• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEUKOSITOSIS DALAM PROSES INFEKSI studi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEUKOSITOSIS DALAM PROSES INFEKSI studi"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

LEUKOSITOSIS DALAM PROSES INFEKSI

Disusun oleh:

Benedictus Brynt Simamora G0013054

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

Leukositosis secara umum merupakan peningkatan jumlah leukosit dalam darah. Leukosit terdiri atas enam sel, yaitu netrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil polimorfonuklear, monosit, limfosit, dan sel plasma. Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam tubuh untuk menangkal berbagai agen-agen infeksi, seperti virus dan bakteri. Dalam proses infeksi, peningkatan sel-sel leukosit akan terjadi karena tubuh mencoba mengompensasi kerusakan jaringan akibat infeksi tersebut. Sel-sel polimorfonuklear dari leukosit (granulosit) yang dilepaskan dari sumsum tulang normalnya memiliki masa hidup empat sampai delapan jam dalam sirkulasi darah dan empat sampai lima hari berikutnya dalam jaringan yang membutuhkan. Dalam infeksi yang lebih berat, granulosit akan bekerja lebih cepat di jaringan yang terinfeksi dan masa hidup dari granulosit akan menurun drastis. Oleh karena itu, selama infeksi terjadi akan terjadi mekanisme yang mendorong pembuatan leukosit untuk meningkatkan jumlah leukosit guna menyokong penanggulangan infeksi. Peningkatan dari sel-sel leukosit inilah yang disebut dengan leukositosis dan hal ini menjadi salah satu indikasi terjadinya infeksi.

Jika ada agen infeksi masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan peradangan, makrofag, yang berasal dari monosit, di jaringan yang terinfeksi akan menjadi lini pertahanan pertama melawan agen infeksi tersebut selama beberapa jam. Makrofag kemudian akan dibantu oleh netrofil yang menginfiltrasi jaringan yang terinfeksi sebagai lini pertahanan kedua. Lalu kemudian menyusul monosit yang juga menginfiltrasi jaringan dengan membengkak dan berubah menjadi makrofag sebagai lini pertahanan ketiga. Lini pertahanan keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang dan terjadi leukositosis. Hal ini disebabkan oleh rangsangan-rangsangan yang berasal dari makrofag yang berada di jaringan yang terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi leukositosis, infeksi yang telah terjadi sudah cukup parah.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan leukosit. Pada proses infeksi, sel-sel endotel, fibroblast, adiposit, matriks ekstraselular, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel dapat memproduksi zat yang menjadi faktor yang dapat menstimulasi pertumbuhan sel-sel induk, sel-sel bakal, dan sel-sel darah yang lain. Zat-zat seperti ini disebut faktor perangsang koloni (colony stimulating factor-CSF) dan faktor pertumbuhan hemopoetik (hemopoetic growth factor-HGF). Seperti pada skema 1, tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), granulocyte monocyte-colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF), dan monocyte-colony stimulating factor (M-CSF) merupakan faktor-faktor yang dibentuk oleh sel makrofag yang teraktivasi di jaringan

(3)

Makrofag

Skema 1. Pengaturan produksi granulosit dan monosit-makrofag

yang terinfeksi dan sebagian kecil dibentuk oleh sel-sel jaringan yang meradang. Peningkatan produksi leukosit oleh sumsum tulang disebabkan oleh tiga faktor perangsang koloni, yakni GM-CSF, G-CSF, dan M-CSF. Ketiga faktor ini merangsang pembentukan granulosit dan monosit terus menerus selama ketiga faktor ini masih diproduksi oleh makrofag secara masif. Dengan diproduksinya kedua sel ini, sel-sel darah putih dalam jumlah besar ini diharapkan dapat menghilangkan agen-agen penyebab infeksi. Ketika agen-agen penyebab infeksi lama-kelamaan melemah, terdapat mekanisme umpan balik, di mana faktor-faktor perangsang koloni tadi tidak lagi diproduksi secara masif. Mekanisme umpan balik ini juga melibatkan TNF dan IL-1, di mana saat peradangan mereda, kedua faktor ini menurun produksinya, sehingga faktor perangsang koloni juga menurun produksinya. Dan setelah agen-agen penyebab infeksi sudah dihilangkan dan peradangan sudah berhasil diatasi, faktor-faktor perangsang koloni tidak diproduksi lagi oleh makrofag dan pembentukan leukosit dalam jumlah besar berhenti dan kembali seperti semula.

(4)

Daftar Pustaka

Guyton, AC. & Hall, JE. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:EGC. p:450-459

Soebandiri (2006). Hemopoesis. Pada Sudoyo, AW., dkk (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. p:619-621.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pertahanan tubuh dapat diaktifkan dengan memberikan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk meningkatkan respon immun yang disebut immunomodulator.. Immunomodulator

Dalam keadaan normal pada umumnya infeksi virus akan dibatasi sehingga tidak menyebar meskipun ada beberapa virus yang dapat menghindar dari sistem imun tubuh kita

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan prinsip- prinsip penggunaan agen antibakteri dapat menyebabkan peningkatan resistensi yang menyebabkan munculnya bakteri-bakteri

Infeksi Babesia juga diduga berasal dari Tenjolaya sebab dalam waktu 2 minggu, telah ditemukan darah yang terinfeksi oleh parasit (umumnya Babesia membutuhkan waktu 2-3 minggu

• Luka bakar dengan luas 10% dari total massa tubuh → menyebabkan gangguan pertahanan tubuh; 20% terganggu dalam penyembuhan luka; 30% mengalami infeksi berat; dan 40% terjadi

Penggunaan masker mengurangi infeksi influenza dan coronavirus pada manusia dengan mencegah penyebaran percikan yang dapat menyebabkan infeksi dari orang yang terinfeksi ke orang lain

Penyakit infeksi yang berkaitan dengan status gizi pada balita antara lain nafsu makan menurun, asupan dalam tubuh berkurang, balita pernah menderita penyakit infeksi, makanan