1. Latar belakang
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim, yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita usia 35-55 tahun. Hampir 90%
dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks. Sedangkan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
rahim (Nasedul, 2008 dalam Prayitno, 2014).
Kanker serviks menempati posisi kedua terbanyak setelah kanker payudara
yang di alami wanita di dunia. World Health Organization (WHO) pada tahun 2013
memperkirakan bahwa lebih dari 270.000 kematian wanita akibat kanker serviks
setiap tahunnya (WHO, 2013). Globocan (2002) menerangkan bahwa angka kejadian
kanker serviks di Amerika sekitar 86.532 (18%), Afrika 78.897 (16%), Eropa 59.931
(12%) dan Asia 265.884 (54%). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
hampir 80% kasus kanker serviks terjadi di negara berkembang (Rasjidi dan
Sulistiyanto, 2007).
Kanker serviks juga masih menjadi masalah kesehatan perempuan di
Indonesia dengan angka kejadian dan angka kematian yang tinggi (Rasjidi dan
Sulistiyanto, 2007). Angka kejadian kanker serviks di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo yaitu 39,5% dari seluruh penderita kanker pada tahun 1998
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada tahun 2004 jumlah pasien
kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511 dengan
adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit
dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 bahwa jumlah
perempuan Indonesia usia 30-50 tahun yaitu sekitar 35 juta orang. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa hingga tahun 2012 jumlah
perempuan usia 30-50 tahun yang sudah melakukan deteksi dini kanker serviks yaitu
lebih dari 550 ribu orang dengan hasil IVA positif lebih dari 25 ribu orang atau
4,5%, suspek kanker kanker serviks 1,2 per 1000 dan suspek tumor payudara
sebanyak 2,2 per 1000 orang (Yayasan Kanker Indonesia, 2014).
Berdasarkan datadari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bahwa
penderita kanker serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus dan tahun 2001
sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2007 sebanyak 345 kasus,
tahun 2009 sebanyak 48 kasus dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus (Septiyaningsih,
2010).
Secara umum pada tahun 2012, ada sekitar 1 milyar wanita berusia 30-49
tahun yang sama sekali belum pernah melakukan pemeriksaan kanker serviks
(WHO, 2013). Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker serviks biasanya tidak
melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut setelah
ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak melakukan deteksi dini secara teratur
merupakan faktor terbesar penyebab terjangkitnya kanker serviks pada seorang
wanita, terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia,
2010 dalam Wahyuningsih dan Mulyani, 2014).
Deteksi dini penyakit kanker serviks dapat dilakukan dengan melakukan
and Gynecologist (ACS) dan US Preventive Task Force (USPSTF) mengeluarkan
panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes pap smear dalam upaya
deteksi dini kanker serviks sejak 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau
saat usia 21 tahun (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2007).
Pap smearadalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh
Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan
mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit (Bustan, 2007)
Usaha untuk mengidentifikasi kelainan pada serviks yang dilakukan melalui
pemeriksaan pap smear memungkinkan untuk dilakukannya tindakan pencegahan
atau pengobatan sebelum sel berkembang menjadi kanker. Namun, sampai saat ini
deteksi dini untuk pencegahan kanker serviks masih belum mendapat prioritas bagi
kaum wanita. Oleh sebab itu, motivasi sangat mempengaruhi wanita dalam
melakukan deteksi dini (Nasir, 2009).
Beberapa faktor yang menghambat pemeriksaan pap smear diantaranya
adalah perilaku wanita usia subur yang enggan diperiksa karena tidak pernah tahu
mengenai pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ reproduksi
kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya pada golongan ekonomi menengah
ke bawah, sumber informasi, dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih
minim untuk melakukan pemeriksaan pap smear (Candraningsih, 2011).
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian
wanita di Indonesia. Setelah pemeriksaan pap smear diperkenalkan di Indonesia,
angka kejadian kanker serviks menurun drastis. Namun, sampai saat ini pemeriksaan
pap smear masih belum banyak di sosialisasikan kepada masyarakat sehingga angka
Pendidikan kesehatan sebagai suatu kegiatan atau usaha menyampaikan
pesan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan mengubah perilaku
individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Selain itu pendidikan
kesehatan jugapenting dilakukan untuk menggali motivasi seseorang agar dapat
menerima proses perubahan perilaku melalui tindakan persuasif secara langsung
terhadap sistem nilai, kepercayaan dan perilaku (Whitehead, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafa’ah (2012) bahwa ada
hubungan antara pengetahuan, pendidikan, lingkungan dan motivasi WUS dalam
melakukan deteksi dini kanker serviks di Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widyasari (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan motivasi wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) dalam melakukan pemeriksaan pap smear di Desa
Mander Kecamatan Tambakboyo Kabupaten Tuban. Chania, et al. pada tahun 2013
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan efektif untuk memodifikasi keyakinan dan
perilaku mereka terhadap penyakit kanker serviks dan pemeriksaan pap smear
(Chania, et al., 2013). Oleh sebab itu tenaga kesehatan hendaknya dapat
meningkatkan sumber informasi dan fasilitas kepada masyarakat khususnya WUS
agar mengetahui dan memahami tentang pentingnya melakukan deteksi dini kanker
serviks sehingga dapat memotivasi mereka untuk melakukan pemeriksaan pap
smear.
Wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli merupakan salah satu puskesmas
dengan wilayah kerja yang luas dengan cakupan 2 desa yaitu Desa Helvetia dan
Manunggal. Lebih dari 8000 WUS berisiko mengalami kanker serviks di wilayah
Deli yaitu wawancara langsung kepada Bidan Koordinator dan beberapa warga di
wilayah kerja puskesmas tersebut. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
denganBidan Koordinator menyatakan bahwa angka kejadian kanker serviks di
wilayah kerja puskesmas ini belum terdeteksi, namun walaupun demikian sangat
penting dilakukan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks di wilayah kerja
puskesmas ini. Puskesmas sendiri sudah melakukan penyuluhan di beberapa lokasi
di wilayah kerjanya mengenai kanker serviks, tetapi mengingat bahwa wilayah kerja
puskesmas ini sangat luas, masih perlu dilakukan lagi upaya pendidikan kesehatan
untuk mencegah angka kejadian kanker serviks. Peneliti juga melakukan wawancara
dengan beberapa warga yaitu wanita usia subur dan sudah menikah di wilayah kerja
Puskesmas Labuhan Deli. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti bahwa
WUS tersebut belum pernah mendapatkan informasi mengenai kanker serviks dan
pemeriksaan pap smear.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Serviks
terhadap Motivasi Wanita Usia Subur (WUS) dalam Melakukan Pemeriksaan Pap
Smear di Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Deli”.
2. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, penulis
merumuskan pertanyaan penelitian yaitu:
2.1. Bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap
2.2. Bagaimana motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap
smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test)?
2.3. Adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap
motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap smeardi
wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli?
3. Tujuan penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penelitian ini bertujuan sebagai
berikut:
3.1. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan
pemeriksaan pap smear sebelum diberikan pendidikan kesehatan (pre-test)
3.2. Untuk mengidentifikasi motivasi wanita usia subur dalam melakukan
pemeriksaan pap smear setelah diberikan pendidikan kesehatan (post-test)
3.3. Untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker
serviks terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan
pap smeardi wilayah kerja Puskesmas Labuhan Deli
4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu:
4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya
pendidikan kesehatan tentang kanker serviks untuk meningkatkan motivasi
4.2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan pengetahuan kepada
perawat khususnya perawat maternitas dan komunitas tentang pentingnya
pendidikan kesehatan tentang kanker serviks untuk meningkatkan motivasi
WUS dalam melakukan pemeriksaan pap smear
4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman
peneliti serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap motivasi wanita usia subur dalam melakukan pemeriksaan pap