• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI - 3BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI - 3BAB II"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI

2.1. Umum

Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem yaitu sistem air bersih

(urban water supply), sistem sanitasi (waste water) dan sistem drainase air hujan

(strom Water system). Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya

dikelola secara integrasi. Hal ini sangat penting untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan fasilitas, menghindari ketumpang-tindihan tugas dan tanggung jawab, serta keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya air.

Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan (treatment), dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke pelanggan baik domestik, komersil, industri, maupun sosial. Sistem sanitasi dimulai dari titik keluarnya sistem air bersih. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik, komersil, industri dan kebutuhan umum. Ada dua istilah yang banyak dipakai untuk mendiskripsikan sistem air buangan (wastewater system) yaitu, “wastewater” dan

sewage”. Air buangan digunakan untuk menunjukkan perpipaan, stasiun pompa,

dan fasilitas yang menangani air buangan (wastewater). Sedangkan “sanitary

sewage” merupakan peristilahan umum yang biasanya untuk permukiman.

(2)

Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secaraumum,drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untukmengurangi kelebihan air,

baik yang berasal dari air hujan, rembesan,maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan,sehinggafungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin, 2004).

Selain itu, drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah. Sesuai dengan prinsip sebagai jalur pembuangan maka pada waktu hujan, air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat menimbulkan kerugian (R. J. Kodoatie, 2005).

(3)

salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1). Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permkaan tanah) dan atau bangunan resapan.Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Sehingga dapat disimpulkan drainase adalah suatu system untuk menangani kelebihan air. Kelebihan air yang perlu ditangani atau dibuang meliputi:

- Air atau aliran/limpasasn diatas permukaan tanah(surface flowatau surface run off)

- Aliran bawah tanah(subsurface flow atau subflow)

Pada dasarnya drainase tidak diperlukan bila kelebihan air yang tidak menimbulkan permasalahan bagi masyarakat. Drainase diperlukan bila air kelebihan menggenang pada daerah-daerah yang mempunyai nilai ekonomis seperti daerah perkotaan, pertanian, industri, dan pariwisata.

2.3. Fungsi Drainase

(4)

- Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari genangan air, erosi, dan banjir.

- Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya. - Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena

terhindar dari kelembaban.

- Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.

2.4. Sistem Drainase

Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin, 2004). Dilihat dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima

(receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya,

(5)

memenuhi baku mutu tertentu yang dimasukan ke badan air penerima, sehingga tidak merusak lingkungan.

Menurut R. J. Kodoatie sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu:

- Sistem drainase mayor adalah sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer.

- Sitem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota, contohnya seperti saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan. Dari segi kontruksinya sistem ini dapat dibedakan menjadi sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka.

(6)

2.5. Jenis – Jenis Drainase

Drainase secara umum dibagi menjdai dua bagian yaitu drainase permukaan tanah ( Surface drainage ) dan drainase bawah permukaan tanah ( Sub surface drainage ). Dalam perencanaan keduanya memilki konsep dasar yang berbeda, namun dalam perencanaan system drainase tentu perlu direncanakan baik drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan.

1. Drainase Permukan: a. Drainase Perkotaan

Semua kota-kota besar mempunyai system drainase untuk pembuangan airhujan. Aliran permukaan dialirkan melalui saluran tersier, sekunder, kemudian berkumpul di saluran primer (utama) untuk kemudian dibuang ke dalam sungai, danau, laut. Pembuangan sedapat mungkin dilakukan dengan cara gravitasi, apabila tak mungkin maka digunakan system pompa dengan bangunan pendukung. Saluran dapat berupa saluran tertutup ataupun saluran terbuka yang sesuai dengan kebutuhan dan system pemeliharaan yangada. Dilihat dari cara pemeliharaan saluran terbuka lebih mudah dibandingkan yang tertutup.

b. Drainase Lahan

(7)

untuk memperbaiki tumbuhnya tanaman atau menurunkan akumulasi garam-garam tanah, kondisi ini difungsikan untuk pertanian dan perkebunan.

c. Drainase Jalan

(8)

2. Drainase Bawah Permukaan a. Drainase Lapangan Bola

b. Drainase Lapangan Terbang / Bandar Udara 2.6. Definisi Sungai

Secara umum sungai berarti aliran air yang besar. Secara ilmiah sungai adalah perpaduan alur sungai dan aliran air.

Sungai merupakan suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan. Aliran air marupakan bagian yang senantiasa tersentuh oleh air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas-air topografi dan yang dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan melintang (Sehyan, 1990:6).

Sebuah sungai dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berbeda sifat-sifatnya (Mulyono, H. R, 2007:3)

a. Hulu sungai berarus deras dan turbulent atau torrential river yang dapat berupa sungai jeram atau rapids river atau sungai jalin atau braided river.

b. Sungai alluvial.

(9)

e. Mulut sungai atau tidal inlet yaitu bagian laut yang langsung berhubungan dengan muara dimana terjadi interaksi antara gelombang laut dan aliran air yang ke luar masuk melewati muara.

f. Delta sungai yang berupa dataran yang terbentuk oleh sedimentasi di dalam muara dan mulut sungai delta ini perlu ditinjau karena berpengaruh terhadap sifat-sifat sungai dimana delta ini terbentuk di dalam muaranya.

2.7. Peranan Sungai

Sungai sebagai aset negara yang bernilai dan perlu dipelihara. Sungai mempumyai peranan dalam kehidupan manusia di seluruh dunia, sehingga pada saat ini sungai masih mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Peranan sungai selain sebagai pembangkit listrik tenaga air, sungai juga berperan sebagai sumber air untuk sarana irigasi, penyedia air minum, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Ada dua fungsi utama yang diberikan alam kepada sungai yang ke-duanya berlangsung secara bersamaan dan saling mempengaruhi (Mulyono, H. R, 2007:6).

a. Mengalirkan air.

(10)

b. Mengangkut sediment hasil erosi pada DAS dan alurnya. 2.8. Permasalahan Drainase

Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia. Khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Banjir merupakan proses meluapnya air sungai ke daratan sehingga dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan korban jiwa. Banjir dapat merusak bangunan, sarana dan prasarana, lingkungan hidup serta merusak tata kehidupan masyarakat, maka sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan (Kodoatie, J. Robert dan Sugiyanto, 2002:73).

(11)

aliran sungai. Akibatnya, debit pengaliran sungai yang terjadi akan lebih besar dari pada kapasitas pengaliran air sungai sehingga terjadilah banjir.

Usaha pengendalian dan penanggulangan banjir pada suatu pihak dan perlakuan masyarakat terhadap lingkungannya di pihak lain akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap fenomenan hujan-banjir-bencana. Pengaruh kedua hal tersebut dapat saling menunjang perbaikan keadaan, saling meniadakan atau memperburuk keadaan.

Bergantung pada tingkat kerawanan dan kewaspadaan masyarakat di daerah potensial bencana, banjir dapat menimbulkan bencana. Misalnya, pemukiman daerah retensi banjir atau daerah bantaran sungai, suatu saat pasti akan terlanda banjir. Bila menjelang banjir penghuni daerah tersebut mengungsikan diri dan harta bendanya akan berkurang.

Keberhasilan usaha penanggulangan banjir dan bencana akibat banjir dapat diperoleh tanpa peran serta dari masyarakat. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi, lingkungan, institusi, kelembagaan dan lainnya.

(12)

Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya banjir di berbagai belahan dunia (Suripin, 2004) adalah :

1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, di atas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi baik migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi tidak teratur.

2. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang badai yang hebat.

(13)

menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya banjir sangat besar.

4. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi

sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.

Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah-olah bukan pekerjaan penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan pengendalian banjir. Padahal pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks, bisa jadi memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan pengendalian banjir. Secara fungsional, sulit memisahkan secara jelas sistem drainase dan pengendalian banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau sungai. Drainase yang kurang baik akan mengakibatkan berbagai macam masalah yang bisa merugikan manusia itu sendiri. Salah satunya adalah masalah banjir.

Adapun penanggulangan umum banjir dapat dikategorikan menjadi pendekatan struktur dan non struktur:

1. Pendekatan struktur.

(14)

syarat sungai yang ideal seperti adanya sudetan, pembuatan penampungan air, kemampuan pengaliran air ke sungai lainnya dan dengan kombinasi di antaranya. Pendekatan ini membutuhkan waktu untuk perencanaan dan pelaksanaan serta biaya yang besar, namun dapat menghilangkan banjir atau genangan yang terjadi pada suatu daerah.

2. Pendekatan non struktural.

Penanggulangan banjir dengan membuat sistem ramalan dan pemugaran secara dini. Pengembangan ini membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras yang diperlukan ini meliputi komputer, sensor hujan dan muka air, telpon atau satelit, master stasiun dan lain lain. Sedangkan perangkat lunak seperti meter hidrologi, model hidrolik dan model operasi bangunan air yang ada. Pendekatan ini relatif murah, namun sistem penanggulangannya bukan menghubungkan dengan banjir yang ada, namun memberikan peringatan dini terhadap banjir sehingga dapat mengurangi kerugian yang besar. Dan juga diperlukan partisipasi masyarakat untuk mencegah terjadinya banjir.

2.9. Dasar-dasar dan Kriteria Perencanaan Drainase

(15)

kelebihan air terjadi oleh air hujan. Kapasistas infiltrasi pada daerah perkotaan sangat kecil sehingga terjadi limpasan air sesaat setelah hujan turun. Dalam perancangan saluran drainase akan digunakan dasar-dasar perancangan saluran tahan erosi yaitu saluran yang mampu menahan erosi dengan memuaskan dengan cara mengatur kecepatan maupun menggunakan dinding dan dasar diberi lapisan yang berguna menahan erosi maupun mengontrol kehilangan rembesan.

Kriteria dalam perencanaan dan perancangan drainase perkotaan yang umum (Suripin, 2004) yaitu :

1. perencanaan drainase haruslah sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna.

2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase haruslah mempertimbangkan faktor ekonomis dan faktor keamanan.

(16)

Perencanaan drainase haruslah mempertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai ekonomis dari pemeliharaan sistem drainase

2.9.1. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (Suripin, 2004). Fenomena hidrologi sebagai mana telah dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah hujan, temperature, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunkan prosedur tertentu.

1. Analisis Hujan

Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan sangat luas tidak bisa diwakili satu titik pos pengukuran. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa pos pengukuran hujan yang ada disekitar kawasan tersebut. Ada 3 macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan : (1) rata-rata aljabar, (2) poligon thiessen dan (3) isohyet.

(17)

Curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum rata-rata dalam satu tahun yang telah dihitung. Perhitungan data hujan maksimum harian rata-rata harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan.

3.Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir dan kekeringan. Besarnya peristiwa berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak serta bersifat stokastik.

(18)

Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi, yaitu :

a. Data maksimum tahunan

Data tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya. Seri data seperti ini dikenal dengan seri data maksimum (maximum anual series). Jumlah data dalam seri akan sama dengan panjang data yang tersedia. Dalam cara ini, besaran data maksimum kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih besar dari besaran data maksimum dalam tahun yang lain tidak diperhitungkan pengaruhnya dalam analisis.

b . S e r i p a r s i a l

(19)

dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara tahun yang lain tidak ada data yang di ambil.

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

a. Distribusi Normal, b. Distribusi Log Normal, c. Distribusi Log-Person III, dan d. Distribusi Gumbel.

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koofisien variasi, dan koofisien skewness (kecondongan atau kemencengan). 4. Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of

fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi

(20)

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF=IntensityDuration-Frequency

Curve).Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10

menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dengan salah satu dari persamaan berikut :

a. Rumus Talbot

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

a

I = ... ( 1 ) t + b

Di mana

(21)

a & b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi b. Rumus Sherman

Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.

... ( 2 )

Di mana

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

n = konstanta

c. Rumus Ishiguro

a

I = ... ( 3 ) √ t+b

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam) T = lamanya hujan (mm)

a & b = konstanta

a

I =

(22)

b. Rumus Manonobe

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung.

R24 24

...

( 4 )

I = 24 t

Di mana

I = itensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)

2.9.2. Debit

1. Debit Rencana

Menentukan debit saluran drainase dapat menggunakan rumus persamaan kontinuitas dan rumus Manning. Rumus ini mempunyai bentuk sederhana tetapi memberikan hasil yang baik.

(23)

Q = debit saluran (m3/detik) V = kecepatan aliran (m/detik) n = angka kekasaran saluran R = jari-jari hidrolis saluran (m) S = kemiringan dasar saluran A = luas penampang saluran (m2)

2. Debit Limpasan (Run Off)

Air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan kedap air lainnya, maka akan jatuh permukaan bumi dan sebagian akan menguap, berifiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan. Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung di atas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Dalam perencanaan drainase, bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan, tetapi limpasan (runoff). Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow).

(24)

bila terlalu kecil akan mempunyai tingkat ketidakberhasilan yang tinggi. Perhitungan debit puncak untuk drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mengunakan rumus rasional atau hidrograf satuan. Perhitungan debit rencana berdasar periode ulang hujan tahunan, 2 tahunan, 5 tahunan dan 10 tahunan. Data yang diperlukan meliputi data batas dan pembagian daerah tangkapan air, tataguna lahan dan data hujan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran dll. Tabel berikut menyajikan standar desain saluran drainase.

Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase

Luas DAS (ha) Periode Ulang

(Tahun) Metode perhitunganDebit banjir

< 10 2 Rasional

10 – 100 2 – 5 Rasional

101 – 500 5 – 20 Rasional

> 500 10 – 25 Hidrograf Satuan

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004.

(25)

dengan ukuran kecil tidak lebih dari 500 ha. Model ini tidak dapat menerangkan hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrogaf. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata di seluruh DAS dan intensitas tetap selama satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.

Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan metode rasional.

Qp = 0,002778 C I A ... (6) Dimana :

Qp = debit puncak (m3/detik)

C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1) I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas DAS (ha atau m2) 2.9.3. Sistem Pengaliran Air 1. Jenis Pengalirana.

a. Saluran Terbuk

(26)

daerah yang mempunyai luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan. Contoh saluran terbuka antara lain : Sungai, saluran irigasi, selokan, talud dan estuari. Persamaan bernoulli untuk aliran terbuka dalam saluran yaitu :

V1 2 V 22

h1 + P 1 2 g = h2 + P2 + Pg ... ... ... ... ... ... . ( 7 )

Dimana :

h = ketinggian (m)

P = tekanan hidrostatis (N/m2)

ρ = rapat massa air (kg/m3)

V = kecepatan aliran (m/detik)

g = gaya grafitasi (m/detik2)

b. Saluran Tertutup

(27)

tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang dan lain-lain. Saluran ini umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan / lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. Contoh saluran tertutup antara lain : terowongan, pipa, aquaduct, gorong-gorong dan siphon. Persamaan bernoulli untuk aliran tertutup dalam saluran yaitu :

h1 + V 12

2g = h2 + V 2 2

2g ...(8)

Dimana :

h = ketinggian (m)

V = kecepatan aliran (m/detik) g = gaya grafitasi (m/detik2)

Dalam aliran fluida pipa akan akan terjadi gesekan antara air dengan pipa. Besarnya gesekan ini tergantung pada viskositas dari kecepatan aliran. Untuk mengatasi gesekan didalam mekanika fluida diterapkan kehilangan energi (hf). Hubungan kehilangan energi (hf) dengan kecepatan aliran dan gaya kekentalan (viskositas) diberikan rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut.

f l v 2

(28)

2 g d

dimana :

f = koefisien gesekan

l = panjang pipa (m)

v = kecepatan aliran (m/detik)

d = diameter pipa (m)

g = gaya grafitasi (m/detik)

Koefisien gesekan sangat bergantung pada viskositas cairan. Hal ini ditunjukan f sebagai fungsi bilangan reynold (Nre). Rumus Darcy-Weisbach berlaku untuk aliran laminer maupun turbulen.

2. Bentuk Saluran

Saluran untuk drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran air lainnya pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat memperoleh dimensi tampang yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti tidak ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang terlalu kecil tingkat kerugian akan besar. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk tampang saluran drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah sebagai berikut :

(29)

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah, Tapi dimungkinkah juga bentuk dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah trapesium :

A = (B + zh)h ... (10)

Keliling basah trapesium :

P = B + 2h 1 + z2 ...(11)

Jari-jari hidrolis trapesium

R =___(B+zh)h

B+2h 1+z2 ...(12)

b. Bentuk persegi panjang

Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak membutuhkan ruang, Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan atau beton. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

(30)

A = Bh ...(13)

Keliling basah persegi panjang

P = B + 2h ...(14)

Jari-jari hidrolis persegi panjang

R =___Bh

B+2h ...(15)

c. Bentuk lingkaran

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah lingkaran

A = 1/2(θ − sinθ)d02 ...(16)

Keliling basah lingkaran

(31)

Sinθ

R = 1/4(1 −__θ )do ...(18)

d. Bentuk parabola

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan atau beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan/limbah. Bentuk saluran demikian berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah parabola

A = 1/2Th...(19)

Keliling basah parabola

P = T + 8h2

3T ...(20)

Jari-jari hidrolis parabola

R =___2T2h

3T2+8h2 ...(21)

e. Bentuk segitiga

(32)

Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini juga berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Luas penampang basah segitiga

Keliling basah segitiga

P = zh 1 + z2 ...(23)

Jari-jari hidrolis segitiga

R =___zh

2 1+z2 ...(24)

3.Klasifikasi aliran

Aliran permukaan bebas dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tipe tergantung kriteria yang digunakan. Berdasarkan perubahan kedalaman dan/atau kecepatan mengikuti fungsi waktu, maka aliran dibedakan menjadi aliran permanen (steady) dan tidak permanen (unsteady) sedangkan berdasarkan sifat¬sifat aliran dibedakan menjadi aliran laminer dan turbulen. a. Aliran permanen dan tidak permanen

(33)

tertentu dimungkinkan mentransformasikan aliran tidak permanen menjadi aliran permanen dengan mengacu pada koordinat referensi yang bergerak. Penyederhanaan ini menawarkan beberapa keuntungan, seperti kemudahan visualisasi, kemudahan penulisan persamaan yang terkait dan sebagainya. Penyederhanaan ini hanya mungkin jika bentuk gelombang tidak berubah dalam perambatanya. Misalnya, bentuk gelombang kejut (surge) tidak berubah ketika merambat pada saluran halus dan konsekuensinya perambatan gelombang kejut yang tidak permanen dapat dikonversi menjadi aliran permanen dengan koordinat referensi yang bergerak dengan kecepatan absolut gelombang kejut.

b. Aliran laminer dan turbulen

(34)

yang menentukan keadaan aliran adalah pengaruh relatif antara gaya kekentalan (viskositas) dan gaya inersia. Jika gaya viskositas yang dominan maka alirannya laminer, sedangkan jika gaya inersia yang dominan maka alirannya turbulen.

c. Aliran sub-kritis, kritis dan super-kritis

Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan gelombang grafitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang grafitasi dapat dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil dari kecepatan kritis maka aliran disebut sub-kritis, dan jika kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan kritis maka aliran disebut super-kritis. Parameter yang menetukan ketiga jenis aliran adalah perbandingan gaya-gaya inersia dan grafitasi yag dikenal sebagai bilangan Fronde :

V

F = ... ( 25 ) gl

l = h untuk saluran terbuka l = D untuk saluran tertutup Aliran dikatakan kritis jika : F = 1,0 disebut aliran kritis

(35)

2.9.4. Syarat Sistem Pengaliran

1. Syarat Kecepatan

Kecepatan dalam saluran biasanya sangat bervariasi dari satu titik ke titik lainnya. Hal ini disebabkan adanya tegangan geser di dasar saluran, dinding saluran dan keberadaan permukaan bebas. Kecepatan aliran mempunyai tiga komponen arah menurut koordinat kartesius. Namun komponen arah vertikal dan lateral biasanya kecil dan dapat diabaikan. Sehingga, hanya kecepatan aliran yang searah dengan arah aliran yang diperhitungkan. Komponen kecepatan ini bervariasi terhadap kedalaman dari permukaan air. Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman aquatic dan lumut. Pada umumnya, kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/detik dapat digunakan dengan amam apabila prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0,75 m/detik bisa mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat memperkecil daya angkut saluran.

(36)

kontruksi saluran tetap aman. Persamaan Manning sebagai berikut.

V = 1 . n R2 3 . S1 2 ...(26)

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/detik)

n = Koefisien kekasaran manning

R = Jari-jari hidrolik

S = Kemiringan memanjang saluran

Harga n Manning tergantung pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Koefisien kekasaran Manning terlampir

Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material

Jenis Bahan Kecepatan Aliran Air Diizinkan (m/detik)

Pasir Halus 0,45

Lempung kepasiran 0,50

Lanau Aluvial 0,60

Kerikil Halus 0,75

Lempung Kokoh 0,75

Lempung Padat 1,10

(37)

Batu-batu besar 1,50

Pasangan Batu 1,50

Beton 1,50

Beton Bertulang 1,50

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997. 2. Syarat Tekanan

Distribusi tekanan dalam penampang saluran tergantung pada kondisi aliran. Seperti kondisi aliran berikut.

a.Aliran statis

Aliran statis mempunyai komponen horizontal dan vertikal resultan gaya yang bekerja pada kolom air adalah nol karena air dalam kondisi stasioner.

Gaya tekan yang bekerja pada dasar kolom air dengan arah vertikal = pL�. Berat air dalam kolom air bekerja vertikal ke bawah, karena resultan gaya vertikal sama dengan nol maka dapat ditulis :

p. LA = p. g. h. LA ...(27)

atau

p = p.g.h

dengan kata lain intensitas tekanan berbanding langsung dengan kedalaman air dari permukaan. Hubungan antara intensitas tekanan dan kedalaman adalah linier (garis lurus) apabila rapat massa air (p) adalah konstan.

(38)

Asumsi tidak ada percepatan ke arah aliran dan kecepatan aliran sejajar dengan dasar saluran dan seragam keseluruh penampang saluran, sehingga garis aliran sejajar dasar saluran. Karena tidak ada percepatan ke arah aliran, maka resultan komponen gaya ke arah ini adalah nol. Resultan komponen gaya vertikal juga sama dengan nol, sehingga :

p.g. h.LA = p.LA...(28)

atau

p = p. g. h = y. h

dimana y adalah berat spesifik air. Perlu diicatat bahwa distribusi tekanan adalah sama jika air dalam kondisi stasioner dan hal ini disebut distribusi tekanan hidrostatis.

c. Aliran permanen tidak seragam

Aliran ini terjadi misalnya pada tikungan dan terjunan, maka garis aliran tidak sejajar dasar saluran. Distribusi tekanan tidak hidrosatatis karena ada percepatan dan perlambatan. Jika jari-jari kelengkungan (curvature) garis

aliran = r dan kecepatan aliran V, maka percepatan sentrifugal (��) adalah :

�� = V2

(29)

r

(39)

V2 Fc = ρ. hs . ~A.

r

tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air akibat percepatan sentrifugal adalah :

1 V 2

ha = g hs r ...(31)

tekanan akibat gaya sentrifugal bekerja searah dengan gaya berat air untuk lengkung konvek dan arahnya berlawanan untuk lengkung konkaf, sehingga total tinggi tekan yang bekerja pada dasar kolom air adalah :

h = hs 1 ± 1V 2 r ) ...(32) serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung bahan saluran yang

digunakan.

Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan).

(40)

Kemiringan dasar saluran yang ideal dapat diperoleh berdasarkan rumus Manning (V = 1 . n R2 3 . S1 2 ) pada syarat kecepatan.

4. Syarat freeboard (jagaan)

Freeboard atau jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak

tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan air, misalnya berupa gerakan-gerakan angin serta pasang surut. Jagaan tersebut direncanakan antara kurang dari 5 % sampai dengan 30 % lebih dari dalamnya aliran.

2.9.5. Tata Letak Jalur Saluran

Beberapa contoh model tata letak jalur saluran yang dapat diterapkan dalam perencanaan drainase sebagai berikut.

1. Pola Alamiah

(41)

Gambar 2.1. Pola alamiah Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2. Pola Siku

Conveyor drain terletak di bagian terendah (lembah). Sedangkan

collector

drain dibuat tegak lurus conveyor drain.

Gambar 2.2. Pola Siku Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

3. Pola Pararel

Collector drain menampung debit air yang lebih kecil. Collector drain

dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian debit air yang lebih kecil masuk ke

(42)

Gambar 2.3. Pola Pararel Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

4. Pola Grid Iron

Beberapa interceptor drain dibuat sejajar satu sama lain, kemudian ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk ke dalam conveyor drain.

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

5. Pola Radial

(43)

Gambar 2.5. Pola Radial Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran di suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector drain dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor drain.

Gambar 2.6. Pola Jaring-jaring Sumber : Drainase Perkotaan, 1997.

2.9.6. Spesifikasi Teknis Bangunan Drainase

(44)

Pada dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan dengan keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan spesifikasi yang telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk menunjang fungsi bangunan dan umur bangunan. Apabila menyimpng dari spesifikasi yang ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan bertahan lama karena pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi pelaksanaan pekerjaan meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang digunakan, dan jenis pekerjaan yang dilakukan.

1. Macam Material

Macam pipa drainase yang umum digunakan antara lain (Dedi Kusnadi Kaslim dkk, 2006) :

a. Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa.

(45)

c. Pipa plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl chloride (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Sedangkan untuk saluran drainase terbuka material yang digunakan untuk lapisan dasar dan dinding saluran drainase tahan erosi bisa dibuat dari beton, pasangan batu kali, pasangan bata merah, kayu, besi cor, baja, plastik dll. Pilihan material tergantung pada tersedianya serta harga bahan dan cara konstruksi saluran. Penampang melintang saluran drainase perkotaan, pada umumnya dipakai bentuk segi empat, karena dipandang lebih efisien di dalam pembebasan tanahnya jika dibandingkan bentuk trapesium.

Uraian pekerjaan dalam pembuatan drainase meliputi pembangunan saluran drainase untuk air buangan dan gorong-gorong. Bahan-bahan yang harus dipersiapkan dan dipergunakan pada pekerjaan adalah sebagai berikut:

a. Semen

Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan SNI.

(46)

- Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur tidak boleh melebihi 5%.

- Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3 mm.

c. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah)

- Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu.

Yang mengandung butirbutir pipih tidak melampaui 20% dari berat -Agregat seluruhnya, dapat digunakan

- Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1%.

Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja. -Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.

- Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.

(47)

d. Batu kali

- Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan harus pecah.

- Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.

e. Kapur

Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi berbentuk serbuk dengan mutu tinggi.

f. Air

Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.

2. Pekerjaan

Pekerjaan ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh pembangunan sistem penyaluran air buangan.

a. Pekerjaan Tanah

(1). Galian Tanah

(48)

- Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah ditentukan.

- Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.

- Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotoran-kotoran seperti sampah dan sisa bangunan lainnya.

- Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan dan konstruksi lainya.

- Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut dalam keadaan kering.

(2). Timbunan Tanah.

- Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.

(49)

(dimana B = lebar timbunan) dari ukuran-ukuran yang sebenarnya sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.

- Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.

(3). Pemadatan Tanah

- Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatannya dilakukan lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.

- Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari besi/ kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm – 40 cm.

b. Pekerjaan Pasangan Batu

- Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak adanya rongga-rongga.

- Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25

Hair dan bagian dasar adalah 0.4 - 0.5 Hair

- Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 –

15 cm dan tebalnya minimal 10 cm.

- Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc : 4ps. Sedangkan untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc : 3ps.

(50)

masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.

- Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8 - 10 cm untuk bangunan kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.

- Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan saluran dengan tebal maksimum 2 cm.

c. Pekerjaan Plesteran

- Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat kasar dan bersih.

- Plesteran dibuat setebal 1,5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc : 3 ps.

d. Pekerjaan Beton

Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 Mutu:

(1). Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas

(2). Beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(3). Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125 dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 krikil.

(51)

(5). Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus selalu dibasahi terus menerus.

e. Pekerjaan Bekisting/Cetakan

Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.

2.9.7. Operasi dan Pemeliharaan Drainase Berkelanjutan 1. Operasi Sistem Drainase

Kegiatan Operasi dalam rangka memanfaatkan prasarana drainase secara optimal. Kegiatan operasi diantaranya pengaturan bangunan drainase saluran drainase primer, sekunder, tersier, gorong-gorong, lubang kontrol dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air buangan dari wilayah pemukiman, dan mengalirkan air buangan ke saluran pembuang hingga badan air penerima.

2. Pemeliharaan Sistem Drainase

Kegiatan pemeliharaan yaitu usaha-usaha untuk menjaga agar prasarana drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, selama jagka waktu pelayanan yang direncanakan. Ruang lingkup pemeliharaan sistem drainase meliputi:

(52)

Kegiatan ini merupakan usaha pengamanan atau menjaga kondisi dan/atau fungsi dari hal-hal yang dapat mengakibatkan rusaknya jaringan. Kegiatan ini meliputi, antara lain:

- Inspeksi rutin.

- Melarang membuang sampah di saluran/kolam.

- Melarang merusak bangunan drainase.

b. Kegiatan perawatan

Gambar

Tabel 2.1. Standar Desain Saluran Drainase
Tabel 2.2. Kecepatan Aliran Air Diizinkan Berdasarkan Jenis Material
Gambar 2.3. Pola Pararel
Gambar 2.6. Pola Jaring-jaringSumber : Drainase Perkotaan, 1997.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi pemerintah Kabupaten dalam melakukan tindakan penertiban terhadap

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Mirip seperti osilasi pada simulasi tekanan darah sebelumnya, osilasi naik perlahan secara linier dari titik mulai sampai titik puncak (saat MAP), lalu turun perlahan secara

Untuk dapat menemukan ciri yang khas dari sinyal EEG maka diperlukan metode pengolahan yang tepat, dalam penelitian ini ciri diperoleh dari hasil ekstraksi

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat

Tekanan anggaran waktu telah memotivasi auditor untuk melakukan perilaku disfungsional, maka hal ini menjadi ancaman serius terhadap kualitas audit dan kepercayaan pada

Baumgarten menekankan pula bahwa pengetahuan sensual adalah hal yang penting bagi hal-hal yang sifatnya rasional, yakni dikembangkan dari yang lainnya dan diperlukan untuk