• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Biji Nangka sebagai Bahan Alternatif dalam Pembuatan Tempe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Biji Nangka sebagai Bahan Alternatif dalam Pembuatan Tempe"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Limbah Biji Nangka sebagai Bahan Alternatif dalam

Pembuatan Tempe

Ganjar Andaka1, Putu Oka Nareswary2, Firmansyah Budilaksana3, Dian Erawisti Trishadi4

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKRIND Yogyakarta1,2,3,4

ganjar_andaka@akprind.ac.id

Abstrak

Tempe merupakan hasil olahan dari tanaman kedelai. Namun, belakangan ini pasokan kedelai yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industry pengolahan tempe, maka dari itu diperlukan bahan alternative pengganti kedelai. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai pengganti kedelai adalah biji nangka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pengolahan biji nangka menjadi tempe dan kandungan gizinya. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan ragi tempe (Rhizopusoligosporus) pada biji nangka yang divariasikan (1 gram, 1,5 gram, 2 gram, 2,5 gram dan 3 gram) dan waktu fermentasi yang divariasikan (24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, dan 72 jam) pada bahan baku biji nangka 100 g. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh tempe yang paling baik yaitu dengan berat ragi 1 gram dan waktu fermentasi 48 jam dengan kadar protein 5,96%, kadar serat 2,78% dan kadar air 54,57%. Diharapkan dari hasil penelitian ini masyarakat dapat memanfaatkan limbah biji nangka sebagai bahan alternatif pengganti kedelai.

Kata kunci: tempe, Rhizopusoligosporus, biji nangka

1. Pendahuluan

Tempe merupakan makanan tradisional yang mengadung gizi yang tinggi. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu,dan 10% dalam bentuk lain seperti tauco, kecap dan lain-lain (wikipedia, 2015). Akan tetapi, belakangan ini pasokan kedelai yang ada tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan tempe. Kondisi ini memaksa pemerintah untuk mengimpor kedelai guna memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya harga tempe dipasaran menjadi mahal. Beberapa waktu yang lalu keberadaan tempe ini menjadi langka. Untuk itu, perlu adanya suatu inovasi dalam pembuatan tempe dengan menggunakan bahan baku lain guna memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan makanan yang disebut tempe ini. Nangka merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah beriklim tropis. Tanaman ini berasal dari India bagian selatan kemudian menyebar ke darerah tropis lainnya termasuk Indonesia. Di Indonesia, tanaman nangka ini dapat tumbuh hampir disetiap daerah. Selama ini buah nangka hanya dimanfaatkan buahnya saja, sedangkan bijinya sering terbuang sebagai sampah, walaupun

masih ada sebagian kecil masyarakat yang menjadikan biji nangka ini sebagai makanan. Namun dalam pengolahannya biji nangka lebih sering hanya direbus atau digoreng sebagai camilan. Di dalam biji nangka terdapat kandungan gizi yang baik untuk tubuh terutama protein. Oleh karena itu biji nangka ini bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku alternatif untuk pembuatan tempe (Gaman dan Sherrington, 1981).

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 g Biji Nangka.

Komponen Kandungan Karbohidrat

Protein Lemak Energi Fosfor Kalsium Besi Air

36,7 g 4,2 g 0,1 g 165 cal 200 mg 33 mg 1 mg 56,7 g

Sumber: Astawan, 2007; Fairus dkk., 2010

(2)

untuk mengatasi permasalahan industri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempe. 2. Metode

2.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan juga eksperimen yaitu memberikan perlakuan terhadap sampel yang diteliti. Penelitian dilakukan dengan variabel waktu fermentasi dan berat ragi tempe. Data dianalisis dilihat dari hasil parameter uji. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah biji nangka, ragi tempe, daun pisang dan koran.

Proses Pembuatan Tempe dari Biji Nangka Proses dimulai dengan mencuci 100 gram biji nangka menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran. Kemudian biji nangka direbus selama 15 menit untuk menghilangkan getahnya, lalu biji direndam selama 24 jam. Perendaman ini bertujuan agar biji mengalami hidrasi dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur (fungi/ragi). Setelah 24 jam, biji nangka dicuci kembali untuk menghilangkan bau asam akibat perendaman. Kemudian biji nangka dikupas kulitnya hingga bersih, lalu dicuci dan dikukus selama 45 menit. Setelah matang, biji nangka ditiriskan dan dibiarkan dingin terlebih dahulu sebelum diberi ragi tempe. Jika sudah dalam kondisi dingin, biji nangka diberi ragi yang telah divariasikan (1 gram, 1,5 gram, 2 gram, 2,5 gram, dan 3 gram). Lalu biji nangka yang telah diberi ragi dibungkus menggunakan daun pisang dan koran untuk difermentasikan dengan waktu fermentasi yang divariasikan (24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, dan 72 jam). Suhuyang digunakan sesuai suhu ruangan.

2.2 Metode Analisa Data

Untuk mengetahui kualitas dan kandungan gizi produk dilakukan analisis produk meliputi analisis organoleptik, kadar air, kadar protein dan kadar serat.

Analisis Organoleptik

Analisis dilakukan dengan menguji tempe mentah dan tempe yang dimasak dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur kepada 10 panelis dan memberikan kuisioner.

Analisis Kadar Air

Dua gram bahan yang telah dihaluskan lalu ditimbang dengan botol yang sudah diketahui beratnya. Setelah itu dikeringkan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 100oC, kemudian

dimasukkan kedalam eksikator dan ditimbang. Perlakuan diulang hingga mencapai berat konstan (Sudarmadji dkk., 1997).

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟𝑎𝑖𝑟= 𝑊𝐴− 𝑊𝐾

𝑊𝐴

× 100%

dengan: WA = berat bahan awal

WK = berat bahan kering

Analisis Kadar Protein

Untuk menentukan kadar protein pada tempe biji nangka digunakan metode Kjeldahl. Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa pada umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Apabila jumlah unsur N dalam bahan makanan telah diketahui maka jumlah protein dapat diperhitungkan.

Tahap destruksi: protein yang terkandung dalam tempe dilarutkan dalam asam sulfat pekat yang dipanasi sehingga terbentuk ammonium sulfat.

Tahap distilasi: ammonium sulfat yang terbentuk kemudian direaksikan dengan NaOH kemudian didistilasi untuk menguapkan NH3

yang terbentuk. NH3 yang terkondensasi

ditampung dalam HCl 0,1N.

Tahap titrasi: kelebihan HCl 0,1 N dititrasi dengan NaOH 0,1 N.

Perhitungan: % nitrogen x faktor biji-bijian = 6,25 setara dengan selisih pemakaian NaOH dengan contoh dan blanko (tanpa contoh) adalah persen protein dalam contoh (Sudarmadji dkk., 1997).

Analisis Kadar Serat

(3)

yang dilakukan dalam analisis kadar serat yaitu:

1. Deffatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam tempe biji nangka menggunakan pelarut lemak.

2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Kedua proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh suhu luar. Penyaringan harus dilakukan setelah digestion selesai, karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisis akibat terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai (Sudarmadji dkk., 1997).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh Waktu Fermentasi

Pada pengaruh waktu fermentasi terhadap nilai gizi tempe biji nangka ini digunakan biji nangka sebanyak 100 gram dan berat ragi yang digunakan sebanyak 1 gram dengan waktu fermentasi divariasi dari 24 jam sampai dengan 72 jam. Data yang diperoleh tersaji pada Tabel 2 dan Gambar 1.

Tabel2.Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kadar Gizi Tempe BijiNangka (BijiNangka 100 g danBeratRagi 1 g). Waktu rungan semakin lama waktu fermentasi maka kadar protein yang diperoleh semakin besar pula, namun setelah waktu fermentasi melewati 48 jam maka kadar protein yang diperoleh semakin menurun. Demikian pula untuk kadar serat yang diperoleh memiliki

kecenderungan yang sama seperti kadar protein. Pada variabel ini kadar protein dan kadar serat tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam dengan kadar protein sebesar 5,96% dan kadar serat sebesar 2,78%. Sedangkan untuk kadar air memiliki kecenderungan semakin naik dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Kadar air tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 72 jam, yakni sebesar 65,23%. Hasil ini bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2012) ada perbedaan kandungan protein yang diperoleh, dimana kadar protein yang diperolehnya sebesar 7,13% untuk waktu fermentasi 48 jam, namun ragi yang digunakan sebesar 0,6%. Penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2009) dengan bahan baku biji nangka 100 gram dan berat ragi 1 gram diperoleh kadar protein sebesar 6,85% untuk waktu fermentasi 48 jam. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dan Rindjani (2015) diperoleh kadar protein sebesar 3,44% untuk waktu fermentasi 60 jam, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ristia (2014) dengan bahan baku biji nangka, kandungan protein yang diperoleh hanya sebesar 11,2 mg dalam 100 g tempe biji nangka.

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu Fermentasi terhadap Kadar Gizi Tempe Biji

(4)

3.2 Pengaruh Berat Ragi

Pada pengaruh berat ragi terhadap nilai gizi tempe biji nangka ini digunakan biji nangka sebanyak 100 gram dan waktu fermentasi selama 48 jam dengan berat ragi divariasi dari 1 gram sampai dengan 3 gram. Data yang diperoleh tersaji pada Tabel 3 dan Gambar 2dibawah ini.

Tabel3.Pengaruh Berat Ragi terhadap Kadar Gizi Tempe BijiNangka(Biji Nangka 100 g dan Waktu Fermentasi 48 jam). Berat

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Berat Ragi terhadap Kadar Gizi Tempe Biji Nangka

Dari Tabel 3 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar gizi tempe biji nangka dengan bahan baku biji nangka 100 gram dan waktu fermentasi selama 48 jam memiliki kecenderungan semakin banyak ragi yang digunakan maka semakin menurun kadar protein yang diperoleh, kemudian cenderung konstan dengan penambahan ragi. Sedangkan untuk kadar serat terlihat bahwa semakin banyak ragi yang digunakan maka semakin besar pula kadar serat yang diperoleh, namun

setelah melewati penambahan2,5 gram ragi ke dalam 100 gram biji nangka, maka kadar serat dalam tempe biji nangka semakin menurun. Pada variabel ini kadar protein tertinggi diperoleh pada penggunaan ragi sebanyak 1 gram dalam 100 gram biji nangka, yakni kadar proteinnya 5,96%, namun pada kondisi ini kadar serat yang diperoleh justru paling rendah, yakni sebesar 2,78%. Kadar air pada variabel ini memiliki kecenderungan naik dengan bertambahnya ragi yang digunakan. Kadar air tertinggi diperoleh pada penambahan ragi sebanyak 3 gram dalam 100 gram biji nangka, yakni kadar air yang diperoleh sebesar 66,78%. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2012) menunjukkan kandungan protein tertinggi diperoleh pada penambahan ragi sebesar 0,6%, yakni diperoleh kadar protein sebesar 7,13%. Sedang, penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2009) menunjukkan bahwa kandungan protein tertinggi diperoleh pada penambahan ragi sebesar 1 gram dalam 100 gram biji nangka, yakni diperoleh kadar protein sebesar 6,85%.

3.3 Analisis Organoleptik

Dari hasil analisis organoleptik menunjukkan bahwa tempe biji nangka memiliki warna putih, rasa dan aroma cukup enak, serta tekstur lunak dan kompak, sedangkan uji kesukaan terhadap tempe biji nangka menunjukkan bahwa yang paling disukai adalah tempe biji nangka dengan berat ragi 1 gram dan waktu fermentasi 48 jam.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Biji nangka dapat dijadikan sebagai bahan alternatif pembuatan tempe. 2. Kadar protein dalam biji nangka

(5)

waktu fermentasi 48 jam yang mempunyai kandungan protein sebesar 5,96%.

Daftar Pustaka

Astawan, M.(2007).Nangka Sehatkan Mata, http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cy bermed/detail.aspx?x=Nutrition&y =cybermed|0|0|6|414 (diakses 10 Nopember 2015 jam 16.00 WIB) Fairus, S., Haryono, Miranthi, A., dan

Apriyanto, A. (2010). Pengaruh Konsentrasi HCl dan Waktu Hidrolisis terhadap Perolehan Glukosa yang Dihasilkan dari Pati Biji Nangka, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

‘Kejuangan’ UPN Veteran

Yogyakarta.

Gaman, M.dan Sherrington, K.B.(1981).IlmuPangan

(PengantarIlmuPangan, NutrisidanMikrobiologi), EdisiKedua,

GadjahMadaUniversity Press, Yogyakarta.

Hayati, S.(2009).PengaruhWaktuFermen-tasiterhadapKualitas Tempe Dari BijiNangka (Artocarpus hetero-phyllus) danPenentuan Kadar ZatGizinya, Skripsi, Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ristia, E. (2014). Perbandingan Kadar Gizi Tempe Biji Nangka dan Tempe Kedelai, Laporan Penelitian, Prodi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, (1997), ProsedurAnalisaBahanMakanandan Pertanian, Edisikeempat, Liberty, Yogyakarta.

Widodo, W. (2012). Pemanfaatan Biji Nangka (Artocarpusheterophyllus) sebagai Substrat Pembuatan Tempe Biji Nangka dengan Variasi Kadar Ragi dan Lama Fermentasi, Skripsi, Prodi Biologi, Fakultas sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Yuliana, A. dan Rindjani, L. (2015). Pengaruh Penambahan Berat Jamur Tempe

(Rhizopus oligosporus) terhadap Kualitas Tempe Biji Nangka, Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, Vol. 13, No. 1, pp. 9-13. Website: wikipedia.com, Tempe, diakses1o

Gambar

Tabel 1. Kandungan Gizi dalam 100 g Biji Nangka.
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Waktu

Referensi

Dokumen terkait

Di perairan Batu Lawang juga tidak terlihat terjadinya recovery (rekrutmen) terumbu karang, hal ini dapat dilihat dari ukuran karang yang mempunyai pertumbuhan diatas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam proses pelaksanaan budaya mappacci pada perkawinan orang Bugis disimpulkan bahwa

Prinsip dari Sand Cyclone yaitu campuran antara kotoran halus dan Crude Oil akan di pisah dengan membuat pusaran di mana pasir yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan

Teks bacaan tentang Suku Minang untuk mencari Gagasan pokok dan gagasan pendukung yang diperoleh dari teks lisan, tulis atau visual.. dari teks berdasarkan keterhubungan antar

Tax avoidance berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ilmiani dan Sutrisno (2014:38) yang menyatakan

Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk mengajarkan ketrampilan adalah model pelatihan ( Training Model ).. Training model bukanlah model pembelajaran baru, yang bahkan

c. Fakta bahwa jumlah komparatif dalam laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tidak dapat diperbandingkan.. Laporan

12 Februari 2021, bahwa terdapat 389 mahasiswa pendaftar PMMB yang dinyatakan memenuhi syarat dan lolos seleksi tingkat Universitas Negeri Surabaya, daftar nama