• Tidak ada hasil yang ditemukan

HB 10 LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HB 10 LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MONOPOLI

adalah suatu bentuk penguasaan

(3)

PRAKTEK MONOPOLI

adalah pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu oleh lebih pelaku

usaha yang mengakibatkan

dikuasainya produksi atau

pemasaran atas barang dan atau

jasa tertentu sehingga menimbulkan

persaingan usaha tidak sehat dan

(4)

ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA

“Pelaku usaha di Indonesia dalam

menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan demokrasi ekonomi

dengan memperhatikan

keseimbangan antara kepentingan

pelaku usaha dan kepentingan

(5)

TUJUAN PEMBENTUKAN UU

NO.5/1999

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efsiensi ekonomi nasional sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui

pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil

3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha

(6)

RUANG LINGKUP HUKUM ANTI

MONOPOLI

UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat mempunyai ruang lingkup ketentuan sbb :

1.Perjanjian yang dilarang

2.Kegiatan yang dilarang

3.Penyalahgunaan posisi dominan

4.Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

5.Sanksi-sanksi

(7)

PERJANJIAN YANG DILARANG

1. Oligopoli (pasal 4)

2. Penetapan harga/ price fiing (pasal 5),

diskriminasi harga (pasal 6), predatory pricing (pasal 7), Resale price maintenance (pasal 8)

3. Pembagian wilayah (pasal 9)

4. Pemboikotan (pasal 10)

5. Kartel (pasal 11)

6. Trust (pasal 12)

7. Oligopsoni (pasal 13)

8. Integrasi vertikal (pasal 14)

9. Perjanjian tertutup (pasal 15)

(8)

KEGIATAN YANG DILARANG

1. Monopoli (pasal 17)

2. Monopsoni (pasal 18)

3. Penguasaan pasar (pasal 19-21

(9)

PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN

1. Penyalahgunaan posisi dominan (pasal 25)

2. Jabatan rangkap (pasal 26)

3. kepemilikan saham (pasal 27)

(10)

OLIGOPOLI (Pasal 4)

1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama

melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa,

(11)

PENETAPAN HARGA (Pasal 5-8)

1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menetapkan harga suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau

pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama (Pasal 5);

2)  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

(12)

3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya

persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7);

4) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan

atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang

diterimanya dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan

(13)

PEMBAGIAN WILAYAH (Ps.9)

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya

persaingan, pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya dengan

membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar mereka.

Melalui pembagian wilayah ini, maka para pelaku

usaha dapat menguasai wilayah pemasaran atau alokasi pasar yang menjadi bagiannya tanpa harus menghadapi persaingan.

Dengan demikian dia akan mudah menaikkan

harga ataupun menurunkan produksinya atau barang yang dijual untuk mendapatkan

(14)

Pada prinsipnya perjanjian diantara pelaku

usaha untuk membagi wilayah pemasaran diantara mereka akan berakibat kepada eksploitasi terhadap konsumen, dimana konsumen tidak mempunyai pilihan yang cukup baik dari segi barang maupun harga.

Undang-undang No.5/1999 melarang

perbuatan tersebut dalam Pasal 9 berbunyi:

(15)

PEMBOIKOTAN (Ps.10)

Perjanjian pemboikotan merupakan salah

satu bentuk usaha yang dilakukan para pelaku usaha untuk mengeluarkan pelaku usaha lain dari pasar yang sama, atau

juga untuk mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama, yang

kemudian pasar tersebut dapat terjaga hanya untuk kepentingan pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian

(16)

Pasal 9 :

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat

menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau

(17)

KARTEL (Ps.11)

Praktek kartel merupakan salah satu

strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha untuk dapat mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi

mereka. Mereka berasumsi jika produksi mereka di dalam pasar dikurangi

sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap, akan

(18)

Pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian, dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bermaksud untuk

mempengaruhi harga dengan cara

mengatur produksi dan/atau

(19)

TRUST (Ps.12)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih

besar, dengan tetap menjaga dan

mempertahankan kelangsungan hidup

masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk

(20)

OLIGOPSONI (Ps.13)

Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktek anti persaingan yang cukup unik, karena dalam praktek oligopsoni yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, dimana biasanya untuk bentuk-bentuk praktek anti persaingan yang menjadi korban umumnya konsumen atau pesaing.
(21)

Pasal 13:

1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(22)

INTEGRASI VERTIKAL(Ps.14)

Integrasi Vertikal terjadi ketika satu perusahaan melakukan kerjasama

dengan perusahaan lain yang berada pada level yang berbeda dalam suatu proses produksi, sehingga membuat seolah-olah mereka merupakan satu perusahaan yang melakukan dua

(23)

Pasal 14 :

Pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi

sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian

produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak

(24)

PERJANJIAN TERTUTUP (Ps.15)

4 jenis perjanjian tertutup yang dilarang : 1)Perjanjian yang mensyaratkan bahwa

pihak penerima barang dan atau jasa hanya memasok barang/jasa tersebut pada pihak tertentu dan atau pada

tempat tertentu.

2)Perjanjian yang mensyaratkan bahwa pihak penerima barang dan atau jasa

(25)

3) Perjanjian tentang harga atau

potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa dimana pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pemasok harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari

pemasok; atau

4) Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari

pelaku usaha lain yang menjadi

(26)

PERJANJIAN DENGAN PIHAK LUAR

NEGERI (Ps.16)

Pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pihak lain di luar

negeri yang memuat ketentuan yang

dapat mengakibatkan terjadinya

praktik monopoli dan/atau

(27)

MONOPOLI (Ps.17)

Monopoli adalah suatu

penguasaan atas produksi dan

atau pemasaran barang dan atau

atas penggunaan jasa tertentu

(28)

Larangan kegiatan monopoli itu sendiri diatur dalam Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa :

1)Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2)Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa

(29)

a. barang dan atau jasa yang

bersangkutan belum ada substitusinya; atau

b. mengakibatkan pelaku usaha lain

tidak dapat masuk ke dalam

persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

c. satu pelaku usaha atau satu

(30)

MONOPSONI (Ps.18)

Jika dalam hal monopoli, seorang

atau satu kelompok usaha

menguasai pangsa pasar yang

besar untuk

menjual

suatu produk,

maka dengan istilah “monopsoni”,

dimaksudkan seorang atau satu

kelompok usaha yang menguasai

pangsa pasar yang besar untuk

(31)

UU No 5 Tahun 1999 mengatur monopsoni ini

secara khusus dalam Pasal 18 yang menyatakan, bahwa :

1.Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi membeli tunggal atas

barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2.Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu

(32)

PENGUASAAN PASAR (Ps.19-21)

Pengertian Pasar menurut pasal 1

UU No.5/1999 adalah lembaga

ekonomi di mana para pembeli

dan penjual baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat

(33)

Dalam Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 disebutkan, bahwa :

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa

kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

a) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk dapat melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan171 ; atau

b) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha pesaingnya itu; atau

c) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau

(34)

Wujud penguasaan pasar yang dilarang

dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut dapat terjadi dalam bentuk penjualan barang dan/atau jasa dengan cara :

a)Jual rugi (predatory pricing) dengan maksud untuk “mematikan “pesaingnya; (Ps.20)

b)Melalui praktek penetapan biaya produksi secara curang serta biaya lainnya yang menjadi komponen harga barang, serta (Ps.21)

(35)

PERSEKONGKOLAN (Ps.22-24)

Secara yuridis pengertian

persekongkolan usaha atau

conspiracy

ini diatur dalam Pasal 1

angka 8 UU No. 5 Tahun 1999, yakni

“sebagai bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pelaku usaha lain dengan maksud

(36)

Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan

persekongkolan yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999, yaitu

1.persekongkolan tender (Pasal 22),

2.persekongkolan untuk membocorkan rahasia dagang (Pasal 23), serta

(37)

PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN

(Ps.25)

Penguasaan posisi dominan di dalam

hukum persaingan usaha (HPU) tidak

dilarang, sepanjang pelaku usaha

tersebut dalam mencapai posisi

dominannya atau menjadi pelaku

usaha yang lebih unggul (

market

leader

) pada pasar yang

(38)

Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun

tidak langsung untuk:

a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh

barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau

b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk

(39)

Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

a.satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima

puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau

b.dua atau tiga pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih

(40)

JABATAN RANGKAP (Ps.26)

Seseorang yang menduduki jabatan sebagai

direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,

pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau

b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau

c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat

(41)

KEPEMILIKAN SAHAM (Ps.27)

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar

bersangkutan yang sama, atau

mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama

pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut

(42)

a. satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

b. dua atau tiga pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima

(43)

PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN

PENGAMBILALIHAN (Ps.28-29)

1) Pelaku usaha dilarang melakukan

penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2) Pelaku usaha dilarang melakukan

pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat

mengakibatkan terjadinya praktek

(44)

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dan

ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana

(45)

1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi,

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.

(46)

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN

USAHA (KPPU)

KPPU, adalah lembaga independen yang

dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

Pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan

memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut serta

(47)

Tata Cara Penanganan Perkara

oleh KPPU

Setiap orang yang mengetahui telah terjadi

atau patut diduga telah terjadi pelanggaran

terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan

keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Identitas pelapor wajib dirahasiakan oleh Komisi.

Putusan Komisi harus dibacakan dalam suatu

sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku

(48)

Keberatan atas Putusan KPPU

Pelaku usaha yang tidak mengajukan

keberatan atas putusan KPPU dalam jangka

waktu 14 hari setelah pemberitahuan dianggap telah menerima putusan KPPU.

Pelaku usaha yang tidak menerima putusan

KPPU dapat mengajukan keberatan ke PN selambat-lambatnya 14 hari setelah

Referensi

Dokumen terkait

Sistem kontrol dengan loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal output atau keluaran sistem berpengaruh langsung terhadap sinyal aksi pengontrolan sistem jika

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan sasaran sebagaimana tertuang dalam RPJP Kabupaten Mojokerto Tahun 2005-2025,

N-Gain skor kinetika kimia mahasiswa angkatan 2007 lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan lama tetapi pembelajaran aktif-kooperatif yang dikembangkan dapat diterapkan

Pernyataan tersebut sejalan dengan data yang didapatkan, dimana kemampuan reaching out para kepala keluarga yang menjadi banjir ini berada pada kategori dibawah

Dilihat dari identifikasi masalah dapat diketahui banyaknya masalah yang berkaitan dengan prokrastinasi akademik maka penelitian ini dibatasi. pada hubungan antara

Disamping itu, banyak penelitian tentang modal intelektual yang tidak mencantumkan item pengungkapan maupun kurangnya penjelasan mengenai definisi item pengungkapan

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan persuratan, penyusunan rencana program, keuangan, administrasi kepegawaian, perlengkapan, dokumentasi dan