• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Peningkatan Laju Disolusi Furosemida dengan Sistem Dispersi Solida Furosemida - PVP K-17 PF Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi Peningkatan Laju Disolusi Furosemida dengan Sistem Dispersi Solida Furosemida - PVP K-17 PF Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

S KR IP S I :

M . N A S R U D 1N

STUDI PENINGKATAN LAJU DISOLUSI FUROSEMIDA

DENGAN SISTEM DISPERSI SOLIDA

FUROSEMIDA - PVP K - 17 PF

I una; _ _ _ S J

F A K U L T A S F A R M A S I U N IV E R S 1 T A S A I R L A N G G A

S U R A B A Y A

1 9 9 1

* > * i t .. t

J U A H A V A

? / / / > /

(2)

STUDI PENINGKATAN LAJU DISOLUSI FUROSEMIDA

DENGAN SISTEM DISPERSI SOLIDA

FUROSEMIDA - PVP K-17 PF

SKRIPSI

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SYARAT

MENCAPAI GELAR SARJANA FARMASI

PADA FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

oleh

M . NASRUDIN

(058510760)

Telah disetujui oleh ;

DRS . SOEGIHARTO H

Pembimblng utama

(3)

KATA PENGANTaR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah S'JT, kare­

na hanya dengan rakhmat dan karunia kekuatan lahir dan ba -

tin dari-Nya saya dapat menyeleseaikan naskah skripsi ini

guna memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fa -

kultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya .

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar - besarnya kepada :

1 . Bapak Drs. Soegiharto H Bapak Roesjdi Gawai SU . dan

Bapak Drs . Moegihardjo yang telah memberikan bimbingan ,

pengarahan, saran dan nasehat serta dorongan moral da­

lam menyeleseaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Sadono Kepala Laboratorium Preskripsi dan

Formulasi yang telah berkenan memberikan ijin pemakaian

fasilitas alat - alat di laboratorium .

3. Bapak Prof. Drs. Abdul Basir Kepala Laboratorium Dasar

Bersama Universitas Airlangga yang telah berkenan membe­

rikan ijin pemakaian alat " DSC " dan Spektrofotometer

Infra merah.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Air

langga yang telah banyak membantu kelancaran dalam me

nyelesaikan skripsi ini .

5. Kedua orang tua serta rekan - rekan mahasiswa Fakultas

Farmasi Universitas Airlangga yang senantiasa memberikan

dorongan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesai-

(4)

Dan akhimya kami mengucapkan terima kasih kepada se-

mua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu ,

yang telah memberikan bantuan dan informasi serta saran

yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT. memberikan balasan atas semua ban -

tuan yang telah diberikan, dan harapan kami semoga peneli­

tian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

kefarmasian di masa yang akan datang. Amin.

Surabaya, Januari 1991

(5)

Dan akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada se-

mua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu ,

yang telah memberikan bantuan dan informasi serta saran

yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini ,

Semoga Allah S'VT. memberikan balasan atas semua ban -

tuan yang telah diberikan, dan harapan kami semoga peneli­

tian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

kefarmasian di masa yang akan datang. Amin.

Surabaya, Januari 1991

(6)

Halaman

PRAKATA ...ii

DAFTaR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ... Viii DAFTAR GANBAR ... Xii DAFTAR I.AMPIRAN ... xv

BAB I . PKNDAHULUAN ...1

BAB II . TINJAUmN PUS TAKA ... 5

1 . Furosemida ... ... 5

1 ,1 , Sifat fisika dan kimia ...6

2. Laju disolusi ... ... ... 7

3 . Ukuran partikel dan luas permukaan ...1 0 4. Kelarutan ... 13

5. Sistem dispersi solida ... 15

5.1 . Metoda pembuatan dispersi solida ... 16

5 .1 .1 . Metoda Pelelehan ... 16

5 .1 .2 . Iletoda Pelarutan ... 17

5.1 .3. Metoda pelelehan - pelarutan .... 17

5.2. Mekanisme peningkatan laju disolusi .... 18

5.3. Bahan pembawa ... ... ... 22

6 . Polivinilpirolidon ( PVP ) ... 23

6.1 . Sifat fisika kimia ... ...23

6 .2 . Penggunaan ... ... 24

BAB III . BAHAN, ALAT DrfN METODA KERJA ... 25

1 . Bahan percobaan ... . 25

2 ♦ Alat - alat ... 25

(7)

3. Metoda kerja ...2 6

3,1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemi­

da dan PVP K-17 PF ... 26

3 .1 ,1 . Identifikasi kualitatif* Rirose

-mida ««...••*«..««•*«••«•*»»•« 2 6

3 .1 .2 . Identifikasi kuantitatif

Furose-raida 2 6

3 . 1 .3. Identifikasi kualitatif PVP K-17

PF ?7

3.2. Pembuatan dispersi solida Furosemida -

PVP K-17 PF ... 27

3.2.1 . Komposisi campuran Furosemida

-PVP K-17 PF ... 27

3.2.2. Car a pembuatan dispersi. solida . 28

3.3. Pemeriksaan dispersi solida Furosemida-

PVP K-17 PF ... 28

3.3.1 . Pemeriksaan kromatografi lapisan

tipis (TLC) ... . 28

3.3.2. Pemeriksaan dengan " Differenti­

al Scanning Calorimeter" (DSC) . 29

3.4. Penentuan laju disolusi ... 29

3.4.1 . Pembuatan media disolusi ... 29

3.4.2. Pembuatan larutan baku induk Fu-i

rosemida 29

3.4.3. Pembuatan larutan baku kerja Fu­

rosemida ... 30

3.4.4. Penentuan panjang gelombang mak-

(8)

3.4.5, Pembuatan kurva baku ... ... 30

3.4.6. Penentuan laju disolusi ... 30

3.^.7. Penentuan laju disolusi Furosemida Fu -rosemida dalam larutan PVP K-17 PF - media disolusi ... 31

4. Penentuan solubility .... ... ...32

5. Pengolahan dan analisa data '... 32

BAB TV , HASIL PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 33

1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemida dan PVP K-17 PF ... 33

1 .1 * Identifikasi kualitatif Furosemida ...33

1 .2. Identifikasi kuantitatif Furosemida ... 35

1 .3. Identifikasi kualitatif PVP K-17 P F ... 35

2. Pemeriksaan dispersi solida Furosemida-PVP K-17 PF 37 2.1 . Pemeriksaan kromatografi lapisan tipis(TLC) 37 2.2. Pemeriksaan dengan " Differential Scanning Calorimeter " (DSC) ... 39

3. Penentuan laju disolusi ... 52

3.1 . Penentuan panjang gelombang maksimum ... 52

3 .2 . Pembuatan kurva baku ... 52

3.3. Penentuan ]aju disolusi dispersi solida Fu­ rosemida PVP K-17 PF ... 56

4. Penentuan solubility substansi Furosemida ... 56

5. Analisa data ... 56

BAB V . PEMB/iHASAN ...9 5 BAB VI. KESIMPULAN ...100

(9)

RINGKASAN ...-|02

DAFTAR PUSTAKrt ... 103

(10)

TABEL Halamsn

X . Hasil Identifikasi kualitatif Furosemida ... 33

II . Hasil Identifikasi kualitatif PVP K-17 PF ... 35

DAFTAR t a b e l

III ♦ Nilai absorpsi larutan Furosemida pada berbagai

P ■**njsng gcl.omtTni^ 52

IV. Nilai absorpsi larutan Furosemida dari berbagai ka­

dar pada panjang gelombang maksimum 270 n m ... 54

V. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

Furosemida... 57

VI . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi 90 i 1 0 5 8

VII . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­

si sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

pada komposisi 80 : 2 0 ... 5 9

VIII. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso -

lusi sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 70 ; 30 ... 60

IX..Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 6 0 ; 40 ...6 1

X. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi 50 i 50 62

XI . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada

(11)

XII . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sis.tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 30 : 70 ... . 64

XIII „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida FUrosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 2 0 : 80..*,.*... *. *.... ... . 65

XIV „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

sistem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 10 : 9 0 ... ... 6 6

XV „ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo^

sisi 90 i 1;0... 67

XVI _ Kadar Furosemida terlarut (mg/L) Dalai* uji disulusi

oal*pu**ar) fih-iy Pjrosemida - PVF K-17 PF Pada

kcmp*--80 ; 2 0 ... 6 8

XVII . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­

si campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi 70 : 30 ... ... ... 69

XVIII , Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso­

lusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 6 0 : 40 ... ...70

XIX . Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­

si campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi 30 : 50 ... 71

XX. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi

campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo­

sisi 40 : 60 ... *... *. 72

XXI. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolu­

(12)

komposisi 30 : 70... ...

XXl'I. Kauar Furosemida uorlarut (nitf/L) dr lam uji disolu

si campuran fisis furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi 20 : oO ... ...

XXIII. Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji diso­

lusi campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pa­

da komposisi 10 : 9 0 ...

dari uji solubility substansi Furosemida ...

XXVI. Ilarga AU C dari uji disolusi substansi Furosemida,

sistem dispersi solida dan campuran fisis Furose­

mida - P V P K-17 P F pada berbagai komposisi .... .

XXVII. Harga jiliisiensi disolusi (,i) dari uji disolusi

Furosemida, dispersi solida dan campuran fisis

Furosemida- - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi

XXVIII. AITOVA pro'CRD dari efisiensi substansi Furosemi

h-da, dispersi solioa dan campuran fisis Furosemi

da - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi ...

XXIX..Pingkasan Analisis vrriasi'dengan rancangan acak

lengkap ( aNOVa pro CRD ) dari harga efisiensi

disolusi substansi Furosemida, dispersi solida

dan campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada

berbagai komposisi... ...

XXX. Selisih dari harga efisiensi disolusi rata - rata

dari uji aisblusi substansi Furosemida, dispersi

(13)

solida dan campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF

pada berbagai komposisi ... . 9 3

XXXI. Hubungan antara jumlah PVP K-17 PF yang digunakan

dalam dispersi solida dengan harga efisiensi di -

(14)

Halaman

GAMBAR

I . Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi

fena-setina ...1 0

2. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju absorpsi fe-

nasctina dalam plasma...1 1

3. Pengaruh ukuran partikel terhadap laju disolusi asam

salisilat ... 13

4. Laju disolusi sulfamethoxazole dalam berbagai macam

pemhawa dalam sistem dispersi solida dengan komposisi

50 : 50 ...20

5. Pengaruh berat molekul pembawa (PEG) terhadap laju

disolusi diazepam «••«••»••••••••••••••••••••••••••• 2 1

6. Laju disolusi dispersi solida griseofulvin - PVP pada

bprbagai komposisi ... 2 1

7 . Spektra infra merah dari Furosemida ... 34

8 . Spektra infra merah dari Furosemida menurut pustaka 34

9. Spektra infra merah dari PVP K-17 PF ... 36

10 Spektra infra merah dari PVP menurut pustaka .... 36

II . Kromatogram dari Furosemida dan sistem dispersi so

-lida Furosemida PVP K-17 PF ... 37

12. Kromatogram dari Furosemida dan sistem dispersi so -

lida Furosemida - PVP K-17 PF ... 38

13. Termogram DSC dispersi solida Furosemida-pvp K~1:7PF 39

14. Termogram DSC campuran fisis Furosemida - PVP K-17

P F ...40

15. Termogram DSC substansi Furosemida ... 41

(15)

GAMBAR

16* Termogram DSC PVP K-17 PF ... '.... ...42

17, Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 90 : 10 ... 43

18. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 80 : 20 ... ...44

19, Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposi*si 70 : 30 ... 45

20. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 60 ; 40 ... 46

21 . Termogram *DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 50 : 50 ... ...•. *. 47

22. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 40 : 60 ... 48

23. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 30 : 70 ... ... 49

24. Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 20 : 80 ... ... 50

25* Termogram DSC dispersi solida Furosemida - PVP K-17

PF pada komposisi 10 : 90 ... 51

26. Kurv.a absorpsi terhadap panjang gelombang dari la -

rutan Furosemida... 53

27. Kurva absorpsi terhadap kadar larutan Furosemida

pada panjang gelombang 270 n m ... ,,55

28. Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP Kt*17 PF

pada komposisi 90 : 10 ... 76

29. Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

(16)

GAMBAR

30 » Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fists dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

pada komposisi 70 ; 30 ... 78

?1 , Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF ^

pada komposisi 6 0 : AO ... . 79

32, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

pada komposisi 5 0 : 5 0 ... 80

33, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

pada komposisi 40 : 6 0 ... ... 81

34, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-1'7 PF

pada komposisi 30 : 70 ... 62

35 . Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

pada komposisi 2 0 : 80 ... ... 8 3

36, Profil laju disolusi substansi Furosemida, campuran

fisis dan dispersi solida Furosemida PVP K-17 PF

pada komposisi 10 : 90 ... ,... 84

37, Profil laju disolusi dispersi solida Furosemida

-PVP K-17 PF pada Verhagai komposisi ... 85

38, Profil laju disolusi substansi Furosemida dalam la­

rutan PVP K-17 PF - Media disolusi ... 87

(17)

D A F T A R L A M P I R A N

LAMPIRAN Halaman

I . Sertifikat analisis substansi Furosemida ... 107

II . Sertifikat analisis substansi Furosemida ... 108

III . Sertifikat analisis PVP K-17 PF ... 109

IV. Tabel harga koefisien korelasi (r) pada derajat

kepercayaan 5 % dan 1 % ...1 1 0

V. Cara perhitungan untuk memperoleh kadar Furosemida

terlarut (mg/L) ... 1 1 1

VI. Cara perhitungan untuk memperoleh harga AUC .... 112

VII. Cara perhitungan analisis statistik ANOVA pro CRD113

(18)

PENDAHULUAN

BAB I

Efek obat umumnya diasumsikan dengan jumlah dan kece-

patan bahan obat aktif mencapai tempat aksinya. Pada umum­

nya obat yang diberikan secara oral, harus diabsorpsi ter-

lebih dahulu ke dalam sirkulasi sistemik sebelura mencapai

tempat aksinya. Sebelum diabsorpsi bahan obat harus berada

dalam bentuk terlarut dan tidak terionkan agar lebih mudah

diabsorpsi lewat membran sel. Pada umumnya bahan obat me -

ngalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses *

Proses tersebut meliputi : (a) disintegrasi (b) disolusi

dan (c) absorpsi melewati membran sel. Dari berbagai pro­

ses ini kecepatan bahan obat mencapai sirkulasi sistemik

ditentukan oleh tahapan yang paling lambat ( 1 ) .

Untuk bahan obat yang sukar larut, laju disolusi me -

rupakan suatu tahap penentu dari seluruh proses kinetik.

Karena jumlah bahan obat dalam bentuk terlarut yang terse-

dia di tempat absorpsi sedikit. Ini berarti bahwa laju di-

solusinya rendah dan absorpsinya cenderung lambat dan ti -

dak sempuma . Dan sebaliknya, makin t-inggi laju disolusi-

nya, absorpsinya juga makin cepat dan sempuma ( 1 ) .

Banyak bahan obat yang digunakan adalah bahan obat

yang sukar larut. Oleh karena itu banyak usaha yang telah

dilakukan untuk memodifikasi sifat disolusi dari bahan o -

bat agar diperoleh absorpsi yang lebih cepat dan lebih

sempuma #

M 1 JL I K.

FI.i\> ‘ ■ '.X.-;

/ •.U t L A N G O A "

(19)

Cara - cara yang biasanya digunakan untuk memperbaiki

laju disolusi digambarkan secara matematis dari persamaan

Noyes dan Whitney. Pada persamaan tersebut parameter yang

diubah untuk meningkatkan laju disolusi dalam kaitannya

dengan formulas! adalah luas permukaan partikel dan kela -

rutan bahan obat. Salah satu usaha yang telah banyak dila­

kukan adalah dengan memperkecil ukuran partikel. Dengan

memperkecil ukuran partikel, maka permukaan partikel yang

berhubungan dengan pelarut akan bertambah luas, sehingga

kelarutannya akan bertambah besar dan laju disolusinya a -

kan meningkat. Sebagai contoh, ukuran partikel fenasetina

dan fenobarbital yang semakin kecil mengakibatkan pening -

katan laju disolusinya ( k » 5 ) . Contoh lain adalah griseo-

fulvin dan spironolakton yang dibuat dalam bentuk " micro-

nized ", dosis terapinya dapat diturunkan sampai 50 per -

sen ( 6 ) ,

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memper -

kecil ukuran partikel, antara lain : penggerusan secara

konvensional, penggunaan 11 ball milling 11 , mikronisasi

dengan " fluid energy mill » , pengendapan kembali dengan

mengubah pelarut dan suhu, pembuatan dispersi solida. Di -

banding dengan cara - cara pengecilan ukuran partikel di -

atas, ternyata sistem dispersi solida lebih menguntungkan

karena kemungkinan terjadinya agregasi dan aglomerasi an -

tar partikel adalah kecil, hal ini disebabkan tiap parti -

bahan obat akan terdispersi di dalam pembawa yang mengeli-

(20)

Sistem dispersi solida adalah dispersi yang sangat

halus dari bahan obat di dalara pembawa padat inert yang

mudah larut air. Metoda ini pertama kali dikeraukakan o -

leh Sekiguchi dan Obi pada tahun 1961, dengan pembentuk-

an campuran eutektik dari sulfathiazol dengan urea. Con­

toh lain dari pemakaian dispersi solida adalah : reser -

pine - PVP, griseofulvin - asaro suksinat, Indomethasin -

PEG, ( 6 ) . Peningkatan laju disolusi sistem dispersi

solida tergantung beberapa faktor antara lain : jenis

pembawa, berat molekul pembawa, perbandingan bahan obat

dengan pembawa, dan cara pembuatannya. Pemilihan pembawa

harus memenuhi kriteria tertentu seperti : mudah larut

air, inert, dapat campur dengan bahan obat, tidak toksik

dan lain - lain ( 2,3,6,17 ) .

Furosemida adalah suatu obat diuretika dari golong-

an sulfonamida yang mempunyai sifat sedikit larut dalam

air dan bioavailabilitasnya sekitar 6 5 persen ( 1 2 ) ,

Ql>h kar®na itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan

laju disolusi Furosemida untuk tujuan efektivitas pengo-

batan. Pada penelitian terdahulu, dibuat sistem dispersi

solida Furosemida dengan menggunakan pembawa PVP K-25 >

rVP K30 dan PVP K-90 ( 1 3 ) .

PVP merupakan suatu polimer yang mempunyai sifat

mudah larut dalam air dan bersifat inert. . bordasarkan

kelarutannya, PVP dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

PVP yang larut dalam air, contohnya adalah ; PVP K-17PF,

(21)

adalah PVP yang tidak larut air, contohnya adalah ; FVP

K-CL dan PVP K-CL-M ( 1/. ) .

Pada penelitian ini dibuat sistem dispersi solida

Furosemida dengan menggunakan pembawa PVP K-17 PF. Dasar

pemilihan PVP K-17 PF sebagai pembawa adalah kelarutannya

dalam air yang lebih besar bila dibandingkan dengan PVP

K-25, PVP K-30 dan PVP K-90, disamping sifat - sifat PVP

yang lain seperti : tidak toksik, dapat bercampur dengan

pembawa dan inert. Dengan harapan, dispersi solida Furo -

semida - PVP K-17 PF akan dapat meningkatkan laju disolu­

si Furosemida. Dengan demikian diharapkan pula penelitian

ini dapat mendukung penelitian terdahulu dan memberikan

informasi tambahan yang berguna untuk pengembangan formu­

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Furosemida

Furosemida adalah suatu diuretika dari golongan sul

fonamida yang mempunyai sifat sedikit larut air. Furo -

semlda mempunyai efek langsung pada pengangkutan elek -

trolit pada distal tubuli, menghambat reabsorpsi Na dan

Cl pada ansa henle dan tubuli ginjal sehingga ekskresi

j ^

ion - ion ini bertambah ( 1 0 ).

furosemida banyak digunakan untuk terapi edema yang

disebabkan oleh kegagnl^n jantung kongesti, cirrhosis

hati, kerusakari ginjal termasuk sindroma nephrotik, e ~

dema paru - paru dan otak, hipertensi arterial. Dosis

lnzim yang digunakan adalah 2 0 - ^*0 miligram, sedang do

sis maksimumnya 2 gram sehari ( 1 0 ).

Pada pemakaian oral furosemida diabsorpsi cukup ce­

pat dengan bioavailabilitas sekitar 6 5 persen ( 1 0 ,1 2 ),

Sedang pada penelitian yang dilakukan oleh G.J. Yakatan

et al, tentang absorpsi; distribusi; metabolisme; dan

ekskresi furosemida pada anjing dan kera ( 2 6 ), menun-

jukkan bahwa furosemida yang diabsorpsi lewat saluran

pencernaan dari sediaan oral adalah sekitar 50 sampai

6 0 persen.

Pada percobaan tentang sistem dispersi solida dari

furosemida yang dilakukan oleh J. Akbuga et al ( 13 )>

(23)

roseraida dengan pembawa PVP K-25; PVP K-30; PVP K - 9 0

dapat meningkatkan laju disolusi dari furosemida. Pe -

ningkatan laju disolusi ini terutama disebabkan oleh

peningkatan pembasahannya dan efek solubilisasi dari

obat oleh pembawa. r>edang faktor - faktor yang lain a-

dalah terjadinya bentuk amorf dan pembentukan kompleks

antara obat dengan pembawa. Dan pada penelitian ini ju

ga telah diamati tentang pengaruh penyiropanan terhadap

kestabilan sistem dispersi solida furosemida - PVP, di

mana pengaruh penyimpanan ternyata tidak menunjukkan

adanya perubahan yang signifikan dari laju disolusi

dan pola difraksi sinar X yang menunjukkan tidak ter -

jadi pertumbuhan kristal.

1.1. Sifat Pisika kim.ia (1T,12). m n u

h

,

m s

H o

0

II

Cl

Rumus molekul 0, ^ C I N - ^ S

330,7 Berat molekul

Nama lain - Benzoic acidt 5-(amino sulfonyl)

4-chloro-2-((2-furanyl methyl )

amino)

- A-Chloro-N-furfuryl-5-sulfamoyl

anthranilic acid

- Lasix, Aluzine, Diural, Impuga

(24)

Pemerian

Kelarutan

Titik leleh

2 . La.ju Disolusi

Bioavailabilitas menyatakan kecepatan dan jumlah

bahan obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik, se-

hingga oleh karena itu bioavailabilitas suatu obat

mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik dan ak -

tivitas toksik obat. Pada pemberian obat secara oral ,

bahan obat mengalfemi absorpsi sistemik melalui suatu

rangkaian proses. Proses tersebut meliputi : (a) dis-

integrasi (b) disolusi dan (c) absorpsi melewati mem -

bran sel, Dari berbagai proses ini, kecepatan bahan o-

bat aktif mencapai sirkulasi sistemik ditentukan oleh

tahapan yang paling lambat. Tahap ini dinamakan tahap

penentu kecepatan ( rate limiting step ) ( 1 ) .

Skema berikut menunjukkan proses - proses yang

terjadi bila tablet atau kapsul diberikan di bawah

kondisi yang sesuai ( in vitro ) atau di saluran pen -

cemaan ( in vivo ) :

: Serbuk kristal berwama keku-

ningan .

: Praktis tidak larut air dan

chloroform, larut dalam 75 ml

alkohol, larut dalam 15 ml a-

ceton, larut dalam 8 5 0 ml e -

ter, sangat mudah larut dalam

dimetil formamide dan larutan

alkali .

(25)

d i u i n t o t f r o u i d i s i r i t e g r a s i

T a b} n t /l u i p r n j 1 --- •--- > G r n n u l --- > S e r b u l c

absorpsi

v

D a l i a n o b a t d a l a m d a r a h , j a r i n g a n

d a n c n i r a n t u b u h l a i n

Dari skema tersebut terlihat bahwa disolusi dari bahan

obat yang terjadi tidak hanya dari serbuk atau partikel

halus saja, tetapi juga dari sediaan yang langsung kon-

tak dengan pelarut sebelum terjadi disintegrasi dan da­

ri fragmen - fragmen dan agloroerat yang dihasilkan se -

telah disintegrasi ( 1 6 ).

Apabila proses disolusi sangat lambat ( misalnya

kurang dari 1 / 2 0 dari proses disintegrasi, deagregasi f

dan proses absorpsi ), maka disolusi memegang peranan

penting dalam kontrol laju absorpsinya ( 3 2 ) # Dan un­

tuk bahan obat yang mempunyai kelarutan kecil d.alara

air, laju disolusi sering raerupakan tahap yang paling

lambat, sehingga raerupakan tahap penentu kecepatan ab -

(26)

Disolusi merupakan proses diraana suatu bahan ki­

mia atau bahan obat dari bentuk padatnya menjad:? ter­

larut dalam suatu pelarut ( 1 ). Ke'seluruhan laju

disolusi bahan obat dapat; digambarkan oleh persamaan

Noyes dan Whitney (4,5 ) :

dC ’■) A / y-, \ / * \

K --- -p p ( Cs - c ) persamaan (1).

dC - Laju disolusi

dt

D = Konstanta kecepatan difusi

A «s Luas permukaan partikel

v s Volume media disolusi

h « Tebal lapisan difus

C * Konsentrasi larutan jenuh obat

s

C » Konsentrasi obat pada waktu t

Pada kondisi percobaan, umumnya konsentrasi bahan o

bat ( C ) jauh lebih kecil dari pada konsentrasi la

-rutan jenuh bahan obat ( C_ ), sehingga C dapat dia -b

baikan terhadap Cs ( 4 ). Dan apabila kondisi yang-

lain seperti : volume pelarut, suhu dan kecepatan pe-

ngadukan dibuat konstan, maka akan didapat persamaan

yang leb.ih sederbann :

== K A C persamaan (2) .

\ I w • >

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa laju di -

solus.i suatu bahan obat berbanding lurus dengan luas

permukann partikel. buhan obat ( A ) dan konsentrasi

larutan jenuh atau kelarutan bahan obat ( C ) terse-o

(27)

Ukuran partikel Man Lu3~ pernukasn

Berdasarkan persamaan (1) dan (2), laju disolusi ba

ban obat akan berbanding Xurus dengan luas permukaan

hahan obat yang berbubimgan dengan pelarut (A)«D£ng~

an m^nperkeci! ukuran partikel bahan obat, maka Inns

p' rnuk^an sper.ifik ^ban obnt yang bcrhubungan dengan

patarut akan b^tarnb ->h bes^r, sehingga laju di so.lusi-

ny-3 ?-k?>n {reningkar.. Hal ini terutama berpengaruh pada

bnb'in obat yang sukar larut ( 4,5 ).

P*n£oruh ukuran partikel. terhadap lsju disolusi.

lapat dilihat pada 1 sjju disolusi fenasetina dalam ber

hagai ukuran ( garobar 1 ). dimana ukuran partikel ter

kecil menunjukkan laju disolusi. yang terbesar ( 5,181

0

gambar 1 . Iengaruh ukuran partikel terha -

(28)

Dengan memperkecil ukuran partikel dapat niening-

katkan laju disolusi bahan obat yang sukar larut, se-

hingga bi.oavail.abi i i tar. dari bahan obat tersebut di -

harapkan akan ineningkat pula. Pengaruh ukuran parti -

ke.l terhadap bioavailabilitas obat dapat dilihat pada

gambar 2. Pada pemberian fenesetina dalam berbagai rna

cam ukuran partikel p'enunjukkan bahwa makin kecil u -

kurnn partikel fenasetinn akan menghasilkan kadar ba­

han obat da1am darah yang makin besar meskipun dosis

yang diberikan 3 am a (5*18).

gambar 2. Pengaruh ukuran partikel terhadap la­

ju absorpsi fenasetina dalam plasma.

Ket<3Tangan : 0__0 : 75 mikron

__fl__a : 75 mikron + 0,1 % tweenSO

4 - - - s 150 - 180 mikron

_x ~ k • 250 mikron

Cara - cara yang dapat dipakai untuk memperkecil

ukuran partikel adalah sebagai berikut ( 7 ) :

1, Pcngg^rusan 3eearn konvensional •

(29)

r r - . - ■ ■ ' >

F v

3 . Mikronisasi dengan '-energy mill n .

4. Pengendapan kembali dengan mengubah pelarut dan

suhu .

5. Pemakaian bentuk garamnya yang mudah larut yang

akan mengendap kembali dalam bentuk partikel

yang sangat halus di saluran pencernaan.

Namun perlu diingat bahwa pengaruh pengecilan ukuran par

tikel tersebut ada batasnya . Ukuran partikel yang terla-

lu kecil ( kurang dari 1 0 mikron ) mungkin tidak akan

memberikan efek memperbesar laju disolusi, tetapi justru

menimbulkan efek yang berlawanan. Hal ini disebabkan ka-

rena partikel yang sangat kecil mempunyai kecenderungan

menyerap udara pada permukaannya. Udara yang teradsorpsi

pada permukaan partikel dapat menghalangi pembasahan par

tikel oleh pelarut yang mengelilinginya. Selain itu juga

terdapatnya muatan listrik pada permukaannya, &**Mngga

dapat menyebabkan terjadinya " agregasi " dan 11 aglome -

rasi " yang mengakibatkan berkurangnya luas permukaan

spesifik partikel yang berhubungan dengan pelarut di se-

kitamya ( 5,6 ) . Finholt et al menunjukkan bahwa laju

disolusi in vitro dari asam salisilat berkurang bila u -

kuran partikelnya semakin kecil ( 5 ) • Sebagaimana ter -

(30)

. w o k l u ( m e n i t )

Gnmbar 3. Pengnruh ukuran partikel terhadap

laju disolusi asam salisilat.

Koternnfjan : o---- o : 0,21 - 0,30 mm

/\----a : 0,30 - 0,50 mci

n --- □ : 0,50 - 0,71 mm

r---- o : 0,71 - 1,00 mm

Sedangkan penggunaan bentuk garamnya yang mudah la­

rut pada bahan obat tertentu kurang menguntungkan, kare­

na bentuk garam dari obat yang bersifat asam at&u basa

yang sukar larut dapa-t bereaksi dengan C02 dan air dari

udara, sehingga bentuk garam ini terurai dan menghasil -

kan senyawa yang sukar larut ( 6 ) * Hal ini akan menu -

runkan laju disolusi dan absorpsinya.

4. Kelarutan

Kelarutan suatu bahan obat didefinisikan sebagai

konsentrasi dari zat padat di dalam larutan yang seim -

bang dengan fase padatnya. Pada larutan jenuh kecepatan

perpindahan molekul dari fase padat ke fase larutan ada­

lah sama dengan kembaiinya molekul dari larutan ke fase

(31)

'art ners^mnn'i .iny^s dan W M tney dapat dij^la:

V o n b i ' h ' n l a . j u d i s r - . l ; i - i ( ) t i d a k h a n y a b e r b a n d i n g

_dl;

I’ln.T- d^nc.an lun& p^ri'iuk-’a.n r av't ikel ( A ) , tetapi.

,iu-rf !--n>.*.andlnf- luruL1 douran kol^'utan bahan obat ( C ) .

o

b.i}a kelarutan bahan obat meningkat, yang ma-

na untuk meninfkatknn kelarutan dapat dilakukan dengan

imnnperkecil ukuran partikel, maka laju disolusinya ,ju-

ga akan meningkat ( 4 ).

Peningkatan dari kelarutan dapat diterangkan de-

^gan persamaan Kelvin ( 18 ) :

. % exp ( g . y M )

rj3 R T

; Kelarutan dari partikel halus

: Kelarutan dari partikel besar (bahan

o b a t )

W : Berat molekul

r : Ukuran partikl

R : Tetapan gas

c ,r‘

r •it

r b

T Temperatur

Berat jenis

Tegangan permukaan

Pada persamaan di atas terlihat bahwa harga kelaru

-tan bahan obat ( C ) dapat meningkat apabila ukuran s

(32)

Sistem dispersi solida

Pada tahun 1961, Sekiguchi dan Obi telah menemukan

pembuatan sistem dispersi solida untuk memperkecil uku­

ran partikel dan meningkatkan laju disolusi serta ab -

sorpsi dari bahan obat yang sukar larut ( Sulfathiazol)

dengan membentuk campuran eutektik dengan bahan pembawa

yang inert don mudah larut air ( Urea ). Sedangkan Gold

berg et al melakukan percobaan yang lebih terperinci.

foeroka inen£atakaji bahwa sistem dispersi solida tidak

banya membentuk sistem eutektik saja. Tetapi juga mem -

bentuk larutan padat, yaitu terjadinya dispersi molekul

dari bahan obat yang tidak larut air di dalam pembawa

padat yang mudah larut air. Dan pada tahun 1965 Tachi -

bana dan Nakamura membuat sistem dispersi koloida deng­

an menggunakan bahan pembawa polimer yang mudah larut

air. Sedangkan Chiou dan Riegelinans menggunakan PEG

untuk pembontukan " glass solution " dalam upaya mening

katkan laju disolusi ( 6 ), Jadi sistem dispersi solida

adalah dispersi sangat halus bahan obat padat dalam pern

bawa padat inert yang mudah larut air ( 7 ).

Sistem dispersi solida ini dapat diklasifikasikan

monjadi enam golongan ( 6,7,9 ) :

1 . L-Attektik sederhana.

2. Larutan padat.

3. "Glass solution " dan " Glass suspension

U, Endapan amorf.

5. Pembentukan senyawa komplek antara bahan obat

dengan pembawa.

(33)

5 , 1 . Metoda pembuatan dispersi solida

Ada beberapa metoda yang digunakan untuk pembuatan

sistem dispersi solida, yaitu : metoda pelelehan, me­

toda pelarutan dan kombinasi dari kedua metoda terse­

but ( 6,7,8,9 ) .

5 .1 .1 . Metoda pelelehan

Metoda ini pertama kali digunakan oleh Sekiguchi

dan Obi dalam membuat sistem dispersi solida sulfa-

thiazol - urea .

Cara pembuatannya :

Bahan obat yang sukar larut dalam air dan pem­

bawa yang mudah larut dalam air dicampur dan

dipanaskan sampai meleleh,kemudian campuran i-

ni didinginkan dengan cepat sambil terus dia -

d u k , Massa padat yang terjadi kemudian digerus

dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel

yang seragam .

Syarat metoda pelelehan ini adalah bahan obat dan

pembawa harus saling campur pada keadaan meleleh

dan stabil pada suhu tinggi , Keuntungan dari metoda

ini adalah sederhana dan ekonomis , Sedang kerugian-

nya adalah kemungkinan terjadinya peruraian atau

penguapan bahan obat maupun pembawa selama proses

pencampuran pada suhu tinggi . Seperti yeng terjadi

pada campuran griseofulvin - asam suksinat, selama

proses pencampuran dengan pemanasan, asam suksinat

menguap dan terurai . Contoh dispersi solida yang

(34)

-perai solida golongan steroida dan glikosida jan -

tung dalam PEG, griseofulvin dalam pentaeritritol( ♦<»

6 ) .

5 ,1 J2. • Metoda pelarutan

Metoda ini pertama kali digunakan oleh Tachibana

dan Nakamura . Metoda ini menggunakan pelarut orga-

nik untuk' mencampur bahan obat dan pembawa.

Cara pembuatannya :

Campuran bahan obat dan pembawa dilarutkan

dalam pelarut yang sesuai, kemudian pelarut -

nya diuapkan .

Keuntungan dari metoda ini adalah kemungkinan ter-

jadinya peruraian dari bahan obat dan pembawa pa -

da suhu tinggi dapat dihindari . Karena selaraa pro­

ses penguapan pelarut hanya dibutuhkan suhu yang

rendah. Sedang kerugiannya adalah biaya yang mahal

dan kesulitan menghilangkan pelarut secara sempur-

na . Kesulitan pemilihan pelarut dan kemungkinan

terjadinya efek samping dari pemakaian pelarut

yang berlebih. Contoh dispersi sollda ygng dapat

dibuat dengan metoda ini adalah sistem dispersi

solida sulfathiazol - PVP, reserpina - deoxycholic

acid, beta caroten - PVP.

5 , 1 .3. Metoda pelelehan - pelarutan

Metoda ini dibuat dengan cara melarutkan bahan o -

(35)

-kan segera ke dalam pembawa yang telah dileleh-kan .

Metoda ini kurang disukai karena karena pengerjaan-

nya lebih.sulit. Contoh dispersi solida yang dibuat

dengan metoda ini adalah sistem dispersi solida

spironolakton - PEG 6000 dan griseofulvin - PEG 6000

( 6 ) .

5 *2 . Mekanlsme peningkatan la.iu disolusi

Sistem dispersi solida dapat meningkatkan laju diso­

lusi dari bahan obat yang terdispersi dalam pemba­

wa karena adanya beberapa mekanlsme yang m m g k i n

terjadi antara lain ;

1 . Pengecilan ukuran partikel ( 6,17 )

2. Adanya efek solubilisasi dari pembawa (6,17)

3. Berkurangnya kemungkinan terjadi H agregasi"

dan " aglomerasi " dari partikel - partikel

bahan obat yang bersifat hidrofob ( 6,17 ) .

4. Peningkatan kemampuan terbasahi dan terdis -

persi d ri bahan obat karena adanya bahan

pembawa yang mudah larut ( 6,17 ) .

5. Bentuk polimorfisme bahan obat( 6,17 )

-6 . Kombinasi dari mekanlsme tersebut diatas( 6 )

Peningkatan laju disolusi dari bahan obat yang dibu­

at dalam bentuk sistem dispersi solida tergantung

pada beberapa faktor, antara lain :

1 . Jenis pembawa (6,7 ) •

(36)

3* Perbandingan bahan obat dan pembawa ( 6,7 ) *

4, Cara pembuatan ( 6,7 ).

Pemilihan jenis pembawa akan merapengaruhi sifat la­

ju disolusi obat yang terdispersi . Pembawa yang mu-

dah larut dalam air akan memberikan pelepasan obat

yang cepat dari pembawanya. Sedangkan pembawa yang

kurang larut akan memberikan pelepasan yang lebih

lambat ( 6 ,7 , 8 ) ,

Dispersi Sulfamethoxazole dalam sorbitol me -

nunjukkan laju disolusi yang paling besar dibanding

dengan dispersinya dalam pembawa yang lain, walau -

pun dibecikan dalam perbandingan yang sama, seperti

terlihat dalam gambar 4 ( 25 ) .

Pengaruh berat molekul polimer pembawa dapat

terlihat pada sistem dispersi solida diazepam dalam

PEG, dimana dispersi diazepam dalam PEG 4000 menun-

jukkan laju disolusi yang paling besar dibandingkan

dengan pemakaian PEG 6000 maupun PEG 10*000, seper­

ti terlihat pada gambar 5 ( 2 2 ) .

Pengaruh perbandingan bahan obat dan pembawa

terhadap laju disolusi dapat terlihat pada dispersi

solida griseofulvin - PVP, dimana laju disolusi ter

tinggi diperoleh pada perbandingan griseofulvin :

PVP = 1 : 20, seperti terlihat pada gambar 6 (21 ) •

Pengaruh cara pembuatan dapat terlihat pada

pembuatan dispersi solida asam salisilat dalam urea

dengan metoda peleburan dan didinginkan secara men-

(37)

bila dibandingkan dengan hasil pembuatan yang

didi-nginkan secara perlahan - lahan, Hal ini disebabkan

pada pendinginan mendadak tidak terjadi pertumbuhan

inti kristal sehingga ukuran partikelnya lebih ke -

cil ( 2 0 ) .

0 \ 0 20 30 4 0 5 0 ' 6 0

T i m e ( m i n )

gambar k. Laju disolusi Sulfamethoxazole dalam ber­

bagai: macam pembawa dalam sistem dispersi

solida dengan komposisi 50 : 50

Keterangan : __A __ A = Sorbitol

__x ^ = Sucrose

_m__ a = Mannitol

(38)

monit

gambar 5, Pengaruh berat molekul pembawa (PEG) ter -

hadap laju disolusi diazepam.

Keterangan :

1 , Diazepam . 3, Diazepam - PEG 6000

2 . Diazepam - PEG 10.000 4. Diazepam - PEG 4000

_ _ _ r_ _ _ _ _

2 a o y

m e n i t

gambar 6 . Laju disolusi dispersi solida Griseoful

-vin - PVP pada berbagai komposisi .

Keterangan :

1 . Griseofulvin

2 . Griseofulvin - PVP 1 : 5

3. Griseofulvin - PVP 1 : 10

(39)

5 -3 . Bahan pembawa

Sesuai dengan hasil yang akan dicapai, raaka pemilih-

an pembawa sangat menentukan dalam merabuat suatu sis

tern dispersi solida, pembawa yang raudah larut .dalam

air akan menghasilkan pelepasan bahan obat yang ce -

pat, Sebaliknya bila digunakan pembawa yang sukar la

rut dalam air akan menghasilkan pelepasan bahan obat

yang lambat, Umumnya sistem dispersi solida yang se-

ring dibuat adalah yang dapat meningkatkan laju di -

solusi dari bahan obat yang sukar larut ( 6,17 ) •

Untuk mencapai hasil itu maka bahan pembawa yang di­

gunakan sebaiknya memenuhi beberapa kriteria sebagai

berikut :

1 . Mudah larut dalam air ( 2,3,17 ) .

2. Tidak toksik ( 3,17 ) .

3. Pembawa yang digunakan untuk pembuatan sis -

tem dispersi solida dengan metoda peleburan

harus stabil secara kimia, fisika dan tahan

terhadap panas ( 3,17 )

4. Pembawa yang digunakan untuk pembuatan sis -

tem dispersi solida dengan metoda pelarutan

harus dapat larut dalam pelarut organik (17)

5 . Dapat m«uin«kstkan kelarutan bahan obat (17)

6 . Bersifat inert ( 3,17 ) .

7* Dapat campur dengan bahan obat ( 17 ) .

8 . Mempunyai tekanan uap yang relatif rendah

(40)

6 . PoUvlnllplrolidon (PVP) I

PVP merupakan suatu polimer yang mempunyai sifat

mudah larut dalam air dan bersifat inert (1 0 ,1 1 , 1 A) .

6 , 1 . Sifat fisika kimia ( 11,14, 15, 30 ).

Rumus bangun

Rurnur> molekul

Berat molekul

Nama lain

Pemerian

Kelarutan

--- C H C H 2“

T I

: ( W O ) n

: Bervariasi dari 10.000 sampai

700 .00 0

: Povidon, Polividon

: Serbuk putih atau putih kekuning-

an, tidak berbau dan berasa dan

bersifat higroskopis

: Mudah larut air, alkohol dan CHCl^

Tidak larut eter .

Kelarutan PVP tergantung dari be­

rat molekulnya. Semakin tinggi

berat molekulnya, semakin berku -

rang kelarutannya karena viskosi-

(41)

6.2. Penggunaan ( 1 4 , 1 5 )

Berdasarkan kelarutannya, PVP dibedakan atas

dua macam, yaitu :

1 . PVP yang larut dalam air, biasanya digu

-nakan sebagai zat pendispersi, " Solubi -

lizing agent , untuk penyalut tablet dan

sebagai pembawa untuk bahan obat yang su­

kar larut dalam air

2 . PVP yang tidak larut air, biasanya digu

-nakan sebagai disintegrator pada tablet .

Makin tinggi berat molekul PVP yang digunakan ,

kelarutannya makin berkurang, hal ini menyebab -

kan laju disolusi bahan obatnya menurun. Sebagai

contoh : pada dispersi solida hidrochlortiazida-

PVP dengan berat molekul 44*000, kelarutannya a-

kan menurun 6 % dari pada bila menggunakan PVP

yang berat molekulnya 10 .000 ( 23 )

Contoh PVP yang larut dalam air :

- PVP K-12 PF

- PVP K-17 PF

- PVP K-25

- PVP K-30

- PVP K-90 .

Contoh PVP yang tidak larut dalam air :

- PVP K-CL

(42)

BAHAN, ALAT DAN METODA KERJA

BAB III

1 , Bahan percobaan

Furosemida ( P .T . Soho dan P J? * Dumex, Jkt )

Dimetil formamide p #a . Polivivilpirolidon K-17 PF

Metanol p .a

Natrium hidroksida p*a Etil acetat p .a .

Amonia pekat p .a .

Asam klorida 37 % P .a .

Natrium klorida p .a

( BASF )

( JT Baker)

( E Merck)

( E Merck)

( E Merck)

( E Merck)

( E Merck)

( E merck)

- Asam sulfat

- Kalium permanganat

- Kalium bikromat

- Larutan lodium

- Amonium kobalt tiosianat

- Liebermann’s reagent

- Van Urk reagent

- Lempeng silika gel F 25^, tebal 0,25 mm ( E merck)

2 , Alat - alat

- " D o u b le Beam S p e c t r o p h o t o m e t e r UV - v j s; ■* sh ifra rizu ,

1 An-0 2 ,

- " Infra Red Spectrophotometer 11 Shimadzu,tipe IR-435

• 11 Differential Scanning Calorimeter " (DSC), Shimad­

(43)

- " Melting Point Apparatus M tipp CAT

m }Af>7'n '-.

- r <? Di^s'vlv4'* Appamt>*,c M Erv"'k’2f t.ipu DT

- ” Hot plate Stirrer " Cor:^”g f -Hpo PC-351 .

- " Milipore Membran Filter ", tipe HA, diameter 13 mm

ukuran pori 0,45 mikrometer.

- PH meter

- Eksikator hampa

- Pengayak 70 mesh dan 100 mesh

- Alat - alat gelas .

3. Metoda ker.ia

3 .1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemida dan PVP K-

17 PF

3 .1 .1 . Identifikasi kualitatif Furosemida ( 12 ) .

Pemeriksaan kualitatif yang dilakukan meliputi :

- Pemeriksaan secara organoleptis

- Pemeriksaan secara reaksi.

- Pemeriksaan spektra infra merah dengan mengguna­

kan teknik pelet KBr

3 .1 .2 . Identifikasi kuantltatlf Furosemida

Pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan mengguna­

kan: metode volumetri ( 1 1 ) :

- Ditimbang 600 mg Furosemida dengan seksama

- Dilarutkan dalam 50 ml dimetil formamide yang

(44)

- Dititrasi dengan 0,1 N NaOH sampai end point

berwarna biru

- Tiap ml 0,1 N Na°H sebanding dengan 33,07 mg Fu­

rosemida

3.1 .3. Identifikasi kualitatif PVP K-17

Pemeriksaan kualitatif yang dilakukan meliputi :

- Pemeriksaan secara organoleptis

- Pemeriksaan dengan reaksi warna menurut Farmako-

pe Indonesia edisi III

Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan pustaka

( 31 ) .

3 *2 . Pembuatan dispersi solida Furosemida - PVP K-T7 PF

3 .2 ,1 Komposisi campuran Furosemida - PVP K-17 PF

Dispersi solida dibuat pada berbagai komposisi se -

bagai berikut :

Campuran Furosemida - PVP K-17 PF

Furosemida (%) PVP K-17 PF {%)

10 90

20 80

30 70

40 60

50 50

60 AO

70 30

80 20

(45)

3 .2 .2. Cara pembuatan dispersi solida

Dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF dibuat de-

ngan. metoda pelarutan :

-- Furosemida dalam jumlah tertentu dilarutkan dalam

metanol p .a. yang dipanaskan di atas hot plate ,

sambil diaduk terus dengan stirrer sampai larut.

- PVP K-17 PF dimasukkan kedalam larutan tersebut

dan diaduk terus sampai larut.

- Setelah itu metanol diuapkan sampai agak pekat ,

dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan de -

ngan memakai udara mengalir sambil terus diaduk .

- Massa padat yang terjadi dimasukkan ke dalam ek -

sikator harapa selama 2A jam, kemudian digerus ha-

lus dan diayak dengan pengayak 70 mesh.

3 .3. Pemeriksaan dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF

3.3,1 . Pemeriksaan kromatografi lapis tipis ( TLG)

Sampel dispersi solida dilarutkan dalam metanol la-

lu ditotolkan pada lempeng silika gel tipe F25A de­

ngan tebal 0,25 mm, sebagai eluen digunakan metanol

Etil asetat dan Amonia pekat dengan perbandingan =

10 : 80 ; 10, lalu dilakukan eluasi .

Sebagai pembanding digunakan substansi Furosemida ,

(46)

3.3.2. Pemeriksaan dengan " Differential Scanning Calori­

meter »' (DSC)

Sampel sistem dispersi solida Furosemida - PVP

K-17 PF dari setiap komposisi yang dibuat, masing-

masing ditimbang 6 mg dan dimasukkan ke dalam sam­

pel pan lalu ditutup.

Sel sampel"S" dan sel kosong "R" diletakkan ke da­

lam 11 sample holder " lalu alat dipanaskan.

Perubahan sampel selama pemanasan direkara.

Titik leleh sampel dihitung dengan cara menentukan

titik perpotongan antara garis singgung dengan ga­

ris dasar ("base line") . Pemeriksaan ini juga di -

lakukan terhadap campuran fisis FurOsemida - PVP

K-17 PF.

3 J* • Penentuan laju disolusi

3 A .1 . Pembuatan media disolusi

Cairan media disolusi adalah cairan lambung buatan

tanpa pepsin, yang dibuat dengan cara melarutkan 2

Cjram natrium klorida dalam 7 ml asam klorida 37 %,

kemudian ditambah air suling sampai 1000 m l .

PH larutan lebih kurang 1,2,

3 J* *2, Pembuatan larutan baku induk Furosemida

Dibuat larutan baku induk Furosemida 50 mg/L, de -

ngan melarutkan 50,0 mg Furosemida yang ditimbang

teliti, ke dalam 50 ml metanol . Kemudian ditambah

(47)

3.4.3, Pembuatan larutan baku kerja Furosemida

Dari larutan baku induk tersebut, dibuat larutan

baku kerja Furosemida dengan kadar 0,5 ; 1 ; 1,5 ;

2 ; 3 ; k ; 5 ; 6 ; 7,5 ; 10 mg/L, dengan cara

mengencerkan larutan baku induk dengan media diso­

lusi sampai volume tertentu.

3,4*4. Penentuan pan.jang gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan

" Spectrophotometer Double Beam " pada panjang ge­

lombang antara 2 6 0 - 275 nm , dengan menggunakan

larutan baku kerja 5 dan 10 mejL . Tiap kadar dila­

kukan pengamatan nilai absorpsi . Dan dari hasil

pengamatan a J, feu at tabel dan kurva nA.Xa.t. absorpsi

versus panjang gelombang. Maka dapat diketahui

panjang gelombang maksimumnya.

3.4.5. Pembuatan Kurva baku

Kurva baku dibuat dari larutan baku kerja Furose -

mida dengan kadar : 0 , 5 ; 1 ; 1 * 5 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5

6 ; 7,5 » 10 msr/L > yang diamati pada panjang ge -

lombang maksimumnya. Sebagai blanko digunakan me -

dia disolusi . Dari hasil pengamatan tersebut dibu­

at kurva nilai absorpsi terhadap kadar Furosemida.

3 .4.6 . Penentuan la.ju disolusi

- Dimasukkan 900 ml media disolusi ke dalam bejana

(48)

biar-kan sampai suhu medium disolusi menjadi 37 +.0,5° Celcius .

- Masukkan sampel yang setara dengan 40 mg Furose -

mida ke dalam bejana disolusi .

- Paddle diputar dengan kecepatan yang dipertahan -

kan konstan 100 rpm.

- Cuplikan d.iambil s»b»«ysk 5 nl pada

»'» : 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ; 15 ; 20 ;

30 j 45 } 60 ; 90.

- Selanjutnya kadar Furosemida ditentukan dengan

spectrophotometer pada panjang gelombang raaksi

mumnya, sebagai blanko digunakan media disolusi .

Penentuan laju disolusi dilakukan terhadap substan­

si Furosemida, campuran fisis, dan dispersi solida

Furosemida - PVP K-17 PF . Hasil yang didapat digam™

barkan dalam kurva kadar Furosemida terlarut terha­

dap waktu.

3i4: .7. .Fiftnentuan la.ju disolusi Furosemida dalam larutan

PVP K-17 PF - Media disolusi

Ditimbang sejumlah tertentu PVP K-17 PF yang setara

dengan PVP K-17 PF dalam dispersi solida pada kom -

posisi 10 : 90, 50 : 50, 80 : 20, kemudian dilarut-

kan dalam 900 ml media disolusi, kemudian dimasuk -

kan kedalam bejana disolusi , Selanjutnya dimasukkan

40 mg Furosemida kedalam bejana disolusi, dan Pad.le

diputar dengan kecepatan yang dipertahankan konstan

100 rpm. Dan cuplikan diambil 5ml setiap waktu ter­

(49)

A , Penentuan Kelarutan ( k )

Ditimbang sejumlah tertentu substansi Furosemida, kemu­

dian dimasukkan ke dalam bejana disolusi yang berisi

900 ml media disolusi. Suhu dipertahankan konstan pada

37 +. 0,5 °C, dan kecepatan pengadukan dipertahankan kon

stan pada kecepatan 100 rpm, Sampel diambil pada waktu-

waktu tertentu, sehingga didapatkan kadar yang konstan.

5* Pengolahan dan analisa data

Dari hasil penentuan laju disolusi substansi Furosemi -

da, dispersi solida dan campuran fisis Furosemida - PVP

K-17 PF, dihitung harga efisiensi disolusinya dengan

membandingkan dengan harga solubility substansi Furose­

mida ( 2 7 ( 2 8 ) *

Selanjutnya harga efisiensi disolusi tersebut dibanding

kan satu dengan yang lain untuk melihat apakah ada per-

bedaan yang bermakna mmggijp^kan metoda statis

-tik. Metoda statistik yang digunakan adalah Malisis

variasi dengan rancangan acak lengkap atau n Analysis

of Variance pro Completely Randomized Design ,! ( Anova

pro CRD ) « Kemudinn untuk mengetahui besamya perbedaan

tersebut dilanjutkan dengan uji Honestly Significant

(50)

HASIL PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

hasil sebagai berikut :

1 . Identifikasi bahan penelitian Furosemida dan PVP K17PF

1 .1 . Identifikasi kualitatif Furosemida

Tabel I

H a r i l I d e n t i f i e r . ! k u a l i t a t i f F u r o s e m i d a

BAB IV

Pnmorj ,kSf?nn Hasil Pustaka

1 , Organolep 3 ^rb"l' ptt-H]',. ; y

tis jjr-'r- , M lrr nrr''-> t- •* H :J’fW '* * v

h'i" ^ ■>)» ba1’ ;r.

( n ,i<? ).

2 , Iteakst war

na :

-- Lieber

Warna kuning

Warna hitam

warna kuning

w a m a hitam

mann's ( 1 2 ).

3 . Spektra IR 11*0,1(^,1560, 1 1 4 3 ,1 6 6 8 ,1 5 6 5.

(peak) 1 2^j0,1 590*1 260 12/(0,1590,1260

( 12 ) .

/, TI,-*-’ y\ T r 1 ^ ^ 0 7 0 r. r^r- n (;

(51)

gambar 7. spektra infra merah dari Furosemida.

Wiivclmj'tti

? U 7 8 M 10 1 1 1 2 1 3 1J !.'

W;ivcnurnl>ci

gambar 8 . spektra infra merah dari Furosemida

(52)

1 #2 . Identifikasi kuantitatif Furosemida

Dari analisa kuantitatif dengan menggunakan me­

toda volumetri, kadar rata - rata dari Furosemida a-

dalah 98,97 %• Sedangkan persyaratan yang tertera di

Farmakope adalah tidak kurang dari 98,0 % dan tidak

lebih dari 101,0 %, Jadi Furosemida tersebut meme -

nuhi persyaratan (11 ) .

1 „3. Identifikasi kualitatif PVP K-17 PF

I • III 1 • 1 II' ' > > *» • 11 • i i fiii ..i <

1 , Organolep Serbuk puti.h,ti serbuk putih,ti

tis dak berbau dan dak berbau dan

berasa, higros berasa, higros

kopis kopis (11,31).

?.. Reaksi war

ua :

odium . warna merah co warna merah co

klat klat

- K2Cr20? endapan jingga endapan jingga

dan HC1

-Ammonium warna biru muda warna biru muda

(53)

Tr

an

sm

iss

ion

(%

)

• Pemeriksaan dengan spektra Infra merah

Spektra yang dihasilkan identik dengan spektra

yang terdapat di dalam pustaka (gambar9 dan 10)

gambar Q . spektra infra merah dari PVP K-17 PF

gambar 1 0 , spektra infra merah dari PVP menurut

(54)

2 ♦ Pemeriksaan dispersi solida Furosemida - PVP .(-17 PF

2 *1 . Pemeriksaan kromatografi lapis tipis ( .

Pemeriksaan kromatografi lapis tipis (KL-\) untuk ma-

sing - masing komposisi dispersi solida Furosemida-

PVP K-17 PF menunjukkan satu noda denga’i harga Rf

yang sama yaitu : 18,75 (gambar 11 dan *2) .

gambar 11 Kromatogram dari Fcrosemida dan sistem

dispersi solida Furosemida-PVP K-17 PF

Keterangan : F = Substansi Furosemida

A = Furosemida : PVP K-17 PF = 10 : 90

B = Furosemida : PVP K-17 PF = 20 : 80

C = Furosemida : PVP K-17 PF = 30 : 70

D = Furosemida : PVP K-17 PF * AO : 60

E = Furosemida : PVP K-17 PF = 50 : 50

Eluen : Ammonia : Etil asetat r Meta

-nol = 10 : 80 : 10 (sistem TG)

(55)

gambar 12 Kromatogram dari Furosemida dan sistem

dispersi solida Furosemida-PVP K-17 PF

Keterangan : F ■* Substansi Furosemida

G = Furosemida : PVP K-17 PF = 60 : 40

H « Furosemida : PVP K-17 PF - 70 : 30

I = Furosemida : PVP K-17 PF = 80 : 20

J = Furosemida : PVP K-17 PF = 90 : 10

Eluen : Ammonia : Etil asetat : Meta

-nol = 10 : 80 : 10 (sistem TG)

Penampak noda : Van Urk reagent

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa secara Kro -

matografi lapis tipis tidak terjadi peruraian pada

(56)

2 ,2. Pemeriksaan dengan " Differential Scanning Calori -

meter » (DSC)

Pemeriksaan dispersi solida Furosemida - PVP K-17PF

dengan DSC menunjukkan hasil yang berbeda dengan

campuran fisisnya.

Sebagai contoh adalah termogram DSC dispersi solida

dan campuran fisis Furosemida - PVP K-17 PF pada

komposisi = 9 0 : 10.

--- ► T(°C)

gambar 13 termogram DSC dispersi solida

(57)

Termogram DSC dispersi solida Furosemida - FVP K-1.7'

PF menunjukkan tidak adanya puncak titik leleh, se~

dang pada termogram DSC campuran fisis Furosemida

- PVP K-17 PF menunjukkan adanya puncak titik le -

leh

,

--- » T(°C)

(58)

--- » T (°C )

(59)

dH dt

■* T (°C )

(60)

; iui| 0( * H f t ?; t

■* T (°C )

gambar 1 7 : Termogram D S C dispersi solida

(61)

dH dt

CHARI Dt-ri.PX

■» T ( ° C )

gambar 18 : Termogram DSC dispersi solida Furosemida-

(62)

i

* T (°C )

gambar 1 9 : Termogram DSC dispersi solida Furosemida -

(63)

dH dt

*>'T (°C )

(64)

♦ T (°C )

(65)

--- » T ( ° C )

gambar 22 : Termogram DSC dispersi solida Furosemida-

(66)
(67)

--- v T (°C )

gambar ZU- : Tfermogram DSC dispersi solida Furosemida-

(68)

---* T ( ° C )

gambar 25 : Termogram DSC dispersi solida Furosemida

(69)

3 • Penentuan la,1u dlsolusl

3 ,1 . Penentuan pan.jang gelombang maksimum

Pengukuran panJang gelombang maksimum larutan Furo­

semida dalam media disolusi menghasilkan « 270nm

(gambar 26) .

TABEL III

Nilai absorpsi larutan Furosemida

pada berbagai pan jang gelombang.

Pan Jang gelombang

(nm)

Nilai absorpsi pada kadar

5 mg/L 10 mg/L

260 0,210 0,400

262 0,230 0,455

264 0,260 0,510

266 0,270 0,560

2 6 8 0,300 0,595

269 0,305 0 , 6 1 0

270 0,310 0,615

271 0,305 0 , 6 1 0

272 0,300 0,595

273 0,300 0,575

274 0,290 0,545

275 0,280 0,510

3.2, Pembuatan kurva baku

Kurva baku dibuat dari larutan Furosemida dalam me­

dia disolusi dengan 10 macam kadar yang diamati pa­

(70)

ni

la

i

a

b

s

o

r

p

s

i

0, 6 J

0,5

0,4

0,3

0 , 2

260 265

I I

270 275

* A (nm)

gambar 26. Kurva absorpsi terhadap panjang gelombang

dari larutan Furosemida.

Keterangan : i : Kadar 5 mg/L

(71)

TABSL IV

Nilai absorpsi larutan Furosemida dari berbagai

kadar yang diamati pada panjang gelombang mak -

simum 270 nm .

Kadar (mg/L) laru -

tan Furosemida . Nilai absorpsi

0,514 0,032

1 ,028 0,060

1 ,542 0,090

2,056 0,120

3,084 0,180

4,112 0,235

5,140 0,300

6,168 0,355

7,710 0,440

(72)

ni

la

i

a

b

s

o

r

p

s

i

--- » Kadar larutan Furosemida (mg/L)

gambar 27. Kurva absorpsi terhadap kadar larutan Furose -

(73)

3 .3. Penentuan la.ju disolusi dispersi solida Furosemida -

FVF K-17 PF ,

Hasil penentuan laju disolusi substansi Furosemida ,

dispersi solida dan campuran fisis Furosemida - PVP

K-17 PF dapat dilihat pada tabelV sampai tabel XXF.T.I

dan gambar 28 sampai gambar 37,

Sedangkan hasil penentuan laju disolusi substansi

Furosemida dalam larutan PVP K-17 PF - media disolu­

si dapat dilihat pada tabel XXIV dan gambar 3B .

A . Penentuan keXayufr&ft substansi Furosemida .

Hasil penentuan solubility substansi Furosemida dalam

media disolusi dapat dilihat pada tabel .

5. Anallsa data .

Hasil p^rhitungan harga efisiensi disolusi dan analisa

statistik ANQVA pro CHD harga efisiensi disolusi dari

substansi Furosemida, dispersi solida dan campuran fi­

sis Furosemida - PVP K-17 PF pada berbagai komposisi ,

(74)

T A B E L V

K a d a r F u r o s e r a i d a t e r l a r u t ( m g / L ) d a l a m u j i d i s o l u s l s u b -s t a n -s i F u r o -s e m i d a ..

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut (mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 0,83 0,662 0,662 0,662 0,497

5 1,49 0,832 0,832 1 ,328 0,830

7,5 1,67 1,664 1,664 1,667 1,332

1,0 1,68 1,673 2,169 1,667 1,836

15 2,68 3,01 2,678 2,016 2,507

20 2,69 3,02 2,857 3,02 2,687

30 2,99 3,70 3,702 3,037 3,£>33

45 5,37 4,22 4,716 3,385 3,712

60 6,24 5,40 5,76 4,231 4,375

(75)

TABEL VI

Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sis-

tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada

kompo-sisi 90 : 10

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut (mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 7,47 6,29 6,29 8,83 10,53

5 12,03 9,88 8,52 8,19 12,05

7,5 1 4,65 13,45 12,75 11,63 13,82

10 1 4,74 15,23 14,70 14,71 14,75

■1 5 15,68 1 6, 68 15,98 1 6 , 6 8 16,03

20 17,15 16,44 19,87 1 8 , 7 8 1 6 , 8 1

30 23,72 24,23 24,71 21,09 1 a,2B

45 28,15 29,03 28,65 26,37 ■ 19,53

60 30,38 33,37 32,79 29,81 21,36

(76)

TABEL VII

Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sis-

tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo-

sisi 80 : 20

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut (mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 7,47 6,79 4,97 3,97 7,81

5 11 ,58 9,89 8,18 6,97 12,71

7,5 12,09 12,76 13,03 1 3,07 15,0

10 1 A, 21 15,22 15,20 17,20 16,28

15 17,49 17,03 20,91 19,20 18,90

20 18,626 19,99 23,61 21,88 21,77

30 20,11 22,51 2 6 , 1 2 23,723 23,78

'*5 30,04 28,13 30,95 28,33 32,19

60 31,93 33,49 32,68 31,95 36,30

(77)

TABEL VIII

Kadar Furosemida terlarut (mg/L1) dalam uji disolusi sis-

J;.2m dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo-

sisi 7 0 : 30

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut [mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 6,79 5,63 7,47 8,15 4,1 4

5 12,36 11,67 11,58 12,71 9,36

7,5 17,06' 16,19 16,36 16,56 11,62

10 20,03 21,74 18,81 18,14 15,20

15 22,38 25,445 21,64 20,64 19,19

20 27,48 32,40 28,34 27,80 23,61

30 31,62 38,25 32,48 32,82 29,59

45 34,3 40,66 35,09 36,42 33,22

60 36,43 41,69 38,17 39,04 37,18

(78)

TABEL IX

Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sis-

tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo-

sisi 6 0 : 40

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut. (mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 7,81 8,15 6,29 6,79 6,29

5 13,22 14,08 10,21 13,39 11,57

7,5 16,89 18,05 14,47 16,55 14,48

1° 22,28 21,94 17,29 20,89 19,49

15 25,65 24,13 21,82 23,77 22,36

20 32,72 30,83 27,44 31,48 27,10

30 34,29 34,63 33,14 33,57 33,15

45 38,58 38,92 36,21 38,03 35,36

60 39,14 40,88 39,01 39,45 37,30

(79)

T4BEL X

Kadar Furosemida terlarut (mg/L) dalam uji disolusi sis-

tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada korapo-

sisi 5 0 : 50

Kadar Furosemida terlarut (mg/L)

n aKuU

(menit) Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 8,49 7,64 6,95 9,51 6 , 6 2

5 13,05 15,28 14,08 22,20 12,37

7,5 19,94 20,47 22,01 22,20 16,375

10 22,99 24,51 25,38 24,52 21,23

15 29,49 31,07 31,06 31,60 24,10

20 34,16 36,04 34,02 33,51 33,05

30 38,46 40,57 39,71 39,71 36,99

/,5 42,13 42,56 42,51 42,52' 38,92

60 42,70 43,62 44,47 44,48 42,25

(80)

TABEL XI

Kadar Furosemida terlarut (mg/L1) dalam uji disolusi sis-

tem dispersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pada kompo-

sisi 4o : 6 0’

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut (mg/L)

Replikasi

1 2 3 4 5

2,5 13,79 15,07 14,38 10,96 12,33

5 18,18 18,01 16,86 15,13 1 6 , 1 6

7,5 23,45 23,45 23,10 22,21 19,47

10 25,31 25,80 25,62 24,41. 23,03

15 32,0 31,32 31,31 31,09 29,0

20 34,96 34,62 34,25 34,57 33,15

30 40,46 39,95 36,29 32,9 9 36,22

45 42,93 42,41 42,2* 42,53 40,76

60 44,55 44,55 44,51 44,49 42,36

(81)

TABEL XII

Kadar Furosemida terlarut (mg/Lf) dalam uji disolusi sis-

tem dlspersi solida Furosemida - PVP K-17 PF pa&a kompo-

sisi 30 : 70

W aktu

(menit)

Kadar Furosemida terlarut. (mg/L)

Replikasi l

1 2 3 4 5

2,5 ; 119,79 15,17 17,93 16,95 113,69

5 23,20 21,63 22,17 21,64 18,18

7,5 25,92 24,82 24,36 24,35 22,59

10 29,51 28 ,.44 28,97 28,79 27,18

15 31,58 31,02 31,39 31,38 32,53

20 34,70 34,31 34,67 33,97 36,99

30 39,67 37,91 40,36 39,83 39,79

45 42,68 42,27 42 ,.66- 42,64 41,74

60 . 44,64 43,71 44,62: 44,60 42,83

Gambar

TABEL HX . Hasil Identifikasi kualitatif Furosemida alamsn..........  33
gambar 1 . Iengaruh ukuran partikel terha -
gambar 2. Pada pemberian fenesetina dalam berbagai rna
gambar k. Laju disolusi Sulfamethoxazole dalam ber­
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perdagangan internasional berkaitan erat dengan transaksi pembayaran, sebagai akibat adanya berbagai macam transaksi ekonomi, seperti jual beli barang dan jasa, pemberian

Fokus Masalah maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : Usaha Guru pendidikan agama Islam dan Kepala Sekolah dalam membina nilai-nilai

Dengan pandangan dari ranah psikologi mengenai kondisi Laura, dan dengan teori semiotika dari Roland Barthes untuk membaca karya dari self-portrait Laura, maka

 Sekretariat Daerah Kota dipmpin oleh Sekretaris Daerah Kota yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota.. Pengkoordinasian perumusan kebijakan

4.9.2 Menyusun teks information report lisan dan tulis, sangat pendek dan sederhana, terkait topik yang tercakup dalam mata pelajaran lain di Kelas IX, dengan

Disamping itu, sangatlah penting untuk mengetahui pengaruh kebijakan penetapan harga dalam meningkatkan volume penjualan sepeda motor merek Honda pada PT.Daya Anugrah Mandiri..

Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen keadaan- keadaan yang relatif akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras dan kasar yang khas atau

Penelitian ini menggunakan variasi pelarut dengan penambahan akuades untuk melihat pengaruhnya pada hasil ekstraksi tanin dari daun Averrhoa bilimbi..