• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)Siswa SMAN 2 Balige yang Tinggal di Kost

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)Siswa SMAN 2 Balige yang Tinggal di Kost"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1. Latar Belakang

Masa remaja atauadolescence adalah waktu terjadinya perubahan- perubahan yang berlangsung cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial atau tingkah laku. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa dan disertai dengan perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Data dari Kemenkes RI tahun 2013, estimasi jumlah penduduk remaja Indonesia usia 15-19 tahun berkisar 11.000.000 orang dari 248.422.956 keseluruhan penduduk Indonesia, dan jumlah penduduk remaja usia 15-19 tahun di Sumatera Utara berkisar 700.000 orang dari 13.391.231 keseluruhan penduduk provinsi Sumatera Utara.

Menurut Hidayat (2009), nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang kelangsungan proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang terpenuhi, maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat.

(2)

berlangsung optimal adalah zat gizi yang harus dicukupi oleh makanan sehari- hari. Kelompok umur remaja juga menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat- zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2006).

Menuju masa remaja banyak perubahan yang terjadi karena bertambahnya massa otot, bertambahnya jaringan lemak dalam tubuh juga terjadi perubahan hormonal, sehingga mempengaruhi kebutuhan gizi dan makanan mereka. Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial, dan kesibukan remaja akan mempengaruhi kebiasaan makan mereka sehingga pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

(3)

yang digoreng dan gula-gula lebih rendah pada responden dengan IMT yang lebih tinggi (Wateet al., 2013).

Sizer & Whiteney (2006 dalam Tarigan, 2013) mengatakan remaja lebih mudah menerima pengaruh globalisasi, pengaruh pola makan “kebarat- baratan” (Eropa) dengan tinggi lemak, tinggi kalori dan rendah serat menjadi makanan yang menarik misalnya junk food atau fast food, yang apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kegemukan. Kalori tinggi pada fast food yang relatif tidak mahal, tersedia dimana saja, sering diiklankan dan sangat lezat berhubungan dengan obesitas. Sesudah masa growth spurt, biasanya remaja akan lebih memperhatikan penampilan dirinya terutama

remaja putri. Mereka seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

Pada saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Pada masalah gizi kurang terdapat kesalahan pangan terutama terletak pada ketidakseimbangan komposisi makanan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Sementara masalah gizi lebih komposisi makanan yang dikonsumsi melebihi apa yang diperlukan tubuh (Detsyanaet al., 2009).

(4)

suat kelompok masyarakat tertentu. Pola makan yang tidak baik akan menyebabkan masalah pada status gizinya. Makan dan pola makan mengandung aspek budaya, etnik, agama, sosial, dan ekonomi. Karena itu unsur kenikmatan, kesantaian, nilai-nilai, tabu, halal dan sebagainya juga terkait dalam keseimbangan pola makan (Soekirman, 2000).

Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit- penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu (Almatsier, 2005).

(5)

Indeks Massa Tubuh (IMT/BMI) merupakan rasio berat badan (BB) / tinggi badan (TB)2 (kg/m2) yang dinyatakan dalam tabel normogram. Prevalensi gemuk pada remaja usia 13-15 tahun sebesar 10,8 persen, terdiri atas 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Sementara di Sumatera Utara, prevalensi remaja putri usia 6-14 tahun dengan berat badan kurang yaitu 9,7% dan Berat Badan lebih 11,8% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Medan oleh Matondang (2007), tingkat prevalensi anak kategori kurus sebesar 25,6%, kategori normal 69,8%, dan kategori gemuk sebesar 4,7% dengan rata- rata kecukupan energi yang baik (60,5%) dan kecukupan protein yang baik (93,0%).

(6)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana hubungan pola makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost?

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah hubungan antara pola makan meliputi jenis makanan, jumlah konsumsi makanan, dan frekuensi makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost?

4. Tujuan Penelitian

4.1 Tujuan Umum

Yang menjadi tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

4.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran pola makan meliputi jenis makanan pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

(7)

c. Untuk mengetahui gambaran pola makan meliputi jumlah konsumsi protein pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

d. Untuk mengetahui gambaran pola makan meliputi frekuensi makan pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

e. Untuk mengetahui gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

f. Untuk mengetahui hubungan antara jenis makanan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost. g. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi energi dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

h. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi protein dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

i. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi makan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada siswa SMAN 2 Balige yang tinggal di kost.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

(8)

5.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Memberikan informasi kepada perawat khususnya bidang keperawatan anak dalam memperhatikan pola makan yang tepat pada remaja khususnya pendidikan kesehatan bagi para siswa untuk menanggulangi masalah pola makan dan gizi pada remaja.

5.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Para pemilik industri pangan skala kecil sangat membutuhkan teknologi yyang mampu meningkatkan dan nilai tambah pada produknya sehingga pada akhirnya teknologi tersebut akan

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti berupaya melakukan penelitian, dengan penelitian tindakan kelas, dengan judul .Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Mata

Suzuki APV air conditioning unit uses the refrigerant HFC-134a (R-134a). Analyzing of refrigeration capacity is used to Suzuki APV

Judul : Pertumbuhan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii pada Berbagai Media serta Infektivitasnya terhadap Kutudaun Kedelai Aphis glycines Matsumura (Hemiptera:

Hubungan antara kecenderungan ekstraver dengan perilaku asertif pada remaja.. Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, tidak

Untuk mengecek apakah interface jaringannya sudah terpasang atau belum, dapat dicek dengan perintah lspci... Layer 1 (cont’d) Layer

Gambaran Kesiapan Akreditasi KARS Berdasarkan Standar MKI 16 (Manajemen Komunikasi) di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Tahun 2015.. Indah, Dewi

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami konsep-konsep dasar ilmu komunikasi secara umum, dikaitkan dengan kedudukan komunikasi sebagai