ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KINERJA OPERASI DAN PEMELIHARAAN
JARINGAN IRIGASI DI KOTA SUNGAI PENUH
JURNAL
EFRIAN SUSANTI
NPM : 1110018312051PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Operasi Dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh
Efrian Susanti1, Nasfryzal Carlo1, M. Nursyaifi Yulius1
1
Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
frian_tmox@yahoo.com, carlo@bunghatta.ac.id, nursyaifi@gmail.com
ABSTRAK
Berdasarkan Ketentuan Undang - Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Hasil inventarisasi mengenai kondisi jaringan irigasi sesuai PAI (Pegelolaan Asset Irigasi) tahun 2014 di Kota Sungai Penuh diketahui kondisi dan fungsi dari saluran primer dan saluran sekunder pada 16 Daerah Irigasi yang diteliti dalam kondisi buruk dimana kondisi jaringan irigasi baik masih dibawah 50 % yakni 47,96 % sehingga diperlukan analisis yang mempengaruhi rendahnya kinerja Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai
Penuh. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi
kinerja Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh serta mengetahui faktor paling dominan. Metode yang digunakan adalah adalah pendekatan campuran kualitatif dan kuantitatif dimana pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan persepsi menggunakan skala likert. Analisis yang digunakan analisis faktor dan
fishbone diagram sehingga dihasilkan bahwa faktor– faktor yang mempengaruhi rendahnya
kinerja Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh adalah faktor metoda kerja dan lingkungan, faktor sumber daya manusia, faktor P3A, serta faktor biaya dan peralatan. Faktor dominan yang ditemukan adalah faktor metoda kerja dan lingkungan dengan nilai % of variance Rotation Sum of Squred Loadings sebesar 21,339 %
Kata kunci : Jaringan Irigasi, Operasi dan Pemeliharaan, Kinerja
ABSTRACT
Under the Law No. 7 of 2004 on Water Resources. The operation and maintenance of primary and secondary irrigation network becoming the authority and responsibility of the Government and Local Government in accordance with their authority. The results inventory about condition of the irrigation network in accordance with PAI (Irrigation Asset Management) 2014 its known that Sungai Penuh City condition and functioning of primary channel and secondary channel on 16 Irrigation Area studied in adverse conditions where the
condition of good irrigation networks still below 50%, that is 47.96% so it’s necessary to
analyze that affect poor performance of Network Operation and Maintenance of Irrigation in Sungai Penuh City. The research objective was to determine the factors that affect Operation Opeformance and Maintenance of Irrigation in Sungai Penuh City and to know the most dominant factor. The method used is a mixture of qualitative and quantitative approaches
where data collection using a questionnaire with perception using linkert scale. The analysis
used the factor analysis and fishbone diagrams so that produced the factors that affect the poor performance and maintenance of irrigation networks in Sungai Penuh City is the work methods and environmental factors, the human factor, P3A factors, as well as the cost factor and equipment. The dominant factor that was found was working methods and environmental
factors with value %of variance Rotation Sum of Squred Loadings of 21.339%
PENDAHULUAN
Berdasarkan Ketentuan Undang
-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air, pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi ditetapkan.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi primer dan sekunder
menjadi wewenang dan tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya.
Visi kota Sungai Penuh dalam
pengelolaan irigasi adalah Sumber daya air
dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan
tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber
daya air yang berkelanjutan untuk
sebesarbesar kemakmuran rakyat (Pasal 3
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
sumber daya air). Misi kota sungai penuh
adalah konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air
(penatagunaan, penyediaan, penggunaan,
pengembangan, dan pengusahaan),
pengendalian dan penanggulangan daya
rusak air, pemberdayaan dan peningkatan
peran masyarakat, dunia usaha, dan
pemerintah, peningkatan ketersediaan
dan keterbukaan data dan informasi
sumber daya air.
Menurut Peraturan menteri PUPR
No.12/PRT/M/2015 Pemeliharaan jaringan
irigasi merupakan upaya menjaga dan
mengamankan jaringan irigasi agar selalu
dapat berfungsi dengan baik guna
memperlancar pelaksanaan operasi
jaringan irigasi dan mempertahankan
kelestariannya.
Operasi jaringan irigasi merupakan
upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya, termasuk kegiatan
membuka-menutup pintu bangunan irigasi,
menyusun rencana tata tanam, menyusun
rencana pembagian air, melaksanakan
kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan
data, memantau dan mengevaluasi.
Peraturan menteri No.32/PRT/M/
2007 mendefinisikan pemeliharaan irigasi
sebagai berikut: “Pemeliharaan jaringan
irigasi adalah upaya menjaga dan
mengamankan jaringan irigasi agar selalu
dapat berfungsi dengan baik guna
memperlancar pelaksanaan operasi dan
mempertahankan kelestariannya melalui
kegiatan perawatan, perbaikan,
pencegahan dan pengamanan yang harus
dilakukan secara terus menerus”.
Berdasarkan Peraturan menteri
Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007
tentang pedoman operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi menjelaskan untuk
mengetahui kondisi kinerja suatu sistem
fisik, produktivitas tanaman, sarana
penunjang, organisasi personalia,
dokumentasi dan kondisi kelembagaan P3A.
Sedangkan indikator keberhasilan kegiatan
pemeliharaan, yaitu terpenuhinya kapasitas
saluran dengan kapasitas rencana, terjaganya
kondisi bangunan dan saluran,
meminimalkan biaya rehabilitasi jaringan
irigasi dan tercapainya umur rencana
jaringan irigasi.
Pengelolaan irigasi sebagai usaha
pendayagunaan air irigasi yang meliputi
operasi dan pemeliharaan, pengamanan,
rehabilitasi, dan peningkatan irigasi.
Pengelolaan irigasi diselenggarakan
dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat petani dan dengan
menempatkan perkumpulan petani
pemakai air sebagai pengambil keputusan
dan pelaku utama dalam pengelolaan
irigasi yang menjadi tanggung jawabnya.
Untuk mencapai hal tersebut dilakukan
pemberdayaan perkumpulan petani
pemakai air secara berkesinambungan dan
berkelanjutan (PP No. 20/2006).
Pada dasarnya kinerja jaringan
irigasi merupakan resultante dari kinerja
manajemen operasi dan pemeliharaan
irigasi dan kondisi fisik jaringan irigasi
secara simultan. Antar keduanya terdapat
hubungan timbal balik: kondisi fisik
jaringan irigasi yang rusak mengakibatkan
pengoperasiannya tidak optimal; di sisi
lain jika operasi dan pemeliharaannya
tidak memenuhi ketentuan teknis yang
dipersyaratkan maka kondisi fisik jaringan
irigasi juga tidak akan berfungsi optimal
(Sumaryanto,dkk, 2006).
Menurut Sofyan (2012),Rendahnya
kinerja OP jaringan irigasi di daerah irigasi
dikarenakan keterbatasan pengetahuan
tentang irigasi, keterbatasan anggaran
biaya dari pemerintah, keterbatasan
petugas pengamat pengairan, dan adanya
alih fungsi lahan sawah.
Kinerja jaringan irigasi dapat dilihat
dari pengelolaan jaringan irigasi
berdasarkan ketersediaan sumberdaya
manusia, biaya OP sebagai penunjang
kelestarian fungsi dan ketersediaan air yang
mencukupi permintaan sepanjang tahun
(Nurrochmad, 2007).
Daerah Irigasi Sub Sistem Sungai
Bungkal terletak di Kecamatan Pondok
Tinggi dan Kecamatan Sungai Bungkal
terdiri dari 16 Daerah Irigasi dengan total
luas areal yang terkena dampak irigasi
tersebut seluas 1.395 Ha. Hasil
inventarisasi mengenai kondisi jaringan
irigasi sesuai PAI (Pegelolaan Asset
Irigasi) tahun 2014 diketahui kondisi dan
fungsi dari saluran primer dan saluran
sekunder pada 16 Daerah Irigasi tersebut
dalam kondisi buruk dimana kondisi
jaringan irigasi baik masih dibawah 50 %
dengan luas sawah terdampak oleh irigasi
yang memiliki kondisi Baik 47,96 %,
Rusak Ringan 9,89 %, Rusak Sedang
12,33 %. Serta kondisi kuantitas dan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
petugas operasi pemeliharaan sangat
terbatas dan belum memadai
dibandingkan dengan jumlah prasana yang
telah dibangun. Dari data tersebut dapat
dikatakan bahwa Operasi dan Pemeliharaan
jaringan irigasi Sub Sistem Sungai
Bungkal belum optimal. Oleh sebab itu
dilakukan analisis faktor – faktor apa saja
yang mempengaruhi kinerja operasional dan
pemeliharaan jaringan irigasi di Kota Sungai
Penuh.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan di Jaringan
Irigasi Sub Sistem Sungai Bungkal terdiri
dari 16 DI dan terletak di Kecamatan Pondok
Tinggi dan Kecamatan Sungai Bungkal.
Dengan saluran primer terdiri dari D.I. Sei.
Bungkal, D.I. Sumur Anyir, D.I. Dusun
Baru, dan DI. Batu Lumut. Saluran
sekunder terdiri dari D.I. Sei. Nua, D.I.
Sei. Jernih, D.I. Sei. Bangko, D.I. Sei.
Ampuh, D.I. Lawang Agung, D.I. Koto
Pandan, D.I. Koto Lebu, D.I. Bandar
Panjang Pondok Tinggi, D.I. Jembatan
Serong, D.I. Sei. Talang Lindung, D.I.
Pematang Tampung, D.I. Jembatan I
Talang Lindung, DI. Jembatan Serong.
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan kualitatif dimana
dalam pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Persepsi yang digunakan
adalah skala likert 1 – 5 dengan dengan
jumlah responden 64 orang yang terdiri 3
orang responden petugas OP irigasi, 8
orang responden dari Dinas Pekerjaan
Umum Kota Sungai Penuh dan 49 orang
responden dari P3A.
Analisis yang digunakan adalah
diagram fishbone untuk menentukan
faktor yang mempengaruhi kinerja
Operasional dan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi di Kota Sungai Penuh.
Adapun Variabel yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel .1 Variabel Penelitian
No Faktor Variabel Sumber
1
Faktor Biaya
1. Dana APBD yang masih rendah.
2. Sulitnya mendapat bantuan dana O&P dari Provinsi maupun Pemerintah Pusat.
Muhammmad,dkk (2014)
2 Faktor
Sumber Daya Manusia
3. Jumlah petugas OP masih kurang.
4. Masih kurangnya rasa tanggung jawab petugas dalam melaksanakan OP Irigasi.
5. Belum adanya pelatihan untuk petugas OP Irigasi.
6. Kurangnya personil kontraktor yang berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan.
PPK Bid SDA, PPTK OP Irigasi Dinas PU Kota Sungai Penuh (2015), Sumaryanto, dkk, (2006),
3 Faktor
Metode Kerja
7. Informasi dan metoda umum dalam
melaksanakan O & P bagi petugas lapangan belum memadai.
8. Kurangnya koordinasi antara petugas dengan lembaga terkait.
9. Kualitas bangunan irigasi yang dibangun kontraktor masih rendah.
PPK Bid SDA, PPTK OP Irigasi Dinas PU Kota Sungai Penuh (2015), Sumaryanto, dkk (2006), Muhammmad,dkk (2014)
4 Faktor
Peralatan
10.Ketersediaan peralatan yang masih kurang. 11.Peralatan yang kurang berkualitas.
PPK Bid SDA, PPTK OP Irigasi Dinas PU Kota Sungai Penuh (2015),
12.Masih kurangnya peran serta dari perkumpulan petani pemakai air (P3A)
13.Belum adanya pelatihan bagi P3A
14.Perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain.
15.Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga jaringan irigasi yang telah terbangun. 16.Kondisi dan peristiwa yang tak terduga (banjir,
gempa bumi, dll)
PPK Bid SDA, PPTK OP Irigasi Dinas PU Kota Sungai Penuh (2015), Sumaryanto, dkk, (2006),
HASIL
Uji Validitas
Apabila suatu butir variabel memiliki nilai
person correlation lebih besar dari 0,25 maka variabel tersebut dikatakan valid dan apabila suatu butir variabel memiliki nilai
person correlation lebih kecil dari 0,25 maka pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid (Maholtra,1993). Hasil uji validitas variabel dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Hasil Uji Validitas
No. Item
1 0,250 0,876 Valid
2 0,250 0,889 Valid
3 0,250 0,890 Valid
4 0,250 0,898 Valid
5 0,250 0,870 Valid
6 0,250 0,426 Valid
7 0,250 0,779 Valid
9 0,250 0,785 Valid
10 0,250 0,847 Valid
11 0,250 0,900 Valid
12 0,250 0,855 Valid
13 0,250 0,797 Valid
14 0,250 0,652 Valid
15 0,250 0,782 Valid
16 0,250 0,734 Valid
Uji Reliabilitas
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa
nilai Cronbach’s Alpha semua faktor ≥
0,60 sehingga dapat dikatakan bahwa bahwa variabel untuk empat faktor
penelitian telah handal (reliable).
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas
Faktor
Faktor Biaya 0,750 2
Faktor Sumber
Faktor Peralatan 0,684 2
Faktor Eksternal (P3A dan Lingkungan)
0,819 5
Menemukan Sebab-Sebab Potensial
Uji Asumsi / KMO (Kaiser Mayer Oiken)
and Bartlett’s
Nilai KMO and Barttletts Test of
Specherity adalah 0,69 berada diatas 0,50 dengan signifikan 0,000 adalah dibawah
0,05. Hasil KMO and Barttletts Test of
Specherity telah memenuhi kritias pengujian, oleh sebab itu untuk melihat korelasi antarvariabel dapat diperhatikan
tabel Anti-Image Matrices. Nilai MSA
berkisar antara 0 hingga 1, dengan ketentuan sebagai berikut: (Santoso,2006) MSA = 1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain. MSA >
0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya. Hasil Uji KMO dapat dilihat pada tabel 4.
Berdasarkan tabel 4 nilai anti
image correlation yang dikeluarkan adalah
berkisar dari 0,364 – 0,793. Sedangkan
untuk melanjutkan analisis faktor
dibutuhkan nilai MSA > 0,5 sehingga
terdapat satu variabel yang tidak
memenuhi syarat yakni variabel X4.1 yaitu sebesar 0,364
Tabel 4. Anti-Image Correlation
NO VARIABEL ANTI IMAGE CORRELATION
Identifikasi Variabel hasil Uji KMO
Berdasarkan hasil pengujian dengan
menguji hasil kuesioner yang telah diisi
oleh responden maka pada pengujian
pertama ditemukan hasil bahwa terdapat
satu variabel yang tidak valid sehingga jika
dilakukan identifikasi variabel dengan
menggunakan fishbone diagram dapat
tahapan dalam pembuatan fishbone
diagram maka tahapan yang dilakukan
sudah mencapai tahapan yang keempat
yakni menemukan sebab-sebab potensial
dengan cara sumbang saran.
Gambar 1. Diagram Identifikasi Variabel Hasil Uji KMO
Pengujian Kembali dengan Analisis Faktor.
Dari hasil analisis faktor maka diperoleh faktor sebagai berikut :
Tabel 4. Pengelompokkan Berdasarkan Analisis Faktor
Faktor Kode
• Kurangnya personil kontraktor yang berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan.
• Informasi dan metoda umum dalam melaksanakan O & P bagi petugas lapangan belum memadai.
• Kurangnya koordinasi antara petugas dengan lembaga terkait.
• Kualitas bangunan irigasi yang dibangun kontraktor masih rendah.
• Perubahan kawasan yang mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan lain.
• Kondisi dan peristiwa yang tak terduga (banjir, gempa bumi, dll).
Faktor 2 X2.1
X2.2
• Jumlah petugas OP masih kurang.
• Masih kurangnya rasa tanggung jawab petugas dalam melaksanakan Pelatihan Petugas OP
METODA Tanggung jawab petugas OP
Jumlah Tenaga OP Dana OP
X2.3
OP Irigasi.
• Belum adanya pelatihan untuk petugas OP Irigasi.
Faktor 3 X5.1
X5.2 X5.4
• Masih kurangnya peran serta dari perkumpulan petani pemakai air (P3A).
• Belum Adanya pelatihan bagi P3A
• Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga jaringan irigasi yang telah terbangun
Faktor 4 X1.1
X2.2
• Dana APBD yang masih rendah.
• Peralatan yang kurang berkualitas.
Faktor Dominan
Berdasarkan analisis faktor maka diperoleh faktor dominan yang memepengaruhi
kinerja operasional dan pemeliharaan
Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh
Tabel 5 Rotation Sum of Squred Loadings
Component % Of Variance
1 21,339
2 18,127
3 16,034
4 12,632
Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Dari 5 faktor awal yang menjadi faktor penyebab rendahnya kinerja OP irigasi,
ternyata dari hasil analisis faktor
ditemukan hanya 4 faktor yang terbukti berpengaruh. Adapun faktor tersebut adalah :
a. Faktor 1, didukung oleh 6 variabel
yakni : kurangnya personil
kontraktor yang berpengalaman
dalam melaksanakan pekerjaan,
nformasi dan metoda umum dalam
melaksanakan O & P bagi petugas lapangan belum memadai, Kurangnya koordinasi antara petugas dengan lembaga terkait, Kualitas bangunan irigasi yang dibangun kontraktor masih rendah, Perubahan kawasan yang mendorong terjadinya
konversi lahan sawah ke
penggunaan lain, Kondisi dan
peristiwa yang tak terduga (banjir, gempa bumi, dll). Dari 6 variabel yang mempengaruhi faktor 1 maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor 1 ini dapat dinamakan dengan nama faktor metoda kerja dan lingkungan.
b. Faktor 2, didukung oleh 3 variabel yakni : Jumlah petugas OP masih
kurang, Masih kurangnya rasa
tanggung jawab petugas dalam
melaksanakan OP Irigasi dan Belum adanya pelatihan untuk petugas OP Irigasi. Sehingga faktor 2 dapat
dinamakan dengan Faktor Sumber
Daya Manusia
c. Faktor 3, didukung oleh 2 variabel
yakni : kurangnya peran serta dari
perkumpulan petani pemakai air, belum adanya pelatihan bagi P3A dan
Masih kurangnya kesadaran
masyarakat dalam menjaga jaringan irigasi yang telah terbangun. Sehingga faktor 3 dapat dinamakan dengan namaFaktor P3A.
dinamakan dengan nama Faktor Biaya dan Peralatan.
Dari hasil yang diperoleh tersebut diatas maka dapat digambarkan dengan fishbone diagram berikut :
Gambar 2. Diagram Identifikasi Variabel Hasil Analisis Faktor
PEMBAHASAN
Metoda Kerja dan Lingkungan
Metoda kerja dan lingkungan sangat mempengaruhi kinerja operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Hal ini
dikarenakan dalam menjalankan
operasional dan pemeliharaan dibutuhkan
pengaturan dan tata cara dalam
pelaksanaannya. Selain itu adanya
perubahan terhadap lingkungan seperti konversi lahan dan bencana alam tentu sangat mempengaruhi kinerja operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi, dalam hal ini jaringan irigasi banyak ditutup oleh masyarakat yang membangun rumah sehingga aliran air terputus. Adanya bencana alam juga mempengaruhi kinerja OP irigasi dimana bangunan irigasi yang terkena banjir dengan debit air yang tinggi
ditemukan beberapa kali roboh dan tertimbun oleh bayak sedimen sehingga aliran air irigasi menjadi tidak lancar.
Hal ini dikuatkan oleh penelitian Sumaryanto, dkk (2006) di DI Brantas (Prov. Jawa Timur), DI Way Sekampung (Prov. Lampung), DI. Wawatobi (Prov.
Sulawesi Tenggara), bahwa koordinasi
antar lembaga terkait tumpang tindih mempengaruhi kinerja operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja OP irigasi tampaknya terletak dari kebijakan pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap dinamika budaya dan perkembangan
wilayah, serta konsistensi dalam
pengembangan dan pendayagunaan irigasi.
Banyak yang menemukan bahwa
Pengalaman Personil kontraktor
konversi lahan sawah ke penggunaan lain
koordinasi antara lembaga terkait
Kualitas bangunan irigasi Informasi dan metoda umum dalam
melaksanakan O & P
Peran P3A Kondisi dan peristiwa
yang tak terduga (banjir, gempa bumi, dll) OP di Kota Sungai
adanya metoda kerja dan lingkungan mempengaruhi konerja operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dimana menurut Direktorat Irigasi dan Rawa dalam Mulyadi, dkk (2011) Kinerja
pengelolaan irigasi yang rendah
disebabkan oleh institusi pengelola yang kurang mantap dan system pengelolaan irigasi yang kurang sesuai. Sofyan (2012) mengemukakan bahwa pada Daerah Irigasi Cokrobedog Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana Rendahnya kinerja OP jaringan irigasi di daerah irigasi
Cokrobedog dikarenakan keterbatasan
pengetahuan tentang irigasi, dan adanya alih fungsi lahan sawah.
Dalam hal Personil kontraktor yang
kurang berpengalaman dalam
melaksanakan pekerjaan pembangunan
jaringan irigasi. Untuk memperoleh
personil kontraktor yang berpengalaman kontraktor pelaksana hendaknya harus diseleksi dengan baik disaat pelaksanaan proses lelang dan dalam pengerjaan proyek hendaknya diawasi oleh direksi teknis dengan baik sehingga dalam pengerjaan pembangunan irigasi dapat sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Selain itu dalam melaksanakan operasional dan pemeliharaan irigasi hendaknya dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada yakni
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.32/PRT/M/2007 tentang pedoman
Operasional dan Pemeliharaan Jaringan
Irigasi sehingga Operasional dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi dapat
dilakukan secara optimal.
Faktor Sumber Daya Manusia
Untuk mendukung kinerja
Operasional dan Pemeliharaan jaringan irigasi yang baik tentu juga harus ditunjang dengan sumber daya manusia yang baik juga dengan menambah jumlah petugas OP Irigasi dengan cara menambah tenaga magang sebagai tenaga OP Irigasi. Kemudian petugas OP Irigasi diberikan
pelatihan dalam menjalankan
pekerjaaannya dan dipantau oleh direksi teknis sehingga petugas OP irigasi dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Dimana dalam hal meningkatkan sumber daya manusia agar meningkatkan kinerja OP Irigasi di Kota sungai Penuh
dapat dilakukan dengan membentuk
Lembaga Pengelola Irigasi (LPI).
Hal ini sejalan dengan temuan muhammad dkk (2014) di Medan Krio
yang menemukan bahwa rendahnya
kinerja pemeliharaan jaringan fisik irigasi
baik yang dilakukan oleh petugas –
petugas O & P jaringan irigasi Medan Krio
serta masyarakat setempat dimana
seharusnya inspeksi jaringan irigasi yang dilakukan secara rutin 7 hari sekali untuk mengetahui kondisi suatu jaringan irigasi
sehingga diharapkan dengan adanya
inspeksi ini, kondisi bangunan irigasi yang rusak dapat segera ditangani dan dilakukan perbaikan.
Menurut Murtinigrum (2009)
permasalahan yang dihadapi di tingkat lapangan pada DI di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah kurangnya
tenaga pelaksana Operasi dan
Pemeliharaan irigasi karena perubahan
struktur kepegawaian yang disebabkan
perubahan kewenangan pengelolaan
irigasi dan pelaksanaan otonomi daerah, kebutuhan utama pengembangan kemampuan pengelolaan irigasi adalah penambahan jumlah tenaga lapangan dan penyusunan aturan operasional lapangan.
Faktor P3A
Untuk mendukung kinerja
Operasional dan Pemeliharaan jaringan irigasi yang baik tentu juga harus ditunjang dengan adanya peran serta petani pemakai air sebagai pengguna air irigasi. Selain itu juga harus dibentuk Komisi
Irigasi tersebut mempunyai fungsi
membantu Bupati/Walikota dalam
terutama pada bidang penyediaan, pembagian, dan pemberian air irigasi bagi tanaman serta merekomendasikan prioritas lokasi dana pengelolaan irigasi Kabupaten/ Kota. Institusi Komisi Irigasi dibentuk berdasarkan hasil musyawarah, kesepakatan melalui pemilihan dari pejabat Pemerintah Daerah dan pengurus P3A
sewilayah kabupaten/ kota serta
mendapatkan persetujuan Bupati/
Walikota dan ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota .
Peran P3A sanagat berpengaruh dalam menyelenggarakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang berfungsi multiguna, dimana menurut PP
No.20/2006 koordinasi dengan para
pengguna air irigasi melalui forum koordinasi daerah irigasi dilakukan oleh
P3A untuk menunjang kegiatan
operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Adanya keterlibatan P3A dalam
pelaksanaan Operasional dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi ini sama
dengan apa yang ditemukan oleh
Nurrochmad (2007) dan Sumaryanto,dkk (2006), dimana hasil temuan Nurrochmad mengatakan bahwa rehabilitasi mutlak diperlukan sebelum pengoperasian dan pemeliharaan DI harus diserahkan ke P3A, sedangkan Sumaryanto,dkk menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi kinerja jaringan irigasi adalah kinerja P3A.
Faktor Biaya dan Peralatan
Biaya Operasional dan
Pemeliharaan merupakan salah satu hal
yang sangat mempengaruhi kinerja
operasional dan pemeliharaan jaringan
irigasi dimana untuk menjalankan
pemeliharaan irigasi tentunya dibutuhkan anggaran biaya dalam pelaksanaannya. Temuan ini sama dengan apa yang telah ditemukan oleh Nurrochmad (2007), Sumaryanto, dkk (2006) dan Martha
(2014). Dimana Nurrochmad (2007)
menyatakan bahwa permasalahan yang
timbul dalam era otonomi adalah dana operasi dan pemeliharaan (OP) belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sedangkan Sumaryanto, dkk (2006)
menemukan bahwa rendahnya kinerja operasi dan pemelihraaan jaringan irigasi terkait dengan sangat terbatasnya anggaran OP irigasi dari pemerintah yang jauh dari mencukupi, sementara itu keswadayaan petani dalam memupuk dana OP irigasi sangat terbatas. Martha (2014) meyatakan bahwa Saluran Sekunder Daerah Irigasi Cihaur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah tidak dapat terlaksana dengan baik, disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang merupakan masalah utama yang dihadapi pihak OP SDA II BBWS Citanduy sebagai pihak pengelola.
Adanya sistem pembiayaan yang memadai dalam pelaksanaan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi juga sama dengan apa yang telah dikemukakan oleh Direktorat Irigasi dan Rawa dalam Mulyadi, dkk (2011). Sofyan (2014) juga menemukan bahwa Rendahnya kinerja OP
jaringan irigasi di daerah irigasi
Cokrobedog dikarenakan keterbatasan
anggaran biaya dari pemerintah.
Peralatan juga memliki peran penting dalam pelaksanaan OP irigasi di Kota Sungai Penuh dimana peralatan terdiri dari jumlah peralatan dan kualitas peralatan. Namun didalam penelitian ini
jumlah peralatan tidak terlalu
mempengaruhi kinerja OP Irigasi di Kota Sungai Penuh tetapi kualitas peralatan tampak lebih berpengaruh.
.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
mempengaruhi kinerja operasional dan pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh, Faktor tersebut terdiri dari empat faktor yakni :
a. Faktor Metoda Kerja dan
Lingkungan
b. Faktor Sumber Daya Manusia c. Faktor P3A
d. Faktor Biaya dan Peralatan
2. Faktor dominan yang mempengaruhi kinerja operasional dan pemeliharaan Jaringan Irigasi di Kota Sungai Penuh
adalah Faktor Metoda Kerja dan
Lingkungan.
Saran
1. Penelitian ini masih terbatas pada
pengumpulan data dengan
menganggap tingkat kepentingan
responden adalah sama. Sehingga
jumlah responden terbanyak
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Dimana responden terbanyak adalah dari responden P3A sehingga variabel
jumlah peralatan yang menurut
literatur merupakan salah satu variabel
yang berpengaruh dalam
melaksanakan suatu kegiatan OP namun berdasarkan hasil penelitian jumlah peralatan ditemukan tidak valid untuk dilanjutkan menggunakan analisis faktor. Sehingga diharapkan pada penelitian akan datang yang meneliti jaringan primer dan sekunder
diharapkan dapat mempertajam
pemilihan karakteristik responden
pada pengelola kegiatan OP.
2. Karena penelitian ini baru sebatas kinerja operasional dan pemeliharaan pada jaringan irigasi sub sistem sungai bungkal yakni pada saluran primer
dan sekunder yang terletak di
Kecamatan Pondok Tinggi dan
Kecamatan Sungai Bungkal di Kota Sungai Penuh, maka diharapkan yang
akan datang dapat melakukan
penelitian lanjutan tentang faktor yang
mempengaruhi kinerja operasional
dan pemeliharaan Jaringan Irigasi di
Kota Sungai Penuh secara utuh baik jaringan primer, sekunder dan tersier.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
Tentang Sumber Daya Air.
Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Anomim, 2006. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Anonim, 2007. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/ 2007 tentang Pedoman Operasi dan
Pemeliharan Jaringan Irigasi,
Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta.
Anonim, 2015. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.12/PRT/M/2015tentang
Eksploitasi dan Pemeliharaan
Jaringan Irigasi, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Mulyadi, Soekarto dan Winskayati, 2014.
Analisis Pilar Modernisasi Irigasi dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Daerah Irigasi Barugbug - Jawa Barat
Martha,Edwin, 2014, Evaluasi Kinerja
Muhammad, Sumono, Munir, 2014,
Evaluasi Kinerja Operasi Dan Pemeliharaan Sistem Irigasi Medan Krio Di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Medan : Universitas Sumatera Utara
Nurrochmad, F., 2007, Analisis Kinerja
Jaringan Irigasi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.
Sumaryanto, Masdjidin Siregar, Deri
Hidayat, M. Suryadi, 2006,
Evaluasi Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Upaya Perbaikannya di Prov Jawa Timur (DI. Brantas), Prov. Lampung (DI.Way Sebanpuan), Prov. Sulawesi Tenggaran (DI. Wawotobo). Jakarta : Depertemen Pertanian.
Sofyan, Ahmad, 2012. Kajian Kinerja