• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI LAPORAN PRAKTIKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI LAPORAN PRAKTIKUM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi

yang dibina oleh Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

Oleh : Kelompok 1 Offering H 2014

Isfatun Chasanah 140342603465 Maulidan Asryofil Anam 140342604964 Putri Kartika Mukti 140342601574 Robiatul Hadawiyah 140342604500

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI

(2)

A. JUDUL/TOPIK

Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri B. TUJUAN

Praktikum pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri. 2. Menentukan titik kematian termal bakteri.

C. WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum uji pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan pada hari Kamis, 25 Februari 2016 pukul 07.00-09.30 di ruang 309 Laboratorium Mikrobiologi gedung O5 jurusan Biologi FMIPA UM.

D. DASAR TEORI

Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar, 1986). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah suhu. Untuk pertumbuhan tiap-tiap jasad mempunyai suhu pertumbuhan yang berbeda-beda, yaitu ada maksimum dan optimum (Dwijoseputro, 1994).

Daya tahan terhadap temperature tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada temperature 60oC, sebaliknya bakteri yang membentuk spora genus Bacillus dan genus Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100oC atau lebih selama kira-kira setengah jam (Dwijoseputro, 1994).

Temperatur maut (Termal Death Point) adalah temperature yang serendah-rendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada dalam standar medium selama 10 menit. Tidak semua individu dari suatu spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur

(3)

tertentu. Biasanya individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap suatu pemanasan sehingga tepat bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu temperatur (Termal Death Rate) (Dwijoseputro, 1994).

Mengenai pengaruh temperatur terhadap kegiatan fisiologi, maka mikroorganisme dapat bertahan di dalam suatu batas temperatur tertentu. Menurut Madigan (dkk., 2012), berdasarkan atas batas temperatur itu, bakteri dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang memiliki temperatur optimum tumbuh pada

temperature 15oC atau lebih rendah.

2. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang memiliki temperatur optimum tumbuh pada temperature lebih dari 45oC.

3. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang memiliki temperatur optimum tumbuh pada temperature antara 45o-80oC.

E. ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Cawan petri 2. Water bath 3. Kompor 4. Beaker glass 5. Thermometer 6. Lampu spiritus

7. Jarum inokulasi berkolong 8. LAF

9. Incubator

10. Tabung reaksi kecil 11. Makropipet

12. Stirrer 13. Otoklaf 14. Kamer Bahan:

1. Biakan murni bakteri 2. Medium NA cair 3. Kapas

4. Kertas label F. CARA KERJA

Disediakan 14 tabung kultur berisi medium nutrien cair, lalu diberi kode perlakuan suhu yaitu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC, dan 100oC

Diinokulasikan 1 ose biakan bakteri koloni I yang tersedia ke dalam medium tersebut, yaitu pada 7 tabung dengan label 40 oC-100 oC dan kontrol, dan bakteri koloni II pada 7 tabung lainnya, lalu inkubasikan pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam

(4)

G. DATA PENGAMATAN

Disediakan 4 buah medium lempeng NA, lalu dibuat garis dengan menggunakan spidol pada bagian luar dari dasar cawan petri, sehingga membentuk 4 kuadran

Diberikan kode 40oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC pada keempat kuadran cawan I dan II, serta kode 80 oC, 90 oC, 100 oC dan kontrol pada cawan III dan IV

Dipanaskan empat belas tabung kultur tersebut di atas dengan menggunakan water bath. Tabung yang dilabeli 40oC dipanaskan sampai 40 oC, yang dilabeli 50oC dipanaskan sampai 50oC, seterusnya sampai pada tabung yang dilabeli 100oC

dipanaskan hingga 100oC

Setelah pemanasan, diletakkan tabung-tabung kultur tersebut pada rak tabung dan dibiarkan pada suhu kamar

Diinokulasikan biakan bakteri kedalam empat belas tabung kultur tersebut pada permukaan medium lempeng NA secara zig-zag dengan menggunakan jarum inokulasi berkolong sebanyak 1 ose, sesuai dengan kode kuadran. Kuadran dengan

label kontrol digunakan sebagai kontrol yang tidak diinokulasi dengan bakteri

Diinkubasikan biakan bakteri pada medium lempeng NA tersebut pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam

Diamati pertumbuhan bakteri pada tiap kuadran. Dicatat ada atau tidak adanya pertumbuhan bakteri

(5)

No Koloni Pertumbuhan Bakteri Pada Suhu

40 oC 50 oC 60 oC 70 oC 80 oC 90 oC 100 oC

1 KI +++ ++ +++ - - -

-2 KII +++ ++ - - - -

-Keterangan :

+++ : Pertumbuhan Bakteri Sangat Banyak ++ : Pertumbuhan Bakteri Banyak

+ : Pertmbuhan Bakteri Sedikit - : Tidak Ada pertumbuhan bakteri

H. ANALISIS DATA

Pada praktikum pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri, dilakukan perlakuan terhadap dua koloni bakteri. Bakteri pada koloni I maupun koloni II diberi perlakuan berupa pemanasan pada suhu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC maupun 100oC yang setelahnya diinokulasikan pada medium lempeng NA, ditunggu selama 1 x 24 jam untuk melihat hasil pertumbuhan bakteri pada medium tersebut. Dari hasil menunjukkan bahwa bakteri pada koloni I yang dipanaskan pada suhu 40oC pertumbuhan bakteri yang ada sangat banyak (++ +), kemudian pada suhu 50oC pertumbuhan bakteri yang ada banyak (++) dan pada suhu 60 oC, pertumbuhan bakteri yang ada juga sangat banyak (+++). Adapun pada bakteri yang dipanaskan pada suhu 70oC-100oC tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang terjadi pada medium lempeng NA(-).Sehingga dari data, diketahui bahwa bakteri pada Koloni 1 tersebut yang dapat tumbuh hanya pada suhu 40oC sampai 60oC.

Pada bekteri koloni II terdapat hasil yang sedikit berbeda. Pada koloni II yang dipanaskan pada suhu 40oC pertumbuhan bakteri yang ada sangat banyak (+++) dan pada suhu 50oC pertumbuhan bakteri yang ada banyak (++), serta pada suhu 60oC-100oC tidak terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang terjadi pada medium lempeng NA(-). Pada praktikum juga dibuat 1 perlakuan kontrol yaitu suhu yang tidak dipanaskan. Pada perlakuan kontrol koloni I pertumbuhan bakteri sangat banyak dan terjadi secara zig-zag sesuai dengan arah inokulasi. Sedangkan, perlakuan kontrol koloni II pertumbuhan bakteri sangat sedikit dan tidak terjadi secara zig-zag sesuai dengan arah inokulasi.

(6)

Dari hasil praktikum yang ada, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa bakteri koloni I maupun koloni II merupakan bakteri dengan tipe Mesofilik yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu sedang.

I. PEMBAHASAN

Pertumbuhan makhluk hidup dipengaruhi oleh nutrisi dan kondisi lingkungan yang mendukung, sehingga makhluk hidup tersebut dapat melakukan pertumbuhan secara maksimum. Makhluk hidup tersebut termasuk bakteri, yang pertumbuhannnya pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut akan memberikan gambaran yang menunjukkan peningkatan jumlah sel berbeda dan pada akhirnya akan memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya (Tarigan, 1988). Salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut adalah suhu. Suhu merupakan salah satu faktor utama yang sangat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri yang diuji termasuk bakteri yang dapat hidup pada suhu tinggi (40oC-60oC). Ketahanan bakteri untuk hidup pada berbagai jenis suhu mulai dari yang rendah hingga pada suhu paling tinggi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur minimum disebut dengan bakteri psikrofil, pada bakteri yang hidup pada suhu sedang disebut dengan bakteri mesofil, dan bakteri yang dapat hidup pada suhu tinggi disebut dengan bakteri termofil (Suharni, 2008). Dari teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa bakteri yang telah diamati termasuk ke dalam bakteri termofilik dikarenakan bakteri termofilik hidup pada suhu sedang dengan rentangan sebesar 40oC-60oC (Suharni, 2008). Menurut Dwijoseputro (1994) berdasarkan batas temperatur , bakteri dapat dibagi atas:

1. Bakteri termofilik (politermik) yaitu bakteri yang tumbuh baik sekali pada temperature 55oC-60oC.

2. Bakteri mesofil (mesotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup dengan baik antara 5o-60oC, temperature optimumnya 25oC-40oC.

3. Bakteri psikofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0-30oC, temperature optimumnya 10oC-20oC.

Dari teori yang telah disebutkan di atas dan dari hasil praktikum yang telah dilakukan hasilnya sesuai dengan teori. Karena pada suhu antara 40oC- 60oC pertumbuhan bakteri sangatlah baik karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri sehingga pembentukan koloni bakteri tersebut sangatlah baik.

(7)

Karakter termofilik dari bakteri ditentukan oleh sifat-sifat biokimia dan fisiologisnya. Pada bakteri termofil makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan tetap aktif secara biologis bila berada pada suhu yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh aktivitas katalitik enzim yang dihasilkan oleh bakteri termofil yang bekerja pada suhu yang sama atau sedikit lebih tinggi dari suhu optimum pertumbuhannya (Zeikus dkk., 1998). Aktivitas enzim juga akan meningkat dengan meningkatnya suhu sampai mencapai suhu optimumnya, tetapi setelah melewati suhu optimumnya aktivitas enzim akan menurun (Rudiger dkk., 1994).

Pada suhu di atas itu bakteri mengalami kematian hal ini dikarenakan perlakuan suhu yang diberikan terlalu tinggi sehingga menghambat proses pertumbuhan koloni bakteri. Karena pada suhu yang ekstrim tersebut protein, asam nukleat, dan komponen-komponen sel lainnya mengalami kerusakan yang permanen sehingga bakteri mengalami kematian (Brooks dkk., 2005). Suhu di atas 60oC pada perlakuan yang diberikan pada bakteri koloni 1 dapat diartikan sebagai titik kematian termal bakteri yaitu temperatur serendah– rendahnya yang dapat membunuh mikroba yang berada dalam medium standar selama 10 menit pada kondisi tertentu (Suharni, 2008).

Pada teori telah disebutkan, beberapa jenis organisme tertentu dapat hidup dalam keadaan lingkungan ekstrim. Organism yang hidup pada suhu ekstrim disebut ekstrimofil. Salah satu faktor lingkungan yang emmengaruhi keadaan ekstrim bakteri adalah suhu. Salah satu jenis mikroorganisme yang dapat hidup pada suhu ekstrim adalah Methanopyrus kandleri, yang hidup pada suhu tinggi (minimum=90°C, optimum 106°C, dan maksimum 122°C), dan Psychromonas ingrahamii, yang hidup pada suhu rendah (minimum -12°C, optimum 5°C, dan maksimum 10°C). (Madigan dkk., 2012)

Melalui perlakuan dengan berbagai macam suhu terhadap bakteri, maka dapat diketahui daya tahan bakteri tersebut terhadap suhu-suhu tertentu, selain itu dapat diketahui titik kematian thermal bakteri. Dengan demikian bakteri isolate memiliki titik minimum, titik optimum, titik maksimum dan titik ekstrim maksimum. Titik Namun, dalam pengamatan pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri tidak dapat ditentukan titik minimumnya karena perlakuan suhu rendah tidah dilakukan.

(8)

40 50 60 70 80 90 100 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Grafik di atas merupakan kurva pertumbuhan bakteri koloni I pada variasi suhu 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C. Masa hidup bakteri yang ditumbuhkan pada media NA cair berkisar 1 hari dan sudah membentuk koloni di dalam media. Hal ini terjadi karena bakteri yang ditumbuhkan pada media cair akan lebih mudah menyerap makanan, namun sebagai akibatnya sumber makanan akan lebih cepat habis bila dibandingkan dengan saat bakteri ditumbuhkan dalam media padat sehingga masa hidup bakteri menjadi lebih singkat (Refdinal dkk., 2014).

Perlakuan suhu control, 40°C, 50°C, 60°C, 80°C, 90°C pada isolate bakteri koloni I dan koloni II menunjukkan titik suhu minimum, optimum, dan maksimum. Pada koloni I, koloni bakteri ditemukan ketika bakter telah diberi perlakuan suhu 40°C, 50°C, dan 60°C. Hal ini menunjukkan titik optimum bakteri koloni I pada rentan suhu 40°C-60°C. Sedangak pada suhu 70°C adalah titik kematian thermal bakteri. Karena pada suhu ini bakteri tidak dapat tumbuh. Jadi dapat dikatakan bahwa bakteri koloni I memiliki titik optimum suhu 40°C-60°C dan titik kematian termal adalah 70°C.

Pada suhu di bawah 40°C diperkirakan bakteri beradapada fase lag, yaitu bakteri masih beradaptasi dengan lingkungan, sedangkan pada suhu 40°C, 50°C dan 60°C tidak terjadi fase lag dan langsung menuju fase eksponensial. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya kecocokan antara suhu tersebut bakteri koloni I, yakni suhu ideal berada pada variasi 40°C dan 60°C karena pada suhu tersebut bakteri masih dapat bertahan dari lingkungan. Pada suhu 50°C dan 60°C bakteri memasuki fase stasioner dan dilanjutkan dengan fase kematian pada suhu 70°C.

Suhu minimum pertumbuhan adalah suhu paling rendah di mana sel dapat bertahan dan bereproduksi, suhu maksimum pertumbuhan adalah suhu tertinggi di mana sel dapat

(9)

bertahan dan bereproduksi. Sedangkan suhu optimum adalah suhu yang sesuai dengan keadaan bakteri yang dapat membelah dengan cepat.

Beberapa mikroorganisme mampu bertahan hidup dalam keadaan suhu ekstrim. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisiologi dalam selnya. Terdapat reaksi kimia di dalam tubuh mikroorganisme tersebut yang membutuhkan suhu ekstrim. Secara umum, peningkatan suhu lebih lanjut akan menurunkan aktivitas enzim. Hal ini disebabkan karena protein, termasuk enzim, mengalami denaturasi. Enzim mengalami perubahan konformasi pada suhu yang terlalu tinggi, sehingga substrat terhambat dalam memasuki sisi aktif enzim. (Yusriah & Nengah, 2013. Misalnya Escherichia coli adalah tipe bakteri mesofilik, dengan suhu optimum 39°C, suhu maksimum 48°C, dan suhu minimum 8°C. Jadi rentang suhu E. coli sekitar 40°C. Suhu ini mendekati daya tahan sel eukariot.

Bakteri psikrofolik merupakan kelompok bakteri yang tahan terhadap suhu rendah. Bakteri ini memiliki rentan suhu 0-20°C. Bakteri mesofilik merupakan kelompok bakteri yang tahan terhadap suhu sedang. Bakteri ini memiliki rentan suhu 15°C -45°C. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri ini memiliki rentan suhu antara 40°C -70°C. Sedangkan bakteri termofilik ekstrim dapat tumbuh pada rentan suhu 70°C -100°C. (Hastuti, 2015)

(10)

I. KESIMPULAN

1. Bakteri koloni 1 merupakan bakteri jenis termofilik yang tahan terhadap suhu tinggi dengan kisaran suhu optimum nya adalah 40oC-60oC. Bakteri tersebut mampu tumbuh dengan suhu yang tinggi karena adanya aktivitas enzim yang mampu melakukan katalis pada proses metabolisme di suhu yang tinggi. Titik termal pada bakteri koloni 1 adalah pada suhu di atas 60oC.

2. Bakteri koloni 2 merupakan bakteri jenis Mesofilik yang tahan terhadap suhu sedang dengan kisaran suhu optimum nya adalah diatas 45oC. Titik termal pada bakteri koloni II adalah pada suhu di atas 50oC.

(11)

DAFTAR RUJUKAN

Brooks, dkk.1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.

Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Madigan, T.M., Martinko, J.M., Stahl, D.A., & Clark, D.P. 2012. Brock Biology of Microorganisms. San Francisco: Pearson Education, Inc.

Pelczar, M.J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Press.

Rudiger, A, A Sunna, And G. Antranikian. 1994. Enzymes From Extreme Thermophilic And Hyperthermophilic Archea And Bacteria Carbohydrases, Handbook Of Enzyme Catalysis in Organic Synthesis. Weinhem: VCH Verlagsge sellsc hafft .

Suharni, T., T , dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.

Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia

Yusriah. & Nengah D.K. 2013. Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas Protease Penicillium sp. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 2(1): 2337-3520.

Zeikus, J.G., C. Vieille., and A. Savchenko. 1998. Thermozymes: Biotechnology and structure-function relationship. Extremophiles. 21: 179-183.

(12)

Refdinal.

Endah M.M.P. & Meita A.B. 2014. Pengaruh Ph dan Temperatur pada Pembentukan Biosurfaktan oleh Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Prosiding Seminar Nasional Kimia. Universitas Negeri Surakarta.

Lampiran

Bakteri Koloni 1 yang yang diinokulasikan dengan perlakuan suhu 80 oC, 90 oC, 100

oC dan kontrol

Bakteri Koloni 1 yang yang diinokulasikan dengan perlakuan suhu 40oC, 50 oC, 60

oC dan 70 oC

Bakteri Koloni 2 yang yang diinokulasikan dengan perlakuan suhu 80 oC, 90 oC, 100

oC dan kontrol

Bakteri Koloni 2 yang yang diinokulasikan dengan perlakuan suhu 40oC, 50 oC, 60

Gambar

Grafik di atas   merupakan kurva pertumbuhan bakteri   koloni I pada   variasi   suhu 40°C, 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C

Referensi

Dokumen terkait

Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa species mampu hidup pada suhu air mencapai 29⁰C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air

Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan pengaruh suhu penemperan terhadap sifat-sifat baja adalah apabila suhu temper semakin tinggi maka mempunyai sifat kekuatan

Enam isolat bakteri uji memiliki kemampuan hidup dengan baik pada suhu 37 dan 45ºC, akan tetapi semua isolat tidak mampu tumbuh pada suhu 10ºC.. Enam isolat bakteri

Hasil Uji One Way ANOVA Pengaruh Jenis Isolat, pH, dan Suhu Inkubasi terhadap Pertumbuhan dan Kadar Fosfat Bebas Isolat Bakteri Termofilik Sungai Gendol Pasca Erupsi

Proses pembentukan umbi pada tanaman kentang dapat dipercepat oleh hari pendek, intensitas cahaya tinggi, suhu malam yang rendah, dan N yang rendah serta

penurunan laju respirasi menghambat proses pematangan sehingga tomat yang disimpan pada suhu rendah mengalami susut bobot yang lebih kecil serta perubahan warna menjadi

Ikan mas koki memiliki kecepatan pengunaan oksigen yang lebih banyak pada suhu maksimum dibandingkan pada saat suhu berada dalam suhu optimum dan minimum karena

Kerja enzim katalase akan optimum pada suhu yang normal (±30 o C), dan akan mengalami denaturasi atau kerusakan pada suhu yang. tinggi, serta akan bekerja lebih lambat pada suhu