LAPORAN PRAKTIKUM
KONDISI PARAMETER GEOLOGI, FISIKA DAN KIMIA
LINGKUNGAN LAUT PULAU MENJANGAN BESAR DAN
CEMARA BESAR TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
Disusun sebagai salah satu syarat mengikuti responsi praktikum mata kuliah Oseanografi Geofisika dan Kimia di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
Muhammad Riski Ardianto NIM. H1K013050
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
DAFTAR ISI
2.1 Parameter Geologi Lingkungan Laut ... 9
2.1.1 Sedimen ... 9
2.2 Paramter Fisika Lingkungan Laut ... 10
2.2.1 Kecerahan ... 10
2.2.2 Arus ... 11
2.2.3 Gelombang ... 11
2.2.4 Suhu ... 13
2.3 Parameter Kimia Lingkungan Laut ... 14
2.3.1 Nitrat ... 14
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28
4.2 Paramter Geologi, Fisika dan Kimia ... 28
4.2.1 Parameter Geologi ... 28
4.2.2 Parameter Fisika ... 30
4.2.3 Parameter Kimia... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 35
5.1 Kesimpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan pada praktikum ... 21
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada praktikum ... 22
Tabel 3. Pengamatan Parameter Geologi. ... 28
Tabel 4. Pengamatan Parameter Fisika Laut Pulau Menjangan Besar ... 30
Tabel 5. Pengamatan Parameter Fisika Laut Pulau Cemara Besar ... 30
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Oseanografi Geofisika dan Kimia untuk memenuhi syarat penilaian Mata Kuliah Dasar-Dasar Oseanografi yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.
Kami mengucapkan terima kasih kepada asisten pembimbing yaitu saudari Afrilia Putri Maharani yang telah banyak membantu kami memberikan
arahan-arahan, saran, bimbingan dan petunjuk selama penyusunan tugas dilaksanakan, serta kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Kami menyadari bahwa hasil yang dicapai dalam penulisan ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga dapat memberi
manfaat bagi semua pihak.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi dan memberkati segala usaha kita. Aamiin.
Purwokerto, 26 Desember 2015
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepulauan Karimunjawa yang terletak di utara Pulau Jawa, masuk dalam
wilayah Kabupaten Jepara – Jawa Tengah, dan berada pada posisi 5' 40" – 5' 57" LS dan 110' 4" – 110' 40" BT, Barat laut Kabupaten Jepara. Pulau ini berjarak sekitar 45 mil atau sekitar 74 km dari pelabuhan Kartini – Jepara, Jawa Tengah.
Karimunjawa merupakan sebuah Taman Nasional Laut yang menjadi salah satu objek pariwisata bahari di Indonesia. Ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut
sejak tahun 1988, dengan luas wilayahnya yang berupa daratan 7.033 ha dan 104.592 ha perairan laut sehingga total luas keseluruhan Taman Nasional Laut Kepulauan Karimunjawa mencapai 111.625 ha (Dinda et al, 2012).
Sebagai salah satu aset pariwisata Jawa Tengah, Kepulauan Karimunjawa perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Selain sebagai
tempat tujuan wisata dalam dan luar negeri Karimunjawa seharusnya juga sebagai salah satu objek penelitian secara berkala yang khususnya dalam hal ini adalah kondisi oseanografis. Kondisi suatu daerah perairan, terutama daerah yang
memiliki aktifitas yang cukup tinggi seperti di Kepulauan Karimunjawa, karakteristik dari berbagai parameter baik fisika, kimia dan geologi di daerah
tersebut perlu untuk diketahui dan juga di analasis. 1.2 Tujuan
1. Mengetahui kondisi paramter geologi, fisika, dan kimia lingkungan laut
di Pulau Menjangan Besar dan Cemara Besar, Taman Nasional Karimunjawa;
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Parameter Geologi Lingkungan Laut
2.1.1 Sedimen
Sedimen merupakan kumpulan pertikel-pertikel organik dan anorganik yang terakumulasi secara luas dan bentuknya tak beraturan (Duxbury and Duxbury, 1993 dalam Manenkey, 2010). Sekitar 70,8% permukaan bumi ditutupi oleh laut,
bagian muka bumi yang sangat luas ini merupakan lingkungan tumpahan material-material sedimen yang terjadi secara fisika, kimiawi, maupun organik
yang satu sama lain akan berinteraksi membentuk berbagai macam variasi sedimen (Kaharuddin, 1994 dalam Manenkey, 2010). Sedimen yang menutupi
dasar perairan memiliki berbagai variasi dalam bentuk partikel komposisi ukuran, sumber atau asal sedimen (Pethick, 1997 dalam Manenkey, 2010).
Sedimen yang berasal dari hancuran bahan-bahan organik dari hewan
maupun tumbuhan yang sudah mati disebut juga sedimen organik atau organogen atau biolit (Kohongia, 2002 dalam Manenkey 2010). Secara umum, pendeposisian material organik karbon dan keadaannya (material yang bersumber dari cangkang
dan karang) lebih banyak terdapat didaerah dekat pantai dan lingkungan laut lepas (Kohongia, 2002 dalam Manenkey, 2010)
Material sedimen yang terdeposisi di daerah pentai dan laut dalam dikontrol oleh dua faktor. Faktor tersebut adalah transpor material pelapukan di daratan ke laut dan transpor yang terjadi di dalam laut itu sendiri (Djamaluddin, 1993 dalam
Manenkey, 2010). Proses pergerakan butiran sedimen menyusur pantai ditimbulkan oleh gerakan orbital gelombang yang menyebabkan sedimen
Terjadinya perpindahan atau pengangkutan sedimen bila ada arus yang bekerja
dan arahnya mengikuti arah arus tersebut (Thornbury, 1964 dalam Manenkey, 2010).
2. 2 Paramter Fisika Lingkungan Laut 2.2.1 Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukan kemampuan
cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosistesa.
Kecerahan air laut dipengaruhi oleh substensi material organik dan anorganik yang larut didalamnya, dan organisme renik seperti plankton. Air yang
terkontaminasi oleh berbagai jenis material akan berubah warna sehingga menjadi keruh (Abdullah,2011).
Menurut Abdullah (2011), sudut datang cahaya matahari juga
mempengaruhi cahaya yang menembus kedalam air laut. Dimana saat pagi atau sore cahaya yang melewati permukaan matahari sebagian akan menembus kedalam laut dan sebagian lagi akan dipantulkan. Namun ketika sudut datang
cahaya adalah 90 derajat atau pada saat jam 12 siang maka seluruh cahaya akan masuk kedalam laut. Kecerahan juga dipengaruhi oleh adanya awan yang dapat
menhalangi sinar matahari menebus ke dasar laut.
Faktor kedalaman perairan dan kecerahan air laut di perairan studi tidak memberikan kontribusi terhadap rendahnya kekayaan spesies, namun lebih utama
oleh faktor kondisi ekosistem laut yang tergolong zona oseanik dan ekosistem pantai yang berdekatan dengannya. Tingkat kecerahan yang tinggi ini sangat
berkembang dengan baik. Tingkat kecerahan yang rendah sangat mempengaruhi
distribusi dan kelimpahan fitoplankton (Abdullah,2011).
2.2.2 Arus
Arus adalah pergerakan massa air yang disebabkan oleh angin, perbedaan densitas air laut, atau oleh pasang surut. Faktor-faktor pembangkit arus permukaan adalah Angin, bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada
disekitarnya selain itu arus dapat disebabkan oleh gaya Coriolis yang timbul sebagai akibat perputaran bumi pada porosnya. Gaya Coriolis akan mengalami
perubahan yang kompleks sesuai dengan bertambahnya kedalaman suatu perairan dimana kecepatan arus akan berkurang sehingga membentuk Spiral Ekman.
Beberapa contoh arus elementer :
A. Arus Euler adalah gerakan massa air yang timbul akibat adanya perubahan permukaan laut (lokal) dalam waktu yang singkat.
B. Arus Gradien adalah lurus yang diisebabkan karna adanya kemiringan bidang isobar dan bidang rata.
C. Arus Antitropik adalah arus yang terdapat pada perairan dangkal atau
perairan sempit dimana tekanan diimbangi oleh tekanan dasar.
D. Arus Termohaline adalah arus yang timbul akibat perubahan suhu dan
salinitas. 2.2.3 Gelombang
Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak
lurus permukaan air yang membentuk kurva sinusoidal. Gelombang laut adalah penjalaran energi yang membawa energi dari laut lepas ke tepi pantai. Adapaun
angin), daya tarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang surut), gempa
(vulkanik atau tektonik) didasar laut (gelombang tsunami) ataupun gelombang yang disebabkan oleh gerakan kapal. Namun ada juga istilah gelombang
permukaan laut dan gelombang internal disebut gelombang permukaan karena gelombang terjadi dipermukaan laut sedangkan gelombang internal adalah gelombang yang menjalar di dalam lautan (Hidayat et al, 2012). Gelombang
permukaan laut memiliki peran yang penting dalam proses distribusi panas momentum, dan perubahan material diantara 2 sistem atmosphere dan lautan
(Qiao, et al, 2010).
Menurut Kurniawan et al, (2011) mengatakan bahwa gelombang air laut
dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan gaya pembangkitnya yaitu: pertama adalah Gelombang angin, merupakan gelombang yang disebabkan oleh tiupan angin di permukaan laut. Gelombang ini mempunyai periode yang
sangat bervariasi, ditinjau dari frekuensi kejadiannya. Gelombang angin
merupakan gelombang yang paling dominan terjadi di laut; Kedua Gelombang
Pasang Surut, merupakan gelombang yang disebabkan oleh gaya tarik bumi
terhdap benda-benda langit, benda langit yang paling besar pengaruhnya adalah matahari dan bulan, gelombang pasut lebih mudah diprediksi karena terjadi secara
periodik mengikuti sesuai peredarannya; Ketiga Gelombang Tsunami, merupakan gelombang yang diakibatkan oleh gempa bumi tektonik atau letusan gunung api di dasar laut. Tsunami merupakan gelombang yang sangat besar dan tinggi
gelombangnya dapat mencapai lebih dari 10 meter.
Meninjau dari keseringan kejadiannya, gelombang angin merupakan
2001 dalam Kurniawan et al, 2011). Kuat lemahnya gelombang ini dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu kecepatan angin, semakin cepat angin bertiup makaakan semakin tinggi gelombangnya; lama angin berhembus (duration), semakin lama
durasi tiupan angin makan semakin tinggi gelombang yang terbentuk; dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch), semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar (Hutabarat dan Evans, 2008 dalam
Kurniawan et al, 2011). Selain ketiga hal tersebut, persistensi arah tiupan juga berpengaruh terhadap kondisi gelombang laut, semakin seragam arah tiupan angin
di suatu wilayah makan gelombang yang terjadi akan semakin besar. Hal ini terjadi karena arah tiupan yang sama akan menyebabkan terbentuknya gelombang
konstruktif yang saling menguatkan, sehingga energi yang dibangkitkan oleh tiupan angin akan berkumpul (Kurniawan et al, 2011).
2.2.4 Suhu
suhu merupakan derajat panas suatu benda yang dapat berubah ruang dan waktu dimana penyebarannya disebabkan oleh gerakan air seperti arus dan turbulensi (Sidjabat ,1973 dalam Rosmawati, 2004). Suhu memiliki fungsi yang
sangat urgen di dalam lingkungan laut. Secara langsung, suhu mempengaruhi laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan fisiologi hewan, khususnya derajat
metabolisme dan reproduksi. Sedangkan secara tidak langsung suhu mempengaruhi daya larut oksigen yang digunakan untuk respirasi biota laut. Daya larut oksigen akan berkurang jika suhu perairan naik (Brown et al, 1989).
Suhu air laut dipengaruhi oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran, pergerakan konveksi, letak ketinggian dari muka laut (altitude),
perairan tersebut serta besarnya intensitas cahaya yang diterima perairan
(Herunadi, 1996 dalam Farita, 2006). dan suhu air laut di suatu perairan juga dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, dan intensi tas penyinaran matahari yang masuk ke laut (Offi cer, 1976). Selain itu, suhu air laut juga dipengaruhi oleh
faktor geografis dan dinamika arus (Sijabat, 1974). Kenaikan suhu dapat
menurunkan kelarutan oksigen dan meningkatkan toksisitas polutan (Mulyanto,
1992) Beberapa faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di antaranya; kondisi musim (iklim), angin, serta fenomena yang terjadi di laut seperti upwelling, arus,
dan lain-lain.
Menurut Sugiarto dan Birowo (1975) dalam Perdede (1975), suhu
mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari daerah pantai menuju laut lepas. Karena dekat dengan daratan, pada siang hari suhu di pantai umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah laut terbuka karena pada siang hari
daratan lebih mudah menyerap panas matahari. Sedangkan laut relatif sulit untuk melepaskan panas bila suhu di lingkungannya tidak berubah. Begitu juga pada malam hari sehingga di daerah lepas pantai suhunya lebih rendah dan lebih stabil
dibanding daerah pantai.
2. 3 Parameter Kimia Lingkungan Laut 2.3.1 Nitrat
Nitrat merupakan senyawa mikronutrien penghasil produktifitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik dengan dilakukannya oksidasi amoniak oleh
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi organisme terutama fitoplankton (Risamasu dan Prayitno, 2011 dalam Dewi et al, 2015).
biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu
perairan (Fachrul et al., 2005 dalam Fonny dan Hanif, 2011). Nitrat dihasilkan dari proses nitrifikasi di daerah kaya oksigen (aerob) dengan menggunakan
nitrogen sebagai bahan utama (Mustiawan et al., 2014 dalam Dewi et al,2015). Konsentrasi nitrat rata-rata lebih tinggi di temukan pada dasar perairan dibanding dengan di lapisan permukaan. Karena nitrat di lapisan permukaan lebih
banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh
sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (Seitzinger,
1988 dalam (Fonny dan Hanif, 2011). 2.3.2 Klorofil-a
Klorofil-a merupakan pigmen dominan fitoplankton, sehubungan dengan
konsentrasi klorofil-a merupakan cerminan kelimpahan fitoplankton (Krismono, 2010 dalam Hikmawati et al, 2014). Beberapa fitoplankton dianggap mikroalga, yang merupakan organisme tumbuhan yang paling primitif (Prasetyo et al, 2011)
dan pengertian fitoplankton itu sendiri adalah organisme satu sel mikroskopik yang hidup di perairan tawar maupun laut. Fitoplanton merupakan produsen
energi (Produsen primer) pada suatu rantai makanan dalam ekosistem (Romimohtarto, 2007 dalam Hikmawati et al, 2014). Klorofil-a adalah pigmen hijau plankton yang digunakan dalam proses fotosintesis, semua fitoplankton
mengandung klorofil-a yang beratnya kira-kira 1-2% dari berat kering alga (Realino et al., 2005). Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat
pengukuran konsentrasi klorofil- a di perairan (Parsons et al., 1984 dalam Realino
et al., 2005).
Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan
kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir,
serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah
besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a diperairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara
langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air,
dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela, 1984 dalam Presetiahadi, 1994).
2.3.3 Fosfat
Fosfat merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Karena fosfat berfungsi dalam sistem genetis dan sebagai penyimpan dan transfer
energi dalam sel. Secara alami ketersediaan fosfat tidak banyak di kulit bumi (Susatyo et al, 2014). Menurut Chaniago (1994) dalam Dedi et al, (2013) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang
mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme,
kondisi lamun sebagian besar mengaitkannya dengan kondisi substrat dan
beberapa faktor lainnya.
Tempat penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang terjadi di lautan yaitu
sedimen. Umumnya dalam bentuk partikulat yang berikatan dengan oksida besi dan senyawa hidroksida. Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik
menghasilkan senyawa fosfat terlarut yang dapat mengalami difusi kembali ke kolom air (Paytan dan McLaughlin, 2007 dalam Fonny dan Hanif, 2011).
2.3.4 Salinitas
Salinitas adalah kadar garam terlarut dalam air. Satuan salinitas adalah per mil (‰), yaitu jumlah berat total (gr) material padat seperti NaCl yang terkandung
dalam 1 kg air laut. Salinitas menurupakan bagian dari sifat fisik-kimia suatu perairan, selain suhu, pH, Substrat dan lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang
surut, curah hujan, penguapan, dan topografi suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan lainnya (Wibisono,2004).
Distribusi salinitas secara horizontal yaitu semakin kearah lintang tinggi
maka salinitas juga akan bertambah tinggi. Maka dari itulah salinitas di daerah laut tropis (daerah di sekitar khatulistiwa) lebih rendah daripada salinitas di laut
subtropis. Daerah yang memiliki salinitas paling tinggi berada pada daerah lintang antara 30°LU dan 30°LS kemudian menurun ke arah lintang tinggi dan khatulistiwa. Di perairan Indonesia yang termasuk iklim tropis, salinitas
meningkat dari arah barat ke timur dengan kisaran antara 30-35 o/oo. Air samudera yang memiliki salinitas lebih dari 34 o/oo ditemukan di Laut Banda dan
salinitas secara horizontal tersebut terjadi karena faktor-faktor utama yaitu run off,
presipitasi, evaporasi dan pola sirkulasi air namun selain itu ada beberapa faktor lainnya yang ternyata mempengaruhi distribusi secara horizontal yaitu angin dan
topografi (David, 2011).
Disribusi secara vertical terjadi dengan semakin bertambahnya kedalaman. Pola distribusi vertikal menurut Ross (1970) dalam Rosmawati (2004), sebaran
menegak salinitas dibagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tercampur dengan ketebalan antara 50-100 m dimana salinitas hampir homogen , lapisan haloklin
yaitu lapisan dengan perubahan sangat besar dengan bertambahnya kedalaman 600-1000 m dimana lapisan tersebut dengan tegas memberikan nilai salinitas
minimum.
Salinitas merupakan jumlah gram garam yang trelarut dalam satu kilogram air laut (Huboyo, 2007). Konsentrasi garam dikontrol oleh batuan alami yang
mengalami pelapukan, tipe tanah dan komposisi kimia dasar perairan. Salinitas merupakan indikator pertama untuk mengetahui penyebaran dan peredaran massa air drai satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran salinitas secara alamiah
dipengaruhi bebereapa faktor antara lain curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai dan gletser, penguapan, arus laut, turbulensi
percampuran, dan aksi gelombang (Huboyo, 2007). Di samudra salinitasnya berkisar antara 34-35% (Huboyo, 2007). Variasi salinitas di permukaan air sangat mirip dengan keseimbangan evaporasi dan presipitasi (Huboyo, 2007). Salinitas
Salinitas dipengaruhi oleh faktor fisika seperti suhu. Semakin tinggi suhu
maka akan semakin tinggi pula nilai salinitas suatu perairan. Meningkatnya salinitas juga dapat mempengaruhi kadar DO dalam perairan. Menurut (Effendi,
2003), kelarutan oksigen dan gas-gas juga berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga oksigen diperairan laut cenderung lebih rendah dari perairan tawar. Nilai salinitas pada perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air
tawar dari sungai.
2.3.5 pH
Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973). Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Keberadaan pH dalam perairan dianggap sebagai variabel tersier karena pada umumnya diperairan, nilai
pH berdampak proses biokimia perairan dan komunitas biologi perairan. Menurut Caldeira dan Wickett dalam Wood et al (2008), pH air laut berkisar anatra 7,8 dan 8,2 dan selalu berkurang pada zaman industrial, Kerrison et al,(2011)
menambahkan kisaran pH di daerah teluk 7,5 hingga 8,5 tergantung pada habitat. Perhitungan pH, air memiliki derajat keasaman (pH) 7. air bersih memiliki
pH berkisar 6,5 sampai 9,0. air minum memiliki pH 7,06 dan pH air laut berkisar 9,0 – 10. zat-zat pencemar yang bersifat asam menyebabkan pH air kecil dari pada 6,5. air hujan yang tercemar gas SO3 dan gas NO2 memiliki pH lebih kecil atau
Derajat keasaman mempengaruhi proses korosi karena pH menunjukkan
konsentrasi ion H+ dalam air dan menghasilkan pelepasan elektron oleh logam pada reaksi anodik. Pada saat air mempunyai pH < 5 , tembaga terkorosi cepat dan
III.
MATERI DAN METODE
3.1 Materi3.1.1 Alat
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan pada praktikum
No Alat Kegunaan
1 Alat Tulis Mencatat data hasil praktikum 2 Plastik Sebagai wadah sampel salinitas
3 Botol aqua 600ml Sebagai alat bantu untuk mengukur arus dan gelombang 4 Tali rafia Sebagai alat bantu untuk mengukur arus dan gelombang 5 Ember Sebagai wadah untuk menyimpan sampel atau air 6 Kertas anti air Untuk mencatat hasil dari sampel dan tahan air 7 Label Untuk memberikan tanda pada sampel
8 Kamera Untuk mendokumentasikan
9 Stopwatch Untuk mengukur lama waktu pengukuran 10 Handrefraktometer Untuk mengukur salinitas
11 Sechi disk Untuk mengukur kecerahan perairan
12 Termometer Untuk mengukur suhu perairan saat pengambilan sampel 13 Keresek hitam Tempat menyimpan sediman
14 Botol Aqua 1,5L dilapisi lakban hitam
Untuk menyimpan sampel nitrat, posfat dan klorofil
15. Saringan bertingkat
Untuk menyaring dan mengklasifikasikan jenis sedimen
16 Timbangan Untuk menimbang berat sedimen
17 Oven Untuk mengoven sedimen dalam waktu tertentu
18 Tabung reaksi Tempat menyimpan sampel untuk proses spektofotometri 19 Mikropipet Untuk mengambil larutan sebanyak 1 ml
20 Gelas kimia Untuk tempat menghomogenkan aseton dan klorofil tersaring
21 Pipet ukur Untuk memindahkan larutan terukur
dan labu erlenmeyer besar untuk menampung sampel saat disaring menggunakan filter holder yang dibantu dengan vacuum pump
23 Freezer Untuk menyimpan sampel klorofil yang telah diberi perlakuan sebelum di analisis dalam spektofotometri 24 Spektofotometri Untuk menghitung kadar posfat, nitrat dan klorofil baik
nilai absorbansi ataupun konsentrastinya (ppm) 26 Kertas
Saring/filter
Untuk menyaring klorofil dari sampel
27 Filter holder Untuk mempercepat menyaring sampel dalam proses penyaringan klorofil
28 Alumunium foil Untuk membungkus tabung reaksi sampel klorofil
29 Pengaduk Untuk mengusap kertas saring dalam gelas kimia saat dilarutkan dengan aseton agar klorofil yang menempel dalam kertas saring luruh
30 Kuas Untuk mengulas sedimen ketika proses penyaringan bertingkat
31 Vacuum pump Untuk membantu penyaringan agar air laut lebih cepat terhisap kedalam erlenmayer
3.1.2 Bahan
Tabel 2. Bahan yang digunakan pada praktikum
No Bahan Kegunaan
1 Sampel Air Laut Untuk uji analisis kandungan klorofil, posfat dan nitrat
2 Sampel Sedimen Untuk diidentifikasi
3 Larutan Fenopthalein Untuk mengetahui sifat asam basa sampel 4 Aseton
5 Larutan Kontrol 6 Asam Sulfat
3.2 Metode
3.2.1 Parameter Geologi Lingkungan Laut
Sebelum pengambilan sampel, pastikan posisi stasiun pengambilan sampel
(dengan GPS), catat waktu dan kedalaman stasiun. Ada beberapa kaidah dari pengambilan sampel yang mesti diperhatikan, diantaranya bila pengambilan pertama tidak mendapatkan hasil, pengambilang diulang sampai 2 kali dan
seandainya masih tetap kosong, posisi tetap dicatat.
Tentukan tempat pengambilan sampel yang diperkirakan dapat mewakili
kondisi lapangan secara purposive sampling method. Masukkan sampel pada kantong plastik yang telah disediakan dengan menggunakan alat atau manual
dengan menggunakan tangan. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium.
Analisis sedimen di laboratorium dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan dengan menggunakan sieve shaker dengan saringan bertingkat
berdiameter 2 mm, 500 mikrometer, 300 mikrometer, 125 mikrometer, dan 63 mikrometer. Sebelumnya timbang terlebih dahulu sedimennya. Kemudian masukkan sedimen kedalam sieve shaker pada saringan teratas yakni 2 mm
(penyaringan 1). Selanjutnya ulas sedimen dengan menggunakan kuas dan dibarengi oleh di tuangkannya air tawar pada sieve shaker. Pengulasan dihentikan
apabila sekiranya sedimen sudah tidak tersaring lagi. Sedimen yang sudah tidak tersaring kumpulkan pada mangkok dan di letakkan pada selembar kertas aluminium foil. Lakukan hal yang sama pada penyaringan ke – 2 (500
menggunakan label dan masukkan ke oven untuk di keringkan. Setelah kering,
hitung dan catat.
3.2.2 Parameter Fisika Lingkungan Laut
Pengambilan data parameter fisika yakni kecerahan dilakukan dengan mencelupkan secchi disk di tempat yang telah ditentukan. Secchi disk yang dicelupkan di amati hingga warna hitam dan putih pada secchi disk tidak terlihat.
Ukur kedalamannya dengan menggunakan penggaris sampai batas keping secchi disk tidak terlihat (a cm). Kemudian secchi disk diangkat hingga keping secchi
disk terlihat jelas. Ukur kedalaman dengan menggunakan penggaris sampai batas keping secchi disk terlihat jelas (b cm). Hitung nilai kecerahan dengan
menggunakan rumus: Kecerahan (cm) = 0,5 ( a + b ) cm. Catat hasil nilai kecerahan.
Pengambilan data parameter fisika yakni arus dilakukan dengan
mengikatkan tali rafia pada sebuah botol yang nantinya akan dibiarkan terbawa gelombang. Siapkan botol 600 ml, masukkan air sekitar 80% dari botol tersebut. Kemudian ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Pegang tali rafia dan biarkan
botol tersebut hanyut sepanjang 10 meter. Hiutng berapa lama waktu yang dibutuhkan botol untuk hanyut sepanjang 10 meter dengan menggunakan
stopwatch. Hitung kecepatan arus dengan menggunakan rumus V = ( cm/dt ).
Catat hasil yang di dapat.
Pengambilan data parameter fisika yakni gelombang dilakukan dengan mengamati pergerakan gelombang pada perairan. Siapkan tongkat berskala dan tancapkan tongkat tersebut pada lokasi yang telah di tentukan. Kemudian ikat dan
berskala. Amati gelombang yang melintas dan hitung tinggi (H), Amplitudo (A),
panjang gelombnag (L), dan kecepatan gelombang (v). Catat data yang di dapat. Pengambilan data parameter fisika yakni suhu dilakukan dengan
menggunakan termometer yang dicelukan ke dalam kolom perairan selama ± 3 menit. Pengukuran dilakukan di lokasi yang telah di tentukan. Hasil pengukuran dicatat apabila skala menunjukkan angka yang stabil.
3.2.3 Parameter Kimia Lingkungan Laut.
Siapkan botol 1,5 liter yang telah di lapisi oleh lakban hitam. Ambil sampel
air laut di bagian permukaan perairan. Kemudian tutup rapat botol yang telah berisi sampel air laut. Sampel air ini akan digunakan untuk menguji kandungan
nitrat, klorofil-a dan fosfat di laboratorium.
Pengujian nitrat pada sampel air laut dilakukan dengan menyiap empat sampel air laut terlebih dahulu. Kemudian masukkan empat sampel air tersebut
kedalam gelas ukur yang masing-masing sebanyak 50 ml. Pindahkan air laut pada gelas ukur pada labu erlenmeyer. Selanjutnya teteskan asam sulfat sebanyak 1 ml ke masing-masing labu erlenmeyer dengan menggunakan mikropipet, kemudian
di homogenkan. Masukkan masing-masing sampel air laut kedalam kuvet, kemudian amati dengan menggunakan spektofotometer dan periksa tingkat
absorbansinya. Catat hasil yang di dapatkan.
Pengujian klorofil-a pada sampel air laut dilakukan dengan menyiapkan sampel air laut terlebih dahulu. Masukkan 1 liter air laut kedalam gelas ukur.
Selanjutnya tuangkan sedikit demi sedikit sampel air laut pada gelas ukur kedalam filter holder yang berisi kerta saringan. Kemudian kertas saringan dilepaskan dari
Selanjutnya bilas kertas saring dengan menggunakan aseton. Setelah dibilas,
sampel air laut tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi yang dibungkus dengan aluminium foil, kemudian disimpan dalam freezer. Selanjutnya masukkan
sampel air laut tersebut kedalam kuvet untuk di uji dengan menggunakan spektofotometer dan diperiksa tingkat absorbansinya. Catat hasil yang didapatkan. Pengujian fosfat pada sampel air laut dilakukan dengan menyiap empat
sampel air laut terlebih dahulu. Kemudian masukkan empat sampel air tersebut kedalam gelas ukur yang masing-masing sebanyak 50 ml. Pindahkan air laut pada
gelas ukur pada labu erlenmeyer. Teteskan larutan PP sebanyak 10 ml sampai larutan berwarna merah muda (pink) untuk menguji sifat asam/basa sampel
tersebut. Selanjutnya diteteskan larutan kontrol sebanyak 8 ml sampai larutan kembali berwarna bening. Tuangkan keempat sampel air tersebut kedalam kuvet untuk di uji menggunakan spektofotometer dan di periksa tingkat absorbansinya.
Catat hasil yang di dapatkan.
Untuk pengambilan data parameter kimia seperti salinitas dan pH di lakukan di lokasi praktikum. Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan
hand-refraktometer. Pertama, ambil sampel air laut dengan menggunakan plastik. Selanjutnya masukkan beberapa mili sampel air laut dengan menggunakan pipet,
kemudian letakkan air laut tersebut di permukaan kaca hand-refraktometer yang sebelumnya sudah di kalibrasi dengan menggunakan air tawar. Selanjutnya lihat besar skala pada hand-refraktometer dan catat skalanya. Terakhir, kalibrasi
kembali hand-refraktometer dengan menggunakan air tawar.
Sedangkan untuk pengambilan data parameter kimia yakni pH dilakukan
dilakukan selama ± 5 menit. Amati perubahan warna yang terjadi, kemudian
cocokkan dengan warna standar. Kemudian catat besar pH yang dihasilkan.
3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu dan Senin, 1 – 2 November 2015 di kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Titik pengambilan data dilakukan di tiga pulau di sekitar pulau menjangan besar yaitu pulau Menjangan
Kecil dan Pulau Cemara Besar. Praktikum juga dilakukan pada hari Kamis, 26 November 2015 dan 28 November 2015 Laboratorium Pemanfaatan Sumberdaya
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Umum Lokasi
Kepulauan Karimunjawa yang terletak di utara Pulau Jawa, masuk dalam
wilayah Kabupaten Jepara – Jawa Tengah, dan berada pada posisi 5' 40" – 5' 57" LS dan 110' 4" – 110' 40" BT, Barat laut Kabupaten Jepara. Pulau ini berjarak sekitar 45 mil atau sekitar 74 km dari pelabuhan Kartini – Jepara, Jawa Tengah.
Karimunjawa merupakan sebuah Taman Nasional Laut yang menjadi salah satu objek pariwisata bahari di Indonesia. Ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut
sejak tahun 1988, dengan luas wilayahnya yang berupa daratan 7.033 ha dan 104.592 ha perairan laut sehingga total luas keseluruhan Taman Nasional Laut Kepulauan Karimunjawa mencapai 111.625 ha (Dinda et al, 2012)
4.2 Paramter Geologi, Fisika dan Kimia 4.2.1 Parameter Geologi
4.2.1.1Sedimen
Tabel 3. Pengamatan Parameter Geologi.
Lokasi Klasifikasi Sedimen Persentase (%)
P. Menjangan Besar
Praktikum ini menggunakan analisa granulometri merupakan metoda
analisa yang berdasarkan ukuran butir sebagai materi analisa. Analisa ini umum digunakan dalam bidang keilmuan yang berhubungan dengan tanah atau sedimen.
P. Menjangan Besar
Kerikil Pasir Lumpur
P. Cemara Besar
Kerikil Pasir Lumpur
rata-rata, pengukuran sorting atau standar deviasi, pengukuran skewness dan
kurtosis.
. Gambar 1. Persentase jenis sedimen pada lokasi pengamatan di Pulau Menjangan Besar dan Pulau Cemara Besar.
Berdasarkan hasil yang sudah di dapat menunjukkan bahwa sedimen yang
berada di lokasi pulau Menjangan Besar dan Cemara Besar merupakan sedimen dengan jenis pasir. Hal ini menunjukkan pengaruh lautan sangat dominan pada perairan di pulau Menjangan Besar dan Cemara Besar . Menurut Nybakken
(1992) menyatakan bahwa perairan yang berarus kuat umumnya tekstur sedimen berpasir. Transport sedimen pada kawasan hilir dapat disebabkan oleh arus
sejajar pantai atau diistilahkan dengan transport sedimen sepanjang pantai (longshore sediment transport).
Ada hubungan antara ukuran butir dan sortasi dalam batuan sedimen.
Hubungan ini terutama terjadi pada batuan sedimen berupa pasir kasar sampai pasir sangat halus. Pasir dari berbagai macam lingkungan air menunjuk bahwa
pasir halus mempunyai sortasi yang lebih baik daripada pasir sangat halus. Sedangkan pasir yang diendapkan oleh angin sortasi terbaik terjadi pada ukuran
4.2.2 Parameter Fisika
Tabel 4. Pengamatan Parameter Fisika Laut Pulau Menjangan Besar
Kecerahan (m) Arus (m/s) Tinggi Gelombang
(m) Suhu (
Tabel 5. Pengamatan Parameter Fisika Laut Pulau Cemara Besar Kecerahan (m) Arus (m/s) Tinggi Gelombang
(m) Suhu (
Berdasarkan nilai kecerahan dari dua lokasi yang telah di ukur pada tempat yang berbeda yakni di Menjangan Besar menunjukkan nilai kecerahannya
mencapai 5 meter (500 cm), sedangkan di Cemara Besar nilai kecerahannya mencapai 5 meter (500 cm) juga. Hal ini bisa disebabkan karena adanya beberapa peristiwa meteorologik yang mempengaruhi cahaya sebelum sampai ke
permukaan air. Selain itu, adanya awan dan debu diudara dapat mengurangi jumlah dan intensitas cahaya yang sampai di permukaan air setelah menjelajahi
atmosfer. Keadaan seperti ini mengurangi intensitas cahaya yang menembus permukaan laut tanpa campur tangan kondisi air (Nyabakken, 1988).
4.2.2.2Arus
Berdasarkan data pengukuran kecepatan arus yang diperoleh dari dua lokasi yaitu Pulau Menjangan Besar dan Cemara Besar masing-masing memiliki nilai
beberapa faktor. Pertama, jika angin bertiup cukup seragam dari arah barat, maka
akan menggerakan arah yang menuju ke arah timur. Akan tetapi karena pengaruh karakteristik dari gesekan angin (wind stress), maka angin tersebut pada lapisan
permukaan dapat membangkitkan arus yang membentuk sudut 450 dengan arah angin. Dengan demikian, angin yang dominasi dari arah barat akan terbelokan, sehingga membangkitkan pola pergerakan arus yang dominan menuju arah ke
barat daya. Faktor berikutnya, pola pergerakan arus juga dipengaruhi oleh batimetri atau topografi perairan yang dapat menyebabkan berubahnya arah arus
dan kekuatan arus (Steers,1971). 4.2.2.3Gelombang
Hasil pengukuran gelombang di Menjangan Besar dan Cemara Besar didapatkan hasil berturut-turut berkisar 0,02 – 0,03 m dan 0,01 – 0,05 m. Gelombnag ini tergolong keci. Kuat lemahnya gelombang ini dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu kecepatan angin, semakin cepat angin bertiup makaakan semakin tinggi gelombangnya; lama angin berhembus (duration), semakin lama durasi tiupan angin makan semakin tinggi gelombang yang terbentuk; dan jarak dari
tiupan angin pada perairan terbuka (fetch), semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian gelombangnya akan semakin besar (Hutabarat dan Evans, 2008 dalam
Kurniawan et al, 2011) 4.2.2.4Suhu
Berdasarkan hasil praktikum menunjukan nilai suhu pada kedua lokasi
berkisar sama yaitu 30º- 35º C. Temperatur air yang ada di Indonesia sangat dipengaruhi oleh siklus perubahan musim. Selain oleh musim, temperatur air di
di sekelilingnya (Dewi,2009). Hutabarat (1985) menambahkan beberapa hal
yang mempengaruhi suhu di laut antara lain, posisi matahari, lintang, besarnya sudut datang sinar matahari, waktu atau lamanya penyinaran
matahari,penutupan awan dan kedalaman air. 4.2.3 Parameter Kimia
Tabel 6. Nilai Rata-rata Parameter Fisika-Kimia Laut.
Parameter Lokasi
P. Menjangan Besar P. Cemara Besar Fisika
Klorofil-a (ppm) -0,00713 -0,00163
Salinitas (o/oo) 22 22
Berdasarkan hasil Uji Klorofil-a menunjukkan hasil yang berbeda di Pulau
klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman
perairan. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari
daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a diperairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a
dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa
air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela, 1984 dalam Presetiahadi, 1994).
4.2.3.3Fosfat
Berdasarkan hasil pengujian fosfat di perairan Menjangan Besar dan Cemara Besar menghasilkan nilai yang cukup signifikan yakni 0.03045 ppm
untuk Menjangan Besar dan 0.0082 ppm untuk Cemara Kecil. Tempat penyimpanan utama fosfor dalam siklus yang terjadi di lautan yaitu sedimen. Umumnya dalam bentuk partikulat yang berikatan dengan oksida besi dan
senyawa hidroksida. Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri maupun melalui proses abiotik menghasilkan
senyawa fosfat terlarut yang dapat mengalami difusi kembali ke kolom air (Paytan dan McLaughlin, 2007 dalam Fonny dan Hanif, 2011).
4.2.3.4Salinitas
Nilai salinitas dari pulau Menjangan Besar dan Cemara Kecil menunjukkan hasil yang sama yaitu sebesar 32 ppt. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
air baru melalui presipitasi baik oleh hujan atau salju atau masuknya air yang
mengalir dari sungai (laili, 1997).
4.2.3.5pH
Nilai pH dari pulau Menjangan Besar dan Cemara Kecil menunjukkan hasil yang sama yakni mempunyai nilai 8. Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan
petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Keberadaan pH dalam perairan dianggap sebagai variabel tersier karena pada
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sedimen yang mendominasi di Pulau Menjangan Besar dan Cemara Besar
adalah substrat pasir. Faktor arus dalam keadaan pasang dan surut sangat mempengaruhi terbentuknya substrat.Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat.Kekeruhan atau konsentrasi
bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme.Angin adalah faktor yang paling bervariasi dalam mengakibatkan arus
pada suatu daerah.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih terorganisir lagi baik dalam
DAFTAR PUSTAKA
Brown, et al. 1989. Ocean Circulation. The Open University. Pergamon Press. Oxford. York New
Dinda, M. Yusuf dan Denny N.S. 2012. Karakteristik Arus, Suhu dan Salinitas di Kepulauan Karimunjawa. Journal of Oceanography. 1(2) : 186-196 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.
Hidayat, Syahroni. Sarwono. Ridho Hantoro. 2012. Studi Ekperimental Pengaruh Gaya Gelombang Laut Terhadap Pembangkitan Gaya Thrust
Hydrofoil Seri NACA 0012 dan NACA 0018. ITS Undergraduate 13030 Paper.pdf
Hikmawati,N., Agus H., dan Bambang S. 2014. Analisa Sebaran MPT, Klorofil-a dan Planton Terhadap Tangkapan Teri (Stolephorus spp) di Perairan Jepara. Diponegoro Journal of Maquares. 3 (2) :109-118
Huboyo,H S dan Zaman,B. 2007. Analilis Sebaran Temperatur dan Salinitas Air Limbah PLTU-PLTGU berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi Kasus : PLTU-PLTGU) Tambak Lorong Semarang. Jurnal Presipitasi. 3(2).
Kerrison P. et al. 2011. Assessment of pH Variabelity at a Coastal CO2 vent for acidification. Estuarine, Coastal and Shelf Science 30:19.
Kuriawan,R.,M. Najib H. dan Suratno. 2011. Variasi Bulanan Gelombang Laut di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 12 (3): 221-232
Manenkey, 2010
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ekology. Third Edition. W.B. Saunders Company. Toronto Florida.
Perdede, Shinta Trilestari 2001. Pola Perubahan Suhu Permukaan Laut disekitar perairan Laut Jawa dan Laut Flores dari Data Citra NOAA/AVHRR
dan Hubungannya dengan fenomena Bleaching pada ekosistem
Presetiahadi. K, 1994. “Kondisi Oseanografi Perairan Selat Makassar pada Juli 1992 (Musim Timur)”. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor Qiao, fangli. Et al. 2010. A three-dimensional surface wave–ocean circulation coupled model and its initial testing. Ocean Dynamics. 60:1339–1355
Rosmawati. 2004. Kondisi Oseanografi Perairan Selat Tiworo Pada Bulan Juli – Agustus 2002. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sijabat, M.M. 1974. Pengantar Oseanografi . Institut Pertanian Bogor.
Tjitro,S.dkk. 2000. Studi Perilaku Koroi Tembaga dengan Variasi Konsentrasi Asam
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data spektofotometri klorofil
630nm ABS K.ABS
1 -0.003 -0.0023
2 -0.01 -0.07
3 0.01 0.006
4 0.000 0.0001
647nm ABS K.ABS
1 -0.01 -0.0007
2 -0.000 -0.0002
3 0.003 0.0026
4 0.001 0.0009
664nm ABS K.ABS
1 -0.014 -0.0143
2 -0.013 -0.0128
3 -0.010 -0.0099
4 -0.011 -0.0111
750nm ABS K.ABS
1 -0.004 -0.0044
2 -0.003 -0.0028
3 -0.004 -0.0038