• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Implementasi Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Dan Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Implementasi Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Dan Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan rekomendasi

pemupukan, antara lain :

Tamura, Y., et. al (2004). Selama lebih dari 40 tahun di Bolivia, Colonial

San Juan, budidaya padi tidak menggunakan pupuk. Namun, hasil yang diperoleh

telah berangsur-angsur menurun dan saat ini petani mulai memanfaatkan pupuk.

Strategi menerapkan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dengan memeriksa

keadaan unsur hara tanah. Maka, penelitian dilakukan dengan metode “gizi

seimbang” untuk menghitung jumlah pupuk yang dibutuhkan. Hasil yang

diperoleh dalam plot G8 sama dengan target (8 t/ha) dan penggunaan pupuk yang

berlebih justru hanya meningkatkan pertumbuhan vegetative saja. Oleh karena itu,

untuk menentukan kebutuhan dan jumlah yang tepat untuk diaplikasikan pada

tanaman padi sangatlah penting. Selain itu, dengan membandingkan kinerja tiga

jenis pupuk nitrogen (urea, ammonium sulfat dan ammonium nitrat) terdapat

perbedaan hasil, dimana urea memiliki efisiensi nitrogen tertinggi, dan karena itu

pupuk adalah pilihan yang tepat untuk meningkatkan produksi padi di Negara

berkembang.

Hartatik dan Setyorini (2008) menunjukkan bahwa berdasarkan validasi

rekomendasi pemupukan NPK dan pupuk organik pada padi sawah dengan

(2)

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bobot gabah kering sebesar 73%

dibandingkan kontrol (tanpa menggunakan pupuk).

Rosvita, V., (2011) Besarnya keuntungan yang diperoleh petani di Desa

Labangka dalam satu kali musim tanam dapat diketahui dengan menggunakan alat

analisis 𝜋 = TR – TC. Hasil perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan,

diperoleh bahwa keuntungan rata-rata petani padi sawah untuk satu kali musim

tanam sebesar Rp. 4.333.725/ha.

Putradi, J. (2012) Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keuntungan

finansial usahatani padi sawah pada musim kemarau di Kabupaten Tabanan

sebesar Rp 5.625.704,23/ha dengan nilai PBCR = 1,40, sedangkan keuntungan

finansial pada musim hujan sebesar Rp 5.802.663,42 /ha dengan nilai PBCR =

1,39, atau terjadi perbedaan keuntungan relatif tipis yakni sebesar 3,15 %.

Sedangkan keuntungan ekonomi usahatani padi sawah pada musim kemarau

sebesar Rp 3.052.706,47/ha dan musim hujan sebesar Rp 1.234.146,40/ha, dengan

nilai SBCR masing-masing 1,28 dan 1,08.

Dahlan, dkk (2012) menunjukkan bahwa Varietas inpari-10 dengan dosis

hasil rekomendasi pemupukan SK Menteri Pertanian memberikan hasil produksi

tertinggi yaitu 8, 19 t/ ha, kebiasaan petani 7,78 t/ha, rekomendasi PuPS 7,64 t /ha,

dan terakhir rekomendasi PUTS 7,50 t/ha. Terdapat interaksi nyata antara varietas

padi dan hasil rekomendasi pemupukan pada parameter panjang malai, jumlah

gabah isi per malai, berat gabah isi per malai, persentase gabah isi permalai.

Friska (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah pupuk

(3)

dan pupuk organik dengan jumlah yang terealiasasi di Kabupaten Langkat,

Sumatera Utara.

Ardiyanto, W. (2013) menunjukkan bahwa kebijakan subsidi pupuk masih

dikategorikan belum efektif berdasarkan harga pupuk bersubsidi di tingkat

pengecer. Selain Harga Eceran Tertinggi (HET) dari segi penggunaan pupuk oleh

petani juga belum sesuai dengan rekomendasi pemupukan berimbang.

2.2. Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Sektor Pertanian

Perencanaan pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan pendekatan

sektoral. Pendekatan sektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam

wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor

dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan

apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan

tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok –kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang

homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk

kelompok tersebut. Misalnya untuk menganalisis sektor pertanian, sektor tersebut

dapat dibagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan rakyat,

subsektor perkebunan besar dan seterusnya (Tarigan, 2010)

Pendekatan pembangunan yang berorientasi pada produksi

(fisik) atau production centered development, konsep pembangunan

ini menekankan bahwa keberhasilan pembangunan hanya diukur

seberapa besar peningkatan produksi setiap periode dan

(4)

manusia hanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga

peningkatan keterampilan atau keahlian manusia hanya

dipandang salah satu peningkatan faktor produksi agar output

yang dihasilkan meningkat (Dirjen Cipta Karya, 2007).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada masa lalu hingga terjadinya

krisis ekonomi kembali di awal tahun 2010 telah menyebabkan pemerintah dan

para pengambil kebijakan kembali berpikir ulang tentang arah perekonomian yang

selama ini ditempuh. Kini timbul kemauan politik yang kuat untuk membenahi

inefesiensi dan mis-alokasi sumberdaya (misallocation ofresources) yang terjadi di sektor riil yang selama ini dibiarkan saja. Guna mengantisipasi krisis ekonomi,

kebijaksanaan ekonomi harus menganut paradigma baru dimana ekonomi rakyat

harus menjadi perhatian utama. Karena sebagian besar rakyat hidup pada sektor

pertanian yang masih memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian

Negara, maka pemberdayaan ekonomi rakyat juga berarti membangun ekonomi

pertanian (backward linkage) dengan sektor pertanian atau sektor primer

(Triyanto, C. A., dan Hardinto,P., 2013).

Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan

dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di

bawah garis kemiskinan. Untuk itu, berbagai investasi dan kebijakan telah

dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan di sektor pertanian.

Investasi di sektor pertanian seringkali sangat mahal, ditambah lagi tingkat

pengembaliannya sangat rendah dan waktu investasinya juga panjang sehingga

(5)

pertanian dan berbagai bentuk investasi dalam bentuk subsidi dan lainnya pada

umumnya harus dilakukan oleh pemerintah.

Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah

melancarkan dua pendekatan pembangunan pertanian. Pertama

pembangunan pertanian berwawasan agribisnis dan kedua,

pembangunan pertanian tidak lagi dipandang sebagai

pembangunan parsial pengembangan komoditas tetapi di dalam

implementasinya sangat terkait dengan pembangunan wilayah

(Putradi, J., 2012).

Sesuai amanat dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, saat ini memasuki

periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2

(2010-2014), setelah periode RPJMN tahap ke-1 (2005-2009) berakhir. Pada

RPJMN tahap ke-2 (2010-2014), pembangunan pertanian tetap memegang peran

yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut

digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital,

penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bio-energi, penyerap

tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber pendapatan, serta pelestarian

lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan (Peraturan Menteri

Pertanian, 2010).

Indonesia merupakan Negara agraris dimana sebagian besar penduduk

Indonesia mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari

(6)

Tabel. 2.1. Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja di Indonesia Tahun 2012

No. Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2012

1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 39.595.673

2 Pertambangan dan Penggalian 1.555.564

3 Industri 14.784.843

4 Listrik, Gas dan Air 254.528

5 Konstruksi 6.885.341

6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 24.804.705

7 Transporatsi, Pergudangan dan Komunikasi 5.231.775

8 Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan

3.012.770

9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 17.532.590

10 Lainnya 114.021.189

TOTAL 227.678.978

Sumber : BPS. Berita Resmi Statistik, 2013. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada tahun 2012 berdasarkan

harga berlaku sebesar 14,44% dan kontribusi sektor pertanian masih relatif lebih

besar dibandingkan dengan sektor lainnya selama periode 2010 - 2012 dan setiap

tahun mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel. 2.2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 – 2012 di Indonesia

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku

(7)

2010 2011 2012

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 985,5 1.091,4 1.190,4

Pertambangan dan Penggalin 719,7 879,5 970,6

Industri Pengolahan 1.599,1 1.806,1 1.972,9

Listrik, Gas dan Air Bersih 49,1 56,8 65,1

Konstruksi 660,9 754,5 861,0

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku

(Triliun Rupiah)

2010 2011 2012

Perdagangan, Hotel dan Restoran 882,5 1.024,0 1.145,6

Pengangkutan dan Komunikasi 423,2 491,3 549,1

Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 466,5 535,2 598,5

Jasa-jasa 660,4 784,0 888,7

PDB 6.446,9 7.422,8 8.241,9

PDB tanpa Migas 5.942,0 6.797,9 7.604,8

Sumber : BPS. Berita Resmi Statistik, 2013. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

2.3. Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Ketahanan Pangan

Pertanian mempunyai banyak fungsi antara lain adalah fungsi ketahanan

pangan. Dalam ketahanan pangan, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain

adalah, kualitas pangan, kesehatan pangan, ketersediaan pangan dalam jangka

panjang, dan juga keanekaragaman jenis pangan. Ketersediaan pangan dalam

jumlah dan mutu yang cukup dan berkesinambungan merupakan kunci utama

untuk menuju ketahanan pangan yang tangguh (Direktorat Jenderal Tanaman

Pangan, 2011). Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau serta merupakan salah satu

faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi,

(8)

swasembada beras berkelanjutan merupakan program utama dalam pembangunan

pertanian saat ini dan masa mendatang (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana

Pertanian, 2012). Dalam hal ini pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah

satu indikator penting yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintahan suatu

Negara (Mukhlis, I., 2013)

Untuk menjaga kestabilan ekonomi dan politik bangsa, pangan harus

tersedia secara memadai, bahkan di saat menghadapi perubahan iklim global yang

berdampak pada sistem usahatani padi di semua negara produsen padi dunia

(Kementerian Pertanian, 2013). Untuk menjaga hal tersebut ditempuh 2 strategi,

yaitu peningkatan produksi dan penurunan konsumsi beras. Dalam rangka

peningkatan produksi, strategi yang ditempuh adalah peningkatan produktivitas,

perluasan areal dan pengelolaan lahan. Sedangkan dalam rangka penurunan

konsumsi beras, strategi yang ditempuh adalah penganekaragaman konsumsi

pangan dan pengembangan bisnis serta industri pangan khas daerah. Penurunan

konsumsi beras diperlukan karena pada saat ini tingkat konsumsi beras telah

melampaui standar kecukupan konsumsi yang dianjurkan untuk hidup sehat.

Sudah barang tentu, penurunan konsumsi beras harus diikuti oleh peningkatan

konsumsi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat dan produk pangan hewani,

sayuran serta buah-buahan yang akan meningkatkan kualitas konsumsi pangan

yang lebih beragam dan bergizi seimbang menuju tercapainya Pola Pangan

Harapan (PPH) (Kementerian Pertanian, 2013).

Tingginya dominasi beras dalam pola konsumsi pangan penduduk

(9)

cerminan konsumsi pangan penduduk yang belum beragam dan bergizi seimbang

dengan indikator skor PPH yang masih di bawah standar ideal. Kontribusi beras

dalam sumbangan konsumsi kelompok padi-padian mencapai 80,7 % terhadap

total energi padi-padian (1.218 kkal/kap/hr) pada tahun 2010. Kondisi ini

mengimplikasi bahwa upaya penurunan konsumsi beras sebagai pangan sumber

karbohidrat utama dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia merupakan

suatu upaya yang tidak dapat ditawar lagi dan memerlukan sinergitas lintas sektor

dalam pencapaiannya. Sebagai sumber pangan pokok, beras tidak hanya telah

membudaya dalam pola konsumsi pangan penduduk Indonesia namun juga

memiliki citra pangan yang baik dari sisi sosial (Kementerian Pertanian, 2013).

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, pemerintah

berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian melalui

penerapan teknologi budidaya secara tepat dengan penggunaan sarana produksi

sesuai teknologi yang direkomendasikan di masing-masing wilayah (Direktorat

Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2013).

Berdasarkan data ARAM III BPS 2011, rata-rata produktivitas padi

nasional adalah sebesar 49,44 kw/ha, sedang potensi produksi padi dari berbagai

varietas mampu > 6 ton/ha, terutama untuk padi lahan irigasi teknis. Dari data

produktivitas per kabupaten/kota tahun 2010 BPS, diketahui terdapat seluas 2,010

juta ha (15,17%) dengan produktivitas < 4 ton/ha; 3,974 juta ha (29,99 %) dengan

produktivitas antara 4-5 ton/ha; 5,617 juta ha (42,38%) dengan produktivitas

antara 5-6 ton/ha; dan 1,652 juta ha (12,47%) dengan produktivitas > 6 ton.

(10)

masih dapat dilakukan pada areal tanam kurang lebih 5,9 juta ha (Kementerian

Pertanian, 2013).

Dalam Peraturan Menteri Pertanian No.15/Permentan/RC.110/1/2010

tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014 disebutkan bahwa

dalam mendukung upaya peningkatan produksi untuk pencapaian swasembada

dan swasembada berkelanjutan diperlukan dukungan sarana produksi baik benih,

pupuk, obat-obatan, alat dan mesin pertanian. Khusus untuk pupuk selama 5 tahun

(2010-2014) diperkirakan kebutuhan Urea 35,15 juta ton, SP-36 22,23 juta ton,

ZA 6,29 juta ton, KCl 13,18 juta ton, NPK 45,99 juta ton dan organik 53,09 juta

ton.

2.4. Peranan Pupuk terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Sebagai sumber hara, pupuk merupakan sarana produksi yang memegang

peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman pangan

(Abdulrachman et al.2009).

Kebutuhan dan efesiensi pemupukan ditentukan oleh tiga faktor yang

saling berkaitan yaitu: (a) ketersediaan hara dalam tanah, termasuk pasokan

melalui air irigasi dan sumber lainnya, (b) kebutuhan hara tanaman, dan (c) target

hasil yang ingin dicapai. Oleh sebab itu, rekomendasi pemupukan harus bersifat

spesifik lokasi dan spesifik varietas (Peraturan Menteri Pertanian, 2007).

Sering terdengar bahwa, apabila terjadi kelangkaan pupuk target produksi

tidak tercapai. Oleh sebab itu, tantangan dalam upaya meningkatkan efesiensi

pemupukan adalah mengelola pupuk secara tepat sesuai dengan kebutuhan

(11)

penerapan teknologi pemupukan untuk meningkatkan produktivitas lahan perlu

memperhatikan: (a) kemampuan sifat fisik, kimia dan biologi tanah dalam

mendukung penyediaan nutrisi, (b) kemampuan tanaman untuk menyerap unsur

hara, dan (c) pemilihan jenis pupuk yang akan digunakan. Pertimbangan ketiga

hal tersebut diperlukan agar pencapaian produksi pertanian dapat dioptimalkan

(Abdulrachman et al.2009).

Ismunadji et.al.,1975 dan Makarim dkk., 1999 dalam Abdulrachman et al., 2009, menyatakan; telah banyak diketahui bahwa ketersediaan beberapa unsur

hara dalam tanah relatif kurang, sehingga untuk menopang tercapainya sasaran

hasil padi yang tinggi diperlukan pemupukan. Disamping hara N, P, dan K, di

beberapa tempat yang memiliki karakteristik lahan sawah berkapur, berbahan

induk berkadar S rendah, berdraenase buruk dan bereaksi masam dengan pH<5,00

ditenggarai kahat akan S dan kadang-kadang Zn. Oleh karena itu selain N, P, dan

K yang sejak lama diaplikasikan secara luas dalam bentuk pupuk, dibeberapa

tempat hara S, Zn dan Cu juga perlu ditambahkan untuk menunjang perolehan

hasil padi yang tinggi.

Selain nitrogen dari tanah, untuk tanaman padi masa kini yang

menginginkan produksi tinggi, diperlukan tambahan nitrogen dari luar yang pada

umumnya berupa pupuk buatan. Oleh sebab itu, penambahan pupuk N sangat

diperlukan apabila diharapkan produksi yang tinggi. Namun demikian, dalam

kenyataannya pemupukan N tidak selalu meningkatkan hasil tanaman, akan tetapi

dapat juga menurunkan atau tidak memberikan pengaruh terhadap hasil padi.

Perbedaan respons terhadap pemupukan N ini dapat disebabkan adanya

(12)

rendah pemberian N dapat meningkatkan hasil padi, sedangkan pada tanah yang

kandungan N-nya tinggi pemberian N tidak meningkatkan hasil, tetapi bahkan

dapat menurunkan hasil padi (Abdulrachman et al.2009).

Ismunadji dan Dijkshoorn, 1971 dalam Abdulrachman et.al., 2009 menyatakan bahwa pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah

gabah dipengaruhi oleh ketersediaan N.

Fosfor dalam tanah merupakan hara yang tidak mobil, sebagian besar

terikat oleh partikel tanah, sebagian sebagai P-organik dan hanya sedikit dalam

bentuk tersedia bagi tanaman. Pada tanah sawah ketersediaan P meningkat setelah

penggenangan. Hal ini disebabkan karena penggenangan membantu terjadinya

proses reduksi feri fosfat menjadi fero fosfat, hidrolisis aluminium fosfat,

peningkatan kelarutan kalsium fosfat, dan netralnya reaksi tanah (Abdulrachman

et al.2009).

Makarim dkk., 1993 dalam Abdulrachman et.al., 2009 mengatakan

fenomena menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfat secara terus menerus

menyebabkan penimbunan P, sehingga menurunkan respons tanaman terhadap

pemupukan fosfat. Penimbunan P selain mengurangi efesiensi P juga dapat

mempengaruhi ketersediaan hara lain bagi tanaman, diantaranya adalah Fe dan

Mn. Oleh karena itu, pola pemberian P hendaknya didasarkan pada status P untuk

tanah yang bersangkutan.

Hara P sangat diperlukan tanaman padi terutama pada saat awal

pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu

(13)

berfungsi mempercepat pembungaan dan pemasakan gabah (Abdulrachman et

al.2009).

Secara umum tanah-tanah di Indonesia tergolong sebagai tanah yang

miskin akan hara fosfor. Namun pada lahan pertanian intensif akibat pemupukan

P yang terus menerus timbul efek residu P tanah yang nyata, sehingga di beberapa

lahan sawah berpengairan teknis di Jawa tidak memerlukan lagi pemupukan P

dalam takaran yang tinggi bahkan untuk sementara waktu pupuk tidak diperlukan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi respons tanaman padi terhadap fosfat adalah

intensitas penanaman, macam dan jumlah pupuk fosfor, lamanya pertumbuhan

dan potensi hasil varietas padi yang digunakan, kondisi iklim, keadaan tata air dan

penambahan pupuk organik (Abdulrachman et al.2009).

Defesiensi P ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan vegetatif

tanaman. Daun terlihat menyempit, kecil, sangat kaku dan berwarna hijau gelap.

Batang kurus dan sering timbul warna keunguan, sehingga tanaman menjadi

kerdil. Doberman dan Fairhust (2000) menyatakan bahwa defisiensi P dapat

meningkatkan persentase gabah hampa, menurunkan bobot dan kualitas gabah,

menghambat pemasakan, bahkan pada keadaan defisiensi P yang parah, tanaman

padi tidak akan berbunga sama sekali (Abdulrachman et al.2009).

Kalium merupakan unsur ketiga yang penting setelah N dan P. Kalium

berfungsi antara lain untuk meningkatkan proses fotosintetis, mengefesienkan

penggunaan air, mempertahankan turgor, membentuk batang yang lebih kuat,

sebagai aktivator bermacam sistem enzim, memperkuat perakaran, sehingga

tanaman lebih tahan rebah dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

(14)

besar daripada N maupun P, namun demikian perhatian mengenai kalium sampai

saat ini masih kurang dibandingkan dengan kedua unsur tersebut (Abdulrachman

et al.2009).

Kekurangan kalium menyebabkan (1) pinggir daun berwarna kuning

kecoklatan disertai bercak warna jingga terutama pada daun tua, tanaman tumbuh

kerdil dan daun-daun terkulai, (2) sering terjadi rebah karena N/K rasio tinggi,

penuaan daun lebih cepat (leaf senescence), (3) kehampaan gabah tinggi dan pengisian gabah tidak sempurna (banyak butir hijau), (4) pertumbuhan akar tidak

sehat (banyak akar yang busuk karena kehilangan daya oksidasi, sehingga serapan

hara terganggu), dan (5) tanaman mudah terserang penyakit blas, busuk batang,

dan bercak daun; terlebih bila dipupuk N berlebihan (Abdulrachman et al.2009).

Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi

pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani,

tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production

system), kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi (Peraturan Menteri Pertanian, 2007)

Berdasarkan uraian diatas maka perlu diketahui bagaimana penggunaan

pupuk secara efesien untuk mendapatkan produktivitas padi yang optimal.

Efesiensi penggunaan pupuk adalah tambahan hasil yang diperoleh dari

suatu pertanaman untuk tiap unit hara yang berasal dari pupuk yang digunakan

dalam suatu kondisi tanah dan iklim tertentu. Pemupukan yang efesien akan

menghemat penggunaan pupuk, karena dengan jumlah pupuk yang lebih sedikit

(15)

pupuk ini akan menguntungkan banyak petani kecil. Sebaliknya pupuk yang

diaplikasikan dapat menjadi tidak efesien untuk tanaman bilamana; (a) hara dari

pupuk yang digunakan tersebut tidak diserap tanaman. Hal itu dapat terjadi karena

bentuk pupuk, cara, waktu dan dosis yang diberikan kurang tepat, atau karena

suatu hal tanaman sendiri tidak menyerap hara tersebut, dan (b) hara dari pupuk

yang diserap tanaman tidak digunakan untuk pembentukan gabah, yang mungkin

terjadi akibat beberapa faktor lingkungan tidak menunjang, misalnya kekurangan

air/kekeringan atau cuaca sering mendung atau hal-hal lainnya tidak seimbang

(Abdulrachman et al.2009).

2.5. Pentingnya Pemupukan sesuai dengan Rekomendasi

Menurut Kariyasa (2005), secara umum ada dua faktor yang

mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan tentang jenis dan jumlah

pupuk yang digunakan dalam kegiatan berusahatani. Kedua faktor tersebut adalah

faktor teknis-agronomis dan faktor sosial ekonomi. Faktor teknis-agronomis

meliputi: a) jenis paket teknologi yang direkomendasikan, b) informasi teknologi

dari sumber-sumber lain, c) kemungkinan substitusi atau komplementaritas antar

jenis pupuk, d) pola tanam dalam setahun, dan e) luas lahan yang diusahakan.

Sementara faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani

dalam menggunakan jumlah dan jenis pupuk: a) harga pupuk itu sendiri, b) harga

pupuk yang lain, c) harga input yang lain, d) harga output dan e) tingkat

keuntungan usaha tani.

Strategi pengelolaan hara yang efektif dan efesien selayaknya ditujukan

(16)

tanaman. Hal tersebut dapat diupayakan melalui pengelolaan tanaman yang baik

agar dapat memanfaatkan sebaik mungkin hara yang tersedia, meminimalkan

resiko gagal panen dengan menggunakan pupuk secara efesien sesuai dengan

target hasil yang ditetapkan secara realistis dan ekonomis. Sebagai sumber hara,

pupuk merupakan sarana produksi yang memegang peranan penting dalam

meningkatkan produktivitas tanaman pangan (Abdulrachman et al.2009).

Penggunaan pupuk diusahakan secara efisien, agar diperoleh produksi

yang optimal dan meningkatkan pendapatan petani serta tidak mencemari

lingkungan. Dalam rangka program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan

pangan nasional, maka penerapan pemupukan berimbang harus dilakukan.

Penerapan pemupukan berimbang akan meningkatkan efisiensi pemupukan,

produksi tanaman, mampu menghemat pupuk dan devisa negara, dalam jangka

panjang dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Hartatik W. dan Setyorini D,

2008)

Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur-unsur hara pada

komplek tanah, baik langsung maupun tak langsung dapat menyumbangkan bahan

makanan pada tanaman. Tujuannya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah

agar tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan

kuantitas pertumbuhan tanaman. Tanaman memerlukan pemupukan, jika : (1)

Tanah miskin hara; (2) Pertumbuhan tanaman terhambat walaupun sudah

dilakukan penyiangan dan ditemukan gejala kekurangan unsur hara; (3)

Pertumbuhan tanaman perlu dipercepat untuk mengurangi resiko akibat

persaingan dengan gulma; dan (4) Ingin meningkatkan tambahan hasil per satuan

(17)

Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk ke dalam tanah untuk

mencapai status semua hara esensial seimbang dan optimum dalam tanah, untuk

meningkatkan produksi dan mutu hasil pertanian, efisiensi pemupukan, kesuburan

tanah serta menghindari pencemaran lingkungan. Jenis hara tanah yang sudah

mencapai kadar optimum atau status tinggi, tidak perlu ditambahkan lagi, kecuali

sebagai pengganti hara yang terangkut sewaktu panen. Pengertian pemupukan

berimbang adalah pemenuhan hara yang berimbang dalam tanah, bukan

berimbang dalam bentuk pupuk. Sumber hara dapat berupa pupuk tunggal, pupuk

majemuk atau kombinasi keduanya (Hartatik W. dan Setyorini D, 2008).

Nilai uji tanah hanya merupakan ukuran bagi tingkat ketersediaan unsur

hara dalam tanah. mereka tidak secara langsung menyatakan berapa banyak

pupuk yang harus digunakan. Ini tergantung pada jenis tanaman, tingkat hasil

yang diinginkan dan manfaat ekonomisnya. Dalam kondisi harga pupuk murah

dibandingkan dengan harga tanaman, dan kalau biaya pemupukan hanya

merupakan sebagian kecil dari biaya produksi, maka ada beberapa rekomendasi

pupuk yang dapat dibuat, semuanya berdasarkan atas hasil uji tanah yang

sama. Kemungkinan-kemungkinan ini adalah:

(1). Menggunakan sedikit pupuk untuk mendapatkan hasil moneter setinggi

mungkin dari uang yang dibelanjakan untuk pupuk. Hal ini sangat sesuai

bagi petani miskin.

(2). Menggunakan dosis pupuk yang lebih tinggi yang diharapkan akan

menghasilkan manfaat setinggi-mungkin dari setiap hektar lahan. Ini

(18)

(3). Menggunakan dosis pupuk yang lebih tinggi lagi untuk meningkatkan

kandungan hara tanah yang dapat dimanfaatkan bagi tanaman berikutnya.

(4). Menggunakan pupuk untuk tanaman tertentu saja dalam sistem rotasi

(Soemarno, 2011).

Penggunaan pupuk berlebih terjadi karena petani masih beranggapan

bahwa pupuk urea merupakan pupuk pokok dan mutlak diperlukan, sementara

pupuk lainnya seperti SP-36 dan KCl hanya merupakan pupuk pelengkap,

sehingga seringkali dijumpai banyak petani yang tidak menggunakan pupuk KCl

di samping karena harganya memang relatif mahal. Kedua, pemilikan lahan yang sempit (< 0.3 ha) juga menyebabkan penggunaan pupuk kalau dikonversi ke

dalam satu hektar menjadi sangat tinggi. Ketiga, tidak adanya ketepatan dalam

menghitung luas pertanaman komoditas pangan (padi).

Penggunaan pupuk (khususnya urea) saat ini oleh petani sudah banyak

yang melewati dosis yang dianjurkan, yaitu berkisar 300-500 kg/ha. Sedangkan

dosis yang dianjurkan hanya 200-300 kg/ha (Rachman et al , 2005 dan Syafaat et al, 2006). Penggunaan urea yang berlebih merupakan pemborosan karena akan

meningkatkan biaya untuk pembelian pupuk serta biaya untuk mengaplikasikan

juga akan bertambah, tetapi tidak akan memberikan dampak yang positif terhadap

tanaman padi bahkan dapat menurunkan produksi. Sikap petani yang boros dalam

menggunakan pupuk merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

kelangkaan pupuk (Santoso, 2010).

Besarnya pengeluaran per musim tanam per hektar usahatani padi sawah

(19)

Tabel 2.3. Rata-rata Pengeluaran per Musim Tanam per Hektar Usaha Tani Padi Sawah Menurut Jenis Pengeluaran Tahun 2010

Rincian Nilai (Rp) Biaya (%)

Bibit/Benih 187.500 2,28

Pupuk 1.850.000 22,46

Pestisida 200.000 2,43

Tenaga Kerja Pra panen 3.800.000 46,13

Alat/Sarana Usaha 600.000 7,29

Tenaga Kerja Panen dan Pasca Panen

1.600.000 19,42

Jumlah 8.237.500 100

Sumber : Kementerian Pertanian, 2013

Pada Tabel diatas terlihat bahwa pupuk mempunyai proporsi sebesar 22,46

persen terhadap keseluruhan biaya produksi padi per hektar pada setiap musim

tanamnya. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk mempunyai proporsi yang besar

dalam biaya produksi padi sehingga penggunaan pupuk menjadi hal yang penting

untuk diperhatikan, agar penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan pemborosan dalam biaya

produksi dan apabila digunakan kurang dari yang dibutuhkan tanaman maka dapat

menurunkan produksi.

Rekomendasi pemupukan yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian

dapat digunakan secara mandiri oleh penyuluh dan mantri tani untuk membantu

petani dalam menentukan takaran pupuk secara lebih spesifik lokasi (per

hamparan, bahkan dapat sampai per petak sawah).

2.6. Tahap Perencanaan Kebutuhan Pupuk

Pemerintah berkepentingan melakukan berbagai deregulasi kebijakan di

(20)

pupuk di Indonesia, sehingga petani mudah dalam mendapatkan pupuk sesuai

dengan kebutuhannya (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2013).

Dalam penerapan pemupukan berimbang dibutuhkan modal yang cukup,

sedangkan kemampuan permodalan petani sangat terbatas dalam membiayai

kebutuhan usahataninya (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2012). Kebijakan

pemerintah di bidang pupuk antara lain pemberian subsidi harga pupuk bagi

petani. Tujuan pemberian subsidi pupuk adalah untuk membantu petani, pekebun,

peternak dan petambak dalam pengadaan pupuk bersubsidi sesuai azas 6 (enam)

tepat (tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga) (Ditjen Prasarana dan

Sarana Pertanian, 2013).

Tahap perencanaan kebutuhan pupuk bersubsidi dilakukan secara bottom

up yang artinya kebutuhan didefenisikan dari tingkat yang paling bawah (petani).

Perhitungan kebutuhan pupuk bersubsidi melalui Rencana Defenitif Kebutuhan

Kelompok (RDKK) dilakukan oleh PPL, KCD maupun mantri tani yang

diserahkan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sebagai usulan ke Dinas Pertanian

Provinsi untuk direkapitulasi sebagai usulan ke Menteri Pertanian. Usulan dari

setiap Provinsi akan direkapitulasi di Kementerian Pertanian dan akan dibahas

oleh pemerintah bersama DPR-RI untuk mendapatkan anggaran subdisi

penyediaan pupuk.

Dengan adanya rekomendasi pemupukan ini, diharapkan akan lebih

memudahkan petani dalam menyusun rencana kebutuhan pupuk, dimana

perencanaan kebutuhan pupuk (khususnya pupuk bersubsidi) dilakukan secara

bottom up yang artinya kebutuhan direncanakan oleh petani di dalam

(21)

dituangkan dalam Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang akan

diserahkan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota sebagai usulan ke Menteri

Pertanian. Usulan kebutuhan pupuk bersubsidi yang diterima di Kementerian

Pertanian akan diusulkan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan dengan

mempertimbangkan ketersediaan anggaran pemerintah untuk belanja negara

dalam penyediaan subsidi pupuk. Perencanaan yang tidak baik seringkali

menyebabkan alokasi yang telah ditetapkan untuk suatu provinsi berbeda dengan

jumlah yang terealisasi, baik yang terealisasi lebih besar dari yang direncanakan

maupun yang lebih kecil dari yang dialokasikan.

2.7. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah di Kecamatan Tanjung Morawa

Berdasarkan Permentan Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 telah dibuat

rekomendasi pemupukan padi sawah untuk 21 provinsi yaitu : Jawa Barat,

Banten, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan,

Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, NTB (P.Lombok),

Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya untuk mengetahui rekomendasi pemupukan secara lebih

spesifik lokasi, maka berdasarkan hasil evaluasi terhadap unsur hara lahan sawah

di setiap kabupaten, maka telah dibuat rekomendasi pemupukan sampai ke tingkat

kecamatan. Kabupaten yang telah mendapatkan rekomendasi pemupukan sampai

ke tingkat kecamatan di Provinsi Sumatera Utara yaitu; Kabupaten Mandailing

Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Samosir, Labuhan Batu,

(22)

Siantar, Binjai, Langkat, Simalungun, Asahan, Tapanuli Selatan, Kota Padang

Sidempuan, Deli Serdang, Serdang Bedagai dan Humbang Hasundutan.

Berdasarkan Permentan No. 40 tahun 2007 maka secara rinci rekomendasi

pemupukan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara yang merupakan sentra

tanaman padi sawah dan memiliki luas areal, produksi dan produktivitas tertinggi

di Sumatera Utara disajikan per kecamatan sebagai berikut:

Tabel 2.4. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang per Kecamatan

Keterangan : *)Takaran Pupuk aktual dapat lebih rendah karena valiabilitas hara tanah. Kecamatan yang mendapat rekomendasi pemupukan berdasarkan Permentan No. 40 tahun 2007 hanya kecamatan yang memilki luas areal lebih besar atau sama dengan 250 ha pada peta skala 1:250.000

Kecamatan/ Kodya

Acuan Rekomendasi Pupuk (kg/ha) Tanpa Bahan

Organik

(23)

Permintaan pupuk subsidi di Kecamatan Tanjung Morawa terus

meningkat. Peningkatan alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2013 dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel. 2.5. Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun 2013 dibandingkan Tahun 2012 Jenis Pupuk Tahun 2012

(ton)

Sumber : BPP Kecamatan Tanjung Morawa (data diolah)

2.8. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menggambarkan bahwa

rekomendasi pemupukan yang telah diterbitkan oleh pemerintah dalam hal ini

Departemen Pertanian pada tahun 2007 melalui Peraturan Menteri Pertanian

Nomor : 40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang Rekomendasi Pemupukan N, P,

dan K pada padi sawah spesifik lokasi direalisasikan dalam jumlah penggunaan

pupuk pada padi sawah. Diduga faktor umur petani, lama pendidikan, lama

bertani, luas lahan, status kepemilikan, total pendapatan keluarga dan harga pupuk

berpengaruh terhadap jumlah pupuk yang digunakan oleh petani. Jumlah pupuk

yang digunakan akan berpengaruh terhadap rencana kebutuhan pupuk dan

berpengaruh juga terhadap jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan oleh

petani. Produksi padi sawah yang dihasilkan akan berkontribusi terhadap

(24)

2.9. Hipotesis Penelitian

Beberapa hipotesis yang akan diuji yaitu sebagai berikut :

1. Umur, lama pendidikan, lamanya bertani, luas lahan, status kepemilikan,

dan total pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap jumlah

penggunaan pupuk sedangkan harga pupuk berpengaruh negatif terhadap

jumlah penggunaan pupuk.

2. Jumlah pupuk yang digunakan berpengaruh positif terhadap produksi padi

sawah yang dihasilkan.

3. Efesiensi penggunaan pupuk penting untuk mendapatkan keuntungan

(25)

4. Peningkatan produksi padi sawah berpengaruh positif terhadap

Gambar

Tabel. 2.1.   Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja di Indonesia Tahun 2012
Tabel 2.3.   Rata-rata Pengeluaran per Musim Tanam per Hektar Usaha
Tabel 2.4.  Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang  per Kecamatan
Tabel. 2.5.  Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun 2013 dibandingkan Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

Inverter terdiri dari beberapa sirkuit penting yaitu sirkuit converter (yang berfungsi untuk mengubah daya komersial menjadi dc serta menghilangkan ripple atau kerut yang terjadi

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 sebelum pendidikan kesehatan dapat diketahui sebagian besar atau sebanyak 14 siswi (70%) memiliki tingkat pengetahuan

informasi yang relevan sangat membantu setiap organisasi dalam melakukan transaksi bisnisnya, dikarenakan informasi yang relevan ini bisa memprediksi dan mengkonfirmasi

beberapa sumber sehingga data yang diperoleh merupakan data yang absah. Triangulasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan triangulasi metode. Triangulasi

Hal ini berarti bahwa: (1) upaya untuk memperoleh kualitas bahan pangan yang baik harus dimulai dari sejak pra-panen sampai pascapanen, dan (2) negara-negara berkembang didiskreditkan

1100- Manajemen nutrisi (hal.274) 5246- Konseling nutrisi (hal.276).. Hasil Workshop Nasional Ikatan Perawat Kesehatan Komunitas Indonesia tahun 2014 *Regional Barat: Jakarta,

Dengan demikian berdasarkan kriteria analisis deskriptif persentase dapat diketahui bahwa Pemberian Kredit Terhadap Anggota Koperasi Sepakat Makmur Pemangkat dengan

Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis Chi-square diketahui bahwa nilaip &lt; 0,001, hal ini mempunyai arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan