• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Karakteristik Penderita Tumor Ganas Laring di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010-2011"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et al, 2007). Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring (Kamus Saku Mosby, 2008).

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko Tumor Ganas Laring

(2)

Risiko terjadinya tumor ganas laring ini akan meningkat seiring dengan berat dan banyaknya faktor risiko yang terdapat pada seseorang. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah:

a. Usia

Kanker laring merupakan kanker yang sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua dengan puncak insidensi terjadi pada dekade ke enam sampai dekade ke delapan (Robin et al, 1991 dalam Ratiola, 2000).

Lee, 2003 menyebutkan bahwa insidensi penderita tumor ganas laring terbanyak pada dekade 70. American Cancer Society (2011), lebih dari setengah kasus kanker laring terjadi pada usia 65 tahun.

Berdasarkan National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review (2012), dari tahun 2005-2009 rata-rata penderita tumor ganas laring adalah pada usia 65 tahun, tidak ditemukan (0%) pada usia kurang dari dua puluh tahun. Namun ditemukan 0,4% antara usia 20-34 tahun; 2,7% antara usia 35-44 tahun; 16,3% antara usia 45-54 tahun; 29,8% antara usia 55-64 tahun; 28,6% antara usia 65-74 tahun, 17,3% pada usia 75-84 tahun dan 4,8% pada usia 85 tahun keatas.

b. Jenis Kelamin

Angka kejadian masih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah karena masih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki-laki (American cancer Society, 2011)

Insidensi tertinggi kanker laring ini lebih banyak terjadi pada laki- laki dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 5:1 (Lee, 2003). 1 Januari 2008, di United States diperkirakan jumlah tumor ganas laring 88.941 kasus, yang terdiri dari 71.273 laki-laki dan 17.668 wanita (National Cancer Institute, 2012).

c. Ras

(3)

Los Angeles, Alaska Native Registry, Rural Georgia, California excluding SF/SJM/LA, Kentucky, Louisiana, New Jersey and Georgia excluding ATL/RG) terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Insidensi kanker laring berdasarkan ras. Incidence Rates by Race

Race/Ethnicity Male Female

All Races 6.2 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women White 6.1 per 100,000 men 1.3 per 100,000 women Black 9.9 per 100,000 men 1.8 per 100,000 women Asian/Pacific Islander 2.3 per 100,000 men 0.3 per 100,000 women American Indian/Alaska

Nati 4.2 per 100,000 men

Hispanic 4.7 per 100,000 men 0.6 per 100,000 women National Cancer Institute’s Surveilance Epidemiology and End Result Cancer Statistic Review, 2012. Cancer Statistic: Cancer of the Larynx. Available

from:

[Accessed 26 Mei 2012].

d. Merokok

(4)

Secara garis besar terdapat tiga jenis nitroso dalam rokok, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Non-volatile TSNA ( Tobacco-Specific N-nitrosamin Acids) yang terdiri atas 4-(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanon (NNK) dan N2-nitrosonornicotine (NNN).

2) N-nitrosamino acids yang terdiri dari N-nitrososarcosine (NSAR), 3 (methylnitrosamino) propionic acids (MNPA) dan 4-(methylnitrosamino) butyric acids (MNBA).

3) Volatile N-nitrosamin yang terdiri atas N-nitrosodimethylamine (NMDA), N-nitrosopyrrolidine (NPYR), nitrosopiperidine (NPIP) dan N-nitrosomorpholine (NMOR).

Kandungan lain yang terdapat dalam rokok diantaranya adalah benzene, arsenik, dan hidrokarbon. Selain dari kandungan rokok tersebut, bahan karsinogenik juga dihasilkan dari pembakaran rokok (tembakau) oleh para perokok aktif diantaranya adalah nikotin, karbon monoksida, hydrogen sianida dan ammonia. Pemaparan bahan-bahan tersebut baik pada perokok aktif maupun pasif dapat menyebabkan kerusakan dari mukosa laring dimana sel-selnya akan bermetaplasia dan akan berkembang kearah keganasan. Hal tersebut akan meningkat jika seseorang juga mengkomsumsi alkohol.

e. Alkohol

(5)

f. Virus

Berdasarkan Heller dalam Ballenger (1977), virus dapat menyebabkan terjadinya kanker. Infeksi virus tersebut tidak secara langsung menyebabkan kanker laring namun menyebabkan kanker secara umum. Pada awalnya virus akan melekatkan dirinya dalam mekanisme genetik sel yang abnormal dan akan memodifikasinya menjadi sel yang abnormal. Kemudian virus yang dorman dan bersembunyi didalam sel akan teraktivasi jika terpapar agen eksternal seperti X-rays sehingga sel akan tumbuh menjadi malignan.

g. Paparan terhadap substansi (bahan) berbahaya dilingkungan kerja.

Bahan karsinogen yang berhubungan dengan terjadinya kanker laring dapat berupa asbestos, komponen nikel, dan beberapa minyak mineral, radiasi (Adams, 2005). Penelitian di Italia disebutkan bahwa, Serbuk kaca juga dapat meningkatkan angka kematian pada penderita kanker laring (Bertazzi, 1980 dalam Adams, 2005).

2.3. Patofisiologi Tumor Ganas Laring

Tumor atau sering dikenal dengan neoplasma, sesuai definisi Willis dalam kumar et al (2007), adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal dan terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.

(6)

Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia dianggap sebagai tanda utama keganasan. Neoplasma ganas (kanker) tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi dan penetrasi progresif ke jaringan sekitar. Kanker tidak membentuk kapsul yang jelas. Cara pertumbuhannya yang infiltratif menyebabkan perlu dilakukannya pengangkatan jaringan normal disekitar secara luas apabila suatu tumor ganas akan diangkat secara bedah (Kumar et al, 2007).

2.3.1. Dasar Molekular Kanker: Karsinogenesis

Kanker berhubungan dengan dua hal yaitu genetik dan perubahan epigenetik yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang memicu aktivasi atau inaktivasi yang tidak semestinya dari gen spesifik sehingga menyebabkan transformasi neoplastik (IARC/ International agency for Research on Cancer, 2007). Perkembangan kanker ini dikendalikan karena adanya perubahan dari struktur dan fungsi genom (IARC, 2007) .

(7)

Karsinogenesis memiliki beberapa proses baik pada tingkat fenotipe maupun genotipe. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbuhan berlebihan, sifat invasif lokal dan kemampuan metastasis jauh. Sifat ini diperoleh secara bertahap yang disebut sebagai tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.

Perubahan genetik tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan metastasis. Sel kanker juga akan melewatkan proses penuaan normal yang membatasi pembelahan sel. Tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang disregulasinya ikut berperan dalam asal muasal atau perkembangan keganasan.

Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas, diantaranya:

a. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan.

(8)

b. Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan.

Salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi adalah gen penekan tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif, tetapi yang tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis. Secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis.

Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting dalam mempertahankan integritas genom.

Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah sehingga sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan (Kumar et al, 2007).

c. Menghindar dari Apoptosis

(9)

d. Kemampuan Replikasi Tanpa Batas

Secara normal, sel manusia memiliki kapasitas replikasi 60 sampai 70 kali dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer tetap panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar et al, 2007).

e. Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan

Angiogenesis merupakan aspek biologik yang sangat penting pada keganasan. Angiogenesis tidak hanya untuk kelangsungan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk bermetastasis.

Faktor angiogenetik terkait tumor (tumor associated angiogenic factor) mungkin dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin berasal dari sel radang (misal, makrofag). Terdapat dua faktor angiogenik terkait tumor yang palling penting yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular) dan basic fibroblast growth factor. Paradigma menyatakan bahwa pertumbuhan tumor dikendalikan oleh keseimbangan antara faktor angiogenik dengan faktor yang menghambat angiogenesis (antiangiogenesis). Faktor antiangiogenesis tersebut diantaranya trombospondin-1 yang diinduksi oleh adanya gen TP53 wild-type, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin. Mutasi gen TP53 wild-type ini menyebabkan penurunan kadar trombospondin-1 sehingga keseimbangan condong ke faktor angiogenik (Kumar et al, 2007).

g. Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis.

(10)

2.4. Gejala Klinis Tumor Ganas Laring

Tanda dan gejala klinis yang dialami penderita tumor ganas laring diantaranya suara serak, disfagia, hemoptisis, adanya massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri telinga, gangguan saluran nafas dan aspirasi (Concus et al, 2008). Gejala klinis kanker laring ini bermacam-macam sesuai dengan sruktur laring yang terkena (Johnson, 2012).

2.4.1. Suara Serak

Sebagian besar penderita kanker laring datang ke rumah sakit atau dokter spesialis THT dengan mengeluhkan suara serak atau perubahan suara (Lee, 2003). Serak disebabkan oleh gangguan fungsi fonasi laring.

Pada tumor ganas laring, pita suara tidak berfungsi dengan baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glottik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi, ligamen krikotiroid dan kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara mennjadi kasar, menganggu, sumbang dan nadanya rendah dari biasa ( Hermani dan Abdurrachman, 2007).

Timbulnya suara serak tergantung dari letak tumor pada laring. Apabila tumor timbul pada pita suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Tumor yang tumbuh di daerah ventrikel laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Namun tumor yang tumbuh pada daerah supraglottis dan subglottis, serak akan timbul kemudian atau bahkan tidak timbul (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.2. Obstruksi Saluran Nafas

(11)

2.4.3. Disfagia dan Odinofagia

Disfagia dan odinofagia sering terjadi pada karsinoma supraglottis atau tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra laring (Lee, 2003 dan Hermani & Abdurrachman, 2007).

2.4.4. Batuk dan Hemoptisis

Batuk jarang ditemukan pada pada tumor ganas glottis, biasanya timbul dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir kedalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glottis dan supraglottis (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.5. Nyeri Tenggorok

Keluhan nyeri tenggorokan yang persisten berhubungan dengan lokasi tumor pada daerah faring misalnya pada sinus piriform, ariepiglottis dan bagian dasar lidah. Keluhan ini juga dihubungkan dengan lesi epiglottis (Concus, 2008). Nyeri tenggorok ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.4.6. Benjolan dileher

Benjolan di leher tumor ganas laring berhubungan dengan pembesaran kelenjar getah bening leher. Hal ini menunjukkan adanya metastasis tumor pada stadium lanjut (Hermani dan abdurrachman, 2007; dan Lee, 2003).

2.4.7. Gejala Lain

(12)

2.4. Lokasi Terjadinya Kanker Laring.

Sobin (1997) dalam Lee (2003), laring dibagi menjadi 3 bagian yaitu supraglottis, glottis dan subglottis. Masing-masing bagian laring memiliki subbagian yang telah ditentukan oleh UICC (Union International Centre le Cancer). Subbagian tersebut adalah sebagai berikut:

2.5.1. Supraglottis

a. Suprahyoid epiglottis (tip, lingual anterior, laryngeal surface) b. Aryepiglottis fold, laryngeal aspect

c. Arytenoid

d. Infrahyoid epiglottis

e. Ventricular bands (false cords)

Tumor supraglottis ini terbatas mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.5.2. Glottis

a. Vocal cords

b. Anterior commisure c. Posterior commisure

Tumor glottis mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otat intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh sebab itu, tumor glottis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglottis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atai prosesus vokalis kartilagi aritenoid (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

2.5.3. Subglottis

(13)

2.6. Diagnosis Tumor Ganas Laring 2.6.1. Anamnesis

Anamnesis mengenai perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya tumor ganas laring seperti merokok, konsumsi alkohol serta faktor lain seperti usia, jenis kelamin dan riwayat pekerjaan (Lee, 2003 dalam Sofyan, 2011).

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan. Pemeriksaan ini meliputi penilaian saluran nafas jika pasien mengeluhkan sesak nafas, melihat kondisi pasien apakah tampak sakit berat, serta menilai status nutrisi yang terlihat dari penurunan berat badan.

Selain itu juga untuk menilai status fisik untuk tindakan biopsi, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi (Concus et al, 2008; Lee, 2003 dan Sofyan, 2011).

Pada saat kanker laring telah dicurigai maka pemeriksaan kepala dan leher lengkap juga harus dilakukan, khususnya pada laring dan leher. Kualiatas suara juga perlu diperhatikan. Suara nafas bisa menunjukkan adanya paralisis pita suara dan suara yang meredam adanya lesi di supraglottis (Concus et al, 2008).

a. Pemeriksaan Laring

(14)

Dalam Sofyan (2011), dengan pemeriksaan laringoskopi langsung kita dapat membedakan massa tumor laring berdasarkan gambarannya yaitu sebagai berikut: i) Tumor supraglottis akan tampak tepi tumor yang meninggi dan banyak bagian

sentral yang ulseratif atau kemerahan dan sering kali meluas.

ii) Tumor glottis akan tampak lebih proliferatif daripada ulseratif. Gambaran khas lesi menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.

iii) Tumor subglottis akan tampak lebih difus dan memiliki ulkus yang superfisial dengan tepi yang lebih tinggi.

b. Pemeriksan Leher

Pemeriksaan leher dilakukan dengan palpasi, hal ini untuk menentukan apakah terdapat pembesaran kelenjar limfa dan metastasis tumor ke ekstra laring (Concus et al, 2008 dan Probst et al, 2006). Palpasi dilakukan dengan sistematis dimulai dari submental berlanjut kearah angulus mandibula, sepanjang muskulus sternokleimastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. Pada saat pemeriksaan perlu diperhatikan mengenai lokasi, ukuran, batas, dan mobilitas tumor.

2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang a. Pemeriksaan Histopatologi

(15)

b. Pencitraan Toraks

Metastasis kanker laring pada awalnya adalah pada nodus servikal regional setelah itu akan bermetastasis ke paru. Oleh karena itu, pasien dengan kanker kepala dan leher harus dilakukan foto toraks rutin sekali atau dua kali dalam setahun untuk evaluasi dan skrining metastasis tumor. Jika terdapat abnormalitas yang signifikan maka computed tomography (CT) scan dada harus dilakukan untuk konfirmasi lesi. Bronkoskopi dengan evaluasi apusan bronkial atau biopsi transbronkial harus dilakukan jika dicurigai adanya lesi (Concus et al, 2008 dan Adams, 2005).

2.6.4. Studi Pencitraan

Pencitraan radiologis secara umum dilakukan pada kanker laring stadium lanjut untuk menentukan stadium dan rencana terapi. CT scan atau MRI bermanfaat dalam mengidentifikasi invasi preepiglottis dan paraglottis, erosi pada kartilago laring dan metastasis servikal. Kedua modalitas pencitraan ini sangat berguna untuk menilai karakteristik kelainan oleh kanker laring. MRI lebih sensitif untuk menilai abnormalitas jaringan lunak sedangkan CT scan lebih baik untuk menilai defek tulang ataupun kartilago (Concus et al, 2008).

(16)

2.7. Gambaran Histopatologi Penderita Tumor Ganas Laring 2.7.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Lebih dari 90% penderita tumor ganas laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa dan berhubungan dengan penggunaan rokok dan konsumsi alkohol berlebihan. Secara histologi karsinogenesis menunjukkan perubahan dari fenotipe normal menjadi hiperplasia, displasia, karsinoma in-situ, karsinoma invasif. Karsinoma sel skuamosa invasif dapat berdifferensiasi dengan baik, sedang dan buruk. Varian karsinoma sel skuamosa terdiri dari verrucous carcinoma, spindle carcinoma, basaloid squamous cell carcinoma dan adenosquamous carcinoma (Concus et al, 2008). verrucous carcinoma memiliki insidensi 1-2 % dari seeluruh kasus keganasan pada laring (Lee, 2003).

2.7.2. Salivary Gland Cancers

Keganasan ini dapat muncul dari kelenjar saliva minor pada mukosa laring. Karsinoma kistik adenoid dan karsinoma mukoepidermoid paling sering terjadi. Laki-laki dan perempuan memiliki rasio yang sama untuk terjadinya karsinoma kistik adenoid laring. Pembedahan dapat dipilih sebagai terapi untuk dua jenis karsinoma ini, serta terapi adjuvan radiasi seperti pada keganasan kelenjar saliva mayor (Concus et al, 2008).

2.7.3. Sarkoma

Keganasan yang berasal dari pertumbuhan sel mesenkim ini sangat jarang terlihat. Sarkoma yang paling sering terjadi adalah kondrosarkoma. Kondrosarkoma laring ini muncul paling sering dari kartilago krikoid dan massa submukosa glottis posterior. Diagnosis keduanya sangat sulit.

(17)

2.7.4. Neoplasma lain

Tumor lain yang dapat terjadi pada laring diantaranya adalah tumor neuroendokrin seperti tumor karsinoid, limfoma dan metastasis dari tumor primer lain. Tumor ganas tiroid dapat menginvasi laring dengan atau tanpa paralisis pita suara (Concus et al, 2008).

2.8. Stadium Tumor Ganas Laring

Berdasarkan UICC (Union International Centre le Cancer) atau AJCC (American Joint Committe on Cancer) 1995, dalam Lee (2003) dan Probst et al (2006) klasifikasi tumor ganas laring adalah sebagai berikut:

Tumor Primer (T) Supraglottis:

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada satu sisi supraglottis dengan gerakan (mobilitas) pita suara masih normal.

T2 : Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglottis tanpa ada fiksasi dari laring.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan/ atau telah menginvasi area postcricotiroid, jaringan pre-epiglottis dan bagian dasar lidah.

(18)

Glottis

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada pita suara (bisa melibatkan komisura anterior ataupun posterior), mobilitas pita suara normal.

T1a : Tumor terbatas pada satu pita suara. T1b : Tumor melibatkan kedua pita suara.

T2 : Tumor meluas sampai ke supraglottis dan/ atau subglottis dan/ atau dengan gangguan mobilitas pita suara.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara.

T4 : Tumor menginvasi tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan lain selain laring: trakea, jaringan lunak leher, tiroid, faring.

Subglottis

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Tumor terbatas pada subglotis.

T2 : Tumor meluas ke pita suara dengan mobilitas normal atau terdapat gangguan.

T3 : Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara.

(19)

Penjalaran ke Kelenjar Limfa (N)

Nx : Kelenjar limfa regional tidak teraba.

N0 : Tidak ada metastasis regional/ secara klinis tidak teraba.

N1 : Metastasis pada satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran diameter 3 cm atau kurang.

N2a : Metastasis pada satu kelenjar limfa ipsilateral dengan ukuran diameter lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm.

N2b : Metastasis pada multipel kelenjar limfa ipsilateral dengan diameter tidak lebih dari 6 cm.

N2c : Metastasis bilateral atau kontralateral kelenjar limfe dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6 cm.

N3 : Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

Metastasis Jauh (M)

Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai. M0 : Tidak ada metastasis.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Stadium

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T1, T2 N1 M0

T3 N0, N1 M0

Stadium IVA : T4 N0, N1 M0

T mana saja N2 M0

(20)

2.9. Pengobatan Tumor Ganas Laring

Manajemen pasien kanker laring perlu mempertimbangkan usia pasien, kondisi umum, keputusan pribadi pasien, fasilitas institusi yang melakukan terapi, lokasi dan stadium tumor. Sehingga keputusan manajemen kanker laring melibatkan penilaian multidisiplin (Lee, 2003 dan Concus et al, 2008).

Pengobatan tumor ganas laring dapat berupa operasi, terapi radiasi atau keduanya (Dolowitz, 1964), dapat juga dengan kemoterapi atau obat-obat sitostatistika (Hermani dan abdurrachman, 2007).

Sebagai patokan dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dilakukan operasi sedangkan stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan dapat dikirim untuk mendapatkan radiasi (Hermani dan Abdurrachman, 2007).

Pengobatan dengan operasi tergantung pada lokasi lesi primer dan stadium kanker. a. Pengobatan Kanker Laring Stadium Awal

Kanker laring stadium awal (stadium I dan II) dapat diterapi dengan pembedahan atau radiasi sebagai terapi single modaliti. Pada stadium ini kanker masih memberikan respon baik terhadap radiasi, reseksi laser transoral atau operasi laring parsial. Angka kesembuhan primer diperkirakan sekitar 80-85% dan jika ditambahkan pengobatan lini kedua angka kesembuhan >90% (Concus et al, 2008 dan Lee, 2003).

(21)

Reseksi laser transoral menggunakan cairan mikrolaringoskop dimana tumor direseksi dari dari laring dibawah kontrol frozen section (Lee, 2003). Operasi laring parsial merupakan modalitas primer untuk kanker laring stadium awal untuk beberapa tahun dengan hasil yang memuaskan, namun operasi ini memiliki angka kegagalan yang masih tinggi tergantung dari kondisi pasien dan keahlian dokter yang menangani (Lee, 2003).

b. Pengobatan kanker laring stadium lanjut.

Kanker laring stadium lanjut ( stadium III dan IV) dapat diterapi dengan dual-modality yaitu terapi pembedahan dan radiasi.

2.9.1. Terapi Bedah Tumor Ganas Laring a. Bedah Mikrolaring

Pembuangan jaringan kanker melalui endoskopi kanker laring dapat dipilih dengan aman dan efektif dengan penggunaan mikroskop bedah dan instrumen pembedahan mikrolaringeal.

Laser karbondioksida digunakan dengan laringoskop langsung dan mikroskop sebagai petunjuk sekaligus digunakan sebagai alat pembedahan. Pada umumnya pembedahan ini dilakukan untuk lesi supraglottis (Concus et al, 2008). b. Hemilaringektomi

(22)

c. Laringektomi Supraglottis

Pembedahan ini dilakukan untuk membuang jaringan tumor di daerah supraglottis atau bagian atas laring. Pembedahan ini dapat dipertimbangkan jika (1) tumor dengan stadium T1, T2, atau T3 dengan hanya melibatkan preepiglottis, (2) pita suara masi mobil, (3) kartilago tidak terlibat, (4) komisura anterior tidak terlibat, (5) pasiem memiliki status pulmonologi yang baik, (6) bagian dasar lidah tidak terlibat, (7) sinus piriform pre-apex tidak terlibat, dan (8) FEV 1 diprediksikan lebih dari 50% (Concus et al, 2008).

d. Suprakrikoid Laringektomi

Pembedahan ini masih terbilang baru dan merupakan pengembangan dari prosedur pembedahan laringektomi supraglottis. Terapi ini dilakukan jika tumor di lokasi glottis anterior, komisura, atau keterlibatan ruang pre-epiglottis yang lebih luas (Concus et al, 2008).

e. Near-Total Laryngectomy

Terapi pembedahan ini merupakan laringektomi parsial yang lebih luas dimana hanya satu aritenoid yang diselamatkan dan kanal transesofageal dikonstruksi untuk fungsi bicara.

Pembedahan ini di indikasikan untuk pasien dengan lesi T3 dan T4 tanpa keterlibatan satu aritenoid, atau dengan tumor tranglottis unilateral dengan fiksasi pita suara (Concus et al, 2008).

f. Laringektomi Total

(23)

2.9.2. Terapi Non-Bedah Tumor Ganas Laring a. Terapi Fotodinamik

Terapi ini menggunakan photosensitizing agent yang diberikan secara intravena. Kemudian sinar laser digunakan untuk mengaktifkan photosensitizing agent dan menginduksi destruksi jaringan tumor. Terapi ini efektif untuk pengobatan tumor ganas laring stadium awal. Efek samping terapi fotodinamik ini adalah pasien menjadi sangat sensitif terhdap cahaya, hal ini akan menetap hingga beberapa minggu setelah pemberian photosensitizing agent. Oleh sebab itu, pasien harus memakai baju pelindung untuk menghindari sinar matahari selama terapi (Concus et al, 2008).

b. Terapi Radiasi

Radiasi diberikan sebagai terapi primer untuk kanker laring atau terapi tambahan setelah pembedahan. Terapi ini sering dilakukan dengan tekhnik penyinaran eksternal dengan dosis 6000-7000 cGy yang diberikan pada lokasi primer tumor. Terapi radiasi pos-operatif dilakukan pada kanker dengan stadium lanjut, penyebaran tumor ke ekstrkapsular dalam nodus limfa, penyebaran ke perineural atau angiolimfatik, keterlibatan nodus secara multipel ditingkan leher (terutama level IV dan V, atau mediastinuum). Efek samping terapi radiasi dalam jangka pendek akan berakhir sampai 6 minggu setelah terapi.

(24)

c. Kemoterapi

Cisplatin dan 5-fluorouracil merupakan dua agen yang paling efektif untuk pengobatan kanker laring. Kemoterapi dapat digunakan sebagai neoadjuvan secara simultan dengan radiasi dan juga sebagai adjuvan. Penelitian dengan neoadjuvan dan kemoterapi intra arterial secara simultan menunjukkan respon lokal tumor yang bagus pada kasus tertentu, namun juga dapat menyebabkan lokal toksisitas. Kemoterapi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif pada tumor ganas laring stadium lanjut. Kemoterapi ini bukanlah terapi lini pertama atau terapi standar untuk kanker laring stadium awal ( stadium I dan II) (Concus et al, 2008).

3.0. Komplikasi Tumor Ganas Laring

Komplikasi kanker laring menggambarkan modalitas terapi yang digunakan. Adapun komplikasi tersebut diantaranya (Concus et al, 2008):

a. Gangguan vokal b. Gangguan menelan

c. Kehilangan penciuman dan perasa d. Timbulnya fistula

e. Gangguan saluran nafas f. Kerusakan saraf cranial g. Kerusakan vaskular h. Fibrosis jaringan i. Hipotiriodisme

j. Komplikasi lain seperti hematom dan infeksi.

3.1 Pencegahan Tumor Ganas Laring

Referensi

Dokumen terkait

Seorang teman memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia menyebabkan kita menyesal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya sehingga

16 Tahun 1840-an k eadaan ini jelas dilihat apabila orang Cina mula melibatkan diri dalam perlombongan bijih timah negeri-negeri Semenanjung Perak dan Selangor telah menarik

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik apakah harga saham dan ukuran perusahaan dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan stock split, serta menguji apakah

Kehadiran lereng di Tambang Muara Tiga Besar Utara akan berbahaya terhadap pekerja dan kendaraan mekanis, karena tanah/batuan kemungkinan akan mengalami longsor

Untuk membuat title yang bagus, selain mengatur secara manual satu persatu property yang dimiliki text, kita dapat pula memanfaatkan style yang disediakan Adobe Title Designer

Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan suatu sikap kedisiplinan kerja pengawai agar produktivitas kerja dari masing – masing pengawai tersebut dapat

Pengembangan penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2 yang mengilustra- sikan sistem penyelenggaraan jalan tol yang terdiri dari tiga elemen untuk

Berdasarkan pertimbangan hakim terhadap unsur pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP pada perkara aquo, menyatakan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, telah tampak