• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (3)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA

Oleh: JUMINI A 14105565

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

JUMINI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia. Dibawah bimbingan DWI RACHMINA.

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai kecenderungan peningkatan volume impor yang semakin meningkat dan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan impor yang paling tinggi dibandingkan dengan produk pertanian lainnya. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih.

Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya yang menyebabkan terjadinya impor.

Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor. Negara-negara pengekspor bawang putih terbesar di Indonesia diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore sedangkan Cina merupakan negara pengekspor paling banyak ke Indonesia. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005.

(3)

Hasil Analisis Uji Validasi Model menunjukkan uji normalitas dapat diketahui melalui grafik Kolmogorov-Smirnov dan nilai P-value pada pengujian analisis. Gambar 10 pada grafik menunjukkan titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value yang diperoleh yaitu 0.000 ini menunjukkan bahwa residual model terdistribusi secara normal, dikarenakan nilai P-value kurang dari α (α = 0.05). Nilai VIF dari masing-masing variabel < 10, sehingga dinyatakan tidak ada masalah multikolinearitas. Asumsi ini telah terpenuhi untuk melakukan pengujian selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel yang di uji. Pengujian lain yang dilakukan yaitu uji autokorelasi data yang dilihat dari nilai Durbin-Watson (D-W) dalam pengujian yaitu 1.5< D-W 2.5. Selanjutnya dilakukan pengujian Stasioneritas data untuk melihat unsur tren didalam data. Hasil uji terdapat pada Lampiran 2 dan3. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian statistik dalam model analisis untuk mendapatkan model yang baik. Syarat pengujian asumsi dan syarat pengujian statistik dalam model telah terpenuhi sehingga model tersebut sudah dikatakan baik.

Terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor ke Indonesia dan empat variabel tidak berpengaruh nyata. Empat variabel yang berpengaruh tersebut yaitu variabel harga bawang putih lokal (taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen). Empat variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia periode sebelumnya.

Nilai tukar dalam jangka panjang maupun jangka pendek bersifat inelastis. Harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi bawang putih lokal dan konsumsi bawang putih lokal bersifat inelastis terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia, ini dilihat dari perubahannya tidak lebih besar dari satu. Perubahan dikatakan elastis apabila perubahannya lebih dari satu.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA

Oleh: JUMINI A 14105565

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Analisis Faktor-faktor yang Mempangaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia

Nama : JUMINI NRP : A 14105565

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503

Mengetahui: Dekan Fakultas pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAINNYA. TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN PENELITIAN DIJADIKAN SEBAGAI BAHAN LITERATUR DALAM PENULISAN SKRIPSI INI.

Bogor, Mei 2008

JUMINI A 14105565

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan Desa A. Widodo, Kecamatan Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas (Lubuk Linggau), Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak Misran dan Ibu Suratinem. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1, Desa A. Widodo pada tahun 1989 dan tamat pada tahun 1995. Tahun 1995 penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Tugumulyo dan tamat pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Tugumulyo pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Berkat ahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai dengan segala kekurangannya karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Skripsi dengan judul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia” ini merupakan prasyarat dalam meraih gelar arjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini memuat serangkaian tentang analisis yang memungkinkan diketahuinya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia dan negara-negara pengekspor bawang putih ke Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, misalnya bagi pemerintah sebagai referensi dalam masalah impor bawang putih. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan srta informasi untuk dijadikan bahan referensi dalam melakukan studi lanjutan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya penulis hanya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT skripsi ini akhirnya dapat selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu, kakakku, Adikku dan semua keluagaku yang ada di kampung. Doa, nasehat dan dukungan yang ikhlas menjadikanku terus bersemangat dan terus berjuang dalam menjalani segala tantangan dalam kehidupan.

2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi masukan yang sangat berharga sampai terselesainya skripsi ini. 3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Juniar

Atmakusuma, MS selaku dosen komisi pendidikan atas masukan dan arahannya.

4. Ir. Asi H Napitupulu, MSc, selaku dosen evaluator penulis ketika kolokium proposal skripsi.

5. Ir. Yayah K Wagiono, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis.

6. Seluruh staf dan karyawan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu segala macam urusan yang terkait dengan administrasi skripsi ini.

Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan pahala kebaikan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi.

Bogor, Mei 2008

(10)
(11)

VI. HASIL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BAWANG PUTIH

DI INDONESIA... 54

6.1. Hasil Analisis dan Uji Validasi Data ... 54

6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih impor di Indonesia ... 55

6.4. Hasil Estimasi Elastisitas Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia .... 61

6.3. Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah dalam hal Permintaan Bawang Putih impor ... 62

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 65

7.1. Kesimpulan ... 65

7.2. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 69

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia,

Tahun 2000-2006 ... 1 2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006... 3 3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia,

Tahun 2001-2006 ... 5 4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia,

Tahun 2001-2006 ... 6 5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia,

Tahun 2002-2006 (ribu ton) ... 7 6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina,

Tahun 2000-2006 ... 7 7. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor

Bawang Putih ke Indonesia... 55 8. Hasil Elastisitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Permintaan ... 18

2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan ... 24

3. Keseimbangan Dalam Perdagangan Internasional... 24

4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

5. Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Lokal... 47

6. Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Impor ... 48

7. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah ... 49

8. Perkembangan Rata-rata Produksi Dalam Negeri... 51

9. Perkembangan Rata-rata Konsumsi Dalam Negeri ... 50

10.Perkembangan Rata-rata Impor Total ... 51

11.Perkembangan Rata-rata Impor Asal Cina... 52

12.Perkembangan Rata-rata Pendapatan Nasional... 53

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Regresi Berganda... 71

2. Gambar plot stasioner data time series impor total bawang putih dan

nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika ... 72 3. Gambar plot stasioner data time series harga bawang putih lokal dan

harga bawang putih impor... 73 4. Gambar plot stasioner data time series produksi bawang putih

Indonesia dan konsumsi bawang Putih di Indonesia... 74 5. Gambar plot stasioner data time series volume impor bawang putih

asal Cina dan impor bawang putih periode sebelumnya... 75 6. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Harga Bawang Merah Lokal

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun 2000-2006

Volume Impor (Ribu Ton) Komoditas

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju Impor (%/th) Bawang

Putih 174.04 205.47 226.08 222.69 244.45 283,28 295,06 9.40 Bawang

Merah 56.71 47.95 32.93 55.89 48.93 53.07 79.84 11.57 Kubis

0.52 0.70 0.45 0.49 0.52 0.32 0.34 -3.05

Pisang

0.01 0.08 0.10 0.56 0.41 0.44 0.25 187.05

Jamur

0.84 1.49 1.47 1.52 0.19 2.91 0.30 222.30

Mangga

0.02 0.01 0.10 0.45 0.69 0.87 0.95 279.78

Kentang

15.87 19.00 21.21 21,.29 21.51 32.23 31.36 13.32

Sumber: BPS, Jakarta (2005).

(16)

hingga tahun 2006 mempunyai volume terbesar dibandingkan dengan produk pertanian lainnya yang mempunyai volume impor relatif kecil. Tahun 2000 besarnya volume impor bawng putih sebesar 174.04 ribu ton dan pada tahun 2006 sebesar 295.06 ribu ton. Perkembangan volume impor bawang putih cenderung meningkat dari tahun ke tahun dilihat dari laju permintaan bawang putih impor yaitu sebesar 9,40 persen pertahun tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan komoditas hortikultura yang lainnya.

Peningkatan volume impor bawang putih terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 39,56 ribu ton dari tahun sebelumnya. Ketergantungan Indonesia terhadap bawang putih impor menjadikan Indonesia sebagai konsumen bawang putih dipasar Internasional. Kebutuhan akan bawang putih di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 80 persen dipenuhi oleh bawang putih impor, terutama impor bawang putih asal Cina (Laporan Perekonomian Indonesia, BPS, 2006). Banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia menunjukkan bahwa ketergantungan impor bawang putih di Indonesia sangat tinggi.

(17)

3

Kecenderungan produksi dan konsumsi bawang putih yang tidak seimbang dimana konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya meyebabkan terjadinya defisit produksi (Tabel 2). Defisit produksi yang terjadi akan mendorong untuk melakukan impor untuk memenuhi kekurangan dari konsumsi tersebut sehingga konsumsi dapat terpenuhi. Suatu negara akan melakukan impor suatu komoditas apabila produksi dari komoditas tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi untuk komoditas tersebut, seperti halnya negara Indonesia terhadap komoditi bawang putih dimana produksi bawang putih tidak dapat memenuhi konsumsi yang ada.

Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi defisit produksi yang semakin tinggi di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 Indonesia mulai mengalami defisit produksi sebesar 19,26 ribu ton dan terus mengalami defisit hingga tahun 2006 sebesar 242,23 ribu ton. Tahun 2005 merupakan defisit tertinggi delapan tahun terakhir sebesar 284,74 ribu ton. Menurunnya produksi bawang putih setiap tahunnya, menyebabkan terjadinya defisit, sehingga peluang impor di Indonesia terbuka lebar untuk mengisi kekurangan permintaan yang ada di dalam negeri. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006

(Ribu Ton)

(18)

Perkembangan konsumsi bawang putih di Indonesia yang terus meningkat tidak diiringi dengan perkembangan produksi dalam negeri yang cenderung produksinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Laju produksi bawang putih yang bernilai negatif menunjukkan bahwa produksi cenderung turun. Perkembangan produksi bawang putih di Indonesia semakin jauh dari harapan yang diinginkan dengan adanya liberalisasi perdagangan (perdagangan bebas). Produk bawang putih lokal sulit untuk bersaing dengan bawang putih impor dalam hal kualitas tampilan dan harga. Harga bawang putih lokal lebih mahal dibandingkan dengan harga bawang putih impor.

Penyebab rendahnya produksi bawang putih lokal diantaranya dikarenakan luas lahan dan produktivitas hasilnya yang rendah (Tabel 3 dan 4). Menurut Wibowo (2006), kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah, penyakit yang sering menyerang bawang putih terutama jamur dan virus, lingkungan tumbuh yang kurang optimum serta tingginya kehilangan hasil akibat teknik penyimpanan umbi yang kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya produksi bawang putih di Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan produksi bawang putih lokal yang dialami petani bawang putih di Indonesia pada umumnya.

(19)

5

Tabel 3 menunjukkan rata-rata luas panen komoditas bawang putih dari enam pulau besar di Indonesia yaitu pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Kalimantan. Rata-rata luas panen untuk bawang putih cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Rata-rata luas panen tiap tahunnya di Pulau Jawa lebih tinggi tetapi dengan luas panen yang semakin menurun. Menurunnya luas panen disebabkan karena petani lebih memilih menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan keuntungan. Bawang putih mempunyai harga yang lebih tinggi tetapi sulit bersaing.

Tabel 3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006

Rata-rata Luas Panen (Ha) Wilayah

2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju (%/tahun)

Sumatera 1.630 1.729 2.204 1.610 723 289 (23,69)

Jawa 6.046 4.678 3.318 2.179 1.101 1.281 (23,83)

Bali dan Nusa

Tenggara

1.244 1.249 752 1.098 1.248 1.284 4,63

Kalimantan 0 0 0 4 4 8 16,67

9.279 7.923 6.345 4.930 3.280 3.146 (18,88)

Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah

(20)

Tabel 4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006

Rata-rata Hasil Panen (Ton/Ha) Wilayah

2001 2002 2003 2004 2005 2006 Laju (%/tahun)

Sumatera 5,40 7,20 7,20 7,45 7,26 6,59 5,01

Jawa 6,50 5,90 6,00 6,26 5,07 4,99 (4,76)

Bali dan Nusa

Tenggara

0,80 4,90 3,60 2,85 7,17 7,86 125,27

Kalimantan 0,00 0,00 0,00 1,00 0,75 1,69 16,72

Sulawesi 1,30 1,00 7,70 1,72 2,50 3,40 130,12

Maluku dan Papua

0,60 2,20 5,70 0,00 5,45 7,83 93,88

Total Indonesia

14,60 21,20 30,20 19,28 28,20 32,36 22,50

Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah.

Rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen dapat pula dilihat dari lajunya dalam persen pertahun (Tabel 3 dan 4). Laju rata-rata luas panen untuk pulau Sumatera, Jawa serta Maluku dan Papua cenderung mengalami penurunan begitu juga dengan rata-rata hasil panennya. Penurunan terjadi karena banyak petani bawang putih yang beralih ke komoditas yang lain yang lebih menjanjikan dari segi keuntungan, sehingga luas lahan yang dibudidayakan untuk bawang putih semakin menurun.

(21)

7

bawang putih sudah sangat besar (Tabel 1). Cina mulai masuk ke pasar ASEAN sebagai kekuatan baru dalam persaingan perdagangan internasional terutama dalah hal produk pertanian.

Tabel 5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia, Tahun 2002-2006 (ribu ton)

Berat Bersih Negara

Asal 2002 2003 2004 2005 2006

Laju (%/th)

Cina 212.22 214.82 240.64 274.31 284.26 7.77

Hongkong 1.67 1.22 0.25 1.99 1.32 138.97

Malaysia 1.23 0.71 1.17 3.66 3.75 59.45

Thailand 0.01 0.42 0.57 1.99 1.57 1090.93

Singapore 0.63 0.12 0.55 1.34 1.97 117.08

Sumber: BPS, Jakarta (2006)

Volume impor bawang putih dari Cina semakin meningkat dari tahun ke tahun. Impor dari Cina menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 284,255 ribu ton pada tahun 2006 (Tabel 6). Bawang putih asal Cina mempunyai tampilan yang lebih bagus dan harga yang lebih murah dibandingkan bawang putih lokal, sehingga lebih dipilih oleh konsumen. Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore merupakan negara pengekspor bawang putih dengan volume ekspor kecil, hal ini disebabkan volume impor bawang putih dari Cina mendominasi pasar Indonesia. Bawang putih yang merupakan tanaman asli dari subtropis, membuat cocok tumbuh di Cina dan menyebabkan Cina kelebihan produksi sehingga harus di ekspor.

Tabel 6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006

Tahun Total Impor

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Produksi yang rendah ditunjukkan oleh menurunnya rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia (Tabel 3 dan 4). Menurunnya produksi dalam negeri salah satunya disebabkan karena biaya produksi tinggi. Selain itu juga disebabkan harga yang lebih mahal, sehingga tidak dapat bersaing dalam hal harga.

Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor.

(23)

9

Berdasarkan uraian-uraian diatas tentang permasalahan bawang putih impor di Indonesia maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah:

1. Bagaimana deskripsi ekonomi bawang putih di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia?

3. Apa rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan keadaan ekonomi bawang putih di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia.

3. Membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

(24)

Internasional. Bagi penulis dan pembaca manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai impor bawang putih di Indonesia dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.5. Batasan Penelitian

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Wibowo (2006), bawang putih atau garlic termasuk dalam famili

Liliaceae yang terkenal didunia. Nama ilmiah dari bawang putih adalah Allium

sativum L. Bawang putih merupakan tanaman subtropis yang bisa di budidayakan

di daerah tropis. Bawang putih ini mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi dan banyak tersebar di seluruh dunia. Iklim, tanah dan air merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam budidaya bawang putih untuk menghasilkan produksi bawang putih yang memuaskan. Budidaya bawang putih yang optimal diperlukan suhu yang tidak panas dan tidak terlalu dingin. Bawang putih dapat ditanam pada tanah tegalan, pekarangan maupun tanah sawah setelah ditanami dengan padi.

Bawang putih merupakan tanaman yang masuk dalam golongan tanaman sayuran semusim. Tanaman ini dikonsumsi yaitu dalam bentuk umbi bawang putih. Jenis bawang putih banyak terdapat di dunia dan untuk di Indonesia banyak dijumpai adalah jenis Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Cirebon, Tawangmangu, jenis Ilocos dari Filipina dan jenis dari Thailand. Tanaman bawang putih bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Asal bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropis.

(26)

bentuk ekstrak bawang putih (Budiman, 2007). Penelitiannya menyebutkan bahwa serbuk bawang putih dapat digunakan sebagai tambahan makanan dalam ransum ayam. Hasilnya yaitu bahwa serbuk bawang putih dapat mencegah penyebaran virus yang menyerang pada ayam.

Penelitian lain yang terkait dengan impor bawang putih yaitu dilakukan oleh Permana tahun 2006. Penelitian lain yang terkait dengan penulisan ini sebagai tinjauan pustaka yaitu penelitian yang terkait dengan perdagangan internasional oleh Purnamasari (2006). Sedangkan analisis impor oleh Ariningsih (2004), Lubis (2005), Komarudin (2005), Afifa (2006), Azziz (2006) dan Rachmad (1994). Tinjauan pustaka yang digunakan terkait dengan persamaan dan perbedaan dalam komoditas yang digunakan, variabel-variabel dan alat analisis yang digunakan sebelumnya.

Penelitian Permana (2006), memiliki persamaan yaitu mengkaji tentang impor bawang putih dan menggunakan variabel sama yaitu diantaranya total impor bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, produksi bawang putih dan konsumsi bawang putih dalam negeri. Perbedaannya yaitu periode data dan alat analisis yang digunakan. Permana (2006) menggunakan data Januari 2000 – Juni 2005 dan alat analisis yang digunakan Model VEC (Vector Error Corection) untuk melihat keseimbangan jangka panjang, dengan pengolahan data komputer menggunakan program SPSS, berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini yang mengunakan Minitab 14.

(27)

13

hubungan jangka panjang yang negatif antara impor bawang putih dengan nilai tukar, produksi dan harga domestik. Peningkatan produksi bawang putih sebesar satu persen akan menurunkan impor bawang putih sebesar 0.44 persen. Peningkatan nilai tukar (Rp/US$) sebesar satu persen akan menurunkan impor bawang putih sebesar 9.16 persen. Sementara itu peningkatan harga domestik sebesar satu persen akan menurunkan impor sebesar 2.03 persen.

Purnamasari (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia, persamaannya yaitu menggunakan variabel jumlah impor dan harga suatu komoditi dan berbeda terhadap komoditi yang diteliti, hasilnya yaitu harga kedelai ditingkat produsen dipengaruhi secara nyata oleh jumlah produksi kedelai, jumlah impor kedelai, jumlah konsumsi kedelai dan harga rill kedelai di tingkat produsen tahun sebelumnya. Jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Penelitian Ariningsih (2004) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, persamaannya yaitu variabel yang digunakan diantaranya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga impor dan jumlah impor dan hasilnya yaitu harga berdampak negatif terhadap permintaan tetapi pengaruhnya tidak nyata terhadap permintaan.

(28)

menggunakan analisis trend didapat trend impor apel Indonesia dari negara-negara eksportir selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan. Cina sebagai negara importir terbesar apel menunjukkan trend impor yang meningkat sebesar 21,04 persen. Penelitian yang dilakukan Azziz (2006), Afifa (2006) dan Rachmad (1994) mempunyai persamaan yaitu variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel harga, produksi dan konsumsi suatu komoditi yang diteliti. Perbedaannya adalah alat analisis yang digunakan dalam penelitian dan komoditi yang diteliti.

Azziz menganalisis pengaruh impor terhadap harga beras dalam negeri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras dalam negeri, termasuk kebijakan pemerintah. Hasilnya yaitu impor beras secara nyata mempengaruhi harga beras dalam negeri, pengaruh tersebut negatif dimana jika impor beras meningkat maka harga beras dalam negeri akan menurun, tetapi responnya inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara nyata adalah kebijakan perdagangan (penetapan tarif impor), harga terigu, harga beras impor dan harga beras dalam negeri (taraf nyta satu persen), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (taraf nyata lima persen) dan produksi beras nasional (taraf nyata 15 persen).

(29)

15

lebih besar daripada ketika tarif impor beras sudah diterapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dengan menerapkan tarif untuk impor beras sudah efektif dalam upaya mengurangi volume beras impor yang masuk ke Indonesia.

(30)

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan

Menurut (Lipsey, 1995), permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tetentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tetentu dengan harga komoditi tersebut. Jumlah komoditi total yang inggin dibeli oleh konsumen disebut jumlah yang ingin diminta. Banyaknya komoditi yang inggin dibeli oleh konsumen pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan, harga komoditi barang substitusi, distribusi pendapatan dan besarnya populasi.

Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain tetap sama. Artinya yaitu semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar. Kurva permintaan menyajikan hubungan antara jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, dengan faktor lain tetap. Gambar 1 menunjukkan gambaran umum kurva permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Qdengan tingkat harga pada P.

P P2 B P1 A P3

Q2 Q1 Q3 Q= f (P)

Gambar 1. Kurva Permintaan D

(31)

17

Kemiringan yang menurun pada kurva permintaan menunjukkan bahwa jumlah yang diminta meningkat jika harganya turun. Ketiga titik (A, B, C) yang terdapat pada kurva permintaan merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga dan kuantitas. Titik A merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga di P1 dan kuantitas di Q1.

Menurut Lipsey (1995) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan yaitu sebagai berikut:

1. Harga barang itu sendiri

Harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor lain tetap sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin meningkat dan semakin tinggi harga maka semakin rendah jumlah yang diminta.

2. Harga barang lain

(32)

3. Distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan yang konstan dikembalikan kepada jumlah penduduk maka permintaan berubah. Apabila pendistribusian akan meningkatkan pendapatan suatu rumah tangga maka permintaan rumah tangga tersebut akan meningkat, sedangkan rumah tangga yang lain akan menurun.

4. Besarnya populasi

Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan. Pertambahan penduduk pada umumnya dikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja, dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan. Pendapatan yang meningkat menambah daya beli dalam masyarakat . pertambahan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan.

5. Rata-rata penghasilan rumah tangga

Apabila rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka rumah tangga dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi tersebut tetap sama.

6. Selera

Selera suatu masyarakat atau kebiasaan yang terjadi berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli suatu barang. Perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan kenaikan atau peurunan tingkat permintaan untuk komoditi tersebut.

(33)

19

pendapatan, harga barang lain dan jumlah penduduk Fungsi permintaan juga dapat dinyatakan untuk mencatat hubungan antara jumlah yang diminta (Qd), harga barang itu sendiri (Px), Pendapatan (I), harga barang lain (Py) dan jumlah penduduk. Fungsi permintaan dapat dicatat secara matematis yaitu sebagai berikut:

Qd = f (Px, Py, I, Jumlah penduduk)

3.1.2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

Menurut Lipsey (1995), perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubahan yang disebabkan oleh perubahan harga itu sediri dan perubahan yang disebabkan oleh perubahan faktor lain selain harga itu sendiri. Perubahan faktor lain selai harga yaitu perubahan distribusi pendapatan, jumlah penduduk, selera, harga barang substitusi, harga barang komplementer dan rata-rata pendapatan rumah tangga.

Perubahan harga barang itu sendiri menyebabkan perubahan barang yang diminta. Perubahan ini hanya hanya terjadi dalam satu kurva yang sama dan disebut pergerakan sepanjang kurva permintaan. Pergerakan yang terjadi disepanjang kurva permintaan yaitu terletak pada D0. Jumlah barang yang diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1. Keseimbangan permintaan berubah yaitu bergerak dari titik B ke titik A (Gambar 2).

(34)

ke D1 (Gambar 2) apabila pada setiap tingkat harga lebih banyak jumlah yang diminta daripada sebelumnya dan sebaliknya. Suatu pergeseran kurva permintaan kekanan dapat disebabkan oleh kenaikan pendapatan, kenaikan harga komoditi substitusi, penurunan harga komoditi komplementer, perubahan selera menjadi lebih menyukai komoditi tersebut, kenaikan jumlah penduduk dan distribusi pendapatan yang menguntungkan kelompok yang membeli komoditi tersebut. Sedangkan suatu pergeseran kurva permintaan kekiri dapat disebabkan oleh keadaan sebaliknya dari hal tersebut.

P

P1 P2

D1

D0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q

Gambar 2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan

3.1.3. Teori Elastisitas

Elastisitas adalah sebuah ukuran perubahan presentase dalam satu variabel yang diakibatkan oleh perubahan satu persen dalam variabel lainnya. Elastisitas digunakan dalam menggambarkan bagaimana jumlah sebuah barang yang diminta menanggapi perubahan dalam harganya (Nicholson, 1991). Elastisitas permintaan merupakan ukuran besarnya respondari kuantitas komoditi yang diminta terhadap perubahan harga (Lipsey, 1995). Elastisitas permintaan digolongkan menjadi empat jenis elastisitas yaitu elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan permintaan, elastisitas harga silang dan elastisitas harga dan pengeluaran total

B A

C

(35)

21

Elastisitas harga permintaan merupakan presentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang itu sebesar satu persen. Elastisitas harga permintaan (eQ,P) digunakan untuk mengukur perubahan harga sebuah barang (P) pada perubahan jumlah barang yang di beli (Q), dapat dirumuskan sebagai berikut:

eQ,P = presentase perubahan dalam Q/presentase perubahan dalam P =

Q

Angka elastisitas bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga. Elastisitas harga permintaan sama dengan nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang diminta bila terjadi perubahan harga, artinya jumlah yang diminta tidak peka terhadap adanya perubahan harga. Nilai elastisitas harga permintaan kurang dari satu, maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentase perubahan harga (permintaan inelastis). Apabila nilai elastisitas lebih dari satu maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih besar dari perubahan harganya (permintaan elastis).

Elastisitas harga permintaan dapat digunakan untuk mengevaluasi berapa perubahan pengeluaran total untuk suatu barang, sebagai respon terhadap perubahan harganya. Pengeluaran total suatu barang dihitung dengan mengalihkan barang itu (P) dengan kuantitas yang dibeli (Q). Jika permintaannya elastis, maka kenaikan harga akan menyebabkan pengeluaran total turun dan keadaann sebaliknya.

(36)

Presentase perubahan Q Presentase Perubahan I

Elastisitas Pendapatan permintaan untuk barang normal bertanda positif (∂Q/∂I positif) karena kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Elastisitas untuk barang inferior eQ,I bernilai negatif yaitu dimana terjadi peningkatan pendapatan maka menurunkan kuantitas yang dibeli.

Elastisitas harga silang (eQ,Py) mengukur presentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain. Elastisitas harga silang mengukur reaksi jumlah yang dibeli (Q) terhadap perubahan harga barang lain (Py). Apabila barang-barang ini saling bersubstitusi, elastisitas harga silang permintaan akan bernilai positif saat harga satu barang dan kuantitas permintaan barang lain bergerak searah. Elastisitas harga silang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Presentase perubahan Q Presentase perubahan Py

3.1.4. Teori Dasar Perdagangan Internasional

Teori Perdagangan Internasional mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan perdagangan Internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme (new protectionism) (Salvatore, 1997). Ide yang mendasar dari perdagangan bebas internasional adalah untuk mengurangi distorsi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijakan tarif dan non-tarif. Pengenaan tarif sebagai pajak menyebabkan biaya perdagangan meningkat. Akibat dari biaya perdagangan yang

eQ,I =

(37)

23

meningkat maka harga-harga barang impor di negara-nrgara pengekspor akan meningkat, harga terendah untuk barang-barang ekspor dan penurunannya volume perdagangan.

Heckscher-Ohlin (Salvatore, 1995) dalam teorinya mengenai timbulnya perdagangan, menganggap bahwa negara dicirikan oleh bawaan faktor yang berbeda, sedangkan fungsi produksi disemua negara adalah sama. Menggunakan asumsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda, suatu negara akan cenderung untuk mengekspor komoditi yang secara relatif intensif dalam menggunakan faktor produksi yang relatif banyak dimiliki karena faktor produksi melimpah dan murah. Suatu negara juga akan mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka didapat dan biaya yang mahal.

Gambar 2, secara teoritis dapat dilihat dimana negara A adalah negara pengekspor dan negara B adalah negara pengimpor. Negara A (eksportir) akan mengekpor suatu komoditi (misalkan bawang putih) ke negara B. Saat sebelum terjadi perdagangan harga di negara A pada P1 karena terjadi kelebihan penawaran (excess suplly) sebesar garis BE, harga yang terbentuk sebelum terjadi perdagangan lebih rendah. Sehingga negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya kenegara B.

Negara B sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan

supply (penawaran) bawang putih karena konsumsi domestiknya melebihi dari

(38)

negara, karena negara B yang kekurangan bawang putih untuk memenuhi konsumsi berkeinginan untuk membeli komoditi bawang putih dari negara A. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar Internasional sehingga terjadi keseimbangan harga dipasar Internasional berada dititik E* dan harga terbentuk di pasar Internasional berada di P2.

Gambar 3: Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional Sumber : (Salvatore, 1997)

Keterangan:

Px/Py = Harga relatif komoditi X

P1 = Harga domestik komoditi X di Negara A, sebagai negara eksportir sebelum terjadi perdagangan Internasional

P2 = Harga yang terjadi dipasar Internasional setelah terjadi perdagangan internasional

P3 = Harga domestik komoditi X di negara B, sebagai negara importir sebelum terjadi perdagangan internasional

BE = Besarnya excess suplay di Negara A atau jumlah yang di ekspor B’E’ = Besarnya excess demand di Negara B atau jumlah yang di impor

Negara A (Eksportir)

Pasar

Internasional

(39)

25

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Pada umumnya fungsi produksi digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan hubungan antara input dan output serta menunjukkan berapa jumlah maksimum output yang dapat diproduksi apabila sejumlah input tertentu dipergunakan dalam proses produksi. Peningkatan produksi tidak hanya berarti bahwa terdapat kelebihan produk pertanian untuk dikonsumsi secara langsung tetapi juga terdapat kelebihan penggunaan bahan mentah mengolah produk non pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat.

3.2. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia

3.2.1. Nilai Tukar Terhadap mata Uang Asing

Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 19995). Menurut Mankiw (2003) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dibagi menjadi dua yaitu kurs nominal dan krs rill. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara.

(40)

barang-barang luar negeri relatif lebih murah. Sebagai akibatnya penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor.

Nilai tukar (exchange rate) di gunakan untuk menentukan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Suatu negara dengan sistem perekonomian terbuka dimana ada kegiatan ekspor dan impor didalamnya, nilai tukar merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap variabel lain seperti harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Tingkat nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga suatu negara dapat berubah sewaktu-waktu. Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Dollar Amerika digunakan karena merupakan mata uang dunia yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional.

3.2.2. Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia

(41)

27

3.2.3. Harga Bawang Putih Impor di Indonesia

Harga impor adalah harga suatu produk yang ditetapkan oleh pasar Internasional yang diterima oleh negara importir. Harga impor merupakan komponen faktor-faktor luar negeri yang mempengaruhi fungsi impor suatu negara. Harga impor yang berubah-rubah dapat mempengaruhi permintaan produk impor suatu negara karena berkaitan dengan produk yang akan di perdagangkan atau diimpor pada suatu negara.

Harga bawang putih impor merupakan harga barang lain yang diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Harga impor yang digunakan yaitu harga bawang putih impor ditingkat pedagang bawang putih, yaitu harga yang akhir yang diterima oleh konsumen. Harga bawang putih impor diduga berhubungan negatif dengan permintaan yaitu apabila harga bawang putih impor turun maka permintaan bawang putih impor akan meningkat sehingga volume impor bawang putih akan meningkat dan sebaliknya.

(42)

importir tanpa menggunakan acuan standar mutu sehingga mutu bawang putih impor yang diperdagangkan di dalam negeri sangat beragam, namun secara umum harganya lebih murah dengan kualitas dan tampilan yang lebih baik.

3.2.4. Produksi Bawang Putih Dalam Negeri

Produksi bawang putih dalam negeri diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia yang menyebabkan meningkatnya volume impor bawang putih ke Indonesia. Produksi dalam negeri menurun dan konsumsi meningkat maka diduga dapat meningkatkan permintaan bawang putih impor di Indonesia sehingga volume impor bawang putih ke Indonesia meningkat.

Produksi yang sedikit dan tidak dapat mencukupi permintaan untuk dalam negeri menyebabkan adanya defisit permintaan, sehingga dapat menyebabkan adanya impor bawang putih oleh pemerintah untuk mencukupi kekurangan permintaan yang ada. Masuknya bawang putih impor yang semakin banyak menyebabkan pula petani tidak berusaha untuk menambah produksinya dikarenakan harga impor lebih murah, sehingga sulit untuk bersaing. Produksi semakin menurun membuat para importir bawang putih menambah volume bawang putih yang masuk untuk memenuhi konsumsi yang ada.

3.2.5. Konsumsi Bawang Putih Lokal

(43)

29

Indonesia maka dapat meningkatkan permintaan akan bawang putih impor yang menjadi peluang pasar bagi negara importir. Konsumsi bawang putih dalam negeri diduga berhubungan positif dengan permintaan bawang putih impor di indonesia. Artinya apabila konsumsi meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya permintaan bawang putih impor di Indonesia.

3.2.6. Pendapatan Nasional

Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) disuatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi selama satu tahun. Pendapatan nasional juga merupakan pendapatan yang memperhitungkan balas jasa atas faktor produksi dengan mengurangi produk nasional netto dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi.

Pengertian lain tentang pendapatan nasional yaitu hak individu yang merupakan balas jasa atas proses produksi yang dijalani. Keseluruhan pendapatan nasional yang ada tidak sepenuhnya milik perseorangan, karena sebagian merupakan hak dari perusahaan seperti laba ditahan, penerimaan bukan balas jasa, pembayaran asuransi sosial dan pendapatan bunga perseorangan dari pemerintah dan konsumen.

(44)

3.2.7. Harga Bawang Merah Lokal

Harga bawang merah lokal diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Bawang merah sebagai barang substitusi terhadap bawang putih yaitu komoditi yang saling menggantikan dalam penggunaannya. Harga bawang merah lokal diduga berpengaruh positif terhadap permintaan bawang putih impor. Apabila harga bawang merah meningkat maka diduga harga bawang putih akan menurun, sehingga permintaan akan bawang putih meningkat dan sebaliknya.

3.2.6. Volume Impor Bawang Putih Periode Sebelumnya

Volume impor bawang putih ke Indonesia semakin banyak masuk ke Indonesia. Volume impor bawang putih periode sebelumnya diduga dapat mempengaruhi jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia. Jumlah impor bawang putih periode sebelumnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan impor selanjutnya. Apabila volume impor bawang putih periode sebelumnya besar dengan permintaan yang relative sama maka diduga volume impor untuk periode berikutnya akan teradi penurunan. seabilknya apabila volume sebelumnya kecil dan consume relative tetap atau meningkat maka jumlah impor selanjutnya akan meningkat, sehingga diduga volume impor bawang putih periode sebelumnya berhubungan negatif dengan volume impor total bawang putih ke Indonesia.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

(45)

31

terutama untuk produk hortikultura dan komoditi bawang putih ada didalamnya. Hal ini merupakan dampak dari globalisasi yang menuntut adanya keterbukaan ekonomi suatu negara terhadap kegiatan perdagangan dunia. Impor dilakukan oleh negara importir untuk memenuhi sebagian kebutuhan di dalam negeri yang memang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Indonesia hingga saat ini masih menjadi konsumen dalam pasar dunia sehingga pemerintah harus dapat mengendalikan kegiatan impor, apabila tidak dapat dikendalikan maka akan terjadi impor besar-besaran dalam suatu negara yang berakibat akan memperburuk produksi dalam negeri. Seperti halnya komoditas bawang putih di Indonesia mempunyai ketergantungan permintaan impor yang sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga untuk itu pemerintah harus berusaha untuk mengendalikan impor bawang putih dan meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga dapat bersaing dengan produk impor. Banyaknya impor yang masuk terus menerus berdampak negatif terhadap produksi bawang putih dalam negeri.

Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi permintaan suatu negara untuk komoditi bawang putih impor yaitu volume bawang putih impor periode sebelumnya, jumlah konsumsi bawang putih lokal, jumlah produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih dalam negeri (ditingkat pedagang), harga bawang putih impor (ditingkat pedagang) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.

(46)

dengan konsumsi dalam negeri atau dengan kata lain konsumsi meningkat dan produksinya tetap atau cenderung menurun maka untuk memenuhi kekurangan permintaan dengan melakukan impor.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan dalam suatu kerangka pemikiran konseptual pada Gambar 3.

Gambar 3: Kerangka Pemikiran Operasional

Produksi Bawang Putih Dalam Negeri

Menurun Konsumsi Bawang Putih

Dalam Negeri Meningkat

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Permintaan Bawang Putih impor Indonesia - Nilai Tukar Terhadap Mata Uang Asing - Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia - Harga Bawang Putih Impor

- Pendapatan Penduduk

- Volume Impor Periode Sebelumnya - Harga Barang Substitusi

- Pendapatan Nasional

Rekomendasi Kebijakan Untuk Pemerintah dalam hal Permintaan Bawang Putih Impor

(47)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2008 dengan pencarian data sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data yang terkait untuk penelitian ini diambil dari berbagai sumber untuk mendukung pelaksanaan penulisan skripsi. Penulisan skripsi dilakukan setelah pengumpulan data dan pengolahan data selesai dilakukan.

4.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Sumber informasi data untuk penelitian terdiri dari Badan Pusat Statistika (BPS) Jakarta, Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Jakarta, Departemen Pertanian Pusat, Ragunan, Jakarta dan Perpustakaan LSI IPB berupa literatur skripsi yang mendukung penulisan, Bank Indonesia, Internet dan lain-lain.

Data yang digunakan dalam mendukung penelitian dan penulisan skripsi adalah data sekunder yaitu data volume impor bawang putih total, jumlah konsumsi bawang putih lokal, jumlah produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih lokal dan harga impor bawang putih. Data diperoleh dari Departemen Pertanian Pusat, Ragunan, Jakarta. Data lain yang digunakan yaitu nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika, yang diperoleh dari Bank Indonesia.

(48)

pedagang), harga bawang putih impor (ditingkat pedagang yang diterima oleh konsumen) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, berupa data bulanan periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2007. Data pendukung dalam penulisan skripsi ini adalah rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen bawang putih, jumlah impor masing-masing negara importir terbesar ke Indonesia dan presentase impor bawang putih asal Cina. Data pendukung diperoleh dari BPS pusat Jakarta dan Dirjen Tanaman Pangan Dan Hortikultura, Pasar Minggu Jakarta.

Data sekunder lain yang digunakan adalah data nilai tukar mata uang asing yaitu data nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Data tersebut diduga dapat mempengaruhi permintaan impor bawang putih di Indonesia. Data nilai dan Volume impor dari Departemen Pertanian. Data produksi bawang putih didapat dari BPS dan data mengenai nilai tukar rupiah didapat dari Bank Indonesia. Data mengenai harga impor, harga bawang putih lokal dan harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi diperoleh dari Departemen Pertanian Pusat Jakarta. Data pendapatan nasional diperoleh dari Badan Pusat Statistika.

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

(49)

35

Analisis deskriptif juga digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan kondisi ekonomi bawang putih di Indonesia dengan melihat variabel-variabel yang digunakan dalam analisis seperti, konsumsi bawang putih di Indonesia, produksi bawang putih, harga bawang putih lokal, haga bawang putih impor, impor bawang putih periode sebelumnya dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika.

Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor dan untuk mengetahui tingkat elastisitas permintaan bawang putih impor. Metode kuantitatif yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda menggunakan, pengujian asumsi dan pengujian statistik, untuk mengevaluasi model apakah sudah baik atau belum. Metode tersebut dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14.

4.4. Perumusan Model Permintaan Bawang Putih Impor

(50)

Log2 Yi = β0 + β1 log2 NTR +β2 log2HBPL+ β3 log2 HBPI + β4 Log2 PBPL +

β5 log2KBPL +β6 log2VIPS + β7 log2 HBML + β8 log2 PDNS + εi dimana:

Parameter dugaan = β1, β3, β4 danβ6< 0 serta β2, β5, β7dan β8 > 0

Yi = Volume impor bawang putih di Indonesia sebagai peubah tidak bebas, dimana i = 1,2,3,...,n (bulan)

β0 = Intersep

β1 = Parameter penduga NTR

β2 = Parameter penduga HBPL

β3 = Parameter penduga HBPI

β4 = Parameter penduga PBPL

β5 = Parameter penduga KBPL

β6 = Parameter penduga VIPS

β7 = Parameter penduga HBML

β8 = Parameter penduga HBML

NTR = Nilai tukar terhadap rupiah terhadap dollar Amerika (Rp/USD) HBPL = Harga bawang putih lokal (Rp/Kg)

HBPI = Harga bawang putih impor (Rp/Kg) PBPL = Produksi bawang putih lokal (Kg/Bulan)

KBPL= Konsumsi bawang putih lokal (Kg/Bulan)

VIPS = Volume impor bawang putih periode sebelumnya (Kg) HBML = Harga bawang merah lokal (Rp/Kg)

(51)

37

Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi berikut (Sugiarto dan Harijono, 2000):

1. Nilai rata-rata kesalahan untuk pengganggu sama dengan nol, yaitu E(εi)=0, untuk i = 1,2,3,....,k.

2. Ragam εi = σ2, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi

Homoscedasticity).

3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan penganggu berarti kovarian (εi,εj) = 0, untuk i ≠ j. dengan demikian antara εi dan εj tidak saling tergantung. 4. Peubah bebas X1,X2,X3, X4,…,Xk konstan dalam pengambilan sampel

terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, εi) = 0.

5. Peubah bebas X saling bebas atau tidak ada multikolinearitas diantara peubah bebas X.

6.

ε

i ~N (0; σ2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Data dalam penelitian ini adalah data time series yang diambil pada periode waktu tertentu. Pada data time series perlu dilakukan pengujian untuk melihat apakah pada model yang dipilih terdapat multikolinearitas dan heteroskedastisitas karena masalah ini sering timbul untuk data time series.

4.5. Pendugaan Nilai Elastisitas

(52)

Yt = a0 + a1X1t + a2X2t + a3X3t + anXt-1

Maka penentuan nilai elastisitasnya sebagai berikut: 1. Elastisitas jangka pendek

( )

2. Elastisitas jangka panjang

n

ELR = Elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka panjang (long run).

ESR = Elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek (short run).

an = Nilai parameter dugaan peubah periode sebelumnya.

(53)

39

4.6. Hipotesis Penelitian

1. Harga bawang putih lokal naik maka akan menyebabkan permintaan bawang putih lokal akan turun dan beralih ke bawang putih impor yang mempunyai harga lebih murah, sehingga permintaan bawang putih impor akan meningkat dan volume impor akan meningkat seiring dengan peningkatan permintaan.

2. Harga bawang putih impor meningkat maka permintaan bawang putih impor akan turun, sehingga volume impor bawang putih akan turun dan sebaliknya.

3. Konsumsi bawang putih meningkat dan produksi menrun maka permintaan bawang putih impor akan meningkat, sehingga volume impor bawang putih meningkat.

4. Nilai tukar rupiah meningkat (rupiah menguat) maka volume impor akan menurun dan sebaliknya.

5. Pendapatan nasional berhubungan positif dengan permintaan, dimana pendapatan nasional meningkat maka akan meningkatkan permintaan bawang putih dan sebaliknya.

6. Harga bawang merah sebagai barang substitusi berhubungan positif dengan permintaan bawang putih. Haega bawang merah meningkat maka permintaan bawang merah menurun dan permintaan bawang putih akan meningkat.

(54)

4.7. Pegujian Asumsi dan Uji Validasi Data

Pengujian asumsi yang dilakukan dalam penelitian yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji autokorelasi data. Selain pengujian asumsi, didalam penelitian dilakukan pengujian validasi data yaitu uji stasioneritas data. Tujuan uji stasioner data yaitu digunakan untuk melihat apakan data yang digunakan mempunyai pola trend atau tidak

4.7.1. Uji Normalitas

Multikolinearitas merupakan kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara pengubah bebas. Jika peubah bebas berkorelasi sempurna, maka tidak mungkin mengestimasi koefisien regresi secara terpisah. Sebaliknya jika saling bebas, maka tidak perlu regresi berganda, karena estimasi dapat dilakukan untuk masing-masing peubah bebas.

Uji normalitas terdapat dalam analisis regresi berganda untuk melihat nilai residual dalam sebuah modal. Asumsi Normalitas diharuskan nilai residual dalam model menyebar secara normal. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan

probabilitasnya pada tes normalitas. Apabila pada grafik Kolmogorov-Smirnov

titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value tidak lebih besar dari α (α = 0,005), maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14 untuk melihat grafik sebaran normal Kolmogorov-Smirnov.

4.7.2. Uji Multikolinearitas

(55)

41

hal ini disebut variabel-variabel bebas orthogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terdapat korelasi yang sempurna diantara variabel-variabel bebas sehingga nilai koefisien korelasi diantara sesama variabel bebas sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah:

1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir

2. Nilai standar error setiap koefisien menjadi tidak terhingga (Januar, 2006). Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF pada masing-masing peubah bebas. Jika nilai VIF kurang dari 10, maka menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Sebaliknya jika nilai VIF peubah bebasnya lebih dari 10, maka menunjukkan persamaan tersebut mengalami permasalahan multikolinear. Pendugaan multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan rumus yaitu sebagai berikut:

1

VIF = , i = 1,2,3,...,k 1 – R2 xi

Keterangan:

VIF: Variance Inflation Factor

R2xi: Korelasi antar variabel xi dengan variabel x lainnya 4.7.3. Uji Autokorelasi Data

(56)

apabila dalam suatu model tidak ada autokorelasi antar data. Pengujian autokorelasi dilihat dari nilai pengujian Durbin-Watson dalam analisis regresi linier. Nilai Durbin-Watson 1.5< D-W <2.5 maka dalam model tidak terdapat autokorelasi dan dapat dilakukan pengujian statistik. Pengujian ini dilakukan dengan progran komputer dengan software Minitab 14.

4.7.4. Uji Stasioneritas Data

Data yang diuji dalam uji stasioneritas yaitu data perkembangan impor total bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang putih lokal Indonesia, harga bawang putih impor, produksi bawang putih dalam negeri, konsumsi bawang putih lokal, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai harga barang substitusi dan volume impor bawang putih periode sebelumnya. Uji ini dimaksudkan untuk melihat unsur trend yang ada di dalam data, apabila dalam data terdapat unsur trend maka data tidak dapat diolah lebih lanjut dan apabila tidak ada unsur trend maka data dapat digunakan dalam pengujian selanjutnya.

4.8. Pengujian Statistik

(57)

43

• Model analisis adalah linier dan komponen error/ residual berasal dari distribusi normal.

• Tidak terdapat multikolinearitas diantarara variabel independent • Tidak ada autokorelasi

4.7.1. Koefisien Determinasi yang disesuaikan

Koefisien determinasi yang disesuaikan atau dilambagkan R2 (adj) dianjurkan digunakan untuk analisis regresi berganda yang mempunyai lebih dari dua variabel bebas dalam persamaan. R2 (adj) dalam perhitungannya memperhitungkan n (jumlah sampel) yang digunakan.

(n – 1) R2 (adj) = 1 – (1 – R2)

(n – k) dimana:

R2 (adj) = koefisien deteminasi yang disesuaikan R2 = Koefisien determinasi

n = Jumlah sampel k = Jumlah parameter 4.7.2. Uji F

(58)

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini dengan pengujian statistik uji F yaitu sebagai berikut:

H0 : b1 = b2 = b3

H1 : minimal ada satu nilai b yang tidak sama dengan nol Fhitung = (JKR/ (k – 1)) / (JKD/ (n – k))

dimana: JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual

n = Jumlah sampel atau data yang digunakan k = Jumlah variabel

b1,b2,b3 = koefisien regresi Kesimpulan:

• Jika Fhitung > Ftabel, maka tolak H0 terima H1, artinya variabel independent (nilai tukar, harga bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, konsumsi bawang putih, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal dan volume impor bawang putih periode sebelumnya) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap output (variabel dependent).

• Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0 tolak H1, artinya variabel independent (nilai tukar, harga bawang putih, produksi bawang putih, konsumsi bawang putih, dan volume impor bawang putih asal Cina) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap output (variabel dependent).

4.7.3. Uji t

(59)

45

terhadap variabel dependent. Hipotesis dalam penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:

H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) t hitung = (bi – 0) / Sbi

Dimana: Sbi = Standar error dari b bi = Koefisien regresi Kesimpulan:

Jika t hitung > t tabel maka tolak H0 terima H1, artinya Xi (variabel-variabel bebas pada persamaan) berarti berpengaruh nyata terhadap Y (variabel

dependent/ variabel tidak bebas).

(60)

5.1. Harga Bawang Putih Lokal

Harga suatu barang dapat dikaitkan dengan besarnya permintaan barang tersebut. Sama halnya dengan harga bawang putih berkaitan dengan banyaknya permintaan akan bawang putih tersebut. Harga bawang putih lokal per tahun dilihat dari garfik cenderung terjadi peningkatan dan sedikit mengalami penurunan. Penurunan harga bawang putih lokal di Indonesia tidak sebanding dengan peningkatannya.

Harga Bawang Putih

Gambar 5. Grafik Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Lokal per Tahun

(61)

47

menjadi turun untuk dapat bersaing, tetapi cenderung mengalami peningkatan. Harga bawang putih lokal menjadi turun pada tahun 2007 supaya dapat bersaing dengan bawang putih impor yang ada di Indonesia (Gambar 5).

5.2. Harga Bawang Putih Impor

Bawang putih impor masuk ke Indonesia dari tahun 1998, dimana Indonesia telah mengalami defisit produksi. Impor dilakukan untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Berdasarkan grafik (Gambar 6), harga bawang putih impor dari tahun 2002 hingga tahun 2006 mempunyai pola yang sama dengan harga bawang putih lokal, yaitu mangalami peningkatan. Peningkatan harga bawang putih impor lebih rendah dibandingkan dengan dengan harga bawang putih lokal. Penurunan harga bawang putih impor pada tahun 2007 lebih besar dibandingkan dengan harga bawang putih lokal. Penurunan harga bawang putih impor disebabkan karena bea masuk untuk komoditi bawang putih dihapuskan pada tahun 2005.

Harga Bawang Putih Impor

(62)

5.3. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika

Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat berpengaruh terhadap besarnya impor yang masuk ke dalam wilayah negara Indonesia. Nilai Tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika digunakan karena merupakan mata uang dunia yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Perkembangan nilai tukar rupiah dari Tahun 2002-2007 berfluktuatif (Gambar 7). Pada tahun 2002-2003 rupiah menguat, tetapi pada tahun 2003-2005 rupiah melemah kemudian rupiah menguat pada tahun 2006 dan stabil pada tahun 2007. Kondisi nilai tukar yang tidak stabil diduga dapat mempengaruhi perdagangan di Indonesia, menyebabkan banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia.

Nilai tukar rupiah diharapkan dapat terus stabil atau nilai tukar rupiah dapat menguat. Apabila rupiah stabil maka tidak akan terjadi kenaikan harga bawang putih impor yang masuk ke Indonesia. Sedangkan apabila rupiah menguat maka Indonesia akan membayar lebih murah dan harga bawang putih impor bisa mengalami penurunan, dan sebaliknya apabila nilai tukar rupiah meningkat (rupiah melemah).

(63)

49

5.4. Produksi Bawang Putih Dalam Negeri

Produksi bawang putih dalam negeri di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan (Gambar 8). Produksi yang terus menurun tidak dapat mencukupi permintaan untuk konsumsi yang cenderung mengalami peningkatan. Konsumsi yang lebih besar dibandingkan dengan produksinya, mendorong pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada di Indonesia, ini yang menyebabkan bawang putih impor masuk ke pasar Indonesia secara besar-besaran.

Gambar 8. Garfik Perkembangan Rata-rata Produksi dalam Negeri

(64)

5.5. Konsumsi Bawang Putih Dalam Negeri

Konsumsi bawang putih terkait dengan ketersedian bawang putih di dalam negeri. Kekurangan pasokan untuk konsumsi mendorong suatu negara untuk memenuhi kekurangan dengan melakukan produksi secara massal. Apabila produksi tidak dapat dilakukan maka pemerintah akan melakukan impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi tersebut. Sama halnya dengan bawang putih dimana konsumsi yang cukup besar tidak dapat dipenuhi dengan produksinya maka dilakukan impor. Konsumsi akan bawang putih dari tahun 2002-2007 terus mengalami peningktan (Gambar 9).

Konsumsi Dalam Negeri

Gambar 9. Grafik Perkembangan Rata-rata Konsumsi Bawang Putih Lokal

(65)

51

5.6. Volume Impor Total Bawang Putih

Bawang putih impor masuk ke Indonesia dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi permintaan dari konsumsi bawang putih yang terus meningkat setiap tahunnya. Impor bawang putih terus dilakukan dikarenakan produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi permintaan yang ada. Volume impor dari tahun 2002-2007 untuk bawang putih terus mengalami peningkatan (Gambar 10). Banyaknya bawang putih impor di pasar Indonesia dapat mengancam keberlangsungan bawang putih lokal Indonesia. Volume impor total komoditi bawang putih didominasi oleh Cina sebagai pengahasil bawang putih. Negara pengekspor bawang putih ke Indonesia lainnya diantaranya yaitu Malaysia, Thailand, Hongkong dan Singapore.

Impor Total

Gambar 10. Grafik Perkembangan Rata-rata Total Impor Bawang Putih

5.7. Total Impor Bawang Putih Asal Cina

(66)

2002-2007 impor Cina akan bawang putih tidak pernah mengalami penurunan dan terus mendominasi sebagai importir terbesar untuk bawang putih mencapai 96 persen dari total impor bawang putih ke Indonesia. Gambar 11 pada grafik menunjukkan peningkatan jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia dari negara Cina. Peningkatan terus terjadi sampai pemerintah membebaskan tarif impor bawang putih pada tahun 2005 sebesar nol persen.

Impor Bawang Putih Asal Cina

0

Gambar 11. Grafik Perkembangan Rata-rata Impor Asal Cina per Tahun

5.8. Pendapatan Nasional

(67)

53

meningkat maka permintaan akan suatu barang akan meningkat dimana faktor lain tetap dan sebaliknya apabila pendapatan nasional turun maka permintaan akan suatu barang menurun (Mankiw, 2003).

Pendapatan Nasional

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

1 2 3 4 5 6

Tahun (2002-2007)

M

ilia

r R

p

Series1

(68)

6.1. Hasil Analisis Uji Validasi Model

Uji normalitas dapat diketahui melalui grafik Kolmogorov-Smirnov dan nilai P-value pada pengujian analisis. Gambar 11 pada grafik menunjukkan titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value yang diperoleh yaitu 0.000 ini menunjukkan bahwa residual model terdistribusi secara normal, dikarenakan nilai P-value kurang dari α (α = 0.05).

Normal Probability Plot of the Residuals

(response is Volume Impor Total)

Gambar 13. Grafik Uji Normalitas Data

Gambar

Tabel 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun
Tabel 6.  Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006
Gambar 3: Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional Sumber : (Salvatore, 1997)
Gambar 3:  Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Pertama, dimensi Reliabilitas (Reliability) dengan mendidik korban kecelakaan (klaimen) tentang kualitas jasa PT Jasa Raharja, membantu korban kecelakaan dalam memahami

pula, anda hanya perlu mencatatkan dalam diari berkenaan mesyuarat yang perlu dihadiri, tindakan yang perlu diambil supaya pelajar yang terlibat dapat dihubungi segera

Berasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi non IUD responden terbanyak pada penelitian ini adalah menyatakan nyaman yaitu

Penyebab kontaminasi pada makanan adalah cemaran mikroba, cemaran mikroba merupakan penyebab utama tidak terpenuhinya syarat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

79 Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi