• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Promosi Kesehatan Perawat Dalam Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Promosi Kesehatan Perawat Dalam Pe"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERAWAT MELAKSANAKAN PROMOSI KESEHATAN PADA TATANAN PERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT

DI PUSKESMAS

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah PROMOSI KESEHATAN

Dosen : DR. UNTUNG SUDJIANTO, S.Kp., M.Kes.

Oleh :

KUSNADI JAYA, S.Kep., Ns. NIM. 22020114410044

Peminatan : Manajemen Keperawatan

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN F A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks, karena upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui penyebab kematian di Indonesia untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, yaitu penyebab kematian pada untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Hasil Riskesdas 2007 juga menggambarkan hubungan penyakit degeneratif seperti sindroma metabolik, stroke, hipertensi, obesitas dan penyakit jantung dengan status sosial ekonomi masyarakat (pendidikan, kemiskinan, dan lain-lain). Prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Sedangkan berdasarkan gabungan hasil pengukuran gizi buruk dan gizi kurang Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional sebesar 18,4%. Namun demikian, target rencana pembangunan jangka menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015, telah dapat dicapai pada 2007 (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2007).

(3)

Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Masalah stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37,2 persen, bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara Timur. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013) (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).

(4)

Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat untuk rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum ‘improved’ 62,0 persen tahun 2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat lebar dari yang terendah di Kep. Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari 40,3 persen (2007) (Ba Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).

Hasil Riskesdas diatas menunjukkan bahwa ada beberapa masalah kesehatan yang meningkat dibanding tahun 2007, antara lain : prevalensi gizi buruk, period prevalence pneumonia, prevalensi hepatitis dan prevalensi diabetes mellitus. Terkait dengan perilaku kesehatan diketahui bahwa perilaku merokok pada usia 15 tahun keatas juga meningkat sehingga resiko paparan penyakit-penyakit akibat rokok juga akan meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan peningkatan indikator-indikator diatas, tetapi kenyataannya masih ada peningkatan dari tahun ke tahun. Perawat di Puskesmas sebagai ujung tombak kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat memiliki tanggung jawab besar melakukan upaya-upaya kesehatan mengendalikan Karena itulah dalam makalah ini, Penulis merasa tertarik melakukan analisis mengenai bagaimana peran perawat dalam Perawatan Kesehatan Masyarakat.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

(5)

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan peran-peran perawat

b. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas

c. Mendeskripsikan pengintegrasian peran-peran perawat dalam Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas

C. Manfaat

1. Bagi Perawat Kesehatan Masyarakat

Dapat menjadi bahan masukan mengenai pelaksanaan kegiatan perkesmas sehingga perawat mampu mengembangkan diri dan keilmuannya.

2. Bagi Kepala Puskesmas

Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan upaya kesehatan masyarakat di Puskesmas

3. Bagi Akademisi

Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan keilmuan perawat, khususnya tentang perawatan kesehatan masyarakat.

D. Sistematika

Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

1. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, manfaat dan sistematika 2. Bab II Tinjauan Teori berisi uraian mengenai peran-peran perawat dalam

promosi kesehatan, perkesmas dan pengintegrasian peran perawat dalam perkesmas.

3. Bab III Pembahasan berisi analisis tentang teori yang sudah didapatkan, peluang dan tantangan dalam menjalankan peran perawat dalam kegiatan perkesmas.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian informasi kesehatan dan ilmu tentang kesehatan kepada individu, kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan dari tidak mampu menjadi mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan dalam berbagai aspek kehidupannya secara mandiri dan menerapkan sepanjang hidupnya.

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green (1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”. Sedangkan Harahap (2011) mengemukakan bahwa Promosi kesehatan juga merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.

Program-program kesehatan, terutama yang terkait dengan perilaku sehat perlu selalu disosialisasikan secara terus menerus, hal ini dikarena perubahan tingkah laku kadang-kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative lama. Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi kesehatan masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka mencapai tujuannya, yaitu mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun perilaku kesehatan masyarakat masih rendah.

(7)

diserap oleh sasaran, sehingga kesadaran masyarakat akan kesehtan lebih mudah terwujud.

Menurut Giffary (2012) umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah perilakunya, antara lain : (1) Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat; (2) Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks pengetahuan lokal, (3) Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama) setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan (4) Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di miliki.

Program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”. Maksudnya adalah (1) bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan inginkan, (2) bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan aman dan nyaman serta (3) bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara terus-menerus.

Metode-metode yang dapat dilaksanakan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Berdasarkan teknik komunikasi

a. Pendekatan langsung : kunjungan rumah, FGD, pertemuan di Balai Desa b. Pendekatan tak langsung : publikasi media massa, pertunjukan film 2. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai

a. Pendekatan perorangan : kunjungan rumah, komunikais per telepon b. Pendekatan kelompok : diskusi, pertemuan, demonstrasi

c. Pendekatan massal : pertemuan umum, pemutaran film, poster 3. Berdasarkan indera penerima

(8)

c. Metode kombinasi : simulasi, demonstrasi cara B. Peran Perawat Dalam Promosi Kesehatan

Menurut Lokakarya Nasional Keperawatan 1983, peran perawat di Indonesia disepakati sebagai berikut :

1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver)

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan dasar klien dengan pendekatan proses keperawatan

2. Peran advokasi (pembela) klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran sebagai pendidik (educator) Peran ini dilakukan untuk :

a. Meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien mengatasi masalah kesehatanya.

b. Perawat memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien 4. Peran sebagai koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemeberian pelayanan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Peran sebagai kolaborator

(9)

6. Peran sebagai konsultan

Peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan yang diberikan.

7. Peran sebagai pembaharu (change agent)

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mendorong penemuan cara-cara baru dan terjadinya perubahan yang progresif dalam mensikapi dinamika masalah kesehatan yang terus berkembang. Dalam hal ini perawat dapat melakukan kontrak kerjasama untuk mewujudkan perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan yang semestinya. Peran perawat sebagai pembaharu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Kemajuan teknologi b. Perubahan lisensi-regulasi

c. Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan

d. Meningkatnya berbagai tipe petugas asuhan kesehatan. 8. Pengamat kesehatan

Melaksanakan monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada indvidu, keluarga, kelomppk dan masyarakat yang menyangkut maslah kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan, observasi dan pengumpulan data. 9. Peran pengorganisir pelayanan kesehatan

Perawat mempertemukan support system yang saling menguntungkan antara individu, keluarga dan kelompok dalam setiap upaya pelayanan kesehatan sehingga pencapaian tujuan asuhan dapat dicapai melalui pemberdayaan. 10. Peran fasilitator

Perawat merupakan tempat mencari kesehaatan bagi masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan, diharapkan perawat dapat fasilitasi sehingga masyarakat dapat mencapai tujuan dalam bidang kesehatan yang diharapkan.

(10)

dari teori pendidikan dan model perilaku kesehatan dapat dilakukan suatu pendekatan terintegrasi pada pembentukan perilaku kesehatan peserta didik. Sub-peran perawat sebagai pendidik meliputi: 1) fasilitator perubahan; 2) kontraktor; 3) organisator; dan 4) evaluator.

1. Fasilitator perubahan

Tujuan perawat sebagai pendidik adalah mempromosikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dna promosi kesehatan merupakan sesuatu yang integral. Perawta sebagai pendidik secara bersamaan berfungsi sebagai fasilitator perubahan. Jika upaya promosi kesehatan dipandang sebagai sebuah intervensi, hal itu perlu dipertimbangkan dalam konteks intervensi keperawatan yang akan mempengaruhi perubahan.

2. Kontraktor

Pembuatan kontrak merupakan cara yang populer untuk memfasilitasi perubahan perilaku. Kontrak informal maupun formal dapat menggambarkan dan mempromosikan sasaran promosi kesehatan. Kontrak dalam konteks promosi kesehatan memerlukan pembentukan pernyataan tentang tujuan bersama yang ingin dicapai , rencana tindakan yang disetujui, mengevaluasi rencana dan mencari alternatif. Rencana tindakan harus spesifik dan mencakup siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana proses kegiatan akan dilaksanakan.

3. Organisator

Pengaturan sistem pelaksanaan upaya-upaya promosi kesehatan , termasuk memanipulasi materi dan ruang, pengaturan bertahap pokok masalah yang akan dipromosikan merupakan implementasi peran perawat dalam konteks sebagai pendidik. Pengaturan materi yang akan dipromosikan dapat membantu mengurangi hambatan terhadap upaya promosi itu sendiri. Karena itu dalam menyelenggarakan upaya promosi kesehatan perawat perlu menyusun organisasi yang baik. Bukan hanya organisasi penyelenggara tetapi organisais program itu sendiri.

4. Evaluator

(11)

kebijakan dan klien sasaran (dalam hal ini adalah masyarakat). hal ini dapat dipenuhi melalui evaluasi hasil, evaluasi diri, evaluasi sasaran kegiatan, evaluasi organisasi serta evaluasi sejawat.

C. Keperawatan Kesehatan Masyarakat

Effendy (1998) mengutip dari Friedman (1960) dan WHO (1959) mengemukakan bahwa keperawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang khusus (spesialisasi) dalam ilmu keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan sosial. Dengan demikian ada 3 teori dasar dalam perawatan kesehatan masyarakat, yaitu ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial (peran serta masyarakat). Dalam konteks perkembangan keperawatan masa kini, keperawatan kesehatan masyarakat dapat dipadankan dengan bidang spesialisasi keperawatan komunitas.

Upaya Perkesmas diterapkan oleh perawat Puskesmas bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara pro aktif yang berfokus kepada lingkup pemberdayaan masyarakat, khususnya kemandirian keluarga. Kegiatan Pengembangan Penerapan Perkesmas ini, terintegrasi dengan Pengembangan Manajemen Kesehatan (PMK) yang dalam rangka revitalisasi perkesmas sebagai upaya kesehatan wajib Puskesmas mengingat belum semua fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) telah melaksanakan upaya Perkesmas. Sebab sasaran perkesmas untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan peningkatan derajat kesehatan yang setinggi tingginya dan sejalan dengan arah pembangunan kesehatan saat ini merupakan issue strategis dalam pengembangan Puskesmas.

(12)

masyarakat; (c). kelompok yang mempunyai kebutuhan dan masalah kesehatan khusus serta rawan terhadap masalah kesehatan tertentu (Mubarak, 2010).

(13)

BAB III PEMBAHASAN

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas menyebutkan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat adalah salah satu penyelenggara upaya pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Menurut Cholisin (2011) masalah pembangunan (termasuk pembangunan kesehatan) merupakan masalah yang kompleks. Kompleksitas itu misalnya dari sisi manajemen berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Dari sisi bidang yang yang harus dibangun juga memiliki aspek kehidupan yang sangat luas. Aspek kehidupan itu mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan. Dalam manajemen pemerintahan yang otoriter yang sentralistis, dalam realitas masyarakat lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan. Ketika kini pemerintahan yang demokratis yang hendak dikembangkan, maka ada perubahan posisi masyarakat yang semula lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan. Memposisikan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan agar bersifat efektif perlu dicarikan berbagai alternatif strategi pemberdayaan masyarakat. Pilihan strategi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.

(14)

mengambil keuntungan timbal balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, kesehatan dan budaya.

Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya empat unsur pokok yaitu: a) Aksesibilitas informasi, karena imformasi merupakan faktor berharga kaitannya dengan peluang, layanan, penegakan hukum, efektivitas negosiasi, dan akuntabilitas; b) Keterlibatan dan partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan; c) Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggung jawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatas namakan rakyat; d) Kapasitas organisasi lokal, kegiatannya dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilitasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi (Mubarak, 2010).

Kemandirian masyarakat mengelola kesehatannya merupakan tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat. Dalam perspektif upaya kesehatan, agar masyarakat berubah dari ketidakmampuan menjadi mampu menunjukkan perilaku pengeloaan kesehatan maka dibutuhkan promosi kesehatan. Dengan demikian agar kemandirian tercapai, perawat harus mampu mempromosikan gaya hidup sehat dan perilaku kesehatan kepada masyarakat dengan pendekatan pemberdayaan. Bastable (2002) mengemukakan bahwa peran perawat sebagai pendidik memegang peranan posisi yang strategis untuk mempromosikan gaya hidup sehat.

(15)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peran utama perawat dalam promosi kesehatan adalah peran pendidik. Peran ini memiliki sub-peran antara lain : fasilitator perubahan, kontraktor, organisator, evaluator.

2. Pelaksanaan kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas saat ini merupakan salah satu Upaya Kesehatan Esensial dan dapat dikembangkan dalam konteks asuhan keperawatan komunitas.

3. Pengintegrasian peran-peran perawat dalam Perawatan Kesehatan Masyarakat di Puskesmas melalui Upaya Kesehatan Masyarakat seharusnya dalam bentuk pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengelola kesehatannya.

B. Saran

1. Bagi Perawat Kesehatan Masyarakat/Perawat Komunitas

Pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan dalam konteks asuhan keperawatan komunitas dengan melibatkan jejaring Puskesmas dan seluruh support system yang ada di masyarakat

2. Bagi Kepala Puskesmas

Dukungan anggaran terhadap kegiatan promosi kesehatan serta pengembangannya perlu diadvokasi, baik anggaran yang bersumber dari APBD maupun anggaran yang bersumber dari Kapitasi BPJS.

3. Bagi Akademisi

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E T, Farlan, J Mc. Community as partner: theory and practice in nursing. ISBN 979-448-742-2

Bastable, S. B. (2002) Perawat Sebagai Pendidik; prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran. Jakarta : EGC

Cholisin (2011) Pemberdayaan Masyarakat. Disampaikan Pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, Tanggal 19-20 Desember 2011

Effendy, N. (1998) Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat; editor Yasmin Asih. Edisi 2. Jakarta : EGC

Giffary, A. H. (2012). Konsep dasar dalam promosi kesehatan. Metode dan Teknik dalam Promosi Kesehatan. Diakses dari

http://www.slideshare.net/ayawie/metode-dan-teknik-promosi-kesehatan#

Harahap, Y.S. (2011) Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Limbah Medis Padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27588/4/Chapter

%20II.pdf

Mubarak, WI (2010) Pengantar Keperawatan Komunitas, Jakarta : Penerbit Sagung Seto

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisa Keandalan Sistem

Nusa Tenggara Timur pada Februari 2016 mengalami deflasi sebesar 0,33 persen setelah bulan sebelumnya, Januari, mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 0,74

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana dalam pengukuran variabel untuk uji teorinya memakai angka dan analisis data dengan prosedur statistik

1) Observasi dan wawancara dengan kelompok tani NUJU TANI di Desa Curut Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan tentang penggunaan pestisida oleh petani, meliputi jenis dan

Strategi Samudra Biru QB House adalah pergeseran dalam industry pangkas rambut di Asia yang dulunya industry yang emosional menjadi industry yang sangat fungsional.. Di Jepang, waktu

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1) Remaja yang tinggal didaerah abrasi adalah remaja yang tumbuh dan berkembang

Dengan demikian maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana daerah rambatan banjir di hilir bendungan setelah dilakukan simulasi