libur yang sangat besar antara jadwal manual dan jadwal GP. Jadwal manual memiliki banyak libur yang terdiri dari hak libur, cuti, dan hari libur pengganti hari libur nasional. Sebaliknya, jadwal GP memiliki libur yang dimampatkan berdasarkan sisa jam kerja kosong yang tersedia. Menurut perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, dengan perawat sejumlah 31 orang, hari penjadwalan 21 hari, dan kebutuhan jam kerja sebanyak 25 jam kerja per hari, mustahil bagi perawat mendapatkan jatah libur lebih dari 4 hari tanpa melanggar batasan tegas yaitu memenuhi kebutuhan minimal per hari. Karena itu, jadwal GP tidak memiliki banyak libur karena disesuaikan dengan kebutuhan perawat minimal per hari.

(7)

6 KESIMPULAN

Hal yang dapat disimpulkan dari penjadwalan menggunakan model GP adalah sebagai berikut.

1. Penjadwalan menggunakan model GP, walaupun tidak bisa mendapatkan jadwal yang sesuai batasan-batasan, terbukti lebih baik digunakan daripada menjadwalan secara manual karena pelanggaran terhadap batasan lebih kecil jumlahnya daripada manual, terutama pelanggaran terhadap batasan tegas yang seharusnya tidak boleh dilanggar sama sekali.

2. Aturan penjadwalan perawat di rumah sakit di Indonesia yang relatif berdasarkan pemikiran konvensional dan kekeluargaan sulit dimodelkan ke dalam GP. Sulit mendapatkan jadwal yang bisa memenuhi kebutuhan perawat setiap harinya dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan kesehatan perawat. Kemungkinan besar dikarenakan besarnya kebutuhan tidak diimbangi dengan jumlah staf perawat yang bertugas.

3. Model GP secara umum bisa digunakan dalam berbagai bentuk optimasi dan dengan hasil yang cukup baik. Namun untuk optimasi semacam optimasi penjadwalan, penggunaan model GP mengakibatkan meluasnya variabel secara drastis sehingga menyebabkan pemodelan ke dalam program menjadi sangat rumit. Semakin besar jumlah obyek yang dijadwalkan, semakin banyak jumlah pembagian waktu penjadwalan, dan semakin lama waktu penjadwalan, semakin luaslah variabel keputusan yang dicari nilainya dan semakin lama waktu eksekusi program.

7 DAFTAR PUSTAKA

Azaiez, M., & Al Sharif, S. (2005). A 0-1 Goal Programming Model for Nurse Scheduling. Computers & Operations Research 32 , 491–507.

Charnes, A., & Cooper, W. (1961). Management Model and Industrial Application of Linear Programming, vol. 1. New York: Wiley.

Hillier, F. S., & Lieberman, G. J. (2010). Introduction to Operations Research, 9/e. McGraw-Hill Companies.

Ignizio, J. P. (1982). Linear Programming in Single and Multiple Objective System. Pensylvania State: Prentice Hall, Inc.

Jaumard, B., Semet, F., & Vovor, T. (1998). A Generalized Linear Programming Model for Nurse Scheduling. European Journal of Operational Research 107 , 1-18.

Lee, S. (1972). Goal Programming for Decision Analysis. Auerbach: Philadelphia, PA.

Pratama, D. Y. (2008). Implementasi Goal Programming untuk Penjadwalan Dokter Pada Ruangan Unit Gawat Darurat. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Saaty, T. L. (1990). How to make a decision: The Analytical Hierarchy Process. European Journal of Operational Research 48 , 9-26.

Taylor, B. W. (2004). Introduction to Management Science. New Jersey: Prentice Hall.

Gambar

Tabel 1 Hasil peninjauan ke IRD Dr. Soetomo  tertanggal Mei 2011, sub unit bedah dan triage

Referensi

Dokumen terkait

23 Berdasarkan tabel di atas dan Lampiran 20, tabel jumlah shift, waktu lembur, dan waktu libur perawat ruang rawat inap Pafio berdasarkan penjadwalan secara manual,

Pada tugas akhir ini yang dibahas adalah bagaimana penerapan metode Goal Programming dalam model penjadwalan perawat di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. Dengan

Pada tugas akhir ini yang dibahas adalah bagaimana penerapan metode Goal Programming dalam model penjadwalan perawat di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan..

membahas masalah optimasi perencanaan produksi dengan judul “ Perencanaan Penjadwalan Perawat Menggunakan Metode Goal Programming (Studi Kasus: Rumah Sakit Sari

A3 = 0,4 yaitu bobot untuk meminimalkan deviasi pada kendala memastikan setiap perawat mempunyai paling tidak satu hari libur dan maksimal dua hari libur

Metode Goal Programming dapat diterapkan pada penjadwalan perawat IGD Rumah Sakit Umum Kota Bandung dengan menentukan variabel-variabel keputusan, menentukan fungsi tujuan

Metode penjadwalan produksi yang digunakan di perusahaan menghasilkan makespan sebesar 194,4 jam atau 25 hari kerja (1 hari terdapat 8 jam kerja), sedangkan usulan penjadwalan

S Jumlah Shift dalam penjadwalan 3 A Jumlah hari kerja setiap regu pada wilayah 1 4,5