BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya administrasi kependudukan merupakan sub sistem dari
administrasi negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan
pembangunan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Sejalan dengan arah
penyelanggaraan administrasi kependudukan, maka pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil sebagai sub-sub sistem pilar administrasi kependudukan harus ditata
dengan baik agar memberikan manfaat dalam perbaikan pemerintahan dan
pembangunan. Berlakunya otonomi daerah yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dimana otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, pemerintah daerah dalam hal ini adalah
pemerintah daerah kabupaten/kota mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri.
Kependudukan dan catatan sipil merupakan salah satu urusan wajib
pemerintahan daerah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Pelayanan administrasi kependudukan yang terdiri dari
pendaftaran penduduk dan pelayanan pencatatan sipil merupakan sub bagian dari
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dijelaskan bahwa instansi pelaksana administrasi kependudukan
untuk wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang
berwenang memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap
penduduk atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. Dalam
menjalankan penyelenggaraan administrai kependudukan, maka peristiwa penting
kependudukan yang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian,
pengakuan anak, pengesahan anak dan lain-lain yang harus di catat ke dalam
pencatatan sipil harus ditata dengan sebaik-baiknya dalam bentuk pelayanan publik
kepada masyarakat. Kelahiran dan kematian merupakan peristiwa penting
kependudukan yang harus di lakukan pendataan dan menjadi bagian penting dalam
administrasi demi terselenggaranya administrasi kependudukan yang baik.
Pendaftaran kelahiran dalam pendaftaran penduduk di buktikan dengan adanya akta
kelahiran. Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan terhadap peristiwa
kelahiran seseorang. Jika seorang anak belum punya akta kelahiran maka secara de
jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak
yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta
tidak terlindungi keberadaanya.
Menurut Hatmadji dalam buku Lembaga Demografi FEUI (2007: 56),
masalah pendaftaran kelahiran di negara berkembang seperti Indonesia adalah
masalah kelengkapan (completeness) registrasi. Hal ini disebabkan karena penduduk
registrasi kelahiran dan penduduk tidak mengerti bagaimana menjawab pertanyaan
seperi tanggal kelahiran anaknya, umur ibunya, dan sebagainya.
Berikut adalah kutipan artikel mengenai masalah administrasi kependudukan
dalam pendaftaran kelahiran di Indonesia:
“Enam dari sepuluh anak di bawah usia lima tahun di Indonesia tidak diakui
keberadaannya secara sah oleh Pemerintah Indonesia. Anak-anak ini tidak memiliki identitas secara sah yang dituangkan dalam akta kelahiran. Padahal, akta kelahiran memiliki arti penting bagi eksistensi anak sebagai warga negara di muka hukum. Ironisnya, menurut data SUSENAS 2007, hanya 42 persen anak di bawah usia lima tahun (0-4 tahun) yang memiliki akta, sisanya 58 persen belum memiliki akta kelahiran. Dari 219 juta jumlah penduduk Indonesia (Supas 2005), 77,8 juta
diantaranya adalah anak-anak (0-18 tahun).” (Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Anak RI: 2009)
Berdasarkan kutipan artikel di atas dapat kita lihat bahwa peristiwa kelahiran
masih belum terdaftar secara baik dan seharusnya menjadi masalah penting yang
harus diatasi demi terselenggaranya administrasi kependudukan yang lebih baik.
Tidak adanya akta kelahiran berarti menunjukkan bahwa anak-anak tersebut belum
terdaftar kedalam administrasi kependudukan dalam bentuk pencatatan sipil.
Pendaftaran peristiwa kematian penduduk di buktikan dengan pengurusan
akta kematian. Kesadaran warga urus akta kematian masih rendah. Hal ini terkait
dengan minimnya pemahaman masyarakat mengenai fungsi akta kematian itu.
Padahal akta tersebut berhubungan erat dengan status hukum seseorang, baik hukum
privat maupun publik. Bahkan, beberapa tahun ke depan akta kematian akan menjadi
salah satu prasyarat penting bagi kepengurusan dokumen lain. Dari hasil observasi
sementara, baik dari lingkungan kelurahan maupun di kecamatan dan dari pihak
menerapkan pelayanan dalam penerbitan Surat Keterangan Lahir dan Surat
keterangan Kematian. Khususnya dalam penerbitan Surat Keterangan Lahir,
masyarakat di kecamatan Kebayakan belum memiliki kesadaran untuk segera
mengurus surat keterangan lahir secara tepat waktu. Masyarakat di Kecamatan
Kebayakan masih memiliki paradigma bahwa Surat Keterangan Lahir dan Surat
Keterangan Kematian tidak begitu penting sampai masyarakat benar-benar
membutuhkannya seperti dalam mengurus anak yang akan masuk sekolah dan
manfaat dari akta kematian bagi ahli waris diantaranya untuk mengurus penetapan
ahli waris, pensiunan, klaim asuransi, maupun persyaratan perkawinan bagi duda atau
janda. Pentingnya membuat akte kematian sebagai database perencanaan
pembangunan dan untuk melindungi hak-hak sipil warga.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka menarik untuk dikaji bagaimana
penerapan pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Aceh Tengah. Kajian
ini dirasakan perlu oleh karena pertimbangan bahwa fenomena-fenomena yang
nantinya ditemukan dalam penelitian ini akan menjadi bahan perbandingan ilmiah
bagi penelitian lebih lanjut di daerah-daerah lain serta sumber informasi realita
lapangan yang berharga bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal kajian
pelaksanaan kependudukan dalam lingkup otonomi daerah.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis akhirnya mengambil
fokus penelitian pada Kantor Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah dengan judul:
Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran Dan Kematian Pada Kantor Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah)”
1.2. Perumusan Masalah
Mengingat luasnya cakupan permasalahan dan juga untuk menghindari
kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini serta sesuai dengan judul dan latar
belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka penulis di sini membatasi
permasalahan hanya dalam konteks “Bagaimana Penerapan Pelayanan Surat
Keterangan Kelahiran dan Surat Keterangan Kematian pada Kantor Kecamatan
Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian berjudul “Penerapan Pelayanan Administrasi Kependudukan Bagi
Masyarakat (Studi Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran dan Kematian
Pada Kantor Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah)” ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana penerapan administrasi kependudukan dalam hal pelayanan
Surat Keterangan Kelahiran dan Surat Keterangan Kematian di Kantor Kecamatan
Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan dan
dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
1.4.2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna secara praktis dalam hal:
1. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber insprirasi bagi pimpinan
organisasi dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat.
2. Sebagai bahan tambahan referensi untuk penulisan karya ilmiah yang
berhubungan dengan pelayanan administrasi kependudukan di masa yang akan
datang.
1.5. Kerangka Teori
1.5.1. Pengertian Pelayanan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian pelayanan adalah suatu
usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Pengertian publik adalah sejumlah orang yang mempunyai kesamaan berfikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai
norma yang mereka miliki. Sehingga pelayanan publik bisa disimpulkan sebagai
suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan sejumlah
orang yang mempunyai kesamaan berfikir, perasaan, sikap dan tindakan yang benar
Menurut (Sinambela, 2006:5) pelayanan publik adalah sejumlah manusia
yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang
benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki. Dalam hal ini,
pelayanan publik merupakan suatu proses yang menghasilkan produk baik barang
maupun jasa yang kemudian diberikan kepada masyarakat yang membutuhkannya
(Sutopo, 2008:8).
Pengertian yang lengkap terhadap pelayanan publik dapat dikutip dari
Pelayanan Publik menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik yang diperkuat dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwa
pelayanan publik adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di pusat,daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
publik adalah seluruh kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh paratur pemerintah
sebagai penyelenggara pelayanan dalam suatu organisasi atau instansi dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat yang pelaksanaannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pemenuhan keinginan atau kebutuhan masyarakat dalam
kebutuhan individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan
oleh masyarakat.
1.5.1.1. Pengelompokan Pelayanan Publik
Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, pelayanan publik dibagi atas 3 kelompok berdasarkan wujud
pelayanan itu sendiri , yaitu:
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk pelayanan yang
menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau publik, misalnya Akte Kelahiran, Akte Kematian, Kartu
Tanda Penduduk, Akte Pernikahan, Surat Izin Mengemudi, Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor, Izin Mendirikan Bangunan, dan lain sebagainya.
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk barang yang dibutuhkan publik, misalnya: jaringan telepon, listrik, air
bersih, dan sebagainya.
3. Kelompok pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya: pendidikan, pemeliharaan
kesehatan, transportasi, pos, dan lain sebagainya.
Pemerintah melalui lembaga dan segenap aparaturnya bertugas menyediakan
dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara kompleks dan mencakup
banyak aspek. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, pelayanan publik dibagi berdasarkan 3 bentuk pelayanan publik,
yaitu:
1. Pelayanan Lisan. Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas bidang
hubungan masyarakat, bidang layanan informasi, dan bidang-bidang lain yang
tugasnya memberi penjelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai
berbagai fasilitas yang tersedia.
Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu:
a. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.
b. Mampu memberikan penjelasan apa-apa saja yang perlu dengan lancar,
singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin
memperoleh kejelasan tentang sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
d. Meski adalam keadaan sepi tidak berbincang dan bercanda dengan sesama
pegawai, karena menimbulkan kesan disiplin dan melalaikan tugas.
2. Pelayanan Tulisan. Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa
pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerangannya berupa tulisan
Pelayanan melalui tulisan terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Layanan yang berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada
orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam
berurusan dengan instansi atau lembaga.
b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan,
pemberitahuan dan lain sebagainya.
3. Pelayanan Perbuatan. Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan
yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar
kesanggupan dan penjelasan secara lisan.
1.5.1.3. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik
Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kesederhanaan. Dalam hal ini prosedur/tatacara pelayanan diselenggarakan
secara tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan
2. Kejelasan. Pelayanan yang diberikan harus memberikan memberikan
kejelasan kepada penerima pelayanan, terutama dalam hal:
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam
memberikan pelayanan publik
c. Rincian biaya/tarif pelayanan publik yang dikenakan.
3. Kepastian Waktu. Pelayanan yang dimaksud harus dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi. Produk pelayanan publik harus dapat diterima dengan benar, tepat
dan sah secara hukum.
5. Keamanan. Proses dan produk pelayanan harus dapat memberikan rasa aman
bagi penerima pelayanan dan kepastian hukum.
6. Tanggung Jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik harus
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian serta
penanganan keluhan atas persoalan yang muncul dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana. Tersedianya sarana dan prasarana kerja
dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan Akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai,
mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi
komunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahtamahan. Pemberi pelayanan harus
10.Kenyamanan. Pelayanan harus tertib, teratur dan disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
fasilitas pendukung pelayanan lainnya seperti parkir dan toilet.
1.5.1.4. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan pola pelayanan publik, Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik menyatakan bahwa ada 4
(empat) pola pelayanan publik, yaitu:
1. Fungsional. Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan
sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2. Terpusat. Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara
pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan
terkait lainnya yang bersangkutan.
3. Terpadu. Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Terpadu Satu Atap. Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan
dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak
mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.
b. Terpadu Satu Pintu. Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan
pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki
4. Gugus Tugas. Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk
gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi
pemberian pelayanan tertentu.
1.5.1.5. Standar Pelayanan Publik
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi;
1. Prosedur Pelayanan. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan
dalam proses pemberian layanan.
4. Produk Pelayanan. Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik. Kompetensi petugas pemberi
pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.
1.5.2.1. Pengertian Administrasi Kependudukan
Administrasi dalam arti sempit berasal dari kata administratie, yang meliputi
kegiatan catat mencatat, surat menyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda
dan lain sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Dalam arti luas, Leonard
D.White menjelaskan administrasi adalah suatu proses yang pada umumnya terdapat
pada semua usaha kelompok, negara atau swasta, sipil atau militer, usaha yang besar
dan kecil yang pada intinya melingkupi seluruh kegiatan dari pengaturan hingga
pengurusan sekelompok orang yang memiliki diferensiasi pekerjaan untuk mencapai
suatu tujuan bersama.
Pengertian administrasi kependudukan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan adalah
rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi
administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik
dan pembangunan sektor lain.
Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh fasilitas-fasilitas publik
dalam hal kependudukan (Fulthoni, 2009:8) , diantaranya:
1. Dokumen kependudukan;
2. Pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;
3. Perlindungan atas data pribadi;
5. Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas
dirinya dan/atau keluarganya; dan
6. Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi
oleh instansi pelaksana.
1.5.2.2. Pengertian Pelayanan Administrasi Kependudukan
Dalam Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, pelayanan adminisrasi kependudukan terdiri
dari 2 (dua) bentuk pelayanan yaitu:
1. Pendafaran Penduduk. Pendaftaran penduduk adalah pencatatan biodata
penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan
penduduk rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen
kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.
Peristiwa kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus
dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu
Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan
lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas
menjadi tinggal tetap.
2. Pencatatan Sipil. Pelayanan pencatatan sipil adalah pencatatan biodata penduduk,
penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan
kependudukan. Pelayanan pencatatan sipil meliputi pencatatan peristiwa penting,
yaitu: (i) Kelahiran, (ii) Kematian, (iii) Lahir Mati, (iv) Perkawinan,
(v) Perceraian, (vi) Pengakuan Anak, (vii) Pengesahan Anak, (viii) Pengangkatan
Anak, (ix) Perubahan Nama, (x) Perubahan Status Kewarganegaraan,
(xi) Pembatalan Perkawinan, (xii) Pembatalan Perceraian, dan (xiii) Peristiwa
penting lainnya.
1.5.2.3. Pengertian Dokumen Kependudukan
Pengertian dokumen kependudukan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan adalah
dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana yang mempunyai kekuatan
hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil.
Bentuk-bentuk dokumen kependudukan adalah sebagai berikut:
1. Biodata Penduduk. Biodata penduduk memuat keterangan tentang nama,
tempat dan tanggal lahir, alamat dan jati diri lainnya secara lengkap, serta
perubahan data sehubungan dengan peristiwa penting dan peristiwa
kependudukan yang dialami
2. Kartu Keluarga. Kartu Keluarga adalah kartu identitas keluarga yang memuat
data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas
3. Kartu Tanda Penduduk. Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi
penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang
berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Akta Pencatatan Sipil. Akta pencatatan sipil terdiri dari register akta
pencatatan sipil; dan kutipan akta pencatatan sipil. Register akta pencatatan
sipil memuat seluruh data peristiwa penting sedangkan kutipan akta
pencatatan sipil terdiri dari akta kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian,
dan pengakuan anak.
5. Surat Keterangan Kependudukan. Surat Keterangan Kependudukan memuat
keterangan tentang nama lengkap, NIK (Nomor Induk Kependudukan), jenis
kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, peristiwa penting dan peristiwa
kependudukan yang dialami oleh seseorang. Surat Keterangan Kependudukan
meliputi surat-surat sebagai berikut:
a. Surat Keterangan Pindah;
b. Surat Keterangan Pindah Datang;
c. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;
d. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri;
e. Surat Keterangan Tempat Tinggal;
f. Surat Keterangan Kelahiran;
g. Surat Keterangan Lahir Mati.
h. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
j. Surat Keterangan Kematian;
k. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
l. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;
m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan
n. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
1.5.2.4. Pengertian Surat Keterangan Kelahiran
Surat Keterangan Kelahiran adalah surat keterangan yang menginformasikan
atau melaporkan peristiwa kelahiran penduduk di dalam suatu wilayah administratif.
Surat Keterangan Kelahiran atau biasa disebut ”kenal lahir” dikeluarkan oleh Kantor
Kelurahan/Desa. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu
Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk
memperoleh pelayanan masyarakat lainnya.
Sebagai hasil pelaporan kelahiran dalam bentuk Surat Keterangan Kelahiran,
diterbitkanlah Akta Kelahiran oleh dinas terkait pencatatan sipil. Akta Kelahiran
adalah akta otentik yang dikeluarkan oleh Catatan Sipil, dan salah satu syarat untuk
membuatnya adalah Surat Keterangan Kelahiran dari Kelurahan. Dalam hal ini, Akta
Kelahiran-lah yang memiliki kekuatan pembuktian yang otentik berupa catatan resmi
tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak dan nama orang tua anak secara
lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak. Untuk memperoleh Akta
Kelahiran tersebut, seseorang harus memenuhi persyaratan administratif (Fulthoni,
1. Surat Pengantar RT/RW.
2. Surat Keterangan Kelahiran dari Rumah Sakit/Dokter/Bidan/Pilot/Nahkoda.
3. Surat Tanda Bukti Perkawinan Orang Tua (Akta Perkawinan).
4. Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk Orang Tua yang dilegalisir
Lurah.
5. Surat Keterangan Kelahiran yang dikeluarkan oleh pihak Kelurahan.
6. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi Penduduk
WNA.
7. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (SKPPS) bagi Orang
Asing Penduduk Sementara.
1.5.2.5. Pengertian Surat Keterangan Kematian
Surat Keterangan Kematian adalah surat keterangan yang menginformasikan
atau melaporkan peristiwa kematian penduduk di dalam suatu wilayah administratif.
Surat Keterangan Kematian dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan/Desa.
Sebagai hasil pelaporan kematian dalam bentuk Surat Keterangan Kematian,
diterbitkanlah Akta Kematian oleh dinas terkait pencatatan sipil. Akta kematian
adalah suatu akta yang dibuat dan diterbitkan oleh Dinas Kependudukan yang
membuktikan secara pasti tentang kematian seseorang. Kematian merupakan salah
satu peristiwa penting yang dialami oleh setiap orang, yang harus dicatat dan
dikukuhkan oleh negara dalam bentuk Akta Kematian. Dengan akta kematian, dapat
kematian dalam kontek pencatatan ini adalah berhentinya fungsi seluruh organ tubuh
seseorang yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter/para medis/ pejabat lain
yang berwenang. Untuk memperoleh Akta Kematian tersebut, seseorang harus
memenuhi persyaratan administratif (Fulthoni, 2009: 13) sebagai berikut:
1. Surat Pengantar RT/RW.
2. Surat Keterangan Kematian dari Rumah Sakit/Dokter.
3. Fotocopy Kartu Keluarga / Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir Lurah.
4. Surat Keterangan Kematian yang dikeluarkan oleh pihak Kelurahan.
5. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Tetap (SKPPT) bagi Penduduk
WNA.
6. Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (SKPPS) bagi Orang
Asing Penduduk Sementara.
1.5.2.6. Instansi Pelaksana Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil
Instansi Pelaksana Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 adalah
perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang
melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan. Instansi
pelaksana administrasi kependudukan yaitu:
1. Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat kecamatan untuk pencatatan nikah, talak,
cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam.
Kewajiban instansi pelaksana administrasi kependudukan adalah sebagai
berikut:
1. Mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;
2. Memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk
atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;
3. Menerbitkan Dokumen Kependudukan;
4. Mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
5. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting; dan
6. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh
Penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Instansi Pelaksana dalam melaksanakan urusan administrasi kependudukan
memiliki kewenangan yang meliputi:
1. Memperoleh keterangan dan data yang benar tentang peristiwa kependudukan
dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Penduduk;
2. Memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas
dasar putusan atau penetapan pengadilan;
3. Memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa
Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan pembuktian kepada
lembaga peradilan; dan
4. Mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk
1.6. Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan suatu generalisasi dan pemahaman terhadap suatu
masalah yang akan diteliti. Tujuannya adalah untuk mempermudah pemahaman dan
menghindari interpretasi ganda dari variabel yang akan diteliti, sehingga tidak
menimbulkan kekaburan dan kesalahan dalam menginterpretasikan masalah.
Adapun konsep-konsep yang yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan Publik Pelayanan publik adalah sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik ma
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan ole
at
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Pelayanan Administrasi Kependudukan adalah segala bentuk pelayanan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah dalam penerbitan dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan
informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk
3. Penerapan Pelayanan Pengurusan Surat Keterangan Kelahiran dan Surat Keterangan Kematian merupakan bentuk pelayanan administrasi kepada
masyarakat, dimana pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar
pelayanan administrasi di daerah tempat masyarakat memperolah layanan
Surat Keterangan Kelahiran dan Surat Keterangan Kematian sehingga tercapai
tujan pelayanan administrasi masyarakat yang telah ditetapkan. Berfungsi
sebagai informasi dalam memberikan pelayanan publik dan pembangunan
sektor lain. Berdasarkan prinsip dan standar pelayanan publik, ada beberapa
faktor-faktor yang harus dipenuhi dalam penerapan pelayanan publik:
1. Kesederhanaan. Dalam hal ini prosedur/tatacara pelayanan
diselenggarakan secara tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan dilaksanakan
2. Kejelasan. Pelayanan yang diberikan harus memberikan
memberikan kejelasan kepada penerima pelayanan, terutama
dalam hal:
a. Prosedur/tatacara umum, baik teknis maupun administratif
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan publik dan penyelesaian
keluahan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan
publik.
c. Rincian biaya/tarif pelayanan publik yang dikenakan dan tata
3. Kepastian Waktu. Pelayanan yang dimaksud harus dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi. Produk pelayanan publik harus dapat diterima dengan
benar, tepat dan sah secara hukum.
5. Keamanan. Proses dan produk pelayanan harus dapat memberikan
rasa aman bagi penerima pelayanan dan kepastian hukum.
6. Tanggung Jawab. Pimpinan penyelenggara pelayanan publik harus
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan
penyelesaian serta penanganan keluhan atas persoalan yang
muncul dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana. Tersedianya sarana dan
prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk
penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan Akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi komunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Keopanan, dan Keramahtamahan. Pemberi
pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah serta
memberi pelayanan dengan ikhlas.
10.Kenyamanan. Pelayanan harus tertib, teratur dan disediakan ruang