BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan teori sebagai landasan kerangka berpikir yang
mendukung masalah secara sistematis. Untuk itu perlu disusun kerangka teori
yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang dapat menggambarkan dari sudut
mana masalah penelitian akan dibahas (Nawawi,1995:39).
Berdasarkan penelitian tersebut, maka teori yang digunakan dalam
penelitian ini guna menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan adalah
sebagai berikut:
2.1.1. Komunikasi & Komunikasi Interpersonal
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama,” communico, communication, atau communicare yang berarti ”membuat sama” (to make common). (Mulyana, 2007:46)
Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah “upaya yang sistematis
untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta
pembentukan pendapat dan sikap. Dalam definisinya secara khusus mengenai
pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa komunikasi
adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). (Effendy, 2006:10). Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain apabila
komunikasi dilakukan secara efektif.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat berlangsung
komunikasi yang efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip
Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi
ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima
unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
1. Komunikator (communicator, source, sender) 2. Pesan (message)
3. Media (channel, media)
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) 5. Efek (effect, impact, influence)
Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2006:10).
Komunikasi memiliki dampak, maka ada masalah etik disini. Karena komunikasi mengandung konsekuensi, maka ada aspek benar salah dalam setiap
tindak komunikasi. Apakah komunikasi itu etis atau tidak etis landasannya adalah
gagasan kebebasan memilih (notion of choice) serta asumsi bahwa setiap orang mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri. Komunikasi dikatakan etis
bila menjamin kebebasan memilih seseorang dengan memberikan kepada orang
tersebut dasar pemilihan yang akurat. (Devito, 1997:30).
Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dkemukakan. Motif atau
tujuan ini tdak perl dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka yang
terlibat menyepakati tujuan komunikasi mereka. Tujuan dapat disadari atau tidak,
dapat dikenali ataupun tidak.
a) Menemukan
Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery). Dengan berbicara tentang diri kita sendiri dengan orang lain kita memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan,
pemikiran, dan perilaku kita. Cara lain melakukan penemuan diri adalah
melalui proses perbandingan sosial, melalui pembandingan kemampuan,
b) Untuk Berhubungan
Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan
orang lain, membina dan memelihara hubungan dengan orang lain. Kita
ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian kita juga ingin mencintai
dan menyukai orang lain.
c) Untuk Meyakinkan
Dalam perjumpaan antarpribadi sehari-hari kita berusaha mengubah sikap
dan perilaku orang lain. Berusaha mengajak mereka melakukan sesuatu,
meyakinkan bahwa sesuatu itu adalah benar, menyetujui atau mengecam
gagasan tertentu, dan sebagainya. Memang, sedikit saja dari komunikasi
antarpribadi kita yang tidak berupaya mengubah sikap atau perilaku.
d) Untuk Bermain
Kita meggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan
menghibur diri. Demikian pula, banyak dari perilaku komunikasi
dirancang untuk mengibur orang lain. Menceritakan lelucon,
mengutarakan sesuatu yang baru, dan mengaitkan cerita-cerita yang
menarik. (Devito, 1997:32).
Tentu saja tujuan komunikasi tidak hanya ini, masih banyak tujuan yang lain.
Tetapi keempat tujuan tersebut tampaknya merupakan tujuan-tujuan utama. Setiap
komunikasi barangkali didorong oleh kombinasi beberapa tujuan dan bukan hanya
satu tujuan saja.
De Vito (1977) mengungkapkan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang yang lain, atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Tan (1981)
menegemukakan bahwa interpersonal communication adalah komunikasi tatap
muka antara dua orang atau lebih (Liliweri, 1991:12).
Kebanyakan hubungan berkembang melalui tahap-tahap. Kita tidak menjadi
kawan akrab segera setelah pertemuan terjadi. Kita menumbuhkan keakraban
secara bertahap, melalui serangkaian langkah atau tahap. Kelima tahap itu adalah:
a. Kontak
ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak. Pada tahap inilah penampilan
fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati
secara mudah.
b. Keterlibatan
Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita
mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga
mengungkapkan diri kita.
c. Keakraban
Pada tahap ini, kita mengikat diri lebih jauh kepada orang lain. Tahap ini
hanya diseduakan untuk sedikit orang saja, jarang sekali orang
mempunyai empat orang sahabat akrab, kecuali dalam konteks keluarga.
d. Perusakan
Pada tahap perusakan mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin
tidaklah sepenting yang kita pikirkan sebelumnya. Jika tahap ini berlanjut
maka tahap yang terakhir adalah tahap pemutusan.
e. Pemutusan
Tahap ini adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.
Adakalanya terjadi peredaan, kadang ketegangan dan keresahan makin
meningkat, saling tuduh, permusuhan dan marah-marah terus terjadi.
(Devito, 1997:235).
Komunikasi antarpribadi dianggap paling efektif dalam upaya mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa
percakapan. Arus balik bersifat langsung.
Adapun ciri-ciri komunikasi antar pribadi, yaitu (Liliweri, 1991:13) :
1. Spontan dan terjadi sambil lalu saja (umumnya tatap muka).
2. Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.
3. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas
yang belum tentu jelas.
4. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun ketidak sengajaan.
5. Kerap kali berbalas-balasan.
7. Harus membuahkan hasil.
8. Menggunakan berbagai lambang-lambang bermakna.
Komunikasi antarpribadi yang terjadi antara mahasiswa dan pegawai
perpustakaan bersifat spontan, tidak terjadi tahapan-tahapan antara mahasiswa dan
pegawai perpustakaan. Dapat dilihat adanya jarak ketika mahasiswa melakukan
komunikasi kepada pegawai. Tidak adanya keramahan dan tidak terlihat
hubungan keakraban antara mahasiswa dan pegawai perpustakaan.
2.1.2. Pengungkapan Diri (Self Disclosure)
Pengungkapan diri (self disclosure) adalah jenis dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
Pernyataan-pernyataan tak disengaja yang menyangkut diri kita seperti selip lidah, gerakan
non verbal yang tidak disadari, serta pengakuan terbuka semuanya dapat
digolongkan ke dalam komunikasi pengungkapan diri (self disclosure). Tetapi biasanya istilah pengungkapan diri digunakan untuk mengacu pada pengungkapan
informasi secara sadar (Devito, 1997:61).
Pengungkapan diri (self disclosure) adalah informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku seseorang, atau tentang orang lain yang
sangat dekat yang sangat dipikirannya. Pengungkapan diri juga melibatkan
sedikitnya satu orang lain. Agar pengungkapan diri terjadi, tindak komunikasi
harus melibatkan sedikitnya dua orang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri (self disclosure) (Devito, 1997:62) :
1. Besar kelompok
Pengungkapan diri (self disclosure) lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil. Diad (kelompok yang terdiri dari dua orang) merupakan lingkungan
yang paling cocok untuk pengungkapan diri.
2. Perasaan menyukai
Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai. Ini
tidak mengherankan karena orang yang kita sukai akan bersikap
3. Efek diadik
Kita melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama kita juga
melakukan hal yang sama. Efek diadik ini membuat kita merasa lebih
aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri kita sendiri.
4. Kompetensi
Orang yang kompeten lebih banyak melakukan dalam pengungkapan diri.
“Sangat mungkin bahwa mereka yang lebih kompeten juga merasa diri
mereka memang lebih dan karenanya mempunyai rasa percaya diri yang
lebih memanfaatkan pengungkapan diri” (James McCroskey).
5. Kepribadian
Orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak.
6. Topik
Kita membuka diri dengan topik tertentu. Kita lebih mungkin
mengungkapan informasi diri tentang pekerjaan atau hobi ketimbang topik
yang lebih pribadi lainnya.
7. Jenis kelamin
Umunya, pria lebih kurang terbuka daripada wanita. Judy Pearson (1980)
mengungkapkan bahwa peran seks lah dan bukan jenis kelamin yang
menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri ini.
Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar
pribadi adalah sebagai berikut (DeVito, 1997: 234):
1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua
orang.
2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut
akan menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada
kita.
3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung
memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrover,
4. Membuka diri pada orang lain merupakan dasar relasi yang
memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun
dengan orang lain.
Membuka diri berarti bersikap realistis, maka di dalam pembukaan diri kita
haruslah jujur, tulus, dan autentik.
Menurut DeVito, ada beberapa keuntungan dari self disclosure (DeVito, 1997: 30):
1. Memahami diri sendiri
2. Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi rasa bersalah
3. Energy release
4. Meningkatkan efisiensi dan berkomunikasi
5. Membina hubungan yang bermakna
6. Kesehatan Fisiologis
Teori self disclosure atau pengungkapan diri merupakan proses mengungkap reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta
memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan
sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita
terhadap suatu yang telah dikatakan atau dilakukannya atau perasaan kita terhadap
suatu kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan (DeVito, 1997: 231-232).
Pada penelitian ini dapat dilihat teori self disclosure dapat mengambil peran bagi pengguna perpustakaan untuk mengungkapan atau hanya sekedar
memberikan tanggapan kepada pegawai mengenai pelayanan yang diberikan oleh
pegawai perpustakaan. Begitu sebaliknya oleh pegawai, para pegawai dapat
memberikan informasi kepada pengguna mengenai perpustakaan, baik dari
fasilitas maupun tata letak buku atau lain sebagainya.
2.1.3. Strategi Komunikasi
Strategi pada umumnya adalah sebuah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi.
Strategi komunikasi harus didukung oleh teori, karena teori merupakan
pengetahuan berdasarkan pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan teori komunikasi berdasarkan jenisnya. James
Anderson (1996) menyebut pembagian teori berdasarkan jenis ini dengan nama
“wilayah teori konvensional”(conventionalized theory of domain) atau teori family. Teori ini terdiri atas 5 teori yaitu: (Wardhani:9)
a. teori struktural dan fungsional
b. teori kognitif dan tingkah laku
c. teori interaksi
d. teori interpretatif
e. teori kritis.
Teori struktural dan fungsional melihat komunikasi sebagai suatu proses
dimana individu menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan makna
kepada orang lain. Proses komunikasi yang baik sangat tergantung pada
pengunaan bahasa atau symbol secara baik dan tepat. Teori struktural dan
fungsional lebih menekankan pada akbat dari tindakan yang tidak disengaja
(unintended consequences) daripada hasil dari akibat yang disengaja.
Teori interaksi memandang kehidupan sosial sebagai suatu proses interaksi.
Dengan demikian, komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah
kendaran atau alat yang digunakan untuk brtingkah laku dan untuk memahami
serta memberi makna terhadap segala sesuatu di sekitar kita.
Komunikasi berfungsi sebagai perekat atau lem dalam masyarakat.
Masyarakat tidak akan ada tanpa komunikasi atau interaksi. Kelompok teori
interaksi merupakan salah satu teori penting dalam ilmu komunikasi karena teori
ini membuat komunikasi sebagai kekuatan yang sangat penting dalam kehidupan
sosial.
Interaksi akan mengarah pada makna yang dipahami bersama dan sekaligus
memperkuat makna bersama itu. Interaksi juga membangun berbagai konvensi
ini, makna akan selalu berubah dari waktu ke waktu, dari situasi satu ke situasi
lainnya, dan dari satu kelompok ke lainnya.
Pada penelitian ini kedua teori tersebut dapat digunakan untuk strategi
komunikasi pelayanan pegawai perpustakaan. Agar pegawai dapat berkomunikasi
secara efektif dengan para pengguna perpustakaan USU.
2.1.4. Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler (2002:83) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada puhak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan
merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Pada umumnya
pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta
pembelian ulang yang tinggi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya pelayanan (Moenir,
2004:16), yaitu:
a. Adanya rasa cinta dan kasih sayang
Cinta dan kasih sayang membuat manusia bersedia mengorbankan apa
yang ada padanya sesuai kemampuannya, dieujudkan menjadi layanan
dan pengorbanan dalam batas ajaran agama, norma sopan santun, dan
kesusilaan yang hidup dalam masyarakat.
b. Adanya keyakinan untuk saling tolong menolong sesamanya
Rasa tolong menolong merupakan gerak naluri yang sudah melekat pada
manusia. Apa yang dilakukan seseorang untuk orang lain karena diminta
oleh orang yang membutuhkan pertolongan hakikatnya adalah pelayanan,
disamping ada unsure pengorbanan. Namun kata pelayanan hampir tidak
pernah digunakan dalam hubungan ini.
c. Adanya keyakinan bahwa berbuat baik kepada orang lain adalah salah satu
bentuk amal saleh.
Tanpa dilandasi faktor-faktor tersebut, tidak akan timbul kesadaran terhadap
memuaskan. Pada pemberian pelayanan terdapat beberapa faktor pendukung yang
penting (Moenir, 2004:41), yaitu:
a. Faktor karyawan yang sedang bertugas.
b. Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan.
c. Faktor organisasi yang merupakan alat dan system untuk menjalankan
pelayanan.
d. Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup.
e. Faktor keterampilan karyawan.
f. Faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan.
Faktor-faktor tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda tetapi saling
berpengaruh dan dapat mewujudkan pelayanan yang baik.
Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi
harapan konsumen (Tjiptono). Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka
terimaatau peroleh dengan pelayananan yang sesungguhnya mereka harapkan atau
inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan.
Menurut Lukman (1999:14) “kualitas pelayanan adalah pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standart pelayanan yang telah
dilakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Standar pelayanan
adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang
baik”.
Menurut Supranto (1997:107) menyebutkan beberapa dimensi atau ukuran
dari kualitas pelayanan, yaitu:
“Meliputi kenadalan (realiability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, keresponsifan (responsiveness),
kemampuan untuk membantu pelanggan dan ketanggapan, keyakinan
(confidence) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (assurance), empati (empaty)
syarat untuk peduli memberikan perhatian pada pelanggan, berwujud (tangibles),
Dapat dilihat pada penelitian ini bagaimana pelayanan yang diberikan oleh
pegawai perpustakaan. Apakah pelayanan perpustakaan sudah memenuhi harapan
dari pengguna jasa perpustakaan.
2.1.5. Prinsip Kualitas Pelayanan
Menurut pendapat Pasuraman dalam Tjiptono mengemukakan ada lima
prinsip pelayanan publik agar kualitas pelayanan dapat dicapai, yaitu:
a. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan
pegawai dan sarana komunikasi.
b. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staff untun
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,
dan dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko
atau keragu-raguan.
e. Empati (empaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan
para pelanggan. (Tjiptono,1997:70)
Pada prinsip pelayanan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
pegawai perpustakaan untuk terciptanya kualitas pelayanan yang baik dimata
pengguna jasa perpustakaan. Agar terciptanya kepuasan pelanggan tersebut
pegawai perpustakaan harus memahami hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk
melayani para pengguna. Dapat dilihat pada prinsip kualitas pelayanan ada
beberapa hal yang mungkin dilupakan oleh pegawai perpustakaan untuk melayani
para pengguna perpustakaan.
2.1.6. Kepuasan Pelanggan
Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk
menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan
dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan
pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu
rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono,1997:24).
Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) menyatakan bahwa kepuasan atau
ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya.
Kotler, et al (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di
bandingkan dengan harapannya (Tjiptono,1997:24).
Penemuan dari beberapa ahli antara lain Tse dan Wilton (1988) diperoleh
rumusan sebagai berikut (Tjiptono, 1997:36) :
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa ada dua variabel utama yang
menentukan kepuasan, yaitu expectations dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectations, maka pelanggan akan puas, tetapi bila sebaliknya pelanggan akan merasa tidak puas.
Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan telah menjadi hal
yang sangat essensial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan langkah tersebut
dapat memberkan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan
implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Pada prinsipnya kepuasan
pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode dan teknik.
Kotler, et al mengidentifikasi 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan
(Tjiptono, 1997:34), yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang
kartu komentar, saluran telepon bebas pulsa dan lain-lain. Informasi
yang didapatkan dalam metode ini dapat berupa ide-ide baru dan
masukan berharga kepada perusahaan.
2. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka
melaporka temuan-temuannya mengenai kekuatan atau kelamahan
produk perusahaann dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka
dalam membeli produk-produk tersebut.
3. Lost Customer Analysis
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa hal itu terjadi dan dapat menambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4. Survai Kepuasan Pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang
dilakukan dengan penelitian survai, baik melalui pos, telepon
maupun wawancara pribadi (McNeal dan Lamb dalam Peterson dan
Wilson, 1992). Melalui survai perusahaan akan mendapatkan
tanggapan dan umpan balik.
Dalam menentukan tingkat kepuasan pengguna ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan. Menurut Lupiyoadi (2001 : 158), terdapat lima faktor utama
yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadapnya jika menggunakan produk/jasa tertentu.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk/jasa tetapi
dari nilai sosial yang didapat.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang tinggi kepada
penggunanya sehingga menimbulkan kepuasan.
5. Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi atau menentukan kepuasan pengguna yaitu kualitas produk,
kualitas pelayanan, sistem pelayanan, biaya yang dikeluarkan oleh pengguna
untuk mendapatkan pelayanan tersebut.
2.1.7. Perpustakaan di Perguruan Tinggi
Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka yang berarti kitab,
buku-buku. Kemudian kata pustaka mendapat awalan per dan akhiran an, menjadi
perpustakaan. Perpustakaan mengandung arti: (1) kumpulan buku-buku bacaan,
(2) bibliotek dan (3) buku-buku kesusasteraan. Pengertian yang lebih umum dan
luas dari perpustakaan adalah adalah suatu ruangan, bagian dari gedung/bangunan,
atau gedung itu sendiri yang berisi buku-buku koleksi, yang disusun dan diatur
sedemikian rupa, sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan apabila
sewaktu-waktu diperlukan oleh pembaca (Sutarno, 2003:7).
Dengan begitu perpustakaan mempunyai dan persyaratan tertentu, yaitu:
1. Adanya ruangan/gedung yang digunakan untuk perpustakaan.
2. Adanya koleksi bahan pustaka/bacaan dan sumber informasi.
3. Adanya petugas yang menyelenggarakan dan melayani pemakai.
6. Adanya suatu sistem atau mekanisme tertentu.
Maksud dibentuknya perpustakaan antara lain:
a. Tempat mengumpulkan dalam arti aktif, maksudnya perpustakaan tersebut
mempunyai kegiatan yang terus menerus untuk menghimpun sebanyak
mungkin informasi untuk dikoleksi.
b. Tempat mengolah atau memproses semua bahan pustaka, dengan metode
atau sistem tertentu.
c. Tempat menyimpan dan memelihara. Artinya ada kegiatan mengatur,
menyusun, menata, memelihara agar koleksi rapi, bersih, awet, tidak
mudah rusak, hilang dan berkurang.
d. Sebagai salah satu pusat informasi, sumber belajar, penelitian, dan
rekreasi. Memberikan layanan kepada pemakai, seperti membaca,
meminjam, meneliti dengan cara cepat, tepat, mudah dan murah.
e. Membangun tempat informasi yang lengkap dan up to date bagi pengembangan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku/sikap (attitude). (Sutarno, 2003:25).
Sesuai dengan maksud-maksud tersebut, maka tujuan dari perpustakaan
adalah agar terciptanya masyarakat yang terdidik, terpelajar, terbiasa membaca
dan berbudaya tinggi. Masyarakat yang demikian senantiasa mengkuti peristiwa
dan perkembangan mutakhir karena menguasai sumber informasi dan ilmu
pengetahuan. Masyarakat tersebut mempunyai pandangan dan wawasan yang
luas, bersikap mandiri, percaya diri dan dapat mengikuti kemajuan zaman.
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat
dilingkungan pendidikan tinggi seperti, universitas, institute, sekolah tinggi,
akademi dan lembaga perguruan tinggi lainnya. Perpustakaan perguruan tinggi
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa dan dosen. Namun
demkian banyak juga perpustakaan memberikan layanan kepada pengguna di luar
lembaga pendidikannya.
Secara umum tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah menunjang tri
dharma perguruan tinggi, yaitu penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan
dosen dan mahasiswa, serta tenaga kependidikan di perguruan tinggi itu dalam
proses pembelajaran
Sistem pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi secara umum terdapat
dua sistem, yaitu (Zen dan Hermawan, 2006:34) :
1. Sistem sentralisasi : yaitu pada perguruan tinggi yang bersangkutan hanya
diakui satu system perpustakaan, yaitu perpustakaan pusat. Semua
kegiatan perpustakaan dikelola oleh suatu lembaga. Di Indonesia,
perguruan tinggi negeri hanya mengenal system sentralisasi. Keuntungan
system ini antara lain lebih efisiensi dalam hal tenaga dan dana. Namun
kurang menguntungkan bila dilihat dari sisi layanan kepada pengguna.
2. Sistem desentralisasi : yaitu system dimana pada perguruan tinggi tersebut
terdapat berbagai jenis perpustakaan, misalnya perpustakaan fakultas,
perpustakaan jurusan. Kalaupun ada perpustakaan di tingkat Universitas,
statusnya hanya sebagai koordinator.
Pada umumnya layanan perpustakaan bersifat sosial atau nirlaba, karena tidak
mencar keuntungan materi atau bersifat komersial, meskipun didalamnya tidak
menutup kemungkinan memerlukan biaya. Kegiatan layanan perpustakaan
biasanya berbentuk jasa. Oleh sebab itu perpustakaan perlu memperhatikan
sejumlah faktor agar kegiatannya dapat berjalan baik. (Sutarno,2003:63)
faktor-faktor itu antara lain:
a. Layanan perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
b. Diusahakan agar pelanggan merasa senang dan puas.
c. Prosesnya mudah, sederhana dan efisien.
d. Caranya cepat dan tepat waktu dan tepat sasaran.
e. Diciptakan suasana ramah, supel dan menarik.
f. Bersifat membimbing, namun tidak terkesan menggurui.
g. Dapat menimbulkan perasaan ingin tahu lebih jauh buat pelanggan.
h. Menimbulkan kesan baik, sehingga terdorong ingin sering ke
perpustakaan.
Untuk dapat menciptakan suatu sistem layanan perpustakaan seperti yang
berasal dari dalam ataupun dari luar perpustakaan, sifatnya manusiawi, teknis dan
nonteknis. Hal-hal tersebut antara lain: (Sutarno, 2003:64).
a. Suasana kerja yang kondusif.
b. Tim kerja yang solid dan kompak.
c. Komunikasi yang harmonis antara pimpinan dan bawahan, antara bawahan
dan bawahan, antara sesame atasan, ke dalam dan ke luar organisasi.
d. Ketenangan dan kesenangan bekerja pegawai.
e. Kesejahteraan pegawai.
f. Perhatian dan perlindungan pimpinan terhadap bawahan.
g. Rasa salng hormat-menghormati.
h. Kebersamaan dan perasaan senasib seperjuangan.
i. Faktor kemungkinan pengembangan karir dan promosi.
j. Keteladanan pemimpin.
k. Kelengkapan sarana dan prasarana.
l. Keamanan dan keselamatan kerja.
Untuk memaksimalkan pelayanan dapat dilihat dari iklim organisasi,
keamanan dan keselamatan kerja, kebersamaan dan perasaan senasib dan
seperjuangan dan juga kelengkapan sarana dan prasarana.
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kemampuan peneliti menyusun konsep
operasional peneliti yang bertitik tolak pada keragka teori dan tujuan penelitian,
dalam kerangka konsep harus dapat menunjukkan secara sistematis variabel
variabel penelitian, yang menjadi kerangka operasional. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai penyebab atau
pendahulu dari variabel yang lain.
2. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang diduga sebagai akibat atau yang
“Bila X maka Y” , X adalah variabel bebas dan Y adalah variabel tak bebas.
(Suwardi, 1998:11)
2.3 Variabel Operasional
Tabel. 1 variabel operasional
Variabel Teoritis Variabel Operasional
1. Variabel Bebas (x)
Strategi Komunikasi Pelayanan
Pegawai Perpustakaan USU
- Bukti Langsung (tangibles) - Keandalan (reliability) - Daya Tanggap
(responsiveness) - Jaminan (assurance) - Empati (empaty)
2. Variabel Terikat (y)
Kepuasan Mahasiswa
- Kualitas Produk
- Kualitas pelayanan
- Emosional
- Harga
- Biaya
3. Variabel Antara (z)
Karakteristik responden
2.4. Defenisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang
telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Maka variabel yang terdapat dalam
penelitian perlu didefinisikan sebagai berikut :
Variabel Bebas (x)
1. Bukti Langsung (tangibles)
2. Keandalan (reliability)
Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat
dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness)
Keinginan para staff untun membantu para pelanggan dan memberikan
pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance)
Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya
yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5. Empati (empaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,
perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Variabel Terikat (y)
1. Kualitas pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
2. Emosional
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk/jasa tetapi
dari nilai sosial yang didapat.
3. Biaya
Pelanggan tidak mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap
produk atau jasa.
Variabel Antara (z)
1. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan
2. Usia : usia responden yang mengisi kuesioner
3. Jurusan/Fakultas : jurusan/fakultas responden
2.5. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu proposisi atau pernyataan tentang hubungan
antara dua atau lebih variabel. Dalam suatu penelitian, hipotesis berfungsi sebagai
jawaban sementara (tentative answer) bagi masalah atau pertanyaan penelitian, yang oleh karenanya perlu diuji melalui prosedur pengujian hipotesis. (Suwardi,
1998:13).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Ho : tidak ada pengaruh pelayanan pegawai perpustakaan terhadap
kepuasan mahasiswa saat meminjam buku di perpustakaan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ha : ada pengaruh pelayanan pegawai perpustakaan terhadap kepuasan
mahasiswa saat meminjam buku di perpustakaan Universitas Sumatera