BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan
perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan
belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan
dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui
produknya, dan pembayaran pajak kepada negara. Seiring dengan berjalannya waktu,
masyarakat tidak sekadar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa
yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial.
Berbagai peristiwa negatif yang menimpa sejumlah perusahaan, terutama setelah
reformasi, seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pemilik dan manajemen
perusahaan untuk memberikan perhatian dan tanggung jawab yang lebih baik kepada
masyarakat, khususnya di sekitar lokasi perusahaan. Hal ini disebabkan kelangsungan
suatu usaha tidak hanya ditentukan oleh tingkat keuntungan, tetapi juga tanggung jawab
sosial perusahaan. Peristiwa ini dapat kita lihat dari banyaknya perusahaan yang didemo,
dihujat, bahkan dirusak oleh masyarakat sekitar lokasi pabrik.
Bila ditelusuri, salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian dan tanggung
jawab manajemen dan pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di
sekitar lokasi perusahaan. Investor hanya mengeduk dan mengeksploitasi sumber daya
alam yang ada di daerah tersebut, tanpa memperhatikan faktor lingkungan. Selain itu,
masyarakat, justru yang banyak terjadi, masyarakat malah termarginalkan di daerah
sendiri
Sebagai contoh, kasus terbaru terjadi di Papua yang melibatkan PT. Freeport,
hingga menimbulkan efek domino dan menyebabkan chaos di daerah yang terkenal
dengan potensi sumber daya alamnya tersebut. Di sekitar areal pertambangan yang
mengalirkan jutaan dollar perhari, kehidupan masyarakat masih hidup miskin dan nyaris
tak tersentuh perhatian perusahaan. Berbagai tindakan anarkis justru yang ditimpakan
kepada mereka saat mengais sisa produksi di areal pembuangan limbah
Contoh di atas hanya merupakan salah satu gambaran fenomena kegagalan
hubungan perusahaan dengan masyarakat serta lingkungan sekitar perusahaan yang
muncul di Indonesia. Ada banyak lagi contoh kasus seperti kasus PT. Newmont
Minahasa Raya, kasus Lumpur Panas Sidoarjo yang diakibatkan kelalaian PT. Lapindo
Brantas, kasus perusahaan tambang minyak dan gas bumi Unicoal Perusahaan Amerika
Serikat, kasus PT. Kelian Equatorial Mining pada komunitas Dayak, kasus suku Dayak
dengan perusahaan tambang emas milik Australia yaitu Aurora Gold, dan kasus
pencemaran air raksa yang mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa penduduk Kalimantan
Tengah yang merupakan kasus suku Dayak melawan Minamata
Berdasarkan beberapa masalah di atas, wacana tanggung jawab sosial perusahaan
atau yang biasanya disebut dengan Corporate Social Responsibility kini menjadi isu
sentral yang semakin populer bahkan ditempatkan pada posisi yang terhormat dan
mengalami perhatian yang cukup intens dari berbagai kalangan perusahaan, pemerintah,
yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika,
dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam
masalah-masalah sosial yang akan terus tumbuh. Isu Corporate Social Responsibility
sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di
berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah
kemasyarakatan
Logika ekonomi neoklasik dijelaskan bahwa dengan meningkatnya keuntungan
dan kemakmuran sebuah perusahaan sudah pasti akan meningkatkan kemakmuran
rakyat karena lebih efisien dan murah produk yang dihasilkan tetapi penjelasan ini
berbanding terbalik dengan hal yang terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia.
Perusahaan selama ini dianggap sebagai biang rusaknya lingkungan, pengeksploitasi
sumber daya alam, hanya mementingkan keuntungan semata. Kebanyakan perusahaan
selama ini melibatkan dan memberdayakan masyarakat hanya untuk mendapat simpati.
Dengan konsep seperti ini, kondisi masyarakat tidak akan berubah dari kondisi semula,
tetap miskin dan termarginalkan (Djojohadikusumo, 1991:33).
Seiring pesatnya perkembangan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan
teknologi sekarang mengakibatkan adanya kesenjangan serta ketidakadilan dalam
kesejahteraan masyarakat. Hal ini pula yang mendorong pemerintah untuk melakukan
upaya pengentasan kemiskinan antara lain bantuan langsung tunai, program peningkatan
kesejahteraan dan sebagainya.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin di Indonesia
pada September 2011 sebesar 12,36 persen. Dibandingkan dengan penduduk miskin
pada Maret 2011 yang berjumlah 12,49 persen, jumlah penduduk miskin berkurang 0,13
penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan masing-masing turun 0,14 persen
dan 0,13 persen.
Pada periode tersebut, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,09 juta
orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,04 juta orang. Persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2011 ke
September 2011. Pada Maret 2011, sebagian besar 15,72 persen penduduk miskin
berada di daerah perdesaan. Begitu juga pada September 2011, yaitu sebesar 15,59
pers
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dapat diketahui kondisi angka
kemiskinan di Indonesia memang mengalami penurunan. Namun penurunan tidak terlalu
signifikan, hal ini menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan belum
menunjukkan hasil yang memuaskan dalam pengentasan masalah kemiskinan. Berbicara
mengenai masalah kemiskinan, masalah ini sudah sejak lama menjadi masalah bangsa
Indonesia, dan hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda menghilang, kemiskinan
merupakan akibat dari pembangunan ekonomi yang berlangsung. Kemiskinan akan
semakin bertambah seiring tidak terjadinya pemerataan pembangunan.
Berkaitan dengan munculnya berbagai perusahaan yang semakin pesat, di lain
pihak seiring dengan perkembangan jaman, juga mendorong masyarakat untuk menjadi
semakin kritis dan menyadari hak-hak asasinya, serta berani mengekspresikan
tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Hal ini menuntut para
pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku
bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya,
melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap
Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru
tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility. Pemahaman itu
memberikan pedoman bahwa perusahaan-perusahaan besar terutama di negara Indonesia
bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga
mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat melainkan suatu entitas usaha yang wajib
melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya dan masyarakat Indonesia
lebih merasakan hasil dari pemerataan pembangunan Indonesia
Pada kenyatannya Corporate Social Responsibility tidak serta merta
dipraktikkan oleh semua perusahaan, beberapa perusahaan yang menerapkan Corprate
Social Responsibility justru dianggap sok sosial. Ada juga yang berhasil memberikan
materi riil kepada masyarakat, namun di ruang publik nama perusahaan gagal menarik
simpati orang. Hal ini terjadi karena Corporate Social Responsibility dilakukan secara
latah dan tidak didukung konsep yang baik, kenyataan membuktikan bahwa masih
banyak perusahaan yang belum cukup menyadari pentingnya membangun kemitraan
dengan komunitas yang ada disekitar akibatnya, program Corporate Social
Responsibility yang digelar lebih banyak bersifat jangka pendek.
Praktik Corporate Social Responsibilty yang terfokus pada kegiatan karitatif
sebelumnya dipandang hanya memberikan manfaat bagi komunitas saja sedangkan
perusahaan dipandang sebagai beban biaya. Tidak ada pandangan bahwa membantu
komunitas merupakan investasi penting bagi perusahaan, akan tetapi pada kenyataannya,
karena penerapan tanggung jawab sosial perusahaan ini hanya merupakan sebuah
Dengan dasar ini menyebabkan pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan
yang memuat tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Pada akhirnya penerapan dan
pelaksanaannya bukan lagi sebuah kesukarelaan, tetapi berubah menjadi sebuah
kewajiban. Hal ini dibuktikan dengan adanya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor : PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara, 2011: 1).
Dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Nomor PER-05/MBU/2007 disebutkan bahwa
untuk perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara wajib menyisihkan 2% (dua
persen) dari laba bersihnya setelah dikurangi pajak sebagai dana operasional
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Program Kemitraan adalah program
untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara. Usaha kecil yang
dimaksudkan disini adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan yang diatur
dalam peraturan pemerintah.
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara sebagai pembina membentuk sebuah unit
organisasi didalam perusahaannya untuk mengelola dan mengatur Program Kemitraan
tersebut. Unit tersebut dibawah pengawasan seorang Direksi Perusahaan, selanjutnya,
Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat
oleh Badan Usaha Milik Negara melalui pemanfaatan dana dari bagian laba dan
dilaksanakan di wilayah usaha Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan.
PT. Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha
yang telah dibentuk di atas, sesuai dengan Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara
IV Nomor : 04.11/KPB/80/XII/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Struktur
Organisasi, Sasaran Tugas Organisasi dan Proses Bisnis. PT. Perkebunan Nusantara IV
telah membentuk satu bagian yang khusus mengelola kegiatan pembinaan tersebut yaitu
Bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang berada dibawah Direktorat
Perencanaan dan Pengembangan Usaha (PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara,
2011: 2).
Program ini merupakan komitmen PT. Perkebunan Nusantara IV untuk
mendorong kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional, bukan sesaat dan
jangka pendek namun, kesejahteraan jangka panjang melalui pemberdayaan masyarakat
sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas. Hal ini bagian dari
tanggung jawab perusahaan untuk turut memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong
pengembangan usaha mikro dengan memberi pinjaman.
Menurut data yang diperoleh dari pemberitaan media, PT. Perkebunan
Nusantara IV Medan tahun ini diperkirakan mengalokasikan dana corporate social
responsibily sekitar Rp45 miliar atau tiga sampai lima persen dari laba bersih tahun 2011
sekitar Rp900 miliar bagi mitra binaan yang tersebar diseluruh wilayah Provinsi
Sumatera Utara. Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara IV Medan, Dahlan Harahap
menuturkan bahwa dengan adanya Program Kemitraan, perusahaan tidak lagi berperan
sebagai sinterklass yang mungkin saja bisa melahirkan ketergantungan pada dana
bantuan, melainkan lebih sebagai mitra untuk komunitas dalam mencapai kemajuan
mengembangkan usaha kemandirianny
Dalam pelaksanaan usahanya, berbagai penghargaan telah diraih oleh PT.
Perkebunan Nusantara IV. Salah satu diantaranya, PT. Perkebunan Nusantara IV pernah
menerima penghargaan Corporate Social Responsibility Award 2010 sebagai Pembina
Usaha Kecil Menengah berprestasi, yang diserahkan langsung oleh Menteri Koperasi
dan Usaha Kecil serta Menengah Republik Indonesia
Untuk tahun pertama PT. Perkebunan Nusantara IV menyisihkan sebesar Rp7,5
milyar untuk program Corporate Social Responsibility, untuk tahun 2009
menganggarkan sebesar Rp8 milyar, dan untuk tahun 2010 menganggarkan dana sebesar
Rp8 milyar. PT. Perkebunan Nusantara IV lebih jadi merupakan perusahaan pertama di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara perkebunan yang memasukkan dana Corporate
Social Responsibility ke dalam biaya perusahaan. Meski dana Corporate Social
Responsibility dimasukkan ke dalam biaya perusahaan terbilang relatif kecil, PT.
Perkebunan Nusantara IV tetap tidak akan merubah kebijakan dalam hal dana bantuan
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan tetap disalurkan yang jumlahnya disesuaikan
dengan laba perusahaan setiap tahun. Artinya kalau laba perusahaan naik sebagaimana
kecenderungan setiap tahunnya alokasi dana untuk Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan juga akan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari naiknya penyaluran dana
Penyisihan dari laba minimal sebesar satu persen sejak 1990 s/d 2010 telah
terakumulasi untuk Program Kemitraan Rp65,13 milyar. Untuk tahun 2008 disisihkan
sebesar Rp5,52 milyar atau meningkat dari hanya Rp2,85 milyar pada tahun 2007, untuk
tahun 2009 Rp16,05 milyar dan untuk tahun 2010 sebesar Rp8,36 milyar. Untuk
Program Bina Lingkungan yang dimulai sejak tahun 2001 s/d 2010 telah disisihkan dari
laba PT. Perkebunan Nusantara IV sebesar Rp72,72 milyar, tahun 2008 Rp22,09 milyar,
tahun 2009 Rp16,05 milyar dan tahun 2010 Rp8,36 milyar.
Sejalan dengan peningkatan jumlah laba dana Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan yang disalurkan, PT. Perkebunan Nusantara IV juga berusaha untuk
memperluas segmentasi penerimaan bantuan di bidang kemitraan misalnya usaha yang
dibantu melingkupi industri, jasa perdagangan, perikanan, perkebunan, pertanian dan
peternakan. Dalam bidang bina lingkungan diutamakan diarahkan kepada korban
bencana alam, pendidikan dan pelatihan, kesehatan, pengembangan sarana dan prasarana
umum, sarana rumah ibadah sampai pelestarian lingkungan hidup. Program Kemitraan
adalah untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri,
melalui pemberian dana bergulir dengan bunga rendah, sedangkan Program Bina
Lingkungan adalah pemberdayaan kondisi sosial masyarakat melalui pendidikan dan
pelatihan serta peningkatan kualitas sebuah lingkungan tertentu.
Dengan kebijakan yang concern kepada masyarakat sekeliling diharapkan akan
tumbuh harmonisasi antara masyarakat dengan perusahaan. Dampak positif berikutnya
adalah tumbuhan rasa memiliki di tengah kehidupan masyarakat terhadap perusahaan.
Kondisi ini dipastikan akan mengurangi berbagai tindakan sosial masyarakat yang
Dengan kata lain, PT. Perkebunan Nusantara IV ingin pula menerapkan konsep
3P, yakni profit, people dan planet sebagai filosofi dalam menjalankan usaha sekaligus
untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Gevernance.
Arah menuju visi dan misi perusahaan itu nampaknya sudah mulai bisa dirasakan
hasilnya. Perolehan keuntungan yang semakin meningkat tiap tahun membuktikan
kebijakan yang ditempuh perusahaan sudah berada pada jalan yang benar dan
bertanggung jawab
10.13WIB, 21 Maret 2012).
Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan sama-sama memliki peran
penting dalam pengentasan masalah di masyarakat, namun sistem pelaksanaannya
berbeda. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan dasar inilah penulis tertarik untuk
meneliti pelaksanaan Program Kemitraan yang merupakan salah satu program dari
Corporate Social Responsibility yang dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IV
sebagai judul penelitian saya yang hasilnya akan dituangkan ke dalam skripsi dengan
judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan
Nusantara IV Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah merupakan pokok dari suatu penelitian. Untuk itu, penelitian ini perlu
ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah
yang telah diuraikan di latar belakang masalah, maka Penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut:
“Bagaimana pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan
1.3. Pembatasan Masalah
Untuk lebih mempertajam masalah yang ingin diteliti tentang evaluasi
pelaksanaan Program Kemitraan di Area Medan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV
Sumatera Utara, Penulis membatasi materi kajian, maka objek sasaran yang diteliti
sebagai berikut:
a. PT. Perkebunan Nusantara IV.
b. Mitra binaan, berupa sebagai berikut:
1. Badan hukum.
2. Perorangan.
c. Pelaksanaan Program Kemitraan oleh PT. Perkebunan Nusantara IV kepada
mitra binaan.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Program
Kemitraan yang merupakan salah satu program Corporate Social Responsibility yang
dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IV Sumatera Utara dalam membantu
masyarakat mengembangkan kemandirian dengan usaha kecil.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan serta pengetahuan
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan serta mampu menjadi referensi dalam
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab,
dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tentang teori-teori yang mendukung dalam penelitian,
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya
ilmiah ini.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian serta analisis pembahasannya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang