• Tidak ada hasil yang ditemukan

Special Meeting on Irregular Migration

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Special Meeting on Irregular Migration"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean

Harapan Baru Krisis Kemanusiaan Rohingya atau Formalitas Tuntutan Dunia ? Winda Noviana

14010413120040

Pendahuluan

Peningkatan arus migrasi yang lain daripada biasanya melalui Bay of Bengal telah menimbulkan beberapa permasalahan. Meski peningkatan migrasi ini bukan isu baru, melainkan telah berlangsung selama beberapa tahun ke belakang, sebuah pertemuan khusus diskusi penyelesaian masalah ini baru akan diadakan pada 29 Mei mendatang. Disponsori oleh Thailand, negara-negara terdampak arus migrasi yang selama ini bersikap anteng-anteng saja, kini mencoba disatukan dalam sebuah forum guna menyelesaikan atau paling tidak memunculkan solusi bagi masalah yang semakin hari semakin menarik perhatian dunia. ASEAN sebagai organisasi intra Asia Tenggara diharapkan memegang andil terkait anggotanya: Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Indonesia yang berhadapan face to face

dengan pokok permasalahan.1 Pertemuan mendatang adalah hasil pertimbangan akan tuntutan

yang meluas dari dunia internasional mengenai banyaknya permasalahan yang ditimbulkan oleh hal di atas. Permasalahan terbesar yang dihadapi kini adalah krisis kemanusiaan. Banyak diketahui kapal berisi asylum-seekers yang berasal dari Bangladesh dan Myanmar yang kemudian terdampar di negara bukan tujuannya atau karam di laut kedaulatan suatu negara. Atau dalam beberapa kasus seperti di Malaysia orang-orang ini tidak dikenali sebagai

asylum-seekers atau refugee, tetapi migran ekonomi.2 Dengan terjadinya seperti ini, maka tak

dapat dipungkiri bahwa peningkatan arus migrasi bukan lagi hanya permasalahan negara asal dan tujuan, namun juga negara-negara sekitarnya.

Pertemuan khusus semacam ini memang sering diadakan dalam situasi yang benar-benar mendesak dan terkait dengan kepentingan negara. Tetapi, apakah Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean di akhir bukan Mei mendatang mampu benar-benar memberikan solusi yang dibutuhkan adalah suatu pertanyaan penting. Solusi dibutuhkan terutama oleh etnis Rohingya sebagai pelaku sekaligus korban migrasi yang berujung pada krisis kemanusiaan atau bisa disebut juga sebagai korban krisis kemanusiaan di Myanmar, negara yang tidak mengakui kewarganegaraan dan mengkondisikan mereka untuk mau tidak mau bermigrasi keluar termasuk dengan migrasi via jalur laut yang dipermasalahkan.3

1 Carl Grundy-Warr dan Elaine Wong, “Sanctuary under a Plastic Sheet: The Unresolved Problems of Rohingya Refugees”, dalam IBRU Boundary and Security Bulletin (1997) hal.88

2 Chris Lewa, “Asia’s New Boat People”, dalam Forced Migration Review No. 30 - Burma's displaced people (Oxford, 2008) hal.42

(2)

Neo-realis memandang skeptis tentang Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean dalam menghasilkan kerjasama dan solusi yang merangkul antarnegara. Melainkan setiap negara dipastikan justru hanya akan mengutarakan kepentingannya yang terganggu dengan adanya permasalahan migrasi ini. Di dalam sistem internasional yang anarki, negara-negara memilih bertahan sebagai tujuan utamanya, bahkan cenderung memegang konsekuensi atas anarki yang ada. Jika dipandang dari neo-realisme maka kerja sama penyelesaian solusi adalah dimungkinkan adanya, meski sulit diraih dalam keberlanjutan tindakan pasca pertemuan khusus. Dikatakan sulit diraih karena negara akan tetap mempertahankan kepentingannya, kerja sama akan dilakukan apabila membawa keuntungan bagi national interest-nya. Dalam kasus ini adalah setiap negara akan tetap mempertahankan kedaulatannya daripada harus membuka perbatasan wilayahnya bagi

asylum-seekers yang mungkin justru akan membawa permasalahan lain di kemudian hari dan perdebatan berkepanjangan. Lagipula dibukanya perbatasan bagi asylum-seekers dirasa tidak membawa manfaat signifikan bagi negara bersangkutan. Meskipun dibukanya perbatasan adalah dalam rangka mencegah meluasnya dampak peningkatan arus migrasi terhadap kemungkinan krisis kemanusiaan regional.

Dengan skeptisme tersebut dilihat bahwa tidak akan ada tindakan yang benar-benar dilakukan negara pasca forum, apalagi sampai dengan tahap pembentukan institusi dan kamp pengungsian yang digadang-gadang mampu menyelesaikan masalah bagi migran Rohingya. Neo-realisme tidak meletakkan perhatian kepada institusi dan rezim internasional bagi suatu penyelesaian. Jika ditanyakan mengapa skeptisme merasuki peran institusi dan rezim bagi negara-negara, maka jawaban yang paling tepat adalah karena institusi dan rezim (yang apabila kemudian terbentuk) tidak akan mempunyai kekuasaan dalam menghukum penyeberang. Yang dimaksudkan di sini adalah jika kemudian dibentuk institusi lalu apa ? Toh negara yang melanggar ketentuan tidak akan mendapat hukuman, tidak ada yang membedakannya dari yang tetap menjalankan aturan. Negara adalah pemegang kekuasaan tertinggi, tidak ada yang bisa mengatur negara di atas negara. Bahkan jika negara keluar dari hasil forum, juga tidak akan ada yang mampu menindak, karena bagaimanapun juga alasan di balik penyeberangan adalah kepentingan negara sendiri dan tidak ada yang lebih penting dari

national interest. Kebimbangan atas penegakan kepentingan ini hanya akan dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan negara.

(3)

Irregular Migration in the Indian Ocean sebagai bentuk keinginan kerja sama solusi adalah benar adanya, di samping negara bertindak di dalamnya atas dasar kepentingannya masing-masing.

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean, pencegahan krisis keamanan regional

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean dengan Thailand sebagai tuan rumah, diikuti oleh 15 negara, di antaranya Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Australia, dan Amerika Serikat sebagai negara observer. Forum ini sebagai respon panggilan mendesak tingkat regional untuk secara komperhensif bekerja bersama-sama mengatasi peningkatan irregular migrasi melalui Bay of Bengal beberapa waktu ini berada di luar kebiasaan.4 Pertemuan juga diselenggarakan

sebagai respon atas kasus-kasus sebelumnya: penemuan kuburan massal di kamp human trafficking di hutan dekat perbatasan Malaysia oleh pemerintah Thailand, hubungan jaringan perdagangan manusia dengan migrasi etnis Rohingya korban konflik sektarian Myanmar, penemuan kapal-kapal berisi asylum-seekers asal Rohingya Myanmar dan Bangladesh yang karam dan terdampar di wilayah Indonesia dan Malaysia.

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean diharapkan menjadi sarana pembicaraan antarnegara dalam penemuan solusi atas kekhawatiran meluasnya krisis kemanusiaan yang dialami Rohingya sebelum berkembang menjadi krisis kemanusiaan regional.

Pertemuan khusus ini adalah respon Thailand menindaklanjuti penemuan kuburan massal, kerangka dan kamp-kamp perdagangan manusia pada awal Mei 2015.5 Penemuan

kamp yang terbesar diperkirakan mampu menampung 800-1000 orang, yang ditinggalkan dalam keadaan terburu-buru oleh migran asal Rohingya dan Bangladesh serta pihak-pihak penyelundup. Operasi terhadap kamp-kamp perdagangan manusia di hutan perbatasan Thailand-Malaysia yang dilakukan oleh pemerintah Thailand menciptakan ketakutan bagi para pelaku perdagangan manusia, sehingga banyak dari mereka yang takut tertangkap kemudian meninggalkan kamp dan kapal-kapal yang berisi korban perdagangan begitu saja, menyisakan para migran terlantar di tengah hutan atau terombang-ambing di tengah lautan.6

Para migran terlantar ini mengalami kekurangan makanan, air, fasilitas kebersihan dan kesehatan yang memadai, banyak darinya ditemukan meninggal, kelaparan, dehidrasi dan terjangkit penyakit.7 Yang lebih memprihatinkan adalah kenyataan bahwa mereka

terombang-ambing tanpa tujuan destinasi yang jelas. Sementara yang kemudian dapat dilakukan negara

4 Song Miou, “Thailand to Host Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean”, XinhuanetNews, diakses dari http://news.xinhuanet.com/english/2015-05/12/c_134232824.htm, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 8.33

5 Max Constant dan Ainur Romah, “Thai Officials Find Largest Human Trafficking Camp Yet”, Anadolu Agency, diakses dari http://www.aa.com.tr/en/news/508724--thai-officials-find-largest-human-trafficking-camp-yet, pada tanggal 14 Mei 2014 pukul 11.23

6 Jocelyn Gecker, “How Southeast Asia has Created its Own Humanitarian Crisis”, Hearst Seattle Media, diakses dari

http://www.seattlepi.com/news/world/article/How-Southeast-Asia-has-created-its-own-6260224.php#photo-7966102, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul

11.16

(4)

penemu kapal migran adalah mengembalikan mereka kembali ke lautan8, kecuali apabila

kapal tersebut kemudian karam.9

Saat dunia internasional peristiwa-peristiwa tersebut, tekanan mulai dilancarkan ke negara-negara Asia Tenggara sebagai wilayah yang terkait langsung krisis kemanusiaan yang terjadi. The ASEAN Parliamentarians for Human Rights mendorong kesepuluh anggota ASEAN untuk mengesampingkan kebijakan non-intervensi yang menjadi dasar justifikasi penghindaran diskusi isu Rohingya, yang dianggap memburuk karena kegagalan ASEAN mengambil tindakan mencegah meningkatnya krisis yang dapat berefek kepada seluruh region.10 Myanmar sebagai negara asal konflik sendiri didesak oleh PBB untuk memberi

Rohingya akses kewarganegaraan yang sama dan mengambil tindakan atas kekerasan yang dilakukan Buddhist kepada Muslim di sana.11 Tentang masalah migran di lautan, PBB

mengundang negara-negara ASEAN untuk memakai kekuatan maritimnya untuk menemukan dan menyelamatkan mereka.12 Sementara The International Organization for Migration

(IOM) memanggil pemerintah negara Asia Tenggara untuk menyelamatkan ribuan migran yang terjebak di lautan dan beresiko kematian.13 Kemudian UNHCR menarik negara-negara

Asia Tenggara untuk membuka perbatasannya dalam rangka penyelamatan ribuan orang yang terkatung-katung di kapal-kapal perdagangan manusia antara Laut Andaman dan Selat Malaka.14

Formalitas Tuntutan Dunia dan Kepentingan Nasional, bukan Solusi

Lalu apakah dengan dilangsungkannya Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean akan memberi solusi bagi penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya, serta memunculkan harapan baru bagi penyelesaian dampak konflik berkepanjangan tersebut ?

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean sendiri adalah suatu bentuk kerja sama positif antarnegara dalam upaya menghasilkan solusi. Namun jika dilihat lebih lanjut, yang dimunculkan justru lebih banyak skeptisme atas kerja sama ini. Mengapa ? Pertama-tama ada dua dasar alasan mengapa Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean tidak dapat dijadikan tonggak penyelesaian solusi.

8 Danish Immigration Service, Rohingya Refugees in Bangladesh and Thailand, Danish Immigration Service, Kopenhagen, 2011, hal.47

9 M. Jegathesan, “Misery for Migrant Boats Denied Safe Havem in South-East Asia”,

Seychelles News Agency, diakses dari

http://www.seychellesnewsagency.com/articles/2927/Misery+for+migrant+boats+denied

+safe+haven+in+South-East+Asia, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 11.19

10 Eileen Ng, “Southeast Asian Leaders Urged to Act on Rohingya Crisis”, The Philippine Star, diakses dari http://www.philstar.com/world/2015/04/22/1446920/southeast-asian-leaders-urged-act-rohingya-crisis, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 8.53

11 Ibid

12 Steve Herman, “SE Asia Nations Rebuff Calls to Rescue Stranded Boat People”, VOA News, diakses dari http://www.voanews.com/content/se-asian-nations-rebuff-calls-to-rescue-stranded-boat-people/2765612.html, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 9.07

13 “Migration Organisation IOM Calls on S-E Asian Govts to Rescue Thousands Stranded at Sea”, The Straits Times, diakses dari http://www.straitstimes.com/news/asia/south-east-asia/story/intergovernmental-organisation-iom-calls-southeast-asia-rescue-thous, pada tanggal 14 Mei 2015 pukul 9.11

14 “UNHCR Urges South East Asian Governments to Prioritize Saving Lives Amid Reports that Thousands Adrift in Region’s Water”, UNHCR Site, diakses dari

(5)

Poin pertama, negara-negara peserta pertemuan akan lebih banyak mengungkapkan kepentingan nasionalnya dalam masalah ini. Misalnya Indonesia dan Malaysia akan mengungkapkan permasalahan wilayah laut mereka yang dilintasi para kapal migran dan bagaimana kerugian mereka atas hal tersebut. Sehingga skeptisme tentang kemungkinan

ending negara-negara akan secara terbuka membuka perbatasannya dirasa terlalu memaksa, apalagi menyangkut hal kedaulatan teritorial.15 Di dalam poin ini menjelaskan alasan

mengapa negara akan lebih banyak mengungkapkan kepentingannya. Yang pertama, seperti dijabarkan di atas, kedaulatan adalah prioritas utama, tidak mungkin negara merelakan kepentingan nasional dalam menjaga dan mempertahankan batas wilayahnya untuk mengatasi permasalahan yang bahkan solusi institusionalnya pun belum jelas. Yang kedua, tidak ada alasan tepat mengapa negara harus membuka perbatasan. Jika alasan kemanusiaan yang dijadikan landasan utama16, tetapi yang terjadi selanjutnya adalah permasalahan lain

mengikuti, (misal negara penampung mau tidak mau mengeluarkan biaya tidak sedikit dalam bantuan ini, masalah kewarganegaraan Rohingya yang stateless, kemungkinan gesekan dengan penduduk asli negara tersebut, dan lain-lain), maka apakah masih harus negara mengorbankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya demi permasalahan yang lebih besar dan kompleks di kemudian hari.

Poin kedua, skeptisme tentang keberlanjutan hasil Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean sendiri. Tidak ada yang lebih berkuasa dari aktor negara, jadi tak ada pula yang mampu memaksa negara untuk mematuhi, mengikuti hasil dari pertemuan ini. Jika lebih banyak merugikan seperti poin pertama, maka negara pasti akan menyimpang dari hasil yang disepakati bersama. Tidak adanya kekuasaan institusi dalam menghukum penyeberang adalah alasannya. Bisa dibilang pertemuan semacam ini hanyalah sekedar agenda talk-shop tanpa implementasi tetap yang mampu memaksa anggotanya.

Skeptisme tak hanya datang dari sisi forum pertemuan mendatang. Dari apa yang dipahami dalam regional Asia Tenggara selama ini, timbul hal-hal yang semakin mendukung pemikiran neo-realis ini. Analisis yang akan dikemukakan adalah hasil penilikan historikal dan struktur regional Asia Tenggara.

Pertama, norma non-intervensi. Prinsip non-intervensi termasuk ke dalam apa yang dinamakan dengan ASEAN ways. Negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN sejak awal berdirinya menganut prinsip tersebut sebagai dasar interaksi antara mereka. Dalam menyikapi konflik Rohingya-pun negara ASEAN tidak bisa sembarangan mengambil keputusan, kedaulatan adalah sesuatu yang sangat dihargai dalam regional ini. Mencampuri terlalu dalam urusan suatu negara berarti melanggar norma non-intervensi ASEAN ways. Meski norma non-intervensi sendiri dianggap sebagai penyebab tidak segera selesainya konflik yang dampaknya mulai menyebar keluar Myanmar dan mempengaruhi anggota region lain seperti agenda Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean mendatang, negara-negara diperkirakan akan tetap kekeh dalam pendiriannya. Tetap

(6)

mengutamakan non-intervensi, memberi solusi dan bantuan sebatas apa yang secara minimal bisa dilakukan, tertahan di batas prinsip yang mereka anut.

Kedua, pengalaman kemunduran iktikad baik. Beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia dahulu pernah menyatakan keterbukaan perbatasannya bagi asylum-seekers korban konflik sektarian Rohingya Myanmar. Keadaan ini berbalik dibandingkan yang saat kini terjadi. Contohnya dengan melihat apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia dalam menghadapi kapal migran yang masuk ke wilayahnya, yaitu mengembalikan mereka ke lauatan (setelah memberi bantuan makanan, air, obat-obatan secukupnya) meski tahu bahwa muatan kapal tersebut adalah orang-orang yang ditinggalkan kru dan penyelundup sehingga mereka buta akan tujuan destinasi sebenarnya. Apa yang dilakukan kedua negara adalah bukti kemunduran iktikad baik yang pernah mereka kemukakan jauh sebelumnya. Penarikan iktikad baik tentu berlangsung atas dasar pertimbangan panjang plus minus bagi kepentingan negara. Melihat pengalaman tersebut, maka rasa-rasanya kemungkinan sangat kecil bagi negara-negara untuk merubah sikap nyaris 180 derajat atas apa yang telah mereka praktikkan selama ini.

Ditambahkan, posisi negara-negara yaitu tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap pengurusan masalah kapal-kapal yang ditinggalakan. Seperti dikatakan David Hammond, seorang ahli hukum maritime asal Inggris: “If a [ship] master abandons his vessel and in this case with migrants or trafficked persons onboard, and if that vessel is flagged and the master known, the flag state has primacy to bring that individual to account”.17

Kesimpulan

Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean terselenggara sebagai formalitas menjawab tuntutan dunia, namun tidak memberi solusi berarti bagi harapan baru krisis kemanusiaan Rohingya. Negara adalah aktor utama yang bertujuan bertahan dalam sistem internasional dengan jalan mendahuluan kepentingan nasional dan kedaulatannya sendiri. Kerja sama dalam forum mendatang adalah bentuk perpanjangan upaya negara memperjuangkan kepentingannya, bukan pencarian solusi permasalahan bersama, bahkan meskipun tantangan perluasan krisis kemanusiaan menjadi regional menghadang di kemudian hari. Analisis historikal dan regional Asia Tenggara juga berkontribusi penyimpulan skeptisme akan Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean sebagai jalan solusi.

Daftar Pustaka

(7)

Warr, Carl Grundy dan Elaine Wong. 1997. “Sanctuary under a Plastic Sheet: The Unresolved Problems of Rohingya Refugees”, IBRU Boundary and Security Bulletin, hal.88

Lewa, Chris. 2008. “Asia’s New Boat People”, Forced Migration Review No. 30 - Burma's displaced people, hal.42

Parnini, Syeda Naushin. 2012. “Non-traditional Security and Problems of Rohingya across the Bangladesh-Maynmar Borders”, British Journal of Arts and Social Sciences, Vol.5, No.2, hal.285

Miou, Song. 2015. “Thailand to Host Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean” http://news.xinhuanet.com/english/2015-05/12/c_134232824.htm, diakses tanggal 14 Mei 2015

Constant, Max dan Ainur Romah. 2015. “Thai Officials Find Largest Human Trafficking Camp Yet” http://www.aa.com.tr/en/news/508724--thai-officials-find-largest-human-trafficking-camp-yet, diakses tanggal 14 Mei 2014

Gecker, Jocelyn. 2015. “How Southeast Asia has Created its Own Humanitarian Crisis” http://www.seattlepi.com/news/world/article/How-Southeast-Asia-has-created-its-own-6260224.php#photo-7966102, diakses tanggal 14 Mei 2015

Danish Immigration Service. 2011. Rohingya Refugees in Bangladesh and Thailand. Kopenhagen: Danish Immigration Service.

Jegathesan, M. 2015. “Misery for Migrant Boats Denied Safe Havem in South-East Asia” http://www.seychellesnewsagency.com/articles/2927/Misery+for+migrant+boats+deni ed+safe+haven+in+South-East+Asia, diakses tanggal 14 Mei 2015

Ng, Eileen. 2015. “Southeast Asian Leaders Urged to Act on Rohingya Crisis” http://www.philstar.com/world/2015/04/22/1446920/southeast-asian-leaders-urged-act-rohingya-crisis, diakses tanggal 14 Mei 2015

Herman, Steve. 2015. “SE Asia Nations Rebuff Calls to Rescue Stranded Boat People” http://www.voanews.com/content/se-asian-nations-rebuff-calls-to-rescue-stranded-boat-people/2765612.html, diakses tanggal 14 Mei 2015

The Straits Times. 2015. “Migration Organisation IOM Calls on S-E Asian Govts to Rescue Thousands Stranded at Sea” http://www.straitstimes.com/news/asia/south-east-asia/story/intergovernmental-organisation-iom-calls-southeast-asia-rescue-thous, diakses tanggal 14 Mei 2015

(8)

Yhome, K. 2014. “The Bay of Bengal at the Crossroads: Potential for Cooperation among Bangladesh, India, and Myanmar”, Friedrich Ebert Stiftung, hal.7

Leider, Jacques P. 2014. “Rohingya: the name, the movement and the quest for identity”,

Referensi

Dokumen terkait

Dibawah ini adalah daftar harga obat peninggi badan tiens terbaru 2017, dimulai dari harga susu nhcp, zinc capsule dan spirulina capsule beserta review singkatnya..  Nutriens

1) Proses pembelian laptop dapat dilihat pada gambar 5.1 yang menunjukan latar belakang proses pembelian laptop yaitu adanya tugas kuliah, untuk hiburan, kinerja laptop

Metode Penelitian menggunakan metode Research and Development (R&D) dimana hasil tingkat kepuasannya pada skala Likert menunjukan nilai 65% atau rata-rata

PENGARUH PRODUK, HARGA, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN TAMU DI TASNEEM CONVENTION HOTEL

Maka muncullah berbagai topik lainnya, seperti training perubahan, training persiapan pensiun (MPP), training pencapaian target, pelatihan penjualan, pelatihan otak kanan,

Termasuk membuat aturan yang menegaskan bahwa perusahaan pengembang yang tidak melaksanakan penyerahan fasilitas umum dan pejabat yang menerbitkan Fatwa Planologi yang

Memahami hubungan Rasio Likuiditas yang terdiri dari: Current Ratio dan Cash Ratio dengan Rasio Profitabilitas yaitu dalam hal ini ROI yang... ditunjukkan oleh Tabel 1.1

Perhatikan gambar di atas: karena panjang batang AB tetap, maka proyeksi kecepatan titik A dalam arah AB sama dengan proyeksi kecepatan B dalam arah AB..