• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TENTANG PELANGGARAN HAK ASASI MAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN TENTANG PELANGGARAN HAK ASASI MAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TENTANG PELANGGARAN

HAK ASASI MANUSIA (HAM) BERAT DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Rombel 077

Oleh:

1. Asfia Nur Laeli (2201415075) 2. Erwin Roosilawati (4201416006)

3. Barokah (4101415128)

4. Irvana Lu’luatul Kholisoh (4101415116) 5. Ahmad Rozikin (5202416057) 6. Pandam Bayu Seto Aji (8111416159) 7. Ahmad Defri Arfianto (8111416358)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

(2)

2 KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dn puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Demokrasi.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah Demokrasi ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Semarang, 3 April 2017

(3)

3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... 1

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 Latar Belakang... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

BAB II PEMBAHASAN ... 5

2.1 Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ... 5

2.2 Contoh Kasus Pelanggaran HAM Berat di Indonesia ... 6

2.2.1 Kasus 1 Paedofil Asal Wonogiri Dihukum Mati...7

2.2.2 Kasus 2 Polri Telusuri Komunikasi Sultan... ... 10

2.2.3 Kasus 3 Narkoba Dikendalikan Oknum Napi ... ... 13

BAB III PENUTUP ... 19

3.1 Kesimpulan ... 19

(4)

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan masyarakat yang syarat dengan berbagai kepentingan sering terjadi adanya pelanggaran HAM, tindakan menyimpang ini masih sering terjadi pada tiap bangsa/negara. Tidak ada bangsa/negara yang sepi dari kejahatan karena hal ini merupakan fenomena kehidupan manusia. Hal ini sering merupakan ancaman yang

selalu meresahkan masyarakat dan dianggap mengganggu keseimbangan sosial. Eksistensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan keadilan merupakan dasar dalam

membangun komunitas bangsa yang memiliki kohesi sosial yang kuat. Meskipun banyak ragam, ras, etnis, agama, dan keyakinan politik, kita akan dapat hidup harmonis dalam suatu komunitas bangsa/negara, jika ada sikap penghargaan terhadap nilai-nilai HAM dan keadilan.

Eksistensi HAM berbanding lurus dengan keberadaan bangsa, sesuai dengan jangkauan pemikiran dan perkembangan lingkungannya. Untuk itu, setiap kejahatan HAM harus diadili karena kejahatan HAM telah,sedang, dan akan selalu menjadi kendala dalam perjalanan peradaban bangsa. Pelanggaran HAM dapat juga dilakukan oleh satuan nonpemerintah, misalnya pembunuhan penduduk sipil oleh para pemberontak, serangan bersenjata oleh satu pihak kepada pihak lain dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam penulisan makalah ini kami merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini?

1.3 Tujuan

(5)

5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pelanggaran HAM

Berdasarkan sifatnya, pelanggaran dapat dibedakan menjadi 2 yakni :

a. Pelanggaran HAM berat, yakni pelanggaran HAM yang bersifat berbahaya, dan

mengancam nyawa manusia, seperti halnya pembunuhan, penganiayaan, perampokan, perbudakan, penyanderaan dan lain sebagainya.

b. Pelanggaran HAM ringan, yakni pelanggaran HAM yang tidak mengancam jiwa

manusia, namun berbahaya apabila tidak segera diatasi/ditanggulangi. Misal, seperti

kelalaian dalam memberikan pelayanan kesehatan, pencemaran lingkungan secara disengaja oleh masyarakat dan sebagainya.

Pelanggaran HAM berat, menurut Undang-Undang RI nomor 26 tahun 2000 tentang

Pengadilan HAM, dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni :

Kejahatan Genosida. Merupakan setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud

menghancurkan atau memusnahkan seluruh maupun sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, maupun agama dengan cara :

a.Membunuh setiap anggota kelompok.

b.Mengakibatkan terjadinya penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota kelompok.

c.Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang bisa mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya.

d.Memindahkan paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke dalam kelompok yang lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan. Merupakan suatu tindakan/perbuatan yang

dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, yang berupa :

(6)

6 d. Pengusiran atau pemindahan penduduk yang dilakukan secara paksa.

e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain dengan sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional.

f. Penyiksaan.

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau segala bentuk kekerasan seksual lainnya yang setara.

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu maupun perkumpulan yang didasari dengan persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,

agama, jenis kelamin atau alasan lainnya yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.

i. Penghilangan orang secara paksa.

Kejahatan apartheid, yakni sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh suatu

(7)

7

2.2Contoh Pelanggaran HAM di Indonesia

2.2.1 Kasus 1 Paedofil Asal Wonogiri Dihukum Mati

A. Kronologi Kasus dan Fakta Hukum

Kekerasan terus dialami Arief Muer Dika (9 tahun) sebelum akhirnya dibunuh di rumah kakek terdakwa di Dusun Sanan Soko Rt 02/10 Desa Bulurejo Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri. Bermula pada hari Rabu tanggal 30 September 2105 sekitar pukul 08.30 wib terdakwa mencuci baju di sungai sekitar pukul 10.30 wib selesai mencuci baju mau pulang bertemu dengan Arief Muer Dika yang berumur 9

tahun masih menggunakan seragam sekolah, ditengah perjalanan pulang sedangkan 2 temannya Arief Muer Dika berada di bawah (sungai). Ditengah jalan terdakwa kembali ke sumur menuju Arief Muer Dika dan mengajak “le ayo dolan neng ngomahku” Arief Muer Dika menjawab “wegah mas aku arep ganti klambi dhisik” (tidak mau mas aku mau ganti baju dulu) selanjutnya terdakwa mengancam “kamu meneng ora, yen ora kamu mati” (kamu diam atau tidak kalau tidak kamu mati) sambil menarik tangan Arief Muer Dika karena tedakwa berniat mau mensodomi Arief Muer Dika dan jika tidak mau akan dibunuh setelah itu baru disodomi.

Setelah sampai di rumah kakek terdakwa, terdakwa mengajak ke kamar mandi dan meminta uang kepada Arief Muer Dika “aku jaluk duitmu rong ewu wae” (aku minta uangmu dua ribu) dan dijawab “ora duwe mas” (aku tidak punya uang mas) selanjutnya terdakwa bilang “kowe pilih ngekeki duit rong ewu opo tak jegurke neng bak mandi” (kamu pilih kasih uang dua ribu atau saya jatuhin ke bak mandi) selanjutnya Arief Muer Dika menjawab “aku ora duwe duit tenan mas” (aku tidak mempunyai uang mas” padahal terdakwa mengetahui kalau Arief Muer Dika tidak mempunyai uang karena terdakwa sudah mempunyai niat membunuh Arief Muer Dika agar bisa di zodomi selanjutnya terdakwa menjatuhkan Arief Muer Dika ke bak mandi besar yang airnya penuh (tandon air yang airnya penuh) sampai tenggelam selama beberapa menit selanjutnya terdakwa angkat kemudian di masukan ke bak tersebut lagi kemudian diangkat dan dibawa ke kamar terdakwa

(8)

8 ± 5 menit, dan untuk memastikan Arief Muer Dika sudah mati terdakwa mencekik dengan kedua tangan sampai mengeluarka darah di hidung, kemudian terdakwa memukul dada sebelah kiri sebanyak satu kali dengan menggunakan kayu.

Setelah Arief Muer Dika meninggal dunia terdakwa memasukkan jari telunjuk tangan kanan ke dubur mayat Arief Muer Dika dengan tujuan untuk merangsang seksualitas, setelah alat kelaminnya tegang selanjutnya terdakwa memasukkan kayu ke dubur mayat Arief Muer Dika dengan tujuan agar duburnya lebar, selanjutnya terdakwa memasukkan alat kelaminnya ke dubur mayat Arief Muer Dika sampai

klimaks. Selanjutnya mayat Arief Muer Dika dimasukkan ke dalam karung plastik dan juga terdakwa memasukkan kaos olahraga warna hijau kombinasi hitam

bertuliskan SD II Bulukerto dalam keadaan sobek menjadi dua bagian, celana dalam abu-abu dalam keadaan sobek untuk mengelabuhi, selanjutnya memasukkan tas dan pakaian Arief Muer Dika dalam karung yang berbeda.

Pada pukul 16.00 wib mayat di buang di jematan Soko, Bulurejo Kecamatan Bulukerto Kabupaten wonogiri, di perjalanan bertemu dengan saksi Marimin dan sempat bertanya “sing mbok gowo ki opo” (apa yang kmau bawa) dijawab terdakwa “mendo mati” (kambing mati). Berdasarkan visum rumah sakit umum daerah Dr. Moewardi dengan kesimpulan mekanisme kematian karena mati lemas yang disebabkan oleh tekanan pada leher sehingga korban tidak dapat bernafas selain itu ditemukan tanada kekerasan seksual yang ada di anus korban.

B. Permasalahan dalam Kasus

Pada kasus ini, terdakwa diduga mengidap penyakit mental yaitu paedofil dan melakukan sodomi kepada korban setelah korban tewas. Akibat dari perbuatannya, terdakwa merampas hak hidup, hak untuk terlindungi dari kekerasan dan kejahatan seksual. Perbuatan terdakwa oleh pengadilan negeri wonogiri di vonis hukuman mati kemudian terdakwa banding ke pengadilan tinggi semarang.

C. Analisis dan Pembahasan

1. Pelanggaran HAM dan Hak-hak yang Dilanggar

(9)

9 28 tahun. Perbuatan yang dilakukan Riki Fajar tergolong jenis Paedofil eklusif yang mana korbannya adalah Arief Muer Dika yang masih berumur 9 tahun dan juga Riki Fajar Santoso melakuakn sodomi terhadap korban. Sebelumnya, Riki Fajar Santoso juga melakukan perbuatan cabul atau melecehkan sembilan (9) anak-anak untuk mendapatkan gairah untuk alat kelaminnya agar ber-ereksi. Perbuatan Riki Fajar Santoso terahadap Arief Muer Dika merupakan pelanggaran HAM yang diatur dalam Pasal 65 UU No. 35 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Perbuatan Riki Fajar Santoso bertentangan dengan Pasal 76D UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan

persetubuhan dengannya atau dengan orang lain” dan juga melanggar hak anak yang diatur menurut Pasal 15 poin f UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “setiap anak berhak untuk

memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual”. Hak anak dalam konstitusi juga

diatur yaitu Pasal 28B ayat (2) bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hisup,

tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

a. Menghilangkan Nyawa

Sebelum melakukan kejahatan seksual terhadap Arief Muer Dika, Riki Fajar Santoso terlebih dahulu menghilangkan nyawa Arief Muer Dika. Perbuatan tersebut melanggar Hak untuk Hidup Arief Muer Dika dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang HAM. Hak untuk hidup merupakan hak mutlak setiap orang dan termasuk dalam kategori non-derogable right yaitu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan telah dijamin dalam Pasal 28A sampai Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Hak untuk hidup ini meliputi hak untuk hidup, hak untuk mempertahankan hidup dan meningkatan taraf hidupnya, termasuk hak atas hidup yang tentram, aman, damai bahagia, sejahtera lahir dan batin serta hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Hak untuk hidup telah tertuang dalam UUD tahun 1945 terutama Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D, ayat (2), Pasal 28H.

(10)

10 2.2.2 Kasus 2 Polri Telusuri Komunikasi Sultan

A. Gambaran Umum

Pada hari Kamis Tanggal 20 Oktober 2016 sekira jam 07.20 Wib, di Pos Lalulintas Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Tangerang telah terjadi penyerangan dan penusukan kepada Kapolsek Tangerang KOMPOL. EFENDI, IPTU. BAMBANG HARIYADI Danki Sat Sabhara, BRIPKA. SUKARDI anggota Gatur Sat Lalulintas Restro Tangerang Kota, yang dilakukan oleh Sdr. Sultan Azianzah, Jakarta 16 November 1994, islam, alamat Lebak Wangi Rt. 04/03 Sepatan Kab. Tangerang. Hal

ini bermula ketika anggota lalulintas Aiptu. Agus Septiono, Bripka Sukardi, Iptu. Bambang H, dan Iptu. Heru W A berada di dalam Pos lalulintas, tiba-tiba datang

pelaku (Sultan Azianzah anggota ISIS) kemudian pelaku dengan membawa sangkur langsung menikam/menusuk Dada Kiri dan punggung belakang Iptu Bambang Hariyadi, kemudian pelaku menyerang seacra membabi buta ke anggota lainnya dan mengenai lengan kanan dan punggung (luka sobek) Bripka Sukardi.

Ipda. Suradi Kanit Patroli Polsek Tangerang yang melihat kejadian tersebut memperingati pelaku dengan 3 kali tembakan ke arah atas, tetap tidak mengindahkan, kemudian pelaku sempat melemparkan BOM ke dalam Pos Lalulintas sebanyak 1 buah BOM dan Kearah Iptu. Suradi 1 buah BOM, BOM sempat berasap namun tidak meledak. Kemudian pelaku menempelkan stiker ISIS di Pos Lantas. Sekitar 5 menit penyerangan, datang Kapolsek Tangerang Kompol Efendi yang pada saat sedang melakukan pengamanan Unras menghampiri Ipda. Suradi dan menanyakan apa yang terjadi, Ipda. Suradi sudah memperingati apa yang terjadi Kapolsek untuk berhati-hati, namun Kompol Efendi memperingati pelaku dengan 2 kali tembakan peringatan ke atas, namun pelaku tidak mengindahkan dan tetap menyerang Kompol Efendi. Kemudian Kompol efendi menembak mata kaki sebelah kanan dan pergelangan tangan kanan pelaku, namun pelaku tetap menikam/menusuk dada Kompol Efendi. Brigadir. Samsul Arifin anggota Dikyasa Sat lantas, Aiptu. Agus Setiono anggota Gatur sempat mau melempar pelaku dengan Bangku apabila mengahampirinya.

(11)

11 Kemudian pelaku segera di Borgol dan dibawa ke Rumah Sakit Umum kabupaten Tangerang dengan menggunakan Mobil Dinas Dikyasa Sat Lantas Restro Tangerang Kota, kemudian dirujuk ke RS. Soekanto Keramatjati Jakarta Timur. Namun, Sultan Aziansyah tewas dalam perjalanan saat hendak dibawa ke Rumah Sakit Polri Said Sukanto. Dari hasil penyidikan sementara, Sultan diketahui merupakan jaringan Jamah Anshor Abduurrahman yang berafiliasi dengan sel teroris Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Anshorullah, pimpinan mendiang Ustadz Fauzan Al-Anshori. Adapun barang bukti yang diamankan sebagi berikut :

1. Buah sajam jenis pisau 2. Buah Sajam jenis Badik

3. Buah Sarung sajam Badik

4. Buah Benda yang diduga Bom Pipa, yang terletak didalam Pos Lantas, Pinggir Jalan dan Pinggir kali.

5. Tas warna hitam 6. Buah Sorban Putih

7. Buah Setiker yang menempel di Pos Lantas

8. KR R2 Honda Beat Warna Biru Putih No.pol B 6873 CUF

B. Permasalahan Dalam Kasus

Sultan Azianzah yang diduga anggota Isis dan terlibat jaringan Jamaah Anshor Abduurrahman yang berafiliasi dengan sel teroris Pondok Pesantren Tahfidz Al- Qur’an Anshorullah, pimpinan mendiang Ustadz Fauzan Al-Anshori. Sultan yang secara tiba-tiba menyerang anggota polisi di Pos Lalulintas Tangerang dengan menusuk menggunakan senjata tajam. Sultan Azianzah juga melemparkan BOM yang sempat berasap tapi tidak meledak kepada Korban. Terhadap perbuatan pelaku melanggar HAM dan merupakan tindak pidana berdasarkan Konvensi Internasional mengenai Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris yang diadaptasi menjadi UU No.5 Tahun 2006.

(12)

12

C. Analisis dan Pembahasan 1. Teroris dan HAM

James Adam mendefinisikan bahwa terorisme adalah penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu atau kelompok tertentu untuk tujuan-tujuan politik atau untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada, dimana tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan, atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar daripada korban-korban langsungnya.

Terorisme merupakan pelanggaran HAM. Padahal HAM adalah suatu hal yang mengikat secara universal, bersifat absolut, pada diri manusia, melekat dalam diri

masing-masing individu sebagai suatu nilai yag tidak bisa dikurangi, menjadi jaminan legal unuk melindungi individu dan kelompok dari tindakan-tindakan yang bisa mengancam hak dasar tersebut. Secara formal, terorisme belum masuk ke dalam kejahatan berat manusia, tetapi secara materiil memenuhi unsur-unsur kejahatan berat HAM. Karena termasuk kejahatan umat manusia. MK memberi istilah terhadap aksi terorisme sebagai kejahatan yang biasa yang sangat kejam. Terorisme tidak sama denagn kejahatan genosida, kejahatan terhadap manusia, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Mk sendiir mengakui bahwa putusan itu diambil karena belum ada landasan yuridis bahwa kejahatan terorisme juga tersangkut paut dengan kejahatan luar biasa.

Berdasarkan uraian diatas perbuatan Sultan Azianzah melanggar HAM. Sultan Azianzah yang di duga merupakan anggota jaringan teroris dari Kelompok Jamaah Anshar Daulah dan Jamaah Ansharut Khilafah pimpinan Aman Abdurrahaman. Aman Abdurrahman yang merupakan ketua pendukung ISIS di tanah air. JAKDN (Jaringan Anshar Daulah Khilafah Nusantara) terbentuk sekitar Maret 2015. Isinya adalah mereka yang mendukung ISIS dan merupakan pemasok milisi ISIS Nusantara untuuk berangkat ke Suriah. Hal ini terbukti bahwa setelah melukai korban di pos lalu lintas, Sultan Azianzah menempel stiker ISIS. Sultan juga pernah membesuk Aman

ketika mendekam di lembaga pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada 2015.

(13)

13 dengan senjata tajam melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri

pr iba di, kelua r ga , kehor ma ta n, ma r ta ba t, da n ha r ta benda ya ng di ba wa h

kekua sa a nnya , ser ta ber ha k a ta s r a sa a ma n da n per lindunga n da r i a nca ma n

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. Lebih khusus lagi perbuatan tersebut melanggar HAM yang diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2009 tentang HAM.

2.2.3 Kasus 3 Narkoba Dikendalikan Oknum Napi

A. Gambaran Umum

Pada hari senin, 17 Juli 2016, Satnarkoba Klaten menangkap pesta ganja di di sebuah rumah, di Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Klaten. Hal ini bermula dari informasi warga setempat yang mengeluh bahwa dilokasi rumah Mandungan Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Klaten sering digunakan pesta narkoba. Polisi yang mendapat laporan kemudian melakukan penyelidikan dan pemantauan ke lokasi. Dari hasil tersebut, Polisi berhasil menangkap 4 pemuda yakni Suyaka alias Yoko (33), Narimo alias Mogol (25), Ardeng Freda Aragea (24), dan Arga Irawan (22). Polisi menemukan ganja kering hisap yang belum dipakai seberat 90,77 gram. Selain itu satu paket ganja kering yang belum dipakai seberat 182,5 gram. Ttotal 273, 27 gram ganja kering. Atas perbuatan empat tersangka tersebut dapat dijerat denga pasal pasal 111 ayat (1) , pasal 132 ayat (1), dan 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI nomor 35/2009, tentang Narkotika.

Kasus tersebut dikembangkan dan didapatkan pengedar narkoba dari pesta ganja yang ada di Klaten. Pada tanggal 21 Juli Satnarkoba menangkap Suparyadi (29) di Jalan Cokro-Tulung Desa Tegalrejo Kecamatan Polanharjo. Dari tangan tersangka Yang merupakan warga Desa Jurug Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali tersebut, disita barang bukti berupa ganja kering total 930 gram. Hasil pemeriksaan

ini, mereka dikendalikan oleh napi Lapas Sragen yang berinisial G. Napi G ini masih menjalani hukuman di Lapas Sragen. Tersangka Suparyadi dapat dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 35/2009 tentang Narkotika.

(14)

14 Suparyadi (35) warga desa Puluhan Kecamatan Trucuk dengan barang bukti 2,25 gram ganja kering. Menariknya, kasus pesta ganja di Bayat, pengedar warga Boyolali, dan kasus Pedan dikendalikan oleh orang yg sama yaitu G, napi lapas Sragen.

Selain pengungkapan 3 kasus, Satnarkoba menerima pelimpahan kasus narkoba yang melibatkan warga binaan Lapas Klaten. Kronologi kejadian bermula saat seorang pengunjung, Tri Agus Purwoko (23) warga Desa Daleman Kecamatan Tulung hendak mengunjungi Lapas Klaten untuk warga binaan SMO (39). Petugas merasa curiga dengan barang bawaan yang dibawa Tri Agus. Dari pemeriksaan petugas,

ditemukan beberapa bungkusan rokok berisi 1,512 gram ganja kering, 1,08 gram sabu, serta sejumlah pil (40 butir Riklona, 40 butir Algananx, 5 butir ekstasi). Selanjutnya

dilakukan penggeledahan di rumah tersangka Desa Daleman Kecamatn Tulung dan ditemukan 50 butir Riklona serta 340 butir Alganax. Setelah dilakukan pendalaman, hal ini disuruh oleh SMO penghuni Lapas Klaten. SMO sedang menjalani hukuman karena tersandung kasus pencurian dengan kekerasan.

B. Permasalahan Dalam Kasus

Peredaran narkoba di Lapas semakin mengkhawatirkan. Dalam kasus ini, seseorang yang berada di dalam Lapas masih bisa mengendalikan Peredaran Narkoba. G yang masih berada dalam Lapas Sragen mengendalikan peredaran narkoba terhadap 3 kasus yang masing-masing di Bayat, Boyolali dan Pedan. Sedangkan Tri Agus yang masih berada di dalam Lapas Klaten juga mengendalikan perdaran narkoba bagi SMO. Presiden Joko Widodo menerapkan pidana mati terhadap Pengedar Narkoba, dimana pidana mati selama ini bertentangan dengan HAM. Terhadap 4 pelaku yang melakukan pesta ganja di Bayat dikenakan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

C. Analisis dan Pembahasan

1. Penegakan Pidana Mati terhadap Pengedar Narkoba

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

(15)

15 peredaran narkotika dan prekursor narkotika tersebut dianggap sebagai peredaran gelap.

Dalam rangka menimbulkan efek jera terhadap pelaku peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, UU Narkotika mengatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah narkotika. Bagi pengedar narkotika, setidak tidaknya terdapat 6 Pasal dalam

UU Narkotika yang diancam dengan hukuman mati. Dalam hal kasus peredaran gelap narkoba di Lapas dan Rutan, ketentuan pidana dalam UU Narkotika ini berlaku

baik bagi narapidana maupun petugas Lapas dan Rutan yang terbukti terlibat.

Berdasarkan uraian di atas G yang sebagai pengedar yang mengedarkan narkoba kepada Suparyadi dan Agus Suparyadi melanggar Pasal 132 ayat (1) Pasal 114 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam

jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)

kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman

beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur

hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditambah 1/3 (sepertiga)”. Dalam hal ini, G memiliki ganja yang termasuk dalam Golongan I Narkoba yang totalnya 1,203 kg yang diedarkan kepada Suparyadi dan Agus sehingga hakim dapat menjatuhkan pidana mati terhadap G.

Selain dari peraturan-peraturan tersebut, alasan dikenakannya pidana mati pada pengedar narkoba bahwa narkoba yang mereka edarkan memakan korban tidak pandang bulu, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan kakek-nenek. Karena narkoba telah memakan korban yang jumlahnya besar, maka kejahatan ini bukanlah

kejahat biasa, melainkan termasuk dalam kejahatan Extra Ordinary Crime. Extra

Odinary Cime merupakan kejahatan luar biasa, yang mana merupakan pelanggaran

HAM berat. Extra Ordinary Crimes adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan hak asasi umat manusia lain, telah disepakati secara internasional sebagai pelanggaran HAM berat yang berada dalam yuridiksi

(16)

seberat-16 beratnya termasuk hukuman mati bagi pelaku kejahatan tersebut. Pertimbangan lain nya adalah seandainya pidana mati tidak diterapkan, dikhawatirkan perkembangan jaringan sindikat pengedar narkotika tidak dapat dibatasi oleh karena peredaran gelap narkotika dapat merusak tatanan masyarakat, merusak generasi muda, sehingga adalah wajar apabila dijatuhi Pidana mati. Pidana mati sangat dibutuhkan dalam era pembangunan terhadap mereka yang menghambat proses pembangunan, mengedarkan narkotika dapat diartikan menghambat pembangunan oleh karena sifatnya merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan

manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. Pidana mati dijatuhkan oleh Keputusan Pengadilan.

2.2.4 Kasus 3 2 Pelajar SMA Perkosa ABG

A. Gambaran Umum

FM yang baru berusia 13 tahun dan duduk dibangku kelas IX SMP asal Kalijambe diperkosa dua pelajar SMA BP berinisial DI (18 tahun) dan RA (19 tahun). Hal ini bermula pada tanggal 30 oktober orangtua FM mencari anaknya yang dari pagi belum pulang kerumah temannya yang berinisial DI di Gemolong. Dari keterangan DI, mengatakan untuk mencoba mencari FM di rumah RA yang berada di Plupuh. Akhirnya orangtua FM mendatangi rumah RA dan menginterogasi, RA sempat mengaku bahwa mengajak main FM, akan tetapi RA sudah mengantar pulang FM di pertigaan. Orangtua FM meminta RA untuk mengantar ke pertigaan yang dimaksud

dan pergi kerumah FM di Kalijambe.

Orangtua dari FM melakukan pelacakan dan ternyata RA berbohong,

kenyataannya bahwa FM berada di rumah RA. Warga yang berada dirumah korban langsung menghajar pelaku. Pelaku DI dan RA kemudian dibawa Mapolsek Kalijambe untuk diselidiki lebih lanjut lagi. Terhadap perbuatan DI dan RA yang melakukan pemerkosaan kepada FM yang masih berumur 13 tahun dijerat Pasal 81 ayat (2) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

B. Permasalahan Dalam Kasus

(17)

17 Pemerkosaan yang dilakukan DI dan RA melanggar hak asasi anak yang dilindungi oleh negara.

C. Analisis Kasus

1. Pelanggaran HAM terhadap Korban Perkosaan Anak

Banyak kekerasan yang terjadi pada anak diantaranya adalah kekerasan fisik, seksual, psikis, penelantaran, dan perdagangan (trafiking). Kekerasan fisik seperti berupa tamparan, pemukulan berlebihan dan sebagainya yang biasanya dilakukan

oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kekerasan seksual bisa berupa pemerkosaan, pencabulan, sodomi terhadap anak.

Kekerasan terhadap anak tidak hanya dialami oleh laki-laki tetapi juga perempuan. Hidup bermasyarakat dengan peran gender perempuan membuat kaum perempuan rentan terhadap berbagai tindakan dan perlakuan kekerasan yang bisa berbentuk apa saja dan dimana saja. Sebagaimana yang tertuang dalam rekomendasi Konvensi Eliminasi dari Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) sebagai berikut : “kekerasan diarahkan terhadap perempuan karena ia adalah seorang perempuan atau dilakukan terhadap atau terjadi terhadap perempuan secara tidak

proporsional. Termasuk di dalamnya tindakan-tindakan tersebut, pemaksaan dan mendukung kebebasan”. Kekerasan terhadap perempuan menurut Konvensi Internasional adalah : “Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang

berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan

psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, perampasan

kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi”

Perkosaan merendahkan martabat perempuan dan melanggar HAM. Dalam Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dimaksud dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun disengaja atau kelalaian yang secara melawan

hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak dapat mendapatkan, atau dikhawatirkan, tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

(18)

18 dilakukan pelaku merupakan pelanggaran HAM berat berupa Kejahatn Terhadap Manusia. KUHP merumuskan perkosaan terhadap anak yang diatur dalam Pasal 287 sebagai berikut : “barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar

pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya di duga, bahwa umurnya belum lima

belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun”.

Perkosaan yang dilakukan DI dan RA terhadap FM melanggar hak asasi anak. Hak asasi anak yang merupakan hak asasi manusia dilindungi hak-haknya

sebagaimana yang didasarkan pada Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas

perlindungan hukum dari kekerasan dan diskriminasi”. Sebagai amanat konstitusi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur seluk-beluk HAM yaitu, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang dalam pasal-pasal nya ada ayang mengatur tentang Perlindungan terhadap hak-hak anak.

Perbuatan yang dilakukan DI dan RA dalam penegakan hukum dikenakan Pasal 287 KUHP karena korban yang mana FM masih berumur 13 tahun, pelaku diancam pidana penjara paling lama 9 tahun. Lebih khusus lagi perbutan perkosaan yang dilakukan terhadap FM yang masih berumur 13 tahun dikenakan Pasal 76D jo Pasal 81 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dimana dalam Pasal 76D bahwa “setiap orang

dilarang melakukan kekerasana atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan

(19)

19

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

1. Perbuatan Riki Fajar Santoso yang terbukti merupakan pelaku paedofil dengan mensodomi dan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Arief

Muer Dika (9 tahun) merupakan pelanggaran HAM karena melanggar hak anak untuk terlindungi dari kejahatan seksual dan hak untuk hidup. Anak adalah manusia, dan

karenanya menghormati hak asasi anak sama halnya dengan menghormati hak asasi manusia (HAM).

2. Perbuatan Sultan Azianzah yang melempar BOM ke dalam Pos lalulintas merupakan tindak pidana teroris berdasarkan pasal 2 Konvenan Internasional mengenai pemberantasan terorisme 1997 yang disahkan menjadi UU No. 5 Tahun 2006. Terorisme merupakan tindak pidana yang melanggar HAM karena secara materiil memenuhi unsur-unsur kejahatan berat HAM yang termasuk kejahatan umat manusia. Terorisme dan perbuatan Sultan Azianzah yang menikam anggota polisi melanggar hak asasi manusia yag diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 29 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

(20)

20 DAFTAR PUSTAKA

Suryanegara, Herawati, “Paedofil-Kekerasan Pada Anak”,

https://stkippasundan.academia.edu/HerawatiSuryanegara (Diakses pada tanggal 3 April 2017 Pukul 07.45 WIB)

Arnaz Farouk, “senior Ji beberkan jamaah Anshar Khilafah pendukung ISIS di Indonesia”, berita satu, http://www.beritasatu.com/nasional/337829-senior-ji-beberkanjamaah -anshar-khilafahpendukung-isis-di-indonesia.html (diakses tanggal 3 April 2017 Pukul 11.21 WIB)

Efendi Masyur dan Sukman Taufan Evandri, 2010. “HAM, Dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial, Politik”, Bogor: Ghalia Indonesia

Indopress, “inilah Kronologi Lengkap penusukan di Tangerang Versi Polisi”,

http://indopress.id/inilahkronologi-lengkap-penusukan-di-tangerang-versi-polisi/ (Diakses tanggal 2 April 2017 Pukul 18.56 WIB)

Megawati Apriza, “Penegakan Hukum dan HAM dalam Menanggulangi Terorisme di Indonesia”, jurnal intelijen http://jurnalintelijen.net/2015/12/17/penegakan

hukum-dan-ham-dalam-menanggulangi-terorisme-di-indonesia/ (Diakses tanggal 2 April 2017 Pukul 18.48 WIB)

Budi Endah Karyati, “1 bulan, Polres sita 1,2 kg Ganja”, diakses dari http://www.koran sindo.com/news.php?r=6&n=50&date=2016-08-16 (Diakses pada tanggal 2 April 2017

Pukul 19.29 WIB)

Ferawati, “Kajian Hukum dan HAM Terhadap Penjatuhan Pidana Mati Bagi Terpidana Narkotika”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol,4 No.3, 2015. Fakultas Hukum Universitas Riau. Hal 146

Hamzah A, 1985. Pidana Mati di Indonesia di masa Lalu, Kini, dan Masa Depan, Jakarta: Ghalian Indonesia

Lukman Nofik Hakim, “Pesta Ganja di Bayat, Polres Klaten Tangkap 4 Pemuda”, diakses dari https://joglosemar.co/2016/07/pesta-ganja-bayat-polres-klaten-tangkapempat

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk Penyelesaian Menurut Hukum Internasional Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Kejahatan Genosida Suku Aborigin Di

a) Untuk mengetahui eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia dalam memeriksa dan memutuskan berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang pernah terjadi di

gagasan Hak Asasi Manusia (selanjutnya akan di singkat dengan HAM), karena proses modernisasi yang terjadi di dunia Islam, beberapa di antaranya, bermula dari

Terhadap perhatian akan hak-hak asasi anak ini benar-benar kelihatan bahwa negara Indonesia tidak mau adanya tuntutan standard internasional dalam ratifikasi hukum

Menyiapkan kajian dan laporan mengenai pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia yang diminta oleh badan- badan hak asasi manusia; membantu merancang instrumen internasional

Pembentukan lembaga yang mengurus Hak Warga Negara dan pelanggarannya juga merupakan upaya yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.. Lembaga-lembaga tersebut

Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa, “wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan

Manusia dilahirkan dengan hak-hak dasar yang mereka terima begitu saja, hak asasi manusia melekat pada manusia dan tidak ada seorang pun berhak ikut campur karena hak asasi manusia