• Tidak ada hasil yang ditemukan

teori pemahaman membaca cepat dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "teori pemahaman membaca cepat dengan "

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

A.Teori membaca

Model teori membaca lahir dari perspekif bagaimana makna diangkat dari bacaan. Inti proses membaca adalah seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan.

Pemeroleh makna berangkat dari beragam sudut. Dari sudut itulah pandangan para ahli dibedakan. Ada tiga pandangan tentang bagaimana makna diperoleh yang melahirkan tiga model teori membaca. Tiga model teori itu antara lain:

1.Model Teori Bottom-Up

Memandang bahwa bahasa yang mewadahi teks menentukan pemahaman. Secara fisik, ketika orang melakukan kegiatan membaca, yang dipandang adalah halaman-halaman bacaan yang posisinya di bawah (kecuali membaca sambil tiduran!). Secara literal, bottom-up berarti ‘dari bawah ke atas’. Maksudnya, makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak/kepala). Secara harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman.

Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottom-up merupakan proses yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya.

Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulis menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996)

Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna.

Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.

2.Model Teori Top-Down

Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan.

Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.

Inti dari model teori Top-down adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya,

Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan.

(2)

3.Model Teori Interaktif

Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model Top-Down dan model Bottom-Up. Pada model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan top-down untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan bottom-up untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis. Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca.

Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata). Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model

interaktif adalah model membaca yang menggunakan secara serentak antara pengetahuan informasi grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.

Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh penulis melalui teks yang dibacanya.

Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan proses aktif yang di dalamnya melibatkan banyak faktor. Keterlibatan faktor-faktor itu bertujuan untuk memperoleh pemahaman melalui proses interaksi antara pembaca dengan bacaan dalam peristiwa membaca. Ketiga model teori membaca di atas mewarnai pandangan para ahli tentang membaca. Jika diamati secara teliti, tulisan atau bahasan tentang membaca dalam buku-buku dan jurnal-jurnal, sedikit atau banyak, menyentuh ketiga teori di atas. Selalu ada benang merah yang menghubungkan pandangan para ahli dengan model teori membaca di atas.

B.Pengertian Membaca

Membaca mempunyai pengertian yang beragam. Ada yang rumusannya panjang dan ada pula yang pendek. Penyebabnya pun bermacam-macam. Berikut beberapa contoh pengertian membaca:

1.Membaca adalah proses mengenali makna simbol tertulis 2.Membaca adalah proses melisankan bahasa tulis

3. Membaca adalah kegiatan mempersepsi aturan tertulis untuk menangkap makna yang dikandungnya

4.Membaca adalah proses berpikir dan bernalar

5.Membaca adalah penerapan seperangkat keterampilan kognitif untuk memperoleh pemahaman dari tuturan yang tertulis

6.Membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan pembaca untuk memperoleh pemahaman menyeluruh tentang bacaan itu, yang diikuti oleh penilaian terhadap keadaan, nilai, fungsi, dan dampak bacaan itu.

Dari banyak dan beragamnya definisi membaca seperti contoh diatas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

(3)

2.Kenyataan bahwa membaca adalah kegiatan mental yang sangat rumit dan unik 3.Tujuan perumusan pengertian membaca itu berbeda-beda.

4.Aspek yang ditekankan berbeda 5.Perumusnya berbeda

6.Ruang lingkup yang tercakup dalam definisi itu berbeda

Jika diamati, perbedaan antara pengertian-pengertian membaca itu lebih bukan pada substansi pengertiannya, melainkan terletak pada lingkup masalah yang dimasukkan dalam pengertian itu. Berdasarkan substansinya, pengertian-pengertian membaca itu dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:

1.Pengertian Sederhana, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses pengenalan simbol-simbol tertulis bermakna.

2.Pengertian Agak Luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses memahami bacaan.

3. Pengertian Luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses ‘mengolah bacaan’ yaitu memaknai bacaan secara mendalam, meliputi proses memberikan reaksi kritis-kreatif terhadap bacaan itu. Definisi ini sering disebut sebagai definisi modern, yang mendasarkan diri pada pandangan modern tentang membaca.

C.Gambaran Proses Membaca

Sebagai suatu proses, membaca merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Burns (1996) menjelaskan bahwa dalam proses membaca itu terlibat berbagai aspek yang meliputi:

1.Aspek sensori, yakni kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis

2.Aspek persepsi, yakni aspek kemampuan untuk menafsirkan apa yang dilihat pembaca sebagai simbol atau kata

3.Aspek urutan, yakni kemampuan mengikuti poal-pola urutan, logika, dan gramatika teks

4. Aspek pengalaman, yakni aspek kemampuan menghubungkan kata-kata dengan pengalaman yang telah dimiliki untuk memberikan makna itu

5.Aspek asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara simbol dan bunyi, dan antara kata-kata dengan yang direpresentasikan

6. Aspek belajar, yakni aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan gagasan atau fakta yang baru dipelajari

7.Aspek afektif, yakni aspek kemampuan untuk membuat inferensi dan evaluasi dan materi yang dipelajari

8.Aspek afektif, yakni aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca

9.Aspek konstruktif, yakni kemampuan untuk mengkonstruksi makna bacaan

(4)

1.Tahap memindai simbol bahasa yang berupa huruf, kelompok huruf, dan kata sebagai input grafis 2.Tahap mengangkat makna simbol bahasa yang berupa huruf, kelompok huruf, dan kata itu menurut satuan-satuannya, yaitu makan frasa, klausa dan kalimat

3.Tahap mencari data berupa pengetahuan dalam skemata yang relevan dengan topik yang dibahas dalam bacaan

4.Tahap mengintegrasi pengetahuan yang relevan itu dengan makna yang diperoleh dari satuan-satuan bahasa (hasil kegiatan tahap kedua)

5. Tahap memahami makna bacaan berdasarkan interaksi antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya degna makna teks bacaan

6.Tahap menggolongkan dan membandingkan informasi (makna) yang diperoleh ke dalam kategori tertentu

7.Tahap menganalisis dan menguraikan satuan-satuan makna (ide) yang ditemukan dalam bacaan 8.Tahap mensintesis, menyimpulkan, dan menilai ide yang terekam ke dalam sintesa tertentu 9.Tahap mengonseptualisasikan makna dan simpulan-simpulan yang dilihat menjadi makna tunggal milik pembaca pribadi

10.Tahap membangun skemata baru

TINGKAT PEMAHAMAN MEMBACA Oleh: Imron Rosidi

Ketika membaca, seseorang berusaha memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan. Pemahaman ini merupakan prasyarat bagi berlangsungnya suatu tindakan membaca. Membaca dikatakan tidak berlangsung apabila tidak ada pemahaman pada diri pembaca. Pemahaman terhadap isi bacaan tersebut memiliki beberapa tingkatan. Bagaimana tingkatannya?

Tingkat pemahaman dalam membaca dapat dibedakan berdasarkan kekompleksan kognitif dalam memahami bacaan. Burn, dkk (1996) dan Syafi’ie (1993) mengemukakan dua tingkatan pemahaman membaca, yaitu pemahaman literal dan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman tingkat tinggi mencakup pemahaman interpretatif, pemahaman kritis, dan pemahaman kreatif. Pemahaman kritis dan kratif dapat digolongkan ke dalam pemahaman evaluatif. Hafni (1981) dan Tollefson (1989) mengklasifikasikan pemahaman membaca atas lima

tingkatan, yaitu: pemahaman literal, reorganisasi, inferensial, evaluasi, dan apresiasi.

Pemahaman literal adalah kemampuan menangkap informasi yang

(5)

dalam proses membaca secara keseluruhan. Untuk bisa mencapai tingkat

pemahaman yang lebih tinggi, pembaca harus melalui tingkat pemahaman literal. Untuk meletakkan detail secara efektif, pembaca membutuhkan beberapa arahan tentang jenis detail yang menjadi syarat dari pertanyaan-pertanyaan yang spesifik, misalnya pertanyaan siapa untuk menanyakan nama orang, pertanyaan di mana untuk menanyakan tempat, pertanyaan kapan untuk menanyakan tahun, dan seterusnya. Cochran (1991:16) menjelaskan bahwa pemahaman literal mencakup rincian yang terdapat teks, rujukan kata ganti, dan urutan peristiwa dalam cerita. Pemahaman literal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemampuan mengenali kembali dan mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan mengenali kembali (recognition) adalah kemampuan mengidentifikasi atau menunjukkan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan ini mencakup beberapa hal, yaitu: mengenali kembali rincian-rincian, ide-ide utama, urutan, perbandingan, hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Selanjutnya, kemampuan mengingat kembali adalah kemampuan mengingat kembali informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan ini mencakup: mengingat kembali rincian, ide utama, suatu urutan, perbandingan, hubungan sebab-akibat, dan karakter tokoh yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman literal merupakan prasyarat untuk tingkat pemahaman yang lebih tinggi, yaitu membaca untuk memperoleh detail isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan untuk memahami isi bacaan secara efektif. Pemahaman ini dimaksudkan untuk memahami isi bacaan seperti yang tertulis pada kata, kalimat, dan paragraf dalam teks bacaan. Pemahaman literal menuntut kemampuan ingatan tentang hal-hal tertulis dalam teks.

Tingkat pemahaman yang kedua adalah pemahaman interpretatif, yang menurut Hafni (1981) dan Tollefson (1989) sebagai pemahaman reorganisasi dan inferensial. Pemahaman interpretatif adalah pemahaman makna antarkalimat atau makna tersirat atau penarikan kesimpulan teks. Pemahaman interpretatif

merupakan proses memperoleh gagasan-gagasan yang diimplikasikan oleh teks, bukan yang bisa langsung ditemukan dalam teks. Membaca pemahaman

interpretatif mencakup penarikan kesimpulan tentang gagasan utama dari suatu teks, hubungan sebab akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks, rujukan kata ganti, rujukan kata keterangan (adverb), dan kata-kata yang dihilangkan. Pemahaman interpretatif juga mencakup pemahaman suasana hati pelaku yang terdapat dalam cerita (mood of a passage) tujuan penulis cerita tersebut, dan makna bahasa figuratif (Burn, dkk., 1996).

(6)

inferensial. Dia mengemukakan bahwa pemahaman inferensial mencakup beberapa keterampilan membaca, yaitu keterampilan menghubungkan cerita dengan pengalaman pribadi, keterampilan menemukan gagasan utama,

menemukan hubungan sebab-akibat yang dinyatakan secara tidak langsung dalam suatu cerita, mengampil kesimpulan, memprediksikan kelanjutan dari suatu teks setelah membaca sebagian dari teks tersebut, serta keterampilan menemukan persamaan dan perbedaan dua hal. Dengan kata lain, pembaca bisa menemukan persamaan dan perbedaan yang tidak dinyatakan secara langsung dalam suatu teks, misalnya persamaan dan perbedaan karakter tokoh yang terdapat dalam cerita.

Jenis pemahaman yang tertinggi adalah pemahaman evaluatif. Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman evaluatif terdapat dalam kegiatan membaca kritis. Pemahaman pembaca berada pada tingkat ini apabila pembaca mampu membandingkan gagasan-gagasan yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu dan mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berkaitan dengan teks. Pemahaman kritis bergantung pada pemahaman literal, pemahaman interpretatif, dan pemahaman gagasan penting yang dimplikasikan (Burn, dkk., 1996).

Pemahaman evaluatif munurut Cochran (1991) mencakup kemampuan menilai atau memutuskan yang berkenaan dengan (1) menganalisis karakter dan latarnya, (2) menilai apakah cerita atau gambar riil atau hasil imajinasi penulis, (3) meringkas alur cerita, (4) menilai apakah sebuah fakta atau opini, (5) memahami cara penulis menggambarkan suasana hati tokoh melalui pelukisan fisik dan psikologis para tokoh, dan (6) memahami cara penulis meyakinkan pembaca melalui pernyataan yang diungkapkannya.

Dengan demikian, membaca evaluatif (membaca kritis) merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk memahami isi bacaan. Pembaca tidak saja menginterpretasi maksud penulis, tetapi juga menilai apa yang disampaikan penulis.

Pemahaman kritis ditandai oleh kemampuan membandingkan isi bacaan dengan pengalaman pembaca sendiri, mempertanyakan maksud penulis, dan mereaksi secara kritis gaya penulis dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya (Syafi’ie, 1993:49). Terkait dengan pendapat Syafi’ie, Cochran (1993)

(7)

Jenis pemahaman lainnya adalah pemahaman apresiasi (Hafni, 1981 dan Tollefson, 1989). Pemahaman apresiasi merupakan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional mengenai bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. Pemahaman apresiasi melibatkan seluruh dimensi kognitif yang terlibat dalam tingkatan pemahaman sebelumnya. Dalam pemahaman apresiasi, pembaca dituntut juga menggunakan daya imajinasi untuk memperoleh gambaran yang baru melebihi apa yang disajikan penulis. Hal ini berarti bahwa pembaca dituntut merespon teks secara kreatif.

DePorter dan Hernacki (1992) memberikan beberapa kiat dalam rangka meningkatkan pemahaman pembaca yang berkorelasi terhadap kemampuan membaca cepat seseorang. Kiat-kiat tersebut adalah (1) jadilah pembaca aktif, (2) bacalah gagasan, bukan kata-katanya, (3) libatkan indra, (4) ciptakan minat, dan (5) Buat Peta Pikiran dari Materi Bacaan. Untuk menjadi pembaca aktif, seorang pembaca tidak boleh melupakan dengan enam kata tanya: siapa? kapan? di mana? apa? mengapa? dan bagaimana? Ketika membaca, usahakan keenam pertanyaan tersebut dapat terjawab.

Kiat yang kedua adalah bacalah gagasan, bukan kata-katanya. Satu-satunya cara untuk dapat “memahami gagasan” dalam sebuah bacaan adalah dengan membaca kata-kata dalam konteks yang berhubungan. Apabila yang dibaca kata demi kata, otak pembaca harus bekerja lebih keras untuk

mengartikannya. Selain itu, pembaca harus dapat mengoptimalkan fungsi indra, terutama indra mata.

Sebelum membaca, bertanyalah kepada diri sendiri “Mengapa aku perlu membaca bacaan ini?” Setelah itu, mulailah dengan melihat sekilas tentang bacaan itu dan menyingkirkan informasi yang kurang dibutuhkan. Untuk kiat yang terakhir, pembaca perlu membuat peta pikiran dengan menggunakan pembagian topik yang telah dibaca. Bacalah sekali lagi secara menyeluruh dan isilah detail-detail yang penting untuk diingat.

Hakikat Membaca

(8)

beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar manusia akan berkembang secara maksimal jika ia diasah melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau kegiatan baca-tulis. Dengan demikian kedudukan kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini sesungguhnya merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya.

Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi merupakan hal yang sangat fundamental. Sebab semua proses belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan membaca dan menulis, juga dengan melalui kegiatan literasi membaca dan menulislah kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian, dunia pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan kehadiran salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para siswanya.

Hingga saat ini cukup banyak pengertian atau definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar tentang membaca. Dari berbagai pengertian dan definisi membaca tersebut kita dapat mengklasifikasikan ke dalam tiga kelompok besar. Pertama, pengertian membaca yang ditarik sebagai interpretasi pengalaman membaca itu bermula dengan penemuan waktu dan berawal dengan pengelolaan tanda-tanda berbagai benda (membaca itu berawal dengan tanda dan pertanda). Kedua, definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari interpretasi lambang grafis; membaca merupakan upaya memperoleh makna dari untaian huruf tertentu. Dan ketiga, definisi atau pengertian membaca yang ditarik dari keduanya, yakni membaca merupakan perpaduan antara pengalaman dan upaya memahami lambang-lambang grafis atau dari halaman bercetakan. Jika dihubungkan dengan masalah pembelajarannya, setiap definisi-definisi membaca tersebut sudah barang tentu senantiasa berimplikasi. Sebagai seorang guru atau calon guru kita perlu memahami implikasi-implikasi tersebut.

Kegiatan Belajar 2:

Membaca Sebagai Proses

Membaca bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan suatu sintesis berbagai proses yang tergabung ke dalam suatu sikap pembaca yang aktif. Proses membaca yakni membaca sebagai proses psikologi, membaca sebagai proses sensori, membaca sebagai proses perseptual, membaca sebagai proses perkembangan, dan membaca sebagai proses perkembangan keterampilan. Sebagai proses psikologi membaca itu perkembangannya akan dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya psikologi pembaca, seperti intelegensi, usia mental, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, bahasa, ras, kepribadian, sikap, pertumbuhan fisik, kemampuan persepsi, tingkat kemampuan membaca. Di antara faktor-faktor tersebut menurut Harris (1970), bahwa faktor terpenting dalam masalah kesiapan membaca yaitu intelegensi umum.

(9)

mata. Setelah dilakukan pemaknaan atau pengucapan terhadapnya. Pernyataan “membaca sebagai proses sensoris” tidak berarti bahwa membaca merupakan proses sensoris semata-mata. Banyak hal yang terlibat dalam proses membaca dan ketidakmampuan membaca bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang bisa bekerja sendiri-sendiri atau secara serempak.

Membaca sebagai proses perseptual mengandung pengertian bahwa dalam membaca merupakan proses mengasosiasikan makna dan interpretasi berdasarkan pengalaman tentang stimulus atau lambang, serta respons yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambang tersebut. Membaca sebagai proses

perkembangan mengandung arti bahwa membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan perkembangan mulai dan berakhir. Sedangkan proses membaca sebagai perkembangan keterampilan mengandung arti membaca merupakan sebuah keterampilan berbahasa (language skills) yang sifatnya objektif, bertahap, bisa digeneralisasikan, merupakan perkembangan konsep, pengenalan dan

identifikasi, serta merupakan interpretasi mengenai informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Burnes Don and Glenda Page (ed.). (1985). Insight and Strategies for Teaching Reading. Sydney: Harcourt Brace Jovanovich Group.

Harris, L. Theodore (et.al) (ed.). (1983). Dictionary of Reading and Related Term. London: International Reading Asociation.

Harras K.A. (1995). Membaca Minat Baca Masyarakat Kita dalam jurnal Mimbar Bahasa dan Seni No.XXII 1995.

Harjasujana, A. (1988). Nusantara yang Literat: Secercah Sumbangsaran terhadap Upaya Pengingkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FPBS IKIP Bandung).

Harjasujana, A. (dkk.). (1988). Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.

Harjasujana, A, dan Vismaia Damaianti. (2003). Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung: Penerbit Mutiara.

Olson, R. David (et.al) (ed.). (1983). Literacy, Language, and Learning. London: Cambridge University.

Richard T. Vacca and Jo Annel Vacca. (1987). Content Area Reading. Boston: Scott, Foresman and Company.

(10)

Tarigan, H.G. (1986). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G., Kholid dan A. Ruhendi Saefullah (ed.). (1989). Membaca dalarn Kehidupan. Bandung: Angkasa.

MODUL 2: JENIS-JENIS MEMBACA

Kegiatan Belajar 1:

Membaca Berdasarkan Terdengar Tidaknya Suara

Pembaca

Ditinjau dari terdengar dan tidaknya suara si pembaca pada waktu membaca, kita dapat membagi membaca menjadi dua jenis yakni membaca dalam hati (silent reading) dan membaca nyaring atau membaca bersuara (oral reading or aloud reading). Pada tataran yang paling rendah membaca nyaring merupakan aktivitas membaca sebatas melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras, sedangkan pada tataran yang lebih tinggi membaca nyaring

merupakan proses pengkomunikasian isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang lain (pendengar).

Membaca dalam hati merupakan proses membaca tanpa mengeluarkan suara. Yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi saja. Untuk menanamkan kemahiran kedua jenis membaca ini diperlukan adanya proses latihan secara terencana dan sungguh-sungguh di bawah asuhan guru-guru profesional.

Kegiatan Belajar 2:

Membaca Berdasarkan Cakupan Bahan Bacaan

Dilihat dari sudut cakupan bahan bacaan yang dibaca, secara garis besar membaca dapat kita golongkan menjadi dua: membaca ekstensif (extensive reading) dan membaca intensif (intensif reading). Membaca ekstensif program membaca secara luas, baik jenis maupun ragam teksnya dan tujuannya sekadar untuk memahami isi yang penting- penting saja dari bahan bacaan yang dibaca dengan

menggunakan waktu secepat mungkin. Ada tiga jenis membaca, yakni membaca survei (survei reading), membaca sekilas skimming), membaca dangkal

(superficial reading).

(11)

for ideas). Membaca telaah bahasa dibagi menjadi membaca bahasa asing (foreign language reading) dan membaca sastra (literary reading).

DAFTAR PUSTAKA

Harjasujana, Ahmad Slamet, (dkk). (1988). Materi Pokok Membaca. Jakarta: Universitas Terbuka.

Harris, L. Theodore (et.al) (ed). (1983). Dictionery of Reading and Related Term. London: Heinemann Educational Book.

Soedarso. (1989). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.

Smith, Frank. (1986). Understanding Reading: A Psycholpnguistic Analysis of Reading and Learnig to Read. London: Lawrence Erlbaum Associate Publisher.

Tampubolon D.P. (1989). Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. (1986). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

_________. (1986). Membaca Ekspresif. Bandung: Angkasa

MODUL 3: LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN MEMBACA

Kegiatan Belajar 1:

Tahap-tahap dalam Kegiatan Membaca

Ada tiga langkah dalam kegiatan membaca, yaitu kegiatan pramembaca, kegiatan membaca, dan kegiatan pascamembaca. Kegiatan Pramembaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan-kegiatan membaca sebagai jembatan untuk dapat memahami bacaan dan agar dapat melaksanakan kegiatan pascamembaca dengan cepat dan mudah. Kegiatan membaca, yaitu kegiatan memahami teks yang dibaca. Kegiatan pascamembaca, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan setelah melaksanakan kegiatan membaca untuk mengecek atau menguji pemahaman terhadap bacaan yang telah dibaca.

Kegiatan Belajar 2:

Beragam Variasi Kegiatan Pramembaca

(12)

hendak dipahami, melatih siswa mengetahui tujuan membaca, dan memberikan motivasi dan rasa percaya diri. Kegiatan pramembaca merupakan jembatan untuk mengaitkan beragam pengetahuan yang memiliki keterkaitan dengan isi bacaan. Ada beragam variasi kegiatan pramembaca. Kegiatan pramembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam

pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa.

Kegiatan Belajar 3:

Beragam Variasi Kegiatan Tahap Membaca

Kegiatan pada tahap membaca adalah salah satu tahap kegiatan penting dan utama dalam keseluruhan tahapan membaca. Seorang pembaca yang efektif dan efisien terlebih dahulu harus mengetahui tujuan dia membaca. Setelah mengetahui tujuan membaca, seorang pembaca akan memilih strategi membaca yang tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan tersebut.

Teknik skimming sangat cocok digunakan untuk membaca cepat dan menemukan gagasan inti bacaan secara cepat. Sedangkan teknik membaca scanning sangat tepat digunakan untuk menemukan informasi tertentu secara cepat dalam teks yang dibaca.

Kegiatan Belajar 4:

Beragam Variasi Kegiatan Setelah Membaca

Disebut kegiatan pascamembaca karena kegiatan ini dilaksanakan setelah seorang siswa melaksanakan kegiatan membaca. Fungsi utama kegiatan pascamembaca adalah untuk mengecek apakah apa yang dibaca telah dipahami dengan baik oleh siswa. Kegiatan setelah membaca ini dapat berupa tugas atau

pertanyaan-pertanyaan terkait dengan teks yang dibaca. Ada beragam variasi kegiatan

pascamembaca. Kegiatan pascamembaca ini tidak boleh terlepas dari kompetensi dasar dan indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran membaca. Artinya, semua kegiatan pramembaca dirancang untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator yang akan dibelajarkan kepada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Carrell, P.L. (1988). Interactive approaches to second language reading. Cambridge: University Press.

Ernawan, Mamun Dudy. (1989). Process Approach to the Teaching of Reading to SMA Students in Indonesia. London: Ealing College Press.

(13)

Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramdina.

Nuttall, Cristine. (1982). Teaching Reading Skills in a Foreign Language. Heineman Educational Books.

MODUL 4: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN MEMBACA

Kegiatan Belajar 1:

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan

Membaca

Pemahaman terhadap teks yang dibaca dipengaruhi oleh banyak faktor, di

antaranya faktor karakteristik materi bacaan dan karakteristik pembaca itu sendiri. Teks bacaan sangat berpengaruh terhadap pemahaman pembaca, ada teks yang tingkat kesulitannya rendah, sedang, dan tinggi. Oleh karena itu, tingkat keterbacaan teks (readibility) adalah salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam memilih teks. Selain itu, kemenarikan dan keotentikan teks juga merupakan syarat untuk memilih teks yang baik.

Karakteristik pembaca juga dapat mempengaruhi pemahaman pembaca terhadap teks. Karakteristik pembaca yang dapat mempengaruhi pemahaman teks adalah: IQ, minat baca, kebiasaan membaca yang jelek, dan minimnya pengetahuan tentang cara membaca cepat dan efektif.

Kegiatan Belajar 2:

Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca

Cepat

Membaca dengan kecepatan optimal dan memahami teks yang dibaca, itulah konsep membaca cepat. Banyak manfaat membaca cepat, antara lain: 1) banyak informasi penting dapat diserap dalam waktu yang cepat, 2) membaca

memperluas wawasan, 3) membaca cepat meningkatkan kemahiran berbahasa yang lain, 4) membaca cepat membantu Anda menghadapi ujian/tes, dan 5) membaca cepat meningkatkan pemahaman terhadap teks yang dibaca. Ada beberapa langkah yang dapat dipraktikkan untuk mengukur kecepatan membaca seseorang. Dan ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat.

(14)

Teknik Meningkatkan Kemampuan Membaca

Nyaring (Membaca Teks untuk Orang Lain)

Membaca nyaring adalah kegiatan membacakan teks untuk orang lain.

Kompetensi membaca nyaring dalam Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, antara lain sebagai berikut: membacakan beragam teks berita; membacakan beragam teks laporan; membacakan beragam teks percakapan; membacakan beragam teks pengumuman; dan membacakan beragam teks perangkat upacara.

Kompetensi membaca nyaring adalah salah satu kecakapan hidup yang diperlukan sebagai bekal siswa untuk dapat bersaing di dunia kerja dan juga berguna dalam kehidupan siswa. Kompetensi membaca nyaring ini perlu dikuasai oleh semua mahasiswa calon guru (Bahasa dan Sastra Indonesia. Kompetensi yang andal dalam melaksanakan kegiatan membaca nyaring adalah salah satu prasyarat menjadi guru yang profesional, guru masa depan yang dapat melaksanakan pembelajaran tuntas (mastery learning) dan membelajarkan siswa agar dapat menguasai kompetensi secara tuntas pula (Depdiknas, 2003).

Beragam kegiatan yang dapat dilatihkan untuk meningkatkan kemampuan dalam membaca nyaring adalah sebagai berikut: memahami isi teks dan memberikan tanda jeda pada teks, berlatih membacakan teks dengan intonasi, lafal, dan pemenggalan yang tepat, berlatih mengomentari hasil pembacaan, berlatih meningkatkan performansi pembacaan teks, misalnya: latihan vokal, intonasi, melafalkan kata-kata yang sulit, menyerasikan gerak dan ucapan, dan pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki dan Hasanuddin W.S. (1990). Pembacaan Karya Susastra Sebagai Suatu Seni Pertunjukan. Padang: Angkasa Raya.

Balai Pustaka. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

BBC Siaran Indonesia. (Maret, 2004). "Warta Berita."

Chall, Jeane S. (1984). Readability and comprehension: continuities and

discountinuities. Disunting oleh Flood, Understanding Reading Comprehension. Delaware: International Reading Association, Inc.

Depdikbud. (1989). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas.

(15)

Ginting Setia. (1989). Kajian tentang metode uji keterbacaan sebagai penentu keefektifan materi bacaan. Tesis. Malang: FPS IKIP Malang.

Hafni. (1981). Pemilihan dan Pengembangan Bahan Pengajaran Membaca. Jakarta: PPPG.

Harsiati, Titik. (1993). Tingkat Keterbacaan Buku Teks Membaca Siswa Sekolah Dasar se Kodya Malang. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang.

Klare, George R. (1984). Readability Reading dalam Pearson P. David. Handbook of Reading Research. New York and London: Longman, Inc.

Nuttall, Christine. (1985). Teaching Reading Skill in a Foreign Language. London: Heinemann Educational Books, Ltd.

Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru dan Malang: YA3 Malang.

Oller, John W. (1979). Language Test at School. London: Longman Group, Ltd.

Sidi, Indra Djati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramdina.

Taryono dan Imam Agus Basuki. (1996). Bahan Ajar Keterampilan Berbicara. Malang: IKIP Malang.

MODUL 5: MEMBACA INTENSIF DAN EKSTENSIF

Kegiatan Belajar 1:

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca

Intensif

Membaca intensif adalah membaca secara cermat untuk memahami suatu teks secara tepat dan akurat. Kemampuan membaca intensif adalah kemampuan memahami detail secara akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep, gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan yang ada pada wacana tulis. Membaca intensif sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar. Dengan keterampilan membaca intensif pembaca dapat memahami baik pada tingkatan lateral, interpretatif, kritis, dan evaluatif.

(16)

pemahaman kritis, dan 4) pemahaman kreatif.

Karakteristik membaca intensif mencakup 1) membaca untuk mencapai tingkat pemahaman yang tinggi dan dapat mengingat dalam waktu yang lama, 2)

membaca secara detail untuk mendapatkan pemahaman dari seluruh bagian teks, 3) cara membaca sebagai dasar untuk belajar memahami secara baik dan

mengingat lebih lama, 4) membaca intensif bukan menggunakan cara membaca tunggal (menggunakan berbagai variasi teknik membaca seperti scanning, skimming, membaca komprehensif, dan teknik lain), 5) tujuan membaca intensif adalah pengembangan keterampilan membaca secara detail dengan menekankan pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga pemahaman keseluruhan isi wacana, 6) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa membaca kalimat-kalimat dalam teks secara cermat dan penuh konsentrasi. Kecermatan tersebut juga dalam upaya menemukan kesalahan struktur, penggunaan kosakata, dan penggunaan ejaan/tanda baca, 7) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, dan 8) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa mengubah/menerjemahkan wacana-wacana tulis yang mengandung informasi padat menjadi uraian (misalnya: membaca intensif tabel, grafik, iklan baris, dan sebagainya)

Teknik-teknik membaca intensif dapat berupa SQ3R, OPQRST, dan KWLU. Teknik tersebut melatih dan membekali pembaca dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Teknik-teknik membaca intensif ini didasari oleh teori skemata. Teori skemata ini mencetuskan gagasan bahwa inti dari pemahaman dimainkan oleh suatu struktur kognitif yang disebut skemata.

Kegiatan Belajar 2:

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca

Ekstensif

Membaca ekstensif adalah membaca untuk kesenangan dengan penekanan pada pemahaman umum. Dalam program membaca ekstensif seseorang dituntut untuk dapat mengakses sebanyak mungkin judul buku/artikel/berita dengan topik-topik yang sudah populer. Dalam program membaca ekstensif kemampuan dan

kemauan membaca seseorang diamati secara teratur baik dengan catatan formal maupun tidak formal oleh pembaca sendiri. Catatan harian dan buku laporan digunakan bersama dengan catatan judul dan komentar terhadap apa yang dibaca. Membaca ekstensif dilakukan dalam rangka menumbuhkan kesenangan dan kemauan membaca beragam wacana tulis dalam bahasa target (bahasa yang sedang dipelajari). Dengan membaca ekstensif seseorang dapat meningkatkan kemampuan dan minat bacanya.

(17)

dalam membaca ekstensif akan terjadi penguatan diri sendiri, 6) pembaca membuat jurnal apa yang telah dibaca dan bagaimana komentar terhadap yang dibaca, 7) bersifat individual dan bersifat membaca senyap, 8) Aspek kebahasaan tidak menjadi penghalang pemahaman (bacaan dipilih, 9) kecepatan membaca cukup (tidak cepat dan tidak lambat), 10) menggunakan teks yang tidak terlalu sulit (hanya satu dua kata yang sulit, 11) pembaca tidak diberi tes sesudah membaca (pembaca hanya memberikan respons personal/komentar terhadap apa yang dibaca), dan 12) membaca ekstensif membantu pembaca untuk mengenali beberapa fungsi teks dan cara pengorganisasian teks.

DAFTAR PUSTAKA

Bell, T. (1994). ”Intensive” versus ”Extensive” Reading: A Study of the Use of Graded Readers as Supplementary Input Material to Traditional ”Intensive” Reading Techniques. Unpublished MA TEFL Dissertation. University of Reading.

Bell, T., & Campbell, J. (1996). Promoting Good Reading Habits: The Debate. Network 2/3 (pp 22-30).

__________________. (1997). Promoting Good Reading Habits Part 2: The Role of Libraries. Network 2/4 (pp 26-35).

Davis, C. (1995). Extensive reading: an expensive extravagance? English Language Teaching Journal 49/4 (pp 329-336).

Grabe, W. (1991). Current developments in second language reading research. TESOL Quarterly 25/3: 375-406.

Hafiz, F. M., & Tudor, I. (1989). Extensive reading and the development of language skills. English Language Teaching Journal, 43, (pp 4-13).

Kalb, G. (1986). Teaching of extensive reading in English instruction at the senior gymnasium level. Die Neueren Sprachen, 85, (pp 420-430).

Kembo, J. (1993). Reading: Encouraging and Maintaining Individual Extensive Reading. English Teaching Forum, 31/2, (pp 36-38).

Krashen, S. D. (1982). Principles and Practice in Second Language Acquisition. New York: Prentice Hall.

___________. (1984). Writing: Research, Theory and Applications. New York: Prentice Hall.

(18)

Nunan, D. (1991). Language Teaching Methodology: A Textbook For Teachers. London: Prentice Hall.

Nurhadi. (1989). Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: CV Sinar Baru.

Nuttall, Christine. (1989). Teaching Reading Skills in a Foreign Language. Heineman Educational Books.

Pickard, N. (1996). 'Out-of-class language learning strategies.' English Language Teaching Journal, 50/2, (pp 151-159).

Richard R. Day & Julian Bamford.(2002). Extensive Reading in the Second Language Classroom. (Cambridge University Press)

Robb, T. N., & Susser, B. (1989). Extensive Reading vs Skills Building in an EFL context. Reading in a Foreign Language, 5/2, (pp 239-249).

Soedarso. (1988). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia

Suharianto. Membina Keterampilan Membaca, (Makalah untuk Penataran Guru-guru Bahasa Indonesia 1980).

Stotsky, S. (1983). Research on reading/writing relationships: A synthesis and suggested directions. Language Arts, 60, (pp 627-642).

Tampubolon, D.P. Kemampuan Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: Angkasa

Tsang, Wai-King. (1996). Comparing the Effects of Reading and Writing on Writing Performance. Applied Linguistics 17/2, (pp 210-223).

Wodinsky, M., & Nation, P. (1988). Learning from graded readers. Reading in a Foreign Language 5: (pp 155-161).

Internet TESL Journal, Vol. IV, No. 12, December 1998. http://iteslj.org/Articles/Bell-Reading.html.[EPER http://www.ials.ed.ac.uk/epermenu.html]

MODUL 6: PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA SKIMMING DAN SCANNING

(19)

Memahami Hakikat dan Karakteristik Membaca

Skimming

Teknik membaca skimming salah satu teknik membaca cepat. Membaca dengan teknik skimming berarti kita secara cepat membaca sekilas teks untuk menentukan ide-ide penting dari teks. Awal skimming dapat menggunakan tanda-tanda

organisasional yang digunakan penulis seperti subjudul, ringkasan, penggunaan tanda tertentu yang menunjukkan pentingnya suatu informasi (tanda italic, garis bawah, cetak tebal, dan sebagainya).

Pada waktu melakukan skimming secara cepat mata kita bergerak ke seluruh teks untuk memperoleh gambaran umum mengenai teks. Pembacaan cara ini boleh melewati bagian-bagian tertentu yang dianggap kurang penting. Ketika kita membaca sekilas kita akan menggerakkan mata kita dari atas ke bawah dengan cepat menyapu seluruh halaman yang dibaca sambil memberi fokus pada informasi yang dicari.

Dengan skimming seseorang mencoba untuk mendapatkan inti atau gambaran umum apa yang dibaca bukan mendapatkan gambaran detail seluruh isi teks. Seseorang menggunakan skimming untuk memutuskan apakah suatu buku akan dipilih/tidak. Skimming sering digunakan untuk melakukan tinjauan awal (previewing) untuk mengetahui isi umum suatu teks/buku.

Seseorang melakukan skimming untuk 1) mengenali topik bacaan atau memilih bacaan, 2) mengetahui pendapat seseorang secara umum, 3) mendapatkan bagian penting dari suatu bacaan tanpa membaca keseluruhan, 4) melakukan penyegaran apa yang pernah dibaca, dan 5) mensurvei buku yang akan dibaca.

Skimming dilakukan dengan cara 1) memahami dan menemukan bagian-bagian dari suatu bacaan yang memuat informasi penting (misalnya memahami dan menemukan letak ide pokok dalam paragraf, memahami dan menemukan letak informasi penting dari suatu buku), 2) membaca sekilas dan melompati bagian-bagian yang tidak penting dari suatu bacaan (contoh, ilustrasi, paragraf transisi), 3) detail khusus yang penting (nama, tanggal) perlu dilihat sepintas tanpa menatap lama-lama, 4) paragraf pertama dan terakhir dari suatu wacana perlu dibaca dengan kecepatan rata-rata karena umumnya berisi ringkasan bahan yang dibicarakan, 5) membaca skimming dapat dilakukan dengan membaca paragraf awal, subjudul, dan paragraf akhir seseorang mencoba memahami hal-hal penting dari teks. Selanjutnya, kita dapat memperluas skimming dengan membaca indeks, isi tabel, atau bagian yang penting lainnya.

Kegiatan Belajar 2:

Hakikat dan Karakteristik Scanning (Membaca

Memindai)

(20)

dengan teknik memindai artinya menyapu halaman buku untuk menemukan sesuatu yang diperlukan.

Teknik membaca memindai (scanning) adalah teknik menemukan informasi dari bacaan secara cepat, dengan cara menyapu halaman demi halaman secara merata, kemudian ketika sampai pada bagian yang dibutuhkan, gerakan mata berhenti. Mata bergerak cepat, meloncat-loncat, dan tidak melihat kata demi kata. Dalam kehidupan sehari-hari scanning digunakan, antara lain untuk: mencari nomor telepon, mencari kata pada kamus, mencari entri pada indeks, mencari angka-angka statistik, melihat acara siaran TV, melihat daftar perjalanan, mencari makna kata dalam kamus/ensiklopedi, dan menemukan informasi tertentu yang terdapat dalam daftar.

Karakteristik membaca memindai (scanning) adalah (1) scanning mencakup pencarian secara cepat dengan gerakan mata dari atas ke bawah menyapu seluruh teks untuk mencari fakta khusus, informasi khusus, atau kata-kata kunci tertentu, (2) manfaat scanning adalah dapat mencari informasi dalam buku secara cepat, (3) scanning merupakan teknik membaca cepat untuk menemukan informasi yang telah ditentukan pembaca, (4) pembaca telah menentukan kata yang dicari sebelum kegiatan scanning dilakukan, dan (5) pembaca tidak membaca bagian lain dari teks kecuali informasi yang dicari.

Scanning dilakukan dengan cara (1) menggerakkan mata seperti anak panah langsung meluncur ke bawah menemukan informasi yang telah ditetapkan, (2) setelah ditemukan kecepatan diperlambat untuk menemukan keterangan lengkap dari informasi yang dicari, dan (3) pembaca dituntut memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan karakteristik yang dibaca (misalnya, kamus disusun secara alfabetis dan ada keyword di setiap halaman bagian kanan atas, ensiklopedi disusun secara alfabetis dengan pembalikan untuk istilah yang terdiri dari dua kata, dan sebagainya). Dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat menemukan informasi secara lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Burmeister, L.E. (1978). Reading Strategies for Middle and Secondary School Teachers. California: Addison-Wesley Publishing Company.

Burnes, D. & Page, G. (1985). Insight and Strategies for Teaching Reading. Sidney: Harcourt Brace Javanovich Group.

Carrell, P.L. (1988) Interactive Approaches to Second Language Reading. Cambridge University Press.

Davies, E and Whitney, N. (1982). Strategies for Reading. New York: Heinemann Ed. Book.

(21)

Ernawan, Ma’mun Dudy. (1989). Process Approach to the Teaching of Reading to SMA Students in Indonesia. London: Ealing College Press.

Grellet, Francoise. (1981). Developing Reading Skills: A practical guide to reading comprehension exercise.

Harjasujana, A.S. (1988). Materi Pokok Membaca. (Modul UT). Jakarta: Karunika.

Kemb, J. 1993. Reading: Encouraging and Maintaining Individual Extensive Reading. English Teaching Forum, 31/2, (pp 36-38).

Marzano, Robert, dkk. (1992). Dimensions of Thinking: Laporan Penelitian Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria: ASCD.

Nurhadi. (1989). Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: Sinar Baru.

Nuttall, Christine. (1989). Teaching Reading Skills in a Foreign Language. Heineman Educational Books.

Mikulecky, B & Jeffries, L (1986) Reading Power. Massachusetts: Addisan Wesley.

Soedarso. (1988). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia.

Suharianto. Membina Keterampilan Membaca, (Makalah untuk Penataran Guru-Guru Bahasa Indonesia 1980).

membaca intensif

Posted on May 27, 2010 by litra puryant

SK: Memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif dan membaca cepat

KD: Mengubah sajian grafik, tabel, atau bagan menjadi uraian melalui kegiatan membaca intensif.

banyak data yang disajikan dengan grafik, tabel, atau bagan. hal ini bertujuan agar suatu data lebih terlihat efektif dan efisien, akan tetapi tidak demikian untuk siswa yang masih duduk dalam bangku sekolahan. mereka mengalami kesulitan untuk memahami data yang berbentuk grafik, tabel, atau bagan.

(22)

memahami detail secara akurat, lengkap, dan kritis terhadap fakta, konsep, gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan yang ada pada wacana tulis. Membaca intensif sering diidentikkan dengan teknik membaca untuk belajar. Dengan keterampilan membaca intensif pembaca dapat memahami baik pada tingkatan lateral, interpretatif, kritis, dan evaluatif.

Aspek kognitif yang dikembangkan dengan berbagai teknik membaca intensif tersebut adalah kemampuan membaca secara komprehensif. Membaca kompres-hensif merupakan proses memahami paparan dalam bacaan dan menghubungkan gambaran makna dalam bacaan dengan skemata pembaca guna memahami informasi dalam bacaan secara menyeluruh. Kemampuan membaca intensif mencakup 1) kemampuan pemahaman literal, 2) pemahaman inferensial, 3) pemahaman kritis, dan 4) pemahaman kreatif.

Karakteristik membaca intensif mencakup 1) membaca untuk mencapai tingkat pemahaman yang tinggi dan dapat mengingat dalam waktu yang lama, 2)

membaca secara detail untuk mendapatkan pemahaman dari seluruh bagian teks, 3) cara membaca sebagai dasar untuk belajar memahami secara baik dan

mengingat lebih lama, 4) membaca intensif bukan menggunakan cara membaca tunggal (menggunakan berbagai variasi teknik membaca seperti scanning, skimming, membaca komprehensif, dan teknik lain), 5) tujuan membaca intensif adalah pengembangan keterampilan membaca secara detail dengan menekankan pada pemahaman kata, kalimat, pengembangan kosakata, dan juga pemahaman keseluruhan isi wacana, 6) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa membaca kalimat-kalimat dalam teks secara cermat dan penuh konsentrasi. Kecermatan tersebut juga dalam upaya menemukan kesalahan struktur, penggunaan kosakata, dan penggunaan ejaan/tanda baca, 7) kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, dan kegiatan dalam membaca intensif melatih siswa mengubah/menerjemahkan wacana-wacana tulis yang mengandung informasi padat menjadi uraian (misalnya: membaca intensif tabel, grafik, iklan baris, dan sebagainya)

Teknik-teknik membaca intensif dapat berupa SQ3R, OPQRST, dan KWLU. Teknik tersebut melatih dan membekali pembaca dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Teknik-teknik membaca intensif ini didasari oleh teori skemata. Teori skemata ini mencetuskan gagasan bahwa inti dari pemahaman dimainkan oleh suatu struktur kognitif yang disebut skemata.

mengubah sajian tabel kedalam uraian yang lebih detail dengan membaca intensif adalah cara yang paling baik untuk memahami wacana tulis. hal ini disebabkan karena pemahaman siswa akan lebih besar jika dibandingkan dengan siswa melihat tabel atau grafik.

Mengubah sajian grafik, tabel, atau bagan menjadi uraian melalui kegiatan membaca intensif

Membaca intensif berguna untuk menemukan detail atau perincian isi bacaan. Membaca secara intensif tepat sekali digunakan untuk membaca grafik, tabel, dan bagan. Grafik, tabel, maupun bagan ditulis untuk memudahkan pembaca dalam membaca uraian terperinci secara lebih cepat dan tepat.

(23)

lukisan dengan garis untuk melukiskan naik turunnya suatu keadaan. Bagan adalah skema tentang urutan sesuatu. Pada pelajaran kali ini, kamu akan berlatih membaca grafik/tabel/bagan secara intensif dan mengubahnya ke dalam bentuk uraian.

Bacalah secara intensif tabel berikut!

TABEL KASUS SPBU TERBAKAR DI JATENG Tanggal

Lokasi Keterangan 21 April 1991

SPBU di Jalan Letjen Suprapto, Purwodadi, Grobogan

12 orang luka bakar, 3 mobil, dan 2 sepeda motor terbakar.

6 Juni 2005

SPBU di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang

Api tiba-tiba membakar SPBU pada malam hari, tetapi tidak ada korban.

10 September 2007

SPBU di Jalan Siliwangi Kota Semarang

Percikan puntung rokok menyebabkan 1 truk tangki meledak, 1 kanopi pompa bensin

terbakar, dan 1 unit sepeda motor terbakar.

Contoh: Pada tanggal 21 April 1991 telah terjadi kebakaran di SPBU di Jalan Letjen Suprapto, Purwodadi, Grobogan. Dalam peristiwa itu, terdapat banyak korban, yaitu 12 orang menderita luka bakar, 3 mobil terbakar, dan 2 sepeda motor terbakar.

72

WACANA VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008 WACANA, VOL. 10 NO. 1, APRIL 2008 (72—89)

Bahasa dan kognisi

Studi korelasional tentang pemahaman teks

ekspositori dan berpikir deduktif dan induktif

pada siswa SMA

RATIH RAMELAN

Abstract

(24)

studies that focused on comprehension process among elementary students, narrative, reading strategies, and comprehension difficulties. It is found that deductive reasoning is more significantly correlated to expository text comprehension than inductive reasoning. There is other significant differences between natural sciences and social sciences students in expository text comprehension and deductive reasoning, where the average scores of the natural sciences students on both variables are higher than those of social sciences students. It shows that the ability to analise-syntesise, to relate some basic elements of a text, and to draw a conclusion or main idea of the text support the process of expository text comprehension, and can be taught and developed by learning process. Meanwhile, inductive reasoning ability is significantly different between male and female students, and it does not correlate to expository text comprehension.

Keywords

pemahaman teks (text comprehension), berpikir deduktif (deductive

reasoning), dan berpikir induktif (inductive reasoning).

(25)

73 RATIH RAMELAN, BAHASA DAN KOGNISI

Pemahaman teks merupakan topik yang luas dikaji terutama dalam lapangan psikologi, pendidikan, dan bahasa. Aktivitas kompleks membaca dan memahami teks meliputi proses interaktif antara aspek linguistik dan psikologis. Just dan Carpenter (1987: 4, 10) dan Grabe dan Stoller (2002: 20-25) menjelaskan bahwa kemampuan membaca terkait dengan karakter linguistis teks yang terlebih dahulu harus dikuasai (lower-level process), seperti pengenalan kata, pemenggalan kalimat, atau pembentukan proposisi semantis. Sementara itu, pada tingkat yang lebih tinggi (higher-level process), kemampuan membaca menggambarkan proses pemahaman yang berkait dengan keterampilan menarik simpulan atau membuat inferensi, menangkap esensi situasional teks, atau penggunaan latar belakang pengetahuan. Kedua tingkatan ini terjadi secara simultan dan terkait dengan karateristik teks dan kapasitas individu. Sebagai contoh, ketika seseorang membaca sebuah berita utama di sebuah surat kabar, maka struktur dan koherensi teks dalam berita itu akan berinteraksi dengan pengetahuan, kemampuan analisis, dan strategi dan mekanisme kognitif pembaca, sehingga memengaruhi hasil akhir berupa pemahaman tentang berita itu. Dasar dari interaksi keduanya adalah pengoordinasian sejumlah gagasan dalam teks untuk menggambarkan gagasan utama dan gagasan pendukung yang membentuk representasi makna teks.

Sebagai hasil akhir membaca, pemahaman teks terlihat dalam bentuk struktur makro atau intisari makna teks secara keseluruhan yang merupakan hasil dari proses inferensial yang dilakukan pembaca atau disebut juga model situasi (Kintsch dalam Solso 1991; Jay 2003). yang tidak sama dengan yang ada pada teks, tetapi tidak mengubah arti. Artinya, kemampuan membaca merupakan proses mental yang lebih tinggi yang menunjukkan kemampuan menghasilkan esensi makna menyeluruh teks. Mampu membaca teks menunjukkan pemahaman pembaca tentang teks.

(26)
(27)

bahkan kerap menjadi permasalahan serius yang dapat memengaruhi prestasi akademis. Analisis terhadap sejumlah cara untuk mengukur berapa jauh suatu teks ekspositori dipahami, seperti menjawab pertanyaan konseptual, menceritakan kembali, membuat pertanyaan atau poin penting tentang teks, menunjukkan bahwa proses pemahaman membaca melibatkan proses pikir yang rumit. Jadi, kemampuan memahami teks ekspositori merupakan hal penting bagi siswa sekolah menengah atas yang kelak akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang tentunya menuntut taraf kemampuan intelektual tinggi, antara lain kemampuan berpikir abstraktif atau konseptual, yang termanifestasi dalam bahasa lisan atau tulis. Teks ekspositori memiliki karakteristik, struktur dan isi yang bersifat konseptual, deskriptif, mengandung hubungan sebab-akibat, dan sekuen dan menuntut pembacanya untuk memiliki kapasitas berpikir yang memadai untuk dapat memahami teks tersebut.

Berangkat dari pemikiran itu maka adalah penting untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana korelasi antara pemahaman teks ekspositori, berpikir deduktif, dan berpikir induktif pada siswa sekolah menengah atas dan berapa jauh berpikir deduktif dan berpikir induktif berperan dalam pemahaman teks ekspositori pada siswa tersebut. Dengan mengetahui bagaimana sifat korelasi dan peran variabel berpikir deduktif dan berpikir induktif dalam pemahaman teks, maka kegiatan membaca dan pemahaman teks dapat lebih dipahami sebagai aktivitas yang penting yang diharapkan dapat menjawab permasalahan dan kesulitan yang timbul dalam proses pemahaman teks ekspositoris dan menjadi pijakan dalam aktivitas belajar mengajar.

Teori tentang pemahaman teks ekspositori dan berpikir deduktif-induktif

Pemahaman terentang dalam dimensi intelektualitas yang menyangkut pengertian dan pengetahuan tentang fakta. Parson, Hinson, dan Sardo-Brown (2001) menjelaskan bahwa dalam domain kognitif taksonomi Bloom, pemahaman adalah keterampilan intelektual yang menunjukkan pengetahuan tentang apa yang “dikatakan” oleh bentuk verbal, gambar, atau simbol. Pemahaman memperlihatkan adanya pengertian tentang fakta dan gagasan dengan cara mengorganisasi, membandingkan, menerjemahkan, menafsirkan, memberikan deskripsi, dan menyatakan ide atau gagasan utama teks. Di dalamnya ada proses memahami informasi, menangkap makna, menerjemahkan pengetahuan ke dalam konteks baru, menafsirkan fakta, menarik hubungan sebab-akibat dan konsekuensi. Pemahaman bersifat abstrak dan ada pada wilayah psikologi karena berhubungan dengan fungsi kognitif dalam memahami informasi, menangkap esensi dan makna, dan menarik hubungan kausal.

(28)

tentang faktor karakteristik teks, antara lain, berkaitan dengan struktur, genre, panjang dan pendeknya teks. Teks ekspositori, sebagai salah satu genre teks, menyediakan tantangan bagi pembaca karena strukturnya yang berbeda dengan teks naratif. Singer dan O’Connell (2006) mengemukakan bahwa teks ekspositori berisi kategori dan struktur abstrak, seperti daftar, hierarki, sekuen, kategorisasi, dan sebab-akibat; sementara teks naratif berisi tokoh dan kejadian.

(29)

apa yang tersedia dalam informasi yang ada.

Dua tipe menalar atau berpikir yang dijelaskan Eysenck (1994), Bluedorn (1995), dan Copi dan Burgess-Jackson (1996), adalah berpikir deduktif dan induktif. Berpikir deduktif dan induktif adalah salah satu komponen kognitif dan merupakan proses mental dalam taraf yang lebih tinggi yang dapat menjelaskan tentang bagaimana manusia menalar, menganalisis-sintesis, memecahkan masalah, membuat generalisasi dan menarik simpulan dari apa yang dipersepsi, yang didasarkan pada premis atau gejala yang ada, baik berupa peristiwa, pernyataan bahasa tulis dan lisan, atau citra. Dari apa yang dikemukakan oleh Hurley (2000) dan Hayon (2005), dapat disimpulkan bahwa perbedaan fundamental antara keduanya terletak pada hubungan antara premis dan konklusinya. Pada deduktif hubungannya harus kuat dan konklusinya mengikuti premis dengan keharusan (necessity); pada induktif hubungannya tidak kaku dan konklusinya mengikuti premis dengan kemungkinan (probability).

Secara lebih spesifik dapat dijelaskan bahwa argumen berpikir deduktif dapat dibuktikan kebenarannya. Kebenaran konklusi dalam argumen deduktif bergantung pada dua hal, yaitu kesahihan bentuk argumen berdasarkan prinsip dan hukumnya; dan kebenaran isi premisnya berdasarkan realitas. Sebuah argumen deduktif tetap dapat dikatakan sahih berdasarkan bentuknya, meskipun isinya tidak sesuai dengan realitas yang ada; atau isi argumen deduktif benar menurut realitas meskipun secara bentuk ia tidak sahih. Dua tipe argumen deduktif adalah silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. Silogisme kategoris adalah argumen yang pasti terdiri atas dua premis dan satu konklusi, dengan setiap pernyataannya dimulai dengan kata semua, tidak ada, dan beberapa atau sebagian, dan berisi tiga bagian yang masing-masing hanya boleh muncul dalam dua proposisi silogisme. Premis 1:

Semua atlet adalah orang yang sehat jiwa raga.Premis 2: Beberapa pelajar adalah atlet.Konklusi: Jadi, beberapa pelajar adalah orang yang sehat jiwa raga.

Silogisme hipotetis adalah silogisme yang memiliki pernyataan kondisional atau bersyarat pada premisnya. Ada tiga jenis silogisme hipotetis, yaitu silogisme kondisional yang mengandung anteseden (syarat) dan konsekuensi; silogisme disjungtif berupa pernyataan yang menawarkan dua kemungkinan; dan silogisme konjungtif yang bertumpu pada kebenaran proposisi kontraris. Kesahihan dan ketidaksahihan setiap bentuk silogisme tersebut diukur dengan hukum dan prinsip dasar berpikir deduktif, menyangkut pengakuan dan pengingkaran pada premisnya. Beberapa contoh silogisme hipotetis terlihat di bawah ini:77 RATIH RAMELAN, BAHASA DAN KOGNISI (i) Silogisme hipotetis: Bila hari tidak hujan, Ani akan pergi ke bandara. Hari hujan.

(30)

Jadi, dari penjelasan tentang berpikir deduktif yang termanifestasi dalam bentuk silogisme kategoris dan silogisme hipotetis (kondisional, disjungtif, dan konjungtif) dapat disimpulkan bahwa berpikir deduktif adalah cara berpikir logis yang mengikuti serangkaian aturan. Di dalamnya berlangsung aktivitas berpikir analisis dan sintesis terhadap kondisi atau situasi yang ada.

Di sisi lain, berpikir induktif bergerak dari premis spesifik ke konklusi umum atau generalisasi. Observasi dan pengalaman digunakan untuk mendukung generalisasi. Premisnya tidak menjadi dasar untuk kebenaran konklusi, tetapi memberikan sejumlah dukungan untuk konklusinya. Konklusi induktif jauh melampaui apa yang ada pada premisnya. Hitler adalah diktator dan bengis. Stalin adalah diktator dan bengis. Castro adalah diktator. Oleh karena itu, Castro sangat boleh jadi juga bengis.

Sebagian besar berpikir atau menalar induktif tidak didasarkan pada bukti yang menyeluruh sehingga bentuk ini tidaklah lengkap. Setiap argumen induktif tidak dapat dikatakan sahih atau tidak sahih, tetapi lebih baik atau kurang baik, bergantung pada berapa tinggi derajat probabilitasnya (kebolehjadian) yang diberikan premis pada simpulannya. Semakin tinggi probabilitas simpulannya semakin baik argumen induktif yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, dan simpulannya tidak mungkin mengandung kepastian mutlak. Konklusi induktif tidak akan pernah terbukti benar kecuali bila meneliti semua premis khususnya.

(31)

pola spesifik berkenaan dengan berpikir deduktif dan induktif.

Di samping itu, perbedaan individu (individual differences) juga menjadi faktor nonpenelitian yang perlu dipertimbangkan karena sangat boleh jadi turut menyumbang pada berapa jauh kemampuan berpikir deduktif dan berpikir induktif berkorelasi dan selanjutnya berkait dengan pemahaman teks ekspositori. Beberapa kajian tentang perbedaan individual dalam kemampuan berpikir deduktif dan induktif berkait dengan gender telah dilakukan. Brandon (1989) mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan dalam kemampuan berpikir deduktif pada laki-laki dan perempuan. Di sisi lain, Zago et al. (2007) dan Schaie (2007) menjelaskan bahwa perempuan tampil lebih baik dalam tugas verbal, ingatan, kefasihan dalam kata, dan penalaran induktif, sedangkan laki-laki lebih berprestasi dalam orientasi spasial dan angka.

Dalam hubungannya dengan bahasa, Falmagne dan Gonsalves (1995) mengemukakan bahwa dewasa ini sejumlah teori telah mengakui adanya kaitan yang signifikan antara proses berpikir deduktif dan linguistik. Inferensi deduktif merupakan satu komponen dalam aktivitas kognitif dan oleh karena itu hubungannya dengan proses linguistik dan nonlinguistik menjadi penting. Selain itu, Thomson (2000) menjelaskan bahwa penalaran tentu saja terungkap dalam bahasa tetapi tidak semua komunikasi dalam bahasa melibatkan penalaran. Penalaran berjalan paralel dengan pemahaman teks bahasa dalam tingkat model situasi, yaitu dalam hal menarik konklusi yang melampaui apa yang ternyatakan secara eksplisit.

Metode

Penelitian ini bersifat kuantitatif untuk mengukur seberapa signifikan korelasi antara skor kelompok siswa dalam pemahaman teks ekspositori dan skor kelompok siswa dalam berpikir deduktif dan berpikir induktif.

Variabel penelitian

Variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah (i) variabel bebas (independent variable), yaitu teks ekspositori tipe A dengan gagasan utama di awal teks dan teks ekspositori tipe B dengan gagasan utama di akhir teks; (ii) variabel tidak bebas (dependent variable) adalah pembuatan tes yang mencakupi struktur atau bentuk tes dan isi tes (Kline 1986; Hughes 1989; Weir 1993; Richter dan Naumann 2000). Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang mengukur variabel pemahaman teks ekspositori dengan gagasan utama di awal teks, di akhir teks, kemampuan berpikir deduktif, induktif, dan variabel nonpenelitian lain, seperti jenis kelamin dan jurusan sekolah. Bentuk kuesioner adalah pilihan ganda yang terdiri atas pertanyaan dan pilihan jawaban. Jawaban subjek atas butir soal dalam tiap kuesioner

(32)

pada uji coba dan penelitian diskor dengan 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.

A. Kuesioner pemahaman teks ekspositori

Kuesioner pemahaman teks ekspositori berisi sejumlah butir soal yang bertujuan untuk mengukur pemahaman teks dalam taraf representasi general tentang teks (model situasi). Teks diambil dari surat kabar

Kompas dan Media Indonesia edisi bulan Desember 2006, Januari, Februari, Maret, dan April 2007 dengan didasarkan pada kriteria karakteristik teks ekspositori. Contoh kuesioner tipe A dengan gagasan utama di awal teks adalah berikut.

Indonesia Agri Resources Ltd, anak usaha dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk, memeroleh dana sebesar Rp 2,4 triliun dari hasil penawaran saham perdananya ke publik. Dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan usaha PT Salim Ivomas Pratama, anak usaha Indofood, dalam hal ekspansi perkebunan kelapa sawit, peremajaan dan relokasi pabrik pengolahan minyak goreng, margarin dan lemak nabati, serta keperluan modal kerja.

Gagasan utama teks di atas adalah:a. Pengembangan usaha PT Salim Ivomas Pratama.b. Indofood memperluas usaha makanan.c. Anak usaha Indofood meraih dana triliunan rupiah.d. Ekspansi dan modal kerja penting untuk meraih laba.

dan kuesioner tipe B yang telah dibuat paralel dengan kuesioner tipe B dengan gagasan utama di akhir teks dapat diamati sebagai berikut.

Indonesia Tani Semesta merencanakan pengembangan usaha PT Argo Inovasi Utama, anak usaha Indoboga, dalam hal ekspansi perkebunan teh, kopi, kelapa, renovasi pabrik pengolahan tepung terigu, margarin dan lemak nabati, serta keperluan modal kerja. Untuk tujuan tersebut, perusahaan yang merupakan anak usaha dari PT Indoboga Prima Rasa Tbk ini memeroleh dana sebesar Rp 4,5 triliun dari hasil penawaran saham perdananya ke publik.

Gagasan utama teks di atas adalah:a. Pengembangan usaha PT Argo Inovasi Utama.b. Indoboga memperluas usaha makanan.c. Anak usaha Indoboga meraih dana triliunan rupiah.d. Ekspansi dan modal kerja penting untuk meraih laba.

Jawaban yang benar sesuai dengan judul dalam artikel asal adalah

anak usaha Indofood meraih dana triliunan rupiah atau yang paralel dengan itu.

B. Kuesioner berpikir deduktif

(33)

Bilangan prima adalah bilangan yang hanya dapat dibagi satu dan oleh dirinya sendiri 3, 5, dan 7 adalah bilangan prima.

Jadi: a. 3, 5, dan 7 adalah bilangan ganjil.b. Bilangan ganjil adalah bilangan prima.c. 3, 5, dan 7 hanya dapat dibagi 1 dan dirinya sendiri.d. 9 adalah bilangan ganjil yang bukan prima.

Jawaban yang benar sesuai dengan hukum dan prinsip silogisme adalah c.

C. Kuesioner berpikir induktif

Kuesioner berpikir induktif berisi sejumlah butir soal yang bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir induktif siswa. Contoh kuesioner berpikir induktif perhatikan sebagai berikut. Hitler adalah diktator dan bengis Stalin adalah diktator dan bengis Castro adalah diktator Oleh karena itu:a. Castro sangat boleh jadi juga bengis.b. Castro pasti diktator yang bengis.c. Castro adalah diktator yang otoriter.d. Castro adalah pemimpin negara komunis.Jawaban yang benar sesuai dengan dan prinsip silogisme induktif adalah a.

Kontrol penelitian

(34)

Subjek

Subjek uji coba alat ukur dan penelitian adalah siswa sekolah menengah atas dengan dasar pemikiran bahwa mereka telah mencapai taraf perkembangan berpikir formal operasional yang karakteristiknya adalah mampu berpikir abstrak, logis, dan hipotetis. Mereka dipilih dengan teknik random bertahap dengan masing-masing subjek memiliki kesempatan untuk dipilih sebagai subjek penelitian (Tilley 1996). Teknik random ini dilakukan terhadap wilayah DKI Jakarta, status sekolah (negeri atau swasta), sekolah, kelas IPA dan IPS. Untuk uji coba alat ukur terpilih 74 siswa kelas II SMAN 47 Jakarta Selatan yang terdiri atas 35 siswa jurusan IPA, dan 39 siswa jurusan IPS; 32 orang siswa laki-laki dan 42 orang siswa perempuan. Untuk penelitian terpilih 91 siswa kelas II SMAN 30 Jakarta Pusat yang terdiri atas 54 siswa jurusan IPA dan 37 siswa jurusan IPS; 32 orang siswa laki-laki dan 59 orang siswa perempuan.

Prosedur

Subjek uji coba menerima semua tipe kuesioner dan diminta untuk memilih salah satu pilihan jawaban yang dianggap paling tepat dari tiap-tiap butir soal dalam waktu yang tersedia. Data uji coba ini kemudian dihitung secara statistik untuk menguji keandalan dan kesahihan butir soal dengan formula statistik/standar kesalahan dari interkorelasi butir rata-rata dalam keseluruhan soal dan analisis butir soal dengan skor total. Butir soal yang memiliki skor korelasi tinggi dan signifikan dengan skor total akan dipilih untuk menjadi butir kuesioner penelitian.

Subjek penelitian menerima semua tipe kuesioner yang sudah direvisi berdasarkan hasil uji coba dan diminta untuk memilih salah satu pilihan jawaban yang dianggap paling tepat dari tiap-tiap butir soal dalam waktu yang tersedia. Data dari penelitian ini kemudian dihitung secara statistik untuk menguji korelasi antarvariabelnya.

Metode pengolahan data

Dari Robinson (1981), Mendenhall dan Sincich (1996), dan Tilley (1996) didapatkan rumus statistik untuk uji keandalan, kesahihah, distribusi skor dan korelasi. Uji keandalan tiap kuesioner dilakukan dengan menghitung konsistensi internal butir soal atau Alpha Cronbach:

−−

 =

Σ

tivvnn11a n = banyaknya item; vi = varian item ke i; vt

= varian total dengan kriteria keandalan

(35)

2/11222/11221221)(21)(21)()(  +− +− +

−=

ΣΣΣ

===niiniiniiinnYRnnXRnnYRXRr ρ = rho, koefisien korelasi R(Xi) rank

dari Xi; Xi adalah skor pengamatan ke i dari variabel X R(Yi) rank dari Yi;

Yi adalah skor pengamatan ke i dari variabel Y n = banyaknya pengamatan

Normalitas distribusi skor dengan rumus Shapiro-Wilk untuk menentukan teknik penghitungan statistik apa yang akan digunakan seperti berikut.

2)()1(13)(1−=Τ+−=

Σ

iinkiiXXaD

Σ

=−=niiXXD12)( D = denominator dari statistik ujiT = statistik uji ai = nilai yang tercantum pada Tabel A17 (koefisien untuk tes Shapiro-Wilk)X = rerata skor X Xi =

pengamatan ke i)(iX = X urutan ke i

Korelasi Pearson dan Spearman untuk menguji korelasi antara variabel penelitian pemahaman teks ekspositori dan kemampuan berpikir deduktif dan induktif dalam formula berikut.

2/11222/11221221)(21)(21)()(  +− +− +

−=

ΣΣΣ

===niiniiniiinnYRnnXRnnYRXRr

ρ

ρ83 RATIH RAMELAN, BAHASA DAN KOGNISI ρ = rho, koefisien korelasi R(Xi) rank dari

Xi; Xi adalah skor pengamatan ke i dari variabel X R(Yi) rank dari Yi; Yi

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini menjelaskan tentang salah satu upacara ritual yang masih dijalankan oleh sebagian masyarakat Sunda, yaitu tradisi upacara ruwatan lembur dengan maksud

Tengah Motivasi (X1) Budaya Organisasi (X2) Disiplin Kerja (X3) Kinerja Karyawan (Y) Analisis Linear Berganda Motivasi, Budaya Organisasi dan Disiplin Kerja berpengaruh

Untuk melakukan pemotongan gaji terhadap semua pinjaman guru dan karyawan di SMAN 15 padang yang meminjam uang pada Bank, Disini Bendahara dalam hal ini

Hasil analisis menunjukan hubungan yang signifikan positif.Artinya semakin besar kebutuhan informasi maka semakin besar pula perilaku pencarian informasi Penyediaan

Pola komunikasi remaja dengan ayah menunjukkan hubungan signifikan positif antara uang saku remaja dengan topik pembicaraan remaja-ayah dan media komunikasi yang

Sistem dibuat dengan menggabungkan antara perangkat keras yang digunakan sebagai perangkat identifikasi RFID dalam membaca kode unik di e-KTP dan perangkat lunak

Oleh sebab itu, pada keadaan dimana terdapat kombinasi AMI dan kerusakan otot rangka ( rhabdomyolysis, exercise yang berat, polymyositis ), sensitifitas akan

Dengan melihat berbagai pertimbangan dari jenis perbankan tersebut, maka perlu dilakukan analisa terhadap penerapan masing-masing sistem tersebut dengan